BAB I - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Biaya
2.1.1
Pengertian Biaya
Biaya merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya laba
perusahaan disamping komponen lainnya, karena pengertian akan konsep biaya
sangat penting. Ada kalanya istilah biaya (cost) digunakan dalam arti yang sama
dengan istilah beban (expense). Namun kedua istilah tersebut sebenarnya
mempunyai perbedaan. Dimana menurut Bastian Bustami, Nurlela (2007 ; 4),
biaya (cost) didefinisikan sebagai pengorbanan sumber ekonomis yang diukur
dalam satuan uang yang telah terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya ini
belum habis masa pakainya, dan digolongkan sebagai aktiva yang dimasukkan
dalam neraca. Sedangkan beban (expense) adalah biaya yang telah memberikan
manfaat dan sekarang telah habis. Biaya yang belum dinikmati yang dapat
memberikan manfaat di masa akan datang dikelompokkan sebagai harta. Beban
ini dimasukkan ke dalam laba/rugi sebagai pengurang dari pendapatan.
Berikut ini beberapa pengertian biaya yang diungkapkan oleh para ahli
atau pihak-pihak lain yang terkait dengan perkembangan akuntansi.
Menurut AICPA ( American Institute of Certified Public Accountant ) yang
ditulis ulang oleh Masiyah Kholmi dan Yuningsih (2003 ; 11), menyebutkan
definisi biaya sebagai berikut :
”Pengurangan pada aktiva netto sebagai akibat digunakannya jasa-jasa
ekonomi untuk menciptakan penghasilan”.
Pengertian biaya menurut Mulyadi (2007 ; 6) adalah :
”Pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan moneter atau
uang, yang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan
tertentu ”.
Selanjutnya Hansen dan Mowen yang diterjemahkan oleh Dewi
Fitriasari (2004;40) menjelaskan bahwa :
”Biaya adalah kas atau ekuivalen kas yang dikorbankan untuk
mendapatkan barang dan jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini
atau di masa yang akan datang bagi organisasi”.
Dari definisi-definisi diatas, terdapat beberapa unsur yang tersirat dalam
definisi biaya, yaitu :
1. Pengorbanan sumber ekonomi guna mencapai tujuan yang diharapkan
serta dapat diukur dengan satuan moneter (satuan uang).
2. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu yaitu untuk memperoleh
barang dan jasa dalam usaha untuk mendapatkan keuntungan
(manfaat) baik pada saat ini maupun dimasa yang akan datang.
3. Sebagai penggunaan atas aktiva bersih untuk memperoleh penghasilan.
2.1.2
Penggolongan Biaya
Penggolongan biaya adalah proses pengelompokkan secara sistematis atas
keseluruhan elemen-elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang
lebih ringkas yang lebih ringkas untuk memberikan informasi yang lebih punya
arti atau lebih penting. Kebutuhan informasi yang berbeda-beda menimbulkan
konsep biaya yang berbeda untuk berbagai tujuan. Jika tujuan manajemen berbeda
maka diperlukan cara penggolongan biaya yang berbeda pula.
Akuntansi biaya bertujuan untuk menyajikan informasi biaya yang akan
digunakan untuk berbagai tujuan, dalam menggolongkan biaya harus disesuaikan
dengan tujuan dan informasi biaya yang akan disajikan, oleh karena itu dalam
penggolongan biaya tergantung untuk apa biaya tersebut digolongkan, untuk
tujuan yang berbeda diperlukan cara penggolongan biaya yang dapat dipakai
untuk semua tujuan penyajian informasi biaya. Hal inilah yang dikenal dengan
konsep ”different cost foe different purpose” dalam akuntansi biaya. Jadi tidak
ada suatu cara penggolongan biaya yang dapat memenuhi informasi untuk semua
tujuan.
Berbagai cara penggolongan biaya pokok yang dikemukakan oleh
Mulyadi (2007;13-16) adalah sebagai berikut :
1. Penggolongan Biaya Menurut Objek Pengeluaran
Dalam cara penggolongan ini, nama objek pengeluaran merupakan
dasar penggolongan biaya. Misalnya nama objek pengeluaran adalah
bahan bakar, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan
bakar disebut ”biaya bahan bakar”. Contoh penggolongan biaya atas dasar
objek pengeluaran dalam Perusahaan Kertas adalah sebagai berikut: biaya
merang, biaya jerami, biaya gaji dan upah, biaya soda, biaya depresiasi
mesin, biaya asuransi, biaya bunga, biaya zat warna.
2. Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan
Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi
produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi & umum. Oleh karena
itu dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok :
a. Biaya Produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah
bahan baku menjadi produksi jadi yang siap untuk dijual. Contohnya
adalah biaya depresiasi mesin dan ekuipment, biaya bahan baku, biaya
bahan penolong, biaya gaji karyawan yang bekerja dalam bagianbagian, baik yang langsung maupun yang tidak langsung berhubungan
dengan proses produksi. Menurut objek pengeluarannya, secara garis
besar biaya produksi ini dibagi menjadi : biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (factory overhead
cost). Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung disebut pula
dengan istilah biaya utama (prime cost), sedangkan biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead pabrik sering pula disebut dengan istilah
biaya konversi (conversion cost), yang merupakan biaya untuk
mengkonversi (mengubah) bahan baku menjadi produk jadi.
b. Biaya Pemasaran merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk
melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contohnya adalah biaya
iklan, biaya promosi, biaya angkutan dari gudang perusahaan ke
gudang pembeli, gaji karyawan bagian-bagian yang melaksanakan
kegiatan pemasaran, biaya contoh (sample).
c. Biaya Administrasi dan Umum merupakan biaya-biaya untuk
mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contoh
biaya ini adalah biaya gaji karyawan bagian keuangan, akuntansi,
personalia dan bagian hubungan masyarakat, biaya pemeriksaan
akuntan, biaya photocopy.
Jumlah biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum sering pula
disebut dengan istilah biaya komersial (commercial expenses).
3. Penggolongan Biaya Menurut Hubungan Biaya dengan Sesuatu yang
Dibiayai
Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau departemen.
Dalam
hubungannya
dengan
sesuatu
yang
diyai,
biaya
dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan:
•
•
Biaya langsung (direct cost)
Biaya tidak langsung (indirect cost)
Dalam hubungannya dengan produk, biaya produksi dibagi
menjadi dua: biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung.
Dalam hubungannya dengan departemen, biaya dibagi menjadi dua
golongan : biaya langsung departemen dan biaya tidak langsung
departemen.
a. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi, yang penyebab satusatunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Jika sesuatu yang
dibiayai tersebut tidak ada, maka biaya langsung ini tidak akan terjadi.
