BAB II KEPUSTAKAAN 2.1 Manajemen Proyek Manajemen proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan cara teknis yang terbaik dengan sumber daya yang terbatas, untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditentukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam hal kinerja biaya, mutu, dan waktu, serta keselamatan kerja. Gambar 2.1 Proses Manajemen Proyek Berdasarkan Gambar 2.1 dapat diuraikan bahwa proses manajemen proyek dimulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan hingga pengendalian yang didasarkan atas input-input seperti tujuan dan sasaran proyek, informasi dan data yang digunakan, serta penggunaan sumber daya yang benar dan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Pada proses yang 8 9 sesungguhnya, pemimpin dengan wewenang yang ada dalam organisasi proyek mengelola dan mengarahkan segala perangkat dan sumber daya yang ada dengan kondisi terbatas, namun berusaha memperoleh pencapaian paling maksimal sesuai dengan standar kinerja proyek dalam hal biaya, mutu, waktu, dan keselamatan kerja yang telah ditetapkan sebelumnya (Husen 2010). Tujuan penerapan manajemen proyek pada sebuah pembangunan adalah untuk mendapatkan metode atau cara teknis yang paling baik agar dengan sumber daya yang terbatas dapat diperoleh hasil maksimal dalam hal kecepatan, penghematan, dan keselamatan kerja secara komperhensif. Kegiatan-kegiatan pada proses manajemen proyek direncanakan dengan detail dan akurat untuk mengurangi penyimpangan-penyimpangan sehingga didapatkan produk akhir yang maksimal. Jika terdapat tindakan koreksi dalam proses selanjutnya, diusahakan koreksi tersebut tidak terlalu banyak (Husen 2010). Pada kegiatan pengelolaan suatu proyek, selalu dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan dari pengelola untuk mencapai suatu tujuan yang dapat memenuhi prinsip-prinsip manajemen, sehingga dibutuhkan alokasi penggunaan sumber daya yang dimiliki terlaksana secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu, untuk memahami arti pengelolaan proyek secara tepat, maka perlu diketahui apa, mengapa, kapan, dimana, siapa, dan bagaimana (what, why, when, where, who, and how) manajemen tersebut. Manajemen dapat diartikan sebagai suatu proses dari kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien guna mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan (Widayat 1996). Manajemen digunakan karena tanpa efisiensi di dalam proses maka tujuan akan tercapai dengan mahal, sedangkan tanpa 10 efektifitas maka tujuan akan terlaksana tanpa mencapai sasaran yang diharapkan. Manajemen di dalam fungsinya juga digunakan dari tingkatan puncak (top manager), menengah (middle), hingga bawah (low manager) agar proses kegiatan dapat berhasil secara terpadu (Mawengkang dan Widayat 1998). Oleh karena itu, dibutuhkan pengaturan atau manajemen kegiatan konstruksi yang merupakan bagian dari pekerjaan konstruksi pada tahapan pelaksanaan yang harus dilakukan melalui tahapan-tahapan. Kegiatan tersebut harus disusun dengan mempertimbangkan rencana urutan dimulainya sesuatu kegiatan dan hubungan atau ketergantungan dengan kegiatan lainnya (Dipohusodo 1996). Apabila suatu kegiatan mengalami hambatan dalam pelaksanaannya maka akan berdampak pada kegiatan lainnya. Keterlambatan satu kegiatan akan mengakibatkan keterlambatan satu proyek, kegiatan tersebut dikatakan kritis jika penyelesaiannya tertunda maka akan menyebabkan tertundanya penyelesaian