BAB II KEPUSTAKAAN

advertisement
BAB II
KEPUSTAKAAN
2.1
Manajemen Proyek
Manajemen proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan, keahlian,
keterampilan, dan cara teknis yang terbaik dengan sumber daya yang terbatas,
untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditentukan agar mendapatkan
hasil yang optimal dalam hal kinerja biaya, mutu, dan waktu, serta keselamatan
kerja.
Gambar 2.1 Proses Manajemen Proyek
Berdasarkan Gambar 2.1 dapat diuraikan bahwa proses manajemen
proyek dimulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
hingga pengendalian yang didasarkan atas input-input seperti tujuan dan sasaran
proyek, informasi dan data yang digunakan, serta penggunaan sumber daya yang
benar dan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Pada proses yang
8
9
sesungguhnya, pemimpin dengan wewenang yang ada dalam organisasi proyek
mengelola dan mengarahkan segala perangkat dan sumber daya yang ada
dengan kondisi terbatas, namun berusaha memperoleh pencapaian paling
maksimal sesuai dengan standar kinerja proyek dalam hal biaya, mutu, waktu,
dan keselamatan kerja yang telah ditetapkan sebelumnya (Husen 2010).
Tujuan penerapan manajemen proyek pada sebuah pembangunan adalah
untuk mendapatkan metode atau cara teknis yang paling baik agar dengan sumber
daya yang terbatas dapat diperoleh hasil maksimal dalam hal kecepatan,
penghematan, dan keselamatan kerja secara komperhensif. Kegiatan-kegiatan
pada proses manajemen proyek direncanakan dengan detail dan akurat untuk
mengurangi penyimpangan-penyimpangan sehingga didapatkan produk akhir
yang maksimal.
Jika terdapat tindakan koreksi dalam proses selanjutnya,
diusahakan koreksi tersebut tidak terlalu banyak (Husen 2010).
Pada kegiatan pengelolaan suatu proyek, selalu dikaitkan dengan
proses pengambilan keputusan dari pengelola untuk mencapai suatu tujuan
yang
dapat
memenuhi
prinsip-prinsip manajemen, sehingga dibutuhkan
alokasi penggunaan sumber daya yang dimiliki terlaksana secara efektif dan
efisien. Oleh sebab itu, untuk memahami arti pengelolaan proyek secara tepat,
maka perlu diketahui apa, mengapa, kapan, dimana, siapa, dan bagaimana
(what, why, when, where, who, and how) manajemen tersebut. Manajemen
dapat diartikan sebagai suatu proses dari kegiatan-kegiatan yang menggunakan
sumber daya secara efektif dan efisien guna mencapai suatu tujuan yang telah
ditentukan (Widayat 1996). Manajemen digunakan karena tanpa efisiensi di
dalam proses maka tujuan akan tercapai dengan mahal, sedangkan tanpa
10
efektifitas maka tujuan akan terlaksana tanpa mencapai sasaran yang
diharapkan.
Manajemen di dalam fungsinya juga digunakan dari tingkatan
puncak (top manager), menengah (middle), hingga bawah (low manager) agar
proses kegiatan dapat berhasil secara terpadu (Mawengkang dan Widayat 1998).
Oleh karena itu, dibutuhkan pengaturan atau manajemen kegiatan
konstruksi yang merupakan bagian dari pekerjaan konstruksi pada tahapan
pelaksanaan yang harus dilakukan melalui tahapan-tahapan. Kegiatan tersebut
harus disusun dengan mempertimbangkan rencana urutan dimulainya sesuatu
kegiatan dan hubungan atau ketergantungan dengan kegiatan lainnya
(Dipohusodo 1996). Apabila suatu kegiatan mengalami hambatan dalam
pelaksanaannya maka akan berdampak pada kegiatan lainnya. Keterlambatan
satu kegiatan akan mengakibatkan keterlambatan satu proyek, kegiatan
tersebut dikatakan kritis jika penyelesaiannya tertunda maka akan menyebabkan
tertundanya penyelesaian proyek secara keseluruhan (Hutchings 1996). Hal ini
memicu lahirnya sebuah sarana yang mampu menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang terjadi, yaitu manajemen konstruksi yang berevolusi
menjadi suatu keahlian, sehingga menghasilkan suatu sistem manajemen dalam
aspek proyek konstruksi yang dapat mengakomodasi kecepatan, ketepatan, dan
kualitas dari penyelesaian proyek.
