J. Agromet Indonesia 20 (2) : 25 – 37, 2006 ANALISIS POLA UNSUR METEOROLOGI DAN KONSENTRASI POLUTAN DI UDARA AMBIEN STUDI KASUS : JAKARTA DAN BANDUNG (Analysis of Pattern of Meteorology Variable and Ambient Polutant Concentration Case Study : Bandung and Jakarta) A.Turyanti dan I.P. Santikayasa Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA-IPB ABSTRAK Faktor meteorologi merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi proses transformasi dan transportasi polutan di atmosfer. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara kondisi meteorologi terhadap konsentrasi polutan di udara ambien. Studi kasus dilakukan di Kota Jakarta dan Bandung. Metode penelitian ini adalah analisa data sekunder dengan plotting data unsur meteorologi (radiasi, suhu udara, kelembaban dan kecepatan angin) dan data konsentrasi polutan (CO, NO2, NOx, O3 dan PM10/partikulat) untuk mendapatkan pola fluktuasi dari kedua komponen tersebut dan analisis korelasi untuk melihat kedekatan pola fluktuasinya. Hasil analisis menunjukkan unsur radiasi berkorelasi negatif terhadap CO, NO2, NOx, dan PM10 di kedua kota. Angka koefisien korelasi negatif terbesar di Kota Bandung adalah pada unsur kecepatan angin terhadap CO mencapai -0.74, dan korelasi unsur kelembaban terhadap O3 sebesar -0.8. Sedangkan korelasi positif terbesar yaitu untuk unsur suhu udara dan radiasi terhadap O3 yang mencapai angka koefisien korelasi 0.7 - 0.8. Di Kota Jakarta, angka koefisien korelasi umumnya lebih rendah dibanding dengan di Kota Bandung, kecuali untuk O3. Pengaruh jumlah dan jenis emisi juga turut menentukan. Korelasi unsur kelembaban dengan beberapa unsur polutan menunjukkan nilai positif. Hal yang khas dan ditemukan pada hasil analisa di kedua kota ini adalah bahwa fluktuasi unsur cuaca sangat berkorelasi kuat baik negatif maupun positif dengan unsur polutan O3, dengan nilai koefisien korelasinya mencapai -0.8 dan +0.7, sedangkan unsur polutan lain nilai koefisien korelasinya hanya sekitar 0.5. Kata kunci : unsur meteorologi, konsentrasi polutan, koefisien korelasi, Jakarta, Bandung. ABSTRACT Meteorological conditions are the important factors that influence tranformation and tranportation process of the polutant in the atmosphere. The aim of this research is to study correlation between local meteorology condition with ambient polutant concentration. Case study has been done in Jakarta and Bandung. Research method is secondary data analysis by plot meteorology component (radiation, temperature, hummidity and wind velocity) and polutant consentration, to gain fluctuation pattern from both component and than do correlation analysis. Result of the analysis show that the influence of each meteorology component differ to each polutant component and depend on local condition. In Bandung and Jakarta, radiation fluctuation has negative correlation with CO, NO2, Nox and PM10. The most negative correlation in Bandung is wind velocity with CO which has correlation value -0.74, and correlation between humidity and O3 which has value -0.8. While the most positive correlation is correlation between temperature and radiation with O3 which has value 0.7 – 0.8. Humidity has positive correlation with several polutant. Penyerahan naskah : 12 Juli 2006 Diterima untuk diterbitkan : 19 Oktober 2006 1 J.Agromet Indonesia : 20 (2) 2006 In Jakarta, in general, coefisien correlation value both positive and negative correlation less than coefisien correlation in Bandung, except for O3. The influence of amount and kind of emition also contribute to them. The unique matter has been found that meteorology component fluctuation in both Jakarta and Bandung has high correlation positive and negative with O3, up to the value -0.8 to +0.7. The other polutant component has small in both negative and positive cerrelation ( 0.5). Keywords: Metereorologi Variable, Polutant Concentration, Correlation Coefiesien, Jakarta, Bandung PENDAHULUAN Peningkatan kemajuan di bidang industri dan transportasi di kota besar seperti Jakarta dan Bandung ditengarai sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi gas-gas penyusun atmosfer. Jakarta dan Bandung diharapkan dapat mewakili kota besar di Indonesia dengan kepadatan lalulintas dan industri yang cukup tinggi, tetapi memiliki kondisi