KEANEKARAGAMAN KEMUKUS DI JAWA NIKEN KUSUMARINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman Kemukus di Jawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016 Niken Kusumarini NIM G353120171 RINGKASAN NIKEN KUSUMARINI. Keanekaragaman Kemukus di Jawa. Dibimbing oleh NUNIK SRI ARIYANTI dan MIEN AHMAD RIFAI. Kemukus (Piper cubeba L.f.) merupakan tanaman obat dan rempah dari suku lada-ladaan (Piperaceae). Karakter diagnosis tanaman ini adalah buah yang bertangkai dan beraroma rempah. Jenis Piper lainnya yang disebut dengan kemukus semu (Piper caninum Blume) juga memiliki karakter buah bertangkai dan sering ditemukan di habitat yang sama dengan kemukus tetapi buahnya tak beraroma. Buah kemukus bernilai tinggi sebagai komoditas ekspor, namun saat ini pembudidayaannya terbatas pada daerah tertentu di Jawa, serta variasinya belum dideskripsikan. Karakterisasi kemukus perlu dilakukan dalam rangka menyeleksi dan mengembangkan kultivar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan variasi kemukus dan kemukus semu di Jawa dan mengelompokkannya berdasarkan karakter yang diamati. Spesimen kemukus dan kemukus semu dikoleksi dari perkebunan skala kecil dan pekarangan rumah pada enam kabupaten di Jawa Tengah. Karakter morfologi meliputi struktur vegetatif dan generatif, serta karakter anatomi daun yang diamati digunakan untuk mendeskripsikan dan mengelompokkan spesimen. Sebanyak 35 karakter terpilih dianalisis menggunakan koefisien simple matching pada Unweighted Pair-Group Method with Aritmetic Average (UPGMA) untuk mengelompokkan spesimen kemukus dan kemukus semu. Kemukus dapat dibedakan dari kemukus semu melalui karakter warna pucuk magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan, daun penumpu cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan; tekstur daun menjangat; bentuk daun pada cabang lateral menjorong, menjorong melanset dan melonjong; tipe perbungaan menyilinder; braktea kuning, perlekatan duduk, menyirap; indumen gundul; buah bertangkai lebih panjang, bentuk membulat, berperikarp tebal, indumen gundul, rasa pedas dan pahit, beraroma rempah; warna buah saat muda hijau atau cokelat kekuningan, dewasa cokelat atau hijau zaitun, dan saat masak jingga atau jingga kecokelatan; serta tekstur buah kering keriput. Anatomi daun kemukus berbeda dari kemukus semu berdasarkan stomata siklositik, tidak adanya trikom sederhana pada permukaan abaksial daun, dan sel idioblas dijumpai pada jaringan hipodermis atas dan bawah, serta pada jaringan bunga karang. Sedangkan karakter anatomi daun kemukus semu meliputi stomata tetrasitik dan anisositik, ada trikom sederhana pada permukaan abaksial daun, dan sel idioblas dijumpai pada hipodermis atas dan bawah, tetapi tidak ditemukan pada jaringan bunga karang, serta tidak ada sel idioblas yang sangat besar. Spesimen kemukus dibagi menjadi tiga kelompok yang terpisah dengan kelompok kemukus semu. Kelompok kemukus dapat diidentifikasi berdasarkan karakter pangkal daun, tepi daun, tekstur kulit buah, dan warna buah. Kelompok I yang berasal dari Kendal, Magelang, Semarang, dan Purworejo serta Kelompok III yang berasal dari Semarang sama-sama memiliki karakter buah dewasa berwarna hijau zaitun sehingga disebut dengan kemukus hijau, sedangkan Kelompok II berasal dari Purworejo dan memiliki buah dewasa berwarna cokelat atau jingga kecokelatan sehingga disebut kemukus merah. Kemukus hijau dan merah diusulkan sebagai dua kultivar lokal kemukus yang berbeda yakni Kemukus ‘Hijau’ dan Kemukus ‘Merah’. Kemukus ‘Hijau’ dari Kelompok I diusulkan untuk dikembangkan menjadi kultivar turunan esensial karena memiliki sifat karakter seleksi yang lebih banyak. Karakter seleksi dan sifat karakternya yang dapat membantu pengembangan cultivated variety (kultivar) meliputi tipe cabang lateral (horizontal vs. menggantung), produksi pucuk lateral (banyak pucuk vs. sedikit pucuk), indeks perbungaan (tinggi vs. rendah), tipe perbuahan (rapat vs. jarang), jumlah buah per perbuahan (>30 vs. ≤24), warna buah muda (hijau vs. cokelat kekuningan), dan warna buah dewasa (hijau zaitun vs. cokelat atau jingga kecokelatan). Kemukus yang dibudidayakan di Jawa memiliki variasi yang dapat dikembangkan menjadi kultivar, namun budi daya kemukus saat ini terus-menerus menurun dan lahan budi daya semakin sempit. Oleh karena itu, perlu upaya pelestarian keanekaragaman kemukus. Kata kunci: kemukus, kemukus semu, Piper caninum , Piper cubeba, Piperaceae SUMMARY NIKEN KUSUMARINI. Diversity of Cubeb in Java. Supervised by NUNIK SRI ARIYANTI and MIEN AHMAD RIFAI. Cubeb (Piper cubeba L.f.) is a medicinal and spice plant from the piper family (Piperaceae). The stalked fruit and spicy fragrance are the most important diagnostic character for this plant. However, other species called false cubeb (Piper caninum Blume) has diagnostic character of stalked fruit also and often occurs in the same habitat of cubeb but its fruit has no fragrance. The fruits of cubeb were a high valued export comodity for essential oil, however it is now cultivated only at limited area in Java; and its varieties have not been described yet. Characterization of traits is required in the selecting and developing cultivars. The aims of this research were to describe variation of the cubeb and false cubeb in Java and to group them based on the observed characters. The specimens of cubeb and false cubeb were collected from small scale plantations and home gardens at six districts in Central Java. The morphological characters of vegetative and generative structure, and the anatomical characters of leaves were observed for describing and grouping the specimens. Total of 35 selected characters were analized using simple matching coefficient of Unweighted Pair-Group Method with Aritmetic Average (UPGMA) to group the specimens of cubeb and false cubeb. The cubebs could be distinguished from the false cubebs based on the greyish magenta to reddish brown shoots, purplish brown to greyish brown stipules, coriaceous leave; ellipse, lanceolate-ellipse, and oblongate lamina of lateral branch leaves; cylidrical inflorescenses; sessile, imbricate, yelow, and glabrous bracts; the fruits are long stalked, spicy fragrance, globose, and glabrous; the immature fruits are green or yellowish brown, the mature fruits are brown or olive green, and the ripe fruits are orange or brownish orange; the pericarps are thick, spicy, bitter taste, and wringkled when it is dry. The leaves anatomy of cubebs are different from those of the false cubeb based on the cyclocytic stomata, the absence of simple trichome on the abaxial surface, and the idioblast cells which are found in both upper and lower hypodermal and sponge tissue. On the other hand, the leaves anatomy of false cubeb has tetracityc and anisocytic stomata, simple trichomes on abaxial surface, the idioblast cells which are found in upper and lower hypodermal but absent in the sponge tissue, and has no large idioblast cells. The specimens of cubeb are divided into three groups that separated from those of the false cubeb. These groups of cubeb are identified based on the leaf base, the leaf margin, the texture of fruits, and the colour of fruits. Group I (which is from Magelang, Semarang, and Purworejo) and Group III (which is from Semarang) has olive green fruits when mature so that it called green cubeb (kemukus hijau), while Group II which is from Purworejo and has brown or brownish orange so that it called red cubeb (kemukus merah). The green cubeb and the red cubeb were proposed as two different local varieties: the cubeb ‘Hijau’ and the cubeb ‘Merah’. The green cubeb from Group I is preferable to be developed for cultivar because it has more characters for selection. The characters and its state characters that may usefull for developing a cultivated variety (cultivar) are type of lateral branch (horizontal vs. pendant), lateral shoot production (many shoots vs. less shoot), inflorescense index (high vs. low), type of infruitescense (dense vs. sparse), number of fruit per infructescense (>30 vs. ≤24), colour of immature fruit (green vs. yelowish brown), and colour of mature fruit (olive green vs. brown or brownish orange). The cubebs cultivated in Java have morphological variation which is potentially developed to be cultivated variety, unfortunately there is a declining trend in the areas where the cubebs are cultivated. Therefore efforts are required to conserve the diversity of the cubebs. Keywords: cubeb, false cubeb, Piper caninum, Piper cubeba, Piperaceae © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB KEANEKARAGAMAN KEMUKUS DI JAWA NIKEN KUSUMARINI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Rugayah, MSc Herbarium Bogoriense, Divisi Botani Pusat Penelitian Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibinong Science Center, Cibinong PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini ialah keanekaragaman, dengan judul Keanekaragaman Kemukus di Jawa. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nunik Sri Ariyanti MSi dan Prof Mien Ahmad Rifai, PhD selaku pembimbing, serta Dr Rugayah, MSc yang telah banyak memberi saran. Terima kasih kepada Dr Himmah Rustiami, MSc atas diskusi yang mencerahkan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para pengajar di Program Studi Biologi Tumbuhan atas ilmu, pengalaman, bimbingan, dan nasihat. Penghargaan penulis sampaikan kepada beberapa warga dan petani yaitu Ibu Yuli Rahmawati, Bapak Rusmi, dan Bapak Chayat Machrus beserta keluarga di Kabupaten Magelang; Ibu Sumirah, Sdri Ningrum, dan Bapak Misran beserta keluarga di Kabupaten Purworejo; Sdri Wariyanti dan Sdri Novita Laelly beserta keluarga di Kabupaten Kendal; Bapak Edi, Bapak Margono, dan Bapak Muhammad beserta keluarga di Kabupaten Semarang; Sdri Dyah Ika PWA, Sdr Aris, dan Bapak Darman beserta keluarga di Kabupaten Jepara; Sdri Verawati Sanjoyo, Sdri Trie Utami, Sdri Rini Susanti, Sdri Diki Danar TW, dan Sdr Sugeng Riyanto BU yang telah membantu dalam pengumpulan koleksi dan informasi; serta Bapak Bachroni yang tergabung dalam Bina Agro Mandiri Jogjakarta yang telah membantu penulis selama pengumpulan data; Sdr Abdu Robbir RK atas bantuan literatur. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah mendanai penelitian ini melalui Beasiswa Unggulan 2012. Terima kasih saya sampaikan pula kepada Bapak/Ibu pimpinan instansi berikut: Herbarium Bogoriense, Kebun Raya Bogor, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) Bogor, Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BP2TO2T) Karanganyar atas ijin penelitian. Ungkapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, adik-adik, Pakde dan Bude Sunyowo, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya serta teman-teman Program Magister BOT angkatan 2012, rekan-rekan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan IPB, dan keluarga Pondok Malea Atas Bogor. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2016 Niken Kusumarini DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN ix 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian 1 1 2 2 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kemukus Fenologi Piper Distribusi dan Budi Daya Kemukus Manfaat Kemukus Perdagangan Kemukus 3 3 3 4 4 7 3 METODE Waktu dan Lokasi Pengambilan Spesimen Karakterisasi dan Deskripsi Variasi Morfologi Pengamatan Anatomi Daun Pengelompokan Koleksi 9 9 9 9 10 4 HASIL Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu Anatomi Daun Kemukus dan Kemukus Semu Pengelompokan Koleksi Kemukus dan Kemukus Semu Deskripsi Kemukus dan Kemukus Semu Perbandingan Kelompok Infraspesies Kemukus 11 11 25 29 33 37 5 PEMBAHASAN Perbedaan Kemukus dan Kemukus Semu Potensi Pemanfaatan Kemukus Semu Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu Potensi Pengembangan Kultivar Lokal Kemukus Karakter Seleksi Kemukus Konservasi Kemukus 39 39 40 41 43 44 45 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran 47 47 47 DAFTAR PUSTAKA 48 LAMPIRAN 54 RIWAYAT HIDUP 63 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 Lokasi tempat pengambilan spesimen kemukus dan kemukus semu Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu Perbandingan anatomi daun kemukus dan kemukus semu Perbandingan kelompok infraspesies kemukus bersasarkan karakter generatif dan vegetatif 5 Daftar check list perbandingan kelompok kemukus dengan karakter seleksi (*sifat penciri produktivitas dan kualitas buah) 9 12 26 37 37 DAFTAR GAMBAR 1 Manfaat buah kemukus sebagai bumbu masakan dan minuman diperjualbelikan dalam bentuk utuh (www.notonthehighstreet.com) (A), serbuk (www.amazon.co.uk) (B), dicampur dalam bumbu kari (www.amazon.com) (C), raz el hanout (www.secretsfinefood.com) (D), dan ekstrak (www.drinkaddition.com) (E) 2 Macam-macam hasil olahan makanan dan minuman yang menggunakan bumbu dari buah kemukus: gulai/kari (www.miramarindonesia.com) (A), kebab (miansari66.blogspot.id) (B), pai (www.realsimplefood. wordpress.com) (C), es krim (www.lisaiscooking.blogspot.co.id) (D), biskuit (www.salthouseandpeppermongers.com) (E), dan minuman (www.tumblr.com; www.lostpastremembered.blogspot.co.id) (F, G) 3 Motif isen-isen kemukus (www.modelbajubatik.org.) 4 Pemanfaatan kemukus di bidang industri: rokok (www. legendaryauctions.com) (A), minuman beralkohol (www.fandbi.com; www.bombaysaphire.com) (B, C), dan parfum (www.fragrantica.de; www.johnvarvatos.com) (D, E) 5 Perawakan pada kemukus dan kemukus semu. Tipe cabang terdiri atas batang memanjat (1), cabang lateral (2), dan cabang menjalar (3). 6 Batang kemukus berindumen gundul (A) sedangkan batang kemukus semu berindumen gundul (B) dan meroma (anak panah) (C) 7 Warna pucuk: hijau muda (A) dan magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan (B). Warna akar panjat: cokelat kemerahan pada kemukus (C) dan cokelat muda pada kemukus semu (D). 8 Tipe cabang lateral: horizontal (A) dan menggantung (B). Produksi pucuk lateral: sedikit (C) dan banyak (D). 9 Indumen tangkai daun: gundul (A) dan meroma (B) 10 Indumen permukaan bawah daun: gundul (A) dan meroma (B). Tekstur daun: menjangat-kusam (C), menjangat-mengkilap (D), dan seperti kertas-kusam (E). 11 Bentuk helaian daun: membundar telur (A), membundar telur melanset (B), menjorong melanset (C), menjorong (D), dan melonjong (E). Gambar dimodifikasi dari IPGRI 1995. 5 5 6 7 14 14 14 15 16 17 17 12 Pangkal daun: menyerong (A), membaji asimetri (B), membundar (C), menjantung (D) (gambar diambil dari IPGRI 1995), dan membaji simetri (E) (gambar oleh penulis) 13 Tepi daun: rata (A) dan mengombak (B). Gambar diambil dari IPGRI (1995). 14 Ujung daun: meruncing (A) dan melancip (B). Gambar oleh penulis. 15 Tipe pertulangan daun: kampilodromus (A) dan akrodromus (B) (IPGRI 1995). Variasi posisi pangkal anak tulang daun terujung: berpangkal pada 1/10 panjang helai daun (C), berpangkal pada 1/5 panjang helai daun (D), dan berpangkal pada >1/5 panjang helai daun (E). Nilai diperoleh dari perbandingan jarak anak tulang daun terujung terhadap pangkal daun (x) dan panjang helai daun (y). 16 Postur longitudinal daun (barisan atas): rata (A), berliuk (B), dan tergulung balik (C). Postur transversal daun (barisan tengah dan bawah): rata (D), berujung meruncing ke bawah (E), terlengkung balik (F), membusur (G). 17 Morfologi daun penumpu pada kemukus (A, C, E) dan kemukus semu (B, D, F). Batang memanjat (A, B) memiliki daun penumpu yang memelepah dan luruh saat daun tumbuh dewasa, sedangkan daun penumpu pada cabang lateral (C, D) menyelaput bumbung dan luruh setelah kuncup daun membuka (E), terkadang masih terlihat menempel hingga kuncup daun membuka (F). 18 Bentuk perbungaan: kerucut (A), menyilinder pendek (B), dan menyilinder panjang (C) 19 Bentuk braktea: membundar telur sungsang (A) dan membundar (B). Tipe perlekatan dan susunan braktea: duduk-menyirap (C) dan memerisai-saling bebas (D). 20 Tahap perkembangan braktea kemukus semu (P. caninum Blume) yang terlihat duduk pada perbungaan muda (A), mulai terlihat memerisai dan bertangkai pada perbungaan dewasa (B), dan berkanjang pada perbuahan (C) 21 Indumen braktea: gundul (A) dan berbulu balig (B). Warna braktea: kuning (C) dan hijau (D). 22 Perbungaan betina kemukus (A, B) memiliki putik bercuping 3, 4, dan 5; perbungaan kemukus semu (C dan D) memiliki putik bercuping 2, 3, dan 4 serta 2 dan 3 23 Tipe perbuahan: renggang (A) dan rapat (B). Orientasi perbuahan: lurus (C), bengkok (D). Bentuk buah: membulat telur (E) dan membulat (F). Pangkal buah: menggasing (G) dan mementol (H). Panjang tangkai buah: sangat pendek (≤0.18 cm) (I), pendek (0.23-0.5 cm) (J), dan panjang (>0.5 cm) (K). 24 Perubahan warna selama pematangan dari buah muda-dewasa-masak pada kemukus (A, B, C, D) dan kemukus semu (E) 25 Tekstur kulit buah segar: mengkilap (A) dan kusam (B). Tekstur kulit buah kering: keriput (C) dan mulus (D). Indumen buah: gundul (E) dan berbulu balig (F). Sayatan membujur buah berperikarp tipis ≤0.4 mm (G) dan tebal ≥0.5 mm (H). X: perikarp. Y: biji. Skala = 1 mm. 17 18 18 18 19 20 20 21 21 22 22 23 24 25 26 Sediaan paradermal daun menunjukkan bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial (A, D), abaksial (B, E), dan tipe stomata (C, F) pada kemukus (A-C) dan kemukus semu (D-F). Perbesaran 400x. 27 Sediaan paradermal daun menunjukkan letak trikom berkelenjar (anak panah) pada permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada kemukus (A, B) serta kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x. Trikom sederhana (anak panah) hanya dijumpai pada epidermis abaksial kemukus semu (E). Perbesaran 100x. 28 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan sudan IV memperlihatkan trikom berkelenjar yang berwarna cokelat (anak panah) pada permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada kemukus (A, B) dan kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x. 29 Sayatan melintang daun menunjukkan susunan jaringan daun kemukus (A) dan kemukus semu (B) yang terdiri dari kutikula (1), epidermis abaksial (2), hipodermis atas (3), tiang (4), bunga karang (5), hipodermis bawah (6), dan epidermis adaksial (7). Daun kemukus lebih tebal daripada kemukus semu, begitu pula jaringan tiang dan bunga karangnya. Perbesaran 100x. 30 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan sudan IV yang menunjukkan sel minyak berwarna cokelat (anak panah) pada kemukus (A, B) dan kemukus semu (C, D) dijumpai pada hipodermis atas dan bawah. Sel idioblas yang berukuran sangat besar dijumpai pada kemukus (E), tidak dijumpai pada kemukus semu (F). Perbesaran 400x. 31 Sayatan melintang daun kemukus (A) dengan pewarnaan sudan IV menunjukkan sel idioblas (anak panah) terletak pada jaringan bunga karang daun kemukus, akan tetapi tidak dijumpai pada jaringan bunga karang daun kemukus semu (B). Perbesaran 400x. 32 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan safranin yang menunjukkan penebalan dinding sel hipodermis bawah menjadi sel sklereid (anak panah) pada kemukus (A), yang tidak dijumpai pada kemukus semu (B). Perbesaran 400x. 33 Fenogram dari 34 nomor koleksi kemukus (A) dan lima nomor koleksi kemukus semu (B) berdasarkan 35 karakter morfologi yang menghasilkan enam kelompok kemukus. Koleksi K: Kendal; M: Magelang; Se: Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara. 34 Plot tiga dimensi hasil analisis komponen utama (PCA) yang memproyeksikan koleksi terhadap tiga komponen: PC I 47.95%, PC II 11.66%, dan PC III 8.11%. Koleksi K: Kendal; M: Magelang; Se: Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara. 35 Plot bivariate menunjukkan hubungan antara 34 nomor koleksi kemukus (A) dan lima nomor koleksi kemukus semu (B) yang disimbolkan dengan , terhadap 35 karakter morfologi yang disimbolkan dengan . PC I 47.95% dan PC II sebesar 11.66%. 