Dengan demikian biaya langsung akan mudah diidentifikasikan
dengan sesuatu yang dibiayai. Biaya produksi langsung terdiri dari
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya langsung
departemen (direct departemental costs) adalah semua biaya yang
terjadi di dalam departemen tertentu. Contohnya adalah biaya tenaga
kerja yang bekerja dalam Departemen Pemeliharaan merupakan biaya
langsung departemen bagi Departemen Pemeliharaan dan biaya
depresiasi mesin yang dipakai dalam departemen tersebut, merupakan
biaya langsung bagi departemen tersebut.
b. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya
disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam
hubungannya dengan produk disebut dengan istilah biaya produksi
tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead costs).
Biaya ini tidak mudah diidentifikasikan dengan produk tertentu. Gaji
mandor yang mengawasi pembuatan produk A, B, dan C merupakan
biaya tidak langsung bagi baik produk A, B, maupun C karena gaji
mandor tersebut terjadi bukan hanya karena perusahaan memproduksi
salah satu produk tersebut, melainkan karena memproduksi ketiga
jenis produk tersebut. Jika perusahaan hanya menghasilkan satu
macam produk (misalnya perusahaan semen, pupuk urea, gula) maka
semua biaya merupakan biaya langsung dalam hubungannya dengan
produk. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk
sering disebut dengan istilah biaya overhead pabrik (factory overhead
costs). Dalam hubungannya dengan departemen, biaya tidak langsung
adalah biaya yang terjadi di suatu departemen, tetapi manfaatnya
dinikmati oleh lebih dari satu departemen. Contohnya adalah biaya
yang terjadi di Departemen Pembangkit Tenaga Listrik. Biaya ini
dinikmati oleh departemen-departemen lain dalam perusahaan, baik
untuk penerangan maupun untuk menggerakkan mesin dan ekuipmen
yang mengkonsumsi listrik. Bagi departemen pemakai listrik, biaya
listrik yang diterima dari alokasi biaya Departemen Pembangkit
Tenaga Listrik merupakan biaya tidak langsung departemen.
4. Penggolongan Biaya menurut Perilakunya dalam Hubungannya
dengan Perubahan Volume Aktivitas
Dalam hubungannya dengan perubahan volume aktivitas, biaya
dapat digolongkan menjadi :
a. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding
dengan perubahn volume kegiatan. Contoh biaya variable adalah biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung.
b. Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding
dengan perubahan volume kegiatan. Biaya semivariable mengandung
unsur biaya tetap dan unsur biaya variable.
c. Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume
kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada
volume produksi tertentu.
d. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar
volume kegiatan tertentu. Contoh biaya tetap adalah gaji direktur
produksi.
5. Penggolongan Biaya Atas Dasar Jangka Waktu Manfaatnya
Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi
dua : pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.
a. Pengeluaran modal (capital expenditures) adalah biaya yang
mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya
periode akuntansi adalah satu tahun kalender). Pengeluaran modal ini
pada saat terjadinya dibebankan sebagai kos aktiva, dan dibebankan
dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara
didepresiasi, diamortisasi atau dideplesi. Contoh pengeluaran modal
adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap, untuk reparasi besar
terhadap aktiva tetap, untuk promosi besar-besaran, dan pengeluaran
untuk riset dan pengembangan suatu produk. Karena pengeluaran
untuk keperluan tersebut biasanya melibatkan jumlah yang besar dan
memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun, maka pada saat
pengeluaran tersebut dilakukan, pengerbonan tersebut diperlakukan
sebagai pengeluaran modal dan dicatat sebagi kos aktiva (misalnya
sebagai kos aktiva tetap atau beban yang ditangguhkan). Periode
akuntansi yang menikmati manfaat pengeluaran modal tersebut
dibebani sebagian pengeluaran modal tersebut berupa biaya depresiasi,
biaya amortisasi, atau biaya deplesi.
b. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditures) adalah biaya yang
hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya
pengeluaran tersebut. Pada saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini
dibebankan sebagai biaya dan dipertemukan dengan pendapatan yang
diperoleh dari pengeluaran. Contoh pengeluaran pendapatan antara lain
adalah biaya iklan, biaya telex, dan biaya tenaga kerja.
2.2
Biaya Mutu
2.2.1
Pengertian Biaya Mutu
Menurut Horngren, Foster dan Datar (2003;677) biaya mutu dapat
didefinisikan sebagai berikut :
”Biaya mutu merupakan biaya-biaya yang timbul untuk mencegah
terjadinya mutu yang rendah atau biaya-biaya yang timbul karena
terjadinya mutu yang rendah. Biaya mutu meliputi biaya-biaya yang
terjadi di perusahaan secara keseluruhan”.
Sedangkan menurut Sofyan Assauri ( 2004;207) adalah :
”Komponen-komponen biaya dalam mutu adalah biaya barang-barang
yang rusak atau apkir (scrap), biaya pemeriksaan atau inspeksi, biaya
pembetulan atau pengerjaan kembali, biaya karena keterlambatan produksi
akibat mutu yang buruk dan kerugian karena kehilangan pasaran”.
2.2.1
Alasan Penetapan Biaya Mutu
Menurut Suyadi Prawirosentono (2004 ; 24), audit biaya mutu produk
adalah kegiatan untuk mengindentifikasi semua biaya yang timbul berkaitan
dengan upaya mengubah produk bermutu buruk menjadi produk bermutu baik.
Biaya-biaya tersebut kemudian di administrasikan dalam kartu skoring biaya mutu
(quality cost score card). Banyak perusahaan yang tidak mengkalkulasi biayabiaya yang timbul, khususnya bila mereka akan memperbaiki mutu produk yang
mereka jual. Oleh karena itu, kiranya perlu dikemukakan disini tentang kategori
biaya yang berkaitan dengan upaya memperbaiki atau menjaga mutu produk,
termasuk biaya reparasi atau mengganti (replace) dari produk yang rusak dan
dikembalikan kepada pembeli. Dalam hal ini kita perlu melaksanakan apa yang
disebut dengan kategori biaya mutu (quality cost categories).