topografi yang berbeda. Selain jumlah emisi, kondisi meteorologi lokal terutama faktor angin, suhu udara, curah hujan dan radiasi juga mempengaruhi konsentrasi dan distribusi polutan di udara (Wark dan Warner, 1981). Angin akan mempengaruhi dispersi polutan (proses transport) dan menentukan arah mana dan seberapa tinggi konsentrasi polutan. SO2, aerosol, oksida nitrogen dan hidrokarbon di atmosfer akan membentuk kabut fotokimia dengan bantuan energi matahari (radiasi). SO2 juga jika bereaksi dengan air hujan akan meningkatkan keasaman air hujan yang dapat menyebabkan asidifikasi sumber air serta penurunan unsur hara tanah (Gow dan Pidwirny, 1996); juga menyebabkan korosi logam dan bahan bangunan lain. Radiasi juga mempengaruhi konsentrasi NOx di atmosfer. Pada musim panas NO yang dikonversi menjadi NOx meningkat sesuai dengan peningkatan radiasi matahari. Sebagai contoh di beberapa kota besar di Jepang, akibat peningkatan populasi perkotaan, suhu atmosfer cenderung meningkat yang berkorelasi kuat dengan konsentrasi NO2 yang tinggi (Gotoh, 1993). Hal ini di dukung pula oleh penelitian di Bahrain yang menunjukkan konsentrasi NOx tertinggi adalah di wilayah perkotaan dengan kepadatan lalu lintas tinggi (Madany dan Danish, 1993). Dengan demikian, upaya pengelolaan lingkungan untuk mengatasi dampak akibat pencemaran udara, tidak semata-mata dengan cara pengurangan jumlah dan sumber emisi, tetapi juga perlu memperhatikan dan memahami kondisi meteorologi setempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara kondisi meteorologi setempat terhadap konsentrasi polutan di udara ambien. BAHAN DAN METODE Data yang digunakan Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa konsentrasi polutan dan parameter meteorologi dari Stasiun Monitoring Kualitas Udara yang terdapat di Kota Jakarta dan Kota Bandung (Lampiran 1), yaitu berupa data konsentrasi polutan dan meteorologi Kota Jakarta dan Bandung dengan interval pengamatan 30 menit. Polutan yang dianalisa adalah NO 2, SO2, PM10, O3 dan CO sedangkan unsur meteorologinya adalah radiasi, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin. 26 Darmaputra et al :Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam Metodologi Analisa data dilakukan dalam dua tahap yaitu a) Plotting data polutan CO, SO2, NO2, O3 dan PM10 dan data meteorologi radiasi, suhu udara, kelembaban dan kecepatan angin, dan b) Analisa korelasi data polutan terhadap unsur meteorologi. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Meteorologi dan Konsentrasi Polutan di Kota Bandung Karbonmonoksida (CO) Fluktuasi parameter CO dengan radiasi matahari, suhu udara, kecepatan angin, dan kelembaban di Bandung disajikan pada Gambar 1. Fluktuasi konsentrasi CO dengan radiasi di stasiun monitoring kualitas udara Bandung seperti di Batununggal Indah menunjukkan fluktuasi yang berlawanan. Konsentrasi CO yang tinggi terjadi pada saat radiasi rendah dengan koefisien korelasi berkisar -0.32 hingga – 0.48. Nilai negatif menunjukkan bahwa pada setiap peningkatan radiasi terjadi penurunan konsentrasi CO namun tidak berlaku sebaliknya, artinya tidak selalu setiap penurunan konsentrasi CO bersamaan dengan penurunan jumlah radiasi. Hal ini disebabkan faktor utama yang menentukan konsentrasi CO di atmosfer adalah jumlah emisi dari sumber. CO dan suhu udara Tirtalega CO dan radiasi Batununggal indah 900.00 800.00 3.50 700.00 3.00 600.00 2.50 500.00 2.00 400.00 1.50 300.00 1.00 200.00 0.50 100.00 0.00 0.00 25.00 4.00 20.00 3.00 15.00 10.00 1.00 5.00 0.00 0.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 :3 5:3 0:3 5:3 0:3 1:3 6:3 1:3 6:3 1:3 2:3 7:3 2:3 7:3 2:3 3:3 8:3 3:3 8:3 3:3 00 0 1 1 2 0 0 1 1 2 0 0 1 1 2 0 0 1 1 2 CO CO dan kecepatan angin Cisaranten Wetan CO suhu udara waktu radiasi CO dan kelembaban udara Cisaranten Wetan 2.50 5.00 2.50 100.00 2.00 4.00 2.00 80.00 1.50 3.00 1.50 60.00 1.00 2.00 1.00 40.00 0.50 1.00 0.50 20.00 0.00 0.00 CO 0.00 0.00 Waktu kecepatan angin Waktu Kelembaban udara (%) 120.00 CO (mg m-3) 3.00 00 : 05 30 : 10 30 :3 15 0 : 20 30 : 01 30 : 06 30 :3 11 0 : 16 30 : 21 30 : 02 30 : 07 30 :3 12 0 : 17 30 : 22 30 : 03 30 :3 08 0 : 13 30 : 18 30 : 23 30 : 04 30 :3 09 0 : 14 30 :30 6.00 Kecepatan angin (m/det) 3.00 00 :3 05 0 :3 10 0 :3 15 0 :3 20 0 :3 01 0 :3 06 0 :3 11 0 :3 16 0 :3 21 0 :3 02 0 :3 07 0 :3 12 0 :3 17 0 :3 22 0 :3 03 0 :3 08 0 :3 13 0 :3 18 0 :3 23 0 :3 04 0 :3 09 0 :3 14 0 :30 CO (mg m -3) 30.00 2.