36 Piper cubeba L.f.: perawakan (A), perbungaan (B), perbungaan tampak dekat menunjukkan braktea yang gundul dan duduk (C), perbuahan dewasa (D), awetan basah perbungaan menunjukkan kepala putik yang bercuping 3–5 (E), buah kering bertangkai panjang (F), sayatan membujur buah menunjukkan perikarp yang tebal (G), sayatan 26 27 27 28 28 29 29 30 31 32 melintang daun memperlihatkan daun yang tebal (H), pembentukan sel sklereid pada jaringan hipodermis bawah disebabkan adanya penebalan dinding sel (I). 37 Piper caninum Blume: perawakan (A), perbungaan muda (B), spesimen kering perbungaan yang memperlihatkan braktea berbulu dan memerisai (C), perbuahan masak dengan tipe perbuahan rapat (D), spesimen basah perbuahan muda menunjukkan kepala putik yang bercuping 3–4 (E), buah kering bertangkai sangat pendek (F), sayatan membujur buah yang menunjukkan perikarp yang tipis (G), sayatan melintang daun memperlihatkan daun yang tipis (H), dinding sel pada jaringan hipodermis bawah tidak mengalami penebalan (I). 34 36 DAFTAR LAMPIRAN 1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor Piper nigrum L. (*) dan penambahan karakter morfologi baru (**). Karakter tanpa keterangan sifat karakter menunjukkan bahwa karakter tersebut merupakan karakter kuantitatif. 2 Karakter morfologi yang diamati dan dipilih untuk analisis kelompok NTSYS. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor P. nigrum L. (*) dan penambahan karakter morfologi baru (**). 3 Daftar spesimen kemukus (P. cubeba L.f.) dan kemukus semu (Piper caninum Blume) yang dikoleksi dari berbagai lokasi budi daya 4 Eigenvalue dari analisis komponen utama 55 58 60 62 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemukus (Piper cubeba L.f., Piperaceae) adalah tumbuhan bertahunan, berkayu, memanjat, berbatang gilig yang menebal dan berakar di bagian ruasnya. Kemukus berkerabat dekat dengan lada (Piper nigrum L.). Buah bertangkai merupakan karakter utama kemukus (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963) yang tidak dimiliki oleh lada. Karakter khusus lainnya adalah keberadaan kubebin yang dapat diekstrak dari daun dan buahnya (Kim et al. 2011). Kemukus termasuk tanaman obat dan rempah serta komoditas pertanian penghasil minyak atsiri. Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan bagian selatan (Felter dan Lloyd 1898). Kemukus kemudian menyebar dan ditanam di Singapura, Semenanjung Malaya (Utami dan Jansen 1999), Sri Lanka, dan India (Elfami et al. 2002). Pada tahun 1918-1925 (masa penjajahan Belanda), Indonesia adalah negara pengekspor komoditas kemukus terbesar dengan target ekspor Malaysia, Singapura, Hongkong, Jepang, Amerika Serikat, Jerman Barat, dan negara Eropa lainnya. Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Kalimantan Tengah adalah daerah utama penghasil kemukus pada saat itu (Burkill 1935). Produksi kemukus dewasa ini makin mengalami penurunan sehingga berdampak pada ekspor. Negara target ekspor di akhir abad ke-20 terbatas pada Singapura dan India (Utami dan Jansen 1999), bahkan berdasarkan hasil survei Dinas Industri dan Perdagangan Jawa Tengah, pada tahun 1997 ekspor kemukus hanya tertuju ke India (Susanti 2007). Budi daya kemukus saat ini hanya ditemukan di Jawa Tengah yang meliputi beberapa kabupaten yaitu Banjarnegara, Kendal, Magelang, Purworejo, Semarang, Temanggung, dan Wonosobo (Kementan 2010). Berdasarkan hasil survei tim Balittro tentang obat herbal Indonesia di tahun 2003, kemukus ditanam di perkebunan skala sempit. Kemukus juga dijadikan sebagai tanaman pengisi lahan kosong di kebun kopi atau ditanam di pekarangan rumah dengan total luas areal perkebunan hanya sekitar 517 ha (Deptan 2003). Beberapa kendala dalam budi daya menyebabkan petani kurang berminat menanam kemukus. Rendahnya harga jual kemukus menyebakan petani lebih memilih menanam komoditas lain seperti cengkih di Kabupaten Magelang yang harganya dua kali lipat lebih tinggi. Sementara masyarakat di Kabupaten Kendal lebih memilih menanam komoditas kayu seperti sengon dibandingkan kemukus sehingga penanaman komoditas kayu mempersempit lahan kemukus. Budi daya kemukus masih menggunakan metode stek batang konvensional dan memakan waktu hingga ±4 bulan sebelum siap tanam (Deptan 2001). Serangan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici (Wahyuno 2010) pada kemukus dapat langsung mematikan tanaman dewasa produktif dalam waktu singkat. Selain kemukus, beberapa petani juga menanam Piper caninum Blume yang berbuah mirip kemukus sehingga disebut kemukus semu. Penanaman kemukus semu di beberapa daerah dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan dalam mengenali jenis kemukus secara tepat yang dapat 2 memengaruhi mutu kemukus dalam perdagangan. Hal ini dikarenakan beberapa petani belum bisa membedakannya dengan kemukus yang sebenarnya. Tantangan budi daya kemukus semakin banyak, tetapi petani belum melakukan seleksi dalam budi daya kemukus. Pemerintah pun belum mengeluarkan kultivar unggul. Beberapa kultivar lokal kemukus pernah ditanam di Jawa Barat, yaitu ‘Rinu katuncur’, ‘Rinu cengke’, ‘Rinu badak’, ‘Rinu carulang’, ‘Rinu pedes’, dan ‘Rinu tembaga’ (Heyne 1951), namun nama-nama kultivar lokal tersebut diduga merupakan jenis-jenis yang berbeda dan bukan merupakan kultivar kemukus. Saat ini kemukus kurang dikenal oleh masyarakat bahkan di Jawa Tengah sebagai daerah pusat penghasil kemukus. Kemukus hanya dikenal di kalangan petani tanaman obat herbal dan kalangan peneliti. Kemukus hanya ditanam di daerah dengan ketinggian tertentu (±700 mdpl) di Jawa Tengah. Koleksi hidup tanaman kemukus di Balittro Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah hanya ditemukan satu individu. Koleksi hidup tanaman kemukus di Balittro Kota Bogor, dan Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, sudah tidak lagi ditemukan dikarenakan terserang penyakit. Kondisi kemukus di lapangan seperti ini memerlukan upaya konservasi yang diawali dari konservasi in-situ (on-farm conservation) yang melibatkan petani kemukus dan dilanjutkan dengan konservasi ex-situ di kebun-kebun koleksi. Karakterisasi tanaman pertanian diperlukan untuk menetapkan standar kualitas dan nilai dari suatu tanaman dalam perdagangan. Karakterisasi morfologi merupakan langkah awal untuk mengetahui keanekaragaman genetik dari segi fenotipe suatu tanaman. Karakterisasi bermanfaat untuk mendeskripsikan karakter plasma nutfah yang diturunkan dari generasi ke generasi. Karakterisasi mencakup rekaman dan kompilasi data tentang karakter-karakter penting pembeda aksesi dalam jenis yang dapat mempermudah dalam membedakan antar fenotipe dan digunakan untuk mengelompokkan aksesi serta mengembangkan koleksi inti. Data tersebut juga digunakan dalam pemilihan plasma nutfah untuk program pemuliaan (Biodiversity International 2007). Variasi kemukus yang ditanam masyarakat belum dideskripsikan dan didokumentasi dengan baik. Kemukus sebagai komoditas tanaman obat penghasil minyak atsiri yang cukup strategis belum dikarakterisasi ciri morfologinya dalam bentuk deskriptor. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, dilakukanlah penelitian ini dengan tujuan (1) mendeskripsikan variasi morfologi kemukus dan kemukus semu di Jawa dan (2) mengelompokkannya berdasarkan karakter morfologi yang dapat membantu proses seleksi dalam mengembangkan kultivar. 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kemukus Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia. Nama kemukus berasal dari bahasa Jawa lintang kemukus, yang berarti bintang berekor atau komet. Kemukus disebut juga dengan rinu (Sunda), dan pamukusu (Sulawesi) (Utami dan Jansen 1999). Kemukus memiliki nama botani Piper cubeba L.f. Masyarakat manca negara mengenalnya dengan nama cubeb, tailed pepper (Utami dan Jansen 1999, Lim 2012), cubeb pepper, false pepper, java pepper, javanese peppercorn (Lim 2012). Berdasarkan klasifikasi fenetik, kemukus merupakan marga Piper, suku Piperaceae, dan ordo Piperales, sedangkan menurut analisis hubungan kekerabatan (Angiosperm Phylogeny Group III), kemukus termasuk dalam kelompok Magnoliid (Chase 2009). Kemukus pertama kali dikenal dalam perdagangan dengan istilah kubaba oleh bangsa Arab (Gledhill 2008) yang berdasarkan penelusuran kamus elektronik (almaany.com), memiliki arti bola. Nama daerah ini menjadi dasar penentuan nama botani oleh Linnaeus filius yang mendeskripsikan Piper cubeba L.f. pertama kali (Linneaus 1782). Vahl (1804) menulis buku mengenai Piper cubeba L.f. akan tetapi jenis yang dideskripsikannya bukan kemukus sehingga dikenal dengan nama Piper cubeba Vahl. Jenis ini oleh Miquel (1859) dinyatakan sebagai sinonim dari Piper caninum Blume. Hal yang sama juga dilakukan oleh Bojer (1837) dalam tulisannya tentang Piper cubeba L.f. yang jenisnya tidak tepat, sehingga dikenal dengan Piper cubeba Bojer. Jenis ini bersinonim dengan Piper borbonense C.DC. (Candolle 1869; www. catalogueoflife.org). Adanya beberapa kerancuan dan kekeliruan dalam mengidentifikasi kemukus diduga karena adanya kemiripan karakter morfologi buah. Masyarakat menyebut kemukus dan beberapa jenis lain yang berbuah membulat sebagai cubeb fruit. Pada tahun 1838, Rafinesque mempublikasikan kemukus dengan nama Cubeba officinalis Raf. (Rafinesque 1838) yang membedakan kemukus dari cubeb fruit lainnya karena memiliki makna cubeb yang digunakan sebagai obat. Nama ini ditetapkan sebagai sinonim dari Piper cubeba L.f. (Miquel 1859). Fenologi Piper Piper merupakan tanaman diesis yang memiliki alat perkembangbiakan jantan dan betina pada individu terpisah (Greig 2004). Bunga-bunga kecil yang sangat banyak dan tanpa perhiasan bunga tersusun dalam perbungaan berupa bulir (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963). Perkembangan struktur reproduksi tersebut merupakan mekanisme pertahanan terhadap lingkungan. Piper beradaptasi dengan cara menghasilkan bunga dan buah dalam jumlah sangat banyak tanpa harus kehilangan energi pada saat meluruhkan perhiasan bunga (Semple 1974). Pembentukan bakal buah pada Piper terjadi dengan penyerbukan maupun apomiksis. Penelitian fenologi pada lada menunjukkan bahwa bakal buah lada budi daya tidak dapat dibentuk secara apomiksis. Pembentukan bakal buah secara 4 apomiksis biasa terjadi pada lada liar (Chen 2013). Namun demikian, proses pembuahan pada kemukus belum diteliti sehingga keberadaan apomiksis belum dapat dipastikan. Distribusi dan Budi Daya Kemukus Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia. Kemukus dilaporkan pertama kali oleh geografiwan dan sejarawan Arab, Masudi pada abad ke-10 yang menyatakan adanya kemukus di Jawa (Masudi dalam Lloyd 1911). Selain itu, kemukus pernah dijumpai pula di Sumatera dan Kalimantan bagian selatan (Felter dan Lloyd 1898). Berdasarkan penelusuran data spesimen herbarium Smith (www.linnean-online.org), kemukus pernah dilaporkan ditanam di Afrika Barat pada abad ke-18. Kemukus juga pernah dilaporkan ditanam di Cina, Nepal (Bridgman dan Williams 1833), dan Thailand (Hill 1952). Dalam dua puluh tahun terakhir, kemukus ditanam di beberapa negara meliputi Singapura, Semenanjung Malaya (Utami dan Jansen 1999), Sri Lanka, India (Elfami et al. 2002), Sierra Leone, Kongo (Katzer 1998), serta Madagaskar (www.ville-ge.ch.). Budi daya kemukus di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir dilakukan di Jawa Tengah meliputi Kabupaten Banjarnegara, Kendal, Magelang, Purworejo, Semarang, Temanggung, dan Wonosobo (Kementan 2010). Kemukus pernah dilaporkan dalam penelitian etnobotani di Kabupaten Lebak, Banten (Aristiani 2014). Kemukus pernah dilaporkan ditanam di Jawa Timur meliputi Kabupaten Ponorogo (Gempol 1991), Pamekasan (Zaman 2009), Sumenep (Zaman et al. 2013), dan Banyuwangi (Yuliani 2014). Kemukus juga pernah dilaporkan ditanam di Yogyakarta (Purnomo dan Asmarayani 2004). Kemukus mampu hidup pada ketinggian 0 sampai 700 mdpl. Kemukus pernah dilaporkan banyak dijumpai di kawasan hutan bakau di pantai utara Jawa (Heyne 1951). Kemukus juga ditanam di perkebunan kecil dan ditanam bersamasama dengan tanaman kopi oleh pekebun dari Eropa pada masa lampau (Royal Botanic Gardens Kew 1887). Hingga saat ini, mayoritas lahan budi daya kemukus merupakan lahan tumpangsari kemukus dengan kopi di ketinggian lebih dari 500 mdpl. Manfaat Kemukus Kemukus digunakan secara luas sebagai bumbu masakan di Indonesia, maupun di negara lainnya (Lim 2012) (Gambar 1 dan 2). Sekitar abad ke-14, kemukus digunakan untuk membumbui daging, saus, dan sup oleh sebagian besar masyarakat Eropa. Kemukus sering dicampur dengan gula dan dikunyah untuk dihisap aromanya. Saat ini kemukus dimanfaatkan sebagai pemberi aroma dan rasa pedas pada masakan kari/gulai di Indonesia dan aneka masakan di Asia Tenggara serta Asia Selatan. Kemukus digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan cuka ocet kubebowy di Polandia. Masyarakat di Afrika Barat menggunakan kemukus dalam bentuk serbuk dalam makanan mereka. Kemukus termasuk salah satu bahan pembuatan raz el honout, yaitu campuran daun dan rempah di Afrika Utara yang digunakan untuk memasak daging atau nasi. 5 A C B D E Gambar 1 Manfaat buah kemukus sebagai bumbu masakan dan minuman diperjualbelikan dalam bentuk utuh (www.notonthehighstreet.com) (A), serbuk (www.amazon.co.uk) (B), dicampur dalam bumbu kari (www.amazon.com) (C), raz el hanout (www.secretsfinefood.com) (D), dan ekstrak (www.drinkaddition.com) (E) A B C D E F G Gambar 2 Macam-macam hasil olahan makanan dan minuman yang menggunakan bumbu dari buah kemukus: gulai/kari (www.miramar indonesia.com) (A), kebab (miansari66.blogspot.id) (B), pai (www. realsimplefood.wordpress.com) (C), es krim (www.lisaiscooking. blogspot.co.id) (D), biskuit (www.salthouseandpeppermongers.com) (E), dan minuman (www.tumblr.com; www.lostpastremembered. blogspot.co.id) (F, G) Kemukus juga dikenal sebagai bahan campuran dalam pembuatan ramuan pewarna kain tradisional oleh suku Jawa serta masyarakat Bandung dan Kerawang sebagai sumber warna merah kecokelatan (Subagiyo 2008). Bahan aktif pewarna pada kemukus belum diketahui, sementara lada yang lebih umum dikenal sebagai pewarna alami sebelumnya, diketahui mengandung bahan aktif piperitol, piperbetol, eugenol, dan piperol (Sutradhar et al. 2015). Selain sebagai pewarna kain, bentuk buah kemukus menjadi inspirasi pembatik tradisional untuk menciptakan motif isen-isen batik kemukus (Susanti 2014) (Gambar 3). Kemukus dimanfaatkan secara turun-temurun sebagai obat tradisional untuk meredakan demam (pupuh) dan sebagai gurah mata (wuwuh) (komunikasi pribadi dengan warga Kab. Magelang, Jawa Tengah). Kemukus merupakan salah satu bahan campuran boreh (lulur tradisional) untuk perawatan wanita saat hamil, pasca melahirkan, dan saat menyusui (Shanti 2014). Kemukus juga dicampurkan dalam ramuan jamu subur kandungan, jamu bengkes setelah melahirkan, jamu 6 lancar ASI (Shanti 2014; Zaman 2009). Jamu lain yang menggunakan kemukus sebagai campurannya yaitu jamu tolak angin, jamu pengobatan gangguan pencernaan, jamu asam urat, jamu penambah stamina, dan jamu sehat lelaki/afrodisiaka (Zaman 2009; Zaman et al. 2013). Pada tahun 1880–1890, kemukus digunakan secara besar-besaran sebagai bahan pembuatan rokok asma di Amerika Serikat (Heyne 1951). Gambar 3 Motif isen-isen kemukus (www.modelbajubatik.org.) Saat ini kemukus dimanfaatkan sebagai bahan baku industri obat herbal untuk mengobati batuk dan asma karena memiliki aktivitas trakeoplasmolitik (Wahyono et al. 2003). Selain dapat menstimulasi lapisan mukosa bronkus untuk mengatasi bronkitis dan batuk, bahan aktif kemukus juga bekerja pada mukosa urogenitalia sebagai diuretik dan mengobati gonore (Utami dan Jansen 1999). Kemukus mengandung komponen aktif sikloheksana teroksigenasi (Taneja et al. 1991) yang telah digunakan dan dipatenkan dalam formula anti kanker (Kreuter et al. 2013). Selain memiliki aktivitas trakeoplasmolitik, beberapa penelitian mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder kemukus menunjukkan aktivitas antiinflamasi (Choi dan Hwang 2005), antimikrob (Singh et al. 2007; 2008), antivirus (Hussein et al. 2000), tripanosidal (de Souza et al. 2005), antileismania (Bodiwala et al. 2007), antiparasit (Magalhães et al. 2011), antiulcer (Parvez et al. 2010), inhibisi sitokrom P450 (Usia et al. 2005a; 2005b), genotoksisitas (Junqueira et al. 2007), antioksidan, hepatoprotektif dan analgesik (Pahpute et al. 2012), serta aktivitas moluskisidal (Pandey dan Singh 2009). Hasil penyulingan berupa minyak atsiri dari buah kemukus yang dikenal sebagai minyak kubeba dan mengandung bahan aktif kubebol digunakan sebagai bahan baku industri minyak telon di Indonesia. Minyak kubeba juga digunakan sebagai komponen perasa produk minuman beralkohol dan non-alkohol, es krim, permen, selai, rokok, pasta gigi, dan parfum (Utami dan Jansen 1999; Velazco dan Wuensche 2001; Lim 2012) (Gambar 4). Pemanfaatan tanaman kemukus di bidang pertanian adalah sebagai batang bawah pada penyambungan tanaman lada (P. nigrum L.) (Trisilawati et al. 2005) dikarenakan kemukus memiliki tingkat ketahanan yang lebih tinggi terhadap serangan cendawan. Kemukus jantan digunakan sebagai tetua yang disilangkan dengan tetua betina lada untuk mendapatkan kultivar lada yang lebih tahan terhadap serangan cendawan (Wahyuno et al. 2010). 