2.2.2
Pengelompokkan Biaya Mutu
Pengelompokkan biaya mutu menurut Suyadi Prawirosentono ( 2004;24-
28) adalah sebagai berikut :
1. Biaya Kegagalan Eksternal
Biaya kegagalan eksternal, bila diindikasikan biaya tersebut terjadi karena
faktor luar organisasi perusahaan, misalnya akibat ulah konsumen. Biaya
kegagalan eksternal terdiri atas berikut ini :
a. Biaya keluhan konsumen (the cost of complaint, investigation and
adjustment). Biaya ini dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluahan
konsumen atas produk yang dibeli, sehingga perlu biaya untuk meneliti
kerusakan produk dan kemudian memperbaikinya.
b. Biaya penggantian (the cost of return, replace of allowance). Biaya ini
dikeluarkan untuk mengganti biaya yang rusak dengan barang yang baru,
meliputi : biaya pengiriman kembali dan biaya kompensasi kepada
konsumen berupa allowance (tunjangan kerugian karena tidak puas
menggunakan produk yang rusak).
c. Biaya jaminan (warranty expenses) yaitu biaya yang dikeluarkan karena
terjadinya keluhan selama masa garansi, misalnya biaya perbaikan dan
atau biaya sewa ganti selama barang yang rusak sedang diperbaiki. Yang
dimaksud terakhir adalah selama mesin rusak sedang diperbaiki, diberi
pinjam mesin yang sama atau produksi berjalan terus. Atau selama TV
sedang diperbaiki, konsumen diberi pinjam TV agar konsumen tetap dapat
menikmatinya.
d. Ganti rugi (liability), yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan karena
konsumen mengalami kecelakaan (bahkan sampai tingkat kematian).
Biaya ini termasuk biaya rumah sakit, bahkan kerugian usaha (business
losses).
e. Nama baik (goodwill), biaya yang dikeluarkan atau kehilangan keuntungan
masa depan (future profit) akibat kerusakan produk bermutu rendah. Biaya
ini memang sulit dihitung, tetapi bisa dapat jumlah yang besar dan
berimplikasi luas, misalnya produk selalu mendapat complain dalam
berbagai media massa yang akan merusak citra produk tersebut.
2. Biaya Kegagalan Internal
Biaya kegagalan internal, bila diindikasikan biaya tersebut terjadi di lingkup
perusahaan sebelum produk dikirimkan ke konsumen. Jenis biaya yang
termasuk kategori ” biaya kegagalan internal ” adalah :
a. Biaya disposisi, yaitu biaya untuk menentukan langkah kegiatan atau
tindakan yang harus dilaksanakan sehubungan dengan adanya kerusakan
pada suatu produk yang ditemukan. Bentuk tindakan tersebut antara lain,
mengerjakan ulang (rework), membuangnya (scrap) atau memperbaiki
melalui proses.
b. Biaya membuangnya menjadi barang apkir (scrap cost). Biaya ini timbul
karena mutu suatu barang buruk sekali sehingga lebih baik dibuang atau
apkir. Biaya yang harus dihitung selain biaya bahan, juga upah dan biaya
lain yang terkait dengan scrap tersebut.
c. Biaya mengerjakan kembali (ulang)/rework cost, yaitu biaya yang
dikeluarkan untuk mengoreksi atau memperbaiki produk atau bagian dari
produk yang cacat atau rusak, agar barang tersebut dapat digunakan
(usable) dan dapat dijual (salable). Jadi, ini adalah biaya koreksi atas
produk yang rusak agar produk tersebut layak dijual.
d. Biaya tes ulang (retest cost), yakni biaya untuk mengetes kembali atas
produk yang mengalami pengerjaan ulang. Sebenarnya bukan saja biaya
tes ulang, tetapi juga biaya inspeksi ulang selama proses pengerjaan ulang.
e. Biaya bahan sisa (yield losses cost), yakni biaya atas bahan-bahan sisa
yang secara teknis tidak dapat dihindarkan, mau tidak mau harus ada
barang yang terbuang. Dalam industri garmen adalah perca.
f. Biaya nganggur (down time cost), yakni biaya yang harus dikeluarkan
untuk buruh yang terpaksa ”menganggur”(idle) akibat adanya fasilitas atau
proses produksi terhenti karena masalah mutu produk (quality problem).
Misalnya proses produksi ditentukan karena perlunya mesin disesuaikan
(adjusting time) agar mesin tersebut berfungsi sesuai dengan mutu yang
direncanakan. Misalnya produksi terhenti di percetakan, karena adanya
kertas yang macet dalam mesin, atau karena adanya barang setengah jadi
yang rusak.
g. Biaya persediaan cadangan penyelamat (inventory safety stock cost) yakni
biaya yang harus dikeluarkan akibat perusahaan harus menyediakan
persediaan penyelamat agar proses produksi tidak terhenti akibat
kehabisan bahan (out of stock). Dalam hal ini, sebenarnya biaya ekstra
yang harus dikeluarkan karena perusahaan harus menyimpan cadangan
persediaan ekstra akibat harus membuat komponen-komponen atau produk
yang rusak.
h. Biaya lembur akibat produk rusak, yaitu biaya lembur yang harus
dikeluarkan karena pekerja harus melakukan kerja lembur akibat adanya
komponen atas produk yang rusak (product defect).
i. Biaya kelebihan kapasitas (excess capacity cost), yakni biaya kelebihan
kapasitas yang harus dipelihara (to be maintained) untuk menutupi
kapasitas yang hilang (loss capacity) akibat membuat komponen atau
produk yang rusak. Biaya-biaya ini meliputi biaya fasilitas ekstra atau
peralatan ekstra yang diperlukan agar proses produksi terbebas dari
kerusakan produk (defect free). Hal ini mungkin biaya yang tersembunyi,
tetapi merupakan biaya yang besar.
3. Biaya Penelaahan
Biaya penelaahan, adalah biaya yang dikeluarkan untuk menelaah atau
mengamati sehingga ditemukan kondisi bahan dan produk yang cacat atau
rusak. Biaya penelahaan untuk mencegah kerusakan produk (product defect)
adalah sebagai berikut :
a. Biaya pemeriksaan bahan yang datang (incoming material inspection
cost), yakni biaya pemeriksaan atas bahan baku yang masuk dari pemasok.
b. Biaya pemeriksaan selama proses produksi (in process inspection and
testing cost), yakni pemeriksaan (inspeksi dan pengetesan) atas komponenkomponen barang yang dalam proses produksi (work in process) untuk
menjamin adanya kesesuaian (conforming) mutu dengan mutu yang telah
ditetapkan. Mungkin termasuk biaya kecocokan mutu yang dilakukan oleh
konsumen dan laboratorium pihak ketiga (third party laboratories).
c. Biaya pemeliharaan alat untuk tes (maintaining equipment), yakni biaya
pemeliharaan alat-alat pengetesan agar semua mesin berada dalam kondisi
kerja yang baik (good working condition) termasuk biaya kalibrasi untuk
menjamin ukuran produk yang tepat karena peralatan tes yang juga tepat
ukuran.
d. Biaya evaluasi persediaan (cost of evaluation stock), yakni biaya untuk
mengevaluasi kondisi bahan baku dan bahan pembantu dan juga produk
akhir yang berada di gudang.
