Templat tesis dan disertasi

advertisement
KEANEKARAGAMAN KEMUKUS DI JAWA
NIKEN KUSUMARINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman
Kemukus di Jawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Niken Kusumarini
NIM G353120171
RINGKASAN
NIKEN KUSUMARINI. Keanekaragaman Kemukus di Jawa. Dibimbing oleh
NUNIK SRI ARIYANTI dan MIEN AHMAD RIFAI.
Kemukus (Piper cubeba L.f.) merupakan tanaman obat dan rempah dari
suku lada-ladaan (Piperaceae). Karakter diagnosis tanaman ini adalah buah yang
bertangkai dan beraroma rempah. Jenis Piper lainnya yang disebut dengan
kemukus semu (Piper caninum Blume) juga memiliki karakter buah bertangkai
dan sering ditemukan di habitat yang sama dengan kemukus tetapi buahnya tak
beraroma. Buah kemukus bernilai tinggi sebagai komoditas ekspor, namun saat ini
pembudidayaannya terbatas pada daerah tertentu di Jawa, serta variasinya belum
dideskripsikan. Karakterisasi kemukus perlu dilakukan dalam rangka menyeleksi
dan mengembangkan kultivar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
variasi kemukus dan kemukus semu di Jawa dan mengelompokkannya
berdasarkan karakter yang diamati.
Spesimen kemukus dan kemukus semu dikoleksi dari perkebunan skala
kecil dan pekarangan rumah pada enam kabupaten di Jawa Tengah. Karakter
morfologi meliputi struktur vegetatif dan generatif, serta karakter anatomi daun
yang diamati digunakan untuk mendeskripsikan dan mengelompokkan spesimen.
Sebanyak 35 karakter terpilih dianalisis menggunakan koefisien simple matching
pada Unweighted Pair-Group Method with Aritmetic Average (UPGMA) untuk
mengelompokkan spesimen kemukus dan kemukus semu.
Kemukus dapat dibedakan dari kemukus semu melalui karakter warna
pucuk magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan, daun penumpu cokelat
keunguan hingga cokelat keabu-abuan; tekstur daun menjangat; bentuk daun pada
cabang lateral menjorong, menjorong melanset dan melonjong; tipe perbungaan
menyilinder; braktea kuning, perlekatan duduk, menyirap; indumen gundul; buah
bertangkai lebih panjang, bentuk membulat, berperikarp tebal, indumen gundul,
rasa pedas dan pahit, beraroma rempah; warna buah saat muda hijau atau cokelat
kekuningan, dewasa cokelat atau hijau zaitun, dan saat masak jingga atau jingga
kecokelatan; serta tekstur buah kering keriput.
Anatomi daun kemukus berbeda dari kemukus semu berdasarkan stomata
siklositik, tidak adanya trikom sederhana pada permukaan abaksial daun, dan sel
idioblas dijumpai pada jaringan hipodermis atas dan bawah, serta pada jaringan
bunga karang. Sedangkan karakter anatomi daun kemukus semu meliputi stomata
tetrasitik dan anisositik, ada trikom sederhana pada permukaan abaksial daun, dan
sel idioblas dijumpai pada hipodermis atas dan bawah, tetapi tidak ditemukan
pada jaringan bunga karang, serta tidak ada sel idioblas yang sangat besar.
Spesimen kemukus dibagi menjadi tiga kelompok yang terpisah dengan
kelompok kemukus semu. Kelompok kemukus dapat diidentifikasi berdasarkan
karakter pangkal daun, tepi daun, tekstur kulit buah, dan warna buah. Kelompok I
yang berasal dari Kendal, Magelang, Semarang, dan Purworejo serta Kelompok
III yang berasal dari Semarang sama-sama memiliki karakter buah dewasa
berwarna hijau zaitun sehingga disebut dengan kemukus hijau, sedangkan
Kelompok II berasal dari Purworejo dan memiliki buah dewasa berwarna cokelat
atau jingga kecokelatan sehingga disebut kemukus merah. Kemukus hijau dan
merah diusulkan sebagai dua kultivar lokal kemukus yang berbeda yakni
Kemukus ‘Hijau’ dan Kemukus ‘Merah’. Kemukus ‘Hijau’ dari Kelompok I
diusulkan untuk dikembangkan menjadi kultivar turunan esensial karena memiliki
sifat karakter seleksi yang lebih banyak. Karakter seleksi dan sifat karakternya
yang dapat membantu pengembangan cultivated variety (kultivar) meliputi tipe
cabang lateral (horizontal vs. menggantung), produksi pucuk lateral (banyak
pucuk vs. sedikit pucuk), indeks perbungaan (tinggi vs. rendah), tipe perbuahan
(rapat vs. jarang), jumlah buah per perbuahan (>30 vs. ≤24), warna buah muda
(hijau vs. cokelat kekuningan), dan warna buah dewasa (hijau zaitun vs. cokelat
atau jingga kecokelatan).
Kemukus yang dibudidayakan di Jawa memiliki variasi yang dapat
dikembangkan menjadi kultivar, namun budi daya kemukus saat ini terus-menerus
menurun dan lahan budi daya semakin sempit. Oleh karena itu, perlu upaya
pelestarian keanekaragaman kemukus.
Kata kunci: kemukus, kemukus semu, Piper caninum , Piper cubeba, Piperaceae
SUMMARY
NIKEN KUSUMARINI. Diversity of Cubeb in Java. Supervised by NUNIK SRI
ARIYANTI and MIEN AHMAD RIFAI.
Cubeb (Piper cubeba L.f.) is a medicinal and spice plant from the piper
family (Piperaceae). The stalked fruit and spicy fragrance are the most important
diagnostic character for this plant. However, other species called false cubeb
(Piper caninum Blume) has diagnostic character of stalked fruit also and often
occurs in the same habitat of cubeb but its fruit has no fragrance. The fruits of
cubeb were a high valued export comodity for essential oil, however it is now
cultivated only at limited area in Java; and its varieties have not been described
yet. Characterization of traits is required in the selecting and developing cultivars.
The aims of this research were to describe variation of the cubeb and false cubeb
in Java and to group them based on the observed characters.
The specimens of cubeb and false cubeb were collected from small scale
plantations and home gardens at six districts in Central Java. The morphological
characters of vegetative and generative structure, and the anatomical characters of
leaves were observed for describing and grouping the specimens. Total of 35
selected characters were analized using simple matching coefficient of
Unweighted Pair-Group Method with Aritmetic Average (UPGMA) to group the
specimens of cubeb and false cubeb.
The cubebs could be distinguished from the false cubebs based on the
greyish magenta to reddish brown shoots, purplish brown to greyish brown
stipules, coriaceous leave; ellipse, lanceolate-ellipse, and oblongate lamina of
lateral branch leaves; cylidrical inflorescenses; sessile, imbricate, yelow, and
glabrous bracts; the fruits are long stalked, spicy fragrance, globose, and glabrous;
the immature fruits are green or yellowish brown, the mature fruits are brown or
olive green, and the ripe fruits are orange or brownish orange; the pericarps are
thick, spicy, bitter taste, and wringkled when it is dry.
The leaves anatomy of cubebs are different from those of the false cubeb
based on the cyclocytic stomata, the absence of simple trichome on the abaxial
surface, and the idioblast cells which are found in both upper and lower
hypodermal and sponge tissue. On the other hand, the leaves anatomy of false
cubeb has tetracityc and anisocytic stomata, simple trichomes on abaxial surface,
the idioblast cells which are found in upper and lower hypodermal but absent in
the sponge tissue, and has no large idioblast cells.
The specimens of cubeb are divided into three groups that separated from
those of the false cubeb. These groups of cubeb are identified based on the leaf
base, the leaf margin, the texture of fruits, and the colour of fruits. Group I (which
is from Magelang, Semarang, and Purworejo) and Group III (which is from
Semarang) has olive green fruits when mature so that it called green cubeb
(kemukus hijau), while Group II which is from Purworejo and has brown or
brownish orange so that it called red cubeb (kemukus merah). The green cubeb
and the red cubeb were proposed as two different local varieties: the cubeb ‘Hijau’
and the cubeb ‘Merah’.
The green cubeb from Group I is preferable to be developed for cultivar
because it has more characters for selection. The characters and its state characters
that may usefull for developing a cultivated variety (cultivar) are type of lateral
branch (horizontal vs. pendant), lateral shoot production (many shoots vs. less
shoot), inflorescense index (high vs. low), type of infruitescense (dense vs.
sparse), number of fruit per infructescense (>30 vs. ≤24), colour of immature fruit
(green vs. yelowish brown), and colour of mature fruit (olive green vs. brown or
brownish orange).
The cubebs cultivated in Java have morphological variation which is
potentially developed to be cultivated variety, unfortunately there is a declining
trend in the areas where the cubebs are cultivated. Therefore efforts are required
to conserve the diversity of the cubebs.
Keywords: cubeb, false cubeb, Piper caninum, Piper cubeba, Piperaceae
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KEANEKARAGAMAN KEMUKUS DI JAWA
NIKEN KUSUMARINI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :
Dr Rugayah, MSc
Herbarium Bogoriense, Divisi Botani
Pusat Penelitian Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Cibinong Science Center, Cibinong
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini ialah
keanekaragaman, dengan judul Keanekaragaman Kemukus di Jawa.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Nunik Sri Ariyanti MSi dan Prof
Mien Ahmad Rifai, PhD selaku pembimbing, serta Dr Rugayah, MSc yang telah
banyak memberi saran. Terima kasih kepada Dr Himmah Rustiami, MSc atas
diskusi yang mencerahkan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para
pengajar di Program Studi Biologi Tumbuhan atas ilmu, pengalaman, bimbingan,
dan nasihat.
Penghargaan penulis sampaikan kepada beberapa warga dan petani yaitu Ibu
Yuli Rahmawati, Bapak Rusmi, dan Bapak Chayat Machrus beserta keluarga di
Kabupaten Magelang; Ibu Sumirah, Sdri Ningrum, dan Bapak Misran beserta
keluarga di Kabupaten Purworejo; Sdri Wariyanti dan Sdri Novita Laelly beserta
keluarga di Kabupaten Kendal; Bapak Edi, Bapak Margono, dan Bapak
Muhammad beserta keluarga di Kabupaten Semarang; Sdri Dyah Ika PWA, Sdr
Aris, dan Bapak Darman beserta keluarga di Kabupaten Jepara; Sdri Verawati
Sanjoyo, Sdri Trie Utami, Sdri Rini Susanti, Sdri Diki Danar TW, dan Sdr Sugeng
Riyanto BU yang telah membantu dalam pengumpulan koleksi dan informasi;
serta Bapak Bachroni yang tergabung dalam Bina Agro Mandiri Jogjakarta yang
telah membantu penulis selama pengumpulan data; Sdr Abdu Robbir RK atas
bantuan literatur. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah mendanai penelitian ini melalui Beasiswa
Unggulan 2012. Terima kasih saya sampaikan pula kepada Bapak/Ibu pimpinan
instansi berikut: Herbarium Bogoriense, Kebun Raya Bogor, Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) Bogor, Balai Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BP2TO2T) Karanganyar
atas ijin penelitian. Ungkapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan
kepada Bapak, Ibu, adik-adik, Pakde dan Bude Sunyowo, serta seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayangnya serta teman-teman Program Magister BOT
angkatan 2012, rekan-rekan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan IPB, dan
keluarga Pondok Malea Atas Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2016
Niken Kusumarini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
1
1
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Kemukus
Fenologi Piper
Distribusi dan Budi Daya Kemukus
Manfaat Kemukus
Perdagangan Kemukus
3
3
3
4
4
7
3 METODE
Waktu dan Lokasi Pengambilan Spesimen
Karakterisasi dan Deskripsi Variasi Morfologi
Pengamatan Anatomi Daun
Pengelompokan Koleksi
9
9
9
9
10
4 HASIL
Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu
Anatomi Daun Kemukus dan Kemukus Semu
Pengelompokan Koleksi Kemukus dan Kemukus Semu
Deskripsi Kemukus dan Kemukus Semu
Perbandingan Kelompok Infraspesies Kemukus
11
11
25
29
33
37
5 PEMBAHASAN
Perbedaan Kemukus dan Kemukus Semu
Potensi Pemanfaatan Kemukus Semu
Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu
Potensi Pengembangan Kultivar Lokal Kemukus
Karakter Seleksi Kemukus
Konservasi Kemukus
39
39
40
41
43
44
45
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
47
47
47
DAFTAR PUSTAKA
48
LAMPIRAN
54
RIWAYAT HIDUP
63
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Lokasi tempat pengambilan spesimen kemukus dan kemukus semu
Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu
Perbandingan anatomi daun kemukus dan kemukus semu
Perbandingan kelompok infraspesies kemukus bersasarkan karakter
generatif dan vegetatif
5 Daftar check list perbandingan kelompok kemukus dengan karakter
seleksi (*sifat penciri produktivitas dan kualitas buah)
9
12
26
37
37
DAFTAR GAMBAR
1 Manfaat buah kemukus sebagai bumbu masakan dan minuman
diperjualbelikan dalam bentuk utuh (www.notonthehighstreet.com) (A),
serbuk (www.amazon.co.uk) (B), dicampur dalam bumbu kari
(www.amazon.com) (C), raz el hanout (www.secretsfinefood.com) (D),
dan ekstrak (www.drinkaddition.com) (E)
2 Macam-macam hasil olahan makanan dan minuman yang menggunakan
bumbu dari buah kemukus: gulai/kari (www.miramarindonesia.com)
(A), kebab (miansari66.blogspot.id) (B), pai (www.realsimplefood.
wordpress.com) (C), es krim (www.lisaiscooking.blogspot.co.id) (D),
biskuit (www.salthouseandpeppermongers.com) (E), dan minuman
(www.tumblr.com; www.lostpastremembered.blogspot.co.id) (F, G)
3 Motif isen-isen kemukus (www.modelbajubatik.org.)
4 Pemanfaatan kemukus di bidang industri: rokok (www.
legendaryauctions.com) (A), minuman beralkohol (www.fandbi.com;
www.bombaysaphire.com) (B, C), dan parfum (www.fragrantica.de;
www.johnvarvatos.com) (D, E)
5 Perawakan pada kemukus dan kemukus semu. Tipe cabang terdiri atas
batang memanjat (1), cabang lateral (2), dan cabang menjalar (3).
6 Batang kemukus berindumen gundul (A) sedangkan batang kemukus
semu berindumen gundul (B) dan meroma (anak panah) (C)
7 Warna pucuk: hijau muda (A) dan magenta keabu-abuan hingga cokelat
kemerahan (B). Warna akar panjat: cokelat kemerahan pada kemukus
(C) dan cokelat muda pada kemukus semu (D).
8 Tipe cabang lateral: horizontal (A) dan menggantung (B). Produksi
pucuk lateral: sedikit (C) dan banyak (D).
9 Indumen tangkai daun: gundul (A) dan meroma (B)
10 Indumen permukaan bawah daun: gundul (A) dan meroma (B). Tekstur
daun: menjangat-kusam (C), menjangat-mengkilap (D), dan seperti
kertas-kusam (E).
11 Bentuk helaian daun: membundar telur (A), membundar telur melanset
(B), menjorong melanset (C), menjorong (D), dan melonjong (E).