7 A B C D E Gambar 4 Pemanfaatan kemukus di bidang industri: rokok (www. legendaryauctions.com) (A), minuman beralkohol (www.fandbi.com; www.bombaysaphire.com) (B, C), dan parfum (www.fragrantica.de; www.johnvarvatos.com) (D, E) Perdagangan Kemukus Kemukus merupakan salah satu rempah pertama yang diperdagangkan secara lokal pada abad ke-7 di Indonesia (Burkill 1935) maupun internasional menuju Cina, hingga sampai ke Arab melalui jalur sutra. Kemukus diperjualbelikan oleh bangsa Arab dan diperkenalkan kepada masyarakat Eropa, khususnya Yunani dan Italia yang memanfaatkannya sebagai bumbu masakan pada abad ke-13 (Weiss 2002). Sebagian penulis menyebutkan bahwa kemukus bahkan telah sampai di Eropa sejak abad ke-11 (Africanus dalam Lloyd 1911). Pada akhir abad ke-17, kemukus menjadi sangat mahal dan sulit dijumpai di pasaran. Kemukus mulai banyak dijumpai lagi di pasaran Eropa dan lebih dikenal sebagai tanaman obat pada abad ke-19 (Weiss 2002). Pada awal abad ke-20 (1918–1925) yang bertepatan dengan masa penjajahan Belanda, Indonesia adalah negara pengekspor kemukus terbesar di dunia dengan tujuan Malaysia, Singapura, Hongkong, Jepang, Amerika Serikat, Jerman Barat, dan negara Eropa lainnya (Burkill 1935). Perdagangan kemukus makin mengalami kemunduran. Kegiatan ekspor menuju Eropa dan Amerika pada akhirnya terhenti pada tahun 1940, dan hanya terbatas pada negara-negara tetangga di Asia Tenggara (Weiss 2002). Ekspor kemukus yang bertujuan ke Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa pada tahun 1925 sebesar 270 ton, pada tahun 1940 menurun menjadi 135 ton. Ekspor kemukus pada akhir abad ke-20 hanya terbatas ke negara Singapura dan India (Utami dan Jansen 1999). Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah, ekspor kemukus ke India pada tahun 1997 sebanyak 33.93 ton (Susanti 2007). Peningkatan harga pada abad ke-20 pernah menyebabkan adanya pemalsuan buah kemukus (cubeb fruit) dengan buah Piperaceae jenis lain yang disebabkan karena pedagang ingin memperoleh keuntungan lebih (Heyne 1951). Heyne mengumpulkan catatan mengenai kemukus asli dan semu di Jawa Barat. Kemukus asli dikenal dengan nama kultivar lokal ‘Rinu katuncar’ dan ‘Rinu cengke’, sedangkan kemukus semu meliputi ‘Rinu pedes, ‘Rinu carulang’, ‘Rinu badak’, dan ‘Rinu temaga’. Nama-nama kultivar lokal yang diperoleh tersebut di atas sampai saat ini belum diketahui identitasnya secara pasti. Piper retrofractum Vahl adalah salah satu jenis kemukus semu yang dikenali oleh warga sebagai ‘Rinu pedes’ (komunikasi pribadi dengan warga Jawa Barat). Jenis ini 8 menghasilkan perbuahan dengan bakal buah yang saling berlekatan, berbeda sekali dengan kemukus yang bakal buahnya saling bebas. Hal ini menguatkan dugaan penulis bahwa rinu bukan hanya sebutan untuk kemukus, melainkan merupakan nama daerah dari kelompok tumbuhan sirih-sirihan. Selain menggunakan nama-nama kultivar lokal di atas, pencampuran kemukus juga dilakukan dengan jenis Piper lowong Blume dari Jawa yang oleh Backer dan Bakhuizen van den Brink (1963) disebut juga P. caninum Blume (Felter dan Lloyd 1898). Dilaporkan pula bahwa kemukus pernah dicampur dengan Piper crassipes Khorth. ex C.DC. dari Sumatera (Utami dan Jansen 1999; Royal Botanic Gardens Kew 1887). Akan tetapi P. crassipes Khorth. ex C.DC diduga bukan termasuk jenis pemalsu kemukus, karena berdasarkan penelusuran database herbarium Kew nomor K000575314 (http://specimens.kew.org/ herbarium), jenis ini diduga merupakan kemukus asli P. cubeba L.f. Piper caninum Blume yang tersebar luas di kawasan Malesia digunakan pula oleh pedagang di luar negeri sebagai bahan pencampur kemukus (Utami dan Jansen 1999; Royal Botanic Gardens Kew 1887). Pedagang kemukus juga menggunakan jenis-jenis endemik di negara mereka sebagai bahan campuran, meliputi Piper guineense Scumach & Thonn. (bersinonim dengan Piper clusii (Miq.) C.DC.) serta Piper borbonense C.DC. (Royal Botanic Gardens Kew 1887) yang merupakan Piper endemik Afrika Barat. Jenis lainnya yakni Piper marginatum Jacq., Piper ribesioides Wall. (Felter dan Lloyd 1898), Piper mollissimum Blume, Piper baccatum Blume, dan Piper nigrum L. (Utami dan Jansen 1999). Bahkan pencampuran dilakukan pula menggunakan suku lain yang memiliki buah mirip kemukus yaitu Bridelia tomentosa Blume (Euphorbiaceae), Lindera spp. (Lauraceae), Litsea cubeba (Laur.) Pers. (Lauraceae), Pericampylus glaucus (Lam.) Merr. (Menispermaceae), Rhamnus spp. (Rhamnaceae), Xylopia frutescens Aubl. (Annonaceae), serta Zanthoxylum rhetsa DC. (Rutaceae) (Utami dan Jansen 1999). Dijumpainya kemukus semu (P. caninum Blume) yang diperdagangkan oleh masyarakat lokal Indonesia saat ini sebagai kemukus, disebabkan oleh kesalahan identifikasi. Berbeda halnya dengan pemalsuan kemukus pada masa lampau yang bertujuan untuk memenuhi target penjualan dan meraih keuntungan lebih (Heyne 1951), saat ini perdagangan kemukus semu sebagai bahan baku jamu tradisional disebabkan oleh ketidaksengajaan. Namun demikian, hal ini tidak menutup kemungkinan adanya pemalsuan komoditas kemukus yang dilakukan dengan sengaja. Masyarakat lokal Indonesia tidak mempermasalahkan penggunaan bahan yang mirip dalam pembuatan jamu tradisional jika bahan utama sulit didapatkan. Untuk menghindari pemalsuan bahan obat-obatan dan menjamin keamanan produk, para pelaku perdagangan nasional dan internasional saat ini menuntut adanya standardisasi produk bahan alam (Casazza et al. 2011). Identifikasi jenis tumbuhan yang digunakan untuk pangan dan obat-obatan harus dilakukan secara tepat sebelum dikonversikan menjadi produk yang siap dikonsumsi untuk memastikan keaslian, kualitas, keamanan, dan khasiat dari suatu bahan mentah (Drasar dan Moravcova 2004). 9 METODE Waktu dan Lokasi Pengambilan Spesimen Keanekaragaman kemukus dan kemukus semu dieksplorasi dari enam lokasi pusat budi daya kemukus di Jawa, yaitu Kabupaten Semarang, Jepara, Kendal, Magelang, Purworejo, dan Kota Salatiga. Pengambilan spesimen dilaksanakan pada saat tanaman berbunga dan berbuah pada bulan-bulan tertentu (Tabel 1). Spesimen dikoleksi dari tanaman budi daya maupun tumbuhan liar yang tumbuh di pekarangan rumah dan perkebunan skala kecil. Pembuatan herbarium mengikuti metode Rugayah et al. (2004). Masing-masing individu dikoleksi dan dibuat spesimennya sebanyak 3 hingga 5 duplikat. Spesimen herbarium disimpan di Herbarium Bogoriense (BO) dan Herbarium Laboratorium Sistematika Tumbuhan Institut Pertanian Bogor (IPB). Tabel 1 Waktu dan lokasi pengambilan spesimen kemukus dan kemukus semu Waktu Kabupaten/ Pengambilan Kota Spesimen April 2014 Semarang April 2014 Banyubiru Suruh Legundi Kebowan April 2014 Jepara Agustus 2013 Kendal Juli 2013 Magelang Keling Singorojo Kajoran Tempur Kalipuru Wuwuharjo Kajoran Juli 2014 Purworejo Loano Sedayu April 2014 Salatiga Sidorejo Ngaliyan Kecamatan Desa Tipe Habitat Kebun Kebun, pekarangan rumah Pekarangan rumah Kebun Kebun, pekarangan rumah Kebun Kebun, pekarangan rumah Kebun Karakterisasi dan Deskripsi Variasi Morfologi Deskripsi disusun berdasarkan pengamatan pada spesimen terhadap 27 karakter yang diadaptasi dari deskriptor lada (IPGRI 1995) dengan beberapa modifikasi pada pemecahan karakter dan sifat karakter sehingga menjadi 40 karakter. Modifikasi karakter meliputi warna pucuk, tipe cabang lateral, jumlah ruas cabang lateral, tekstur daun, indumen daun, bentuk helai daun, pangkal daun, pertulangan daun, aroma perbungaan, jumlah perbungaan tiap cabang lateral (indeks perbungaan), perlekatan braktea, warna buah, dan tekstur permukaan kulit buah kering. Selain itu diamati 40 karakter morfologi baru sehingga jumlah keseluruhan karakter sebanyak 80 karakter (Lampiran 1). Standardisasi karakter warna mengikuti Kornerup dan Wanscher (1981). Penentuan bentuk helai daun berdasarkan perbandingan ukuran panjang dan lebar daun pada daun dewasa mengikuti Vogel (1987). Ketebalan perikarp diukur dengan rumus (Dbh-Dbj)/2. 10 Dbh adalah diameter buah basah dan Dbj adalah diameter biji basah. Istilah-istilah botani yang digunakan dalam karakterisasi mengikuti Glosarium Biologi (Depdikbud 1993). Pengamatan Anatomi Daun Spesimen segar berupa daun dewasa dari cabang lateral kemukus dan kemukus semu dikoleksi untuk keperluan pengamatan karakter anatomi sediaan paradermal dan sayatan melintang daun. Pembuatan preparat sayatan melintang daun menggunakan metode mikrotom beku dengan pewarnaan safranin dan sudan IV. Pengamatan dilakukan pada tiga spesimen acak dari kemukus dan kemukus semu, sebanyak tiga kali ulangan. Pengelompokan Koleksi Pengelompokan koleksi kemukus dan kemukus semu hanya dianalisis berdasarkan karakter terpilih dari keseluruhan karakter morfologi. Karakter yang tidak memiliki variasi dan karakter kuantitatif yang bersifat kontinyu tidak digunakan dalam karakterisasi. Karakter yang berkorelasi dipilih salah satu yang memudahkan dalam pengamatan dan penggunaan. Karakter morfologi terpilih dikonversi ke dalam skor dan disusun dalam deskriptor (Lampiran 2). Karakter kuantitatif yang memerlukan pengukuran, dikategorisasi, dan diskor. Pengelompokan koleksi kemukus menggunakan analisis kelompok dan analisis komponen utama yang terdapat dalam aplikasi NTSYS (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System) versi 2.02 (Rolf 1998). Sebanyak 39 spesimen (Lampiran 3) yang telah dikarakterisasi kemudian disusun dalam matriks unit takson (operational taxonomy unit) x karakter yaitu 39 x 35. Spesimen dikelompokkan berdasarkan kemiripan karakternya yang dianalisis menggunakan koefisien SM (simple matching). Analisis kelompok menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pair-Group Method with Aritmetic Average). Analisis komponen utama PCA (Principal Component Analysis) menggunakan prosedur DCENTER (double center), dengan cara menentukan nilai prosentase komponen utama dengan EIGEN (eigenvectors), kemudian ditampilkan dalam MXPLOT (matrix plot) berupa plot tiga dimensi. Pemilihan karakter kemukus untuk memudahkan pengelompokan dan identifikasi kelompok dilakukan dengan analisis komponen utama yang tersaji dalam plot bivariate, yakni dengan cara menggabungkan analisis komponen utama terhadap nomor koleksi dan analisis komponen utama terhadap karakter. Kemukus semu digunakan sebagai kelompok pembanding. 11 HASIL Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu Berdasarkan eksplorasi yang dilakukan di enam lokasi budi daya, diperoleh 39 nomor koleksi kemukus dan kemukus semu (Lampiran 3). Kemukus (P. cubeba L.f.) yang diperoleh sebanyak 34 nomor koleksi, sedangkan kemukus semu (P. caninum Blume) sebanyak 5 nomor koleksi. Sebagian besar kemukus dan kemukus semu dikoleksi dari lahan budi daya, kebun, dan pekarangan rumah petani dalam kondisi dibudi daya, hanya koleksi dari Salatiga yang merupakan tumbuhan liar. Kemukus semu yang dikoleksi dari pekarangan rumah warga di Jepara merupakan hasil perkembangbiakan secara vegetatif dengan metode stek batang dari tanaman yang tumbuh liar di hutan Gunung Muria. Tanaman kemukus dan kemukus semu yang dikoleksi dikarakterisasi dan diamati variasinya berdasarkan deskriptor yang telah disusun. Variasi morfologi ditemukan pada organ batang memanjat, cabang lateral, akar panjat, daun pada batang memanjat, daun pada cabang lateral, perbungaan, bunga, perbuahan dan buah. Tabel perbandingan karakter morfologi kemukus dan kemukus semu yang disusun (Tabel 2) bertujuan untuk memudahkan identifikasi karakter diagnostik kedua jenis Piper tersebut. Perawakan Perawakan kemukus terdiri atas batang memanjat, cabang lateral, dan cabang menjalar (Gambar 5) yang masing-masing memiliki karakter dan fungsi berbeda. Batang memanjat tumbuh tegak mengeluarkan akar adventif untuk memanjat tanaman inang atau para-para. Batang memanjat tidak menghasilkan perbungaan. Cabang lateral biasanya tidak mengeluarkan akar adventif, akan tetapi menghasilkan perbungaan saat tanaman dewasa. Cabang menjalar mengeluarkan akar yang menembus tanah pada tiap ruasnya. Daun pada cabang menjalar berukuran lebih kecil dibandingkan daun pada batang memanjat maupun cabang lateral. Cabang menjalar yang menempel pada tanaman inang akan tumbuh memanjat ke atas menjadi batang memanjat dan daunnya tumbuh melebar. Batang Memanjat dan Cabang Lateral Indumen. Variasi indumen batang yang ditemukan yaitu gundul dan meroma (pilose) (Gambar 6). Pada kemukus dijumpai indumen gundul sedangkan pada kemukus semu dijumpai indumen gundul dan meroma. Warna pucuk. Warna pucuk yang dijumpai yaitu hijau muda (29A5-4) dan magenta keabu-abuan (14D5) hingga cokelat kemerahan (9D4) (Gambar 7). Pada kemukus dijumpai warna pucuk magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan, sedangkan pada kemukus semu dijumpai warna hijau muda. 12 Tabel 2 Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu Karakter Batang Indumen batang Warna pucuk Warna akar panjat Kekuatan akar panjat Tipe cabang lateral Daun Indumen tangkai daun Warna daun muda Kemukus Gundul Magenta keabu-abuan Cokelat kemerahan Kuat Kemukus Semu Gundul Meroma (pilose) Hijau muda Cokelat muda Lemah Menggantung Horizontal Menggantung Gundul Meroma Cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan Indumen daun Gundul Tekstur daun Menjangat-kusam Menjangat-mengkilap Aroma daun Beraroma kuat Bentuk helaian Membundar telur daun Menjorong Menjorong melanset Melonjong Pangkal daun Membundar Menjantung Membaji asimetri Membaji simetri Menyerong Tepi daun Rata Mengombak Tipe pertulangan Kampilodromus daun Postur longitudinal Rata daun Berliuk Postur transversal Rata daun Berujung meruncing ke bawah Terlengkung balik Membusur Warna daun Cokelat keunguan hingga penumpu cokelat keabu-abuan Perbungaan Indeks perbungaan Tinggi Rendah Bunga Bentuk braktea Membundar telur terbalik Hijau muda Meroma Seperti kertas-kusam Tak beraroma Membundar telur Membundar telur melanset Membundar Menjantung Membaji simetri Membaji asimetri Rata Kampilodromus Akrodromus Rata Terlengkung balik Rata Berujung meruncing ke bawah Hijau pucat Rendah Membundar 13 Tabel 2 Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu (lanjutan) Karakter Tipe perlekatan braktea Susunan braktea Indumen braktea Warna braktea Jumlah kepala putik Perbuahan Tipe perbuahan Buah Tangkai buah Diameter buah Bentuk buah Warna buah muda Warna buah dewasa Warna buah masak Tekstur kulit buah segar Tekstur kulit buah kering Indumen buah Ketebalan perikarp Aroma buah Rasa buah Kemukus Duduk Menyirap Gundul Kuning 3–5(-6) Kemukus Semu Memerisai Duduk Saling bebas Berbulu balig Hijau 2–3 dan 2–4 Renggang Rapat Rapat Pendek (0.23–0.5 cm) Panjang (>0.5 cm) 4.8–7.1 mm Membulat Hijau Cokelat kekuningan Hijau zaitun Jingga kecokelatan Cokelat Merah kecokelatan Jingga Kusan Mengkilap Mengeriput Sangat pendek (0.1–0.18 cm) Gundul Tebal (>0.5 mm) Beraroma kuat Bebulu balig Tipis (≤0.4 mm) Tak beraroma-beraroma lemah Masam Pahit-pedas 2.8–4.5 mm Membulat telur Hijau Jingga kecokelatan Merah Kusam Mulus Akar panjat. Akar panjat berwarna cokelat muda (5D4) dan cokelat kemerahan (8E8) (Gambar 7). Pada kemukus dijumpai akar panjat berwarna cokelat kemerahan, sedangkan pada kemukus semu berwarna cokelat muda. Kekuatan mencengkeram akar panjat diukur berdasarkan ada atau tidaknya sisa kulit batang tanaman inang yang ikut terangkat bersama akar saat batang memanjat dipisahkan dari inangnya. Kemukus memiliki perlekatan akar panjat yang lebih kuat dibandingkan dengan kemukus semu. 14 1 2 3 Gambar 5 Perawakan pada kemukus dan kemukus semu. Tipe cabang terdiri atas batang memanjat (1), cabang lateral (2), dan cabang menjalar (3). 1 mm 1 mm 1 mm A C B Gambar 6 Batang kemukus berindumen gundul (A) sedangkan batang kemukus semu berindumen gundul (B) dan meroma (anak panah) (C) A B C D Gambar 7 Warna pucuk: hijau muda (A) dan magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan (B). Warna akar panjat (anak panah): cokelat kemerahan pada kemukus (C) dan cokelat muda pada kemukus semu (D). Tipe cabang lateral. Cabang lateral ada yang bertipe horizontal dan menggantung (Gambar 8). Cabang horizontal terdiri atas setidaknya satu hingga 15 maksimal lima ruas. Cabang menggantung memiliki lebih dari enam hingga maksimal 15 ruas. Cabang tipe horizontal hanya dijumpai pada kemukus, sedangkan cabang menggantung dijumpai baik pada kemukus maupun kemukus semu. Produksi pucuk lateral. Produksi pucuk lateral pada kemukus dan kemukus semu bervariasi dalam jumlahnya, meliputi jumlah pucuk sedikit dan banyak (Gambar 8). Produksi pucuk yang banyak ditandai dengan percabangan bertingkat pada cabang lateral, dijumpai pada kemukus dan kemukus semu. A C B D Gambar 8 Tipe cabang lateral: horizontal (A) dan menggantung (B). Produksi pucuk lateral: sedikit (C) dan banyak (D). Cabang Menjalar Cabang yang diamati pada penelitian ini meliputi cabang menjalar, batang memanjat, dan cabang lateral. Akan tetapi cabang menjalar hanya bisa diamati pada beberapa individu saja karena tidak semua individu memproduksi cabang menjalar. Tanaman kemukus memproduksi batang menjalar setelah berumur tiga tahun atau lebih. Selain itu, beberapa petani lebih suka menghilangkan/menyiangi cabang menjalar pada tanaman produktif agar penggunaan energi terkonsentrasi pada pertumbuhan dan produksi buah. Cabang menjalar berkualitas baik untuk stek batang dan lebih tahan lama usia tumbuhnya jika dibandingkan dengan batang memanjat maupun cabang lateral (komunikasi pribadi dengan petani Purworejo). 16 Daun Seperti halnya karakterisasi cabang, daun yang diamati pada penelitian ini meliputi daun yang tumbuh pada cabang menjalar, batang memanjat, dan cabang lateral. Akan tetapi daun pada cabang menjalar hanya bisa diamati pada beberapa individu saja. Indumen tangkai daun. Variasi indumen tangkai daun yaitu gundul dan meroma. Tangkai daun kemukus berindumen gundul sedangkan tangkai daun kemukus semu berindumen meroma (Gambar 9). 