Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan 2012 Serpong, 3 Oktober 2012 ISSN 1411-2213 UJI BAHAN BAKU ANTIBAKTERI DARI BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria Macrocarpa (Scheff) Boerl.) HASIL IRADIASI GAMMA DAN ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI PATOGEN Nikham dan Taty Erlinda Basjir Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) - BATAN Jl. Raya Cinere Pasar Jumat, Jakarta Selatan 12070 e-mail: [email protected] ABSTRAK UJI BAHAN BAKU ANTIBAKTERI DARI BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria Macrocarpa (Scheff) Boerl.) HASIL IRADIASI GAMMA DAN ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI PATOGEN. Secara empirik buah mahkota dewa telah dipakai untuk pengobatan berbagai penyakit dan penelitian telah banyak dilakukan, tetapi sampai saat ini kalangan medis masih enggan menerimanya disebabkan masih kurang dukungan hasil penelitian ilmiah untuk pembuktian khasiat, mutu dan higienis. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari simplisia buah mahkota dewa yang diiradiasi sebagai antibakteri terhadap bakteri patogen. Simplisia kering dalam kantong plastik diiradiasi sinar gamma pada dosis 2,5 kGy, 5 kGy, 7,5 kGy, 10 kGy, 25 kGy dan dengan laju dosis 8 kGy/jam. Setelah diiradiasi simplisia diekstraksi dengan etanol 96 %, untuk uji antibakteri yang dibanding dengan antibiotik amoksilin dan kloramfenikol terhadap mikroba patogen Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Escheria coli dan Salmonella thypi. Hasilnya menunjukkan bahwa simplisia yang diiradiasi pada dosis 10 kGy, nilai konsentrasi hambat minimum masing-masing terhadap pertumbuhan S. aureus, P. aeruginosa, S. thypi dan E. coli adalah 5 %, 6 %, 9 % dan 10 %. Sedangkan antibiotik amoksilin dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus sekitar 0,0006 % dan antibiotik kloramfenikol terhadap bakteri S. typhi sekitar 0,0011 %. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak dari simplisia buah mahkota dewa berpotensi sebagai bahan baku antibakteri. Kata kunci: Phaleria Macrocarpa (Scheff) Boerl., Antibakteri, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Salmonella thypi, Sinar gamma ABSTRACT TESTING OF RAW MATERIALS OFANTIBACTERIAPHALERIA (Phaleria Macrocarpa (Scheff) Boerl.) RESULT OF GAMMA IRRADIATION AND ANTIBIOTICS ON BACTERIA PHATOGENS. Empirically Phaleria been used for the treatment of various diseases and the studies have been conducted, but until now the medical profession is still reluctant to accept it, because they lack the support of scientific research to prove efficacy, quality, hygiene and safety. The research objective was to study the fruit crude were irradiated Phaleria as an antibacteria against bacteria pathogens. The dry simplicia in a plastic bag irradiated using gamma rays at doses of 2.5, 5; 7.5, 10, 25 kGy and a dose rate of 8 kGy/hrs. After irradiated simplicia extracted with 96% ethanol, to test the antibacteria that be compared with antibiotics of amoxicillin and chloramphenicol against bacteria pathogens of Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella thypi and Escherichia coli. The results showed that the crude irradiated at a dose of 10 kGy, minimum inhibitory concentration values of each of the growth of S. aureus, P. aeruginosa, S. thypi and E. coli were 5, 6, 9 and 10%. While amoxicillin antibiotic can inhibit bacteria growth of S. aureus approximately 0.0006% and chloramphenicol antibiotic against bacteria of S. typhi approximately 0.0011%. From these datas it can be concluded that extracts of simplicia Phaleria potential as an antibacteria material. Keywords : Phaleria Macrocarpa (Scheff) Boerl., Antibacteria, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Salmonella thypi, Gamma rays PENDAHULUAN Indonesia adalah negara tropis yang kaya dengan tumbuhan yang berkhasiat obat, yang diperkirakan ada sekitar 30.000 spesies tanaman obat, tetapi yang baru ditemukan sebanyak 1.000 spesies dan yang dimanfaatkan untuk membuat sediaan baru 168 sekitar 180 spesies, itupun