Gambar dimodifikasi dari IPGRI 1995.
5
5
6
7
14
14
14
15
16
17
17
12 Pangkal daun: menyerong (A), membaji asimetri (B), membundar (C),
menjantung (D) (gambar diambil dari IPGRI 1995), dan membaji
simetri (E) (gambar oleh penulis)
13 Tepi daun: rata (A) dan mengombak (B). Gambar diambil dari IPGRI
(1995).
14 Ujung daun: meruncing (A) dan melancip (B). Gambar oleh penulis.
15 Tipe pertulangan daun: kampilodromus (A) dan akrodromus (B)
(IPGRI 1995). Variasi posisi pangkal anak tulang daun terujung:
berpangkal pada 1/10 panjang helai daun (C), berpangkal pada 1/5
panjang helai daun (D), dan berpangkal pada >1/5 panjang helai daun
(E). Nilai diperoleh dari perbandingan jarak anak tulang daun terujung
terhadap pangkal daun (x) dan panjang helai daun (y).
16 Postur longitudinal daun (barisan atas): rata (A), berliuk (B), dan
tergulung balik (C). Postur transversal daun (barisan tengah dan
bawah): rata (D), berujung meruncing ke bawah (E), terlengkung balik
(F), membusur (G).
17 Morfologi daun penumpu pada kemukus (A, C, E) dan kemukus semu
(B, D, F). Batang memanjat (A, B) memiliki daun penumpu yang
memelepah dan luruh saat daun tumbuh dewasa, sedangkan daun
penumpu pada cabang lateral (C, D) menyelaput bumbung dan luruh
setelah kuncup daun membuka (E), terkadang masih terlihat menempel
hingga kuncup daun membuka (F).
18 Bentuk perbungaan: kerucut (A), menyilinder pendek (B), dan
menyilinder panjang (C)
19 Bentuk braktea: membundar telur sungsang (A) dan membundar (B).
Tipe perlekatan dan susunan braktea: duduk-menyirap (C) dan
memerisai-saling bebas (D).
20 Tahap perkembangan braktea kemukus semu (P. caninum Blume) yang
terlihat duduk pada perbungaan muda (A), mulai terlihat memerisai dan
bertangkai pada perbungaan dewasa (B), dan berkanjang pada
perbuahan (C)
21 Indumen braktea: gundul (A) dan berbulu balig (B). Warna braktea:
kuning (C) dan hijau (D).
22 Perbungaan betina kemukus (A, B) memiliki putik bercuping 3, 4, dan
5; perbungaan kemukus semu (C dan D) memiliki putik bercuping 2, 3,
dan 4 serta 2 dan 3
23 Tipe perbuahan: renggang (A) dan rapat (B). Orientasi perbuahan: lurus
(C), bengkok (D). Bentuk buah: membulat telur (E) dan membulat (F).
Pangkal buah: menggasing (G) dan mementol (H). Panjang tangkai
buah: sangat pendek (≤0.18 cm) (I), pendek (0.23-0.5 cm) (J), dan
panjang (>0.5 cm) (K).
24 Perubahan warna selama pematangan dari buah muda-dewasa-masak
pada kemukus (A, B, C, D) dan kemukus semu (E)
25 Tekstur kulit buah segar: mengkilap (A) dan kusam (B). Tekstur kulit
buah kering: keriput (C) dan mulus (D). Indumen buah: gundul (E) dan
berbulu balig (F). Sayatan membujur buah berperikarp tipis ≤0.4 mm
(G) dan tebal ≥0.5 mm (H). X: perikarp. Y: biji. Skala = 1 mm.
17
18
18
18
19
20
20
21
21
22
22
23
24
25
26 Sediaan paradermal daun menunjukkan bentuk dinding antiklinal sel
epidermis adaksial (A, D), abaksial (B, E), dan tipe stomata (C, F) pada
kemukus (A-C) dan kemukus semu (D-F). Perbesaran 400x.
27 Sediaan paradermal daun menunjukkan letak trikom berkelenjar (anak
panah) pada permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada
kemukus (A, B) serta kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x. Trikom
sederhana (anak panah) hanya dijumpai pada epidermis abaksial
kemukus semu (E). Perbesaran 100x.
28 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan sudan IV memperlihatkan
trikom berkelenjar yang berwarna cokelat (anak panah) pada
permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada kemukus (A, B)
dan kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x.
29 Sayatan melintang daun menunjukkan susunan jaringan daun kemukus
(A) dan kemukus semu (B) yang terdiri dari kutikula (1), epidermis
abaksial (2), hipodermis atas (3), tiang (4), bunga karang (5),
hipodermis bawah (6), dan epidermis adaksial (7). Daun kemukus lebih
tebal daripada kemukus semu, begitu pula jaringan tiang dan bunga
karangnya. Perbesaran 100x.
30 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan sudan IV yang
menunjukkan sel minyak berwarna cokelat (anak panah) pada kemukus
(A, B) dan kemukus semu (C, D) dijumpai pada hipodermis atas dan
bawah. Sel idioblas yang berukuran sangat besar dijumpai pada
kemukus (E), tidak dijumpai pada kemukus semu (F). Perbesaran 400x.
31 Sayatan melintang daun kemukus (A) dengan pewarnaan sudan IV
menunjukkan sel idioblas (anak panah) terletak pada jaringan bunga
karang daun kemukus, akan tetapi tidak dijumpai pada jaringan bunga
karang daun kemukus semu (B). Perbesaran 400x.
32 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan safranin yang menunjukkan
penebalan dinding sel hipodermis bawah menjadi sel sklereid (anak
panah) pada kemukus (A), yang tidak dijumpai pada kemukus semu (B).
Perbesaran 400x.
33 Fenogram dari 34 nomor koleksi kemukus (A) dan lima nomor koleksi
kemukus semu (B) berdasarkan 35 karakter morfologi yang
menghasilkan enam kelompok kemukus. Koleksi K: Kendal; M:
Magelang; Se: Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara.
34 Plot tiga dimensi hasil analisis komponen utama (PCA) yang
memproyeksikan koleksi terhadap tiga komponen: PC I 47.95%, PC II
11.66%, dan PC III 8.11%. Koleksi K: Kendal; M: Magelang; Se:
Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara.
35 Plot bivariate menunjukkan hubungan antara 34 nomor koleksi
kemukus (A) dan lima nomor koleksi kemukus semu (B) yang
disimbolkan dengan
, terhadap 35 karakter morfologi yang
disimbolkan dengan
. PC I 47.95% dan PC II sebesar 11.66%.
36 Piper cubeba L.f.: perawakan (A), perbungaan (B), perbungaan tampak
dekat menunjukkan braktea yang gundul dan duduk (C), perbuahan
dewasa (D), awetan basah perbungaan menunjukkan kepala putik yang
bercuping 3–5 (E), buah kering bertangkai panjang (F), sayatan
membujur buah menunjukkan perikarp yang tebal (G), sayatan
26
27
27
28
28
29
29
30
31
32
melintang daun memperlihatkan daun yang tebal (H), pembentukan sel
sklereid pada jaringan hipodermis bawah disebabkan adanya penebalan
dinding sel (I).
37 Piper caninum Blume: perawakan (A), perbungaan muda (B), spesimen
kering perbungaan yang memperlihatkan braktea berbulu dan
memerisai (C), perbuahan masak dengan tipe perbuahan rapat (D),
spesimen basah perbuahan muda menunjukkan kepala putik yang
bercuping 3–4 (E), buah kering bertangkai sangat pendek (F), sayatan
membujur buah yang menunjukkan perikarp yang tipis (G), sayatan
melintang daun memperlihatkan daun yang tipis (H), dinding sel pada
jaringan hipodermis bawah tidak mengalami penebalan (I).
34
36
DAFTAR LAMPIRAN
1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan
dimodifikasi dari deskriptor Piper nigrum L. (*) dan penambahan
karakter morfologi baru (**). Karakter tanpa keterangan sifat karakter
menunjukkan bahwa karakter tersebut merupakan karakter kuantitatif.
2 Karakter morfologi yang diamati dan dipilih untuk analisis kelompok
NTSYS. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor P.
nigrum L. (*) dan penambahan karakter morfologi baru (**).
3 Daftar spesimen kemukus (P. cubeba L.f.) dan kemukus semu (Piper
caninum Blume) yang dikoleksi dari berbagai lokasi budi daya
4 Eigenvalue dari analisis komponen utama
55
58
60
62
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemukus (Piper cubeba L.f., Piperaceae) adalah tumbuhan bertahunan,
berkayu, memanjat, berbatang gilig yang menebal dan berakar di bagian ruasnya.
Kemukus berkerabat dekat dengan lada (Piper nigrum L.). Buah bertangkai
merupakan karakter utama kemukus (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963)
yang tidak dimiliki oleh lada. Karakter khusus lainnya adalah keberadaan kubebin
yang dapat diekstrak dari daun dan buahnya (Kim et al. 2011). Kemukus termasuk
tanaman obat dan rempah serta komoditas pertanian penghasil minyak atsiri.
Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia yang tersebar di Pulau Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan bagian selatan (Felter dan Lloyd 1898). Kemukus
kemudian menyebar dan ditanam di Singapura, Semenanjung Malaya (Utami dan
Jansen 1999), Sri Lanka, dan India (Elfami et al. 2002).
Pada tahun 1918-1925 (masa penjajahan Belanda), Indonesia adalah
negara pengekspor komoditas kemukus terbesar dengan target ekspor Malaysia,
Singapura, Hongkong, Jepang, Amerika Serikat, Jerman Barat, dan negara Eropa
lainnya. Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Kalimantan Tengah
adalah daerah utama penghasil kemukus pada saat itu (Burkill 1935). Produksi
kemukus dewasa ini makin mengalami penurunan sehingga berdampak pada
ekspor. Negara target ekspor di akhir abad ke-20 terbatas pada Singapura dan
India (Utami dan Jansen 1999), bahkan berdasarkan hasil survei Dinas Industri
dan Perdagangan Jawa Tengah, pada tahun 1997 ekspor kemukus hanya tertuju ke
India (Susanti 2007).
Budi daya kemukus saat ini hanya ditemukan di Jawa Tengah yang
meliputi beberapa kabupaten yaitu Banjarnegara, Kendal, Magelang, Purworejo,
Semarang, Temanggung, dan Wonosobo (Kementan 2010). Berdasarkan hasil
survei tim Balittro tentang obat herbal Indonesia di tahun 2003, kemukus ditanam
di perkebunan skala sempit. Kemukus juga dijadikan sebagai tanaman pengisi
lahan kosong di kebun kopi atau ditanam di pekarangan rumah dengan total luas
areal perkebunan hanya sekitar 517 ha (Deptan 2003).
Beberapa kendala dalam budi daya menyebabkan petani kurang berminat
menanam kemukus. Rendahnya harga jual kemukus menyebakan petani lebih
memilih menanam komoditas lain seperti cengkih di Kabupaten Magelang yang
harganya dua kali lipat lebih tinggi. Sementara masyarakat di Kabupaten Kendal
lebih memilih menanam komoditas kayu seperti sengon dibandingkan kemukus
sehingga penanaman komoditas kayu mempersempit lahan kemukus. Budi daya
kemukus masih menggunakan metode stek batang konvensional dan memakan
waktu hingga ±4 bulan sebelum siap tanam (Deptan 2001). Serangan penyakit
busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Phytophthora capsici
(Wahyuno 2010) pada kemukus dapat langsung mematikan tanaman dewasa
produktif dalam waktu singkat.
Selain kemukus, beberapa petani juga menanam Piper caninum Blume
yang berbuah mirip kemukus sehingga disebut kemukus semu. Penanaman
kemukus semu di beberapa daerah dikhawatirkan dapat menimbulkan
permasalahan dalam mengenali jenis kemukus secara tepat yang dapat
2
memengaruhi mutu kemukus dalam perdagangan. Hal ini dikarenakan beberapa
petani belum bisa membedakannya dengan kemukus yang sebenarnya.
Tantangan budi daya kemukus semakin banyak, tetapi petani belum
melakukan seleksi dalam budi daya kemukus. Pemerintah pun belum
mengeluarkan kultivar unggul. Beberapa kultivar lokal kemukus pernah ditanam
di Jawa Barat, yaitu ‘Rinu katuncur’, ‘Rinu cengke’, ‘Rinu badak’, ‘Rinu
carulang’, ‘Rinu pedes’, dan ‘Rinu tembaga’ (Heyne 1951), namun nama-nama
kultivar lokal tersebut diduga merupakan jenis-jenis yang berbeda dan bukan
merupakan kultivar kemukus. Saat ini kemukus kurang dikenal oleh masyarakat
bahkan di Jawa Tengah sebagai daerah pusat penghasil kemukus. Kemukus hanya
dikenal di kalangan petani tanaman obat herbal dan kalangan peneliti.
Kemukus hanya ditanam di daerah dengan ketinggian tertentu (±700 mdpl)
di Jawa Tengah. Koleksi hidup tanaman kemukus di Balittro Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah hanya ditemukan satu individu. Koleksi hidup
tanaman kemukus di Balittro Kota Bogor, dan Kebun Raya Bogor, Jawa Barat,
sudah tidak lagi ditemukan dikarenakan terserang penyakit. Kondisi kemukus di
lapangan seperti ini memerlukan upaya konservasi yang diawali dari konservasi
in-situ (on-farm conservation) yang melibatkan petani kemukus dan dilanjutkan
dengan konservasi ex-situ di kebun-kebun koleksi.
Karakterisasi tanaman pertanian diperlukan untuk menetapkan standar
kualitas dan nilai dari suatu tanaman dalam perdagangan. Karakterisasi morfologi
merupakan langkah awal untuk mengetahui keanekaragaman genetik dari segi
fenotipe suatu tanaman. Karakterisasi bermanfaat untuk mendeskripsikan karakter
plasma nutfah yang diturunkan dari generasi ke generasi. Karakterisasi mencakup
rekaman dan kompilasi data tentang karakter-karakter penting pembeda aksesi
dalam jenis yang dapat mempermudah dalam membedakan antar fenotipe dan
digunakan untuk mengelompokkan aksesi serta mengembangkan koleksi inti.
Data tersebut juga digunakan dalam pemilihan plasma nutfah untuk program
pemuliaan (Biodiversity International 2007).
Variasi kemukus yang ditanam masyarakat belum dideskripsikan dan
didokumentasi dengan baik. Kemukus sebagai komoditas tanaman obat penghasil
minyak atsiri yang cukup strategis belum dikarakterisasi ciri morfologinya dalam
bentuk deskriptor.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, dilakukanlah penelitian ini
dengan tujuan (1) mendeskripsikan variasi morfologi kemukus dan kemukus semu
di Jawa dan (2) mengelompokkannya berdasarkan karakter morfologi yang dapat
membantu proses seleksi dalam mengembangkan kultivar.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Kemukus
Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia. Nama kemukus berasal dari
bahasa Jawa lintang kemukus, yang berarti bintang berekor atau komet. Kemukus
disebut juga dengan rinu (Sunda), dan pamukusu (Sulawesi) (Utami dan Jansen
1999). Kemukus memiliki nama botani Piper cubeba L.f. Masyarakat manca
negara mengenalnya dengan nama cubeb, tailed pepper (Utami dan Jansen 1999,
Lim 2012), cubeb pepper, false pepper, java pepper, javanese peppercorn (Lim
2012). Berdasarkan klasifikasi fenetik, kemukus merupakan marga Piper, suku
Piperaceae, dan ordo Piperales, sedangkan menurut analisis hubungan
kekerabatan (Angiosperm Phylogeny Group III), kemukus termasuk dalam
kelompok Magnoliid (Chase 2009).
