perda Pemotongan Hewan Ternak

advertisement
PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH
NOMOR 44 TAHUN 2003
TENTANG
PEMOTONGAN HEWAN TERNAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PRABUMULIH,
Menimbang :
Mengingat :
a.
bahwa dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sejalan
dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan dalam rangka
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka perlu menetapkan
pedoman mengenai Pemotongan Ternak di Kota Prabumulih;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman tersebut diatas
dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Prabumulih
tentang Pemotongan Hewan Ternak.
1.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
2.
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 746, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4048);
3.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota
Prabumulih (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4113);
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);
6.
Keputusan Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusunan
Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undangundang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan
Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
70).
2
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PRABUMULIH
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN
DAERAH
KOTA
PEMOTONGAN HEWAN TERNAK.
PRABUMULIH
TENTANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
Daerah adalah Daerah Kota Prabumulih;
Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Prabumulih;
Walikota adalah Walikota Prabumulih;
Wakil Walikota adalahWakil Walikota Prabumulih
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kota Prabumulih;
Dinas adalah Dinas Pertanian Kota Prabumulih
Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertanian Kota Prabumulih;
Ahli adalah Dokter Hewan atau Tenaga Teknis tertinggi pada Dinas
Pertanian Kota Prabumulih;
Peternakan adalah Pengusaha Peternakan;
Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang di
pelihara maupun yang hidup secara liar;
Ternak Besar adalah Sapi, Kerbau dan Kuda;
Ternak Kecil adalah Kambing, Domba dan Babi peliharaan;
Ternak Unggas adalah Ayam, Itik dan sejenisnya;
Aneka Ternak adalah Burung Merpati, Puyuh, Kalkun, dan Kelinci;
Memotong Hewan adalah mematikan hewan dengan cara
memutuskan jalan darah yang besar dileher dan atau merusak jantung,
sehingga mengeluarkan darah sebanyak banyaknya dengan
menggunakan pisau yang ditentukan;
Pemotongan Darurat adalah, pemotongan hewan yang terpaksa harus
dilakukan karena kecelakaan, sehingga keadaannya sangat
menghawatirkan sakit, sehingga dihawatirkan akan mati dan
berpenyakit menular yang dapat menimbulkan bahaya penularan
kesehatan umum atau keamanan orang atau barang;
Pemotongan Untuk Usaha adalah, pemotongan yang bertujuan untuk
usaha dan atau mata pencaharian;
Pemotongan untuk Hajat adalah, pemotongan yang bertujuan hajat,
bukan untuk tujuan usaha atau mata pencaharian;
Retribusi adalah, Iuran yang dipungut karena memotong hewan.
BAB II
PERIZINAN
Pasal 2
(1)
Setiap usaha pemotongan hewan ternak untuk Kepentingan Sendiri
maupun Umum dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Walikota
atau Pejabat yang ditunjuk.
3
(2)
Izin sebagimana di maksud pada ayat (1) dapat berupa :
a.
Menyediakan Ternak Potong.
b.
Pekerjaan sebagai Pemotong hewan.
c.
Tempat memotong hewan.
d.
Pemasaran daging atau Pedagang daging.
(3)
Syarat-syarat dan tata cara pengajuan izin diatur lebih lanjut oleh
Walikota.
Pasal 3
(1)
Pemotongan hewan dapat dilakukan diluar Rumah Potong Hewan
setelah mendapat izin dari Walikota atau Pejabat yang ditunjuk
khusus.
(2)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan jika
pemotongan hewan tersebut dilaksanakan di Rumah Potong Hewan
akan mengakibatkan banyak kesulitan bagi pemotong.
Pasal 4
(1)
Pemotongan darurat dapat dilaksanakan di luar Rumah Potong
Hewan.
(2)
Jika pemotongan hewan secara darurat dilakukan, maka pemilik
hewan diwajibkan dengan segera melaporkan hal tersebut secara
tertulis kepada Kepala Dinas Pertanian atau Dokter Hewan dan atau
Petugas Kesehatan yang ditunjuk.