dukungan ilmiahnya masih sangat sedikit. Pada tahun 2003 telah terdaftar di BPOM sekitar 9.000 macam sediaan jamu, dimana sekitar 15 % adalah produk impor. Walaupun jumlah produksi sediaan yang berasal dari bahan baku, tanaman Uji Bahan Baku Antibakteri dari Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Hasil Iradiasi Gamma dan Antibiotik Terhadap Bakteri Patogen obat cukup banyak, dimana sebagian besar secara empirik juga dapat menyembuhkan penyakit, tetapi kalangan masyarakat menengah ke atas dan kalangan medis masih belum dapat menerimanya [1]. Masalah ini disebabkan kurangnya data penelitian ilmiah untuk pembuktian keamanan, khasiat dan kualitas obat. Masalah lain juga sering terjadi kegagalan ekspor disebabkan ketidaktersediaan data ilmiah. Mulai dari standarisasi produk dan informasi keamanan pemakaiannya yang merupakan syarat terakhir terhadap penerimaan obat asli Indonesia sampai sistem pelayanan kesehatan formal. Jika ini bisa diselesaikan maka besar sekali perputaran uang di sektor obat tradisional, misalnya tiap orang Indonesia membelanjakan Rp 100.000/tahun untuk membeli obat tradisional maka omzetnya menjadi sekitar 15 trilyun rupiah per tahun, jika diasumsikan penduduk Indonesia yang menggunakan obat tradisional 150 juta jiwa [2]. Sebenarnya pemerintah Indonesia sudah cukup besar menaruh perhatian tentang masalah tanaman obat, hal ini telah dikeluarkan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Surat Keputusan yang berkaitan dengan tanaman yang berkhasiat obat [3]. Tanaman mahkota dewa secara empirik telah dikenal dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit khususnya penyakit degeneratif seperti kanker, hipertensi, diabetes, ginjal dan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri patogen. Mahkota dewa mengandung komponen fitokimia yang berguna bagi tubuh manusia seperti flavonoid yang mampu meningkatkan aliran darah, mengurangi kolesterol serta mengurangi kemungkinan kematian hati, alkaloid digunakan untuk menetralkan racun tubuh. Saponin sebagai antimikroba dan antivirus serta mengurangi gula dalam darah dan polifenol berguna sebagai antialergik [4]. Adapun peranan flavonoid, sebagai antibakteri, merupakan kelompok fenol yang mempunyai kecenderungan menghambat aktivitas enzim mikroba, pada akhirnya mengganggu proses metabolisme. Saponin, merupakan zat yang dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel [5]. Sedangkan tanin, bekerja sebagai antibakteri dengan membentuk ikatan yang stabil dengan protein sehingga terjadi koagulasi protoplasma bakteri [6]. Dalam penelitian ini telah dilakukan uji ekstrak dari simplisia daging buah mahkota dewa sebagai antibakteri yang dibandingkan dengan antibiotik amoksilin dan kloramfenikol sebagai kontrol positif terhadap bakteri patogen seperti Staphilococcus aureus, Psudomonas aeruginosa. Salmonella typhi dan Escherichia coli. Antibakteri adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba lainnya. Namun dalam perkembangannya antibakteri yang tidak dihasilkan dari bakteri juga sering digolongkan sebagai antibiotik, misalnya tumbuhan tingkat tinggi yang sebenarnya memiliki daya antibiotik dan mendapat perhatian yang kurang setelah penemuan penisilin [7, 9]. Amoksisilin berupa serbuk hablur, berwarna putih, dan praktis tidak berbau. Amoksisillin sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut dalam benzena, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform [10].Amoksisilin adalah suatu penisilin semisintetis, yang diperoleh dengan cara mengubah struktur kimia penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti penisilin yaitu asam 6-aminopenisilinat (6-APA). Sebagai bahan dasar untuk penisilin semisintetik, 6-APA dapat pula diperoleh dengan memecah rantai samping. Antibiotik ini berspektrum luas, yang sangat efektif terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif [7, 11]. Rumus bangun Amoksisilin ialah sebagai berikut : Asam(2S,5R,6R)-6-[(R)-(-)-2-amino-2-(ρhidroksifenil)asetamido]-3,3-dimetil-7-okso-4-tiaazabisiklo[3,2,0]-heptana-2-karboksilat trihidrat. (Rumus molekulnya yaitu C16H19N3O5S.3H2O) Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Karena ternyata mempunyai daya antibakteri yang kuat maka penggunaan obat ini meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950. Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut dalam air (1 : 400) dan rasanya sangat pahit. Meskipun kloramfenikol biasanya diberikan oral, bentuk suksinat dapat disuntikkan secara intravena dalam dosis yang sama [5]. Kloramfenikol merupakan penghambat sintesis protein yang kuat pada bakteri. Obat ini menghalangi pelekatan asam amino pada rantai peptida yang baru timbul pada unit 50S pada ribosom, dengan mengganggu daya kerja peptidil transferase. Kloramfenikol pada dasarnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap bakteri tertentu. Merupakan obat pilihan pertama pada infeksi Salmonella simtomatik, misalnya demam tifoid, infeksi H. influenzae, infeksi meningokokus, infeksi anaerob atau gabungan pada sistem saraf pusat, seperti abses otak, infeksi riketsia berat, kadang-kadang untuk infeksi mata dengan pemakaian secara topikal [12]. Rumus bangun klorampenikol sebagai berikut : NO2 - OH CH2OH O | | || - C – C – N – C – CCl2 | | | | H H H H Bakteri S. aureus koloninya berwarna kuning keemasan, dengan karakteristik menimbulkan jerawat, 169 Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan 2012 Serpong, 3 Oktober 2012 bisul, abses, juga menyebabkan infeksi luka dan keracunan makanan. Bakteri P. aeruginosa ditribusinya di seluruh dunia, dapat menginfeksi luka sehingga menghasilkan nanah biru hijau, menyebabkan infeksi saluran urin, diare, meningitis, menginfeksi mata, dan abses hati. Bakteri S. typhi adalah bakteri yang bersifat patogen terhadap manusia dan binatang yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Jika bakteri tersebut tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan penyakit Salmonellosis, demam tipoid, peradangan otak, peritonitis, osteomielitis, pneumonia dan pembengkakan berbagai organ tubuh. Bakteri E. coli umumnya merupakan bakteri yang terdapat pada saluran pernafasan manusia dan hewan, namun bakteri ini dapat berubah menjadi oportunis patogen bila hidup di luar usus, misal pada saluran kemih. Bakteri E. coli juga merupakan penyebab infeksi luka, kholesistitis, apendiksitis, peritonitis, sinusitis, meningitis, endokarditis dan diare [10]. Hipotesis penelitian ini bahwa perlakuan iradiasi gamma terhadap simplisia buah mahkota dewa tidak merusak kandungan fitokimianya, terutama bahan aktifnya masih mempunyai daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri patogen. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari simplisia buah mahkota dewa yang diiradiasi sebagai antibakteri yang dibandingkan dengan antibiotik amoksilin dan kloramfenikol terhadap mikroba patogen seperti S. aureus, P. aeruginosa. E. coli dan S. typhi. Data hasil penelitian dipakai untuk menyokong BPOM Kemenkes RI, dalam menyusun Farmakope Indonesia Edisi Obat Herbal Indonesia, untuk pemakaian teknik iradiasi simplisia buah mahkota dewa oleh industri jamu, kosmetik dan farmasi atau obat-obatan. METODE PERCOBAAN Bahan yang diuji ialah simplisia buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.), yang diperoleh dari petani, pasar tradisional, dan diproduksi di laboratorium Bahan Kesehatan PATIR-BATAN dan telah diidentifikasi di Herbarium Bogoriense-LIPI Bogor. Bakteri yang digunakan ialah Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella thypi dan Escherichia coli. Media yang dipakai untuk uji antibakteri yaitu Tryptone Soya Agar (TSA) dan Thioglycollate broth (TB). Antibiotik yang dipakai yaitu amoksilin dan klorampenikol. Perangkat perkolator dipakai untuk perkolasi sampel simplisia buah mahkota dewa yang sudah dihaluskan. Rotavapor digunakan untuk memekatkan ekstrak setelah proses perkolasi. Otoklaf dipakai untuk mensterilkan media. Oven dipakai mensterilkan alat gelas. Inkubator dipakai untuk inkubasi biakan bakteri. Iradiator sinar gama sebagai alat untuk iradiasi sampel simplisia buah mahkota dewa. 170 ISSN 1411-2213 