proyek secara keseluruhan (Hutchings 1996). Hal ini memicu lahirnya sebuah sarana yang mampu menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang terjadi, yaitu manajemen konstruksi yang berevolusi menjadi suatu keahlian, sehingga menghasilkan suatu sistem manajemen dalam aspek proyek konstruksi yang dapat mengakomodasi kecepatan, ketepatan, dan kualitas dari penyelesaian proyek. Menurut Harold Kerzner (1995), manajemen proyek adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan. Selanjutnya, manajemen proyek menggunakan pendekatan sistem dan hirarki (arus kegiatan) vertikal dan horizontal. Manajemen konstruksi merupakan 11 bagian dari manajemen proyek yang mengkhususkan pada bidang konstruksi. Konsep manajemen proyek, yang mendasari suatu perencanaan, merupakan tindakan strategi pelaksanaan terhadap pencapaian tujuan yang menjadi prioritas terlaksananya pengaturan proyek konstruksi secara efektif dan efisien sesuai dengan yang diharapkan. Pada dasarnya, pengorganisasian, manajemen proyek merupakan sebuah pengaturan, pembagian kerja yang mempertimbangkan situasi proyek yang belum jelas dan penuh ketidakpastian, sehingga seorang perencana ditantang untuk dapat menyelesaikan sebuah proyek sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan dengan kebijakan yang rasional, efektif, efisien, tepat, dan menyeluruh. Sehingga, manajemen proyek dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang terdiri dari penentuan kebijakan apa yang akan dilakukan, apa yang tidak dilakukan, pembagian kerja yang teratur, jelas jenis aktivitasnya, mengilustrasikannya sebagai suatu jaringan kerja aktivitas yang mendeskripsikan aliran hubungan kerja antar aktivitas dan lainnya (Dreger 1992). 2.2 Manajemen dan Kinerja Waktu Pelaksanaan Proyek Manajemen waktu pada proyek konstruksi merupakan suatu pengendalian dan pengaturan waktu atau jadwal dalam kegiatan proyek. Standar kinerja waktu ditentukan dengan merujuk seluruh tahapan kegiatan proyek beserta durasi dan penggunaan sumber daya. Dari semua data dan informasi yang telah diperoleh, dilakukan proses penjadwalan sehingga akan didapat output mengenai indikator progress waktu (Husen 2010). 12 Manajemen waktu dapat dilakukan dengan menggunakan barchart, kurva S, network planning, dan kurva earned value. Hasil dari menggunakan metode-metode diatas perlu dievaluasi dan dikoreksi agar kinerja waktu tercapai sesuai rencana. Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pertimbangan penggunaan metode-metode tersebut didasarkan atas kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai terhadap kinerja penjadwalan. Kinerja waktu akan berimplikasi terhadap kinerja biaya, sekaligus kinerja proyek secara keseluruhan. Oleh karena itu, variabel-variabel yang mempengaruhinya juga harus dimonitor, misalnya mutu, keselamatan kerja, ketersediaan peralatan dan material, serta stakeholder proyek yang terlibat. Pada pelaksanaannya, terdapat masalah-masalah yang dapat menghambat kinerja waktu, antara lain alokasi penempatan sumber daya yang tidak efektif, jumlah tenaga yang terbatas, peralatan yang tidak mencukupi, kondisi cuaca yang buruk, dan metode kerja yang salah. Sehingga diperlukan suatu manajemen yang baik dan handal untuk mencegah dan mengurangi masalah-masalah yang dapat terjadi (Husen 2010). Seorang manajer proyek mengontrol berbagai macam kegiatan pada lokasi proyek, salah satu aspek penting yang diawasi adalah kinerja waktu. Kinerja waktu adalah proses dari membandingkan kerja dilapangan (actual work) dengan jadwal yang direncanakan (Dipuhusodo 1996). 