(3)
Setelah menerima pemberitahuan yang dimaksud ayat (2) Dokter
Hewan dan atau Petugas yang ditunjuk harus segera pergi ke tempat
dimana Pemotongan darurat itu dilakukan.
(4)
Hewan yang dipotong darurat diperiksa oleh Kepala Dinas Pertanian,
Petugas Kesehatan Hewan dan atau Juru Uji, maka pemilik hewan itu
diharuskan membawa hewannya itu ke Rumah Potong Hewan atas
petunjuk Kepala Dinas Pertanian atau Juru Uji.
Pasal 5
Badan hukum, orang atau yang berhak atas hewan yang mati tidak karena
dipotong di wajibkan dengan segera melaporkan dengan tertulis kepada
Kepala Dinas Pertanian atau Petugas Kesehatan ternak dengan menyebutkan
tempat hewan itu mati, selanjutnya Kepala Dinas Pertanian atau Petugas
Kesehatan hewan untuk segera datang ke tempat dimana tempat hewan mati
itu berada.
Pasal 6
(1)
Pekerjaan sebagi pemotong hewan harus dengan izin dari Walikota.
(2)
Izin yang dimaksud ayat (1) dapat diperoleh dengan mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Walikota melalui Kepala Dinas
Pertanian dengan Rekomendasi Camat setempat.
4
(3)
Dalam surat permohonan harus mencantumkan :
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
3.6.
Nama Pemohon.
Tempat dan Tanggal Lahir
Alamat Pemohon
Agama
Kebangsaan
Keterangan Kesehatan dari Dokter Pemerintah
Pasal 7
Izin sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) dapat dicabut apabila pemegang
izin melakukan pelanggaran terhadap ketentuan atau tidak memenuhi
kewajiban yang diatur dalam Surat Izin.
BAB III
RUMAH POTONG HEWAN
Bagian Pertama
Larangan
Pasal 8
(1)
Dilarang memasuki Rumah Potong Hewan tanpa izin Kepala Dinas
Pertanian atau Pejabat lain yang ditunjuk Walikota.
(2)
Di dalam Rumah Potong Hewan dilarang :
a.
Mengganggu Ketentraman.
b.
Melepaskan Anjing.
c.
Merokok ditempat yang telah diberi Peringatan secara tertulis
tidak boleh merokok.
d.
Membuang sampah, kotoran di luar tempat yang sudah
disediakan.
e.
Merusak bangunan atau perbuatan lain yang akan
mengakibatkan rusaknya bangunan tersebut.
f.
Melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengganggu
keamanan dan ketertiban di Rumah Potong Hewan.
Bagian Kedua
Pemeriksaan Hewan
Pasal 9
(1)
Setiap Hewan yang akan dipotong, harus terlebih dahulu diuji atau
diperiksa oleh juru uji.
(2)
Pemotongan dan pekerjaan yang berhubungan dengan pemotongan
dilaksanakan dibawah pengawasan juru uji dan sesuai dengan
petunjuk dan ketentuan yang berlaku.
(3)
Setelah dilakukan pemotongan, daging harus diuji kembali.
(4)
Pedoman mengenai tata cara pemotongan, pemeriksaan daging dan
pengambilan daging hasil pemotongan akan diatur lebih lanjut oleh
Walikota.
5
BAB IV
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 10
Dengan nama Retribusi Rumah Potong Hewan dipungut retribusi atas
pemakaian Rumah Potong Hewan.
Pasal 11
(1)
Objek Retribusi adalah hewan ternak yang dipotong di Rumah Potong
Hewan berupa ternak besar (Sapi, Kerbau dan Kuda), ternak kecil
(Kambing, Domba, Babi) dan ternak yang mempunyai nilai ekonomis.
(2)
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau Badan Hukum yang
menggunakan atau menikmati fasilitas/pelayanan RPH.