Iradiasi Simplisia Buah Mahkota Dewa Sampel simplisia buah mahkota dewa sebanyak 6 x 1 kg dalam kantong plastik, kemudian diiradiasi dengan menggunakan sinar gamma 60Co pada dosis 0 kGy, 2,5 kGy, 5 kGy, 7,5 kGy, 10 kGy, 25 kGy dan laju dosis 8 kGy/jam. Pembuatan Ekstrak Buah Mahkota Dewa Sebanyak 100 g serbuk buah mahkota dewa, dimaserasi dengan etanol 96 %, dalam gelas piala selama tiga jam, kemudian sampel dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator. Selanjutnya dituangi cairan penyari secukupnya sampai cairan sampel mulai menetes dengan kecepatan sekitar satu mL/menit. Perkolasi dihentikan hingga tetesan perkolat terakhir tidak berwarna lagi. Filtrat hasil penyaringan maserat dipekatkan menggunakan evaporator pada suhu sekitar 37 oC hingga diperoleh estrak kental. Ekstrak selanjutnya dikeringkan menggunakan desikator vakum pada suhu 40 oC hingga sisa etanol menguap. Penapisan Kandungan Fitokimia Simplisia Buah Mahkota Dewa Alkaloid Timbang 500 mg serbuk simplisia, tambahkan 1 mL asam klorida dan 9 mL air, panaskan diatas tangas air selama 2 menit, dinginkan dan saring. Pindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, tambahkan 2 tetes Bouchhadat LP. Jika pada kedua percobaan tidak terjadi endapan. maka serbuk tidak mengandung alkaloid. Jika dengan Meyer LP terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam methanol P dan dengan Bouchhadat LP terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam, maka ada kemungkinan terdapat alkaloid, dari hasil identifikasi ternyata kandungan alkaloid dalam serbuk buah mahkota dewa positif. Flavonoid Sejumlah 1 gram serbuk tambahkan dengan 100 mL air panas didihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat diambil sebanyak 5 mL tambahkan serbuk magnesium lalu tambahkan pula 1 mL asam klorida pekat dan tambahkan amil alkohol lalu dikocok kuat-kuat biarkan memisah. Reaksi positif mengandung flavonoid jika terdapat warna kuning dalam amil alkohol, dari hasil identifikasi ternyata kandungan flavonoid positif. Saponin Sebanyak 1 gram serbuk ditambahkan 100 mL air panas lalu didihkan selama 15 menit, kemudian disaring. Selanjutnya 10 mL filtrat dimasukkan kedalam tabung Uji Bahan Baku Antibakteri dari Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Hasil Iradiasi Gamma dan Antibiotik Terhadap Bakteri Patogen reaksi, lalu dikocok secara vertikal selama 10 detik kemudian dibiarkan selama 10 menit. Jika terbentuk busa yang stabil menunjukkan reaksi positif bahwa mengandung saponin, dari hasil identifikasi ternyata serbuk buah mahkota dewa menunjukkan hasil positif mengandung saponin. Tabel 1. Data penapisan fitokimia serbuk dan estrak dari simplisia buah mahkota dewa yang tanpa dan diiradiasi pada dosis 5 kGy, 10 kGy dan 25 kGy. Dosis iradiasi (kGy) No. 10 25 0 5 10 25 Alkaloid + + + + + + + + 2 Flavonoid + + + + + + + + 3 Saponin + + + + + + + + 4 Tanin + + + + + + + + Satu gram serbuk ditambah 100 mL air panas, didihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrat ditambahkan dengan besi (III) klorida 4,5 %. Jika terbentuk reaksi berwarna biru kehitaman atau hijau lembayung menunjukkan tanin positif. Dari hasil identifikasi ternyata serbuk buah mahkota dewa menunjukkan adanya kandungan tannin. Penentuan Zona Hambat Silinder terbuat dari bahan stainless steel diletakkan di atas lempeng media TSA. Larutan ekstrak buah mahkota dewa dengan konsentrasi 100, 75, 50, 25, 12,5 dan 10 % diteteskan menggunakan mikropipet sebanyak 100 μl, kemudian dinkubasi selama 24 jam pada suhu 30 oC. Pengamatan dilakukan dengan mengukur zona jernih di sekitar silinder menggunakan jangka sorong. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Fitokimia Simplisia Buah Mahkota Dewa Iradiasi Hasil percobaan kandungan fitokimia simplisia buah mahkota dewa iradiasi disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel ini terlihat bahwa simplisia dan ekstrak baik yang tanpa diiradiasi maupun yang diiradiasi mengandung fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin. Alkaloid adalah senyawa yang bersifat basa (dengan adanya atom N), biasanya mengandung atom N atau lebih, umumnya dalam gabungan sebagai bagian dari system siklik atau heterosiklik. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol; jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar. Ekstrak 5 1 Larutan uji ditambahkan sebanyak 1,0 mL ke dalam 9,0 mL media TSA, disentrifugasi supaya homogen, dituang segera ke dalam cawan petri dan dibiarkan beku, lalu diinokulasi dengan 10,0 ìl suspensi bakteri, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Pengamatan didasarkan pada ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri pada media TSA. Serbuk 0 Tanin Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Fitokimia Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila di tambah basa atau amoniak, jadi flavonoid mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu menunjukan pita serapan kuat pada spektrum Ultra Violet (UV) dan spektrum tampak. Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid. Saponin memiliki berat molekul tinggi sehingga menjadikan upaya isolasi untuk mendapatkan saponin yang murni menemui banyak kesulitan. Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoid. Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid. Kegunaan saponin mengakibatkan hemolisis. Oleh karena itu, relatif berbahaya bagi semua organisme binatang bila saponin diberikan secara parenteral. Saponin memiliki kegunaan dalam pengobatan, terutama karena sifatnya yang mempengaruhi absorpsi zat aktif secara farmakologi. Tanin merupakan suatu senyawa golongan yang terbesar dari senyawa kompleks yang tersebar luas pada dunia tumbuhan. Tanin dianggap senyawa kompleks yang dibentuk dari campuran polifenol yang sangat sukar dipisahkan karena tidak dapat dikristalkan. Tanin umumnya terdapat dalam organ: daun, buah, kulit batang, dan kayu. Didalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan [12]. Perlakuan iradiasi hingga dosis 25 kGy secara kualitatif tidak mempengaruhi perubahan kandungan fitokimia dalam serbuk dan ekstrak dari simplisia buah mahkota dewa. Dengan demikian simplisia/ekstrak buah mahkota dewa dapat dipakai sebagai salah satu bahan baku untuk memproduksi kosmetik, farmasi, jamu atau obat tradisional. 171 Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan 2012 Serpong, 3 Oktober 2012 ISSN 1411-2213 Efek Iradiasi Simplisia Buah Mahkota Dewa Penentuan Zona Hambat Ekstrak Buah Berasal Dari Petani, Pasar dan PATIR Mahkota Dewa Terhadap Bakteri Secara Terhadap Kontaminasi Bakteri dan Jamur Difusi Hasil penentuan kontaminasi bakteri dan jamur pada simplisia mahkota dewa berasal dari petani, pasar dan laboratorium PATIR-BATAN yang tanpa dan dipasteurisasi iradiasi disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 tersebut dapat dilihat hasil penentuan kontaminasi bakteri bahwa kontaminasi awal simplisia dari petani (3,08 x 10 11) dan pasar (1,39 x 10 13) tinggi sekali dibandingkan dengan simplisia dari laboratorium PATIR-BATAN (3,13 x 103). Hal ini dapat dipahami bahwa simplisia dari laboratorium PATIR-BATAN lebih rendah kontaminasi awalnya, karena proses pembuatan simplisia mengikuti prosedur seperti tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi Obat Herbal, daripada simplisia yang berasal dari petani dan pasar. Namun setelah dipasteurisasi iradiasi pada dosis 10 kGy, dapat diturunkan kontaminasi bakterinya masing-masing hingga sekitar 7 desimal, 12 desimal dan 3 desimal. Sedangkan kontaminasi jamurnya masing-masing sekitar 6 desimal, 4 desimal dan 2 desimal. Penurunan jumlah kontaminasi untuk simplisia dari PATIR-BATAN nampak rendah, karena kontaminasi awal bakteri dan jamur rendah. Dengan demikian cara produksi simplisia yang baik dan benar akan menekan kontaminasi mikroba, sehingga jika diiradiasi untuk memperpanjang masa simpan cukup dengan dosis rendah, otomatis biaya produksinya lebih murah. Jadi dengan demikian teknik iradiasi sangat berperan penting dalam menangani produk berasal dari tumbuhan obat yang mempunyai potensi untuk jamu atau obat tradisional, dalam menurunkan kontaminasi bakteri