Menurut
Harold
Kerzner
(1995),
manajemen
proyek
adalah
merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya
perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan.
Selanjutnya, manajemen proyek menggunakan pendekatan sistem dan hirarki
(arus kegiatan) vertikal dan horizontal.
Manajemen konstruksi merupakan
11
bagian dari manajemen proyek yang mengkhususkan pada bidang konstruksi.
Konsep manajemen proyek, yang mendasari suatu perencanaan,
merupakan tindakan strategi pelaksanaan terhadap pencapaian tujuan yang
menjadi prioritas terlaksananya pengaturan proyek konstruksi secara efektif dan
efisien sesuai dengan yang diharapkan.
Pada
dasarnya,
pengorganisasian,
manajemen
proyek
merupakan
sebuah
pengaturan, pembagian kerja yang mempertimbangkan
situasi proyek yang belum jelas dan penuh ketidakpastian, sehingga seorang
perencana ditantang untuk dapat menyelesaikan sebuah proyek sesuai dengan
tujuan dan sasaran yang diharapkan dengan kebijakan yang rasional, efektif,
efisien, tepat, dan menyeluruh. Sehingga, manajemen proyek dapat diartikan
sebagai suatu tindakan yang terdiri dari penentuan kebijakan apa yang akan
dilakukan, apa yang tidak dilakukan, pembagian kerja yang teratur, jelas jenis
aktivitasnya, mengilustrasikannya sebagai suatu jaringan kerja aktivitas yang
mendeskripsikan aliran hubungan kerja antar aktivitas dan lainnya (Dreger 1992).
2.2
Manajemen dan Kinerja Waktu Pelaksanaan Proyek
Manajemen
waktu
pada
proyek
konstruksi
merupakan
suatu
pengendalian dan pengaturan waktu atau jadwal dalam kegiatan proyek. Standar
kinerja waktu ditentukan dengan merujuk seluruh tahapan kegiatan proyek
beserta durasi dan penggunaan sumber daya. Dari semua data dan informasi
yang telah diperoleh, dilakukan proses penjadwalan sehingga akan didapat output
mengenai indikator progress waktu (Husen 2010).
12
Manajemen waktu dapat dilakukan dengan menggunakan barchart, kurva
S, network planning, dan kurva earned value. Hasil dari menggunakan
metode-metode diatas perlu dievaluasi dan dikoreksi agar kinerja waktu
tercapai sesuai rencana.
Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Pertimbangan penggunaan metode-metode tersebut didasarkan atas
kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai terhadap kinerja penjadwalan. Kinerja
waktu akan berimplikasi terhadap kinerja biaya, sekaligus kinerja proyek secara
keseluruhan. Oleh karena itu, variabel-variabel yang mempengaruhinya juga
harus dimonitor, misalnya mutu, keselamatan kerja, ketersediaan peralatan dan
material, serta stakeholder proyek yang terlibat. Pada pelaksanaannya, terdapat
masalah-masalah yang dapat menghambat kinerja waktu, antara lain alokasi
penempatan sumber daya yang tidak efektif, jumlah tenaga yang terbatas,
peralatan yang tidak mencukupi, kondisi cuaca yang buruk, dan metode kerja
yang salah. Sehingga diperlukan suatu manajemen yang baik dan handal
untuk mencegah dan mengurangi masalah-masalah yang dapat terjadi (Husen
2010).
Seorang manajer proyek mengontrol berbagai macam kegiatan pada
lokasi proyek, salah satu aspek penting yang diawasi adalah kinerja waktu.
Kinerja waktu adalah proses dari membandingkan kerja dilapangan (actual work)
dengan jadwal yang direncanakan (Dipuhusodo 1996).
2.3
Metode Jalur Kritis atau Critical Path Method (CPM)
Metode jalur kritis adalah salah satu perangkat manajemen proyek
yang digunakan dalam peningkatan efisiensi waktu dalam hal perencanaan
13
dan penjadwalan suatu proyek.