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 00 05 10 15 20 01 06 11 16 21 02 07 12 17 22 03 08 13 18 23 04 09 14 19 waktu 35.00 5.00 CO (mg m -3) 4.00 radiasi (W/m2) CO(mg m-3) 6.00 Suhu udara (oC) 4.50 CO kelembaban udara Gambar 1. Fluktuasi radiasi, suhu, kecepatan angin dan kelembaban udara dengan konsentrasi CO di beberapa stadiun di Bandung 27 J.Agromet Indonesia : 20 (2) 2006 Pengaruh suhu udara terhadap CO juga berkorelasi negatif, artinya setiap peningkatan suhu udara diikuti dengan penurunan konsentrasi CO. Pola yang sama dengan radiasi dapat difahami, karena fluktuasi suhu udara juga berkaitan erat dengan fluktuasi radiasi, sehingga tidak jauh berbeda efeknya terhadap fluktuasi CO. Korelasi antara kedua parameter tersebut berkisar sekitar 0.3 hingga - 0.6. Parameter kecepatan angin juga memiliki nilai korelasi negatif terhadap CO. Pada saat terjadi peningkatan kecepatan angin diikuti oleh penurunan konsentrasi CO. Hal ini sesuai dengan teori pengenceran, bahwa semakin tinggi kecepatan angin, maka akan terjadi pencampuran yang baik di atmosfer. Sehingga memungkinkan terjadinya penurunan konsentrasi polutan, termasuk CO. Nilai koefisien korelasinya -0.74. Berbeda dengan ketiga parameter meteorologi sebelumnya, parameter kelembaban udara menunjukkan korelasi positif terhadap konsentrasi CO. Seperti terlihat pada Gambar 4, penurunan kelembaban diikuti penurunan konsentrasi CO. Nilai koefisien korelasinya berkisar antara 0.4 – 0.7. Kelembaban yang tinggi disebabkan kandungan uap air yang tinggi di atmosfer menyebabkan proses dispersi polutan terhambat. Nitrogen dioksida (NO2) dan NOx Plotting konsentrasi NO2 (μg/m3) dengan suhu udara, radiasi, kecepatan angin, dan kelembaban udara dapat dilihat pada Gambar 2. Konsentrasi NO2 (μg/m3) di tiga titik pengamatan di Kota Bandung menunjukkan fluktuasi yang tidak terlalu beraturan. Kawasan Tirtalega yang dikelilingi jalan yang merupakan kawasan padat lalu lintas, pada pagi hari konsentrasi NO 2 umumnya lebih rendah. Sedangkan di Batununggal Indah yang merupakan kawasan pemukiman, konsentrasi NO2 terendah umumnya terjadi pada siang hari. Di Cisaranten Wetan yang mewakili daerah industri konsentrasi NO2 terendah umumnya terjadi sore menjelang malam hari.Analisa terhadap fluktuasi NO2 dan suhu udara menunjukkan bahwa suhu udara maksimum terjadi bersamaan dengan konsentrasi NO2 yang menurun. Fluktuasi radiasi menunjukkan pada saat terjadi peningkatan radiasi terjadi peningkatan konsentrasi NO2. Hal ini juga berkaitan dengan reaksi fotokimia di atmosfer. Penelitian di beberapa kota besar di Jepang menunjukkan bahwa peningkatan populasi perkotaan, suhu atmosfer cenderung meningkat yang berkorelasi kuat dengan konsentrasi NO2 yang tinggi (Gotoh, 1993). Namun di Kota Bandung konsentrasi ini tidak terus meningkat, tetapi menurun sebelum radiasi maksimum. Pada saat radiasi maksimum konsentrasi NO2 sudah rendah. Sehingga nilai koefisien korelasinya negatif dan hanya sekitar -0.4. Fluktuasi kelembaban udara menunjukkan korelasi positif, penurunan kelembaban udara diikuti oleh penurunan konsentrasi NO2. Kemungkinan hal ini berkaitan dengan reaksi NO2 dengan uap air di udara. Nilai korelasinya sekitar 0.5. Fluktuasi kecepatan angin dan konsentrasi NO2 menunjukkan korelasi negatif hingga 0.62. Konsentrasi NO2 menurun ketika terdapat peningkatan kecepatan angin. Namun tidak selalu penurunan kecepatan angin, diikuti peningkatan konsentrasi NO2, hal ini karena konsentrasi polutan di udara ambien juga dipengaruhi oleh jumlah sumber emisi yang turut berfluktuasi. NO2 merupakan bagian dari pembentuk senyawa NOx. Menurut Qin dan Chan (1993), di Guangzhou NOx merupakan polutan dari transportasi yang paling nyata mempengaruhi kualitas udara ambien. Pola fluktuasi NOx di Kota Bandung hampir sejalan dengan pola fluktuasi NO2. Fluktuasi 28 Darmaputra et al :Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam konsentrasi NOx tidak terlalu beraturan, namun pada umumnya menunjukkan konsentrasi yang rendah pada siang hari. Sehingga terjadi korelasi negatif dengan radiasi, suhu udara dan kecepatan angin dan berkorelasi positif dengan