3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware berupa laptop dan GPS. 3.3 Batasan Studi Batasan studi penelitian ini sampai pada tahap perencanaan tata ruang Situ Rawa Kelapa Dua Wetan. Perencanaan ini memiliki tujuan untuk mengembalikan fungsi awal Situ Rawa Kelapa Dua Wetan sebagai daerah resapan air dan penyangga banjir untuk wilayah Jakarta Timur dimana situ ini telah mengalami pendangkalan dan pencemaran dari limbah industri dan rumah tangga di sekitar situ sehingga mempengaruhi ekosistem perairan dari situ itu sendiri. Perencanaan lanskap yang dilakukan juga bertujuan untuk mengakomodasi aktivitas masyarakat sekitar maupun pengunjung situ seperti memancing dan budidaya ikan air tawar sesuai dengan daya dukung dari tapak. Batasan tapak secara administratif merupakan batas jalan terluar dari Kelurahan Kelapa Dua Wetan yang berbatasan dengan Kelurahan Cipayung, Munjul, dan Cibubur. Batas perencanaan pada tiga RW di Kelurahan Kelapa Dua Wetan yang paling dekat dan diduga berpengaruh pada kondisi Situ Rawa Kelapa Dua Wetan, yaitu RW 04, RW 08, dan RW 14 dengan luas total 30,67 Ha. 18 Gambar 3. Batas perencanaan tapak. 19 3.4 Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk penelitian perencanaan lanskap untuk konservasi daerah resapan air ini adalah metode survei dengan tahapan proses yang dimulai dari tahap persiapan, inventarisasi (survei tapak dan pengambilan data terkait penelitian), analisis, sintesis, hingga tahapan perencanaan. Berikut adalah proses perencanaan yang disusun berdasarkan beberapa tahapan : Persiapan Inventarisasi Analisis Sintesis Perencanaan Pernyataan keinginan Aspek FisikBiofisik Evaluasi Tapak Zona Inti Konservasi Air Hidrologi Topografi Jenis Tanah Penutupan Lahan Iklim Flora Fauna Tujuan Tapak Aspek Sosial Budaya Aspek Legal Peraturan Kebijakan RTRW Peta Foto Data Tapak Deskriptif Skoring Pemanfaatan Pengembang an Potensi Tapak Penanggulang Kendala dan Danger Signal Peta Deskriptif Tabel Diagram Konsep Zona Penyangga Zona Budidaya Ruang Vegetasi Sirkulasi Aktivitas dan Fasilitas Rencana Lanskap Rencana Program Konsep dan Rencana Blok Gambar 4. Tahapan penelitian. Tahapan penelitian yang akan dilakukan mencakup : a. Persiapan Pada tahap persiapan mencakup kegiatan penetapan tujuan perencanaan, penyusunan rencana kerja dan biaya, pengumpulan informasi 20 tentang program dari instansi. Berikut adalah data yang akan diambil untuk kelengkapan bahan penelitian : Tabel 1. Jenis data dan cara pengambilan. Jenis Data Bentuk Sumber Cara Pengambilan Sekunder Bappeda Studi Pustaka Curah Hujan Sekunder BMKG Studi Pustaka Suhu Sekunder BMKG Studi Pustaka Arah Angin Sekunder BMKG Studi Pustaka Kelembaban Udara Sekunder BMKG Studi Pustaka Intensitas Matahari Sekunder BMKG Studi Pustaka Badan Air Sekunder SDAP Studi Pustaka Batas Pasang Surut Sekunder SDAP Studi Pustaka Primer Lapangan Survei Lapang Primer Lapangan Survei Lapang Sekunder Bakosurtanal Studi Pustaka 6. Penutupan Lahan Primer Lapangan Survei Lapang 7. View Primer Lapangan Survei Lapang Habitat Primer Lapangan Studi Pustaka Spesies Primer Lapangan Survei Lapang 1. Pengguna Primer BPS Survei Lapang 2. Aktivitas Tapak Primer Wawancara Sekunder Internet Data Fisik 1. Lokasi, batas, luas, dan Aksesibilitas 2. Iklim 3. Hidrologi Kadar dan Unsur yang terkandung dalam air Kedalaman 4. Jenis Tanah Jenis dan karakteristik umum, 5 Topografi Data Biofisik Satwa dan Vegetasi Data Sosial Data Legal Peraturan dan Kebijakan Studi Pustaka Terkait Penelitian 21 b. Inventarisasi Tahap inventarisasi