Kemukus pertama kali dikenal dalam perdagangan dengan istilah kubaba
oleh bangsa Arab (Gledhill 2008) yang berdasarkan penelusuran kamus elektronik
(almaany.com), memiliki arti bola. Nama daerah ini menjadi dasar penentuan
nama botani oleh Linnaeus filius yang mendeskripsikan Piper cubeba L.f. pertama
kali (Linneaus 1782). Vahl (1804) menulis buku mengenai Piper cubeba L.f. akan
tetapi jenis yang dideskripsikannya bukan kemukus sehingga dikenal dengan
nama Piper cubeba Vahl. Jenis ini oleh Miquel (1859) dinyatakan sebagai
sinonim dari Piper caninum Blume. Hal yang sama juga dilakukan oleh Bojer
(1837) dalam tulisannya tentang Piper cubeba L.f. yang jenisnya tidak tepat,
sehingga dikenal dengan Piper cubeba Bojer. Jenis ini bersinonim dengan Piper
borbonense C.DC. (Candolle 1869; www. catalogueoflife.org). Adanya beberapa
kerancuan dan kekeliruan dalam mengidentifikasi kemukus diduga karena adanya
kemiripan karakter morfologi buah. Masyarakat menyebut kemukus dan beberapa
jenis lain yang berbuah membulat sebagai cubeb fruit. Pada tahun 1838,
Rafinesque mempublikasikan kemukus dengan nama Cubeba officinalis Raf.
(Rafinesque 1838) yang membedakan kemukus dari cubeb fruit lainnya karena
memiliki makna cubeb yang digunakan sebagai obat. Nama ini ditetapkan sebagai
sinonim dari Piper cubeba L.f. (Miquel 1859).
Fenologi Piper
Piper merupakan tanaman diesis yang memiliki alat perkembangbiakan
jantan dan betina pada individu terpisah (Greig 2004). Bunga-bunga kecil yang
sangat banyak dan tanpa perhiasan bunga tersusun dalam perbungaan berupa bulir
(Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963). Perkembangan struktur reproduksi
tersebut merupakan mekanisme pertahanan terhadap lingkungan. Piper
beradaptasi dengan cara menghasilkan bunga dan buah dalam jumlah sangat
banyak tanpa harus kehilangan energi pada saat meluruhkan perhiasan bunga
(Semple 1974).
Pembentukan bakal buah pada Piper terjadi dengan penyerbukan maupun
apomiksis. Penelitian fenologi pada lada menunjukkan bahwa bakal buah lada
budi daya tidak dapat dibentuk secara apomiksis. Pembentukan bakal buah secara
4
apomiksis biasa terjadi pada lada liar (Chen 2013). Namun demikian, proses
pembuahan pada kemukus belum diteliti sehingga keberadaan apomiksis belum
dapat dipastikan.
Distribusi dan Budi Daya Kemukus
Kemukus merupakan tanaman asli Indonesia. Kemukus dilaporkan
pertama kali oleh geografiwan dan sejarawan Arab, Masudi pada abad ke-10 yang
menyatakan adanya kemukus di Jawa (Masudi dalam Lloyd 1911). Selain itu,
kemukus pernah dijumpai pula di Sumatera dan Kalimantan bagian selatan (Felter
dan Lloyd 1898). Berdasarkan penelusuran data spesimen herbarium Smith
(www.linnean-online.org), kemukus pernah dilaporkan ditanam di Afrika Barat
pada abad ke-18. Kemukus juga pernah dilaporkan ditanam di Cina, Nepal
(Bridgman dan Williams 1833), dan Thailand (Hill 1952). Dalam dua puluh tahun
terakhir, kemukus ditanam di beberapa negara meliputi Singapura, Semenanjung
Malaya (Utami dan Jansen 1999), Sri Lanka, India (Elfami et al. 2002), Sierra
Leone, Kongo (Katzer 1998), serta Madagaskar (www.ville-ge.ch.).
Budi daya kemukus di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir dilakukan
di Jawa Tengah meliputi Kabupaten Banjarnegara, Kendal, Magelang, Purworejo,
Semarang, Temanggung, dan Wonosobo (Kementan 2010). Kemukus pernah
dilaporkan dalam penelitian etnobotani di Kabupaten Lebak, Banten (Aristiani
2014). Kemukus pernah dilaporkan ditanam di Jawa Timur meliputi Kabupaten
Ponorogo (Gempol 1991), Pamekasan (Zaman 2009), Sumenep (Zaman et al.
2013), dan Banyuwangi (Yuliani 2014). Kemukus juga pernah dilaporkan ditanam
di Yogyakarta (Purnomo dan Asmarayani 2004).
Kemukus mampu hidup pada ketinggian 0 sampai 700 mdpl. Kemukus
pernah dilaporkan banyak dijumpai di kawasan hutan bakau di pantai utara Jawa
(Heyne 1951). Kemukus juga ditanam di perkebunan kecil dan ditanam bersamasama dengan tanaman kopi oleh pekebun dari Eropa pada masa lampau (Royal
Botanic Gardens Kew 1887). Hingga saat ini, mayoritas lahan budi daya kemukus
merupakan lahan tumpangsari kemukus dengan kopi di ketinggian lebih dari 500
mdpl.
Manfaat Kemukus
Kemukus digunakan secara luas sebagai bumbu masakan di Indonesia,
maupun di negara lainnya (Lim 2012) (Gambar 1 dan 2). Sekitar abad ke-14,
kemukus digunakan untuk membumbui daging, saus, dan sup oleh sebagian besar
masyarakat Eropa. Kemukus sering dicampur dengan gula dan dikunyah untuk
dihisap aromanya. Saat ini kemukus dimanfaatkan sebagai pemberi aroma dan
rasa pedas pada masakan kari/gulai di Indonesia dan aneka masakan di Asia
Tenggara serta Asia Selatan. Kemukus digunakan sebagai bahan tambahan pada
pembuatan cuka ocet kubebowy di Polandia. Masyarakat di Afrika Barat
menggunakan kemukus dalam bentuk serbuk dalam makanan mereka. Kemukus
termasuk salah satu bahan pembuatan raz el honout, yaitu campuran daun dan
rempah di Afrika Utara yang digunakan untuk memasak daging atau nasi.
5
A
C
B
D
E
Gambar 1 Manfaat buah kemukus sebagai bumbu masakan dan minuman
diperjualbelikan dalam bentuk utuh (www.notonthehighstreet.com)
(A), serbuk (www.amazon.co.uk) (B), dicampur dalam bumbu kari
(www.amazon.com) (C), raz el hanout (www.secretsfinefood.com)
(D), dan ekstrak (www.drinkaddition.com) (E)
A
B
C
D
E
F
G
Gambar 2 Macam-macam hasil olahan makanan dan minuman yang
menggunakan bumbu dari buah kemukus: gulai/kari (www.miramar
indonesia.com) (A), kebab (miansari66.blogspot.id) (B), pai (www.
realsimplefood.wordpress.com) (C), es krim (www.lisaiscooking.
blogspot.co.id) (D), biskuit (www.salthouseandpeppermongers.com)
(E), dan minuman (www.tumblr.com; www.lostpastremembered.
blogspot.co.id) (F, G)
Kemukus juga dikenal sebagai bahan campuran dalam pembuatan ramuan
pewarna kain tradisional oleh suku Jawa serta masyarakat Bandung dan Kerawang
sebagai sumber warna merah kecokelatan (Subagiyo 2008). Bahan aktif pewarna
pada kemukus belum diketahui, sementara lada yang lebih umum dikenal sebagai
pewarna alami sebelumnya, diketahui mengandung bahan aktif piperitol,
piperbetol, eugenol, dan piperol (Sutradhar et al. 2015). Selain sebagai pewarna
kain, bentuk buah kemukus menjadi inspirasi pembatik tradisional untuk
menciptakan motif isen-isen batik kemukus (Susanti 2014) (Gambar 3).
Kemukus dimanfaatkan secara turun-temurun sebagai obat tradisional
untuk meredakan demam (pupuh) dan sebagai gurah mata (wuwuh) (komunikasi
pribadi dengan warga Kab. Magelang, Jawa Tengah). Kemukus merupakan salah
satu bahan campuran boreh (lulur tradisional) untuk perawatan wanita saat hamil,
pasca melahirkan, dan saat menyusui (Shanti 2014). Kemukus juga dicampurkan
dalam ramuan jamu subur kandungan, jamu bengkes setelah melahirkan, jamu
6
lancar ASI (Shanti 2014; Zaman 2009). Jamu lain yang menggunakan kemukus
sebagai campurannya yaitu jamu tolak angin, jamu pengobatan gangguan
pencernaan, jamu asam urat, jamu penambah stamina, dan jamu sehat
lelaki/afrodisiaka (Zaman 2009; Zaman et al. 2013). Pada tahun 1880–1890,
kemukus digunakan secara besar-besaran sebagai bahan pembuatan rokok asma di
Amerika Serikat (Heyne 1951).
Gambar 3 Motif isen-isen kemukus (www.modelbajubatik.org.)
Saat ini kemukus dimanfaatkan sebagai bahan baku industri obat herbal
untuk mengobati batuk dan asma karena memiliki aktivitas trakeoplasmolitik
(Wahyono et al. 2003). Selain dapat menstimulasi lapisan mukosa bronkus untuk
mengatasi bronkitis dan batuk, bahan aktif kemukus juga bekerja pada mukosa
urogenitalia sebagai diuretik dan mengobati gonore (Utami dan Jansen 1999).
Kemukus mengandung komponen aktif sikloheksana teroksigenasi (Taneja et al.
1991) yang telah digunakan dan dipatenkan dalam formula anti kanker (Kreuter et
al. 2013).
Selain memiliki aktivitas trakeoplasmolitik, beberapa penelitian mengenai
kandungan senyawa metabolit sekunder kemukus menunjukkan aktivitas
antiinflamasi (Choi dan Hwang 2005), antimikrob (Singh et al. 2007; 2008),
antivirus (Hussein et al. 2000), tripanosidal (de Souza et al. 2005), antileismania
(Bodiwala et al. 2007), antiparasit (Magalhães et al. 2011), antiulcer (Parvez et al.
2010), inhibisi sitokrom P450 (Usia et al. 2005a; 2005b), genotoksisitas
(Junqueira et al. 2007), antioksidan, hepatoprotektif dan analgesik (Pahpute et al.
2012), serta aktivitas moluskisidal (Pandey dan Singh 2009).
Hasil penyulingan berupa minyak atsiri dari buah kemukus yang dikenal
sebagai minyak kubeba dan mengandung bahan aktif kubebol digunakan sebagai
bahan baku industri minyak telon di Indonesia. Minyak kubeba juga digunakan
sebagai komponen perasa produk minuman beralkohol dan non-alkohol, es krim,
permen, selai, rokok, pasta gigi, dan parfum (Utami dan Jansen 1999; Velazco dan
Wuensche 2001; Lim 2012) (Gambar 4).
Pemanfaatan tanaman kemukus di bidang pertanian adalah sebagai batang
bawah pada penyambungan tanaman lada (P. nigrum L.) (Trisilawati et al. 2005)
dikarenakan kemukus memiliki tingkat ketahanan yang lebih tinggi terhadap
serangan cendawan. Kemukus jantan digunakan sebagai tetua yang disilangkan
dengan tetua betina lada untuk mendapatkan kultivar lada yang lebih tahan
terhadap serangan cendawan (Wahyuno et al. 2010).
7
A
B
C
D
E
Gambar 4 Pemanfaatan kemukus di bidang industri: rokok (www.
legendaryauctions.com) (A), minuman beralkohol (www.fandbi.com;
www.bombaysaphire.com) (B, C), dan parfum (www.fragrantica.de;
www.johnvarvatos.com) (D, E)
Perdagangan Kemukus
Kemukus merupakan salah satu rempah pertama yang diperdagangkan
secara lokal pada abad ke-7 di Indonesia (Burkill 1935) maupun internasional
menuju Cina, hingga sampai ke Arab melalui jalur sutra. Kemukus
diperjualbelikan oleh bangsa Arab dan diperkenalkan kepada masyarakat Eropa,
khususnya Yunani dan Italia yang memanfaatkannya sebagai bumbu masakan
pada abad ke-13 (Weiss 2002). Sebagian penulis menyebutkan bahwa kemukus
bahkan telah sampai di Eropa sejak abad ke-11 (Africanus dalam Lloyd 1911).
Pada akhir abad ke-17, kemukus menjadi sangat mahal dan sulit dijumpai di
pasaran. Kemukus mulai banyak dijumpai lagi di pasaran Eropa dan lebih dikenal
sebagai tanaman obat pada abad ke-19 (Weiss 2002). Pada awal abad ke-20
(1918–1925) yang bertepatan dengan masa penjajahan Belanda, Indonesia adalah
negara pengekspor kemukus terbesar di dunia dengan tujuan Malaysia, Singapura,
Hongkong, Jepang, Amerika Serikat, Jerman Barat, dan negara Eropa lainnya
(Burkill 1935).
Perdagangan kemukus makin mengalami kemunduran. Kegiatan ekspor
menuju Eropa dan Amerika pada akhirnya terhenti pada tahun 1940, dan hanya
terbatas pada negara-negara tetangga di Asia Tenggara (Weiss 2002). Ekspor
kemukus yang bertujuan ke Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa pada
tahun 1925 sebesar 270 ton, pada tahun 1940 menurun menjadi 135 ton. Ekspor
kemukus pada akhir abad ke-20 hanya terbatas ke negara Singapura dan India
(Utami dan Jansen 1999). Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Jawa Tengah, ekspor kemukus ke India pada tahun 1997 sebanyak
33.93 ton (Susanti 2007).
Peningkatan harga pada abad ke-20 pernah menyebabkan adanya
pemalsuan buah kemukus (cubeb fruit) dengan buah Piperaceae jenis lain yang
disebabkan karena pedagang ingin memperoleh keuntungan lebih (Heyne 1951).
Heyne mengumpulkan catatan mengenai kemukus asli dan semu di Jawa Barat.
Kemukus asli dikenal dengan nama kultivar lokal ‘Rinu katuncar’ dan ‘Rinu
cengke’, sedangkan kemukus semu meliputi ‘Rinu pedes, ‘Rinu carulang’, ‘Rinu
badak’, dan ‘Rinu temaga’. Nama-nama kultivar lokal yang diperoleh tersebut di
atas sampai saat ini belum diketahui identitasnya secara pasti. Piper retrofractum
Vahl adalah salah satu jenis kemukus semu yang dikenali oleh warga sebagai
‘Rinu pedes’ (komunikasi pribadi dengan warga Jawa Barat). Jenis ini
8
menghasilkan perbuahan dengan bakal buah yang saling berlekatan, berbeda
sekali dengan kemukus yang bakal buahnya saling bebas. Hal ini menguatkan
dugaan penulis bahwa rinu bukan hanya sebutan untuk kemukus, melainkan
merupakan nama daerah dari kelompok tumbuhan sirih-sirihan.