dan jamur. Dengan demikian teknik iradiasi berguna memperpanjang masa simpan simplisia tanaman obat, menjaga mutu dan higienis. Tabel 2. Hasil penentuan kontaminasi bakteri dan jamur simplisia buah mahkota dewa yang tanpa dan diiradiasi pada dosis 2,5 kGy, 5 kGy, 7,5 kGy dan 10 kGy. Uji Kontaminasi bakteri Petani Pasar PATIR 0 3,08 x 1011 1,39 x 1013 3,13 x 103 2,5 5,07 x 107 1,67 x 104 1,07 x 102 5 7,44 x 105 1,04 x 103 0,83 x 101 4 2 1 7,5 7,58 x 10 10 1,36 x 104 0,13 x 101 5,13 x 10 9 8,17 x 10 4 6,27 x 10 5 6,87 x 10 2 5 1,80 x 10 1 0 2,5 Kontaminasi jamur 172 Asal simplisia dari Dosis (kGy) 1,91 x 10 0,03 x 10 - Hasil penentuan zona hambat ekstrak buah mahkota dewa terhadap bakteri S. aureus, E. coli, S. typhi dan P. aeruginosa, dapat disajikan pada Tabel 3. Aktivitas antibakteri ekstrak buah mahkota dewa sekitar 50 % sudah cukup untuk menghambat pertumbuhan biakan bakteri. Zona hambatnya ekstrak simplisia buah mahkota dewa berturut-turut terhadap bakteri S. aureus sekitar 14,0 mm, E. coli 9,0 mm, S. typhi 11,5 mm dan P. aeruginosa 8,9 mm. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa daya hambat ekstrak buah mahkota dewa terhadap bakteri S. aureus mempunyai zona hambat lebih luas berarti bakteri tersebut lebih sensitif dibandingkan S. typhi, E. coli dan P. aeruginosa. Dengan kata lain bakteri S. aureus paling sensitif terhadap ekstrak buah mahkota dewa dibandingkan dengan S. typhi, E. coli dan P. aeruginosa. Namun bakteri S. aureus tergolong galur yang tahan terhadap antibiotik, sehingga untuk menghambat pertumbuhannya diperlukan antibakteri yang lebih sensitif [13]. Hal ini disebabkan pada saat pasien mengkonsumsi antibiotik tidak sesuai dengan aturan, seperti pemilihan jenis antibiotik, dosis yang tidak tepat dan tidak disiplin. Dari ke 4 bakteri tersebut P. aeruginosa nampak paling resisten terhadap ekstrak buah mahkota dewa. Hal ini disebabkan bakteri ini merupakan bakteri Gram negatif yang mempunyai lapisan peptidoglikan dalam dinding sel lebih tipis dibandingkan dengan bakteri Gram positif. Hal ini dimungkinkan jika lapisan peptidoglikan rusak akibat aktivitas antimikroba, maka proses recovery lebih cepat, dibandingkan bakteri Gram positif, sehingga dimungkinkan kepekaan sel bakteri terhadap antibakteri berbeda. Di samping itu bakteri P. aeruginosa mempunyai kemampuan dalam hal quorum sensing atau otoinduksi yaitu dapat berkomunikasi antara satu sel dengan sel lainnya dan saling bekerja sama. Quorum sensing pertama kali ditemukan dalam bakteri Gram negatif dan merupakan sistem komunikasi paling baik dalam mikroba. Isyarat paling umum dalam bakteri Gram negatif adalah senyawa akil homoserin lakton yang terdiri Tabel 3. Zona hambat antibakteri ekstrak dari simplisia buah mahkota dewa yang diiradiasi pada dosis 10 kGy, terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus, E. coli , S. typhi dan P. aeruginosa Konsentrasi ekstrak (%) Diameter zona hambat (mm) 10 S. aureus 7,0 E. coli S. typhi - 8,0 P. aeruginosa - 1,56 x 10 2 12,5 - 7,0 - 6,0 0,21 x 10 1 25 10,0 8,2 8,0 8,0 0,20 x 10 1 9,0 11,5 8,9 5 2,01 x 10 50 14,0 7,5 3,45 x 104 0,57 x 101 - 75 16,5 - 17,0 - 10 3,79 x 103 - - 100 17,0 11,5 17,0 10,0 Uji Bahan Baku Antibakteri dari Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Hasil Iradiasi Gamma dan Antibiotik Terhadap Bakteri Patogen dari 4 hingga 14 rantai akil karbon diikat oleh senyawa amida menjadi lakton homoserin. Senyawa ini dalam bakteri P. aeruginosa bertugas mensintesa dan melepas faktor-faktor virulensi. Suatu hal yang menarik dan paling penting dari quorum sensing adalah meningkatkan pembentukan biofilm oleh bakteri P. aeruginosa dan biofilm ini berperan dalam melindungi terdadap serangan antibiotik dan deterjen [14]. Penemtuan Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Buah Mahkota Dewa Terhadap Bakteri. Hasil penentuan KHM ekstrak buah mahkota dewa dapat dilihat pada Tabel 4. Data pada Tabel ini menunjukkan bahwa penentuan KHM ekstrak buah mahkota dewa terhadap bakteri P. aeruginosa yaitu sekitar 9 %, S. aureus 5 %, E. coli 10 % dan S. typhi 