dilakukan dengan pengumpulan data awal yang berupa data primer dan data sekunder serta penghayatan tapak (feel of the land). Data primer didapatkan dari hasil survey lapang dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka yaitu buku-buku acuan, laporan terdahulu dan pustaka lainnya yang dapat mendukung ruang lingkup penelitian. Data yang diambil meliputi data dari aspek fisik dan biofisik, aspek sosial budaya, dan aspek legal berupa peraturan dan kebijakan yang terkait penelitian. Pada tahap inventarisasi aspek fisik dan biofisik yang dikumpulkan berupa data hidrologi, topografi (kemiringan lahan), jenis tanah, penutupan lahan, iklim, dan flora fauna serta aksesibilitas, batas wilayah, dan lokasi administratif Situ Rawa Kelapa Dua Wetan. Aspek sosial budaya mencakup kepadatan penduduk, keberadaan situ terhadap perekonomian serta budaya masyarakat sekitar. Sedangkan aspek legal mencakup peraturan dan kebijakan yang terkait penelitian berupa UU dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Data primer yang diperoleh berupa pengamatan langsung dan pengukuran tapak, hasil Wawancara dilakukan wawancara, untuk dan memperoleh penyebaran informasi kuisioner. yang dapat mendukung kegiatan penelitian terhadap pihak-pihak terkait, seperti pihak pemerintah kota Jakarta Timur, PU bagian Sumber Daya Air (SDA), Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) Jakarta Timur, dan pihak-pihak lainnya. Penyebaran kuisioner dilakukan terhadap beberapa pengunjung tapak untuk mengetahui persepsi pengunjung terhadap tapak. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari berbagai instansi dan pihak terkait tapak dan penelitian berupa peta, data tabel, maupun diagram. Beberapa data yang dicari diperoleh dari berbagai instansi terkait yang mempunyai informasi yang penting untuk kelangsungan penelitian serta hasil penelusuran studi pustaka terkait situ. Data yang diperlukan 22 berupa data yang terkait aspek fisik, sosial, dan legal. Beberapa aspek fisik yang akan dikumpulkan antara lain : a) Lokasi dan aksesibilitas Merupakan informasi mengenai lokasi administratif, batas, luas, dan akses menuju tapak. Informasi ini diperoleh berdasarkan studi pustaka dan pengamatan lapang berupa kondisi eksisting pada tapak. b) Hidrologi Data hidrologi yang diperlukan antara lain informasi mengenai inlet dan outlet situ, titik pasang surut dari Situ Rawa Kelapa Dua Wetan dan data mengenai kualitas situ serta data mengenai daerah yang memiliki potensi rawan bencana banjir. Data mengenai kualitas situ diperoleh berdasarkan pengamatan lapang dan lewat uji laboratorium terhadap sample yang diambil secara acak pada tapak. Data ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencemaran yang terjadi di situ. Selain itu, peta potensi rawan banjir juga dapat menjadi pertimbangan mengenai perencanaan yang akan dilakukan pada tapak. c) Topografi Merupakan data mengenai kemiringan lahan pada tapak. Berikut adalah klasifikasi kemiringan lahan berdasarkan Arsyad (2006) : Tabel 2. Klasifikasi kemiringan lahan. Relief Lereng (%) Datar 0-3 Berombak/Landai 3-8 Bergelombang/Agak miring 8-15 Berbukit/Miring 15-30 Agak Curam 30-45 Curam 45-65 Sangat Curam >65 23 d) Jenis tanah Merupakan informasi mengenai jenis tanah yang terdapat pada batas perencanaan. Informasi ini diperoleh dari Bakosurtanal. e) Iklim Merupakan informasi mengenai suhu, intensitas curah hujan, kelembaban, dan kecepatan angin yang terdapat pada lokasi. Data mengenai iklim ini diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG). f) Penutupan