kelembaban. NO2 dan radiasi Cisaranten Wetan 35.00 60.00 50.00 30.00 50.00 15.00 20.00 10.00 5.00 0.00 0.00 500.00 300.00 200.00 10.00 100.00 0.00 NO2 0.00 Waktu Suhu udara NO2 dan kelembaban udara Cisaranten Wetan NO2 radiasi NO2 dan kecepatan angin Cisaranten Wetan 120.00 60.00 6.00 50.00 100.00 50.00 5.00 40.00 80.00 40.00 4.00 30.00 3.00 20.00 2.00 NO2 (μg/m3) 60.00 kelebaban udara (%) 30.00 60.00 20.00 40.00 10.00 20.00 10.00 1.00 0.00 0.00 0.00 00 :3 05 0 :3 10 0 :3 15 0 :3 20 0 :3 01 0 :3 06 0 :3 11 0 :3 16 0 :3 21 0 :3 02 0 :3 07 0 :3 12 0 :3 17 0 :3 22 0 :3 03 0 :3 08 0 :3 13 0 :3 18 0 :3 23 0 :3 04 0 :3 09 0 :3 14 0 :30 0.00 Waktu Gambar 2. NO2 kelembaban udara 00 :3 05 0 :3 10 0 :3 15 0 :3 20 0 :3 01 0 :3 06 0 :3 11 0 :3 16 0 :3 21 0 :3 02 0 :3 07 0 :3 12 0 :3 17 0 :3 22 0 :3 03 0 :3 08 0 :3 13 0 :3 18 0 :3 23 0 :3 04 0 :3 09 0 :3 14 0 :30 NO2 (μg/m3) 400.00 20.00 kecepatan angin (m/det) Waktu 600.00 30.00 00 :3 05 0 :3 10 0 :3 15 0 :3 20 0 :3 01 0 :3 06 0 :3 11 0 :3 16 0 :3 21 0 :3 02 0 :3 07 0 :3 12 0 :3 17 0 :3 22 0 :3 03 0 :3 08 0 :3 13 0 :3 18 0 :3 23 0 :3 04 0 :3 09 0 :3 14 0 :30 10.00 700.00 40.00 radiasi (W/m2) 30.00 NO2 (μg/m3) 20.00 900.00 800.00 Suhu udara (oC) 25.00 40.00 00 :3 05 0 :3 10 0 :3 15 0 :3 20 0 :3 01 0 :3 06 0 :3 11 0 :3 16 0 :3 21 0 :3 02 0 :3 07 0 :3 12 0 :3 17 0 :3 22 0 :3 03 0 :3 08 0 :3 13 0 :3 18 0 :3 23 0 :3 04 0 :3 09 0 :3 14 0 :30 NO2 (μg/m3) NO2 dan suhu udara Cisaranten Wetan 60.00 NO2 Waktu kecepatan angin Fluktuasi suhu udara, radiasi, kelembaban udara, dan kecepatan angin dengan konsentrasi NO2 Partikulat (PM10) Partikulat berfluktuasi tidak terlalu beraturan, tetapi umumnya terjadi peningkatan konsentrasi pada pagi hari. Hal ini terjadi akibat suhu udara dan kecepatan angin yang masih rendah. Suhu udara rendah mengakibatkan partikel-partikel di udara cenderung mengendap ke permukaan. Begitu pula dengan kecepatan angin, pada pagi hari relatif masih rendah, sehingga partikulat cenderung di permukaan. Semakin siang, radiasi dan suhu udara meningkat, kecepatan angin juga meningkat mengakibatkan kondisi atmosfer menjadi relatif tidak stabil sehingga memungkinkan partikel terbawa berpindah atau terangkat ke atas. Fluktuasi radiasi dan konsentrasi partikulat PM10 (g/m3) menunjukkan korelasi negatif (0.28). Nilai ini relatif kecil, tetapi apabila diperhatikan dari grafik (Gambar 3), tampak bahwa peningkatan radiasi diikuti oleh penurunan konsentrasi partikulat setelah waktu tertentu. Sementara dengan fluktuasi suhu udara dan kecepatan angin nilai koefisien korelasinya dengan konsentrasi 29 J.Agromet Indonesia : 20 (2) 2006 PM10 berturut-turut -0.46 dan -0.56. Menurut Geiger et al,(1995) kecepatan angin akan mempengaruhi transport partikulat di udara. Korelasi positif terjadi antara fluktuasi kelembaban udara dan konsentrasi PM10. Setelah terjadi kelembaban maksimum (80-100%), yang kemungkinan terjadi hujan, terjadi penurunan kelembaban yang diikuti oleh penurunan konsentrasi partikulat, ini menunjukkan juga pengaruh proses pencucian oleh air hujan. PM10 dan suhu udara Cisaranten Wetan 900.00 200.00 180.00 800.00 180.00 160.00 700.00 500.00 100.00 400.00 80.00 300.00 60.00 60.00 20.00 100.00 20.00 10.00 5.00 0.00 0.00 00 :3 05 0 : 10 30 :3 15 0 :3 20 0 : 01 30 :3 06 0 :3 11 0 : 16 30 :3 21 0 :3 02 0 :3 07 0 : 12 30 :3 17 0 :3 22 0 : 03 30 :3 08 0 :3 13 0 : 18 30 :3 23 0 :3 04 0 : 09 30 :3 14 0 :30 0.00 00 : 05 30 : 10 30 : 15 30 : 20 30 : 01 30 : 06 30 : 11 30 : 16 30 : 21 30 : 02 30 : 07 30 : 12 30 : 17 30 : 22 30 : 03 30 : 08 30 : 13 30 : 18 30 : 23 30 : 04 30 : 09 30 : 14 30 :30 15.00 80.00 40.00 PM10 PM10 Waktu Radiasi PM10 dan Kecepatan angin Cisaranten Wetan Suhu udara PM10 dan Kelembaban udara Cisaranten Wetan 200.00 6.00 200.00 180.00 120.00 120.00 100.00 3.00 80.00 2.00 60.00 40.00 1.00 20.00 100.00 160.00 140.00 80.00 120.00 100.00 60.00 80.00 40.00 60.00 40.00 Kelembaban udara (%) 4.00 PM10 5.00 140.00 Kecepatan angin (m/det) 180.00 160.00 20.00 20.00 0.00 00 :3 05 0 :3 10 0 :3 15 0 :3 20 0 :3 01 0 :3 06 0 :3 11 0 :3 16 0 :3 21 0 :3 02 0 :3 07 0 :3 12 0 :3 17 0 :3 22 0 :3 03 0 :3 08 0 :3 13 0 :3 18 0 :3 23 0 :3 04 0 :3 09 0 :3 14 0 :30 0.00 Waktu PM10 Kecepatan angin 0.00 0.00 00 :3 05 0 :3 10 0 :3 15 0 :3 20 0 :3 01 0 :3 06 0 :3 11 0 :3 16 0 :3 21 0 :3 02 0 :3 07 0 :3 12 0 :3 17 0 :3 22 0 :3 03 0 :3 08 0 :3 13 0 :3 18 0 :3 23 0 :3 04 0 :3 09 0 :3 14 0 :30 PM10 20.00 100.00 200.00 Waktu 25.00 120.00 40.00 0.00 30.00 140.00 Suhu udara (oC) 600.00 120.00 35.00 160.00 PM10 140.00 Radiasi (W/m2) PM10 (g m -3) PM10 dan Radiasi Cisaranten Wetan 200.00 Waktu PM10 Kelembaban udara Gambar 3. Fluktuasi radiasi, suhu udara, kecepatan angin, kelembaban udara dan konsentrasi PM10 SO2 Hampir mendekati pola fluktuasi parameter polutan yang lain, fluktuasi radiasi, suhu dan kecepatan angin menunjukkan korelasi negatif dengan konsentrasi SO2 (g/m3). Sehingga peningkatan radiasi yang berakibat pada peningkatan suhu udara bersamaan dengan adanya peningkatan konsentrasi SO2 di udara. Sebaliknya, kelembaban udara berkorelasi positif tetapi kecil. Hal ini tampak pada Gambar 4, bahwa terjadi penurunan konsentrasi SO2 pada saat kelembaban menurun. Jika disumsikan kelembaban tinggi berkaitan dengan hujan, proses pencucian akan terjadi sehingga ketika kelembaban menurun diikuti oleh penurunan konsentrasi SO2 akibat tercuci oleh air hujan. Namun demikian pada saat kelembaban sangat rendah dan emisi SO2 terus berlangsung di permukaan, terjadi peningkatan konsentrasi SO2 di udara ambien. 30 Darmaputra et al :Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam tampak adanya peningkatan konsentrasi SO2 yang cukup tajam pada saat kelembaban rendah untuk periode waktu tertentu. SO2 dan radiasi Cisaranten Wetan 350.00 900.00 800.00 300.00 350.00 120.00 300.00 100.00 700.00 500.00 150.00 400.00 SO2 (g m-3) 600.00 200.00 250.00 radiasi (W/m2) SO2 (g m-3) 250.00 300.00 80.00 200.00 60.00 150.00 40.00 100.00 100.00 kelembaban udara (%) SO2 dan kelembaban udara Cisaranten Wetan 200.00 50.00 0.00 20.00 50.00 100.00 0.00 0.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 00 05 10 15 20 01 06 11 16 21 02 07 12 17 22 03 08 13 18 23 04 09 14 radiasi waktu 0.00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 :3 00 05 10 15 20 01 06 11 16 21 02 07 12 17 22 03 08 13 18 23 04 09 14 SO2 SO2 kelembaban udara waktu Gambar 4. Fluktuasi radiasi dan kelembaban udara dengan konsentrasi SO2 Ozon (O3) Fluktuasi konsentrasi O3 (μg/m3) di permukaan memiliki korelasi positif yang cukup besar dengan kecepatan angin, radiasi dan suhu udara, dengan nilai koefisien korelasi berturut-turut 0,6, 0,7, 0.8. Sedangkan sebaliknya dengan fluktuasi kelembaban udara yang berkorelasi negatif sebesar -0.8 terhadap fluktuasi konsentrasi O3. Jelas tampak pengaruh radiasi terhadap O3 di permukaan. Karena dengan adanya radiasi yang tinggi dan senyawa-senyawa lainnya dalam proses fotokimia, maka ozon akan terbentuk. O3 dan Kelembaban udara Cisaranten Wetan 800.00 700.00 600.00 40.00 500.00 30.00 400.00 300.00 20.00 200.00 10.00 100.00 0.00 00 : 05 30 10 :30 : 15 30 20 :30 : 01 30 06 :30 : 11 30 : 16 30 21 :30 : 02 30 07 :30 : 12 30 17 :30 : 22 30 : 03 30 08 :30 : 13 30 18 :30 : 23 30 04 :30 : 09 30 : 14 30 :30 0.00 Waktu 110.00 60.00 90.00 50.00 70.00 40.00 50.00 30.00 30.00 20.00 10.00 10.00 0.00 O3 radiasi - 00 : 05 30 : 10 30 : 15 30 : 20 30 : 01 30 : 06 30 : 11 30 : 16 30 : 21 30 : 02 30 : 07 30 : 12 30 : 17 30 : 22 30 : 03 30 : 08 30 13 :30 : 18 30 : 23 30 : 04 30 : 09 30 : 14 30 :30 O3 (μg/m3) 50.00 70.00 Kelembaban udara (%) 60.00 O3 (μg/m3) 900.00 radiasi (W/m2) O3 dan Radiasi Cisaranten Wetan 70.00 Waktu 10.00 O3 kelembaban udara Gambar 5. Fluktuasi radiasi dan kelembaban udara dengan konsentrasi O3 Analisa Kondisi Meteorologi dan Konsentrasi Polutan di Jakarta Karbon Monoksida (CO) Hasil analisis CO untuk kota Jakarta menunjukkan bahwa fluktuasi parameter meteorologi (radiasi, suhu, kelembaban dan kecepatan angin) pada umumnya mempunyai pengaruh terhadap fluktuasi konsentrasi CO(mg/m3) di Kota Jakarta (Gambar 6). Peningkatan radiasi matahari 31 J.Agromet Indonesia : 20 (2) 2006 menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi CO. Walaupun tidak berlaku sebaliknya, artinya tidak selalu setiap penurunan konsentrasi CO bersamaan dengan penurunan jumlah radiasi. Hal ini disebabkan faktor utama yang menentukan konsentrasi CO di atmosfer adalah jumlah emisi dari sumber. Hasil analisis korelasi menunjukkan angka koefisien korelasi negatif, yang berarti terjadi respon yang berlawanan arah dengan nilai sebesar -0.36 Angka koefisien korelasi ini relatif kecil, karena penentu fluktuasi CO di udara bukan hanya jumlah radiasi. Sementara itu pengaruh suhu udara terhadap CO juga berkorelasi negatif dengan nilai korelasi sebesar -0.36, artinya setiap peningkatan suhu udara diikuti dengan penurunan konsentrasi CO. Dapat dipahami, karena fluktuasi suhu udara juga berkaitan erat dengan fluktuasi radiasi, sehingga tidak jauh berbeda efeknya terhadap fluktuasi CO. CO dan Suhu Udara Jakarta 200,00 100,00 0,00 00:30 01:30 02:30 03:30 04:30 Waktu 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 00:30 Radiasi CO 02:30 Gambar 6. 