2.3 Metode Jalur Kritis atau Critical Path Method (CPM) Metode jalur kritis adalah salah satu perangkat manajemen proyek yang digunakan dalam peningkatan efisiensi waktu dalam hal perencanaan 13 dan penjadwalan suatu proyek. Pada pelaksanaannya, dapat digunakan Gantt Chart untuk memperlihatkan pekerjaan-pekerjaan yang kemungkinan dapat menghambat pekerjaan lain jika terjadi penundaan. Melalui metode jalur kritis ini, pelaksana dapat mengetahui pekerjaan-pekerjaan yang rawan dan berpengaruh dalam keseluruhan proses kerja. Apabila terjadi keterlambatan dan dengan mengetahui letak keterlambatan, maka dalam pelaksanaannya dapat dilakukan tindakan antisipasi atas ketidakefisienan waktu yang terjadi sebelumnya, sehingga keterlambatan di satu bagian tidak merambat ke pekerjaan lainnya (Clara 2009). Metode jalur kritis (CPM) juga dikenal dengan metode “I-J” (juga disebut dengan “Activity On Arrow”, AOA, atau “Arrow Diagramming Method”, ADM). Metode CPM adalah metode yang membatasi aktivitas sebagai sebuah panah diantara 2 (dua) nomor noda, tidak ada standar berapa jumlah aktivitas dalam jadwal CPM yang harus dimiliki, tetapi banyaknya aktivitas harus cukup atau memadai untuk mengontrol waktu. Pada metode penjadwalan ini, aktivitasaktivitas dipisahkan oleh kejadian, sebuah kejadian adalah titik dalam waktu yang mengetahui akhir dari satu atau lebih aktivitas yang mendahului dan permulaan dari satu atau lebih aktivitas berikutnya. Metode CPM diatur untuk memfokuskan perhatian pada tiap-tiap kejadian. Tidak ada standar untuk mementukan lamanya durasi yang seharusnya. Sebagian besar durasi aktivitas konstruksi ditunjukkan dalam hari kerja, selain itu durasi dapat juga ditunjukkan dalam hitungan bulan, minggu, jam atau menit tergantung pada pekerjaan yang dijadwalkan (Callahan, Quackkenbush, and Rowing 1992). 14 Proyek multi unit dapat dijadwalkan dengan menggunakan pemahaman teknik CPM, tetapi pemanfaatan berulang dari sumber daya pada suatu unit berulang tidak dapat dipastikan saat menggunakan CPM. Pada proyek besar dengan aktivitas berulang, menggunakan CPM untuk mendapatkan analisa lengkap dari aktivitas demi aktivitas dan menjamin kontinuitas sumber daya dengan melakukan penjadwalan ulang jaringan kerja merupakan sebuah proses yang sulit. Hal ini disebabkan, diagram CPM memperlihatkan semua rangkaian antara aktivitas serupa dalam unit berurutan, banyaknya hubungan dan noda akan menjadi besar dan jaringan kerja akan terlihat kompleks meski yang diperlihatkan tidak semuanya diperlukan (Margayanti 2001). Berdasarkan sumber yang lain, metode jalur kritis atau Critical Path Method (CPM) adalah alogaritma berbasis matematika untuk menjadwalkan sekelompok aktivitas proyek. Critical Path Method (CPM) merupakan salah satu peralatan terpenting untuk manajemen proyek. Critical Path Method dikembangkan tahun 1950-an oleh Morgan R. Walker dari DuPont dan James E. Kelley, Jr. dari Remington Rand. Keduanya bekerjasama mengembangkan CPM di tahun 1989. Di saat yang hampir bersamaan, Booz Allen Hamilton dan angkatan laut AS juga mengembangkan Program Evaluation and Review Technique (Wikipedia 2012). Pada metode CPM terdapat dua buah perkiraan waktu dan biaya untuk setiap kegiatan yang terdapat dalam jaringan. Kedua perkiraan tersebut adalah perkiraan waktu penyelesaian dan biaya yang