lahan Merupakan informasi mengenai penutupan lahan yang dibedakan berdasarkan kategori area terbangun, area hijau, lahan kosong, dan badan air. Berdasarkan penutupan lahan maka dapat ditentukan penggunaan lahan yang terdapat pada tapak. g) Kualitas Visual Merupakan informasi mengenai kualitas visual yang terdapat pada tapak. Kualitas visual terbagi menjadi dua yaitu, kualitas baik (good view) dan kualitas yang kurang baik (bad view). Kualitas visual yang baik pada tapak dapat berpotensi menjadi bingkai pemandangan bagi pengunjung sehingga dapat memberikan kesan indah. Kualitas yang kurang baik dapat mengurangi nilai estetika pada tapak sehingga sebaiknya kualitas visual yang kurang baik dapat diberi penghalang atau diperbaiki sehingga memberikan kulitas visual yang baik bagi pengunjung tapak. h) Sarana, prasarana, dan infrastruktur eksisting Merupakan informasi mengenai keadaan serta sarana, prasarana, dan infrastruktur penunjang yang berada pada kawasan eksisting. Aspek biofisik mencakup vegetasi dan satwa dimana dilakukan pengumpulan terhadap informasi mengenai vegetasi dan satwa yang terdapat di tapak berdasarkan survei lapang yang kemudian dispasialkan persebarannya serta kuantitas vegetasi dan satwa yang ditemukan pada kondisi eksisting. 24 Data terkait aspek sosial antara lain mengenai kepadatan penduduk wilayah Ciracas, jumlah penduduk di Kelurahan Kelapa Dua Wetan berikut perbandingan laki-laki dan perempuan yang diperoleh dari kelurahan setempat, mata pencaharian, dan budaya serta aktivitas yang dilakukan pada tapak berdasarkan informasi yang diperoleh dari instansi pemerintahan seperti bappeda dan data kelurahan. Data populasi akan dispasialkan untuk mengetahui persebaran populasinya dan menganalisis pengaruhnya terhadap kelestarian situ. Selain itu, informasi mengenai titik aktivitas pengunjung pada tapak juga dapat menjadi acuan bagi perencanaan yang dilakukan. Informasi yang diperoleh dari hasil kuisioner yang disebarkan kepada 30 responden pengunjung tapak akan dianalisis mengenai persepsi responden terhadap situ dan harapan mengenai keberadaan situ di masa yang akan datang. Hal ini menjadi gambaran mengenai perancanaan yang dilakukan. Aspek legal dilakukan melalui studi pustaka terkait keberadaan dan kelestarian situ serta bagaimana seharusnya tata ruang pada situ. Berdasarkan studi pustaka terdapat dua UU yang dapat dijadikan acuan bagi perencanaan situ, yaitu PP No. 47 Tahun 1997 dan RTRW Kota Administratif Jakarta Timur. c. Analisis Analisis dilakukan pada data yang sudah terkumpul yang mencakup penilaian berbagai aspek. Data fisik dan sosial dianalisis secara kualitatif. Pada tahap analisis akan dilakukan evaluasi tapak secara deskriptif, skoring, maupun overlay beberapa peta terkait. Hasil dari tahap analisis berupa potensi yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan serta penanggulangan kendala dan danger signal sehingga didapatkan suatu zonasi yang akan disintesis lebih lanjut. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Administratif Jakarta Timur, dimana pemanfaatan tata ruang terbagi berdasarkan fungsi yaitu kawasan resapan air, kawasan sekitar situ sebagai kawasan penyangga (buffer) dan kawasan budidaya maka pembagian 25 zonasi kawasan perencanaan dibagi menjadi tiga, yaitu zona inti (resapan), zona penyangga (buffer), dan zona pemanfaatan. Metode analisis yang dilakukan adalah : Analisis skoring berdasarkan kriteria kawasan resapan air yang terdapat pada RTRW Jakarta Timur yaitu kriteria daerah