Pada pelaksanaannya, dapat digunakan
Gantt Chart untuk memperlihatkan pekerjaan-pekerjaan yang kemungkinan
dapat menghambat pekerjaan lain jika terjadi penundaan. Melalui metode jalur
kritis ini, pelaksana dapat mengetahui pekerjaan-pekerjaan yang rawan dan
berpengaruh dalam keseluruhan proses kerja. Apabila terjadi keterlambatan dan
dengan mengetahui letak keterlambatan, maka dalam pelaksanaannya
dapat
dilakukan tindakan antisipasi atas ketidakefisienan waktu yang terjadi
sebelumnya, sehingga keterlambatan di satu bagian tidak merambat ke
pekerjaan lainnya (Clara 2009).
Metode jalur kritis (CPM) juga dikenal dengan metode “I-J” (juga disebut
dengan “Activity On Arrow”, AOA, atau “Arrow Diagramming Method”,
ADM). Metode CPM adalah metode yang membatasi aktivitas sebagai sebuah
panah diantara 2 (dua) nomor noda, tidak ada standar berapa jumlah aktivitas
dalam jadwal CPM yang harus dimiliki, tetapi banyaknya aktivitas harus cukup
atau memadai untuk mengontrol waktu. Pada metode penjadwalan ini, aktivitasaktivitas dipisahkan oleh kejadian, sebuah kejadian adalah titik dalam waktu
yang mengetahui akhir dari satu atau lebih aktivitas yang mendahului dan
permulaan dari satu atau lebih aktivitas berikutnya. Metode CPM diatur untuk
memfokuskan perhatian pada tiap-tiap kejadian.
Tidak ada standar untuk
mementukan lamanya durasi yang seharusnya. Sebagian besar durasi aktivitas
konstruksi ditunjukkan dalam hari kerja, selain itu durasi dapat juga
ditunjukkan dalam hitungan bulan, minggu, jam atau menit tergantung pada
pekerjaan yang dijadwalkan (Callahan, Quackkenbush, and Rowing 1992).
14
Proyek multi unit dapat dijadwalkan dengan menggunakan pemahaman
teknik CPM, tetapi pemanfaatan berulang dari sumber daya pada suatu unit
berulang tidak dapat dipastikan saat menggunakan CPM. Pada proyek
besar dengan aktivitas berulang, menggunakan CPM untuk mendapatkan
analisa lengkap dari aktivitas demi aktivitas dan menjamin kontinuitas sumber
daya dengan melakukan penjadwalan ulang jaringan kerja merupakan sebuah
proses yang sulit. Hal ini disebabkan, diagram CPM memperlihatkan semua
rangkaian antara aktivitas serupa dalam unit berurutan, banyaknya hubungan
dan noda akan menjadi besar dan jaringan kerja akan terlihat kompleks
meski yang diperlihatkan tidak semuanya diperlukan (Margayanti 2001).
Berdasarkan sumber yang lain, metode jalur kritis atau Critical Path
Method (CPM) adalah alogaritma berbasis matematika untuk menjadwalkan
sekelompok aktivitas proyek. Critical Path Method (CPM) merupakan salah
satu peralatan terpenting untuk manajemen proyek.
Critical Path Method
dikembangkan tahun 1950-an oleh Morgan R. Walker dari DuPont dan James E.
Kelley, Jr. dari Remington Rand.
Keduanya bekerjasama mengembangkan
CPM di tahun 1989. Di saat yang hampir bersamaan, Booz Allen Hamilton dan
angkatan laut AS juga mengembangkan Program Evaluation and Review
Technique (Wikipedia 2012).
Pada metode CPM terdapat dua buah perkiraan waktu dan biaya untuk
setiap kegiatan yang terdapat dalam jaringan. Kedua perkiraan tersebut adalah
perkiraan waktu penyelesaian dan biaya yang sifatnya normal (normal
estomate) dan perkiraan waktu penyelesaian dan biaya yang sifatnya dipercepat
(crash estimate). Pada proses penentuan perkiraan waktu penyelesaian akan
15
dikenal istilah jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki rangkaian-rangkaian kegiatan
dengan total jumlah waktu terlama dan waktu penyelesaian proyek yang tercepat.