sifatnya normal (normal estomate) dan perkiraan waktu penyelesaian dan biaya yang sifatnya dipercepat (crash estimate). Pada proses penentuan perkiraan waktu penyelesaian akan 15 dikenal istilah jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki rangkaian-rangkaian kegiatan dengan total jumlah waktu terlama dan waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa jalur kritis berisikan kegiatan-kegiatan kritis dari awal sampai akhir jalur. Seorang manajer proyek harus mampu mengidentifikasi jalur kritis dengan baik, sebab pada jalur ini terdapat kegiatan yang jika pelaksanaannya terlambat maka akan mengakibatkan keterlambatan seluruh proyek. Pada sebuah jaringan kerja dapat saja terdiri dari beberapa jalur kritis (Murahartawaty 2011). Pada umumnya kegiatan kegiatan yang bersifat kritis dapat ditemukan pada suatu jalur atau lintasan sejak awal sampai akhir proyek. Kemungkinan untuk menetapkan adanya lintasan kritis dalam suatu jaringan digunakan salah satu metode yaitu diagram jaringan yang disebut juga Critical Path Method (CPM) atau metode jalur kritis. Jumlah simbol yang digunakan dalam sebuah jaringan kerja, minimum ada dua macam dan maksimum ada tiga macam. Macam-macam simbol tersebut adalah : a. Anak Panah Anak panah ini melambangkan sebuah kegiatan dari suatu proyek. Pada umumnya nama kegiatan dicantumkan diatas anak panah dan lama kegiatan dibawahnya. Ekor anak panah ditafirkan sebagai kegiatan dimulai dan kepalanya ditafsirkan sebagai kegiatan selesai. Lamanya kegiatan adalah jarak waktu antarakegiatan dimulai dengan kegiatan selesai. Pada lamanya kegiatan diberi kode huruf besar A,B,C dan seterusnya. 16 Gambar 2.2 Anak Panah b. Lingkaran Lingkaran yang melambangkan peristiwa selalu digambarkan lingkaran yang terbagi atas tiga bagian ruangan : Ruangan sebelah atas merupakan tempat bilangan atau huruf yang menyatakan peristiwa. Ruangan sebelah kiri bawah merupakan yang menyatakan lamanya hari ( waktu satuan hari) yang merupakan saat paling awal peristiwa yang bersangkutan. Ruangan sebelah kanan bawah merupakan tempat bilangan yang menyatakan saat paling lambat peristiwa yang bersangkutan boleh terjadi. Selisih waktu dari kedua saat tersebut adalah tenggang waktu peristiwa ( Slack ) berharga positif. Ada kemungkinan tenggang waktu tersebut berharga nol, maka peristiwa yang bersangkutan merupakan peristiwa yang kritis, jika berharga negatif peristiwa tersebut adalah peristiwa super kritis dan ini bertanda bahwa proyek tidak akan selesai pada waktu yang telah ditetapkan. Gambar 2.3 Lingkaran 17 Keterangan : NE = Number Of Event EET = Earlist Event Time LET = Latest Event Time c. Anak panah terputus – putus ( Dummy ) Anak panah terputus – putus melambangkan hubungan antar peristiwa, sama halnya dengan dengan anak panah yang melambangkan kegiatan. Hubungan antar kegiatan ( Dummy ) tidak membutuhkan waktu, sumber daya dan ruangan. Oleh karena itu hubungan antar peristiwa tidak perlu diperhitungkan. Dummy ini menyatakan logika ketergantungan yang patut diperhatikan. Gambar 2.4 Anak Panah Putus-putus 2.3.1 Aktivitas Dummy Aktivitas dummy (semu) dalam diagram network digambarkan dengan garis putus-putus. Aktivitas ini merupakan aktivitas fiktif dalam arti tidak mempunyai ukuran waktu serta biaya. Aktivitas dummy digunakan agar dalam pembuatan diagram network hubungan antara aktivitas-aktivitas dapat digambarkan dengan benar. Dummy diperlukan karena menghindari jaringan kerja