6 %. Bakteri S. aureus dan S. typhi nampaknya lebih sensitif terhadap aktivitas antibakteri dari ekstrak buah mahkota dewa. Sedangkan bakteri E. coli paling resisten terhadap aktivitas antibakteri dari ekstrak buah mahkota dewa dibandingkan, S. aureus dan S. typhi. Hal ini mungkin disebabkan bahwa bakteri E. coli mempunyai kemampuan membentuk proteksi terhadap aktivitas antibakteri ekstrak buah mahkota dewa, sedangkan yang lain tidak mempunyai daya proteksi. Daya hambat antibakteri ekstrak terhadap P. aeruginosa juga cukup tinggi. Perlu diketahui bahwa bakteri P. aeruginosa dalam biakan dapat menghasilkan berbagai jenis koloni, sehingga memberi kesan biakan dari campuran berbagai spesies bakteri. Juga diketahui bahwa bakteri P. aeruginosa yang jenis koloninya berbeda dapat mempunyai aktivitas biokimia dan enzimatik yang berbeda dan pola kepekaan antibakteri yang berbeda pula [15]. Aktivitas antimikroba baik in vivo maupun in vitro memiliki dua tipe kerja yaitu secara bakteriostatik dan bakteriosida. Senyawa yang bekerja secara Tabel 4. Konsentrasi Hambat Minimum ekstrak dari simplisia buah mahkota dewa yang diiradiasi pada dosis 10 kGy, terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus, P. aeruginosa, E. coli dan S. typhi. bakteriostatik bersifat menghambat pertumbuhan bakteri, akan tetapi tidak membunuhnya. Sebaliknya yang bersifat bakteriosida akan merusak mikroba secara irreversible [7]. Adapun mekanisme kerja antimikroba adalah menghambat biosintesis dinding sel, meningkatkan permiabilitas membran sel, dan mengganggu sintesis protein sel, sehinga menghambat pertumbuahan atau menyebabkan kematian sel bakteri. Umumnya, antimikroba yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau permiabilitas membran sel bekerja sebagai bakteriosida, sedangkan yang mempengaruhi sintesis protein bekerja sebagai bakteriostatik. Intensitas kerja suatu antimikroba dinyatakan dengan berapa kadar yang dibutuhkan untuk tercapainya suatu efek antibakteri. Umumnya intensitas kerja dinyatakan dalam KHM. Artinya adalah kadar batas suatu antimikroba yang secara in vitro bekerja terhadap bakteri tertentu. Hal ini bergantung kepada masing-masing kepekaan bakteri, jadi KHM suatu antibakteri bervariasi tergantung jenis bakterinya. Di samping itu KHM bergantung kepada banyaknya inokulum serta media yang dipakai pembiakan bakteri [16]. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum Antibiotik Amoksilin Terhadap Bakteri S. Aureus dan Klorampenikol Terhadap S. Typhi Untuk mengetahui seberapa efektifnya aktivitas ekstrak buah mahkota dewa, maka perlu dibandingkan dengan antibiotik amoksilin dan klorampenikol yang sudah umum dikomsumsi oleh pasien yang menderita penyakit tertentu. Hasil percobaan daya Tabel 5. KHM antibiotik amoksilin terhadap bakteri S. Aureus dan antibitik klorampenikol terhadap bakteri S. typhi. Amoksilin (ug/ml) S. aureus 4 Klorampenikol (ug/ml) S. typhi 1,5 - 3 - 1,4 - P. aeruginosa 2 - 1,3 - 1 - 1,2 - Konsentrasi ekstrak (%) S. aureus E. coli S. typhi 10 - - - - 0,9 - 1.1 - 9 - + - - 0,8 - 1 + 8 - + - + 0,7 - 0,9 + 7 - + - + 0,6 - 0,8 + 6 - + - + 0,5 + 0,6 + 5 - + + + 0,4 + 0,5 + 4 + + + + 0,3 + 0,4 + 3 + + + + 0,2 + 0,2 + 2 + + + + 0,1 + 0,1 + 1 + + + + Ket.: - = tidak ada pertumbuhan, + = ada pertumbuhan 173 Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan 2012 Serpong, 3 Oktober 2012 hambat antibiotik amoksilin terhadap S.aureus dan klorampenikol terhadap S. typhi disajikan pada Tabel 5. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa antibiotik amoksilin dapat menghambat biakan bakteri S. aureus sekitar 0,6 ug/mL atau setara dengan 0,0006 %, sedangkan antibiotik klorampenikol terhadap bakteri S. typhi sekitar 1,1 ug/mL atau setara dengan 0,0011 %. Aktivitas antibakteri ekstrak simplisia buah mahkota dewa terhadap bakteri S. aureus 5 % dan S. typhi 6 %. Adapun aktivitas antibakteri yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri, mengganggu permeabilitas membran sel, menghambat sintesis protein sel, mengganggu sintesis atau merusak asam nukleat sel dan yang mengganggu metabolisme sel [7]. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa aktivitas antibiotik terhadap bakteri lebih efektif dibandingkan dengan aktivitas antibakteri dari ekstrak buah mahkota dewa. Namun mengkomsumsi antibiotik kadang-kadang menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, sehingga menimbulkan masalah baru. Sedangkan mengkonsumsi obat herbal mendapatkan banyak keuntungan karena sebagai komponen bioaktif, dimana kandungan fitokimianya memberi dampak faali, seperti metabolisme secara endogen dan eksogen melalui berbagai mekanisme reaksi tubuh. Selain itu fitokimianya juga mempunyai efek biologi yang efektif menghambat pertumbuhan kanker, sebagai antioksidan, mempunyai sifat menghambat pertumbuhan mikroba, menurunkan kolesterol darah, menurunkan kadar glukosa darah, bersifat antibiotik, dan menimbulkan efek peningkatan imunomodulator (kekebalan) tubuh [4]. antibiotik klorampenikol terhadap bakteri S. typhi sekitar 0,0011 %. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Kepala PATIR-BATAN yang telah menyetujui pelaksanaan penelitian. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kepala Bidang Proses Radiasi atas dukungan moril dan bantuan yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. DAFTAR ACUAN [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] KESIMPULAN Dari data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Buah mahkota dewa baik dalam bentuk simplisia maupun ekstrak dan yang tanpa diiradiasi maupun diiradiasi hingga dosis 25 kGy, masih mengandung senyawa fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin. 2. Simplisia buah mahkota dewa dari petani, pasar dan laboratorium yang diiradiasi pada dosis 10 kGy, dapat diturunkan kontaminasi bakterinya masing-masing hingga sekitar 7 desimal, 13 desimal dan 3 desimal dan jamurnya masing-masing sekitar 6 desimal, 4 desimal dan 2 desimal. 3. Ekstrak dari simplisia buah mahkota dewa menghasilkan zona hambat masing-masing terhadap bakteri S. aureus sekitar 14,0 mm, E. coli 9,0 mm, S. typhi 11,5 mm dan P. aeruginosa 8,9 mm. 4. Nilai KHM ekstrak dari simplisia buah mahkota dewa terhadap bakteri P. aeruginosa yaitu sekitar 9 %, S. aureus 5,0 %, E. coli 10 % dan S. typhi 6 %, sedangkan antibiotik amoksilin dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus sekitar 0,0006 %, dan 174 ISSN 1411-2213 [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] F.A., MOELOEK, Herbal and Tradisional Medicine; National Perpectives and Policies in Indonesia, Kumpulan Makalah Kongres Nasional ke-2, Obat Tradisional Indonesia, Bandung (2005) 3-11 ANONIM, Majalah Tanaman Obat Herba, Jakarta (2003) ANONIM, Majalah Tanaman Obat Herba, Jakarta (2002) E., RAMSTAD, Modern Pharmacognosy, Blackiston Division, McGraw Hill Book Co, Inc., London, (1959) 213-215 T., ROBINSON, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Terjemahan K., PADMAWINATA, Penerbit ITB, Bandung, (1991) 71-72 S. G., GANISWARA, dkk., Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta, (1995) 571-573, 622, 625 H., WANGER and L., HORHAMMER, Pharmacognosy and Phytochemistry, SpringerVerlag, Heidelberg, NewYork, (1971) 274-275 ANONIM, DitJen POM., Farmakope Indonesia, Ed. IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, (1995) 7, 11, 21, 95, 1036 JAWETZ, MELNICK and E.A., ADELBERGDEL, Review of Medical Microbiology, 10th Ed., Large Medical Publications, LosAltos, California, (1972) 177-178 M., DOROTHY and W., KURT, A Clinician’s Dictionary Guide to Bacteria and Fungi, 4th Ed. Burgess Publishing, Michigan, (1981) L.M., PRESCOTT, J.P., HARLEYand D.A., KLEIN, Fundamental of Micobiology, 1st Ed. McGraw-Hill Companies, Boston Burr Ridge (2005) 129-130 ANONIM, Penapisan Fitokimia Golongan Alkaloid, Flavonoid, Saponin, Quinon, Triterpenoid, Minyak Atsiri dan Kumarin, (2012) E., MUTSCHLER, Dinamika Obat, Terjemahan M.B., WIDIYANTO dan A.R., SETIADI, Penerbit ITB, Bandung, 4 (1991) 623-624 E., JAWETZ, J.L., MELNICK and E.A.,ADELBERG, Mikrobiologi Kedokteran, Editor S., IRAWATI, Penerbit Buku Kedokteran EGC, (1995) 249-251