resapan air dan kriteria kawasan pemanfaatan. Berdasarkan RTRW Jakarta Timur suatu kawasan dinyatakan sebagai daerah resapan air apabila memiliki kriteria sebagai berikut : Tabel 3. Kriteria Kawasan Resapan Air (RTRW Jakarta Timur) . No Kriteria Sesuai (3) 1 Kawasan dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1000 mm/tahun Distribusi CH >2000 mm/tahun 2 Lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuran minimal 1/16 mm 3 Kelerengan kurang dari 15%; Pasir halus yang lebih mudah menyerapkan air ke dalam tanah Kelerengan 08% Skor Cukup Sesuai (2) Distribusi CH antara 10002000 mm/tahun Kurang Sesuai (3) Distribusi CH kurang <1000 mm/tahun Tanah berupa lempung Tanah berupa liat Kelerengan 915% Kelerengan > 15% Pengembangan kawasan pemanfaatan (pemukiman) memiliki beberapa kriteria diantaranya adalah : Tabel 4. Kriteria kawasan pemanfaatan (RTRW Jakarta Timur). Skor No Kriteria Sesuai (3) Cukup Sesuai (2) Kurang Sesuai (3) 1 Kemiringan lereng < 15%. Kelerengan 08% Kelerengan 915% Kelerengan >15% 2 Ketersediaan air terjamin Sumur dan air tanah tersedia dengan baik pada musim hujan dan pada musim kemarau Sumur dan air tanah tersedia namun jumlahnya sedikit Sumur dan air tanah mengalamike keringan pada musim kemarau 26 3 Tidak berada pada daerah resapan air dan rawan bencana Tidak terdapat bangunan maupun perkerasan yang dapat menghambat masuknya air ke dalam tanah Terdapat bangunan di beberapa titik yang sifatnya tidak mengganggu proses peresapan air ke dalam tanah serta tidak melebihi daya dukung sebagai kawasan resapan air Banyak bangunan liar dan perkerasan yang tidak seharusnya berada di sekitar kawasan resapan air. 4 Berada dekat dengan pusat kegiatan Dekat dengan pusat kegiatan dan perkotaan Agak jauh dari perkotaan tapi masih terdapat akses menuju ke perkotaan Jauh dari pusat kegiatan dan perkotaan 5 Aksesibiltas dan sirkulasi transportasi baik dan berorientasi langsung ke jalan arteri/kolektor Dapat diakses dengan mudah dari berbagai jalur arteri maupun kolektor Cukup mudah diakses dari beberapa jalur arteri Sulit untuk diakses dari jalur arteri Berdasarkan PP No. 47 tahun 1997 dimana kawasan sekitar situ merupakan kawasan yang berguna bagi kelangsungan fungsi situ dengan kriteria sepanjang tepian situ dengan lebar proporsional antara 50-100 meter ke arah daratan dari titik pasang tertingginya. Analisis kawasan penyangga merupakan hasil overlay antara peta penutupan lahan, peta hidrologi yang merupakan batas pasang dan surut serta ideal kawasan penyangga berdasarkan PP No. 47 Tahun 1997 yang dispasialkan. Berikut adalah kriteria skoring yang terhadap peta penutupan lahan : 27 Tabel 5. Kriteria penilaian potensi kawasan penyangga. No 1 Kriteria Penutupan dan penggunaan tapak Sesuai (3) Area terbuka hijau mampu menunjang kelangsungan fungsi dan mendukung keberadaan situ menjadi kawasan resapan air Skor Cukup Kurang Sesuai (2) Sesuai (3) Lahan kosong Area yang dapat terbangun difungsikan yang berada optimal di sekitar situ sebagai berupa puing kawasan dan resapan air perkerasan dengan yang tidak ditanami terpakai dapat vegetasi, selain dijadikan area itu, lahan pendukung di kosong di sekitar sekitar kawasan pemukiman penyangga dapat dijadikan lapangan Berikut adalah kriteria penilaian yang mendukung kawasan Situ Rawa Kelapa Dua Wetan sebagai kawasan rekreasi bagi pengunjung situ : Tabel 6. Kriteria penilaian pendukung rekreasi di kawasan lindung. No 1 Kriteria Kenyamanan tapak Sesuai (3) Suhu rendah (24-26 C), terdapat naungan yang membuat pengunjung dapat menikmati situ dengan nyaman Skor Cukup Sesuai (2) Suhu sedang (27-29 C), kurang terdapat naungan sehingga membuat pengunjung kurang nyaman berada lama di tapak Kurang Sesuai (3) Suhu tinggi (>29 C), tidak terdapat naungan pada tapak. 