yang dimulai atau diakhiri oleh lebih dari satu kejadian, dan menghindari terjadinya dua kejadian dihubungkan lebih dari satu aktivitas (Handoko, 2000). Terkadang aktivitas semu ini digunakan untuk memperbaiki logika ketergantungan dari gambar diagram network, jadi sebenarnya aktivitas tersebut 18 tidak ada, akan tetapi hanya digunakan untuk mengalihkan arus anak panah guna memperbaiki kebenaran logika urutan aktivitas sebuah proses. Terdapat tiga sifat aktivitas semu, yaitu (Gitosudarmo, 2002): a. Waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas tersebut adalah relatif sangat pendek dibandingkan dengan aktivitas biasa. Oleh karena itu maka aktivitas semu ini dianggap tidak memerlukan waktu. b. Menentukan boleh tidaknya aktivitas selanjutnya dilakukan. Hal ini berarti bahwa apabila aktivitas semu itu belum selesai dikerjakan maka aktivitas selanjutnya belum boleh dimulai. c. Dapat mengubah jalur kritis dan waktu kritis. A C B Gambar 2.5 Aktivitas dummy Penjadwalan dalam CPM dapat menggunakan proses two-pass, untuk menentukan jadwal proyek yang terdiri dari forward pass dan backward pass (Prasetya, Hery dan Lukiastuti, Fitri, 2009). ES dan EF ditentukan selama forward pass, dengan cara menghitung dari aktivitas awal menuju aktivitas akhir yakni dari arah depan kebelakang. Sedangkan LS dan LF ditentukan selama backward 19 pass, dengan cara menghitung dari aktivitas terakhir (dari belakang) sampai aktivitas yang pertama (paling depan) (Haming, Murdifin dan Nurnajamuddin, Mahfud, 2007). 2.3.2 Forward Pass Forward Pass digunakan untuk mengidentifikasi waktu-waktu terdahulu. Sebelum suatu aktivitas dapat dimulai, semua pendahulu langsungnya harus diselesaikan. Berikut kriteria forward pass : a. Jika suatu aktivitas hanya mempunyai satu pendahulu langsung, ES-nya sama dengan EF dari pendahulunya. b. Jika suatu aktivitas mempunyai beberapa pendahulu langsung, ES-nya adalah nilai maksimum dari semua EF pendahulunya, dengan rumusan: ES = Max (EF semua pendahulu langsung) Waktu selesai terdahulu (EF) dari suatu aktivitas adalah jumlah dari waktu mulai terdahulu (ES) dan waktu kegiatannya, dengan rumusan : EF = ES + Waktu aktivitas Meskipun forward pass memungkinkan kita menentukan waktu penyelesaian proyek terdahulu, ia tidak mengidentifikasikan jalur kritis. Untuk mengidentifikasikan jalur kritis, perlu dilakukan backward pass untuk menentukan nilai LS dan LF untuk semua aktivitas. 2.3.3 Backward Pass Backward pass digunakan untuk menentukan waktu yang paling akhir. Untuk semua aktivitas harus ditentukan nilai LF-nya begitu juga dengan nilai LS. 20 Berikut kriteria backward pass : a. Jika suatu aktivitas adalah pendahulu langsung bagi hanya satu aktivitas, LFnya sama dengan LS dari aktivitas yang secara langsung mengikutinya. b. Jika suatu aktivitas adalah pendahulu langsung bagi lebih dari suatu aktivitas, maka LF adalah minimum dari seluruh nilai LS dari aktivitas-aktivitas yang secara langsung mengikutinya, dengan rumusan : LF = Min (LS dari seluruh aktivitas yang langsung mengikutinya) Waktu mulai terakhir (LS) dari suatu aktivitas adalah perbedaan antara waktu selesai terakhir (LF) dan waktu aktivitasnya, dengan rumusan : LS = LF – Waktu Aktivitas Aktivitas-aktivitas yang tidak dalam critical path dapat ditunda dalam batasan-batasan waktu tertentu. Batas atau jumlah waktu suatu aktivitas dapat ditunda tanpa mempengaruhi waktu penyelesaian seluruh proyek disebut slack (Muslich, 2009). 