BAB V
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 12
Retribusi Rumah Potong Hewan termasuk golongan retribusi jasa usaha.
BAB VI
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 13
Tingkat penggunaan jasa diukur dengan cara menghitung jumlah hewan yang
dipotong.
BAB VII
PRINSIP YANG DIANUT DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN
BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 14
Prinsip yang dianut dalam penetapan besarnya tarif retribusi jasa usaha
didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak
sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis
yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
6
BAB VIII
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 15
Atas pemotongan hewan dirumah Potong Hewan, dikenakan retribusi sebagai
berikut :
NO
1.
JENIS TERNAK
Sapi, Kerbau, Kuda
RETRIBUSI
50 % dari harga daging as per kg
(bulan berjalan)
2.
Kambing, Domba
30 % dari harga daging as per kg
(bulan berjalan)
3.
Babi
35 % dari harga daging as per kg
(bulan berjalan)
4.
Unggas
0.5 % dari harga jual per ekor (bulan
berjalan)
BAB IX
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 16
Retribusi tentang Pemotongan Hewan Ternak dipungut di Wilayah Daerah.
BAB X
PEMUNGUTAN
Pasal 17
(1)
(2)
Pemungutan retribusi tidak dapat di alihkan kepada pihak ke – 3 (tiga)
Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi
Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan.
Pasal 18
(1)
(2)
(3)
Pemungutan retribusi dilakukan oleh Dinas Pertanian atau Instansi
yang ditunjuk oleh walikota.
Kepala Instansi pemungut, pengelola dan Instansi terkait lainnya
diberikan biaya pemungutan sebesar 5 % (lima persen) dari hasil yang
disetor ke Kas Daerah.
Pembagian biaya pemungutan diatur lebih lanjut oleh Walikota.
7
BAB XI
KERINGANAN, PENGURANGAN DAN PEMBEBASAN
RETRIBUSI
Pasal 19
(1)
Walikota dapat memberikan keringanan, pengurangan dan pembebasan
retribusi setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
(2)
Pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan retribusi dengan
memperhatikan kemampuan wajib retribusi.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 20
(1)
(2)
(3)
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Daerah ini diancam
dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling
banyak Rp. 2.500.000,- (Dua juta lima ratus ribu rupiah)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran.
Denda sebagaimana dimaksud ayat (1) disetor ke Kas Daerah.
BAB XIII
PENYIDIKAN
Pasal 21
(1)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah
diberikan wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan
penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah.
(2)
Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a.
Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan
atau laporan berkenaan dengan Tindak Pidana Retribusi Daerah
agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas.
b.
Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai
orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang
dilakukan sehubungan dengan Tindak Pidana Retribusi Daerah.
c.
Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau
Badan sehubungan dengan Tindak Pidana dibidang Retribusi
Daerah.
d.
Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah.
e.
Melakukan pengeledahan, untuk mendapat bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
f.
Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah.
g.
Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung
dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud pada huruf c.
h.
i.
j.
Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di
bidang Retribusi Daerah.
Memanggil orang untuk di dengar keterangannya dan di periksa
sebagai tersangka atau saksi.
Menghentikan penyidikan.
8
k.
(3)
Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan Tindak Pidana bidang Retribusi Daerah menurut
hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada
penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang di atur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Hal yang belum di atur dalam peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya akan di atur lebih lanjut oleh Walikota.
Pasal 23
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Prabumulih.
Ditetapkan di Prabumulih
pada tanggal 12 Desember 2003
WALIKOTA PRABUMULIH
RACHMAN DJALILI
Diundangkan di Prabumulih
pada tanggal 9 Februari 2004
SEKRETARIS DAERAH KOTA
PRABUMULIH,
ABDUL LATIEF MENDIWO
LEMBARAN DAERAH KOTA PRABUMULIH TAHUN 2003 NOMOR 2 SERI E
Download