Sehingga dapat dikatakan bahwa jalur kritis berisikan kegiatan-kegiatan kritis
dari awal sampai akhir jalur. Seorang manajer proyek harus mampu
mengidentifikasi jalur kritis dengan baik, sebab pada jalur ini terdapat
kegiatan yang jika pelaksanaannya terlambat maka akan mengakibatkan
keterlambatan seluruh proyek. Pada sebuah jaringan kerja dapat saja terdiri dari
beberapa jalur kritis (Murahartawaty 2011).
Pada umumnya kegiatan kegiatan yang bersifat kritis dapat ditemukan
pada suatu jalur atau lintasan sejak awal sampai akhir proyek. Kemungkinan
untuk menetapkan adanya lintasan kritis dalam suatu jaringan digunakan salah
satu metode yaitu diagram jaringan yang disebut juga Critical Path Method
(CPM) atau metode jalur kritis. Jumlah simbol yang digunakan dalam sebuah
jaringan kerja, minimum ada dua macam dan maksimum ada tiga macam.
Macam-macam simbol tersebut adalah :
a.
Anak Panah
Anak panah ini melambangkan sebuah kegiatan dari suatu proyek. Pada
umumnya nama kegiatan dicantumkan diatas anak panah dan lama kegiatan
dibawahnya. Ekor anak panah ditafirkan sebagai kegiatan dimulai dan kepalanya
ditafsirkan sebagai kegiatan selesai. Lamanya kegiatan adalah jarak waktu
antarakegiatan dimulai dengan kegiatan selesai. Pada lamanya kegiatan diberi
kode huruf besar A,B,C dan seterusnya.
16
Gambar 2.2 Anak Panah
b.
Lingkaran
Lingkaran yang melambangkan peristiwa selalu digambarkan lingkaran
yang terbagi atas tiga bagian ruangan : Ruangan sebelah atas merupakan tempat
bilangan atau huruf yang menyatakan peristiwa. Ruangan sebelah kiri bawah
merupakan yang menyatakan lamanya hari ( waktu satuan hari) yang merupakan
saat paling awal peristiwa yang bersangkutan. Ruangan sebelah kanan bawah
merupakan tempat bilangan yang menyatakan saat paling lambat peristiwa yang
bersangkutan boleh terjadi. Selisih waktu dari kedua saat tersebut adalah
tenggang waktu peristiwa ( Slack ) berharga positif. Ada kemungkinan tenggang
waktu tersebut berharga nol, maka peristiwa yang bersangkutan merupakan
peristiwa yang kritis, jika berharga negatif peristiwa tersebut adalah peristiwa
super kritis dan ini bertanda bahwa proyek tidak akan selesai pada waktu yang
telah ditetapkan.
Gambar 2.3 Lingkaran
17
Keterangan :
NE
= Number Of Event
EET = Earlist Event Time
LET = Latest Event Time
c.
Anak panah terputus – putus ( Dummy )
Anak panah terputus – putus melambangkan hubungan antar peristiwa,
sama halnya dengan dengan anak panah yang melambangkan kegiatan. Hubungan
antar kegiatan ( Dummy ) tidak membutuhkan waktu, sumber daya dan ruangan.
Oleh karena itu hubungan antar peristiwa tidak perlu diperhitungkan. Dummy ini
menyatakan logika ketergantungan yang patut diperhatikan.
Gambar 2.4 Anak Panah Putus-putus
2.3.1
Aktivitas Dummy
Aktivitas dummy (semu) dalam diagram network digambarkan dengan
garis putus-putus. Aktivitas ini merupakan aktivitas fiktif dalam arti tidak
mempunyai ukuran waktu serta biaya. Aktivitas dummy digunakan agar dalam
pembuatan
diagram
network
hubungan
antara
aktivitas-aktivitas
dapat
digambarkan dengan benar. Dummy diperlukan karena menghindari jaringan kerja
yang dimulai atau diakhiri oleh lebih dari satu kejadian, dan menghindari
terjadinya dua kejadian dihubungkan lebih dari satu aktivitas (Handoko, 2000).