1 mm 1 mm A B Gambar 9 Indumen tangkai daun: gundul (A) dan meroma (B) Warna daun. Daun muda berwarna hijau muda (29A5-4) dan cokelat keunguan (10F5) hingga cokelat keabu-abuan (10E3). Kemukus memiliki daun muda berwarna cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan, sedangkan pada kemukus semu hanya berwarna hijau muda. Daun dewasa kemukus dan kemukus semu berwarna hijau tua. Indumen daun. Permukaan atas daun pada kemukus dan kemukus semu berindumen gundul (Gambar 10). Permukaan bawah daun memiliki indumen gundul atau meroma. Permukaan bawah daun kemukus memiliki indumen yang gundul, sedangkan pada kemukus semu memiliki indumen yang meroma. Tekstur daun. Tekstur daun meliputi menjangat-kusam, menjangatmengkilap, dan seperti kertas-kusam (Gambar 10). Kemukus memiliki daun menjangat-kusam dan menjangat-mengkilap, sedangkan kemukus semu memiliki daun seperti kertas-kusam. Aroma daun. Variasi aroma pada daun ada yang kuat dan tidak beraroma. Daun kemukus beraroma kuat, sedangkan kemukus semu daunnya tak beraroma. Bentuk helaian daun. Daun kemukus pada cabang menjalar dan batang memanjat memiliki perbandingan ukuran yang sama yaitu 1:2, akan tetapi bentuk daunnya berbeda. Daun pada cabang menjalar membundar telur sedangkan daun pada batang memanjat membundar telur dan menjorong. Daun pada cabang lateral memiliki perbandingan 1:2-5 dan helaiannya menjorong, melonjong, hingga menjorong melanset. Daun kemukus semu pada cabang menjalar dan batang 17 memanjat memiliki perbandingan ukuran serta bentuk yang sama yaitu 1:2 dan membundar telur, sedangkan pada cabang lateral perbandingannya 1:2-5 dengan helaian yang menjorong, membundar telur hingga membundar telur melanset (Gambar 11). A B C D E Gambar 10 Indumen permukaan bawah daun: gundul (A) dan meroma (B). Tekstur daun: menjangat-kusam (C), menjangat-mengkilap (D), dan seperti kertas-kusam (E). A B C D E Gambar 11 Bentuk helaian daun: membundar telur (A), membundar telur melanset (B), menjorong melanset (C), menjorong (D), dan melonjong (E). Gambar dimodifikasi dari IPGRI 1995. Pangkal daun. Pada kemukus, daun pada cabang menjalar berpangkal menjantung sedangkan daun pada batang memanjat berpangkal menjantung dan atau membundar (Gambar 12). Pangkal daun pada cabang lateral lebih bervariasi dibandingkan dua tipe cabang sebelumnya, yaitu menyerong, membaji simetri, dan membaji asimetri. Pada kemukus semu, daun pada cabang menjalar berpangkal menjantung sedangkan daun pada batang memanjat berpangkal menjantung dan membundar. Daun pada cabang lateral kemukus semu berpangkal membundar, membaji simetri, dan membaji asimetri. A B C D E Gambar 12 Pangkal daun: menyerong (A), membaji asimetri (B), membundar (C), menjantung (D) (gambar diambil dari IPGRI 1995), dan membaji simetri (E) (gambar oleh penulis) 18 Tepi dan ujung daun. Variasi tepi daun yaitu rata dan mengombak (Gambar 13). Kedua variasi ini dapat dijumpai pada kemukus dan kemukus semu. Ujung daun meruncing dan melancip (Gambar 14) dijumpai baik pada kemukus maupun kemukus semu. A B Gambar 13 Tepi daun: rata (A) dan mengombak (B). Gambar diambil dari IPGRI (1995). A B Gambar 14 Ujung daun: meruncing (A) dan melancip (B). Gambar oleh penulis. Tipe pertulangan daun. Variasi tipe pertulangan daun yang dijumpai yaitu akrodromus dan kampilodromus (Gambar 15). Kedua tipe pertulangan daun dapat dijumpai pada kemukus semu, sedangkan pada kemukus hanya dijumpai tipe pertulangan daun kampilodromus. Pada pertulangan daun terdapat variasi pada posisi pangkal anak tulang daun terujung meliputi anak tulang daun yang berpangkal pada 1/10 panjang helai daun (C), 1/5 panjang helai daun (D), dan >1/5 panjang helai daun. Postur longitudinal dan transversal daun. Postur longitudinal dan transversal daun diamati pada daun segar sebelum dikoleksi menjadi herbarium kering. Pada herbarium kering, karakter tersebut sulit diamati. Postur longitudinal daun rata dijumpai pada kemukus dan kemukus semu (Gambar 16). Postur berliuk hanya dijumpai pada kemukus, sedangkan postur tergulung balik hanya dijumpai pada kemukus semu. y x y x y x C D E A B Gambar 15 Tipe pertulangan daun: kampilodromus (A) dan akrodromus (B) (IPGRI 1995). Variasi posisi pangkal anak tulang daun terujung: berpangkal pada 1/10 panjang helai daun (C), berpangkal pada 1/5 panjang helai daun (D), dan berpangkal pada >1/5 panjang helai daun (E). Nilai diperoleh dari perbandingan jarak anak tulang daun terujung terhadap pangkal daun (x) dan panjang helai daun (y). 19 Daun pada cabang menjalar kemukus memiliki postur transversal yang rata, sedangkan daun pada batang memanjat berpostur rata dan berujung meruncing ke bawah. Daun pada cabang lateral memiliki daun yang berpostur rata, berujung meruncing ke bawah, terlengkung balik, dan membusur. Pada kemukus semu, daun pada cabang menjalar berpostur rata, sedangkan daun pada batang memanjat dan cabang lateral memiliki variasi postur rata dan berujung meruncing ke bawah. A B C D E F G Gambar 16 Postur longitudinal daun (barisan atas): rata (A), berliuk (B), dan tergulung balik (C). Postur transversal daun (barisan tengah dan bawah): rata (D), berujung meruncing ke bawah (E), terlengkung balik (F), membusur (G). Daun Penumpu Bentuk daun penumpu. Daun penumpu hanya dapat dijumpai pada pucuk karena akan luruh saat daun tumbuh dewasa. Dijumpai dua tipe daun penumpu pada daun kemukus dan kemukus semu (Gambar 17). Batang memanjat dan cabang menjalar memiliki daun penumpu yang memelepah, melingkupi tangkai daun, sedangkan cabang lateral memiliki daun penumpu menyelaput bumbung yang melindungi kuncup daun. Warna daun penumpu. Daun penumpu berwarna hijau pucat (29A3) dan cokelat keunguan (10F5) hingga cokelat keabu-abuan (10E3). Kemukus memiliki daun penumpu berwarna cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan, sedangkan kemukus semu memiliki daun penumpu berwarna hijau pucat. Perbungaan Kemukus dan kemukus semu merupakan tanaman diesis yang memiliki perbungaan jantan dan perbungaan betina yang masing-masing tersusun dalam perbungaan. Perbungaan jantan hanya dijumpai pada satu nomor koleksi kemukus 20 yang berasal dari Magelang, sedangkan koleksi lainnya memiliki perbungaan betina. Bentuk perbungaan. Perbungaan kemukus dan kemukus semu tersusun atas bunga yang melekat secara spiral pada sumbu bunga. Variasi perbungaan yakni berbentuk kerucut, menyilinder pendek, dan menyilinder panjang (Gambar 18). Kemukus memiliki perbungaan mengerucut (perbungaan betina) dan menyilinder panjang (perbungaan jantan). Perbungaan jantan kemukus dengan benang sari berjumlah 3–4 pada tiap bunganya berukuran lebih panjang daripada perbungaan betina. Kemukus semu memiliki variasi perbungaan betina yang mengerucut dan menyilinder pendek. Perbungaan jantan kemukus semu tidak diketahui karena individu jantan tidak ditemukan pada saat eksplorasi. A F C D B E Gambar 17 Morfologi daun penumpu pada kemukus (A, C, E) dan kemukus semu (B, D, F). Batang memanjat (A, B) memiliki daun penumpu yang memelepah dan luruh saat daun tumbuh dewasa (anak panah), sedangkan daun penumpu pada cabang lateral (C, D) menyelaput bumbung dan luruh setelah kuncup daun membuka (E), terkadang masih terlihat menempel hingga kuncup daun membuka (F). Indeks perbungaan. Indeks perbungaan adalah perbandingan jumlah perbungaan yang muncul dengan jumlah ruas pada tiap cabang lateral. Indeks tersebut dapat menunjukkan lebat atau tidaknya perbungaan yang dihasilkan. Terdapat dua variasi indeks perbungaan, yaitu indeks perbungaan rendah (≤0.5) dan tinggi (>0.5). Kemukus memiliki indeks perbungaan tinggi maupun rendah, sedangkan kemukus semu memiliki indeks perbungaan yang rendah. Gambar 18 A B C Bentuk perbungaan: kerucut (A), menyilinder pendek (B), dan menyilinder panjang (C) 21 Braktea Bunga kemukus dan kemukus semu seperti halnya bunga Piper lainnya, merupakan bunga telanjang tanpa perhiasan bunga, dan dilindungi oleh daun pelindung (braktea). Bentuk, tipe perlekatan, dan susunan braktea. Braktea dapat berbentuk membundar telur sungsang dan membundar (Gambar 19). Kedua bentuk braktea dimiliki oleh kemukus semu, sedangkan pada kemukus hanya dijumpai bentuk braktea yang membundar telur sungsang. Braktea menempel pada sumbu perbungaan dengan posisi duduk dan memerisai. Kedua tipe perlekatan dimiliki oleh kemukus semu, sedangkan pada kemukus hanya dijumpai tipe perlekatan memerisai. Braktea yang duduk memiliki susunan yang menyirap, sedangkan braktea yang memerisai memiliki susunan yang saling bebas. Perbungaan muda kemukus semu memperlihatkan braktea yang hampir duduk. Seiring dengan perkembangan buah, perlekatan memerisai diidentifikasi dari braktea yang mulai terlihat bertangkai serta berkanjang (persistent) hingga buah masak (Gambar 20). A B C D Gambar 19 Bentuk braktea: membundar telur sungsang (A) dan membundar (B). Tipe perlekatan dan susunan braktea: duduk-menyirap (C) dan memerisai-saling bebas (D). 1 mm 1 mm 1 mm A B C Gambar 20 Tahap perkembangan braktea kemukus semu (P. caninum Blume) yang terlihat duduk pada perbungaan muda (A), mulai terlihat memerisai dan bertangkai pada perbungaan dewasa (B), dan berkanjang pada perbuahan (C) Indumen dan warna braktea. Indumen pada braktea ada yang gundul dan berbulu balig (Gambar 21). Pada kemukus dijumpai braktea gundul, 22 sedangkan pada kemukus semu dijumpai braktea yang berbulu balig. Warna braktea mempengaruhi penampakan warna perbungaan secara keseluruhan karena braktea merupakan organ dominan yang menutupi perbungaan saat bunga belum mekar sempurna. Warna braktea terdiri atas kuning dan hijau. Kemukus memiliki braktea berwarna kuning, sedangkan kemukus semu memiliki braktea berwarna hijau. 1 mm A B 1 mm 1 mm C D Gambar 21 Indumen braktea: gundul (A) dan berbulu balig (B). Warna braktea (anak panah): kuning (C) dan hijau (D). Kepala Putik Kepala putik memiliki cuping yang bervariasi. Kemukus memiliki kepala putik dengan 3–5 cuping, sedangkan kemukus semu memiliki kepala putik bercuping 2–3 dan 2–4 (Gambar 22). A B C D Gambar 22 Perbungaan betina kemukus (A, B) memiliki putik bercuping 3, 4, dan 5; perbungaan kemukus semu (C dan D) memiliki putik bercuping 2, 3, dan 4 serta 2 dan 3 23 Perbuahan Tipe perbuahan. Ada dua tipe perbuahan, yaitu perbuahan renggang dan perbuahan rapat (Gambar 23). Perbuahan renggang terdiri atas buah yang tersusun tidak rapat karena memiliki tangkai buah yang panjang, sedangkan perbuahan rapat terdiri atas buah yang tersusun rapat dikarenakan memiliki tangkai buah yang pendek. Selain itu, perbuahan renggang terdiri atas buah yang berukuran tidak seragam dan beberapa belum berkembang dengan sempurna Perbuahan rapat dijumpai pada kemukus semu, sedangkan kemukus memiliki kedua tipe perbuahan. Orientasi perbuahan. Orientasi perbuahan terdiri atas perbuahan lurus dan bengkok (Gambar 23). Kedua variasi tersebut ditemukan baik pada kemukus maupun kemukus semu. Buah Tangkai buah. Tangkai buah pada kemukus dan kemukus semu muncul dari sumbu perbuahan dan merupakan modifikasi dari tangkai putik. Terdapat tiga variasi tangkai buah, yaitu sangat pendek (≤0.18 cm), pendek (0.23–0.5 cm), dan panjang (>0.5 cm) (Gambar 23). Kedua jenis kemukus semu memiliki tangkai buah yang sangat pendek, sedangkan kemukus memiliki variasi tangkai buah pendek dan panjang. Bentuk dan pangkal buah. Bentuk buah kemukus bervariasi antara bulat dan membulat telur (Gambar 23). Semua buah kemukus berbentuk membulat, sedangkan buah kemukus semu berbentuk membulat telur. Pangkal buah berbentuk mementol dan menggasing. Kemukus memiliki buah berpangkal mementol maupun menggasing, sedangkan pada kemukus semu hanya dijumpai buah mementol. A B I C D J E G F H K Gambar 23 Tipe perbuahan: renggang (A) dan rapat (B). Orientasi perbuahan: lurus (C), bengkok (D). Bentuk buah: membulat telur (E) dan membulat (F). Pangkal buah: menggasing (G) dan mementol (H). Panjang tangkai buah: sangat pendek (≤0.18 cm) (I), pendek (0.23– 0.5 cm) (J), dan panjang (>0.5 cm) (K). 24 Warna buah. Buah muda kemukus semu berwarna hijau, setelah dewasa buah berubah warna menjadi jingga kecokelatan serta berubah menjadi merah saat masak (Gambar 24E). Kemukus memiliki variasi buah muda yaitu hijau dan cokelat kekuningan (Gambar 24A-D). Buah muda hijau akan berubah menjadi hijau zaitun dan cokelat saat dewasa, sedangkan buah muda cokelat kekuningan akan berubah menjadi jingga kecokelatan saat dewasa. Buah muda berwarna hijau akan berubah warna menjadi merah kecokelatan dan jingga saat masak, sedangkan buah muda kuning kecokelatan akan berubah warna menjadi merah kecokelatan saja. muda dewasa masak hijau hijau zaitun merah kecokelatan (A) hijau hijau zaitun jingga (B) cokelat kekuningan jingga kecokelatan merah kecokelatan (C) hijau cokelat merah kecokelatan (D) hijau jingga kecokelatan merah (E) Gambar 24 Perubahan warna selama pematangan dari buah muda-dewasa-masak pada kemukus (A, B, C, D) dan kemukus semu (E) Tekstur kulit buah. Kulit buah memiliki variasi tekstur mengkilap dan kusam. Pada kemukus dijumpai dua tipe tekstur kulit buah, sedangkan pada 25 kemukus semu hanya dijumpai tekstur kusam (Gambar 25). Buah kering pada kemukus bertekstur keriput, sedangkan pada kemukus semu teksturnya mulus. Indumen dan ketebalan perikarp. Indumen pada kulit buah bervariasi yaitu gundul dan berbulu balig. Indumen kulit buah tampak jelas jika diamati pada awetan basah buah (Gambar 25). Kemukus memiliki buah yang gundul, sedangkan kemukus semu memiliki buah yang berbulu balig. Variasi perikarp yang dijumpai yakni tebal dan tipis. Kemukus memiliki buah berperikarp tebal (>0.5 mm), sebaliknya kemukus semu memiliki buah berperikarp tipis (≤0.4 mm). Aroma dan rasa buah. Buah kemukus mengeluarkan aroma kuat yang khas, sementara pada buah kemukus semu aroma yang dihasilkan sangat lemah bahkan tidak mengeluarkan aroma sama sekali. Buah kemukus memiliki rasa yang pahit dan pedas seperti merica, sedangkan buah kemukus semu memiliki rasa masam. A Gambar 25 B C D E F G H Tekstur kulit buah segar: mengkilap (A) dan kusam (B). Tekstur kulit buah kering: keriput (C) dan mulus (D). Indumen buah: gundul (E) dan berbulu balig (F). Sayatan membujur buah berperikarp tipis ≤0.4 mm (G) dan tebal ≥0.5 mm (H). X: perikarp. Y: biji. Skala = 1 mm. Anatomi Daun Kemukus dan Kemukus Semu Sediaan paradermal daun memperlihatkan bentuk dinding antiklinal sel epidermis, tipe stomata (Gambar 26), serta tipe dan letak trikom (Gambar 27) pada kemukus dan kemukus semu. Jaringan epidermis adaksial pada kemukus dan kemukus semu memiliki bentuk dinding antiklinal sel yang lurus atau melengkung, bersisi empat sampai enam. Karakter yang sama juga diamati pada jaringan epidermis abaksial kedua jenis tersebut. Stomata pada kemukus bertipe siklositik dengan 5–6 sel tetangga yang mengelilingi sel penjaga secara melingkar. Sel penjaga stomata kemukus semu dikelilingi oleh 3–4 sel tetangga yang berbeda ukuran. Stomata tersebut bertipe anisositik dan tetrasitik. Baik daun kemukus 26 maupun kemukus semu memiliki trikom berkelenjar pada epidermis adaksial dan epidermis abaksialnya. Namun, trikom sederhana hanya dijumpai pada kemukus semu dan terletak pada epidermis abaksial saja. Trikom berkelenjar terletak di antara 5–7 sel epidermis yang tersusun mengelilinginya. Tabel 3 disusun untuk memudahkan identifikasi kemukus dan kemukus semu berdasarkan karakter anatomi daun. Tabel 3 Perbandingan anatomi daun kemukus dan kemukus semu Karakter Kemukus Tebal daun 385–431μm Tebal jaringan tiang 45–97μm Tebal jaringan bunga 80–85μm karang Tipe somata Siklositik Kemukus Semu 245–272μm 45–62μm 38–56μm Tipe trikom Trikom berkelenjar Letak sel idioblas Hipodermis atas Hipodermis bawah Jaringan bunga karang 30–55 μm 72–212 μm Ada, terletak pada hipodermis bawah Diameter sel idioblas Sel sklereid Anisositik Tetrasitik Trikom berkelenjar Trikom sederhana Hipodermis atas Hipodermis bawah 30–49μm Tidak ada 50 μm 50 μm A 50 μm D B C E F 50 μm Gambar 26 Sediaan paradermal daun menunjukkan bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial (A, D), abaksial (B, E), dan tipe stomata (C, F) pada kemukus (A-C) dan kemukus semu (D-F). Perbesaran 400x. 27 50 μm 50 μm A B C D E Gambar 27 Sediaan paradermal daun menunjukkan letak trikom berkelenjar (anak panah) pada permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada kemukus (A, B) serta kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x. Trikom sederhana (anak panah) hanya dijumpai pada epidermis abaksial kemukus semu (E). Perbesaran 100x. Sayatan melintang daun kemukus dan kemukus semu menunjukkan posisi trikom berkelenjar (Gambar 28). Sayatan melintang tersebut juga memperlihatkan susunan jaringan daun dari adaksial hingga jaringan abaksial berturut-turut meliputi kutikula, epidermis adaksial, hipodermis atas, tiang, bunga karang, hipodermis bawah, dan epidermis abaksial (Gambar 29), serta letak sel idioblas (Gambar 30; 31). Jaringan hipodermis atas dan bawah terdiri atas dua lapis, sedangkan jaringan tiang terdiri atas satu lapis. Daun kemukus (385–431μm) lebih tebal daripada daun kemukus semu (245–272μm), demikian pula ketebalan jaringan tiang dan bunga karangnya (Gambar 29). Ketebalan jaringan tiang pada kemukus 45–97μm, sedangkan pada kemukus semu 30–49μm. Ketebalan jaringan bunga karang pada kemukus 80μm– 85μm, sedangkan pada kemukus semu 38–56μm. C B D A Gambar 28 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan sudan IV memperlihatkan trikom berkelenjar yang berwarna cokelat (anak panah) pada permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada kemukus (A, B) dan kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x. Sel idioblas dijumpai pada jaringan hipodermis atas dan bawah baik pada daun kemukus maupun kemukus semu (Gambar 30). Diameter sel idioblas kemukus (30–55μm) dan kemukus semu (30–49μm) berukuran hampir sama. Pada jaringan hipodermis atas daun kemukus terdapat sel idioblas yang 28 berdiameter sangat besar (72–212μm) dan sel ini tidak terdapat pada daun kemukus semu. Sel idioblas juga terletak pada jaringan bunga karang daun kemukus, akan tetapi tidak dijumpai pada jaringan bunga karang daun kemukus semu (Gambar 31). 