Selain menggunakan nama-nama kultivar lokal di atas, pencampuran
kemukus juga dilakukan dengan jenis Piper lowong Blume dari Jawa yang oleh
Backer dan Bakhuizen van den Brink (1963) disebut juga P. caninum Blume
(Felter dan Lloyd 1898). Dilaporkan pula bahwa kemukus pernah dicampur
dengan Piper crassipes Khorth. ex C.DC. dari Sumatera (Utami dan Jansen 1999;
Royal Botanic Gardens Kew 1887). Akan tetapi P. crassipes Khorth. ex C.DC
diduga bukan termasuk jenis pemalsu kemukus, karena berdasarkan penelusuran
database herbarium Kew nomor K000575314 (http://specimens.kew.org/
herbarium), jenis ini diduga merupakan kemukus asli P. cubeba L.f.
Piper caninum Blume yang tersebar luas di kawasan Malesia digunakan
pula oleh pedagang di luar negeri sebagai bahan pencampur kemukus (Utami dan
Jansen 1999; Royal Botanic Gardens Kew 1887). Pedagang kemukus juga
menggunakan jenis-jenis endemik di negara mereka sebagai bahan campuran,
meliputi Piper guineense Scumach & Thonn. (bersinonim dengan Piper clusii
(Miq.) C.DC.) serta Piper borbonense C.DC. (Royal Botanic Gardens Kew 1887)
yang merupakan Piper endemik Afrika Barat. Jenis lainnya yakni Piper
marginatum Jacq., Piper ribesioides Wall. (Felter dan Lloyd 1898), Piper
mollissimum Blume, Piper baccatum Blume, dan Piper nigrum L. (Utami dan
Jansen 1999). Bahkan pencampuran dilakukan pula menggunakan suku lain yang
memiliki buah mirip kemukus yaitu Bridelia tomentosa Blume (Euphorbiaceae),
Lindera spp. (Lauraceae), Litsea cubeba (Laur.) Pers. (Lauraceae), Pericampylus
glaucus (Lam.) Merr. (Menispermaceae), Rhamnus spp. (Rhamnaceae), Xylopia
frutescens Aubl. (Annonaceae), serta Zanthoxylum rhetsa DC. (Rutaceae) (Utami
dan Jansen 1999).
Dijumpainya kemukus semu (P. caninum Blume) yang diperdagangkan
oleh masyarakat lokal Indonesia saat ini sebagai kemukus, disebabkan oleh
kesalahan identifikasi. Berbeda halnya dengan pemalsuan kemukus pada masa
lampau yang bertujuan untuk memenuhi target penjualan dan meraih keuntungan
lebih (Heyne 1951), saat ini perdagangan kemukus semu sebagai bahan baku jamu
tradisional disebabkan oleh ketidaksengajaan. Namun demikian, hal ini tidak
menutup kemungkinan adanya pemalsuan komoditas kemukus yang dilakukan
dengan sengaja. Masyarakat lokal Indonesia tidak mempermasalahkan
penggunaan bahan yang mirip dalam pembuatan jamu tradisional jika bahan
utama sulit didapatkan. Untuk menghindari pemalsuan bahan obat-obatan dan
menjamin keamanan produk, para pelaku perdagangan nasional dan internasional
saat ini menuntut adanya standardisasi produk bahan alam (Casazza et al. 2011).
Identifikasi jenis tumbuhan yang digunakan untuk pangan dan obat-obatan harus
dilakukan secara tepat sebelum dikonversikan menjadi produk yang siap
dikonsumsi untuk memastikan keaslian, kualitas, keamanan, dan khasiat dari
suatu bahan mentah (Drasar dan Moravcova 2004).
9
METODE
Waktu dan Lokasi Pengambilan Spesimen
Keanekaragaman kemukus dan kemukus semu dieksplorasi dari enam
lokasi pusat budi daya kemukus di Jawa, yaitu Kabupaten Semarang, Jepara,
Kendal, Magelang, Purworejo, dan Kota Salatiga. Pengambilan spesimen
dilaksanakan pada saat tanaman berbunga dan berbuah pada bulan-bulan tertentu
(Tabel 1). Spesimen dikoleksi dari tanaman budi daya maupun tumbuhan liar
yang tumbuh di pekarangan rumah dan perkebunan skala kecil. Pembuatan
herbarium mengikuti metode Rugayah et al. (2004). Masing-masing individu
dikoleksi dan dibuat spesimennya sebanyak 3 hingga 5 duplikat. Spesimen
herbarium disimpan di Herbarium Bogoriense (BO) dan Herbarium Laboratorium
Sistematika Tumbuhan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Tabel 1 Waktu dan lokasi pengambilan spesimen kemukus dan kemukus semu
Waktu
Kabupaten/
Pengambilan
Kota
Spesimen
April 2014
Semarang
April 2014
Banyubiru
Suruh
Legundi
Kebowan
April 2014
Jepara
Agustus 2013 Kendal
Juli 2013
Magelang
Keling
Singorojo
Kajoran
Tempur
Kalipuru
Wuwuharjo
Kajoran
Juli 2014
Purworejo
Loano
Sedayu
April 2014
Salatiga
Sidorejo
Ngaliyan
Kecamatan
Desa
Tipe Habitat
Kebun
Kebun, pekarangan
rumah
Pekarangan rumah
Kebun
Kebun, pekarangan
rumah
Kebun
Kebun, pekarangan
rumah
Kebun
Karakterisasi dan Deskripsi Variasi Morfologi
Deskripsi disusun berdasarkan pengamatan pada spesimen terhadap 27
karakter yang diadaptasi dari deskriptor lada (IPGRI 1995) dengan beberapa
modifikasi pada pemecahan karakter dan sifat karakter sehingga menjadi 40
karakter. Modifikasi karakter meliputi warna pucuk, tipe cabang lateral, jumlah
ruas cabang lateral, tekstur daun, indumen daun, bentuk helai daun, pangkal daun,
pertulangan daun, aroma perbungaan, jumlah perbungaan tiap cabang lateral
(indeks perbungaan), perlekatan braktea, warna buah, dan tekstur permukaan kulit
buah kering. Selain itu diamati 40 karakter morfologi baru sehingga jumlah
keseluruhan karakter sebanyak 80 karakter (Lampiran 1). Standardisasi karakter
warna mengikuti Kornerup dan Wanscher (1981). Penentuan bentuk helai daun
berdasarkan perbandingan ukuran panjang dan lebar daun pada daun dewasa
mengikuti Vogel (1987). Ketebalan perikarp diukur dengan rumus (Dbh-Dbj)/2.
10
Dbh adalah diameter buah basah dan Dbj adalah diameter biji basah. Istilah-istilah
botani yang digunakan dalam karakterisasi mengikuti Glosarium Biologi
(Depdikbud 1993).
Pengamatan Anatomi Daun
Spesimen segar berupa daun dewasa dari cabang lateral kemukus dan
kemukus semu dikoleksi untuk keperluan pengamatan karakter anatomi sediaan
paradermal dan sayatan melintang daun. Pembuatan preparat sayatan melintang
daun menggunakan metode mikrotom beku dengan pewarnaan safranin dan sudan
IV. Pengamatan dilakukan pada tiga spesimen acak dari kemukus dan kemukus
semu, sebanyak tiga kali ulangan.
Pengelompokan Koleksi
Pengelompokan koleksi kemukus dan kemukus semu hanya dianalisis
berdasarkan karakter terpilih dari keseluruhan karakter morfologi. Karakter yang
tidak memiliki variasi dan karakter kuantitatif yang bersifat kontinyu tidak
digunakan dalam karakterisasi. Karakter yang berkorelasi dipilih salah satu yang
memudahkan dalam pengamatan dan penggunaan. Karakter morfologi terpilih
dikonversi ke dalam skor dan disusun dalam deskriptor (Lampiran 2). Karakter
kuantitatif yang memerlukan pengukuran, dikategorisasi, dan diskor.
Pengelompokan koleksi kemukus menggunakan analisis kelompok dan analisis
komponen utama yang terdapat dalam aplikasi NTSYS (Numerical Taxonomy and
Multivariate Analysis System) versi 2.02 (Rolf 1998). Sebanyak 39 spesimen
(Lampiran 3) yang telah dikarakterisasi kemudian disusun dalam matriks unit
takson (operational taxonomy unit) x karakter yaitu 39 x 35. Spesimen
dikelompokkan berdasarkan kemiripan karakternya yang dianalisis menggunakan
koefisien SM (simple matching). Analisis kelompok menggunakan metode
UPGMA (Unweighted Pair-Group Method with Aritmetic Average). Analisis
komponen utama PCA (Principal Component Analysis) menggunakan prosedur
DCENTER (double center), dengan cara menentukan nilai prosentase komponen
utama dengan EIGEN (eigenvectors), kemudian ditampilkan dalam MXPLOT
(matrix plot) berupa plot tiga dimensi. Pemilihan karakter kemukus untuk
memudahkan pengelompokan dan identifikasi kelompok dilakukan dengan
analisis komponen utama yang tersaji dalam plot bivariate, yakni dengan cara
menggabungkan analisis komponen utama terhadap nomor koleksi dan analisis
komponen utama terhadap karakter. Kemukus semu digunakan sebagai kelompok
pembanding.
11
HASIL
Variasi Morfologi Kemukus dan Kemukus Semu
Berdasarkan eksplorasi yang dilakukan di enam lokasi budi daya,
diperoleh 39 nomor koleksi kemukus dan kemukus semu (Lampiran 3). Kemukus
(P. cubeba L.f.) yang diperoleh sebanyak 34 nomor koleksi, sedangkan kemukus
semu (P. caninum Blume) sebanyak 5 nomor koleksi.
Sebagian besar kemukus dan kemukus semu dikoleksi dari lahan budi
daya, kebun, dan pekarangan rumah petani dalam kondisi dibudi daya, hanya
koleksi dari Salatiga yang merupakan tumbuhan liar. Kemukus semu yang
dikoleksi dari pekarangan rumah warga di Jepara merupakan hasil
perkembangbiakan secara vegetatif dengan metode stek batang dari tanaman yang
tumbuh liar di hutan Gunung Muria.
Tanaman kemukus dan kemukus semu yang dikoleksi dikarakterisasi dan
diamati variasinya berdasarkan deskriptor yang telah disusun. Variasi morfologi
ditemukan pada organ batang memanjat, cabang lateral, akar panjat, daun pada
batang memanjat, daun pada cabang lateral, perbungaan, bunga, perbuahan dan
buah. Tabel perbandingan karakter morfologi kemukus dan kemukus semu yang
disusun (Tabel 2) bertujuan untuk memudahkan identifikasi karakter diagnostik
kedua jenis Piper tersebut.
Perawakan
Perawakan kemukus terdiri atas batang memanjat, cabang lateral, dan
cabang menjalar (Gambar 5) yang masing-masing memiliki karakter dan fungsi
berbeda. Batang memanjat tumbuh tegak mengeluarkan akar adventif untuk
memanjat tanaman inang atau para-para. Batang memanjat tidak menghasilkan
perbungaan. Cabang lateral biasanya tidak mengeluarkan akar adventif, akan
tetapi menghasilkan perbungaan saat tanaman dewasa. Cabang menjalar
mengeluarkan akar yang menembus tanah pada tiap ruasnya. Daun pada cabang
menjalar berukuran lebih kecil dibandingkan daun pada batang memanjat maupun
cabang lateral. Cabang menjalar yang menempel pada tanaman inang akan
tumbuh memanjat ke atas menjadi batang memanjat dan daunnya tumbuh melebar.
Batang Memanjat dan Cabang Lateral
Indumen. Variasi indumen batang yang ditemukan yaitu gundul dan
meroma (pilose) (Gambar 6). Pada kemukus dijumpai indumen gundul sedangkan
pada kemukus semu dijumpai indumen gundul dan meroma.
Warna pucuk. Warna pucuk yang dijumpai yaitu hijau muda (29A5-4)
dan magenta keabu-abuan (14D5) hingga cokelat kemerahan (9D4) (Gambar 7).
Pada kemukus dijumpai warna pucuk magenta keabu-abuan hingga cokelat
kemerahan, sedangkan pada kemukus semu dijumpai warna hijau muda.
12
Tabel 2 Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu
Karakter
Batang
Indumen batang
Warna pucuk
Warna akar panjat
Kekuatan
akar
panjat
Tipe cabang lateral
Daun
Indumen tangkai
daun
Warna daun muda
Kemukus
Gundul
Magenta keabu-abuan
Cokelat kemerahan
Kuat
Kemukus Semu
Gundul
Meroma (pilose)
Hijau muda
Cokelat muda
Lemah
Menggantung
Horizontal
Menggantung
Gundul
Meroma
Cokelat keunguan hingga
cokelat keabu-abuan
Indumen daun
Gundul
Tekstur daun
Menjangat-kusam
Menjangat-mengkilap
Aroma daun
Beraroma kuat
Bentuk
helaian Membundar telur
daun
Menjorong
Menjorong melanset
Melonjong
Pangkal daun
Membundar
Menjantung
Membaji asimetri
Membaji simetri
Menyerong
Tepi daun
Rata
Mengombak
Tipe pertulangan
Kampilodromus
daun
Postur longitudinal Rata
daun
Berliuk
Postur transversal
Rata
daun
Berujung meruncing ke
bawah
Terlengkung balik
Membusur
Warna daun
Cokelat keunguan hingga
penumpu
cokelat keabu-abuan
Perbungaan
Indeks perbungaan Tinggi
Rendah
Bunga
Bentuk braktea
Membundar telur terbalik
Hijau muda
Meroma
Seperti kertas-kusam
Tak beraroma
Membundar telur
Membundar telur melanset
Membundar
Menjantung
Membaji simetri
Membaji asimetri
Rata
Kampilodromus
Akrodromus
Rata
Terlengkung balik
Rata
Berujung meruncing ke
bawah
Hijau pucat
Rendah
Membundar
13
Tabel 2 Perbandingan morfologi kemukus dengan kemukus semu (lanjutan)
Karakter
Tipe perlekatan
braktea
Susunan braktea
Indumen braktea
Warna braktea
Jumlah
kepala
putik
Perbuahan
Tipe perbuahan
Buah
Tangkai buah
Diameter buah
Bentuk buah
Warna buah muda
Warna buah
dewasa
Warna buah masak
Tekstur kulit buah
segar
Tekstur kulit buah
kering
Indumen buah
Ketebalan perikarp
Aroma buah
Rasa buah
Kemukus
Duduk
Menyirap
Gundul
Kuning
3–5(-6)
Kemukus Semu
Memerisai
Duduk
Saling bebas
Berbulu balig
Hijau
2–3 dan 2–4
Renggang
Rapat
Rapat
Pendek (0.23–0.5 cm)
Panjang (>0.5 cm)
4.8–7.1 mm
Membulat
Hijau
Cokelat kekuningan
Hijau zaitun
Jingga kecokelatan
Cokelat
Merah kecokelatan
Jingga
Kusan
Mengkilap
Mengeriput
Sangat pendek (0.1–0.18 cm)
Gundul
Tebal (>0.5 mm)
Beraroma kuat
Bebulu balig
Tipis (≤0.4 mm)
Tak
beraroma-beraroma
lemah
Masam
Pahit-pedas
2.8–4.5 mm
Membulat telur
Hijau
Jingga kecokelatan
Merah
Kusam
Mulus
Akar panjat. Akar panjat berwarna cokelat muda (5D4) dan cokelat
kemerahan (8E8) (Gambar 7). Pada kemukus dijumpai akar panjat berwarna
cokelat kemerahan, sedangkan pada kemukus semu berwarna cokelat muda.