Terkadang aktivitas semu ini digunakan untuk memperbaiki logika
ketergantungan dari gambar diagram network, jadi sebenarnya aktivitas tersebut
18
tidak ada, akan tetapi hanya digunakan untuk mengalihkan arus anak panah guna
memperbaiki kebenaran logika urutan aktivitas sebuah proses. Terdapat tiga sifat
aktivitas semu, yaitu (Gitosudarmo, 2002):
a. Waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas tersebut adalah relatif
sangat pendek dibandingkan dengan aktivitas biasa. Oleh karena itu maka
aktivitas semu ini dianggap tidak memerlukan waktu.
b. Menentukan boleh tidaknya aktivitas selanjutnya dilakukan. Hal ini berarti
bahwa apabila aktivitas semu itu belum selesai dikerjakan maka aktivitas
selanjutnya belum boleh dimulai.
c. Dapat mengubah jalur kritis dan waktu kritis.
A
C
B
Gambar 2.5 Aktivitas dummy
Penjadwalan dalam CPM dapat menggunakan proses two-pass, untuk
menentukan jadwal proyek yang terdiri dari forward pass dan backward pass
(Prasetya, Hery dan Lukiastuti, Fitri, 2009). ES dan EF ditentukan selama forward
pass, dengan cara menghitung dari aktivitas awal menuju aktivitas akhir yakni
dari arah depan kebelakang. Sedangkan LS dan LF ditentukan selama backward
19
pass, dengan cara menghitung dari aktivitas terakhir (dari belakang) sampai
aktivitas yang pertama (paling depan) (Haming, Murdifin dan Nurnajamuddin,
Mahfud, 2007).
2.3.2
Forward Pass
Forward Pass digunakan untuk mengidentifikasi waktu-waktu terdahulu.
Sebelum suatu aktivitas dapat dimulai, semua pendahulu langsungnya harus
diselesaikan. Berikut kriteria forward pass :
a. Jika suatu aktivitas hanya mempunyai satu pendahulu langsung, ES-nya sama
dengan EF dari pendahulunya.
b. Jika suatu aktivitas mempunyai beberapa pendahulu langsung, ES-nya adalah
nilai maksimum dari semua EF pendahulunya, dengan rumusan:
ES = Max (EF semua pendahulu langsung)
Waktu selesai terdahulu (EF) dari suatu aktivitas adalah jumlah dari waktu
mulai terdahulu (ES) dan waktu kegiatannya, dengan rumusan :
EF = ES + Waktu aktivitas
Meskipun forward pass memungkinkan kita menentukan waktu
penyelesaian proyek terdahulu, ia tidak mengidentifikasikan jalur kritis. Untuk
mengidentifikasikan jalur kritis, perlu dilakukan backward pass untuk
menentukan nilai LS dan LF untuk semua aktivitas.
2.3.3
Backward Pass
Backward pass digunakan untuk menentukan waktu yang paling akhir.
Untuk semua aktivitas harus ditentukan nilai LF-nya begitu juga dengan nilai LS.
20
Berikut kriteria backward pass :
a. Jika suatu aktivitas adalah pendahulu langsung bagi hanya satu aktivitas, LFnya sama dengan LS dari aktivitas yang secara langsung mengikutinya.
b. Jika suatu aktivitas adalah pendahulu langsung bagi lebih dari suatu aktivitas,
maka LF adalah minimum dari seluruh nilai LS dari aktivitas-aktivitas yang
secara langsung mengikutinya, dengan rumusan :
LF = Min (LS dari seluruh aktivitas yang langsung mengikutinya)
Waktu mulai terakhir (LS) dari suatu aktivitas adalah perbedaan antara
waktu selesai terakhir (LF) dan waktu aktivitasnya, dengan rumusan :
LS = LF – Waktu Aktivitas
Aktivitas-aktivitas yang tidak dalam critical path dapat ditunda dalam
batasan-batasan waktu tertentu. Batas atau jumlah waktu suatu aktivitas dapat
ditunda tanpa mempengaruhi waktu penyelesaian seluruh proyek disebut slack
(Muslich, 2009).