1 2 1 3 4 5 6 2 3 4 5 6 7 A B 7 Gambar 29 Sayatan melintang daun menunjukkan susunan jaringan daun kemukus (A) dan kemukus semu (B) yang terdiri atas kutikula (1), epidermis abaksial (2), hipodermis atas (3), tiang (4), bunga karang (5), hipodermis bawah (6), dan epidermis adaksial (7). Daun kemukus lebih tebal daripada kemukus semu, begitu pula jaringan tiang dan bunga karangnya. Perbesaran 100x. S 50 μm 50 μm e m u a k o l e k s i a s a l S A C 50 μm 50 μm e m u a k o l e k s i a s a l B D E 50 μm F Gambar 30 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan sudan IV yang P menunjukkan usel minyak berwarna cokelat P(anak panah) pada kemukus (A, rB) dan kemukus semu (C, uD) dijumpai pada r hipodermis ataswdan bawah. Sel idioblas yang berukuran sangat besar w dijumpai pada kemukus (E), tidak dijumpai pada kemukus semu (F). o o Perbesaran 400x. r r e e j j o o 50 μm s e l s e 29 A B Gambar 31 Sayatan melintang daun kemukus (A) dengan pewarnaan sudan IV menunjukkan sel idioblas (anak panah) terletak pada jaringan bunga karang daun kemukus, akan tetapi tidak dijumpai pada jaringan bunga karang daun kemukus semu (B). Perbesaran 400x. Daun kemukus memiliki jaringan hipodermis bawah yang beberapa selnya mengalami penebalan dinding sel. Sel sklereid tersebut teramati oleh warna merah yang pekat di sepanjang hipodermis bawah (Gambar 32). Sel sklereid tersebut hanya dijumpai pada kemukus dan tidak dijumpai pada kemukus semu. A B Gambar 32 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan safranin yang menunjukkan penebalan dinding sel hipodermis bawah menjadi sel sklereid (anak panah) pada kemukus (A), yang tidak dijumpai pada kemukus semu (B). Perbesaran 400x. Pengelompokan Koleksi Kemukus dan Kemukus Semu Fenogram yang dihasilkan menggunakan koefisien simple matching dan metode UPGMA berdasarkan 35 karakter morfologi (Lampiran 2) menunjukkan hubungan fenetik antara kemukus dan kemukus semu (Gambar 33). Tampilan tiga dimensi tersaji pada analisis komponen utama (PCA) yang memproyeksikan koleksi terhadap tiga komponen utama (Gambar 34). Fenogram dan PCA menunjukkan pengelompokan koleksi kemukus yang terpisah dari kemukus semu. Pada fenogram dapat diketahui bahwa kelompok kemukus dan kemukus semu memiliki nilai keserupaan sebesar 27% saja. Nilai tersebut menunjukkan bahwa koleksi kemukus berbeda secara signifikan dari koleksi kemukus semu. Kemukus memiliki karakter buah berbentuk membulat, tangkai buah pendek hingga panjang (0.25–0.5 cm), dan beraroma kuat. Daun kemukus bertekstur menjangat dan beraroma kuat. Kemukus semu memiliki 30 karakter buah berbentuk membulat telur, tangkai buah sangat pendek (<0.25 cm), tak beraroma atau beraroma lemah. Daun kemukus semu bertekstur seperti kertas dan tidak beraroma. Karakter pembeda yang terdapat pada organ vegetatif dan generatif selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Kelompok I dengan nilai keserupaan sebesar 77% berasal dari koleksi Kendal, Magelang, dua koleksi Semarang, dan dua koleksi Purworejo. Kelompok I memiliki karakter buah kusam, buah muda hijau yang berubah warna menjadi hijau zaitun saat dewasa, indeks perbuahan yang tinggi dan tipe cabang lateral horizontal. Keseluruhan anggota Kelompok I memiliki buah dewasa berwarna hijau zaitun sehingga sering disebut dengan kemukus hijau. Buah dewasa mengalami perubahan warna menjadi merah kecokelatan kecuali pada P11 dan P12 yang buah masaknya berwarna jingga. Kelompok I memiliki tangkai buah pendek, tipe perbuahan rapat, dan produksi pucuk lateral sedikit kecuali pada M7, M8, dan M16 yang memiliki tangkai buah panjang, tipe perbuahan renggang, dan produksi pucuk lateral banyak. Semua anggota kelompok memiliki jumlah buah ≤24 per perbuahan, kecuali pada koleksi Kendal dan tiga koleksi Magelang (M7, M8, M16) yang tiap perbuahannya terdiri atas >30 buah. K1 K2 K3 K4 K5 M1 M2 M3 M5 Se5 M15 M4 Se4 M12 M7 M8 M16 P11 P12 P2 P4 P3 P1 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P13 P14 Se1 Se2 Se3 M11 M14 M13 Sa1 J1 M11MW A B 0.27 0.46 0.64 0.82 P. cubeba I P. cubeba II P. cubeba III P. caninum 1.00 Koefisien keserupaan Gambar 33 Fenogram dari 34 nomor koleksi kemukus (A) dan lima nomor koleksi kemukus semu (B) berdasarkan 35 karakter morfologi yang menghasilkan enam kelompok kemukus. Koleksi K: Kendal; M: Magelang; Se: Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara. 31 Se3 Se2 Se4 Se5 0.36 0.36 P. cubeba M12 0.20 0.20 M15 K4 K5 M16M4 M8 M1 K3 K1 K2 M7 Se1 M2M3 M5 J1 PC III 8.11% R3 0.03 0.03 P6 P1P7 P5 P8 P9 P10 P3 P4 P11 P2P12 P13 P14 P. caninum PC II 11.66% -0.14 -0.14 R2 0.01 0.01 0.33 0.33 Sa1 M11 M14 M13 0.17 0.17 -0.14 -0.14 -0.30 -0.31 -0.30 -0.31 -0.23 -0.23 PC I 47.95% -0.05 -0.05 0.14 0.14 R1 0.33 0.33 0.51 0.51 Gambar 34 Plot tiga dimensi hasil analisis komponen utama (PCA) yang memproyeksikan koleksi terhadap tiga komponen: PC I 47.95%, PC II 11.66%, dan PC III 8.11%. Koleksi K: Kendal; M: Magelang; Se: Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara. Semua koleksi asal Purworejo selain P11 dan P12 mengelompok dalam Kelompok II dengan koefisien keserupaan sebesar 78%. Kelompok II memiliki karakter buah licin, bertangkai pendek, berwarna merah kecokelatan saat masak, tipe perbuahan rapat, dan produksi pucuk lateral sedikit. Keseluruhan anggota Kelompok II memiliki jumlah buah ≤24 per perbuahan, indeks perbungaan rendah dan tipe cabang lateral menggantung, kecuali pada P13 dan P14 yang memiliki memiliki jumlah buah >30 per perbuahan, indeks perbungaan tinggi serta tipe cabang lateral horizontal. Terdapat dua variasi warna buah muda pada Kelompok II, yaitu hijau (P1–P10) dan cokelat kekuningan (P13 dan P14). Buah muda hijau berubah menjadi cokelat saat dewasa, sedangkan buah muda cokelat kekuningan berubah menjadi jingga kecokelatan saat dewasa. Warna buah dewasa yang cokelat dan jingga kecokelatan tersebut menjadi dasar penamaan kemukus merah oleh petani Purworejo dan digemari petani karena buahnya terkesan cepat masak. Kelompok III terdiri atas koleksi dari Semarang dengan koefisien keserupaan sebesar 0,93%. Buah bertekstur kusam, buah muda berwarna hijau yang berubah warna menjadi hijau zaitun saat dewasa kemudian berubah menjadi merah kecokelatan saat masak, dan bertangkai pendek. Kelompok III memiliki jumlah buah ≤24 per perbuahan, indeks perbungaan tinggi, tipe cabang horizontal, dan produksi pucuk lateral sedikit. Kelompok III memiliki karakter daun pada batang memanjat dan cabang lateral yang mirip dengan kemukus semu, yaitu pangkal daun membundar, membaji simetri, dan membaji asimetri; serta tepi daun mengombak. Karakter daun tersebut berbeda dengan Kelompok I dan II yang memiliki karakter daun pada batang memanjat dan cabang lateral yang pangkalnya menjantung dan membaji asimetri; serta tepi daun rata. Dengan demikian pangkal daun merupakan salah satu karakter diagnosis pada Kelompok III. 32 Semua tanaman kemukus yang dikoleksi merupakan tanaman yang dibudi daya oleh masyarakat, sedangkan kemukus semu P. caninum Blume dikoleksi dari tanaman budi daya maupun tanaman liar. Penulis mengasumsikan bahwa kemukus semu P. caninum Blume merupakan kerabat liar kemukus. Sebanyak 34 koleksi kemukus dan lima koleksi kemukus semu diproyeksikan pada plot bivariate (Gambar 35) yang menunjukkan hubungan antara koleksi dan karakter morfologinya. Karakter yang berada di luar lingkaran (nomor 6 dan 32) merupakan karakter yang besar variasinya dan kurang efektif jika digunakan sebagai karakter penanda kelompok. Koleksi kemukus berkorelasi dengan karakter vegetatif nomor 1, 2, 3, 5, 7, 11, 12, 14, dan 15, serta karakter generatif nomor 18, 20, 21, 22, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 33, dan 34. Data tersebut menunjukkan bahwa karakter generatif lebih penting dan lebih efektif sebagai penanda kelompok infraspesies. 0.33 P1 P7 P5 P8P3 P10 P6P9 P4 P2 18 20 M13 Sa1 M14 M11 J1 B 19 0.04 23 35 A 8 26 10 27 14 7 Se2 Se3 Se5 Se4 3 13 16 4 17 9 11 PC II 11.66% 25 6 P12 P11 1 21 22 2933 24 15 M15 28 31 5 P13 P14 12 Se1M1 M3 M5 M4 M2 K4 K5 K3 K2 K1 M8 M7M16 M12 30 R2 -0.26 2 34 -0.56 32 -0.85 -0.58 -0.29 0.01 0.31 0.61 R1 PC I 47.95% Gambar 35 Plot bivariate menunjukkan hubungan antara 34 nomor koleksi kemukus (A) dan lima nomor koleksi kemukus semu (B) yang disimbolkan dengan , terhadap 35 karakter morfologi yang disimbolkan dengan . PC I 47.95% dan PC II sebesar 11.66%. Keterangan: Karakter yang digunakan dalam pengelompokan: aroma batang (1), tipe cabang lateral (2), produksi pucuk lateral (3), panjang tangkai daun di batang memanjat (4), tekstur daun (5), bentuk helaian daun di cabang lateral (6), panjang helaian daun di batang memanjat (7), panjang dan lebar helaian daun di cabang lateral (8, 9), pangkal daun di batang memanjat dan cabang lateral (10, 11), bentuk tepi helaian daun (12), tipe pertulangan daun (13), posisi pangkal anak tulang daun (14), postur transversal & longitudinal daun (15, 16), panjang tangkai perbungaan (17), panjang perbungaan (18), bentuk perbungaan (19), indeks perbungaan (20), tipe perlekatan braktea (21), warna braktea (22), indumen braktea (23), jumlah cuping kepala putik (24), tipe & orientasi perbuahan (25, 26), jumlah buah tiap perbuahan (27), panjang tangkai buah (28), bentuk buah (29), pangkal buah (30), warna buah muda, dewasa, & masak (31, 32, 33), tekstur kulit & indumen buah (34, 35). Koleksi K: Kendal; M: Magelang; Se: Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara. 33 Pengelompokan koleksi yang tersaji dalam plot bivariate dapat secara jelas memperlihatkan bahwa koleksi kemukus memisah dengan kemukus semu, akan tetapi pemisahan koleksi kemukus menjadi tiga kelompok tidak terlihat dengan jelas. Hal ini dikarenakan plot tersebut hanya dapat menggambarkan persentase keragaman PC I sebesar 47.95% dan PC II sebesar 11.66% (Lampiran 4). Deskripsi Kemukus dan Kemukus Semu Berdasarkan pengamatan terhadap karakter morfologi dan anatomi, kemukus dan kemukus semu dapat dideskripsikan sebagai berikut. Piper cubeba L.f. (Gambar 36) Piper cubeba L.f., Suppl. Pl. 90. 1782; Miquel, Fl. Ned. Ind. 448. 1859; Candolle, Prodr. 16(1). 340. 1869; Backer & Bakh. f., Fl. Java. 170. 1963 - Tipe: Junghunh (K n.v.) fem., Zollinger 727 (DC!) masc. Jawa, Indonesia. Cubeba officinalis Raf., Sylva Tellur. 84. 1838 - Tipe: Piper crassipes Khorth. ex C.DC., Candolle, Prodr. 16(1). 344. 1869 Tipe: Khorthals 617 (K!) fem. Sumatera, Indonesia. Perdu memanjat. Batang gundul, beraroma; pucuk magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan. Batang memanjat: ruas menebal, diameter 0.2–0.5(-1) cm, panjang buku 1–10 cm; akar panjat panjang, rapat, cokelat kemerahan. Cabang lateral: horizontal atau menggantung (1–15 ruas), diameter 1.27–5.1 cm, panjang buku 1–10 cm. Cabang menjalar: diameter 0.2–0.3 cm, panjang buku 3–8 cm. Daun bertangkai gundul; beraroma; tekstur menjangat-kusam atau menjangatmengkilap; ujung meruncing atau melancip; tepi rata atau mengombak; postur transversal rata, terlengkung balik, berujung meruncing ke bawah, membusur; postur longitudinal rata atau berliuk; permukaan atas dan bawah daun dijumpai titik-titik transparan berupa trikom berkelenjar (pearl gland); permukaan bawah gundul; sel idioblas berukuran kecil (diameter 40–42 μm) terletak di jaringan hipodermis atas-bawah dan bunga karang; sel idioblas berukuran besar (diameter 148–151 μm) terletak di jaringan hipodermis atas; tipe pertulangan akrodromus atau kampilodromus; posisi anak tulang daun terujung pada 1/10, 1/5, 1/3 dari pangkal; jumlah tulang daun 5–7; daun muda hijau muda keunguan; permukaan daun dewasa hijau tua; permukaan bawah daun dewasa hijau pucat; warna daun kering cokelat muda, hijau kecokelatan. Daun pada batang memanjat: panjang tangkai 1–4.5 cm; helaian menjorong atau membundar telur, panjang 4.5–17.2 cm, lebar 2.3–10.2 cm; pangkal membundar atau menjantung. Daun pada cabang lateral: panjang tangkai 0.4–4 cm; helaian menjorong, menjorong melanset, melonjong, panjang 5.5–18 cm, lebar 2–8 cm; pangkal menyerong, membaji asimetri, membaji asimetri. Daun pada cabang menjalar: helaian membundar telur; pangkal menjantung. Daun penumpu pada batang memanjat dan cabang menjalar memelepah, cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan, gugur saat daun tumbuh dewasa, menyisakan bekas hitam di tangkai daun. Daun penumpu pada cabang lateral menyelaput bumbung, cokelat keunguan hingga cokelat 34 keabu-abuan, gugur saat kuncup daun membuka. Perbungaan jantan tegak; panjang tangkai 1–1.2 cm; spika menyilinder, panjang 3.7–4.3 cm. Perbungaan betina tegak; panjang tangkai 0.3–2 cm; spika mengerucut atau menyilinder, panjang 1.2–3.6 cm; beraroma. Bunga jantan: braktea membundar, dudukmenyirap, gundul, stamen 3–4. Bunga betina: braktea kuning, membundar, duduk-menyirap, gundul; stigma terbelah 3–5(-6) cuping; stigma segi tiga. Perbuahan rapat atau renggang, panjang tangkai 0.2–2.2 cm, tangkai perbuahan < spika; orientasi lurus dan bengkok, panjang 1.5–8.4 cm; sumbu perbuahan tertutup braktea berkanjang. Buah membulat atau menjorong; diameter 4.8–7.1 mm; pangkal mementol atau menggasing; warna hijau atau cokelat kekuningan saat muda, hijau atau jingga kecokelatan atau cokelat tua saat dewasa, merah kecokelatan atau jingga saat masak; tangkai buah panjang 0.23–0.8 cm, perikarp tebal 0.5–0.8 mm; beraroma; rasa pahit dan pedas. 1 mm B A C D D D E F D G I H Gambar 36 Piper cubeba L.f.: perawakan (A), perbungaan (B), perbungaan tampak dekat menunjukkan braktea yang gundul dan duduk (C), perbuahan dewasa (D), awetan basah perbungaan menunjukkan kepala putik yang bercuping 3–5 (E), buah kering bertangkai panjang (F), sayatan membujur buah menunjukkan perikarp yang tebal (G), sayatan melintang daun memperlihatkan daun yang tebal (H), pembentukan sel sklereid pada jaringan hipodermis bawah disebabkan adanya penebalan dinding sel (I). 35 Ekologi: kebun, pekarangan rumah, ±500–600 mdpl. Distribusi: Jawa: Kabupaten Semarang, Kendal, Magelang, Purworejo (budi daya). Catatan: Piper crassipes Khorth. ex C.DC. berasal dari Sumatera dan digunakan sebagai pemalsu komoditas kemukus pada perdagangan masa lampau. Namun setelah foto spesimen tipenya nomor K000575314 (http://specimens.kew.org/ herbarium) diamati dengan seksama dan dibandingkan dengan koleksi kemukus, kedua jenis tersebut identik sehingga diduga merupakan jenis Piper cubeba L.f. Piper caninum Blume (Gambar 37) Piper caninum Blume, Verh. Batav. Genootsch. Kunsten 11: 214. 1826; Backer & Bakh. f., Fl. Java. 171. 1963. Gardner, Blumea. 48. 47–48. 2003; Gardner, Blumea 51. 569–586. 2006 - Tipe: Blume s.n. (L n.v.). Jawa, Indonesia. Perdu memanjat. Batang gundul atau meroma, tak beraroma sampai beraroma lemah; pucuk hijau muda. Batang memanjat: ruas menebal, diameter 0.18–0.3 cm; panjang buku 1.5–8 cm; akar panjat, cokelat muda. Cabang lateral: menggantung, 1–7 ruas, diameter 0.19–0.2 cm, panjang buku 2.3–8.5 cm. Cabang menjalar: diameter 0.2–0.3 cm, panjang buku 2.5–7.7 cm. Daun bertangkai meroma; tak beraroma atau beraroma lemah; tekstur seperti kertas-kusam; ujung meruncing atau melancip; tepi rata atau mengombak; postur transversal rata atau berujung meruncing ke bawah; postur longitudinal rata atau tergulung balik; permukaan atas dan bawah daun dijumpai trikom berkelenjar (pearl gland); permukaan bawah meroma; sel idioblas berukuran kecil (diameter 40–42 μm) terletak di jaringan hipodermis atas-bawah; tipe pertulangan akrodromus atau kampilodromus; posisi anak tulang daun terujung pada 1/10–1/5 dari pangkal; jumlah tulang daun 5–7; daun muda hijau muda; permukaan daun dewasa hijau tua; permukaan bawah daun dewasa hijau pucat. Daun pada batang memanjat: panjang tangkai 1.7–7 cm; helaian membundar telur, panjang 5.6–10 cm, lebar 2.8–5.7 cm; pangkal membundar atau menjantung. Daun pada cabang lateral: panjang tangkai 1.2–3.5 cm; helaian membundar telur, membundar telur melanset, menjorong, panjang 8–15.5 cm, lebar 4.2–8.7 cm; pangkal membundar, membaji simetri, membaji asimetri. Daun pada cabang menjalar: helaian membundar telur; pangkal menjantung. Daun penumpu pada batang memanjat dan cabang menjalar memelepah, hijau pucat, gugur saat daun tumbuh dewasa, menyisakan bekas hitam di tangkai daun. Daun penumpu pada cabang lateral menyelaput bumbung, hijau pucat, gugur saat kuncup daun membuka. Perbungaan jantan tidak diketahui. Perbungaan betina tegak; panjang tangkai 1.5–2 cm; spika mengerucut, panjang 1–1.5 cm; aroma lemah. Bunga betina: braktea hijau, membundar atau melonjong, memerisai-saling bebas, bertangkai, berbulu balig rapat; stigma terbelah 2–4 cuping, segi tiga. Perbuahan rapat, panjang tangkai 0.8–2.7 cm, tangkai perbuahan > atau < spika; orientasi lurus dan bengkok, panjang 1–4.6 cm; sumbu perbuahan tertutup braktea berkanjang. Buah membulat telur; diameter 2.8–4.5 mm; pangkal mementol; warna hijau saat muda, jingga kecokelatan saat dewasa, merah saat masak; tangkai buah sangat pendek 0.11– 36 0.18 mm, perikarp tipis (0.2–0.4 mm); tak beraroma atau beraroma lemah; rasa 1 mm masam. Ekologi: kebun, pekarangan rumah, ± 600 mdpl Distribusi: Jawa: Kabupaten Magelang (budi daya), Kabupaten Jepara (budi daya), Kota Salatiga (liar). Catatan: Terdapat variasi morfologi pada P. caninum Blume pada koleksi asal Magelang dan Jepara. Perbedaan koleksi Jepara dari Magelang meliputi jumlah stigma 2–3, braktea melonjong, duduk, dan organ vegetatif serta generatif memiliki aroma yang lemah. A D B E C F G H I Gambar 37 Piper caninum Blume: perawakan (A), perbungaan muda (B), spesimen kering perbungaan yang memperlihatkan braktea berbulu dan memerisai (C), perbuahan masak dengan tipe perbuahan rapat (D), spesimen basah perbuahan muda menunjukkan kepala putik yang bercuping 3–4 (E), buah kering bertangkai sangat pendek (F), sayatan membujur buah yang menunjukkan perikarp yang tipis (G), sayatan melintang daun memperlihatkan daun yang tipis (H), dinding sel pada jaringan hipodermis bawah tidak mengalami penebalan (I). 37 Perbandingan Kelompok Infraspesies Kemukus Perbandingan karakter kelompok kemukus disusun untuk memudahkan peneliti dan petani kemukus (Tabel 4). Karakter generatif Kelompok II yang berbuah mengkilap dan berwarna cokelat atau jingga kecokelatan membedakannya dari Kelompok I dan III yang berbuah kusam dan berwarna hijau zaitun. Variasi karakter pangkal daun (membundar, menjantung, menyerong; membaji simetri, asimetri) dan tepi (rata atau mengombak) membedakan Kelompok III dari Kelompok I dan II yang memiliki variasi pangkal daun menjantung atau menyerong saja serta tepi daun rata. Tabel 4 Perbandingan kelompok infraspesies kemukus bersasarkan karakter generatif dan vegetatif Karakter Kelompok I Kulit buah Kusam Warna buah Hijau zaitun dewasa Pangkal daun Menyerong Menjantung Tepi daun Kelompok II Mengkilap Cokelat Jingga kecokelatan Menyerong Menjantung Rata Kelompok III Kusam Hijau zaitun Menyerong Menjantung Membundar Membaji simetri Membaji asimetri Rata Mengombak Rata Berdasarkan pengamatan morfologi, diperoleh karakter seleksi yang dapat digunakan untuk memilih kelompok atau individu kemukus yang berpotensi memiliki produktivitas tinggi dan kualitas buah yang baik. Sifat karakter seleksi yang dipilih meliputi tipe cabang lateral horizontal, produksi pucuk lateral banyak, indeks perbungaan tinggi, tipe perbuahan rapat, jumlah buah tiap perbuahan >30, warna buah muda hijau, dan warna buah dewasa hijau zaitun (Tabel 5). Tabel 5 Daftar check list perbandingan kelompok kemukus dengan karakter seleksi (*sifat penciri produktivitas dan kualitas buah) CL Ks Kel I II III Ho* √ √ √ PTL Me Sdt Byk* √ - √ √ √ √ - IP TP JBP WBM Re Ti* Rg Rp* ≤24 >30* Co Hi* √ - √ √ √ √ - √ √ √ √ √ √ √ √ - √ - √ √ √ WBD Hz* C/Jk √ √ √ - Keterangan: Ks: karakter seleksi; Kel: kelompok; CL: cabang lateral; PTL: produksi tunas lateral; IP: indeks perbungaan; JBP: jumlah buah tiap perbuahan; WBM: warna buah muda; WBD: warna buah dewasa; Ho: horizontal; Me: menggantung; Sdt: sedikit; Byk: banyak; Re: rendah; Ti: tinggi; Rg: renggang; Rp: rapat; Co: cokelat kekuningan; Hi: hijau; Hz: hijau zaitun; C/Jk: cokelat atau jingga kecokelatan. 