Kekuatan mencengkeram akar panjat diukur berdasarkan ada atau tidaknya sisa
kulit batang tanaman inang yang ikut terangkat bersama akar saat batang
memanjat dipisahkan dari inangnya. Kemukus memiliki perlekatan akar panjat
yang lebih kuat dibandingkan dengan kemukus semu.
14
1
2
3
Gambar 5 Perawakan pada kemukus dan kemukus semu. Tipe cabang terdiri atas
batang memanjat (1), cabang lateral (2), dan cabang menjalar (3).
1 mm
1 mm
1 mm
A
C
B
Gambar 6 Batang kemukus berindumen gundul (A) sedangkan batang kemukus
semu berindumen gundul (B) dan meroma (anak panah) (C)
A
B
C
D
Gambar 7 Warna pucuk: hijau muda (A) dan magenta keabu-abuan hingga
cokelat kemerahan (B). Warna akar panjat (anak panah): cokelat
kemerahan pada kemukus (C) dan cokelat muda pada kemukus semu
(D).
Tipe cabang lateral. Cabang lateral ada yang bertipe horizontal dan
menggantung (Gambar 8). Cabang horizontal terdiri atas setidaknya satu hingga
15
maksimal lima ruas. Cabang menggantung memiliki lebih dari enam hingga
maksimal 15 ruas. Cabang tipe horizontal hanya dijumpai pada kemukus,
sedangkan cabang menggantung dijumpai baik pada kemukus maupun kemukus
semu.
Produksi pucuk lateral. Produksi pucuk lateral pada kemukus dan
kemukus semu bervariasi dalam jumlahnya, meliputi jumlah pucuk sedikit dan
banyak (Gambar 8). Produksi pucuk yang banyak ditandai dengan percabangan
bertingkat pada cabang lateral, dijumpai pada kemukus dan kemukus semu.
A
C
B
D
Gambar 8 Tipe cabang lateral: horizontal (A) dan menggantung (B). Produksi
pucuk lateral: sedikit (C) dan banyak (D).
Cabang Menjalar
Cabang yang diamati pada penelitian ini meliputi cabang menjalar, batang
memanjat, dan cabang lateral. Akan tetapi cabang menjalar hanya bisa diamati
pada beberapa individu saja karena tidak semua individu memproduksi cabang
menjalar. Tanaman kemukus memproduksi batang menjalar setelah berumur tiga
tahun atau lebih. Selain itu, beberapa petani lebih suka menghilangkan/menyiangi
cabang menjalar pada tanaman produktif agar penggunaan energi terkonsentrasi
pada pertumbuhan dan produksi buah. Cabang menjalar berkualitas baik untuk
stek batang dan lebih tahan lama usia tumbuhnya jika dibandingkan dengan
batang memanjat maupun cabang lateral (komunikasi pribadi dengan petani
Purworejo).
16
Daun
Seperti halnya karakterisasi cabang, daun yang diamati pada penelitian ini
meliputi daun yang tumbuh pada cabang menjalar, batang memanjat, dan cabang
lateral. Akan tetapi daun pada cabang menjalar hanya bisa diamati pada beberapa
individu saja.
Indumen tangkai daun. Variasi indumen tangkai daun yaitu gundul dan
meroma. Tangkai daun kemukus berindumen gundul sedangkan tangkai daun
kemukus semu berindumen meroma (Gambar 9).
1 mm
1 mm
A
B
Gambar 9 Indumen tangkai daun: gundul (A) dan meroma (B)
Warna daun. Daun muda berwarna hijau muda (29A5-4) dan cokelat
keunguan (10F5) hingga cokelat keabu-abuan (10E3). Kemukus memiliki daun
muda berwarna cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan, sedangkan pada
kemukus semu hanya berwarna hijau muda. Daun dewasa kemukus dan kemukus
semu berwarna hijau tua.
Indumen daun. Permukaan atas daun pada kemukus dan kemukus semu
berindumen gundul (Gambar 10). Permukaan bawah daun memiliki indumen
gundul atau meroma. Permukaan bawah daun kemukus memiliki indumen yang
gundul, sedangkan pada kemukus semu memiliki indumen yang meroma.
Tekstur daun. Tekstur daun meliputi menjangat-kusam, menjangatmengkilap, dan seperti kertas-kusam (Gambar 10). Kemukus memiliki daun
menjangat-kusam dan menjangat-mengkilap, sedangkan kemukus semu memiliki
daun seperti kertas-kusam.
Aroma daun. Variasi aroma pada daun ada yang kuat dan tidak beraroma.
Daun kemukus beraroma kuat, sedangkan kemukus semu daunnya tak beraroma.
Bentuk helaian daun. Daun kemukus pada cabang menjalar dan batang
memanjat memiliki perbandingan ukuran yang sama yaitu 1:2, akan tetapi bentuk
daunnya berbeda. Daun pada cabang menjalar membundar telur sedangkan daun
pada batang memanjat membundar telur dan menjorong. Daun pada cabang lateral
memiliki perbandingan 1:2-5 dan helaiannya menjorong, melonjong, hingga
menjorong melanset. Daun kemukus semu pada cabang menjalar dan batang
17
memanjat memiliki perbandingan ukuran serta bentuk yang sama yaitu 1:2 dan
membundar telur, sedangkan pada cabang lateral perbandingannya 1:2-5 dengan
helaian yang menjorong, membundar telur hingga membundar telur melanset
(Gambar 11).
A
B
C
D
E
Gambar 10 Indumen permukaan bawah daun: gundul (A) dan meroma (B).
Tekstur daun: menjangat-kusam (C), menjangat-mengkilap (D), dan
seperti kertas-kusam (E).
A
B
C
D
E
Gambar 11 Bentuk helaian daun: membundar telur (A), membundar telur
melanset (B), menjorong melanset (C), menjorong (D), dan
melonjong (E). Gambar dimodifikasi dari IPGRI 1995.
Pangkal daun. Pada kemukus, daun pada cabang menjalar berpangkal
menjantung sedangkan daun pada batang memanjat berpangkal menjantung dan
atau membundar (Gambar 12). Pangkal daun pada cabang lateral lebih bervariasi
dibandingkan dua tipe cabang sebelumnya, yaitu menyerong, membaji simetri,
dan membaji asimetri. Pada kemukus semu, daun pada cabang menjalar
berpangkal menjantung sedangkan daun pada batang memanjat berpangkal
menjantung dan membundar. Daun pada cabang lateral kemukus semu berpangkal
membundar, membaji simetri, dan membaji asimetri.
A
B
C
D
E
Gambar 12 Pangkal daun: menyerong (A), membaji asimetri (B), membundar
(C), menjantung (D) (gambar diambil dari IPGRI 1995), dan
membaji simetri (E) (gambar oleh penulis)
18
Tepi dan ujung daun. Variasi tepi daun yaitu rata dan mengombak
(Gambar 13). Kedua variasi ini dapat dijumpai pada kemukus dan kemukus semu.
Ujung daun meruncing dan melancip (Gambar 14) dijumpai baik pada kemukus
maupun kemukus semu.
A
B
Gambar 13 Tepi daun: rata (A) dan mengombak (B). Gambar diambil dari
IPGRI (1995).
A
B
Gambar 14 Ujung daun: meruncing (A) dan melancip (B). Gambar oleh penulis.
Tipe pertulangan daun. Variasi tipe pertulangan daun yang dijumpai
yaitu akrodromus dan kampilodromus (Gambar 15). Kedua tipe pertulangan daun
dapat dijumpai pada kemukus semu, sedangkan pada kemukus hanya dijumpai
tipe pertulangan daun kampilodromus. Pada pertulangan daun terdapat variasi
pada posisi pangkal anak tulang daun terujung meliputi anak tulang daun yang
berpangkal pada 1/10 panjang helai daun (C), 1/5 panjang helai daun (D), dan
>1/5 panjang helai daun.
Postur longitudinal dan transversal daun. Postur longitudinal dan
transversal daun diamati pada daun segar sebelum dikoleksi menjadi herbarium
kering. Pada herbarium kering, karakter tersebut sulit diamati. Postur longitudinal
daun rata dijumpai pada kemukus dan kemukus semu (Gambar 16). Postur berliuk
hanya dijumpai pada kemukus, sedangkan postur tergulung balik hanya dijumpai
pada kemukus semu.
y
x
y
x
y
x
C
D
E
A
B
Gambar 15 Tipe pertulangan daun: kampilodromus (A) dan akrodromus (B)
(IPGRI 1995). Variasi posisi pangkal anak tulang daun terujung:
berpangkal pada 1/10 panjang helai daun (C), berpangkal pada 1/5
panjang helai daun (D), dan berpangkal pada >1/5 panjang helai
daun (E). Nilai diperoleh dari perbandingan jarak anak tulang daun
terujung terhadap pangkal daun (x) dan panjang helai daun (y).
19
Daun pada cabang menjalar kemukus memiliki postur transversal yang
rata, sedangkan daun pada batang memanjat berpostur rata dan berujung
meruncing ke bawah. Daun pada cabang lateral memiliki daun yang berpostur rata,
berujung meruncing ke bawah, terlengkung balik, dan membusur. Pada kemukus
semu, daun pada cabang menjalar berpostur rata, sedangkan daun pada batang
memanjat dan cabang lateral memiliki variasi postur rata dan berujung meruncing
ke bawah.
A
B
C
D
E
F
G
Gambar 16 Postur longitudinal daun (barisan atas): rata (A), berliuk (B), dan
tergulung balik (C). Postur transversal daun (barisan tengah dan
bawah): rata (D), berujung meruncing ke bawah (E), terlengkung
balik (F), membusur (G).
Daun Penumpu
Bentuk daun penumpu. Daun penumpu hanya dapat dijumpai pada
pucuk karena akan luruh saat daun tumbuh dewasa. Dijumpai dua tipe daun
penumpu pada daun kemukus dan kemukus semu (Gambar 17). Batang memanjat
dan cabang menjalar memiliki daun penumpu yang memelepah, melingkupi
tangkai daun, sedangkan cabang lateral memiliki daun penumpu menyelaput
bumbung yang melindungi kuncup daun.
Warna daun penumpu. Daun penumpu berwarna hijau pucat (29A3) dan
cokelat keunguan (10F5) hingga cokelat keabu-abuan (10E3). Kemukus memiliki
daun penumpu berwarna cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan,
sedangkan kemukus semu memiliki daun penumpu berwarna hijau pucat.
Perbungaan
Kemukus dan kemukus semu merupakan tanaman diesis yang memiliki
perbungaan jantan dan perbungaan betina yang masing-masing tersusun dalam
perbungaan. Perbungaan jantan hanya dijumpai pada satu nomor koleksi kemukus
20
yang berasal dari Magelang, sedangkan koleksi lainnya memiliki perbungaan
betina.
Bentuk perbungaan. Perbungaan kemukus dan kemukus semu tersusun
atas bunga yang melekat secara spiral pada sumbu bunga. Variasi perbungaan
yakni berbentuk kerucut, menyilinder pendek, dan menyilinder panjang (Gambar
18). Kemukus memiliki perbungaan mengerucut (perbungaan betina) dan
menyilinder panjang (perbungaan jantan). Perbungaan jantan kemukus dengan
benang sari berjumlah 3–4 pada tiap bunganya berukuran lebih panjang daripada
perbungaan betina. Kemukus semu memiliki variasi perbungaan betina yang
mengerucut dan menyilinder pendek. Perbungaan jantan kemukus semu tidak
diketahui karena individu jantan tidak ditemukan pada saat eksplorasi.
A
F
C
D
B
E
Gambar 17 Morfologi daun penumpu pada kemukus (A, C, E) dan kemukus
semu (B, D, F). Batang memanjat (A, B) memiliki daun penumpu
yang memelepah dan luruh saat daun tumbuh dewasa (anak panah),
sedangkan daun penumpu pada cabang lateral (C, D) menyelaput
bumbung dan luruh setelah kuncup daun membuka (E), terkadang
masih terlihat menempel hingga kuncup daun membuka (F).
Indeks perbungaan. Indeks perbungaan adalah perbandingan jumlah
perbungaan yang muncul dengan jumlah ruas pada tiap cabang lateral. Indeks
tersebut dapat menunjukkan lebat atau tidaknya perbungaan yang dihasilkan.
Terdapat dua variasi indeks perbungaan, yaitu indeks perbungaan rendah (≤0.5)
dan tinggi (>0.5). Kemukus memiliki indeks perbungaan tinggi maupun rendah,
sedangkan kemukus semu memiliki indeks perbungaan yang rendah.
Gambar 18
A
B
C
Bentuk perbungaan: kerucut (A), menyilinder pendek (B), dan
menyilinder panjang (C)
21
Braktea
Bunga kemukus dan kemukus semu seperti halnya bunga Piper lainnya,
merupakan bunga telanjang tanpa perhiasan bunga, dan dilindungi oleh daun
pelindung (braktea).
Bentuk, tipe perlekatan, dan susunan braktea. Braktea dapat berbentuk
membundar telur sungsang dan membundar (Gambar 19). Kedua bentuk braktea
dimiliki oleh kemukus semu, sedangkan pada kemukus hanya dijumpai bentuk
braktea yang membundar telur sungsang. Braktea menempel pada sumbu
perbungaan dengan posisi duduk dan memerisai. Kedua tipe perlekatan dimiliki
oleh kemukus semu, sedangkan pada kemukus hanya dijumpai tipe perlekatan
memerisai. Braktea yang duduk memiliki susunan yang menyirap, sedangkan
braktea yang memerisai memiliki susunan yang saling bebas.
Perbungaan muda kemukus semu memperlihatkan braktea yang hampir
duduk. Seiring dengan perkembangan buah, perlekatan memerisai diidentifikasi
dari braktea yang mulai terlihat bertangkai serta berkanjang (persistent) hingga
buah masak (Gambar 20).
A
B
C
D
Gambar 19 Bentuk braktea: membundar telur sungsang (A) dan membundar (B).
Tipe perlekatan dan susunan braktea: duduk-menyirap (C) dan
memerisai-saling bebas (D).
1 mm
1 mm
1 mm
A
B
C
Gambar 20 Tahap perkembangan braktea kemukus semu (P. caninum Blume)
yang terlihat duduk pada perbungaan muda (A), mulai terlihat
memerisai dan bertangkai pada perbungaan dewasa (B), dan
berkanjang pada perbuahan (C)
Indumen dan warna braktea. Indumen pada braktea ada yang gundul
dan berbulu balig (Gambar 21). Pada kemukus dijumpai braktea gundul,
22
sedangkan pada kemukus semu dijumpai braktea yang berbulu balig. Warna
braktea mempengaruhi penampakan warna perbungaan secara keseluruhan karena
braktea merupakan organ dominan yang menutupi perbungaan saat bunga belum
mekar sempurna. Warna braktea terdiri atas kuning dan hijau. Kemukus memiliki
braktea berwarna kuning, sedangkan kemukus semu memiliki braktea berwarna
hijau.