04:30 03:30 04:30 Suhu CO 120,00 Kec Angin CO 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Kelembaban (%) 100,00 CO (mg/m3) Kec Angin (m/s) Waktu 03:30 02:30 CO dan Kelembaban Jakarta 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 01:30 01:30 Waktu CO dan Kecepatan Angin Jakarta 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 00:30 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 35,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 00:30 01:30 02:30 03:30 04:30 Waktu Fluktuasi Radiasi, suhu udara, kecepatan angin, dan kelembaban udara Konsentrasi CO CO (mg/m3) 600,00 500,00 400,00 300,00 40,00 CO (mg/m3) 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Suhu Udara (oC) 900,00 800,00 700,00 CO (mg/m3) Radiasi (W/m2) CO dan Radiasi Jakarta Kelembaban CO dengan Parameter kecepatan angin juga memiliki nilai korelasi negatif terhadap CO dengan nilai korelasi sebesar -0.59. Seperti tampak pada Gambar 6, pada saat terjadi peningkatan kecepatan angin diikuti oleh penurunan konsentrasi CO. Penurunan ini disebabkan karena angin menyebabkan terjadinya pengenceran di atmosfer sehingga dengan adanya angin maka konsentrasi CO menjadi menurun. 32 Darmaputra et al :Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam Korelasi yang dihasilkan oleh kelembaban udara terhadap konsentrasi CO menunjukkan hasil yang positif sebesar 0.41. Nilai korelasi ini berbeda dengan yang dihasilkan oleh ketiga parameter lainnya yang semuanya menghasilkan korelasi yang negatif. Nitrogen Dioksida (NO2) Senyawa NO2 berasal dari kegiatan dari pusat-pusat industri. NO2 memiliki kemampuan untuk menyerap sinar ultraviolet (UV) serta partisi sinar matahari yang memiliki panjang gelombang mendekati panjang gelombang dari UV. Akibat dari kemampuan tersebut maka udara yang memiliki kandungan NO2 yang tinggi memberikan kesan warna merah pada warna dari udara atmosfer. Fluktuasi radiasi terhadap konsentrasi NO2 menunjukkan pada saat terjadi peningkatan radiasi terjadi peningkatan konsentrasi NO2, namun pada saat radiasi maksimum konsentrasi NO2 menurun seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Sehingga nilai koefisien korelasinya negatif dan hanya sekitar -0.22 . Korelasi antara suhu udara dan konsentrasi NO2 menunjukkan hasil yang negatif dengan nilai sebesar -0.23. Artinya kenaikan suhu menyebabkan penurunan konsentrasi NO2 demikian juga sebaliknya. 35,00 35,00 30,00 30,00 25,00 20,00 15,00 03:30 04:30 Waktu 10,00 5,00 5,00 5,00 0,00 0,00 00:30 20,00 15,00 40,00 10,00 20,00 5,00 0,00 Waktu 03:30 04:30 Kelembaban NO2 Kec Angin (m/s) 25,00 NO2 (mg/m3) Kelembaban (%) 100,00 60,00 03:30 04:30 Suhu NO2 NO2 dan Kecepatan Angin Jakarta 30,00 80,00 02:30 Waktu NO2 35,00 02:30 0,00 01:30 Radiasi 120,00 01:30 15,00 15,00 NO2 dan Kelembaban Jakarta 0,00 00:30 20,00 20,00 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 00:30 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 NO2 (mg/m3) 02:30 25,00 10,00 10,00 01:30 Suhu Udara (oC) 40,00 30,00 25,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0,00 00:30 35,00 NO2 (mg/m3) Radiasi (W/m2) 900,00 800,00 700,00 NO2 (mg/m3) NO2 dan Suhu Udara Jakarta NO2 dan Radiasi Jakarta 5,00 0,00 01:30 02:30 03:30 04:30 Waktu Gambar 7. Fluktuasi Radiasi, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin Konsentrasi NO2 Kec Angin NO2 terhadap 33 J.Agromet Indonesia : 20 (2) 2006 Fluktuasi kelembaban dan konsentrasi NO2 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 19 menghasilkan nilai korelasi yang positif sebesar 0.25. Artinya konsentrasi NO2 meningkat pada saat terjadinya peningkatan kelembaban udara. Seperti hanya pengaruh dari radiasi dan suhu udara, fluktuasi