38 Berdasarkan karakter vegetatif dan generatif yang telah deskripsikan, kemukus memiliki keanekaragaman genetik yang terekspresi dalam fenotipe yang cukup tinggi. Untuk memudahkan petani dalam penggunaan dan penerapan sistem klasifikasi, disusunlah kunci identifikasi kelompok kemukus dengan menggunakan karakter diagnostik meliputi pangkal daun, tekstur kulit buah, dan warna buah. 1. a. Pangkal daun pada batang memanjat membundar dan menjantung, pangkal daun pada cabang lateral menyerong, membaji simetri, membaji asimetri tepi daun rata sampai mengombak ............................................ Kelompok III b. Pangkal daun pada batang memanjat menjantung saja, pangkal daun pada cabang lateral menyerong, tepi daun rata ....................................................... 2 2. a. Tekstur buah kusam, warna buah dewasa hijau zaitun ..................................... ....................................................................................................... Kelompok I b. Tekstur buah licin, warna buah dewasa cokelat dan jingga kecokelatan .......... ......................................................................................................Kelompok II 39 PEMBAHASAN Perbedaan Kemukus dan Kemukus Semu Kemukus dapat dibedakan dengan kemukus semu berdasarkan karakter morfologi dan anatomi yang telah dipaparkan dalam penelitian ini. Karakter vegetatif pembeda kemukus dengan kemukus semu salah satunya adalah pangkal daun. Pangkal daun menyerong hanya dimiliki oleh kemukus. Karakter pangkal daun memiliki nilai taksonomi yang berguna untuk identifikasi jenisjenis Piper (Gardner 2006) termasuk kemukus dan kemukus semu. Kemukus dapat dibedakan dengan mudah berdasarkan karakter buahnya (Tabel 2). Perbedaan karakter morfologi kemukus dan kemukus semu mengenai ukuran dan panjang tangkai buah telah disebutkan dalam Bulletin of Miscellaneous Information. Kemukus semu memiliki buah yang lebih kecil dibandingkan dengan kemukus. Tangkai buahnya pendek, yakni tidak lebih dari setengah diameter buahnya (Royal Botanic Gardens Kew 1887). Pengamatan secara seksama dalam penelitian ini dapat membedakan kemukus semu dari kemukus melalui karakter tambahan yaitu bentuk buah membulat telur dan kulit buah keringnya bertekstur mulus. Sebaliknya, buah kemukus berukuran lebih besar dari kemukus semu, bertangkai lebih panjang, berbentuk membulat, dan bertekstur keriput saat kering. Karakter kemukus dan kemukus semu diperkuat antara lain dengan pengamatan anatomi daun yang menunjukkan tipe stomata, letak dan ukuran sel idioblas serta ada tidaknya sel sklereid (Tabel 3). Kemukus memiliki tipe stomata siklositik, sedangkan kemukus semu memliki tipe stomata anisositik dan tetrasitik. Kemukus dan kemukus semu sama-sama memiliki struktur sekretori berupa sel idioblas yang dijumpai pada hipodermis atas dan bawah. Namun, pada kemukus ditemukan sel-sel idioblas pada jaringan bunga karang yang tidak dijumpai pada kemukus semu. Sel idioblas yang berukuran sangat besar (72–212μm) dijumpai pada hipodermis atas daun kemukus, tetapi tidak dijumpai pada daun kemukus semu. Adanya sel idioblas yang sangat besar belum pernah dilaporkan ditemukan pada sayatan daun dari marga Piper lain, seperti pada P. colubrinum Link. (Ravindran dan Remashree 1998), P. acutilimbum C.DC., P. arcuatum C. Presl, P. blumei (Miq.) Backer, P. chaba Hunter (Tihurua et al. 2011), P. sarmentosum Roxb. (Raman et al. 2012), P. betle L. (Mubeen et al. 2014; Periyanayagam et al. 2012), dan P. lepturum Kunth (Oliviera Macado et al. 2014). Struktur sekretori memiliki arti taksonomi yang penting. Perbedaan struktur sekretori menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam proses fisiologi suatu tumbuhan yang menghasilkan metabolit sekunder khusus (Metcalfe dan Chalk 1950; 1979). Hasil metabolit sekunder ini secara sederhana dapat membedakan kemukus dari kemukus semu dengan mudah dari aroma remasan daun dan buahnya. Kemukus memiliki aroma yang kuat, sedangkan kemukus semu tak menghasilkan aroma hingga beraroma sangat lemah. Bau remasan dari jenis Piper memiliki ciri khas masing-masing. Keberadaan senyawa metabolit sekunder yang diukur secara kualitatif dengan membau aroma remasan dapat digunakan sebagai bukti klasifikasi (Jones dan Luchsinger 1986; Hsiao dan Lin 1995; Wolff et al. 1997). 40 Perbedaan kemukus dari kemukus semu juga ditandai oleh adanya sel-sel sklereid pada sayatan melintang daunnya. Sel sklereid ditampakkan oleh pewarnaan safranin yang menandai sel berlignin dan berdinding tebal di jaringan hipodermis bawah daun (Gambar 32). Sel sklereid berbentuk memanjang serta bercabang dan termasuk ke dalam tipe osteosklereid (Fahn 1995). Sel tersebut menyokong daun sehingga memengaruhi tekstur daun kemukus yang menjangat serta kaku. Tanpa adanya sel sklereid di bagian abaksial , daun kemukus semu bertekstur seperti kertas dan lemas. Identifikasi kemukus dan kemukus semu menggunakan reaksi kimia sebagai bukti taksonomi pernah dilakukan oleh Holmes dalam Felter dan Lloyd (1898) menggunakan larutan iodium dan asam sulfat kuat. Reaksi serbuk kemukus dengan iodium menghasilkan warna biru tua, sedangkan reaksi dengan asam sulfat menghasilkan warna merah. Identifikasi kemukus dan kemukus semu saat ini telah dilakukan dengan metode kromatografi. Analisis keaslian kemukus menggunakan kubebin sebagai penanda molekuler telah dilakukan untuk membedakan buah kering P. cubeba L.f. dari Litsea cubeba (Laur.) Merr. dalam perdagangan cubeb fruit di Korea (Kim et al. 2011). Metode ini mudah dan cepat untuk mengidentifikasi keaslian kemukus dan dianjurkan dalam quality control buah kering yang sulit dibedakan berdasarkan karakter morfologi, misalnya dalam bentuk serbuk. Potensi Pemanfaatan Kemukus Semu Kemukus semu (P. caninum Blume) atau bodeh (Jawa) dibudidayakan oleh petani Magelang, Jepara, dan Purworejo di kebun mereka. Kemukus dan kemukus semu di Magelang dan Purworejo ditanam di lahan yang sama. Adanya koleksi kemukus semu yang berasal dari tanaman liar di Salatiga menunjukkan bahwa kemukus semu merupakan kerabat liar kemukus. Kemukus semu -memiliki persebarannya cukup luas di kawasan Malesia. Namun demikian, belum pernah dilaporkan adanya budi daya dan pemanfaatan kemukus semu di Indonesia, kecuali sebagai pencampur dan pemalsu kemukus. Hal ini secara tidak langsung diinformasikan dari makna penamaan jenis kemukus semu (Gledhill 2008) dan sejarah perdagangan kemukus. Piper caninum memiliki arti lada liar dan tidak dibudi daya. Masyarakat Maluku (suku Tobelo) menyebutnya o tokata ma bidoho yang berarti sirih liar yang tidak dapat dimakan (Taylor 1990). Bahasa Melayu menyebutnya lada anjing, sirih hutan, dan sirih hantu. Nama yang pernah diusulkan untuk jenis ini yakni Cubeba canina (Blume) Miq. (Vahl 1804) memiliki arti cubeb yang berasal dari tumbuhan liar, untuk membedakannya dengan kemukus, yakni cubeb yang digunakan dalam pengobatan yang disebut dengan Cubeba officinalis Raf. Petani di Purworejo saat ini menggunakan kemukus semu dengan metode sambung pucuk sebagai batang bawah yang tahan cendawan dalam budidaya lada (komunikasi pribadi dengan warga Purworejo). Lada dikenal rentan terhadap penyakit layu kuning yang disebabkan oleh Fussarium oxysporum (Duarte et al. 2001) dan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Phytophthora capsici (Wahyuno 2010). Kemukus memiliki tingkat kerentanan yang sama dengan lada terhadap infeksi cendawan yang dilakukan secara buatan (Wahyuno 41 et al. 2010), tetapi petani lokal di Purworejo menyatakan kemukus semu sebagai batang bawah ladaberkualitas baik dan tahan cendawan.Informasi mengenai tingkat ketahanan batang kemukus semu terhadap cendawan belum dibuktikan secara ilmiah. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut, seperti anatomi batang, untuk mendapatkan informasi yang mendukung sifat ketahanan batang. Keanekaragaman genetik kemukus semu sebagai kerabat liar kemukus dapat dimanfaatkan sebagai penyedia gen dalam pengembangan kultivar unggul kemukus. Banyak jenis Piper yang karakteristik ketahanannya belum diketahui dan dapat menjadi sumber keragaman genetik (Wahyuno 2010). Diperlukan adanya aliran gen melalui proses persilangan agar sifat-sifat ketahanan dapat dimiliki oleh jenis yang rentan. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut pula mengenai fenologi, fitopatologi, dan agronomi. Pemuliaan lada menggunakan metode sambung pucuk dengan kerabat liarnya sebagai batang bawah telah dilakukan di India yakni menggunakan Piper colubrinum Link. yang berasal dari Brazil (Vanaja et al. 2007). . Diketahui bahwa komposisi jaringan korteks batang P. nigrum L. terdiri atas jaringan kolenkim, klorenkim, sklerenkim, dan parenkim, sedangkan korteks batang P. colubrinum Link. memiliki komposisi berupa jaringan sklerenkim, klorenkim, dan parenkim saja tanpa adanya porsi jaringan kolenkim (Ravindran dan Remashree 1998). Hal ini menunjukkan bahwa batang P. colubrinum Link. lebih keras dibandingkan dengan batang P. nigrum L. yang memungkinkan adanya ketahanan yang lebih terhadap infeksi cendawan. Variasi Morfologi Kemukus dan Kemumus Semu Perawakan Perawakan kemukus dan kemukus semu berupa perdu memanjat yang terdiri atas batang memanjat, cabang lateral, dan cabang menjalar (Gambar 1). Ketiga tipe cabang tersebut masing-masing memiliki karakter dan fungsi yang berbeda. Batang memanjat tumbuh tegak dan mengeluarkan akar adventif untuk memanjat tanaman inang atau para-para. Batang memanjat tidak menghasilkan perbungaan. Batang memanjat disebut juga pucuk ortotrop steril (Gardner 2003; 2010; 2013; IPGRI 1995; Ravindran dan Remashree 1998). Cabang yang tumbuh dari batang memanjat disebut dengan cabang lateral (IPGRI 1995). Cabang lateral biasanya tidak mengeluarkan akar adventif, akan tetapi menghasilkan perbungaan saat tanaman dewasa. Cabang ini disebut juga pucuk plagiotrop fertil (Gardner 2003; 2010; 2013). Cabang menjalar mengeluarkan akar yang menembus tanah pada tiap ruasnya. Cabang menjalar disebut juga pucuk anakan (Gardner 2010). Daun Daun pada batang memanjat dan cabang lateral disebut dengan highest leaves (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963) yang berarti daun pada batang yang tumbuh ke atas dan memanjat tanaman inang. Daun pada batang memanjat disebut dengan daun pada pucuk ortotrop, yakni pucuk yang tumbuh tegak dan tidak menghasilkan perbungaan, sedangkan daun pada cabang lateral disebut sebagai daun pada pucuk plagiotrop, yakni pucuk yang tumbuh ke samping dan 42 menghasilkan perbungaan (Gardner 2006; Ravindran dan Remashree 1998). Daun pada cabang menjalar disebut juga daun anakan (juvenile leaves) (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963; Gardner 2010). Karakter daun pada cabang menjalar, batang memanjat, dan cabang lateral telah dideskripsikan Backer sebagai karakter umum marga Piper, namun karakter daun pada cabang menjalar tidak dideskripsikan oleh Gardner (2006; 2010; 2013). Daun pada cabang memanjat yang lebih lebar dibandingkan dengan daun pada cabang lateral merupakan ciri umum Piper dan disebut dengan dimorfisme (Gardner 2006; van Steenis 1948). Karakter bentuk helaian, pangkal, dan postur transversal daun pada kemukus dan kemukus semu dideskripsikan dalam tiga kelompok, yaitu daun pada batang memanjat, cabang lateral, dan cabang menjalar. Beberapa variasi hanya ditemukan pada tipe cabang tertentu. Adanya dimorfisme menyebabkan pengamatan daun pada ketiga tipe cabang (cabang menjalar, batang memanjat, dan cabang lateral) harus dilakukan untuk memudahkan identifikasi, karakterisasi morfologi, dan pengelompokan Piper, khususnya kemukus dan kemukus semu. Kelompok III memiliki karakter daun pada batang memanjat dan cabang lateral yang mirip dengan kemukus semu, yaitu pangkal daun membundar, membaji simetri, dan membaji asimetri; serta tepi daun mengombak. Karakter daun tersebut berbeda dengan Kelompok I dan II yang memiliki daun pada batang memanjat dan cabang lateral yang pangkalnya menjantung dan membaji asimetri; serta tepi daun rata. Dengan demikian pangkal daun merupakan salah satu karakter diagnosis pada Kelompok III. Pangkal daun memiliki arti taksonomi penting yang dapat membedakan antarjenis Piper (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963; Gardner 2006) termasuk kemukus dengan kemukus semu, serta antarkelompok infraspesies kemukus. Braktea Permasalahan yang muncul saat mengidentifikasi jenis kemukus semu diinformasikan oleh Backer dan Bakhuizen van den Brink (1963) pada catatan kaki di kunci determinasi dan deskripsi Piperaceae di Jawa yang menyatakan bahwa perlekatan braktea sulit dibedakan antara memerisai dan duduk. Tipe perlekatan braktea ini dapat ditentukan dengan tepat melalui pengamatan terhadap berbagai fase perbungaan dan perbuahan yang berkelanjutan (Gambar 12). Perbungaan muda memperlihatkan braktea yang hampir duduk. Seiring dengan perkembangan buah, perlekatan memerisai diidentifikasi dari braktea yang mulai terlihat bertangkai serta berkanjang hingga buah masak. Korelasi Karakter Vegetatif dan Generatif Terdapat korelasi antara karakter tipe cabang lateral dengan warna buah kemukus saat dewasa berdasarkan pengamatan di lapang dan diperkuat dengan analisis komponen utama yang tersaji dalam plot bivariate (Gambar 35). Tipe cabang lateral (karakter nomor 2) yang terletak berdekatan dengan warna buah dewasa (karakter nomor 32) menunjukkan bahwa kedua karakter tersebut saling berkorelasi. Tipe cabang lateral pada kemukus meliputi horizontal dan menggantung. Tipe cabang lateral tersebut berbeda dalam hal jumlah buku pada tiap cabangnya. Karakter tipe cabang lateral menggantung baik digunakan untuk 43 mendiagnosis kelompok kemukus merah, dikarenakan karakter tersebut berkorelasi dengan warna buah dewasa yang berwarna cokelat. Karakter diagnosis dapat mempermudah proses identifikasi (Davis & Heywood 1963). Karakter vegetatif yang berkorelasi dengan karakter generatif dapat memudahkan petani untuk mengidentifikasi karakter generatif suatu tanaman yang dalam hal ini berupa warna buah dewasa, sekalipun tanaman masih dalam fase vegetatif. Kemukus dengan cabang lateral menggantung selalu berwarna hijau saat muda, cokelat saat dewasa, dan merah kecokelatan saat masak. Sedangkan kemukus dengan tipe cabang lateral horizontal dapat berasal dari kemukus hijau maupun merah. Kemukus dengan tipe cabang lateral horizontal dapat berbuah hijau saat muda, hijau zaitun saat dewasa, dan merah kecokelatan atau jingga saat masak (kemukus hijau). Kemukus dengan tipe cabang lateral horizontal juga dapat berbuah cokelat kekuningan saat muda, jingga kecokelatan saat dewasa, dan merah kecokelatan saat masak (kemukus merah). Potensi Pengembangan Kultivar Lokal Kemukus Berdasarkan wawancara dengan petani lokal, tidak semua petani mengenal kelompok-kelompok kemukus. Petani Magelang mengenal adanya kelompok kemukus berbuah lebat (mendompol) dan jarang (tidak mendompol). Petani Purworejo mengenal kemukus merah dan kemukus hijau. Nama lokal kelompok kemukus dapat berpotensi dijadikan sebagai kultivar lokal yang lebih dikenal dengan varietas lokal dalam bidang agronomi. Varietas lokal adalah varietas yang telah ada dan dibudidayakan secara turun temurun oleh petani, serta menjadi milik masyarakat dan dikuasai oleh negara (Kementan 2011). Kelompok kemukus berbuah lebat (mendompol) dan tidak lebat (tidak mendompol) yang berasal dari Magelang menggunakan karakter kuantitatif sebagai penciri kelompoknya. Produksi buah kelompok kemukus tersebut masih belum dapat dipastikan akan lebat atau tidak lebat jika ditanam pada generasi berikutnya dan masih membutuhkan evaluasi secara agronomi. Oleh karena itu, nama kelompok kemukus tersebut belum dapat diusulkan sebagai kultivar lokal. Secara garis besar buah kemukus dapat dibedakan berdasarkan warna buahnya ketika dewasa, yakni kemukus yang buahnya berwarna cokelat atau jingga kecokelatan dan kemukus yang buahnya berwarna hijau zaitun. Kemukus dengan buah berwarna cokelat atau jingga kecokelatan disebut oleh petani Purworejo sebagai kemukus merah, sedangkan kemukus dengan buah berwarna hijau zaitun disebut dengan kemukus hijau. Analisis pengelompokan menunjukkan bahwa keseluruhan koleksi kemukus merah mengelompok pada Kelompok II (berasal dari Purworejo), sedangkan koleksi kemukus hijau mengelompok pada Kelompok I yang berasal dari Kendal, Magelang, Semarang, dan Purworejo, serta Kelompok III yang hanya berasal dari Semarang. Kemukus merah dan hijau sudah lama dikenal oleh petani Purworejo semenjak mereka mulai menanam kemukus. Petani mempertahankan kelompok kemukus merah dan hijau dengan cara menanam kedua kelompok tersebut secara berkelanjutan. Jika ada tanaman kemukus merah atau hijau yang mati, maka petani menggantinya dengan menanam tanaman kemukus yang baru. Kedua kelompok kemukus tersebut dicirikan dengan karakter kualitatif yaitu warna buah 44 dewasa. Kelompok tersebut juga memiliki karakter generatif yang diturunkan dan dipertahankan variasinya oleh petani lokal, salah satunya yaitu Bapak Misran. Kedua kelompok kemukus merah dan hijau memenuhi syarat standardisasi kultivar yaitu mengacu pada keberbedaan (Distinctness), keseragaman (Uniformity), dan stabil (Stability) (DUS) (Borys 1999; Rifai 2010). Oleh karena itu, kelompok kemukus merah dan kemukus hijau diusulkan sebagai kultivar lokal dengan nama kemukus ‘Merah’ dan kemukus ‘Hijau’. Kultivar lokal kemukus penting untuk distandardisasi dan didaftarkan sebagai kultivar asal yang akan digunakan dalam pengembangan kultivar turunan esensial selanjutnya. Berdasarkan analisis pengelompokan, Kemukus ‘Hijau’ berasal dari dua kelompok yang berbeda, yaitu Kelompok I dan III. Meskipun memiliki beberapa perbedaan karakter, namun kedua kelompok tersebut disatukan oleh karakter buah dewasa yang berwarna hijau zaitun. Penyatuan Kelompok I dan III menjadi satu usulan nama kultivar mempertimbangkan ciri khas klasifikasi tanaman budi daya, yaitu penamaan kulton dalam kultonomi bertumpu pada kebutuhan manusia (Hetterscheid 1999). Perbedaan kedua kelompok terletak pada karakter vegetatif meliputi pangkal dan tepi daun. Kedua karakter tersebut tidak memengaruhi sifat dan kualitas buah sebagai organ tanaman yang akan dimanfaatkan dan diperdagangkan sehingga dapat diabaikan. Karakter Seleksi Kemukus Karakter seleksi tersebar dalam kelompok yang terbentuk. Perbandingan karakter seleksi kemukus dapat menunjukkan kelompok yang berpotensi memiliki produktivitas tinggi dan kualitas buah yang baik (Tabel 5). Cabang lateral horizontal dengan 1–5 ruas dan cabang leteral dengan 6–15 ruas menghasilkan jumlah perbungaan yang sama. Cabang lateral horizontal lebih disukai dikarenakan produksi organ vegetatif berupa daun sedikit sehingga memungkinkan produksi perbuahan yang lebih banyak, sementara pada cabang menggantung produksi daun lebih tinggi dan lebat. Produksi pucuk lateral yang banyak memungkinkan kemunculan perbungaan yang lebih banyak. Indeks perbungaan merupakan perbandingan antara jumlah perbungaan yang dihasilkan dengan jumlah ruas pada tiap cabang lateral. Semakin besar nilai indeks perbungaan, maka semakin produktif pula tanaman kemukus. Tipe perbuahan rapat diasumsikan bahwa buah kemukus memiliki ukuran yang seragam dan berkembang sempurna. Tipe perbuahan ini lebih disukai daripada tipe perbuahan renggang yang terdiri atas buah kemukus berukuran tidak seragam dan beberapa belum berkembang dengan sempurna. Jumlah buah yang tinggi (>30) pada tiap perbuahan dapat meningkatkan produktivitas. Buah muda kemukus yang berwarna hijau lebih disukai dikarenakan buah yang berwarna cokelat kekuningan akan menimbulkan bias umur buah saat dewasa. Buah yang berwarna cokelat kekuningan pada kemukus merah akan dianggap lebih cepat masak sehingga memungkinkan petani memanen terlalu dini, sementara umur buah belum dewasa. Buah dewasa berwarna hijau zaitun pada kemukus hijau lebih disukai daripada buah dewasa berwarna cokelat atau jingga kecokelatan pada kemukus merah. Buah dewasa berwarna cokelat atau jingga kecokelatan cukup sulit 45 dibedakan dengan buah yang telah masak, sehingga memungkinkan petani memanen saat umur buah terlalu tua/masak. Kelompok I memiliki semua sifat karakter seleksi yang mendukung peningkatan produktivitas buah. Karakter seleksi selanjutnya dapat digunakan sebagai alternatif untuk memilih individu potensial yang akan dikembangkan sebagai calon kultivar turunan esensial atau yang lebih dikenal dengan varietas turunan esensial dalam bidang agronomi. Varietas turunan esensial adalah varietas hasil perakitan dari varietas asal dengan menggunakan seleksi tertentu sedemikian rupa sehingga varietas tersebut mempertahankan ekspresi sifat-sifat esensial dari varietas asalnya, tetapi dapat dibedakan secara jelas dengan varietas asalnya dari sifat-sifat yang timbul dari tindakan penurunan itu sendiri (Kementan 2010). Karakter yang diperoleh masih terbatas pada pengamatan di lapang dengan kondisi budi daya yang berbeda-beda. Sementara karakter seleksi yang baik harus memiliki keragaman genetik yang luas serta heritabilitasnya tinggi (Lubis et al. 2014). Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi karakter dalam ranah penelitian agronomi terhadap produktivitas buah. Wawancara dengan petani menunjukkan bahwa beberapa petani memilih kemukus dengan buah lebat dan warna buah cokelat atau jingga kecokelatan (kemukus merah) saat dewasa untuk dibudi daya. Buah lebat dapat meningkatkan bobot produksi basah dan kering, sedangkan warna dari buah kemukus merah dapat menyegerakan petani untuk memanen kemukus karena terkesan cepat masak. Karakter buah dewasa dari kemukus merah bukan merupakan karakter yang dapat meningkatkan nilai jual buah kemukus. Buah yang dipanen terlalu dini dan terlalu masak dapat menurunkan kualitas buah kering, seperti terjadi pada komoditas cengkih yang berpenampakan kisut dan berbobot rendah jika dipanen terlalu dini atau terlalu masak (Puslitbang Perkebunan 2011). Oleh karenanya, petani disarankan memilih kemukus dengan warna buah hijau saat muda dan hijau zaitun saat dewasa. Konservasi Kemukus Sikap petani Purworejo yang memilih kelompok kemukus merah (Kelompok II) untuk ditanam guna mempersingkat masa panen menyebabkan kelompok kemukus lain tak banyak diperhatikan. Dikhawatirkan kemukus kelompok lain tidak diminati dan tidak ditanam sehingga dapat mengakibatkan erosi genetik. Oleh karena itu, kelompok kemukus beserta karakter seleksinya harus diperkenalkan kepada petani dalam rangka mengupayakan on-farm conservation. Pengenalan masyarakat tentang keanekaragaman morfologi suatu tanaman dapat mendukung perlindungan, pengelolaan, ketahanan, dan konservasi suatu sumber daya genetik (Naujeer 2009). Populasi kemukus paling tinggi dijumpai di Kabupaten Magelang dan Purworejo, sedangkan kebupaten lainnya menyumbang koleksi kemukus yang sedikit. Fenomena ini menunjukkan bahwa minat petani di luar Kabupaten Magelang dan Purworejo kurang dalam membudidayakan kemukus. Berdasarkan informasi warga, kebun kemukus di lokasi eksplorasi Kabupaten Kendal telah berubah fungsi menjadi kebun sengon, sementara itu kebun kemukus di Kabupaten Semarang berubah fungsi pula menjadi daerah peternakan. Kebun 46 kemukus yang sebelumnya berpopulasi 5–10 tanaman menjadi tersisa 2–3 individu saja. Penebangan tanaman kemukus jantan yang dianggap petani tidak produktif dikhawatirkan dapat mengurangi kekayaan sumber daya genetik yang ada dikarenakan beberapa tahun terakhir kemukus jantan sedang dikembangkan sebagai tetua jantan pada persilangan lada (Wahyuno et al. 2010). Beberapa kekhawatiran di atas menunjukkan pentingnya upaya konservasi sumber daya genetik kemukus agar dilakukan sesegera mungkin, baik secara in-situ maupun ex-situ. 47 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kemukus (P. cubeba L.f.) dan kemukus semu (P. caninum Blume) dapat dibedakan dengan jelas berdasarkan deskripsi karakter morfologi dan anatomi. Kemukus dapat dibedakan dari kemukus semu melalui karakter diagnostik meliputi warna pucuk magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan; tekstur daun menjangat; braktea kuning, gundul; buah membulat, bertangkai lebih panjang, berperikarp tebal, rasa pedas dan pahit, beraroma rempah; serta tekstur buah kering keriput.Kemukus dibedakan dengan kemukus semu berdasarkan karakter anatomi yaitu tipe stomata siklositik; tidak memiliki trikom sederhana pada permukaan abaksial daun; sel idioblas dijumpai pada hipodermis atas dan bawah, serta pada jaringan bunga karang; dijumpai sel idioblas pada hipodermis atas yang berukuran sangat besar; serta terdapat sel sklereid. Berdasarkan karakter warna buah dewasa, kemukus terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu kemukus hijau dan merah. Pengelompokan tersebut berbeda dari analisis fenetik yang menghasilkan tiga kelompok infraspesies kemukus (Kelompok I-III). Kemukus hijau berasal dari Kelompok III (koleksi Semarang) dan Kelompok I (koleksi Kendal, Magelang, Semarang, dan Purworejo). Kelompok III memiliki perbedaan karakter vegetatif cukup besar dengan dua kelompok lainnya, sedangkan Kelompok I lebih dekat dengan Kelompok II (koleksi Purworejo) yang merupakan kemukus merah. Kelompok kemukus hijau dan merah diusulkan sebagai kultivar lokal dengan nama kemukus ‘Hijau’ dan kemukus ‘Merah’. Karakter seleksi penanda produktivitas dan kualitas buah yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk memilih kelompok atau individu potensial sebagai calon kultivar esensial kemukus meliputi cabang lateral, produksi pucuk lateral, indeks perbungaan, tipe perbuahan, jumlah buah tiap perbuahan, warna buah muda, dan dewasa. Keseluruhan sifat karakter penciri produktivitas dan kualitas buah dapat dijumpai pada Kelompok I yang termasuk ke dalam kelompok kemukus ‘Hijau’. Saran Pengembangan kultivar kemukus penting untuk meningkatkan minat petani dalam menanam komoditas ini, sehingga secara langsung dapat meningkatkan produksi kemukus untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Sumber tertulis yang membahas tentang kemukus dan variasinya belum begitu banyak. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian floristik dengan skala yang lebih luas lagi, serta pengambilan koleksi hidup untuk ditanam di kebun-kebun koleksi. Sedikitnya informasi ilmiah mengenai kemukus, menandakan bahwa kemukus perlu dikaji lebih lanjut dalam berbagai bidang biologi. Budi daya kemukus secara tradisional di Jawa biasa dilakukan dengan metode tumpangsari kemukus-kopi dan kemukus-palawija dengan tanaman inang rambat berupa nangka, lamtoro, gamal, dan sengon. Budi daya kemukus perlu dilakukan secara modern dan intensif untuk memenuhi kebutuhan kemukus nasional dan ekspor yang cukup besar. Pengembangan kultivar unggul dengan produktivitas tinggi perlu dilakukan. 48 DAFTAR PUSTAKA Aristiani M. 2014. Kajian Etnobotani Masyarakat Kasepuhan Sobang di Kabupaten Lebak, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Backer CA, Bakhuizen van den Brink RC. 1963. Flora of Java. Volume ke-1. Groningen (NL): NVP Noordhoff. hlm.167–173. Bioversity International. 2007. Guidelines for the development of crop descriptor lists. Bio Tech Bull. 13. Roma (IT): Bioversity International. Blume CL. 1826. Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Batavia (ID): Egbert Heemen. Bodiwala HS, Singh G, Ranvir Singh R, Dey CS, Sharma SS, Bhutani KK, Pal I. 2007. Antileishmanial amides and lignans from Piper cubeba and Piper retrofractum. J Nat Med. 61(4):418–421. Bojer PW. 1837. Hortus Mauritianus: ou enumeration des plantes, exotiques et indigenes, qui croissent a l'Ile Maurice, disposees d'apres la methode naturelle. Maurice (MR): d'AimeĢ Mamarot et Compagnie. Bridgman EC, Williams SW. 1833. The Chinese Repository. Vaduz (LI): Krauz Reprint Ltd. Burkill IH. 1935. A Dictionnary of The Economic Products of The Malay Peninsula. Ministry of agriculture (Malaysia), editor. London (GB): Crown Agents for the Colonies. hlm. 839. Candolle AP de. 1869. Prodromus Systematis Naturalis Regni Vegetabilis. Parisiis (US): Victoris Masson. Casazza AP, Gavazzi F, Mastromauro F, Giani S, Breviario D. 2011. Certifying the feed to guarantiee the quality of traditional food: An easy way to trace plant species in complex mixtures. Food Chem. (124):685–691. Chase MW. 2009. An update of the Angiosperm Phylogeny Group classification for the orders and families of flowering plants: APG III. Bot J Linn Soc. 161(2):105-121. Chen YS. 2013. An Investigation on Possible Occurence of Apomixis in Pepper (Piper nigrum L.). 2nd International Conference on Environment, Agriculture and Food Science (ICEAFS); 2013 Mei 6-7; Kuala Lumpur, Malaysia. Choi EM, Hwang JK. 2003. Investigations of antiinflammatory and antinociceptive activities of Piper cubeba, Physalis angulata and Rosa hybrida. J Ethnopharm. 89(1):171–175. Davis PH, Heywood VH. 1963. Principles of Angiosperm Taxonomy. Edinburgh & London (GB): Oliver & Boyd. [Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Glosarium Biologi. Rifai MA, Ermitati, editor. Jakarta (ID): Depdikbud. [Deptan] Departemen Pertanian. 2001. Pembibitan Kemukus. Lembar Informasi Pertanian 272(28). Ungaran (ID): BPTP Jateng. [Deptan] Departemen Pertanian (ID). 2003. Konservasi Dan Potensi Pengembangan Kemukus. [diunduh 21 April 2013]. Tersedia pada http://perkebunan.litbang. deptan.go.id/. Drasar P, Moravcova J. 2004. Recent advances in analysis of Chinese medical plants and traditional medicines. J Chrom B. 812(1-2): 3–21. 49 Elfami, Bos R, Ruslan K, Woerdenbag HJ, Kayser O & Quax WJ. 2002. Essential oil constituents of Piper cubeba from Indonesia [disertasi]. Groningen (NL): Rijksuniversiteit Groningen. Fahn A. 1995. Anatomi Tumbuhan. Edisi ke-3. Soediarto A, Koesoemaningrat T, Natasaputra M, Akmal H, penerjemah. Tjitrosomo SS, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Felter HW, Lloyd JU. 1898. King's American Dispensatory. Edisi ke-18. Cincinnati (US): Ohio Valley Co. Furini A, Wander J. 2004. Analysis of eggplant (Solanum melongena)-related germplasm: morphological and AFLP data contribute to phylogenetic interpretation and germplasm utilization. Theor Appl Genet. 108:197–208. Gardner RO. 2003. Piper (Piperaceae) in New Guinea: the non-climbing species. Blumea 48:47–48. ---. 2006. Piper (Piperaceae) in the Philippine Islands: the climbing species. Blumea 51:569–586. ---. 2010. Piper (Piperaceae) in the Solomon Islands: the climbing species. Blumea 55: 4–13. ---. 2013. Piper (Piperaceae) in New Guinea: the climbing species. Blumea 57:275–294. Gempol PMD. 1991. Application of 'pupuk kerikil' (pebble fertilizer) for Piper cubeba L. in 'Jurang Cabe' (cubeb growing on a steep hill) in Ponorogo (East Java). Bul Info Pert Jatim 2:7. Gledhill D. 2008. The Names of Plants. Edisi ke-4. New York (US): Cambridge University Press. Greig N. 2004. Chapter 1: Introduction. Di dalam: Dyer LA, Palmer ADN, editor. Piper: A Model Genus for Studies of Phytochemistry, Ecology, and Evolution. New York (US): Kluwer Academic/Plenum Publishers. hlm. 1–4. Hetterscheid WLA. 1999. Stability through the culton concept. Di dalam: Andrews S, Leslie A, Alexander C, editor. Taxonomy of Cultivated Plants: Third International Symposiuum. Kew (GB): Royal Botanic Gardens. Heyne K. 1951. Indonesische Nuttige Planten. Edisi ke-3. Badan Litbang Departemen Kehutanan Indonesia, penerjemah. Jakarta (ID): Yayasan Sarana Wana Jaya. Diterjemahkan menjadi: Tumbuhan Berguna Indonesia. hlm. 628– 631. Hill AF. 1952. Economic Botany A Text Book of Useful Plants and Plant Products. Edisi ke-2. New York (US): McGraw-Hill Book Company, Inc. Hsiao JY, Lin ML. 1995. A Chemotaxonomic study of essential oils from the leaves of genus Clerodendrum (Verbenaceae) native to Taiwan. Bot Bull Academ Sin. 36:247–251. Hussein G, Miyashiro H, Nakamura N, Hattori M, Kakiuchi N, Kunitada Shimotohno K. 2000. Inhibitory effects of Sudanese medicinal plant extracts on hepatitis C virus (HCV) protease. Phytother Res. 14(7):510–516. [IPGRI] International Plant Genetic Resource Instiute. 1995. Descriptors for Black Pepper (Piper nigrum L.). Rome (IT): IPGRI. Junqueira APF, Perazzo FF, Souza GHB, Maistro EL. 2007. Clastogenicity of Piper cubeba (Piperaceae) seed extract in an in vivo mammalian cell system. Genet Mol Biol. 30(3): 656–663. 50 Jones SB, Luchsinger AE. 1986. Plant Systematics. Edisi ke-2. New York: McGraw Hill Publishing Co. Katzer G. 1998. Cubeb Pepper (Piper cubeba L.). [diunduh 21 Oktober 2015]. Tersedia pada http://ip.aaas.org/tekindex.nsf/2a9c4e44835b04ea85256a7200 577a64/ee0548cbc757ea0f85256c1c006841d9/Body/M1?OpenElement. [Kementan] Kementrian Pertanian dan Perkebunan (ID). 2010. Tabel Potensi Perkebunan. [diunduh 11 Juni 2013]. Tersedia pada http://navperencanaan. com/appe/potensi perkebunan/index?prov_code=jateng. [Kementan] Kementrian Pertanian dan Perkebunan. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/permentan/ot.140/10/2011 Tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas. Jakarta (ID): Kementan. Kim HJ, Baek WS, Jang YP. 2011. Identification of ambiguous cubeb fruit by DART-MS-based fingerprinting combined with principal component analysis. Food Chem. 129:1305–1310. Kreuter MH, Walenstadt, Jian YY, Pfaffikon, Buter KB, Uttwil, inventor; Viridis Pharmaceutical Limited. 2013 Mar 26. Use of extracts or of extract compounds from Piper cubeba L. as active components in a medicament for the treatment of cancer. United States Patent US 8,404,286 B2. Kornerup A, Wanscher JH. 1981. Methuen Handbook of Colour. Edisi ke-3. London (GB): Eyre Methuen. Lim TK. 2012. Edible Medicinal dan Non-Medicinal Plants. Volume ke-4. Kuala Lumpur (MLY): Springer Science+Business Media BV. hlm. 311–321. Linnaeus CV. 1782. Supplementum Plantarum Systematis Vegetabilium. Brunsvigae (DE): Orphanotrophei. Lloyd JU. 1911. History of The Vegetable Drugs of The USP. Bulletin of The Lloyd Library of Botany, Pharmacy, and Materia Medica 18(4):1–180. Lubis K, Sutjahjo SH, Syukur M, Trikoesoemaningtyas. 2014. Pendugaan parameter genetik dan seleksi karakter morfofisiologi galur jagung introduksi di lingkungan tanah masam. Penel Pertan Tan Pang.33(2):122–128. Magalhães LG, Souza JM de, Wakabayashi KA, S Laurentiz R da, Vinhólis AH, Rezende KC, Simaro GV, Bastos JK, Rodrigues V, Esperandim VR, Ferreira DS, Crotti AE, Cunha WR, E Silva ML. 2011. In vitro ef fi cacy of the essential oil of Piper cubeba L. (Piperaceae) against Schistosoma mansoni. Parasitol. Res. doi.: 10.1007/s00436-011-2695-7. Metcalfe CR, Chalk L. 1950. Anatomy of Dicotyledons. Oxford (US): Clarendon Press. ---. 1979. Anatomy of Dicotyledons. Volume ke-1. Edisi ke-2. Oxford (US): Clarendon Press. Miquel FAW. 1859. Flora van Neherlandsch Indie. Leipzig (DE): Fried Fleicher. Mubeen M, Periyanayagam K, Basha SS. 2014. Anatomical investigation on the leaves of Piper betle (L) var. Sirugamani 1(SGM1) links an ethnomedical important medicinal plant and its pharmacognostic relevance. Int J Pharm Tech Res. 6(1):244–251. Naujeer HB. 2009. Morphological diversity in eggplant (Solanum melongena L., their related species and wild types conserved at the national gene bank in Mauritius [tesis]. Mauritius (MU): Swedish Biodiversity Centre. Oliveira Machado NS de, Pereira FG, Santos PRD dos, Costa CG, Guimarães EF. 2014. Comparative anatomy of the leaves of Piper lepturum (Kunth) C.DC. var. 51 lepturum and Piper lepturum var. angustifolium (C.DC.) Yunck. Hoehnea 42(1): 1–8. Pachpute AP, Deshmukh TA. 2012. Antioxidant dan hepatoprotective activity of Piper cubeba. Int J Pharm World Res. 3(4):1–12. Pandey JK, Singh DK. 2009. Molluscicidal activity of Piper cubeba Linn., Piper longum Linn. and Tribulus terrestris Linn. and their combinations against snail Indoplanorbis exustus Desh. Indian J Exp Biol. 47(8):643–648. Parvez M, Gayasuddin M, Basheer M, Janakiraman K. 2010. Screening of Piper cubeba (Linn.) fruits for antiulcer activity. Int J Pharm Tech Res. 2(2):1128– 1132. Periyanayagam K, Jagadeesan M, Kavimani S, Vetriselvan T. 2012. Pharmacognostical and Phyto-physicochemical profile of the leaves of Piper betle L. var Pachaikodi (Piperaceae)-Valuable assessment of its quality. Asian Pacific J Trop Biomed.: S506–S510. Purnomo, Asmarayani R. 2004. Hubungan kekerabatan antar spesies Piper berdasarkan sifat morfologi dan minyak atsiri daun di Yogyakarta. Biodiversitas 6(1):12–16. [Puslitbang Perkebunan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (ID). 2011. Teknologi Unggulan Tanaman Cengkih. [diunduh 20 April 2015]. Tersedia pada https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/budidaya-cengkeh/ puslit bang-per kebunan/. Rafinesque CS. 1838. Sylva Telluriana: Mantis. synopt.: new genera and species of trees and shrubs of North America, and other regions of the earth. Philadelphia (US). Raman V, Galal AM, Khan IA. 2012. An investigation of the vegetative anatomy of Piper sarmentosum, and a comparison with the anatomy of Piper betle (Piperaceae). Amer J Pl Spec. (3):1135–1144. Randler C. 2008. Teaching species identification – A prerequisite for learning biodiversity and understanding ecology. Eurasia J Math Sci Tech Edu. 4:223– 231. Ravindran PN, Remashree AB. 1998. Anatomy of Piper colubrinum Link. J Spices aromatic Crop. 7(2):111–123. Rifai MA. 2010. Sudah siapkah bangsa Indonesia mengelasifikasikan tanaman budi dayanya?. Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). Jakarta. (ID). Podium AIPI.1 (1): 29-35. Rolf FJ. 1998. NTSYSpc Numerical Taxonomy dan Multivariate Analysis System Version 2.02 User Guide. Stony Brook (US): State University of New York. Royal Botanic Gardens Kew. 1887. Cubebs. (Piper cubeba, L.). Bull Misc Inform. (12):1–4. Rugayah, Retnowati A, Windadri FI, Hidayat A. 2004. Pengumpulan Data Taksonomi. Di dalam: Rugayah, Widjaja EA, Praptiwi, editor. Pedoman Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora. Bogor (ID): Pusat Penelitian Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Semple KS. 1974. Pollination in Piperaceae. Ann. Missouri Bot. Garden 61:808– 871. Shanthi RV, Jumari, Izzati M. 2014. Studi etnobotani pengobatan tradisional untuk perawatan wanita di masyarakat Keraton Surakarta Hadiningrat. Biosaintifika 6(2). 52 Singh G, Kiran S, Marimuthu P, de Lampasona MP, de Heluani CS, Catalán CAN. 2008. Chemistry, biocidal and antioxidant activities of essential oil and oleoresins from Piper cubeba (seed). Int J Essent Oil Ther. 2(2):50–59. Singh G, Marimuthu P, de Heluani CS, Catalan CAN. 2007. Chemical constituents, antioxidative and antimicrobial activities of essential oil and oleoresin of tailed pepper (Piper cubeba L). Int J Food Eng. 3(6):Artikel 11. Souza VA de, Silva R da, Pereira AC, Royo VA de, Saraiva J, Montanheiro M, Souza GHB de, Silva Filho AA da, Grando MD, Donate PM, Bastos JK, Albuquerque S, Silva MLA e. 2005. Trypanocidal activity of (−)-cubebin derivatives against free amastigote forms of Trypanosoma cruzi. Bioorg Med Chem Lett. 15(2):303–307. Steenis CGGJ van. 1948. General Consideration. Flora Malesiana, Spermatophyta. Seri ke-1. Volume ke-4. hlm. 13–70. Subagiyo PY. 2007. Tekstil Tradisional Pengenalan Bahan dan Tehnik. Special Appendixes Indonesian Natural Dyeing Recipes. Bekasi (ID): Prima Studio. Susanti EP. 2014. Home Industri Batik Srikandi di Desa Arjowinangun Kabupaten Pacitan [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta. Susanti Y. 2008. Pembuatan permen tablet pastiles dengan bahan aktif minyak kemukus (Pipper cubeba Linn.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sutradhar B, Deb D, Majumdar K, Datta BK. 2015. Traditional dye yielding plants of Tripura, Northeast India [komunikasi singkat]. Biodiversitas 16(2): 121-127. Taneja SC, Koul SK, Pushpangadan P, Dhar KL, Daniewski WM, Schilf W. 1991. Oxygenated cyclohexanes from Piper species. Phytochemistry 30(3):871–874. Taylor PM. 1990. The Folk Biology of the Tobelo People A Study in Folk Classification. Washington DC (US): Smithsonian Institution Press. Tihurua EF, Astuti IP, Witono JR. 2011. Anatomi daun Piperaceae dari kawasan Gunung Slamet, Jawa Tengah. Buletin Kebun Raya 14(2):53−67. Trisilawati O, Djauhariya E, Nurhayati H, Samsudin, Djazuli M, Jaenudin, Kuswadi. 2005. Perbaikan teknik penyambungan lada potensi produksi tinggi dengan lada tahan penyakit. Laporan Teknis. Buku ke-1. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm 98−112. Usia T, Watabe T, Kadota S, Tezuka Y. 2005a. Metabolitecytochrome P450 complex formation by methylenedioxyphenyl lignans of Piper cubeba: mechanism-based inhibition. Life Sci. 76(20):2381–2391. ---.2005b. Potent CYP3A4 inhibitory constituents of Piper cubeba. J Nat Prod. 68(1):64–68. Utami D, Jansen PCM. 1999. Piper L. Di dalam: de Guzman CC, Siemonsma JS, editor. Plant Resources of South-East Asia No. 13: Spices. Leiden (NL): Backhuys Publisher. hlm.183–188. Vahl M. 1804. Enumeratio Plantarum. Volume ke-1. Hauniae (GB): N. Mölleri and the Son & University of the Royal Court. Vanaja T, Neema VP, Rajesh R, Mammootty KP. 2007. Graft recovery of Piper nigrum L. runner shoots on Piper colubrinum Link. rootstocks as influenced by varieties and month of grafting. J Trop Agric. 45(1-2):61–62. Velazco MI, Wuensche L. 2001 Apr 10. Use of cubebol as a flavoring ingredient. United States Patent US 6,214,788 B1. Vogel EF de. 1987. Manual of Herbarium Taxonomy. Jakarta (ID): Unesco. 53 Wahyono, Hakim L, Wahyuono S, Mursyidi A, Vverpoorte R, Timmerman H. 2003. Isolasi senyawa tracheopasmolytic dari buah Piper cubeba. Majalah Farmasi Indonesia 14(3):119–123. Wahyuno D, Manohara D, Ningsih SD, Setijono RT. 2010. Pengembangan varietas unggul lada tahan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Phytophthora capsici. JPPP 29(3). Weiss EA. 2002. Spice Crops. London (GB): Biddles Ltd, Guildford and King’s Lynn. Wolff RL, Deluc LG, Marpeau AM. 1997. Chemotaxonomic differentiation of conifer families and genera based on the seed oil fatty acid composition: mulvariate analysis. Trees 12(2):57–65. Yuliani. 2014. Studi etnobotani tumbuhan obat oleh masyarakat desa penyangga Taman Nasional Alas Purwo [skripsi]. Jember (ID): Universitas Negeri Jember. Zaman Q. 2009. Etnobotani tumbuhan obat di Kabupaten Pamekasan-Madura Provinsi Jawa Timur [skripsi]. Malang (ID): Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Zaman Q, Hariyanto S, Purnobasuki H. 2013. Etnobotani tumbuhan obat di Kabupaten Sumenep Jawa Timur. J MIPA 16(1):21–30. 54 LAMPIRAN 55 Lampiran 1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor Piper nigrum L. (*) dan penambahan karakter morfologi baru (**). Karakter tanpa keterangan sifat karakter menunjukkan bahwa karakter tersebut merupakan karakter kuantitatif. No. A 1 Karakter Batang Warna pucuk* 2 3 4 5 6 Indumen* Aroma** Kekuatan mencengkeram akar panjat* Warna akar panjat** Tipe cabang lateral* 7 Produksi pucuk lateral* 8 9 10 11 12 13 14 15 16 B 17 18 Diameter batang memanjat* Diameter cabang lateral* Diameter cabang menjalar* Diameter ruas batang memanjat** Diameter ruas cabang lateral** Diameter ruas cabang menjalar* Panjang buku batang memanjat** Panjang buku cabang lateral** Panjang buku cabang menjalar* Daun Indumen tangkai Panjang tangkai daun pada batang memanjat* Panjang tangkai daun pada cabang lateral* Panjang tangkai daun pada cabang menjalar* Aroma daun** Warna permukaan atas daun muda** Warna permukaan bawah daun muda** Warna permukaan atas daun dewasa** Warna permukaan bawah daun dewasa** Tekstur daun** 19 20 21 22 23 24 25 26 27 29 30 31 32 Indumen pada permukaan bawah daun* Bentuk helaian daun pada batang memanjat* Bentuk helaian daun pada cabang lateral* Bentuk helaian daun pada cabang menjalar* Panjang helaian daun pada batang memanjat* Sifat Karakter (Skor) Hijau muda (1); magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan (2) Gundul (1); meroma (2) Tanpa aroma (1); lemah (2); kuat (3) Lemah (1); kuat (2) Cokelat muda (1); cokelat kemerahan (2) Jml. ruas≤5 = horizontal (1); jml. ruas 6–15 = menggantung (2) Sedikit = percabangan bertingkat 1-2 kali (1); banyak = percabangan bertingkat 3-4 kali (2) Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Gundul (1); meroma (2) Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Tanpa aroma (1); beraroma (2) Hijau muda (1); hijau muda keunguan (2) Hijau muda (1); hijau muda keunguan (2) Hijau tua (1) Hijau pucat (1) Seperti kertas-kusam (1); menjangat-kusam (2); menjangat-mengkilap (3) Gundul (1); meroma (2) Membundar telur (1); menjorong (2) Menjorong (1); melonjong (2); menjorong melanset (3); membundar telur (4); membundar telur melanset (3) Membundar telur (1) Rata-rata dari 50 pengukuran organ 56 Lampiran 1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor Piper nigrum L. (*) dan penambahan karakter morfologi baru (**). Karakter tanpa keterangan sifat karakter menunjukkan bahwa karakter tersebut merupakan karakter kuantitatif (lanjutan). No. 33 38 39 Karakter Panjang helaian daun pada cabang lateral* Panjang helaian daun pada cabang menjalar* Lebar helaian daun pada batang memanjat* Lebar helaian daun pada cabang lateral* Lebar helaian daun pada cabang lateral* Pangkal daun pada batang memanjat* Pangkal daun pada cabang lateral* 40 41 42 43 44 Pangkal daun pada cabang menjalar* Bentuk tepi helaian daun* Ujung daun** Tipe pertulangan daun* Posisi pangkal anak tulang daun** 45 Postur transversal daun** 46 C 47 Postur longitudinal daun** Daun Penumpu Bentuk daun penumpu pada batang memanjat** Bentuk daun penumpu pada cabang lateral** Perlekatan daun penumpu pada batang memanjat** Perlekatan daun penumpu pada cabang lateral** Warna daun penumpu** 34 35 36 37 48 49 50 51 D 52 53 54 55 E 56 57 58 59 60 61 Perbungaan Panjang tangkai perbungaan** Panjang perbungaan** Bentuk perbungaan* Indeks perbungaan (jml. perbungaan/ jml. ruas)** Bunga Tipe perlekatan braktea* Susunan braktea** Bentuk braktea* Warna braktea** Indumen braktea* Jumlah cuping kepala putik** Sifat Karakter (Skor) Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Menjantung (1); membundar (2) Membundar (1); menjantung (2); membaji asimetri (3); menyerong (4); membaji simetri (5) Menjantung (1) Mengombak (1); rata (2) Meruncing (1); melancip (2) Kampilodromus (1); akrodromus (2) Berpangkal pada 0-1/10 (1); berpangkal pada 1/5 (2); berpangkal pada >1/5 panjang helai daun (3) Rata (1); squarrose (2); recurve (3); membusur (4) Rata (1); berliuk (2); tergulung balik (3) Memelepah (1) Menyelaput bumbung (1) Luruh saat daun dewasa (1) Luruh saat kuncup membuka (1) Hijau pucat (1); cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan (2) Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Mengerucut (1); menyilinder (2) ≤0.5=rendah (1); >0.5=tinggi (2) Memerisai (1); duduk (2) Menyirap (1); saling bebas (2) Membundar (1); membundar telur sungsang (2) Hijau muda (1); kuning (2) Gundul (1); berbulu balig (2) 2–3 (1); 2–5 (2) 57 Lampiran 1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor Piper nigrum L. (*) dan penambahan karakter morfologi baru (**). Karakter tanpa keterangan sifat karakter menunjukkan bahwa karakter tersebut merupakan karakter kuantitatif (lanjutan). No. F 62 63 64 65 66 67 G 68 69 70 71 72 73 74 Karakter Perbuahan Panjang tangkai perbuahan* Panjang perbuahan* Diameter perbuahan** Tipe perbuahan** Orientasi perbuahan** Jumlah buah tiap perbuahan* Buah Panjang tangkai buah (modifikasi tangkai putik)** Aroma** Bentuk buah* Pangkal buah** Diameter buah** Warna buah muda* Warna buah dewasa* 75 Warna buah masak* 76 77 78 79 80 Tekstur kulit buah** Indumen** Ketebalan perikarp** Tekstur permukaan buah kering** Rasa buah* Sifat Karakter (Skor) Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Rata-rata dari 50 pengukuran organ Renggang (1); rapat (2) Lurus (1); bengkok (2) Rata-rata dari 50 pengukuran organ <0.18 cm=sangat pendek (1); 0.23–0.5 cm=pendek (1); >0.5 cm=panjang (3) Tanpa aroma (1); lemah (2); kuat (3) Bulat telur (1); membulat-melonjong (2) Menggasing (1); mementol (2) ≤0.45 cm=kecil (1); >0.45 cm=besar (2) Hijau (1); cokelat kekuningan (2) Hijau zaitun (1); jingga kecokelatan (2); cokelat (3) Merah (1); merah kecokelatan/cokelat kemerahan (2); jingga (3) Kusam (1); mengkilap (2) Gundul (1); berbulu balig (2) ≤0.4 mm= tipis (1); ≥0.5 mm= tebal (2) Halus (1); keriput (2) Masam (1); pahit-pedas seperti merica (2) 58 Lampiran 2 Karakter morfologi yang diamati dan dipilih untuk analisis kelompok NTSYS. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor P. nigrum L. (*) dan penambahan karakter morfologi baru (**). No. A 1 2 Karakter Batang Aroma** Tipe cabang lateral* 3 Produksi pucuk lateral* B 4 5 Daun Panjang tangkai daun di batang memanjat* Tekstur daun** 6 Bentuk helaian daun di cabang lateral* 7 8 9 10 Panjang helaian daun di batang memanjat* Panjang helaian daun di cabang lateral* Lebar helaian daun di cabang lateral* Pangkal daun di batang memanjat* 11 Pangkal daun di cabang lateral* 12 13 Bentuk tepi helaian daun* Tipe pertulangan daun* 14 Posisi pangkal anak tulang daun** 15 Postur transversal daun** 16 Postur longitudinal daun** C 17 18 19 20 Perbungaan Panjang tangkai perbungaan** Panjang perbungaan** Bentuk perbungaan* Indeks perbungaan (jml. perbungaan/ jml. ruas)** Bunga Tipe perlekatan braktea* Warna braktea** Indumen braktea* Jumlah cuping kepala putik** Perbuahan Tipe perbuahan** Orientasi perbuahan** Jml buah tiap perbuahan D 21 22 23 24 E 25 26 27 Sifat Karakter (Skor) Tanpa aroma (1); lemah (2); kuat (3) Jml. ruas≤5 = horizontal (1); jml. ruas 6–15 = menggantung (2) Sedikit = percabangan bertingkat 1-2 kali (1); banyak = percabangan bertingkat 3-4 kali (2) <3 cm (1); ≥4 cm (2) Seperti kertas-kusam (1); menjangat-kusam (2); menjangat-mengkilap (3) Menjorong & melonjong (1); menjorong, menjorong melanset, & melonjong (2); membundar telur & membundar telur melanset (3) <11 cm (1); ≥12 cm (2) ≤12 cm (1); ≥13 cm (2) ≤5 cm (1); >5,5 cm (2) Menjantung (1); membundar & menjantung (2) Membundar, menjantung, & membaji asimetris (1); menyerong (2); membaji simetris, membaji asimetris, & menyerong (3) Mengombak (1); rata (2) Kampilodromus (1); akrodromus & kampilodromus (2) Berpangkal pada 1/10-1/5 panjang helai daun (1); berpangkal pada 1/10-1/5 & >1/5 panjang helai daun (2) Rata (1); rata, squarrose (2); rata, squarrose, & recurve (3); membusur (4) Rata (1); rata & berliuk (2); rata & tergulung balik (3) ≤1,2 cm (1); >1,6 (2) ≤2,6 cm (1); 3 cm – 4 cm (2); >5 cm (3) Mengerucut (1); menyilinder (2) ≤0,5=rendah (1); >0,5=tinggi (2) Memerisai (1); duduk (2) Hijau muda (1); kuning (2) Gundul (1); berbulu balig (2) 2–3 (1); 2–5 (2) Renggang (1); rapat (2) Lurus (1); lurus & bengkok (2) ≤24 (1); >30 (2) 59 Lampiran 2 Karakter morfologi yang diamati dan dipilih untuk analisis kelompok NTSYS. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor P. nigrum L. (*) dan penambahan karakter morfologi baru (**) (lanjutan). No. F 28 29 30 31 32 Karakter Buah Panjang tangkai buah (modifikasi tangkai putik)** Bentuk buah* Pangkal buah** Warna buah muda* Warna buah dewasa* 33 Warna buah masak* 34 35 Tekstur kulit buah** Indumen** Sifat Karakter (Skor) <0,18 cm=sangat pendek (1); 0,23–0,5 cm=pendek (1); >0,6 cm=panjang (3) Bulat telur (1); membulat-melonjong (2) Menggasing (1); mementol (2) Hijau (1); cokelat kekuningan (2) Hijau zaitun (1); jingga kecokelatan (2); cokelat (3) Merah (1); merah kecokelatan/cokelat kemerahan (2); jingga (3) Kusam (1); mengkilap (2) Gundul (1); berbulu balig (2) Lokasi Kendal No. a) Magelang Magelang Purworejo Daftar spesimen kemukus (P. cubeba L.f.) dan kemukus semu (P. caninum Blume) yang dikoleksi dari berbagai lokasi budi daya I b) c) d) Tipe Habitat/ Ketinggian Kebun/ ±500 mpl Jml. Individu/ Populasi 10 II Kebun/ ±700 mpl 5 III Pagar kebun/ ±700 mpl 3 IV V Pekarangan rumah/ ±700 mpl Pagar kebun/ ±700 mpl 3 7 VI VII VIII Pekarangan rumah/ ±700 mpl 2 4 1 3 Kebun/ ±600 mpl IX Pagar kebun/ ±700 mpl 3 X Pekarangan rumah/ ±700 mpl 3 XI Pekarangan rumah/ ±700 mpl 15 No. Koleksi NK28 NK29 NK30 NK31 NK32 NK01 NK02 NK03 NK04 NK05 NK06 NK07 NK22 NK23 NK19 NK18 NK20 NK21 NK08 NK09 NK10 NK11 NK12 NK13 NK14 NK15 NK16 NK17 Kode Koleksi utk. Analisis K1 K2 K3 K4 K5 M1 M2 M3 M4 M5 M7 M8 M15 M16 M12 M11 M13 M14 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Nama Jenis P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. caninum P. caninum P. caninum P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba P. cubeba Status Tanaman BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD BD Umur (tahun) ±7 ±10 ±10 ±15 ±5 ±7 ±7 ±5 ±5 ±7 ±10 ±10 ±10 ±5 ±10 ±7 ±7 ±7 ±5 ±5 ±5 ±5 ±5 ±7 ±7 ±5 ±3 ±7 Tanaman Penopang Lamtoro Lamtoro Nangka Nangka Lamtoro Kopi Kopi Kopi Gamal Gamal Nangka Nangka Nangka Nangka Kiara payung Mahoni Mahoni Mahoni Gamal Kopi Kopi Kopi Langsat Gamal Sengon Gamal Gamal Sengon 60 Lampiran 3 2 Lampiran 3 Lokasi Daftar spesimen kemukus (P. cubeba L.f.) dan kemukus semu (P. caninum Blume) yang dikoleksi dari berbagai lokasi budi daya (lanjutan) No. XII Tipe Habitat/ Ketinggian Kebun/ ±700 mpl Jml. Individu/ Populasi No. Koleksi Kode Koleksi utk. Analisis Nama Jenis Status Tanaman Umur (tahun) Tanaman Penopang 9 NK24 P11 P. cubeba BD ±10 Gamal NK25 P12 P. cubeba BD ±10 Mahoni XIII Pekarangan rumah/ ±700 mpl 5 NK27 P14 P. cubeba BD ±5 Gamal XIV Kebun/ ±700 mpl 3 NK26 P13 P. cubeba BD ±7 Nangka e) XV Kebun/ ±600 mpl 1 NK38 Sa1 P. caninum L Langsat Salatiga f) XVI Kebun/ ±600 mpl 5 NK33 Se1 P. cubeba BD ±10 Mahoni Semarang NK34 Se2 P. cubeba BD ±7 Mahoni NK35 Se3 P. cubeba BD ±5 Kopi g) XVII Kebun/ ±600 mpl 1 NK36 Se4 P. cubeba BD ±10 Nangka Semarang Pekarangan rumah/ ±600 mpl 1 NK37 Se5 P. cubeba BD ±15 Mangga kweni h) XVIII Pekarangan rumah/ ±600 mpl 1 NK39 J1 P. caninum BD ±3 Gamal Jepara Keterangan: a): Desa Kalipuru, Kec. Singorojo; b): Desa Wuwuharjo, Kec. Kajoran; c): Desa Kajoran, Kec. Kajoran; d): Desa Sedayu, Kec. Loano; e): Desa Ngaliyan, Kec. Sidorejo; f): Desa Legundi, Kec. Banyubiru; g): Desa Kebowan, Kec. Suruh; h): Desa Tempur, Kec. Keling; BD: budi daya; L: liar. 61 62 Lampiran 4 Eigenvalue dari analisis komponen utama PC Eigenvalue Percent Cumulative 1 9.21188118 47.9474 47.9474 2 2.24068643 11.6627 59.6101 3 1.55874397 8.1132 67.7233 4 1.44618820 7.5273 75.2506 5 0.91515233 4.7633 80.0140 6 0.77789289 4.0489 84.0629 7 0.53364025 2.7776 86.8404 8 0.50563035 2.6318 89.4722 9 0.36982643 1.9249 91.3971 10 0.34855368 1.8142 93.2113 11 0.24933343 1.2978 94.5091 12 0.23038580 1.1991 95.7083 13 0.18644884 0.9705 96.6787 14 0.17839983 0.9286 97.6073 15 0.13968257 0.7270 98.3343 16 0.11173055 0.5816 98.9159 17 0.10661023 0.5549 99.4708 18 0.06850566 0.3566 99.8274 19 0.05722769 0.2979 > 100% 20 0.04625222 0.2407 > 100% 21 0.03911794 0.2036 > 100% 22 0.02233696 0.1163 > 100% 23 0.02163524 0.1126 > 100% 24 0.01104274 0.0575 > 100% 25 0.00763335 0.0397 > 100% 26 0.00134834 0.0070 > 100% 27 0.00000000 0.0000 > 100% 28 -0.00127349 -0.0066 > 100% 29 -0.00221118 -0.0115 > 100% 30 -0.00475215 -0.0247 > 100% 31 -0.00668244 -0.0348 > 100% 32 -0.01255194 -0.0653 > 100% 33 -0.02423467 -0.1261 > 100% 34 -0.03210351 -0.1671 > 100% 35 -0.08961511 -0.4664 > 100% Sum of eigenvalues = 19.212463 63 RIWAYAT HIDUP Niken Kusumarini lahir di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 23 Februari 1989 sebagai putri pertama dari empat bersaudara, pasangan Alm. Bapak Suyono dan Ibu Isni Kurniasih. Penulis lulus dari Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Semarang (UNNES) pada tahun 2011 dan diterima sebagai mahasiswa pascasarjana di Program Studi Biologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Program Beasiswa Unggulan calon dosen dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) pada tahun 2012. Sebagian dari penelitian ini pernah dipublikasikan dalam bentuk poster berjudul Diversity of Cubeb in Java pada International Conference of Bioscience di IPB Bogor bulan Agustus tahun 2015 dan diseminarkan dengan judul Diversity of Piper cubeba L.f. in Java pada International Conference of Plant Diversity di UNSOED Purwokerto pada bulan dan tahun yang sama. Sebagian dari tesis ini juga dipublikasikan dalam bentuk artikel ilmiah dengan judul Keanekaragaman Kemukus di Jawa dalam jurnal Floribuda Vol. 5(4) pada tahun 2016 .