4. Biaya Pencegahan
Biaya pencegahan, adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk upaya
mencegah terjadinya kerusakan produk (failure atau defect), artinya biaya
pencegahan adalah biaya untuk meminimumkan biaya penelaahan (appraisal
cost) dan failure cost. Biaya pencegahan dalam rangka menjaga mutu produk
meliputi beberapa jenis biaya berikut :
a. Biaya perencanaan mutu (quality planning cost), yakni biaya-biaya yang
berkaitan dengan perencanaan mutu produk dan sistem pengembangan
mutu produk. Misalnya biaya kebijakan untuk mendesain prosedur sejak
mulai (set up) sampai operasi berjalan sesuai dengan (berkaitan dengan
mutu produk), pengembangan perencanaan inspeksi (development of
inspection planning), dan biaya komunikasi kepada karyawan berkaitan
dengan perencanaan mutu produk (sebagai kegiatan sosialisasi mutu
produk yang harus ditetapkan).
b. Biaya desain produk dan tinjau ulang (product desain anda review cost),
yakni kenaikan biaya yang berkaitan dengan membuat desain produk
dalam rangka memperbaiki mutu produk (product improvement). Dengan
istilah kenaikan (increment) biaya berarti tidak termasuk biaya orisinalnya
untuk mendesain produk (not included the basic cost of the original
product design).
c. Biaya mendesain proses dan tinjau ulang (cost of process design and
review), yakni biaya tambahan atau kenaikan biaya (increment cost) dan
proses produksi yang baru untuk memperbaiki dan meninjau ulang proses
produksi yang ada, sehingga memungkinkan terjadi hasil produk yang
bermutu lebih baik (product quality improvement). Termasuk di dalamnya
adalah biaya pembelian alat baru yang memperbaiki mutu produk.
d. Biaya desain tugas dan pelatihan (cost of job design and training). Biayabiaya tersebut adalah biaya untuk mengembangkan metode kerja baru
(developing work method) dan biaya implementasinya dalam bentuk biaya
pelatihan untuk para karyawan dalam rangka perbaikan mutu produk.
Termasuk di dalamnya adalah biaya persiapan, pelatihan dan manualnya
(petunjuknya).
e. Biaya kendali proses (cost of process control) yakni biaya kendali untuk
mencapai mutu yang direncanakan dalam pengertian mutu yang lebih baik
(product quality improvement). Misalnya pengendaliannya memerlukan
alat baru yang lebih canggih (shophisticated), maka harga alat kendali
tersebut dimasukkan sebagai biaya kendali proses.
f. Biaya koleksi, analisis dan laporan (cost of data collection, analysis and
report) adalah biaya-biaya untuk pengumpulan data yang berkaitan dengan
perbaikan mutu, termasuk data produk rusak (defect product), masalah
kualitas, biaya waktu penghentian produksi (down time), dan biaya analisis
serta biaya penyusunan laporannya.
g. Biaya program perbaikan mutu (cost of quality improvement program),
yakni biaya kegiatan khusus atau proyek yang dibentuk untuk memonitor
dan memperbaiki kualitas produk atau lingkaran mutu (quality circle).
2.3
Biaya Pemeliharaan
Biaya pemeliharaan merupakan salah satu elemen biaya produksi.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang biaya pemeliharaan, terlebih dahulu akan
membahas pengertian pemeliharaan, tujuan dan manfaat pemeliharaan, jenis-jenis
pemeliharaan, dan perencanaan pemeliharaan yang diungkapkan oleh beberapa
ahli.
2.3.1
Pengertian Pemeliharaan
Pemeliharaan dan perbaikan mempunyai peran yang sangat penting
menentukan dalamkegiatan proses produksi pada suatu perusahaan, karena
aktivitas pemeliharaan dan perbaikan menentukan tingkat kelancaran dan efisiensi
produksi. Untuk menjamin kelangsungan kegiatan produksi dan menjaga fasilitas
atau peralatan tetap baik di perlukan kegiatan pemeliharaan perusahaan yang
teratur antara lain : kegiatan pengecekan, perbaikan atau reparasi atas kerusakan
yang ada serta penggantian spareparts yang terdapat pada fasilitas tersebut.
Pengertian pemeliharaan menurut Sofyan Assauri (2004 ; 95) adalah :
”Pemeliharaan adalah sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga
fasiltas/peralatan
pabrik
dan
mengadakan
perbaikan
atas
penyesuian/penggantian yang diperlukan agar supaya terdapat suatu
keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang
direncanakan ”.
Menurut Manahan P. Tampubolon (2004 ; 247) adalah :
”Pemeliharaan (maintenance) adalah semua aktivitas, termasuk menjaga
sistem peralatan dan mesin selalu dapat melaksanakan pesanan pekerjaan”.
Jadi dengan adanya kegiatan pemeliharaan (maintenance) ini maka
fasilitas/peralatan pabrik dapat dipergunakan untuk produksi sesuai dengan
rencana, dan tidak mengalami kerusakan selama fasilitas/peralatan tersebut
dipergunakan untuk proses produksi atau sebelum jangka waktu tertentu yang
direncanakan tercapai. Sehingga dapatlah diharapkan proses produksi dapat
berjalan lancar dan terjamin, karena adanya kemungkinan kemacetan yang
disebabkan tidak baiknya beberapa fasilitas atau peralatan produksi telah
dihilangkan atau dikurangi.
2.3.2
Tujuan dan Manfaat Pemeliharaan
Tujuan utama dari pemeliharaan menurut Sofyan Assauri (2004 ; 95-96)
adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan
rencana produksi.
2. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang
dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak
terganggu.
3. Untuk membantu mengurangi pemakaian dan penyimpangan yang di luar
batas dan menjaga modal yang di investasikan dalam perusahaan selama
waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan mengenai
investasi tersebut.
4. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance (pemeliharaan) serendah
mungkin, dengan melaksanakan kegiatan pemeliharaan secara efektif dan
efisien keseluruhannya.
5. Menghindari
kegiatan
maintenance
yang
dapat
membahayakan
keselamatan kerja.
6. Mengadakan suatu kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama
lainnya di suatu perusahaan yaitu tingkat keuntungan atau return of
investment yang sebaik mungkin dan total biaya yang terendah.