1 mm
A
B
1 mm
1 mm
C
D
Gambar 21 Indumen braktea: gundul (A) dan berbulu balig (B). Warna braktea
(anak panah): kuning (C) dan hijau (D).
Kepala Putik
Kepala putik memiliki cuping yang bervariasi. Kemukus memiliki kepala
putik dengan 3–5 cuping, sedangkan kemukus semu memiliki kepala putik
bercuping 2–3 dan 2–4 (Gambar 22).
A
B
C
D
Gambar 22 Perbungaan betina kemukus (A, B) memiliki putik bercuping 3, 4,
dan 5; perbungaan kemukus semu (C dan D) memiliki putik
bercuping 2, 3, dan 4 serta 2 dan 3
23
Perbuahan
Tipe perbuahan. Ada dua tipe perbuahan, yaitu perbuahan renggang dan
perbuahan rapat (Gambar 23). Perbuahan renggang terdiri atas buah yang tersusun
tidak rapat karena memiliki tangkai buah yang panjang, sedangkan perbuahan
rapat terdiri atas buah yang tersusun rapat dikarenakan memiliki tangkai buah
yang pendek. Selain itu, perbuahan renggang terdiri atas buah yang berukuran
tidak seragam dan beberapa belum berkembang dengan sempurna Perbuahan rapat
dijumpai pada kemukus semu, sedangkan kemukus memiliki kedua tipe
perbuahan.
Orientasi perbuahan. Orientasi perbuahan terdiri atas perbuahan lurus
dan bengkok (Gambar 23). Kedua variasi tersebut ditemukan baik pada kemukus
maupun kemukus semu.
Buah
Tangkai buah. Tangkai buah pada kemukus dan kemukus semu muncul
dari sumbu perbuahan dan merupakan modifikasi dari tangkai putik. Terdapat tiga
variasi tangkai buah, yaitu sangat pendek (≤0.18 cm), pendek (0.23–0.5 cm), dan
panjang (>0.5 cm) (Gambar 23). Kedua jenis kemukus semu memiliki tangkai
buah yang sangat pendek, sedangkan kemukus memiliki variasi tangkai buah
pendek dan panjang.
Bentuk dan pangkal buah. Bentuk buah kemukus bervariasi antara bulat
dan membulat telur (Gambar 23). Semua buah kemukus berbentuk membulat,
sedangkan buah kemukus semu berbentuk membulat telur. Pangkal buah
berbentuk mementol dan menggasing. Kemukus memiliki buah berpangkal
mementol maupun menggasing, sedangkan pada kemukus semu hanya dijumpai
buah mementol.
A
B
I
C
D
J
E
G
F
H
K
Gambar 23 Tipe perbuahan: renggang (A) dan rapat (B). Orientasi perbuahan:
lurus (C), bengkok (D). Bentuk buah: membulat telur (E) dan
membulat (F). Pangkal buah: menggasing (G) dan mementol (H).
Panjang tangkai buah: sangat pendek (≤0.18 cm) (I), pendek (0.23–
0.5 cm) (J), dan panjang (>0.5 cm) (K).
24
Warna buah. Buah muda kemukus semu berwarna hijau, setelah dewasa
buah berubah warna menjadi jingga kecokelatan serta berubah menjadi merah saat
masak (Gambar 24E). Kemukus memiliki variasi buah muda yaitu hijau dan
cokelat kekuningan (Gambar 24A-D). Buah muda hijau akan berubah menjadi
hijau zaitun dan cokelat saat dewasa, sedangkan buah muda cokelat kekuningan
akan berubah menjadi jingga kecokelatan saat dewasa. Buah muda berwarna hijau
akan berubah warna menjadi merah kecokelatan dan jingga saat masak, sedangkan
buah muda kuning kecokelatan akan berubah warna menjadi merah kecokelatan
saja.
muda
dewasa
masak
hijau
hijau zaitun
merah
kecokelatan
(A)
hijau
hijau zaitun
jingga
(B)
cokelat
kekuningan
jingga
kecokelatan
merah
kecokelatan
(C)
hijau
cokelat
merah
kecokelatan
(D)
hijau
jingga
kecokelatan
merah
(E)
Gambar 24 Perubahan warna selama pematangan dari buah muda-dewasa-masak
pada kemukus (A, B, C, D) dan kemukus semu (E)
Tekstur kulit buah. Kulit buah memiliki variasi tekstur mengkilap dan
kusam. Pada kemukus dijumpai dua tipe tekstur kulit buah, sedangkan pada
25
kemukus semu hanya dijumpai tekstur kusam (Gambar 25). Buah kering pada
kemukus bertekstur keriput, sedangkan pada kemukus semu teksturnya mulus.
Indumen dan ketebalan perikarp. Indumen pada kulit buah bervariasi
yaitu gundul dan berbulu balig. Indumen kulit buah tampak jelas jika diamati pada
awetan basah buah (Gambar 25). Kemukus memiliki buah yang gundul,
sedangkan kemukus semu memiliki buah yang berbulu balig. Variasi perikarp
yang dijumpai yakni tebal dan tipis. Kemukus memiliki buah berperikarp tebal
(>0.5 mm), sebaliknya kemukus semu memiliki buah berperikarp tipis (≤0.4 mm).
Aroma dan rasa buah. Buah kemukus mengeluarkan aroma kuat yang
khas, sementara pada buah kemukus semu aroma yang dihasilkan sangat lemah
bahkan tidak mengeluarkan aroma sama sekali. Buah kemukus memiliki rasa yang
pahit dan pedas seperti merica, sedangkan buah kemukus semu memiliki rasa
masam.
A
Gambar 25
B
C
D
E
F
G
H
Tekstur kulit buah segar: mengkilap (A) dan kusam (B). Tekstur
kulit buah kering: keriput (C) dan mulus (D). Indumen buah:
gundul (E) dan berbulu balig (F). Sayatan membujur buah
berperikarp tipis ≤0.4 mm (G) dan tebal ≥0.5 mm (H). X: perikarp.
Y: biji. Skala = 1 mm.
Anatomi Daun Kemukus dan Kemukus Semu
Sediaan paradermal daun memperlihatkan bentuk dinding antiklinal sel
epidermis, tipe stomata (Gambar 26), serta tipe dan letak trikom (Gambar 27)
pada kemukus dan kemukus semu. Jaringan epidermis adaksial pada kemukus dan
kemukus semu memiliki bentuk dinding antiklinal sel yang lurus atau melengkung,
bersisi empat sampai enam. Karakter yang sama juga diamati pada jaringan
epidermis abaksial kedua jenis tersebut. Stomata pada kemukus bertipe siklositik
dengan 5–6 sel tetangga yang mengelilingi sel penjaga secara melingkar. Sel
penjaga stomata kemukus semu dikelilingi oleh 3–4 sel tetangga yang berbeda
ukuran. Stomata tersebut bertipe anisositik dan tetrasitik. Baik daun kemukus
26
maupun kemukus semu memiliki trikom berkelenjar pada epidermis adaksial dan
epidermis abaksialnya. Namun, trikom sederhana hanya dijumpai pada kemukus
semu dan terletak pada epidermis abaksial saja. Trikom berkelenjar terletak di
antara 5–7 sel epidermis yang tersusun mengelilinginya. Tabel 3 disusun untuk
memudahkan identifikasi kemukus dan kemukus semu berdasarkan karakter
anatomi daun.
Tabel 3 Perbandingan anatomi daun kemukus dan kemukus semu
Karakter
Kemukus
Tebal daun
385–431μm
Tebal jaringan tiang
45–97μm
Tebal jaringan bunga 80–85μm
karang
Tipe somata
Siklositik
Kemukus Semu
245–272μm
45–62μm
38–56μm
Tipe trikom
Trikom berkelenjar
Letak sel idioblas
Hipodermis atas
Hipodermis bawah
Jaringan bunga karang
30–55 μm
72–212 μm
Ada, terletak pada
hipodermis bawah
Diameter sel idioblas
Sel sklereid
Anisositik
Tetrasitik
Trikom berkelenjar
Trikom sederhana
Hipodermis atas
Hipodermis bawah
30–49μm
Tidak ada
50 μm
50 μm
A
50 μm
D
B
C
E
F
50 μm
Gambar 26 Sediaan paradermal daun menunjukkan bentuk dinding antiklinal sel
epidermis adaksial (A, D), abaksial (B, E), dan tipe stomata (C, F)
pada kemukus (A-C) dan kemukus semu (D-F). Perbesaran 400x.
27
50 μm
50 μm
A
B
C
D
E
Gambar 27 Sediaan paradermal daun menunjukkan letak trikom berkelenjar
(anak panah) pada permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D)
pada kemukus (A, B) serta kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x.
Trikom sederhana (anak panah) hanya dijumpai pada epidermis
abaksial kemukus semu (E). Perbesaran 100x.
Sayatan melintang daun kemukus dan kemukus semu menunjukkan posisi
trikom berkelenjar (Gambar 28). Sayatan melintang tersebut juga memperlihatkan
susunan jaringan daun dari adaksial hingga jaringan abaksial berturut-turut
meliputi kutikula, epidermis adaksial, hipodermis atas, tiang, bunga karang,
hipodermis bawah, dan epidermis abaksial (Gambar 29), serta letak sel idioblas
(Gambar 30; 31). Jaringan hipodermis atas dan bawah terdiri atas dua lapis,
sedangkan jaringan tiang terdiri atas satu lapis.
Daun kemukus (385–431μm) lebih tebal daripada daun kemukus semu
(245–272μm), demikian pula ketebalan jaringan tiang dan bunga karangnya
(Gambar 29). Ketebalan jaringan tiang pada kemukus 45–97μm, sedangkan pada
kemukus semu 30–49μm. Ketebalan jaringan bunga karang pada kemukus 80μm–
85μm, sedangkan pada kemukus semu 38–56μm.
C
B
D
A
Gambar 28 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan sudan IV
memperlihatkan trikom berkelenjar yang berwarna cokelat (anak
panah) pada permukaan adaksial (A, C) dan abaksial (B, D) pada
kemukus (A, B) dan kemukus semu (C, D). Perbesaran 400x.
Sel idioblas dijumpai pada jaringan hipodermis atas dan bawah baik pada
daun kemukus maupun kemukus semu (Gambar 30). Diameter sel idioblas
kemukus (30–55μm) dan kemukus semu (30–49μm) berukuran hampir sama.
Pada jaringan hipodermis atas daun kemukus terdapat sel idioblas yang
28
berdiameter sangat besar (72–212μm) dan sel ini tidak terdapat pada daun
kemukus semu. Sel idioblas juga terletak pada jaringan bunga karang daun
kemukus, akan tetapi tidak dijumpai pada jaringan bunga karang daun kemukus
semu (Gambar 31).
1
2
1
3
4
5
6
2
3
4
5
6
7
A
B
7
Gambar 29 Sayatan melintang daun menunjukkan susunan jaringan daun
kemukus (A) dan kemukus semu (B) yang terdiri atas kutikula (1),
epidermis abaksial (2), hipodermis atas (3), tiang (4), bunga karang
(5), hipodermis bawah (6), dan epidermis adaksial (7). Daun
kemukus lebih tebal daripada kemukus semu, begitu pula jaringan
tiang dan bunga karangnya. Perbesaran 100x.
S
50 μm
50 μm
e
m
u
a
k
o
l
e
k
s
i
a
s
a
l
S
A
C
50 μm
50 μm
e
m
u
a
k
o
l
e
k
s
i
a
s
a
l
B
D
E 50 μm
F
Gambar 30 Sayatan melintang
daun dengan pewarnaan sudan IV yang
P
menunjukkan usel minyak berwarna cokelat P(anak panah) pada
kemukus (A, rB) dan kemukus semu (C, uD) dijumpai pada
r
hipodermis ataswdan bawah. Sel idioblas yang berukuran
sangat besar
w
dijumpai pada kemukus
(E), tidak dijumpai pada kemukus semu (F).
o
o
Perbesaran 400x.
r
r
e
e
j
j
o
o
50 μm
s
e
l
s
e
29
A
B
Gambar 31 Sayatan melintang daun kemukus (A) dengan pewarnaan sudan IV
menunjukkan sel idioblas (anak panah) terletak pada jaringan bunga
karang daun kemukus, akan tetapi tidak dijumpai pada jaringan
bunga karang daun kemukus semu (B). Perbesaran 400x.
Daun kemukus memiliki jaringan hipodermis bawah yang beberapa selnya
mengalami penebalan dinding sel. Sel sklereid tersebut teramati oleh warna merah
yang pekat di sepanjang hipodermis bawah (Gambar 32). Sel sklereid tersebut
hanya dijumpai pada kemukus dan tidak dijumpai pada kemukus semu.
A
B
Gambar 32 Sayatan melintang daun dengan pewarnaan safranin yang
menunjukkan penebalan dinding sel hipodermis bawah menjadi sel
sklereid (anak panah) pada kemukus (A), yang tidak dijumpai pada
kemukus semu (B). Perbesaran 400x.
Pengelompokan Koleksi Kemukus dan Kemukus Semu
Fenogram yang dihasilkan menggunakan koefisien simple matching dan
metode UPGMA berdasarkan 35 karakter morfologi (Lampiran 2) menunjukkan
hubungan fenetik antara kemukus dan kemukus semu (Gambar 33). Tampilan tiga
dimensi tersaji pada analisis komponen utama (PCA) yang memproyeksikan
koleksi terhadap tiga komponen utama (Gambar 34).
Fenogram dan PCA menunjukkan pengelompokan koleksi kemukus yang
terpisah dari kemukus semu. Pada fenogram dapat diketahui bahwa kelompok
kemukus dan kemukus semu memiliki nilai keserupaan sebesar 27% saja. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa koleksi kemukus berbeda secara signifikan dari
koleksi kemukus semu. Kemukus memiliki karakter buah berbentuk membulat,
tangkai buah pendek hingga panjang (0.25–0.5 cm), dan beraroma kuat. Daun
kemukus bertekstur menjangat dan beraroma kuat. Kemukus semu memiliki
30
karakter buah berbentuk membulat telur, tangkai buah sangat pendek (<0.25 cm),
tak beraroma atau beraroma lemah. Daun kemukus semu bertekstur seperti kertas
dan tidak beraroma. Karakter pembeda yang terdapat pada organ vegetatif dan
generatif selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Kelompok I dengan nilai keserupaan sebesar 77% berasal dari koleksi
Kendal, Magelang, dua koleksi Semarang, dan dua koleksi Purworejo. Kelompok
I memiliki karakter buah kusam, buah muda hijau yang berubah warna menjadi
hijau zaitun saat dewasa, indeks perbuahan yang tinggi dan tipe cabang lateral
horizontal. Keseluruhan anggota Kelompok I memiliki buah dewasa berwarna
hijau zaitun sehingga sering disebut dengan kemukus hijau. Buah dewasa
mengalami perubahan warna menjadi merah kecokelatan kecuali pada P11 dan
P12 yang buah masaknya berwarna jingga. Kelompok I memiliki tangkai buah
pendek, tipe perbuahan rapat, dan produksi pucuk lateral sedikit kecuali pada M7,
M8, dan M16 yang memiliki tangkai buah panjang, tipe perbuahan renggang, dan
produksi pucuk lateral banyak. Semua anggota kelompok memiliki jumlah buah
≤24 per perbuahan, kecuali pada koleksi Kendal dan tiga koleksi Magelang (M7,
M8, M16) yang tiap perbuahannya terdiri atas >30 buah.