2.3.4 Slack Setelah perhitungan forward pass dan backward pass dari seluruh kegiatan telah dihitung, maka untuk menemukan waktu slack (waktu bebas) yang dimiliki setiap kegiatan menjadi mudah. Slack adalah waktu yang dimiliki oleh sebuah kegiatan untuk bisa diundur, tanpa menyebabkan keterlambatan proyek keseluruhan (Heizer, Jay dan Render, Barry, 2006). 21 Secara matematis : Slack n = LS – ES LS - ES Slack n = LF – EF Slack ini besarnya ditentukan sebagai perbedaan antara waktu mulai paling awal (ES) dan waktu mulai paling akhir (EF), waktu selesai paling akhir (LF) dan waktu selesai paling awal (LS). Jika waktu penyelesaian proyek lebih besar dari jumlah yang diperoleh dalam perhitungan slack maka keseluruhan proyek akan tertunda. Slack biasanya digunakan untuk network yang disusun berdasarkan peristiwa, sedangkan bila disusun berdasarkan aktivitas disebut dengan float. Tersedianya sejumlah waktu tertentu untuk dapat ditunda atau diperpanjangnya waktu pelaksanaan suatu kegiatan dinamakan activity float (Nurhayati, 2010). Dalam suatu jaringan kerja memiliki lintasan-lintasan non kritis yang waktu pelaksanaan yang lebih pendek dibandingkan dengan critical path. Berarti pada kegiatan-kegiatn waktu non kritis yang dilaluinya mempunyai float atau sejumlah waktu untuk terlambat. Jadi terdapat float pada semua kegiatan yang tidak termasuk dalam critical path. Terdapat beberapa macam tipe float (Nurhayati, 2010), antara lain: a. Total Float Total Float adalah sejumlah waktu untuk penundaan yang terdapat pada suatu kegiatan di mana kegiatan tersebut dapat diperlambat pelaksanaannya tanpa mempengaruhi selesainya proyek secara keseluruhan. Rumus Total Float: Total Float = (LF peristiwa akhir) – (durasi) – (ES peristiwa awal) 22 b. Free Float Free Float ialah sejumlah waktu dimana suatu kegiatan non kritis bisa terlambat atau diperlambat pelaksanaannya tanpa mempengaruhi kegiatan berikutnya. Rumus Free Float : Free Float = (EF peristiwa akhir) – (durasi) – (ES peristiwa awal) Untuk kegiatan kritis maka TF = FF = 0. Artinya saat paling sepat selesainya kegiatan tersebut tepat sama dengan saat paling lambat terwujudnya suatu dari kegiatan berikutnya. Total slack untuk aktivitas-aktivitas pada jalur kritis adalah selalu nol (slack = 0) bila waktu penyelesaian yang diinginkan sama dengan waktu penyelesaian paling awal yang diharapkan. 2.4 Project Evaluation and Review Technique (PERT) PERT adalah suatu alat manajemen proyek yang digunakan untuk melakukan penjadwalan, mengatur dan mengkoordinasi bagian-bagian pekerjaan yang ada di dalam suatu proyek (Setianingrum, 2011). PERT juga merupakan suatu metode yang bertujuan untuk (semaksimal mungkin) mengurangi adanya penundaan kegiatan (proyek, produksi, dan teknik) maupun rintangan dan perbedaan-perbedaan, mengkoordinasikan dan menyelaraskan berbagai bagian sebagai suatu keseluruhan pekerjaan dan mempercepat selesainya proyek-proyek (Nurhayati, 2010). PERT memiliki asumsi bahwa proyek yang akan dilaksanakan adalah baru, tidak ada contoh sebelumnya. Berdasarkan atas asumsi itu, maka orientasi dari metode PERT adalah mengoptimalkan waktu penyelesaian proyek dan belum 23 menekankan soal minimisasi biaya. Oleh karena belum ada pengalaman sebelumnya, maka waktu penyelesaian pekerjaan tertentu yang ada dalam proyek bersifat probabilistik. PERT mencoba mengestimasi waktu aktivitas ini dengan formula. Bahkan, PERT juga mencoba mencari suatu ukuran