Sedangkan menurut Agus Ahyari (2002;345-351), ada beberapa
keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya pemeliharaan yang baik dari
mesin dan peralatan produksi yang ada di dalam perusahaan, yaitu :
1. Fasilitas produksi yang ada di dalam perusahaan bersangkutan akan dapat
dipergunakan dalam jangka waktu yang relatif lebih panjang.
2. Pelaksanaan proses produksi di dalam perusahaan yang bersangkutan akan
berjalan dengan lancar.
3. Dapat menghindarkan diri atau setidak-tidaknya dapat menekan seminimal
mungkin terjadinya kerusakan–kerusakan berat dari fasilitas produksi yang
dipergunakan selama proses produksi berjalan.
4. Fasilitas produksi yang dipergunakan dalam perusahaan dapat berjalan
dengan stabil dan baik, maka pengendalian proses produksi dan kualitas
produk dapat dilaksanakan dengan lebih baik. Dengan demikian kualitas
produksi perusahaan dapat dipertahankan pada tingkat yang lebih baik.
5. Dengan dapat dihindarkannya kerusakan-kerusakan total dari mesin dan
peralatan produksi yang dipergunakan perusahaan tersebut, maka berarti
perusahaan yang bersangkutan akan dapat menekan biaya pemeliharaan
bagi mesin dan peralatan produksi.
6. Perencanaan biaya pemeliharaan dapat disusun secara lebih baik dan
koordinasi antar bagian yang terkait dapat berjalan dengan lebih baik.
Dari uraian di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya
kegiatan pemeliharaan untuk mesin dan peralatan produksi yang dilakukan di
dalam suatu perusahaan adalah bertujuan untuk memperpanjang umur ekonomis
dari mesin dan peralatan yang ada, serta mengusahakan agar mesin dan peralatan
produksi tersebut selalu di dalam keadaan optimal dan siap pakai untuk
pelaksanaan proses produksi. Dengan demikian jelaslah bahwa kegiatan
pemeliharaan ini merupakan kegiatan yang mempunyai dampak jangka panjang
yang akibat-akibat jangka pendeknya justru kadang-kadang tidak kelihatan di
dalam perusahaan yang bersangkutan.
2.3.3
Jenis-Jenis Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan pada perusahaan manufaktur adalah untuk
menunjang operasi produksi suatu perusahaan, baik perusahaan manufaktur
maupun perusahaan jasa atau non manufaktur. Kegiatan pemeliharaan bisa
terencana ataupun tidak terencana. Hanya ada satu bentuk pemeliharaan tidak
terencana yaitu pemeliharaan darurat, yang didefinisikan sebagai pemeliharaan
dimana perlu segera dilaksanakan tindakan untuk mencegah akibat yang serius,
misalnya hilangnya produksi, kerusakan besar pada peralatan atau untuk alasan
keselamatan kerja.
Kegiatan pemeliharaan dibagi menjadi dua kriteria, yaitu pemeliharaan
terencana (planned maintenance) dan pemeliharaan tidak terencana (unplanned
maintenance).
Pemeliharaan
terencana
adalah
kegiatan
perawatan
yang
dilaksanakan berdasarkan perencanaan terlebih dahulu. Perencanaan pemeliharaan
ini mengacu pada rangkaian proses produksi. Menurut Sofyan Assuri (2004 ; 9697) Pemeliharaan terencana dibagi menjadi dua aktivitas utama, yaitu :
1. Pemeliharaan Pencegahan (preventive maintenance)
Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan
yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak
terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan
fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses
produksi.
Dengan demikian semua fasilitas produksi yang mendapatkan
preventive maintenance akan terjamin kelancaran kerjanya dan selalu
diusahakan dalam kondisi atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap
operasi atau proses produksi pada setiap saat. Sehingga dapatlah
dimungkinkan pembuatan suatu rencana dan skedul pemeliharaan dan
perawatan yang sangat penting karena kegunaannya yang sangat efektif di
dalam menghadapi fasilitas-fasilitas produksi yang termasuk dalam
golongan ”critical unit”. Sebuah fasilitas atau peralatan produksi akan
termasuk dalam golongan ”critical unit” , apabila :
a. Kerusakan fasilitas atau peralatan tersebut akan membahayakan
kesehatan atau keselamatan para pekerja.
b. Kerusakan fasilitas ini akan mempengaruhi kualitas dari produk yang
dihasilkan.
c. Kerusakan fasilitas tersebut akan menyebabkan kemacetan seluruh
proses produksi.
d. Modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut atau harga dari fasilitas
ini adalah cukup besar atau mahal.
Apabila preventive maintenance dilaksanakan pada fasilitas-fasilitas
atau peralatan yang termasuk dalam ”critical unit”, maka tugas-tugas
maintenance dapatlah dilakukan dengan suatu perencanaan yang intensif
untuk unit yang bersangkutan, sehingga rencana produksi dapat dicapai
dengan jumlah hasil produksi yang lebih besar dalam waktu yang relatif
lebih singkat.
Dalam prakteknya preventive maintenance yang dilakukan oleh suatu
perusahaan pabrik dapat dibedakan atas: Routine Maintenance dan Periodic
Maintenance.
•
Routine
Maintenance
adalah
kegiatan
pemiliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin misalnya setiap
hari. Sebagai contoh dari kegiatan routine maintenance adalah pembersih
fasilitas/peralatan, pelumasaan (lubrication) atau pengecekan olinya,
serta pengecekan isi bahan bakarnya dan mungkin masuk pemanasan
(warmingup) dari mesin-mesin selama beberapa menit sebelum dipakai
beroperasi sepanjang hari.
•
Periodic
maintenance
adalah
kegiatan
pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam
jangka waktu tertentu, misalnya setiap satu minggu sekali, lalu
meningkat setiap satu bulan sekali, dan akhirnya setiap satu tahun sekali.
Periodic Maintenance dapat dilakukan pula dengan memakai lamanya
jam kerja mesin atau fasilitas produksi tersebut sebagi jadwal kegiatan,
misalnya setiap seratus jam kerja mesin sekali dan seterusnya. Jadi sifat
kegiatan maintenance ini tetap secara periodik atau berkala. Kegiatan
periodik maintenance ini adalah jauh lebih berat daripada kegiatan
rountine
maintenance.
Sebagai
contoh
dari
kegiatan
periodic
maintenance adalah pembongkaran carburetor ataupun pembongkaran
alat-alat di bagian sistem aliran bensin, penyetelan katup-katup
pemasukan dan pembuangan cylinder mesin dan pembongkaran
mesin/fasilitas tersebut untuk penggantian pelor roda (bearing), serta
service dan overhaul besar ataupun kecil.