K1
K2
K3
K4
K5
M1
M2
M3
M5
Se5
M15
M4
Se4
M12
M7
M8
M16
P11
P12
P2
P4
P3
P1
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P13
P14
Se1
Se2
Se3
M11
M14
M13
Sa1
J1
M11MW
A
B
0.27
0.46
0.64
0.82
P. cubeba I
P. cubeba II
P. cubeba III
P. caninum
1.00
Koefisien keserupaan
Gambar 33 Fenogram dari 34 nomor koleksi kemukus (A) dan lima nomor
koleksi kemukus semu (B) berdasarkan 35 karakter morfologi yang
menghasilkan enam kelompok kemukus. Koleksi K: Kendal; M:
Magelang; Se: Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara.
31
Se3
Se2
Se4
Se5
0.36
0.36
P. cubeba
M12
0.20
0.20
M15
K4
K5
M16M4
M8
M1 K3
K1
K2
M7 Se1
M2M3
M5
J1
PC III 8.11%
R3
0.03
0.03
P6
P1P7
P5
P8
P9
P10
P3
P4
P11
P2P12
P13
P14
P. caninum
PC II
11.66%
-0.14
-0.14
R2 0.01
0.01
0.33
0.33
Sa1
M11
M14
M13
0.17
0.17
-0.14
-0.14
-0.30
-0.31
-0.30
-0.31
-0.23
-0.23
PC I 47.95%
-0.05
-0.05
0.14
0.14
R1
0.33
0.33
0.51
0.51
Gambar 34 Plot tiga dimensi hasil analisis komponen utama (PCA) yang
memproyeksikan koleksi terhadap tiga komponen: PC I 47.95%, PC
II 11.66%, dan PC III 8.11%. Koleksi K: Kendal; M: Magelang; Se:
Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara.
Semua koleksi asal Purworejo selain P11 dan P12 mengelompok dalam
Kelompok II dengan koefisien keserupaan sebesar 78%. Kelompok II memiliki
karakter buah licin, bertangkai pendek, berwarna merah kecokelatan saat masak,
tipe perbuahan rapat, dan produksi pucuk lateral sedikit. Keseluruhan anggota
Kelompok II memiliki jumlah buah ≤24 per perbuahan, indeks perbungaan rendah
dan tipe cabang lateral menggantung, kecuali pada P13 dan P14 yang memiliki
memiliki jumlah buah >30 per perbuahan, indeks perbungaan tinggi serta tipe
cabang lateral horizontal. Terdapat dua variasi warna buah muda pada Kelompok
II, yaitu hijau (P1–P10) dan cokelat kekuningan (P13 dan P14). Buah muda hijau
berubah menjadi cokelat saat dewasa, sedangkan buah muda cokelat kekuningan
berubah menjadi jingga kecokelatan saat dewasa. Warna buah dewasa yang
cokelat dan jingga kecokelatan tersebut menjadi dasar penamaan kemukus merah
oleh petani Purworejo dan digemari petani karena buahnya terkesan cepat masak.
Kelompok III terdiri atas koleksi dari Semarang dengan koefisien
keserupaan sebesar 0,93%. Buah bertekstur kusam, buah muda berwarna hijau
yang berubah warna menjadi hijau zaitun saat dewasa kemudian berubah menjadi
merah kecokelatan saat masak, dan bertangkai pendek. Kelompok III memiliki
jumlah buah ≤24 per perbuahan, indeks perbungaan tinggi, tipe cabang horizontal,
dan produksi pucuk lateral sedikit. Kelompok III memiliki karakter daun pada
batang memanjat dan cabang lateral yang mirip dengan kemukus semu, yaitu
pangkal daun membundar, membaji simetri, dan membaji asimetri; serta tepi daun
mengombak. Karakter daun tersebut berbeda dengan Kelompok I dan II yang
memiliki karakter daun pada batang memanjat dan cabang lateral yang
pangkalnya menjantung dan membaji asimetri; serta tepi daun rata. Dengan
demikian pangkal daun merupakan salah satu karakter diagnosis pada Kelompok
III.
32
Semua tanaman kemukus yang dikoleksi merupakan tanaman yang dibudi
daya oleh masyarakat, sedangkan kemukus semu P. caninum Blume dikoleksi dari
tanaman budi daya maupun tanaman liar. Penulis mengasumsikan bahwa
kemukus semu P. caninum Blume merupakan kerabat liar kemukus.
Sebanyak 34 koleksi kemukus dan lima koleksi kemukus semu
diproyeksikan pada plot bivariate (Gambar 35) yang menunjukkan hubungan
antara koleksi dan karakter morfologinya. Karakter yang berada di luar lingkaran
(nomor 6 dan 32) merupakan karakter yang besar variasinya dan kurang efektif
jika digunakan sebagai karakter penanda kelompok. Koleksi kemukus berkorelasi
dengan karakter vegetatif nomor 1, 2, 3, 5, 7, 11, 12, 14, dan 15, serta karakter
generatif nomor 18, 20, 21, 22, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 33, dan 34. Data
tersebut menunjukkan bahwa karakter generatif lebih penting dan lebih efektif
sebagai penanda kelompok infraspesies.
0.33
P1 P7
P5
P8P3
P10
P6P9
P4
P2
18
20
M13
Sa1
M14
M11
J1
B
19
0.04
23
35
A
8
26
10
27
14
7
Se2
Se3
Se5
Se4
3
13 16 4
17
9
11
PC II
11.66%
25
6
P12
P11
1
21
22
2933
24
15
M15
28
31
5
P13
P14
12
Se1M1
M3
M5
M4
M2
K4
K5
K3
K2
K1
M8
M7M16
M12
30
R2 -0.26
2
34
-0.56
32
-0.85
-0.58
-0.29
0.01
0.31
0.61
R1
PC I 47.95%
Gambar 35 Plot bivariate menunjukkan hubungan antara 34 nomor koleksi
kemukus (A) dan lima nomor koleksi kemukus semu (B) yang
disimbolkan dengan
, terhadap 35 karakter morfologi yang
disimbolkan dengan . PC I 47.95% dan PC II sebesar 11.66%.
Keterangan: Karakter yang digunakan dalam pengelompokan: aroma
batang (1), tipe cabang lateral (2), produksi pucuk lateral (3),
panjang tangkai daun di batang memanjat (4), tekstur daun (5),
bentuk helaian daun di cabang lateral (6), panjang helaian daun di
batang memanjat (7), panjang dan lebar helaian daun di cabang
lateral (8, 9), pangkal daun di batang memanjat dan cabang lateral
(10, 11), bentuk tepi helaian daun (12), tipe pertulangan daun (13),
posisi pangkal anak tulang daun (14), postur transversal &
longitudinal daun (15, 16), panjang tangkai perbungaan (17),
panjang perbungaan (18), bentuk perbungaan (19), indeks
perbungaan (20), tipe perlekatan braktea (21), warna braktea (22),
indumen braktea (23), jumlah cuping kepala putik (24), tipe &
orientasi perbuahan (25, 26), jumlah buah tiap perbuahan (27),
panjang tangkai buah (28), bentuk buah (29), pangkal buah (30),
warna buah muda, dewasa, & masak (31, 32, 33), tekstur kulit &
indumen buah (34, 35). Koleksi K: Kendal; M: Magelang; Se:
Semarang; P: Purworejo; Sa: Salatiga; J: Jepara.
33
Pengelompokan koleksi yang tersaji dalam plot bivariate dapat secara jelas
memperlihatkan bahwa koleksi kemukus memisah dengan kemukus semu, akan
tetapi pemisahan koleksi kemukus menjadi tiga kelompok tidak terlihat dengan
jelas. Hal ini dikarenakan plot tersebut hanya dapat menggambarkan persentase
keragaman PC I sebesar 47.95% dan PC II sebesar 11.66% (Lampiran 4).
Deskripsi Kemukus dan Kemukus Semu
Berdasarkan pengamatan terhadap karakter morfologi dan anatomi,
kemukus dan kemukus semu dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Piper cubeba L.f. (Gambar 36)
Piper cubeba L.f., Suppl. Pl. 90. 1782; Miquel, Fl. Ned. Ind. 448. 1859;
Candolle, Prodr. 16(1). 340. 1869; Backer & Bakh. f., Fl. Java. 170. 1963 - Tipe:
Junghunh (K n.v.) fem., Zollinger 727 (DC!) masc. Jawa, Indonesia.
Cubeba officinalis Raf., Sylva Tellur. 84. 1838 - Tipe: Piper crassipes Khorth. ex C.DC., Candolle, Prodr. 16(1). 344. 1869 Tipe: Khorthals 617 (K!) fem. Sumatera, Indonesia.
Perdu memanjat. Batang gundul, beraroma; pucuk magenta keabu-abuan hingga
cokelat kemerahan. Batang memanjat: ruas menebal, diameter 0.2–0.5(-1) cm,
panjang buku 1–10 cm; akar panjat panjang, rapat, cokelat kemerahan. Cabang
lateral: horizontal atau menggantung (1–15 ruas), diameter 1.27–5.1 cm, panjang
buku 1–10 cm. Cabang menjalar: diameter 0.2–0.3 cm, panjang buku 3–8 cm.
Daun bertangkai gundul; beraroma; tekstur menjangat-kusam atau menjangatmengkilap; ujung meruncing atau melancip; tepi rata atau mengombak; postur
transversal rata, terlengkung balik, berujung meruncing ke bawah, membusur;
postur longitudinal rata atau berliuk; permukaan atas dan bawah daun dijumpai
titik-titik transparan berupa trikom berkelenjar (pearl gland); permukaan bawah
gundul; sel idioblas berukuran kecil (diameter 40–42 μm) terletak di jaringan
hipodermis atas-bawah dan bunga karang; sel idioblas berukuran besar (diameter
148–151 μm) terletak di jaringan hipodermis atas; tipe pertulangan akrodromus
atau kampilodromus; posisi anak tulang daun terujung pada 1/10, 1/5, 1/3 dari
pangkal; jumlah tulang daun 5–7; daun muda hijau muda keunguan; permukaan
daun dewasa hijau tua; permukaan bawah daun dewasa hijau pucat; warna daun
kering cokelat muda, hijau kecokelatan. Daun pada batang memanjat: panjang
tangkai 1–4.5 cm; helaian menjorong atau membundar telur, panjang 4.5–17.2 cm,
lebar 2.3–10.2 cm; pangkal membundar atau menjantung. Daun pada cabang
lateral: panjang tangkai 0.4–4 cm; helaian menjorong, menjorong melanset,
melonjong, panjang 5.5–18 cm, lebar 2–8 cm; pangkal menyerong, membaji
asimetri, membaji asimetri. Daun pada cabang menjalar: helaian membundar
telur; pangkal menjantung. Daun penumpu pada batang memanjat dan cabang
menjalar memelepah, cokelat keunguan hingga cokelat keabu-abuan, gugur saat
daun tumbuh dewasa, menyisakan bekas hitam di tangkai daun. Daun penumpu
pada cabang lateral menyelaput bumbung, cokelat keunguan hingga cokelat
34
keabu-abuan, gugur saat kuncup daun membuka. Perbungaan jantan tegak;
panjang tangkai 1–1.2 cm; spika menyilinder, panjang 3.7–4.3 cm. Perbungaan
betina tegak; panjang tangkai 0.3–2 cm; spika mengerucut atau menyilinder,
panjang 1.2–3.6 cm; beraroma. Bunga jantan: braktea membundar, dudukmenyirap, gundul, stamen 3–4. Bunga betina: braktea kuning, membundar,
duduk-menyirap, gundul; stigma terbelah 3–5(-6) cuping; stigma segi tiga.
Perbuahan rapat atau renggang, panjang tangkai 0.2–2.2 cm, tangkai perbuahan <
spika; orientasi lurus dan bengkok, panjang 1.5–8.4 cm; sumbu perbuahan
tertutup braktea berkanjang. Buah membulat atau menjorong; diameter 4.8–7.1
mm; pangkal mementol atau menggasing; warna hijau atau cokelat kekuningan
saat muda, hijau atau jingga kecokelatan atau cokelat tua saat dewasa, merah
kecokelatan atau jingga saat masak; tangkai buah panjang 0.23–0.8 cm, perikarp
tebal 0.5–0.8 mm; beraroma; rasa pahit dan pedas.
1 mm
B
A
C
D
D
D
E
F
D
G
I
H
Gambar 36 Piper cubeba L.f.: perawakan (A), perbungaan (B), perbungaan
tampak dekat menunjukkan braktea yang gundul dan duduk (C),
perbuahan dewasa (D), awetan basah perbungaan menunjukkan
kepala putik yang bercuping 3–5 (E), buah kering bertangkai
panjang (F), sayatan membujur buah menunjukkan perikarp yang
tebal (G), sayatan melintang daun memperlihatkan daun yang tebal
(H), pembentukan sel sklereid pada jaringan hipodermis bawah
disebabkan adanya penebalan dinding sel (I).
35
Ekologi: kebun, pekarangan rumah, ±500–600 mdpl.
Distribusi: Jawa: Kabupaten Semarang, Kendal, Magelang, Purworejo (budi
daya).
Catatan: Piper crassipes Khorth. ex C.DC. berasal dari Sumatera dan digunakan
sebagai pemalsu komoditas kemukus pada perdagangan masa lampau. Namun
setelah foto spesimen tipenya nomor K000575314 (http://specimens.kew.org/
herbarium) diamati dengan seksama dan dibandingkan dengan koleksi kemukus,
kedua jenis tersebut identik sehingga diduga merupakan jenis Piper cubeba L.f.
Piper caninum Blume (Gambar 37)
Piper caninum Blume, Verh. Batav. Genootsch. Kunsten 11: 214. 1826;
Backer & Bakh. f., Fl. Java. 171. 1963. Gardner, Blumea. 48. 47–48. 2003;
Gardner, Blumea 51. 569–586. 2006 - Tipe: Blume s.n. (L n.v.). Jawa, Indonesia.