kecepatan angin terhadap konsentrasi NO2 menunjukkan nilai yang negatif sebesar -0.31. Fluktuasi antara radiasi, suhu udara dan kecepatan angin terhadap konsentrasi NOx sama seperti pengaruhnya terhadap NO. Fluktuasi kelembaban dengan konsentrasi NOx menunjukkan korelasi positif sebesar 0.45. Peningkatan kelembaban udara mempengaruhi peningkatan konsentrasi NOx. Tetapi perlu kajian tentang perubahan sumber polutan (kendaraan bermotor dan lain-lain) karena konsentrasi NOx sangat dipengaruhi oleh sumber polutan ini Sulfur Dioksida (SO2) Fluktuasi konsentrasi SO2 terhadap fluktuasi radiasi dan suhu udara menunjukkan nilai korelasi positif yaitu berturut-turut adalah 0.11 dan 0.20. Berbeda dengan hasil korelasi yang ditunjukkan oleh fluktuasi antara kelembaban dan kecepatan angin terhadap konsentrasi SO2 (Gambar 8). Kedua unsur meteorologi ini memberikan nilai korelasi yang negatif sebesar -0.13 dan -0.05. Nilai korelasinya kecil karena dalam analisis hanya dilakukan terhadap satu unsur dengan asumsi faktor lain seperti sumber polutan dianggap konstan. Hal ini belum dapat menggambarkan kondisi Jakarta secara keseluruhan. SO2 dan Suhu Udara Jakarta 600,00 500,00 400,00 300,00 30,00 25,00 20,00 15,00 200,00 100,00 0,00 00:30 10,00 5,00 0,00 02:30 03:30 04:30 Waktu 30,00 20,00 15,00 10,00 0,00 00:30 Radiasi 40,00 10,00 5,00 0,00 20,00 03:30 04:30 Kelembaban SO2 Kec Angin (m/s) 30,00 25,00 20,00 15,00 60,00 02:30 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 00:30 04:30 Suhu SO2 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 01:30 02:30 Waktu Gambar 8. Fluktuasi Radiasi dengan Konsentrasi SO2 34 03:30 Waktu SO2 (mg/m3) Kelembaban (%) 80,00 Waktu 01:30 SO2 dan Kecepatan Angin Jakarta 45,00 40,00 35,00 100,00 02:30 10,00 5,00 0,00 5,00 SO2 120,00 01:30 30,00 25,00 20,00 15,00 25,00 SO2 dan Kelembaban Jakarta 0,00 00:30 45,00 40,00 35,00 35,00 SO2 (mg/m3) 01:30 40,00 SO2 (mg/m3) 45,00 40,00 35,00 Suhu Udara (oC) 900,00 800,00 700,00 SO2 (mg/m3) Radiasi (W/m2) SO2 dan Radiasi Jakarta 03:30 04:30 Kec Angin SO2 Darmaputra et al :Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam Patikulat (PM10) Kondisi partikulat di Jakarta berfluktuasi tidak terlalu beraturan seperti kondisi di Kota Bandung, umumnya terjadi peningkatan konsentrasi pada pagi hari. Fluktuasi radiasi dan konsentrasi partikulat PM10 (g/m3) menunjukkan korelasi negatif (-0.28). Nilai ini relatif kecil, tetapi apabila diperhatikan dari grafik (Gambar 9), tampak bahwa peningkatan radiasi diikuti oleh penurunan konsentrasi partikulat. Sementara dengan fluktuasi suhu udara dan kecepatan angin nilai koefisien korelasinya dengan konsentrasi PM10 berturut-turut -0.26 dan -0.47. Berbeda halnya dengan pengaruh dai kelembaban udara. Korelasi positif terjadi antara fluktuasi kelembaban udara dan konsentrasi PM10 dengan nilai sebesar 0.33. Setelah terjadi kelembaban maksimum (80-100%), yang kemungkinan terjadi hujan, terjadi penurunan kelembaban yang diikuti oleh penurunan konsentrasi partikulat, ini menunjukkan juga pengaruh proses pencucian oleh air hujan. 600,00 500,00 400,00 300,00 120,00 100,00 80,00 60,00 200,00 100,00 0,00 00:30 40,00 20,00 0,00 02:30 03:30 04:30 Waktu 30,00 20,00 15,00 10,00 0,00 00:30 03:30 04:30 03:30 04:30 Waktu Suhu PM10 120,00 Kec Angin PM10 180,00 160,00 140,00 Kelembaban (%) 100,00 PM10 (mg/m3) Kec Angin (m/s) 02:30 PM10 dan Kelembaban Jakarta 40,00 20,00 0,00 Waktu 01:30 PM10 120,00 100,00 80,00 60,00 02:30 40,00 20,00 0,00 5,00 Radiasi 180,00 160,00 140,00 01:30 120,00 100,00 80,00 60,00 25,00 PM10 dan Kecepatan Angin Jakarta 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 00:30 180,00 160,00 140,00 35,00 80,00 120,00 100,00 80,00 60,00 60,00 40,00 40,00 20,00 0,00 20,00 0,00 00:30 01:30 02:30 Waktu 03:30 04:30 PM10 (mg/m3) 01:30 40,00 Suhu Udara (oC) 180,00 160,00 140,00 PM10 (mg/m3) Radiasi (W/m2) 900,00 800,00 700,00 PM10 (mg/m3) PM10 dan Suhu Udara Jakarta PM10 dan Radiasi Jakarta Kelembaban PM10 Gambar 9. Fluktuasi Radiasi, suhu udara, kecepatan angina, kelembaban udara dengan Konsentrasi PM10 Ozon (O3) Fluktuasi konsentrasi O3 (μg/m3) di permukaan yang terjadi di Jakarta memiliki korelasi positif yang cukup besar dengan radiasi dan suhu udara dan kecepatan angin dengan nilai koefisien 35 J.Agromet Indonesia : 20 (2) 2006 korelasi berturut-turut 0,85, 0,82, 0.59. Fluktuasinya dapat dilihat pada Gambar 29, 30 dan 31. Sedangkan sebaliknya dengan fluktuasi kelembaban udara yang berkorelasi negatif sebesar -0.74 terhadap fluktuasi konsentrasi O3 (Gambar 100. Jelas tampak pengaruh radiasi terhadap O3 di permukaan. O3 dan Suhu Udara Jakarta 600,00 500,00 400,00 300,00 80,00 100,00 60,00 40,00 20,00 02:30 03:30 04:30 Waktu 20,00 0,00 01:30 04:30 Suhu O3 120,00 100,00 100,00 80,00 80,00 60,00 60,00 40,00 40,00 20,00 20,00 Kelembaban (%) 120,00 100,00 0,00 04:30 03:30 120,00 20,00 03:30 02:30 Waktu O3 (mg/m3) Kec Angin (m/s) 20,00 O3 dan Kelembaban Jakarta 40,00 Waktu 40,00 10,00 O3 60,00 02:30 60,00 15,00 0,00 00:30 Radiasi 80,00 01:30 80,00 25,00 O3 dan Kecepatan Angin Jakarta 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 00:30 100,00 30,00 5,00 0,00 01:30 120,00 35,00 Kec Angin O3 0,00 00:30 O3 (mg/m3) 200,00 100,00 0,00 00:30 40,00 O3 (mg/m3) 120,00 Suhu Udara (oC) 900,00 800,00 700,00 O3 (mg/m3) Radiasi (W/m2) O3 dan Radiasi Jakarta 0,00 01:30 02:30 03:30 04:30 Waktu Gambar 10. Fluktuasi Radiasi, suhu udara, kecepatan angina, dan kelembaban udara Konsentrasi PM10 Kelembaban O3 dengan KESIMPULAN Fluktuasi unsur meteorologi dan konsentrasi polutan di udara ambien terlihat dengan jelas dalam skala data 30 menit. Pengaruh masing-masing unsur meteorologi terhadap polutan berbeda untuk masing-masing polutan dan bergantung pula pada kondisi setempat. Di Kota Bandung, hasil analisis menunjukkan unsur radiasi berkorelasi negatif terhadap CO, NO2, NOx, dan PM10, tetapi berkorelasi positif dengan fluktuasi O3. Unsur suhu udara dan kecepatan angin mengikuti pola radiasi sehingga relatif sama pengaruhnya terhadap unsur-unsur tersebut di atas. Sedangkan unsur kelembaban pada beberapa unsur polutan menunjukkan korelasi positif. Penurunan kelembaban setelah terjadinya kelembaban maksimum menyebabkan penurunan konsentrasi polutan di udara, kecuali untuk O3. 36 Darmaputra et al :Pewilayahan Agroklimat Tanaman Nilam Fluktuasi unsur cuaca sangat berkorelasi kuat baik negatif maupun positif dengan unsur polutan O3, hingga angka koefisien korelasinya bisa mencapai +0.7 atau -0.8. Unsur polutan lain korelasi positif maupun negatifnya relatif kecil (hanya mencapai angka 0.5), karena konsentrasi polutan di udara ambien juga sangat dipengaruhi jumlah dan jenis sumber emisi di lokasi yang bersangkutan. Demikian juga halnya dengan Kota Jakarta. Hasil analisis fluktuasi konsentrasi polutan CO, NO2, NOx, dan PM10 dan unsur meteorologi pada saat yang sama menunjukkan korelasi positif maupun negatifnya relatif kecil, yaitu dari –0.1 hingga +0.5. Hal ini terjadi karena pengaruh faktor-faktor lain terutama fluktuasi sumber emisi di Kota Jakarta. Berbeda halnya dengan korelasinya terhadap O3. Fluktuasi unsur cuaca sangat berkorelasi kuat baik negatif maupun positif dengan unsur polutan O3, terlihat dari nilai koefisien korelasinya yang mencapai 0.85. DAFTAR PUSTAKA Geiger, R., Aron, R.H., Todhunter, P., (1995), The Climate Near the Ground, Friedr.Vieweg & Sohn Verlagsgesellschaft mbH, Braunschweig/Wiesbaden, 39-50, 97-117, 353-371. Gotoh, T., (1993), Relation between heat islands and NO2 pollution in some Japanese cities, Atmospheric Environment, 27B:1, 121-128. Gow, T., M.Pidwirny, (1996), Acid Rain and Deposition. Living Landscape : Thompson-Okanagan : Past, Present and Future. Http://royalokanagan.bc.ca/mpidwirn/atmosphereandclimate/acidprecip.html Madany, I.M., Danish, S., (1993), Spatial and temporal patterns in nitrogen dioxide concentrations in a hot desert region, Atmospheric Environment, 27A : 15, 2385-2391 Oke, T.R. (1978), Boundary Layer Climates, Methuen & Co. Ltd, London,31-60;135-159; 268305. Qin, Y., Chan, L.Y., (1993), Traffic source emission and street level air pollution in urban areas of Guangzhou, South China (P.R.C.), Atmospheric Environment, 27B : 3 275-282 Stull, R.B., (2000), Meteorology for Scientist and Engineers, 2nd ed, Brooks/Cole, California, 502p. Utama, M.P, (2004), Estimasi Kualitas Udara Ambien Kota Bandung dengan Menggunakan Model Dispersi MUAIR, Tugas Akhir, Departemen Teknik Lingkungan, ITB. Wark, K., Warner, C.F., (1981), Air Pollution its origin and control, 2nd ed, Harper and Row Publisher, New York, 1-136 37