2. Pemeliharaan Koretif (Corrective atau Breakdown Maintenance)
Dengan Corrective atau Breakdown Maintenance dimaksudkan adalah
kegiatan pemeliharaan atau perawatan yang dilakukan setelah terjadinya
suatu kerusakan atau kelainan pada fasilitas atau peralatan sehingga tidak
dapat berfungsi dengan baik. Kegiatan corrective maintenance yang
dilakuka sering disebut dengan kegiatan perbaikan atau reparasi. Perbaikan
dilakukan dengan adanya kerusakan yang dapat terjadi akibat tidak
dilakukannya prenventive maintenance ataupun telah dilakukan preventive
maintenance tetapi pada suatu waktu tertentu fasilitas ataupun peralatan
tersebut dapat dibetulkan. Maksud dari tindakan perbaikan ini adalah agar
fasilitas atau peralatan tersebut dapat dipergunakan kembali dalam proses
produksi, sehingga operasi atau proses produksi dapat berjalan lancar
kembali.
Dengan demikian apabila perusahaan hanya mengambil kebijaksanaan
untuk melakukan corrective maintenance saja, maka terdapatlah faktor
ketidakpastian akan kelancaran bekerjanya fasilitas atau peralatan produksi
yang ada. Oleh karena itu kebijaksanaan untuk melakukan corrective
maintenance saja tanpa preventive maintenance, akan menimbulkan akibatakibat yang dapat menghambat ataupun memacetkan kegiatan produksi
apabila terjadi suatu kerusakan yang tiba-tiba pada fasilitas produksi yang
digunakan.
2.3.4
Perencanaan Pemeliharaan
Pemeliharaan alat-alat produksi tanpa perencanaan yang baik akan
mengakibatkan pemeliharaan yang dilakukan menjadi tidak efisien, atau hasil
pemeliharaan kurang memadai. Oleh karena itu, di dalam kegiatan pemeliharaan
yang akan dilakukan, sebaiknya disusun perencanaannya terlebih dahulu. Tanpa
perencanaan yang baik mungkin mengganggu jalannya proses produksi.
Menurut Agus Ahyari (2002;355-359) ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pemeliharaan, yaitu :
1. Data teknis dari perusahaan pembuat alat-alat produksi
Dengan adanya petunjuk teknis alat-alat produksi yang dikeluarkan oleh
perusahaan pembuat alat-alat produksi, perusahaan akan dapat mengetahui
cara melakukan pemeliharaan dan perbaikan alat-alat produksi tersebut.
Berdasarkan
petunjuk
teknis
yang
ada,
perusahaan
akan
dapat
memperkirakan hal-hal apa saja yang harus dikerjakan serta kapan
pekerjaan pemeliharaan harus dilaksanakan. Jika prosedur pemakaian alatalat produksi yang dipergunakan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,
maka alat-alat produksi akan dapat dipergunakan secara efisien dan
mempunyai umur ekonomis yang memadai.
2. Skedul proses produksi
Apabila
didalam
penyusunan
perencanaan
pemeliharaan
tidak
mempertimbangkan skedul proses produksi, maka jadwal pemeliharaan
akan mengganggu jadwal proses produksi. Jika perusahaan ingin
mengadakan pemeliharaan yang baik, maka skedul proses produksi harus
dipertimbangkan dalam penyusunan perencanaan pemeliharaan.
3. Kemudahan suku cadang
Salah satu hal yang penting dalam pemeliharaan, adalah penggantian suku
cadang yang sudah habis pakai atau tidak layak lagi untuk dipakai. Waktu
penggantian suku cadang dapat diperkirakan sesuai dengan petunjuk teknis
yang ada. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kemudahan untuk
mencari suku cadang hendaknya merupakan faktor yang harus
dipertimbangkan dalam perencanaan pemeliharaan. Kesulitan dalam
mendapatkan suku cadang akan dapat mengganggu jalannya pemeliharaan.
Pada umumnya apabila pengadaan suku cadang banyak mengalami
kesulitan, perusahaan akan berusaha memperolehnya jauh-jauh hari
sebelum suku cadang tersebut benar-benar diperlukan. Dengan demikian
perusahaan akan mempunyai persediaan suku cadang dari alat-alat
produksi yang digunakan.
2.3.5
Pengertian Biaya Pemeliharaan
Berdasarkan klasifikasi biaya menurut objek pengeluarannya yang
berkaitan dengan tujuan pengeluaran, maka biaya pemeliharaan muncul karena
adanya aktivitas pemeliharaan. Dari pengertian biaya serta pengertian tentang
pemeliharaan dapat disimpulkan bahwa biaya pemeliharaan adalah pengorbanan
ekonomi yang diukur dengan satuan uang yang telah terjadi dan potensial akan
terjadi untuk memelihara atau menjaga fasilitas pabrik dan untuk mengadakan
perbaikan dan penyesuaian yang diperlukan agar proses produksi dapat berjalan
sesuai dengan yang direncanakan.
Menurut pendapat Mulyadi (2007;194), biaya pemeliharaan diartikan
sebagi berikut :
”Biaya reparasi dan pemeliharaan berupa biaya suku cadang (spareparts),
biaya bahan habis pakai (factory suplies) dan harga perolehan jasa dari
pihak luar perusahaan untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan
emplasemen, perumahan, bangunan pabrik, mesin-mesin dan ekuipmen,
kendaraan, perkakas laboratorium, dan aktiva tetap lain yang digunakan
untuk keperluan pabrik”.
Biaya pemeliharaan mesin sesungguhnya timbul dari adanya kegiatan
pemeliharaan mesin. Hal ini dilakukan oleh perusahaan untuk menjaga kondisi
mesin agar selalu dalam keadaan baik dan dapat beroperasi secara optimal.
2.3.6
Pengumpulan Biaya Pemeliharaan Sesungguhnya
Dalam akuntansi biaya, pengumpulan biaya pemeliharaan adalah dengan
mengumpulkan data biaya yang terjadi di masa lalu (biaya sesungguhnya terjadi).
Informasi biaya sesungguhnya ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengeluaran yang sebenarnya terjadi untuk melakukan suatu kegiatan.
Biaya reparasi dan pemeliharaan termasuk komponen biaya overhead
pabrik, seperti yang dikemukakan oleh Hansen dan Mowen (2000;147) yang
diterjemahkan oleh lembaga Concern Learning sebagai berikut :
”Ada banyak perbedaan ukuran dari kegiatan produksi dalam menentukan
biaya overhead pabrik, maka pendorong yang umum di pakai adalah unit
yang diproduksi, jam tenaga kerja langsung, biaya tenaga kerja langsung,
jam mesin, bahan baku langsung serta biaya reparasi dan pemeliharaan ”.