2.3.4
Slack
Setelah perhitungan forward pass dan backward pass dari seluruh kegiatan
telah dihitung, maka untuk menemukan waktu slack (waktu bebas) yang dimiliki
setiap kegiatan menjadi mudah. Slack adalah waktu yang dimiliki oleh sebuah
kegiatan untuk bisa diundur, tanpa menyebabkan keterlambatan proyek
keseluruhan (Heizer, Jay dan Render, Barry, 2006).
21
Secara matematis :
Slack n = LS – ES
LS - ES
Slack n = LF – EF
Slack ini besarnya ditentukan sebagai perbedaan antara waktu mulai paling
awal (ES) dan waktu mulai paling akhir (EF), waktu selesai paling akhir (LF) dan
waktu selesai paling awal (LS).
Jika waktu penyelesaian proyek lebih besar dari jumlah yang diperoleh
dalam perhitungan slack maka keseluruhan proyek akan tertunda. Slack biasanya
digunakan untuk network yang disusun berdasarkan peristiwa, sedangkan bila
disusun berdasarkan aktivitas disebut dengan float.
Tersedianya sejumlah
waktu tertentu untuk dapat ditunda atau
diperpanjangnya waktu pelaksanaan suatu kegiatan dinamakan activity float
(Nurhayati, 2010). Dalam suatu jaringan kerja memiliki lintasan-lintasan non
kritis yang waktu pelaksanaan yang lebih pendek dibandingkan dengan critical
path. Berarti pada kegiatan-kegiatn waktu non kritis yang dilaluinya mempunyai
float atau sejumlah waktu untuk terlambat.
Jadi terdapat float pada semua kegiatan yang tidak termasuk dalam critical
path. Terdapat beberapa macam tipe float (Nurhayati, 2010), antara lain:
a. Total Float
Total Float adalah sejumlah waktu untuk penundaan yang terdapat pada suatu
kegiatan di mana kegiatan tersebut dapat diperlambat pelaksanaannya tanpa
mempengaruhi selesainya proyek secara keseluruhan. Rumus Total Float:
Total Float = (LF peristiwa akhir) – (durasi) – (ES peristiwa awal)
22
b. Free Float
Free Float ialah sejumlah waktu dimana suatu kegiatan non kritis bisa
terlambat atau diperlambat pelaksanaannya tanpa mempengaruhi kegiatan
berikutnya. Rumus Free Float :
Free Float = (EF peristiwa akhir) – (durasi) – (ES peristiwa awal)
Untuk kegiatan kritis maka TF = FF = 0. Artinya saat paling sepat
selesainya kegiatan tersebut tepat sama dengan saat paling lambat terwujudnya
suatu dari kegiatan berikutnya.
Total slack untuk aktivitas-aktivitas pada jalur kritis adalah selalu nol
(slack = 0) bila waktu penyelesaian yang diinginkan sama dengan waktu
penyelesaian paling awal yang diharapkan.
2.4
Project Evaluation and Review Technique (PERT)
PERT adalah suatu alat manajemen proyek yang digunakan untuk
melakukan penjadwalan, mengatur dan mengkoordinasi bagian-bagian pekerjaan
yang ada di dalam suatu proyek (Setianingrum, 2011).
PERT juga merupakan suatu metode yang bertujuan untuk (semaksimal
mungkin) mengurangi adanya penundaan kegiatan (proyek, produksi, dan teknik)
maupun
rintangan
dan
perbedaan-perbedaan,
mengkoordinasikan
dan
menyelaraskan berbagai bagian sebagai suatu keseluruhan pekerjaan dan
mempercepat selesainya proyek-proyek (Nurhayati, 2010).
PERT memiliki asumsi bahwa proyek yang akan dilaksanakan adalah
baru, tidak ada contoh sebelumnya. Berdasarkan atas asumsi itu, maka orientasi
dari metode PERT adalah mengoptimalkan waktu penyelesaian proyek dan belum
23
menekankan soal minimisasi biaya. Oleh karena belum ada pengalaman
sebelumnya, maka waktu penyelesaian pekerjaan tertentu yang ada dalam proyek
bersifat probabilistik.
PERT mencoba mengestimasi waktu aktivitas ini dengan formula.
Bahkan, PERT juga mencoba mencari suatu ukuran tentang variabilitas waktu
penyelesaian paling awal.