28 2 Kualitas Visual Tidak terdapat penghalang ke arah pemandangan situ Kurang adanya penataan ruang yang dapat membingkai pemandangan ke arah situ sehingga membuat pengunjung tahan berlamalama di situ Terdapat penghalang baik berupa tembok penghalang dan vegetasi yang letaknya kurang beraturan serta kondisi lingkungan yang kurang bersih sehingga menyebabkan kualitas visual menjadi buruk 3 Aktivitas pengunjung dan penggunaan tapak Aktivitas rekreasi (pemancingan) dan budidaya ikan yang sesuai dengan daya dukung kawasan sebagai daerah resapan air dan tidak menimbulkan kerusakan serta pencemaran di masa yang akan datang Aktivitas pengunjung dan penggunaan tapak hampir melebihi batas daya dukung kawasan dan dapat menimbulkan kerusakan di masa yang akan datang Aktivitas pengunjung dan penggunaan tapak telah melebihi daya dukung serta menyebabkan kerusakan dan pencemaran di masa yang akan datang seperti pemakaian bahan kimia berlebih dan membuang sampah atau limbah ke situ Analisis spasial merupakan analisis untuk mendapatkan tata ruang pada kawasan Situ Rawa Kelapa Dua Wetan untuk pelestarian kawasan serta tata ruang yang dapat mengakomodasi kegiatan rekreasi masyarakat sekitar situ. Hasil analisis skoring kemudian dispasialkan dan di-overlay untuk mengetahui bagian situ yang sesuai, cukup sesuai, dan kurang sesuai. Selain itu, peta hidrologi dan penutupan lahan di-overlay menghasilkan peta kesesuaian kawasan penyangga berdasarkan PP No. 47 Tahun 1997 pasal 3 mengenai kriteria kawasan penyangga bagi daerah resapan air seperti situ, yaitu daratan sepanjang tepian situ dengan lebar proporsional antara 50-100 meter ke arah darat dari titik pasang tertinggi. 29 Analisis deskriptif merupakan analisis yang digunakan untuk data sarana, prasarana serta infrastruktur yang tedapat di kawasan (eksisting) dengan menbuat penjelasan secara deskriptif. Data spasial seperti sebaran vegetasi, satwa, dan populasi serta tingkat aktivitas pengunjung terhadap tapak dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis disajikan dalam bentuk peta dan penjelasan tertulis. d. Sintesis Pada tahap sintesis hasil analisis yang telah diperoleh membagi kawasan penelitian menjadi tiga zona, yaitu zona kawasan lindung, zona kawasan penyangga, dan zona kawasan pemanfaatan. Zona inti diperoleh berdasarkan titik pasang tertinggi dari tapak ke arah daratan sesuai dengan PP No. 47 Tahun 1997. Zona penyangga merupakan pembatas antara zona inti dan zona budidaya. Zona penyangga dipenuhi vegetasi yang berfungsi untuk mendukung zona inti agar dapat diperthankan sesuai fungsinya. Zona pemanfaatan merupakan zona pengembangan yang diperuntukkan bagi kebutuhan masyarakat. Pembagian zona ini dilakukan agar Situ Rawa Kelapa Dua Wetan dapat tetap mempertahankan keberadaan dan kelestarian fungsinya. Hasil tahap sintesis berupa konsep dasar perencanaan dan rencana blok. e. Perencanaan Pada tahap perencanaan konsep dasar akan dikembangkan menjadi konsep tata ruang, konsep vegetasi, konsep sirkulasi, dan aktivitas serta fasilitas pendukung yang akan direncanakan pada tapak. Hasil dari tahap perencanaan ini berupa rencana lanskap secara keseluruhan dan rencana program pendukung. Pada rencana lanskap disertakan potongan dan ilustrasi mengenai rencana yang akan diterapkan pada tapak. 30