Sedangkan menurut pendapat Sunarto (2003;37) menyebutkan bahwa :
”Biaya Overhead Pabrik mengacu kepada semua biaya produksi tidak
langsung, misalnya bahan baku tidak langsung, upah tidak langsung, biaya
air, sewa, penyusutan bangunan pabrik serta biaya reparasi dan
pemeliharaan”.
Dari uraian diatas bahwa biaya pemeliharaan yang dikumpulkan dalam
kartu biaya pemeliharaan dijadikan dasar untuk pengumpulan biaya overhead
pabrik sesungguhnya. Biaya pemeliharaan dicatat dalam rekening kontrol biaya
overhead pabrik yang dikumpulkan untuk dibandingkan dengan biaya overhead
pabrik yang dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan dimuka,
dalam tahun berjalan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi
dikumpulkan dalam rekening biaya overhead pabrik sesungguhnya.
2.4
Produk Rusak
Dalam suatu proses produksi tidak semua produk yang dihasilkan sesuai
dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan, yaitu terdapatnya
produk rusak. Ada beberapa penyebab terjadinya produk rusak seperti : kualitas
dari bahan baku itu sendiri, tempat penyimpanan bahan baku yang tidak sesuai
dengan karakteristik dari bahan baku tersebut, terutama bahan baku yang
disimpan pada suhu ruangan dengan temperatur tertentu, kondisi dari mesin yang
tidak terpelihara dengan baik akibat kurangnya perawatan dari bagian
pemeliharaan sehingga akan menghambat kelancaran proses produksi.
2.4.1
Pengertian Produk Rusak
Menurut pendapat Mulyadi (2007;302), produk rusak (spoiled goods)
dapat diartikan sebagai berikut :
”Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan, yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi
produk yang baik. Produk rusak berbeda dengan sisa bahan karena sisa
bahan merupakan bahan yang mengalami kerusakan dalam proses
produksi, sehingga belum sempat menjadi produk, sedangkan produk
rusak merupakan produk yang telah menyerap biaya bahan, biaya tenaga
kerja dan biaya overhead pabrik”.
Sedangkan menurut Bastian Bustami, Nurlela (2007;147), adalah :
”Produk rusak adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi,
dimana produk yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar mutu
yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis produk tersebut dapat diperbaiki
dengan mengeluarkan biaya tertentu, tetapi biaya yang dikeluarkan
cenderung lebih besar dari nilai jual setelah produk tersebut diperbaiki.
Produk rusak ini pada umumnya diketahui setelah proses produk selesai”.
Produk rusak dilihat dari sifatnya terdiri dari dua macam, yaitu : produk
rusak yang bersifat normal dan produk rusak yang bersifat abnormal. Menurut
Horngren (1999;438) yang diterjemahkan oleh Endah Susilaningtyas sebagai
berikut :
”Kerusakan normal adalah kerusakan yang timbul dengan kondisi operasi
yang efisien yang merupakan hasil inheren (keluaran) dari proses tertentu.
Kerusakan abnormal adalah kerusakan yang tidak dapat diharapkan timbul
dengan kondisi operasi yang efesien, yang bukan bagian melekat dari
proses produksi terpilih”.
Harga pokok dari kerusakan normal, biasanya di pandang dari harga pokok
dari unit sempurna yang diproduksi. Hal ini dikarenakan pemilihan kombinasi
faktor-faktor produksi tertentu sehingga sulitnya pengerjaan suatu produk tertentu,
memiliki tingkat kerusakan yang dapat diterima. Kerusakan normal dapat
dikendalikan, sedangkan kerusakan abnormal dengan cara meminimalkan
kerusakan mesin produksi, tidak memakai bahan baku yang tidak bermutu,
mengadakan pelatihan kerja.
Pada perusahaan manufaktur selalu ditekankan mengenai efisiensi
produksi. Untuk menilai efisiensi kegiatan produksi, maka pada awal periode
harus ditentukan prosentase kerusakan normal dengan rumus :
Prosentasekerusakannormal =
2.4.2
Jumlah produk rusak yang diperkirakan
x 100%
Jumlah produk rusak yang dimasukkanproses
Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Rusak
Menurut pendapat Mulyadi (2007 ; 302), perlakuan terhadap produk rusak
adalah tergantung dari sifat dan sebab terjadinya :
1. Jika produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan pesanan tertentu
atau faktor luar biasa lain, maka harga pokok produk rusak dibebankan
sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang
bersangkutan. Jika produk rusak tersebut masih laku dijual, maka hasil
penjualannya diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan
yang menghasilkan produk rusak tersebut.
2. Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses
pengolahan produk, maka kerugian yang timbul sebagai akibat
terjadinya
produk
rusak
dibebankan
kepada
produksi
secara
keseluruhan, dengan cara memperhitungkan kerugian tersebut di dalam
tarif biaya overhead pabrik. Oleh karena itu, anggaran biaya overhead
pabrik yang akan digunakan untuk menentukan tarif biaya overheasd
pabrik terdiri dari elemen-elemen berikut ini :
Biaya bahan penolong
Rp xxx
Biaya tenaga kerja tak langsung
xxx
Biaya reparasi dan pemeliharaan
xxx
Biaya asuransi
xxx
Biaya overhead pabrik lain
xxx
Rugi produk rusak (hasil penjualan – harga pokok produk rusak)
xxx
Biaya overhead pabrik yang dianggarkan
Rp xxx
dan tarif biaya overhead pabrik dihitung dengan rumus berikut ini :
Tarif biaya overhead pabrik =
Biaya overhead pabrik yang dianggarkan
Dasar pembebanan
Jika terjadi produk rusak, maka kerugian yang sesungguhnya terjadi
didebitkan dalam rekening Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya.
Perlakuan produk rusak selain berdasarkan sifat kerusakannya (normal dan
abnormal), juga berdasarkan laku tidaknya produk rusak tersebut laku
dijual.
2.4.2.1 Produk Rusak Tidak Laku Dijual
Produk rusak tidak laku dijual terdiri dari dua bagian yaitu sebagai berikut:
1. Produk rusak tidak laku dijual dan sifatnya normal, harga pokok produk rusak
dibebankan pada produk selesai (sempurna) atau produk rusak dianggap
dihapuskan. Harga pokok produk sempurna jumlahnya bertambah, sedangkan
jumlah pembagi harga pokok produksi jumlahnya tetap yaitu sebanyak unit
produk sempurna. Dengan demikian maka harga pokok produk persatuan
menjadi bertambah.