PERT dapat bekerja dengan ketidakpastian melalui penggunaan waktu
probabilitas (Ma’arif, Syamsul Mohammad dan Tanjung, Hendri, 2003). Bila
waktu kegiatan individual acak, maka waktu proyek juga akan acak. Bila waktu
kegiatan tidak pasti, lintasan kritis pun bersifat acak. Hanya saja, karena bekerja
dengan ketidakpastian, maka lintasan kritis penyelesaian proyek pun menjadi
tidak pasti. Inilah gambaran dari metode PERT, yaitu risiko ketidakpastian.
Memperkirakan waktu yang diperlukan untuk masing-masing kegiatan
seperti menit, jam, hari, minggu atau bulan adalah unit umum yang biasa
digunakan waktu untuk penyelesaian suatu kegiatan. Sebuah fitur yang
membedakan PERT adalah kemampuannya untuk menghadapi ketidakpastian di
masa penyelesaian kegiatan. Untuk setiap aktivitas, model biasanya mencakup
tiga perkiraan waktu (Soeharto, 2002) :
1. Waktu optimistik (a), yaitu kemungkinan bahwa kegiatan dapat
diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat.
2. Waktu paling banyak timbul (m), yaitu taksiran waktu yang biasanya
terjadi dalam keadaan normal.
3. Waktu pesimistik (b), yaitu kemungkinan bahwa kegiatan dapat
diselesaikan dalam waktu yang lebih lama.
24
PERT “menimbang” ketiga perkiraan waktu ini untuk mendapatkan waktu
kegiatan yang diharapkan (expected time) dengan rumusan :
Mean (Te) =
�� � � �� � ��
�
Keterbatasan dan kelemahan diagram PERT secara umum adalah bahwa
perkiraan atas waktu yang dibutuhkan bagi masing-masing kegiatan bersifat
subyektif dan tergantung pada asumsi. Sehingga secara umum PERT cenderung
terlalu optimis dalam menetapkan waktu penyelesaian sebuah proyek.
2.4.1
Perhitungan PERT
Perhitungan dengan metode PERT sama seperti CPM yaitu dengan cara
perhitungan maju (forward computation) dan perhitungan mundur (backward
computation). Pada perhitungan maju, perhitungan bergerak mulai dari initial
event menuju terminal event maksudnya ialah menghitung saat yang paling
tercepat terjadinya events dan saat paling cepat dimulainya serta diselesaikannya
aktivitas-aktivitas (TEi dan TEj). Pada initial event berlaku TE=0.
Adapun perhitungannya adalah : TEj = TEi + Te(i,j).
Dimana:
TEj = waktu mulai kegiatan j
TEi = waktu mulai kegiatan i
Te(i,j) = kurun waktu kegiatan i ke j
Pada perhitungan mundur, perhitungan bergerak dari terminal event
menuju ke initial event. Tujuannya ialah untuk menghitung saat paling lambat
terjadinya events dan saat paling lambat dimulainya dan diselesaikannya aktivitasaktivitas (TLi, dan TLj). Pada terminal event berlaku TL=TE.
25
Adapun perhitungannya adalah TLi = TLj - Te(i,j).
Dimana:
TLi = waktu selesai kegiatan i
TLj = waktu selesai kegiatan j
Te(i,j) = kurun waktu kegiatan i ke j
Menurut Suharto (1999) estimasi kurun waktu kegiatan metode PERT
memakai rentang waktu dan bukan kurun waktu yang relatif mudah dibayangkan.