tentang variabilitas waktu penyelesaian paling awal. PERT dapat bekerja dengan ketidakpastian melalui penggunaan waktu probabilitas (Ma’arif, Syamsul Mohammad dan Tanjung, Hendri, 2003). Bila waktu kegiatan individual acak, maka waktu proyek juga akan acak. Bila waktu kegiatan tidak pasti, lintasan kritis pun bersifat acak. Hanya saja, karena bekerja dengan ketidakpastian, maka lintasan kritis penyelesaian proyek pun menjadi tidak pasti. Inilah gambaran dari metode PERT, yaitu risiko ketidakpastian. Memperkirakan waktu yang diperlukan untuk masing-masing kegiatan seperti menit, jam, hari, minggu atau bulan adalah unit umum yang biasa digunakan waktu untuk penyelesaian suatu kegiatan. Sebuah fitur yang membedakan PERT adalah kemampuannya untuk menghadapi ketidakpastian di masa penyelesaian kegiatan. Untuk setiap aktivitas, model biasanya mencakup tiga perkiraan waktu (Soeharto, 2002) : 1. Waktu optimistik (a), yaitu kemungkinan bahwa kegiatan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat. 2. Waktu paling banyak timbul (m), yaitu taksiran waktu yang biasanya terjadi dalam keadaan normal. 3. Waktu pesimistik (b), yaitu kemungkinan bahwa kegiatan dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih lama. 24 PERT “menimbang” ketiga perkiraan waktu ini untuk mendapatkan waktu kegiatan yang diharapkan (expected time) dengan rumusan : Mean (Te) = �� � � �� � �� � Keterbatasan dan kelemahan diagram PERT secara umum adalah bahwa perkiraan atas waktu yang dibutuhkan bagi masing-masing kegiatan bersifat subyektif dan tergantung pada asumsi. Sehingga secara umum PERT cenderung terlalu optimis dalam menetapkan waktu penyelesaian sebuah proyek. 2.4.1 Perhitungan PERT Perhitungan dengan metode PERT sama seperti CPM yaitu dengan cara perhitungan maju (forward computation) dan perhitungan mundur (backward computation). Pada perhitungan maju, perhitungan bergerak mulai dari initial event menuju terminal event maksudnya ialah menghitung saat yang paling tercepat terjadinya events dan saat paling cepat dimulainya serta diselesaikannya aktivitas-aktivitas (TEi dan TEj). Pada initial event berlaku TE=0. Adapun perhitungannya adalah : TEj = TEi + Te(i,j). Dimana: TEj = waktu mulai kegiatan j TEi = waktu mulai kegiatan i Te(i,j) = kurun waktu kegiatan i ke j Pada perhitungan mundur, perhitungan bergerak dari terminal event menuju ke initial event. Tujuannya ialah untuk menghitung saat paling lambat terjadinya events dan saat paling lambat dimulainya dan diselesaikannya aktivitasaktivitas (TLi, dan TLj). Pada terminal event berlaku TL=TE. 25 Adapun perhitungannya adalah TLi = TLj - Te(i,j). Dimana: TLi = waktu selesai kegiatan i TLj = waktu selesai kegiatan j Te(i,j) = kurun waktu kegiatan i ke j Menurut Suharto (1999) estimasi kurun waktu kegiatan metode PERT memakai rentang waktu dan bukan kurun waktu yang relatif mudah dibayangkan. Rentang waktu ini menjadi derajat ketidakpastian yang berkaitan dengan proses estimasi kurun waktu kegiatan. Berapa besarnya ketidakpastian ini tergantung pada perkiraan untuk To dan Tp. Parameter yang menjelaskan masalah ini dikenal sebagai Deviasi Standar (S) dan Varians (V), dengan rumus sebagai berikut: V = ((Tp-To)/6)2 S = √𝑉 Dalam PERT terdapat analisis untuk mengetahui kemungkinan kepastian mencapai target jadwal penyelesaian (TD), sehingga dapat diketahui probabilitas penyelesaian proyek yang dinyatakan dengan Z yang dirumus sebagai berikut: 𝑍= 2.5 ���∑�� ������ �∑ � ������ Analisis Waktu Kelonggaran (Float/Slack) Dalam mengestimasi dan menganalisis waktu ini, akan kita dapatkan satu atau beberapa lintasan tertentu dari kegiatan-kegiatan pada network tersebut yang menentukan jangka waktu penyelesaian seluruh proyek. Lintasan ini disebut lintasan kritis. Di samping lintasan kritis ini terdapat lintasan-lintasan lain yang mempunyai jangka waktu yang lebih pendek daripada lintasan kritis. Dengan 26 demikian, maka lintasan yang tidak kritis ini mempunyai waktu untuk bisa terlambat yang dinamakan float/slack. Float/slack memberikan sejumlah kelonggaran waktu dan elastisitas pada sebuah network dan ini dipakai pada waktu penggunaan network dalam praktek atau digunakan pada waktu mengerjakan penentuan jumlah material, peralatan, dan tenaga kerja. Float ini terbagi atas dua jenis, yaitu total float dan free float dalam CPM atau total slack dan free slack dalam PERT (Dimyati dan Dimyati, 2010). Total Float/Total Slack adalah jumlah waktu di mana waktu penyelesaian suatu aktivitas dapat diundur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari penyelesaian proyek secara keseluruhan. Free Float/Fee Slack adalah jumlah waktu di mana penyelesaian suatu aktivitas dapat diukur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dimulainya aktivitas lain pada network (Dimyati dan Dimyati, 2010). Dengan selesainya perhitungan maju dan perhitungan mundur pada network, barulah float/slack dapat dihitung. Float dalam CPM dapat dicari dengan perhitungan: FF=EF–ES-D dan TF=LF-ES-D. Slack dalam PERT dicari dengan perhitungan: SF(i,j)=TEj-TEi-Te(i,j) dan ST(i,j) = TLj-TEi-Te(i,j). 2.6 Jalur Kritis CPM dan PERT Jalur kritis adalah jalur dalam jaringan kerja yang memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan, dengan total waktu terlama dan menunjukkan kurun waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Jalur kritis mempunyai arti 27 penting dalam penyelesaian suatu proyek, karena kegiatan-kegiatan dalam jalur kritis diusahakan tidak mengalami keterlambatan penyelesaian (Purnomo, 2004). Identifikasi aktivitas kritis dalam CPM ditandai dengan nilai free float dan total float sama dengan nol (FF dan TF = 0). Identifikasi aktivitas kritis dalam PERT ditandai dengan nilai free slack dan total slack sama dengan nol (FS dan TS = 0). Aktivitas kritis tersebut nantinya membentuk suatu jalur yaitu jalur kritis yang pengerjaannya tidak boleh mengalami penundaan agar tidak terjadi keterlambatan proyek secara keseluruhan meskipun kegiatan lain tidak mengalami keterlambatan. Menurut Badri (1997), manfaat yang didapat jika mengetahui jalur kritis adalah sebagai berikut : a. Penundaan pekerjaan pada jalur kritis menyebabkan seluruh pekerjaan proyek tertunda penyelesaiannya. b. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang ada pada jalur kritis dapat dipercepat. c. Pengawasan atau kontrol dapat dikontrol melalui penyelesaian jalur kritis yang tepat dalam penyelesaiannya dan kemungkinan di trade off (pertukaran waktu dengan biaya yang efisien) dan crash program (diselesaikan dengan waktu yang optimum dipercepat dengan biaya yang bertambah pula) atau dipersingkat waktunya dengan tambahan biaya lembur. d. Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak melalui jalur kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpro untuk memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan di lintasan kritis agar efektif dan efisien.