Berikut ini pencatatan jurnal produk rusak tidak laku dijual yang sifatnya
normal :
¾ Mencatat pembebanan biaya pada proses produksi
Barang dalam proses-Biaya bahan baku
Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya overhead pabrik
Rp. xxx
Persediaan bahan baku
Rp. xxx
Biaya upah langsung
Rp. xxx
Biaya overhead dibebankan
Rp. xxx
¾ Mencatat harga pokok produk selesai ( produk jadi )
Persediaan produk jadi
Barang dalam proses-Biaya bahan baku
Rp. xxx
Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya overhead pabrik
Rp. xxx
(jumlah persediaan produk jadi sebesar harga pokok produk sempurna
ditambah harga pokok produk rusak normal).
¾ Mencatat harga pokok produk persediaan barang dalam proses
Persediaan barang dalam proses
Barang dalam proses-Biaya bahan baku
Rp. xxx
Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya overhead pabrik
Rp. xxx
2. Produk rusak tidak laku dijual dan sifatnya abnormal, harga pokok produk
rusak tidak boleh dikapitalisasikan ke dalam harga pokok produk sempurna
¾ Mencatat harga pokok produk selesai ( produk jadi )
Persediaan produk jadi
Barang dalam proses-Biaya bahan baku
Rp. xxx
Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya overhead pabrik
Rp. xxx
(jumlah persediaan produk jadi sebesar harga poko produk sempurna).
¾ Mencatat harga pokok produk yang tidak laku dijual
Rugi produk rusak
Barang dalam proses-Biaya bahan baku
Rp. xxx
Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya overhead pabrik
Rp. xxx
(jumlah rugi produk rusak sebesar harga pokok produk rusak).
2.4.2.2
Produk rusak laku dijual
Produk rusak laku dijual terdiri dua bagian yaitu sebagai berikut :
1. Produk rusak laku dijual dan terjadinya kerusakan pada batas normal hasil
penjual produk rusak yang diperlakukan sebagai :
a. Pengurang harga pokok produk selesai. Sesuai dengan pembebanan
produk rusak sebagai penambah harga pokok produk selesai, maka
penghasilan penjualan produk rusak diperlakukan sebagai pengurang harga
pokok produk selesai.
¾ Mencatat harga pokok produk selesai
Persediaan produk jadi
Barang dalam proses-Biaya bahan baku
Rp. xxx
Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya overhead pabrik
Rp. xxx
(jumlah persediaan produk jadi sebesar harga pokok produk sempurna
ditambah dengan harga pokok produk rusak).
¾ Mencatat hasil penjualan produk rusak
Kas/Piutang dagang
Persediaan produk jadi
Rp. xxx
Rp. xxx
b. Pengurang semua elemen biaya produksi. Perlakuan ini memerlukan
alokasi yang adil pada setiap elemen biaya produksi yang dialokasikan
sebagai pembanding setiap elemen biaya. Jurnal untuk alokasi biaya
penjualan produk rusak sebagai pengurang elemen biaya produksi sebagai
berikut :
Kas/ Piutang dagang
Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya bahan baku
Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya overhead pabrik
Rp. xxx
(akibat adanya pengurang elemen biaya produksi, maka elemen biaya
produksi yang dibebankan ke persediaan produk jadi akan berkurang ).
c. Pengurang biaya overhead pabrik (BOP). Perlakuan ini mengakibatkan
BOP menjadi pengurang apabila harga pokok produk rusak pada tingkat
tertentu relatif tinggi . Jurnalnya sebagai berikut :
Kas/ Piutang dagang
Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya overhead pabrik
Rp. xxx
(elemen BOP akan berkurang sebesar harga pokok produk rusak yang bisa
dijual, sehingga pembebanan elemen BOP kepda produk jadi menjadi
berkurang )
d. Penghasilan lain-lain, perlakuan ini tidak sesuai dengan perlakuan harga
pokok produk rusak yang menambah harga pokok produk selesai.
¾ Mencatat persediaan produk jadi
Persediaan produk jadi
Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya bahan baku
Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx
Barang dalam proses-Biaya overhead pabrik
Rp. xxx
(jumlah persediaan produk jadi sebesar harga pokok produksi
sempurna ditambah dengan harga pokok produk rusak).
¾ Mencatat hasil penjualan produk rusak
Kas / Piutang dagang
Rp. xxx
Pendapatan lain-lain
Rp. xxx
2. Produk rusak yang laku dijual dan terjadinya produk rusak diluar batas
normal, maka penghasilan dari penjualan produk rusak diperlakukan sebagai
pengurang rugi produk rusak. Jurnalnya sebagai berikut :
Kas / Piutang dagang
Rugi produk rusak
Rp. xxx
Rp. xxx
2.5
Pengaruh Aktivitas Pemeliharaan Alat-Alat Produksi Terhadap
Produk Rusak
Dalam perusahaan manufaktur, kelancaran proses produksi merupakan
hal yang sangat penting untuk dapat mencapai target produksi, oleh karena itu
maka segala sesuatu yang berkaitan dengan proses produksi baik langsung
maupun tidak langsung harus diperhatikan. Alat-alat produksi yang dipergunakan
dalam perusahaan, merupakan faktor penentu keberhasilan dalam proses produksi,
selain faktor bahan baku dan tenaga kerja langsung. Proses produksi bisa berjalan
dengan baik, jika alat-alat produksi dapat berjalan dengan lancar, normal dan
stabil. Oleh sebab itu alat-alat produksi selalu dalam keadaan baik pada saat
digunakan.
Untuk melaksanakan pemeliharaan dibutuhkan biaya, yaitu biaya
pemeliharaan. Dengan adanya biaya pemeliharaan, diharapkan alat-alat produksi
selalu dalam kondisi baik, sehingga proses produksi dapat berjalan dengan
sempurna, dan akan menghindarkan dari adanya produk yang tidak sesuai dengan
standar mutu. Pemeliharaan yang akan dilakukan dapat berupa pemeliharaan yang
bersifat preventive dan pemeliharaan yang bersifat corrective tergantung pada
kondisi perusahaan dan kondisi mesin yang dimiliki oleh perusahaan, akan tetapi
jenis-jenis pemeliharaan ini adalah suatu pilihan yang harus diambil perusahaan
apabila ingin menjaga asset secara baik yang mampu menjamin mesin berada
pada kondisi siap pakai dalam kegiatan proses produksi.
Biaya pemeliharaan merupakan biaya yang timbul akibat adanya
aktivitas pemeliharaan. Jika biaya pemeliharaan alat-alat produksi meningkat,
maka produk rusak akan menurun. Dan jika biaya pemeliharaan alat-alat produksi
menurun, maka produk rusak akan meningkat.
Download