Rentang waktu ini menjadi derajat ketidakpastian yang berkaitan dengan proses
estimasi kurun waktu kegiatan. Berapa besarnya ketidakpastian ini tergantung
pada perkiraan untuk To dan Tp. Parameter yang menjelaskan masalah ini dikenal
sebagai Deviasi Standar (S) dan Varians (V), dengan rumus sebagai berikut:
V = ((Tp-To)/6)2
S = √𝑉
Dalam PERT terdapat analisis untuk mengetahui kemungkinan kepastian
mencapai target jadwal penyelesaian (TD), sehingga dapat diketahui probabilitas
penyelesaian proyek yang dinyatakan dengan Z yang dirumus sebagai berikut:
𝑍=
2.5
���∑�� ������
�∑ � ������
Analisis Waktu Kelonggaran (Float/Slack)
Dalam mengestimasi dan menganalisis waktu ini, akan kita dapatkan satu
atau beberapa lintasan tertentu dari kegiatan-kegiatan pada network tersebut yang
menentukan jangka waktu penyelesaian seluruh proyek. Lintasan ini disebut
lintasan kritis. Di samping lintasan kritis ini terdapat lintasan-lintasan lain yang
mempunyai jangka waktu yang lebih pendek daripada lintasan kritis. Dengan
26
demikian, maka lintasan yang tidak kritis ini mempunyai waktu untuk bisa
terlambat yang dinamakan float/slack.
Float/slack memberikan sejumlah kelonggaran waktu dan elastisitas pada
sebuah network dan ini dipakai pada waktu penggunaan network dalam praktek
atau digunakan pada waktu mengerjakan penentuan jumlah material, peralatan,
dan tenaga kerja. Float ini terbagi atas dua jenis, yaitu total float dan free float
dalam CPM atau total slack dan free slack dalam PERT (Dimyati dan Dimyati,
2010).
Total Float/Total Slack adalah jumlah waktu di mana waktu penyelesaian
suatu aktivitas dapat diundur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari
penyelesaian proyek secara keseluruhan. Free Float/Fee Slack adalah jumlah
waktu di mana penyelesaian suatu aktivitas dapat diukur tanpa mempengaruhi
saat paling cepat dimulainya aktivitas lain pada network (Dimyati dan Dimyati,
2010).
Dengan selesainya perhitungan maju dan perhitungan mundur pada
network, barulah float/slack dapat dihitung. Float dalam CPM dapat dicari dengan
perhitungan: FF=EF–ES-D dan TF=LF-ES-D. Slack dalam PERT dicari dengan
perhitungan: SF(i,j)=TEj-TEi-Te(i,j) dan ST(i,j) = TLj-TEi-Te(i,j).
2.6
Jalur Kritis CPM dan PERT
Jalur kritis adalah jalur dalam jaringan kerja yang memiliki rangkaian
komponen-komponen kegiatan, dengan total waktu terlama dan menunjukkan
kurun waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Jalur kritis mempunyai arti
27
penting dalam penyelesaian suatu proyek, karena kegiatan-kegiatan dalam jalur
kritis diusahakan tidak mengalami keterlambatan penyelesaian (Purnomo, 2004).
Identifikasi aktivitas kritis dalam CPM ditandai dengan nilai free float dan
total float sama dengan nol (FF dan TF = 0). Identifikasi aktivitas kritis dalam
PERT ditandai dengan nilai free slack dan total slack sama dengan nol (FS dan
TS = 0). Aktivitas kritis tersebut nantinya membentuk suatu jalur yaitu jalur kritis
yang pengerjaannya tidak boleh mengalami penundaan agar tidak terjadi
keterlambatan proyek secara keseluruhan meskipun kegiatan lain tidak mengalami
keterlambatan.
Menurut Badri (1997), manfaat yang didapat jika mengetahui jalur kritis
adalah sebagai berikut :
a. Penundaan pekerjaan pada jalur kritis menyebabkan seluruh pekerjaan proyek
tertunda penyelesaiannya.
b. Proyek dapat dipercepat penyelesaiannya, bila pekerjaan-pekerjaan yang ada
pada jalur kritis dapat dipercepat.
c. Pengawasan atau kontrol dapat dikontrol melalui penyelesaian jalur kritis
yang tepat dalam penyelesaiannya dan kemungkinan di trade off (pertukaran
waktu dengan biaya yang efisien) dan crash program (diselesaikan dengan
waktu yang optimum dipercepat dengan biaya yang bertambah pula) atau
dipersingkat waktunya dengan tambahan biaya lembur.
d. Time slack atau kelonggaran waktu terdapat pada pekerjaan yang tidak
melalui jalur kritis. Ini memungkinkan bagi manajer/pimpro untuk
memindahkan tenaga kerja, alat, dan biaya ke pekerjaan-pekerjaan di lintasan
kritis agar efektif dan efisien.
Download