Perdu memanjat. Batang gundul atau meroma, tak beraroma sampai beraroma
lemah; pucuk hijau muda. Batang memanjat: ruas menebal, diameter 0.18–0.3
cm; panjang buku 1.5–8 cm; akar panjat, cokelat muda. Cabang lateral:
menggantung, 1–7 ruas, diameter 0.19–0.2 cm, panjang buku 2.3–8.5 cm. Cabang
menjalar: diameter 0.2–0.3 cm, panjang buku 2.5–7.7 cm. Daun bertangkai
meroma; tak beraroma atau beraroma lemah; tekstur seperti kertas-kusam; ujung
meruncing atau melancip; tepi rata atau mengombak; postur transversal rata atau
berujung meruncing ke bawah; postur longitudinal rata atau tergulung balik;
permukaan atas dan bawah daun dijumpai trikom berkelenjar (pearl gland);
permukaan bawah meroma; sel idioblas berukuran kecil (diameter 40–42 μm)
terletak di jaringan hipodermis atas-bawah; tipe pertulangan akrodromus atau
kampilodromus; posisi anak tulang daun terujung pada 1/10–1/5 dari pangkal;
jumlah tulang daun 5–7; daun muda hijau muda; permukaan daun dewasa hijau
tua; permukaan bawah daun dewasa hijau pucat. Daun pada batang memanjat:
panjang tangkai 1.7–7 cm; helaian membundar telur, panjang 5.6–10 cm, lebar
2.8–5.7 cm; pangkal membundar atau menjantung. Daun pada cabang lateral:
panjang tangkai 1.2–3.5 cm; helaian membundar telur, membundar telur melanset,
menjorong, panjang 8–15.5 cm, lebar 4.2–8.7 cm; pangkal membundar, membaji
simetri, membaji asimetri. Daun pada cabang menjalar: helaian membundar
telur; pangkal menjantung. Daun penumpu pada batang memanjat dan cabang
menjalar memelepah, hijau pucat, gugur saat daun tumbuh dewasa, menyisakan
bekas hitam di tangkai daun. Daun penumpu pada cabang lateral menyelaput
bumbung, hijau pucat, gugur saat kuncup daun membuka. Perbungaan jantan
tidak diketahui. Perbungaan betina tegak; panjang tangkai 1.5–2 cm; spika
mengerucut, panjang 1–1.5 cm; aroma lemah. Bunga betina: braktea hijau,
membundar atau melonjong, memerisai-saling bebas, bertangkai, berbulu balig
rapat; stigma terbelah 2–4 cuping, segi tiga. Perbuahan rapat, panjang tangkai
0.8–2.7 cm, tangkai perbuahan > atau < spika; orientasi lurus dan bengkok,
panjang 1–4.6 cm; sumbu perbuahan tertutup braktea berkanjang. Buah membulat
telur; diameter 2.8–4.5 mm; pangkal mementol; warna hijau saat muda, jingga
kecokelatan saat dewasa, merah saat masak; tangkai buah sangat pendek 0.11–
36
0.18 mm, perikarp tipis (0.2–0.4 mm); tak beraroma atau beraroma lemah; rasa
1 mm
masam.
Ekologi: kebun, pekarangan rumah, ± 600 mdpl
Distribusi: Jawa: Kabupaten Magelang (budi daya), Kabupaten Jepara (budi
daya), Kota Salatiga (liar).
Catatan: Terdapat variasi morfologi pada P. caninum Blume pada koleksi asal
Magelang dan Jepara. Perbedaan koleksi Jepara dari Magelang meliputi jumlah
stigma 2–3, braktea melonjong, duduk, dan organ vegetatif serta generatif
memiliki aroma yang lemah.
A
D
B
E
C
F
G
H
I
Gambar 37 Piper caninum Blume: perawakan (A), perbungaan muda (B),
spesimen kering perbungaan yang memperlihatkan braktea berbulu
dan memerisai (C), perbuahan masak dengan tipe perbuahan rapat
(D), spesimen basah perbuahan muda menunjukkan kepala putik
yang bercuping 3–4 (E), buah kering bertangkai sangat pendek (F),
sayatan membujur buah yang menunjukkan perikarp yang tipis (G),
sayatan melintang daun memperlihatkan daun yang tipis (H), dinding
sel pada jaringan hipodermis bawah tidak mengalami penebalan (I).
37
Perbandingan Kelompok Infraspesies Kemukus
Perbandingan karakter kelompok kemukus disusun untuk memudahkan
peneliti dan petani kemukus (Tabel 4). Karakter generatif Kelompok II yang
berbuah mengkilap dan berwarna cokelat atau jingga kecokelatan
membedakannya dari Kelompok I dan III yang berbuah kusam dan berwarna hijau
zaitun. Variasi karakter pangkal daun (membundar, menjantung, menyerong;
membaji simetri, asimetri) dan tepi (rata atau mengombak) membedakan
Kelompok III dari Kelompok I dan II yang memiliki variasi pangkal daun
menjantung atau menyerong saja serta tepi daun rata.
Tabel 4 Perbandingan kelompok infraspesies kemukus bersasarkan karakter
generatif dan vegetatif
Karakter
Kelompok I
Kulit buah
Kusam
Warna buah
Hijau zaitun
dewasa
Pangkal daun
Menyerong
Menjantung
Tepi daun
Kelompok II
Mengkilap
Cokelat
Jingga kecokelatan
Menyerong
Menjantung
Rata
Kelompok III
Kusam
Hijau zaitun
Menyerong
Menjantung
Membundar
Membaji simetri
Membaji asimetri
Rata
Mengombak
Rata
Berdasarkan pengamatan morfologi, diperoleh karakter seleksi yang dapat
digunakan untuk memilih kelompok atau individu kemukus yang berpotensi
memiliki produktivitas tinggi dan kualitas buah yang baik. Sifat karakter seleksi
yang dipilih meliputi tipe cabang lateral horizontal, produksi pucuk lateral banyak,
indeks perbungaan tinggi, tipe perbuahan rapat, jumlah buah tiap perbuahan >30,
warna buah muda hijau, dan warna buah dewasa hijau zaitun (Tabel 5).
Tabel 5 Daftar check list perbandingan kelompok kemukus dengan karakter
seleksi (*sifat penciri produktivitas dan kualitas buah)
CL
Ks
Kel
I
II
III
Ho*
√
√
√
PTL
Me Sdt Byk*
√
-
√
√
√
√
-
IP
TP
JBP
WBM
Re
Ti*
Rg
Rp*
≤24
>30*
Co
Hi*
√
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
-
√
√
√
WBD
Hz* C/Jk
√
√
√
-
Keterangan: Ks: karakter seleksi; Kel: kelompok; CL: cabang lateral; PTL: produksi tunas lateral;
IP: indeks perbungaan; JBP: jumlah buah tiap perbuahan; WBM: warna buah muda; WBD: warna
buah dewasa; Ho: horizontal; Me: menggantung; Sdt: sedikit; Byk: banyak; Re: rendah; Ti: tinggi;
Rg: renggang; Rp: rapat; Co: cokelat kekuningan; Hi: hijau; Hz: hijau zaitun; C/Jk: cokelat atau
jingga kecokelatan.
38
Berdasarkan karakter vegetatif dan generatif yang telah deskripsikan,
kemukus memiliki keanekaragaman genetik yang terekspresi dalam fenotipe yang
cukup tinggi. Untuk memudahkan petani dalam penggunaan dan penerapan sistem
klasifikasi, disusunlah kunci identifikasi kelompok kemukus dengan
menggunakan karakter diagnostik meliputi pangkal daun, tekstur kulit buah, dan
warna buah.
1. a. Pangkal daun pada batang memanjat membundar dan menjantung, pangkal
daun pada cabang lateral menyerong, membaji simetri, membaji asimetri
tepi daun rata sampai mengombak ............................................ Kelompok III
b. Pangkal daun pada batang memanjat menjantung saja, pangkal daun pada
cabang lateral menyerong, tepi daun rata ....................................................... 2
2. a. Tekstur buah kusam, warna buah dewasa hijau zaitun .....................................
....................................................................................................... Kelompok I
b. Tekstur buah licin, warna buah dewasa cokelat dan jingga kecokelatan ..........
......................................................................................................Kelompok II
39
PEMBAHASAN
Perbedaan Kemukus dan Kemukus Semu
Kemukus dapat dibedakan dengan kemukus semu berdasarkan karakter
morfologi dan anatomi yang telah dipaparkan dalam penelitian ini. Karakter
vegetatif pembeda kemukus dengan kemukus semu salah satunya adalah pangkal
daun. Pangkal daun menyerong hanya dimiliki oleh kemukus. Karakter pangkal
daun memiliki nilai taksonomi yang berguna untuk identifikasi jenisjenis Piper
(Gardner 2006) termasuk kemukus dan kemukus semu.
Kemukus dapat dibedakan dengan mudah berdasarkan karakter buahnya
(Tabel 2). Perbedaan karakter morfologi kemukus dan kemukus semu mengenai
ukuran dan panjang tangkai buah telah disebutkan dalam Bulletin of
Miscellaneous Information. Kemukus semu memiliki buah yang lebih kecil
dibandingkan dengan kemukus. Tangkai buahnya pendek, yakni tidak lebih dari
setengah diameter buahnya (Royal Botanic Gardens Kew 1887). Pengamatan
secara seksama dalam penelitian ini dapat membedakan kemukus semu dari
kemukus melalui karakter tambahan yaitu bentuk buah membulat telur dan kulit
buah keringnya bertekstur mulus. Sebaliknya, buah kemukus berukuran lebih
besar dari kemukus semu, bertangkai lebih panjang, berbentuk membulat, dan
bertekstur keriput saat kering.
Karakter kemukus dan kemukus semu diperkuat antara lain dengan
pengamatan anatomi daun yang menunjukkan tipe stomata, letak dan ukuran sel
idioblas serta ada tidaknya sel sklereid (Tabel 3). Kemukus memiliki tipe stomata
siklositik, sedangkan kemukus semu memliki tipe stomata anisositik dan tetrasitik.
Kemukus dan kemukus semu sama-sama memiliki struktur sekretori berupa sel
idioblas yang dijumpai pada hipodermis atas dan bawah. Namun, pada kemukus
ditemukan sel-sel idioblas pada jaringan bunga karang yang tidak dijumpai pada
kemukus semu. Sel idioblas yang berukuran sangat besar (72–212μm) dijumpai
pada hipodermis atas daun kemukus, tetapi tidak dijumpai pada daun kemukus
semu. Adanya sel idioblas yang sangat besar belum pernah dilaporkan ditemukan
pada sayatan daun dari marga Piper lain, seperti pada P. colubrinum Link.
(Ravindran dan Remashree 1998), P. acutilimbum C.DC., P. arcuatum C. Presl, P.
blumei (Miq.) Backer, P. chaba Hunter (Tihurua et al. 2011), P. sarmentosum
Roxb. (Raman et al. 2012), P. betle L. (Mubeen et al. 2014; Periyanayagam et al.
2012), dan P. lepturum Kunth (Oliviera Macado et al. 2014).
Struktur sekretori memiliki arti taksonomi yang penting. Perbedaan
struktur sekretori menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam proses
fisiologi suatu tumbuhan yang menghasilkan metabolit sekunder khusus (Metcalfe
dan Chalk 1950; 1979). Hasil metabolit sekunder ini secara sederhana dapat
membedakan kemukus dari kemukus semu dengan mudah dari aroma remasan
daun dan buahnya. Kemukus memiliki aroma yang kuat, sedangkan kemukus
semu tak menghasilkan aroma hingga beraroma sangat lemah. Bau remasan dari
jenis Piper memiliki ciri khas masing-masing. Keberadaan senyawa metabolit
sekunder yang diukur secara kualitatif dengan membau aroma remasan dapat
digunakan sebagai bukti klasifikasi (Jones dan Luchsinger 1986; Hsiao dan Lin
1995; Wolff et al. 1997).
40
Perbedaan kemukus dari kemukus semu juga ditandai oleh adanya sel-sel
sklereid pada sayatan melintang daunnya. Sel sklereid ditampakkan oleh
pewarnaan safranin yang menandai sel berlignin dan berdinding tebal di jaringan
hipodermis bawah daun (Gambar 32). Sel sklereid berbentuk memanjang serta
bercabang dan termasuk ke dalam tipe osteosklereid (Fahn 1995). Sel tersebut
menyokong daun sehingga memengaruhi tekstur daun kemukus yang menjangat
serta kaku. Tanpa adanya sel sklereid di bagian abaksial , daun kemukus semu
bertekstur seperti kertas dan lemas.
Identifikasi kemukus dan kemukus semu menggunakan reaksi kimia
sebagai bukti taksonomi pernah dilakukan oleh Holmes dalam Felter dan Lloyd
(1898) menggunakan larutan iodium dan asam sulfat kuat. Reaksi serbuk
kemukus dengan iodium menghasilkan warna biru tua, sedangkan reaksi dengan
asam sulfat menghasilkan warna merah. Identifikasi kemukus dan kemukus semu
saat ini telah dilakukan dengan metode kromatografi. Analisis keaslian kemukus
menggunakan kubebin sebagai penanda molekuler telah dilakukan untuk
membedakan buah kering P. cubeba L.f. dari Litsea cubeba (Laur.) Merr. dalam
perdagangan cubeb fruit di Korea (Kim et al. 2011). Metode ini mudah dan cepat
untuk mengidentifikasi keaslian kemukus dan dianjurkan dalam quality control
buah kering yang sulit dibedakan berdasarkan karakter morfologi, misalnya dalam
bentuk serbuk.
Potensi Pemanfaatan Kemukus Semu
Kemukus semu (P. caninum Blume) atau bodeh (Jawa) dibudidayakan
oleh petani Magelang, Jepara, dan Purworejo di kebun mereka. Kemukus dan
kemukus semu di Magelang dan Purworejo ditanam di lahan yang sama. Adanya
koleksi kemukus semu yang berasal dari tanaman liar di Salatiga menunjukkan
bahwa kemukus semu merupakan kerabat liar kemukus. Kemukus semu -memiliki
persebarannya cukup luas di kawasan Malesia. Namun demikian, belum pernah
dilaporkan adanya budi daya dan pemanfaatan kemukus semu di Indonesia,
kecuali sebagai pencampur dan pemalsu kemukus. Hal ini secara tidak langsung
diinformasikan dari makna penamaan jenis kemukus semu (Gledhill 2008) dan
sejarah perdagangan kemukus. Piper caninum memiliki arti lada liar dan tidak
dibudi daya. Masyarakat Maluku (suku Tobelo) menyebutnya o tokata ma bidoho
yang berarti sirih liar yang tidak dapat dimakan (Taylor 1990). Bahasa Melayu
menyebutnya lada anjing, sirih hutan, dan sirih hantu. Nama yang pernah
diusulkan untuk jenis ini yakni Cubeba canina (Blume) Miq. (Vahl 1804)
memiliki arti cubeb yang berasal dari tumbuhan liar, untuk membedakannya
dengan kemukus, yakni cubeb yang digunakan dalam pengobatan yang disebut
dengan Cubeba officinalis Raf.
Petani di Purworejo saat ini menggunakan kemukus semu dengan metode
sambung pucuk sebagai batang bawah yang tahan cendawan dalam budidaya lada
(komunikasi pribadi dengan warga Purworejo). Lada dikenal rentan terhadap
penyakit layu kuning yang disebabkan oleh Fussarium oxysporum (Duarte et al.
2001) dan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Phytophthora
capsici (Wahyuno 2010). Kemukus memiliki tingkat kerentanan yang sama
dengan lada terhadap infeksi cendawan yang dilakukan secara buatan (Wahyuno
41
et al. 2010), tetapi petani lokal di Purworejo menyatakan kemukus semu sebagai
batang bawah ladaberkualitas baik dan tahan cendawan.Informasi mengenai
tingkat ketahanan batang kemukus semu terhadap cendawan belum dibuktikan
secara ilmiah. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut, seperti anatomi
batang, untuk mendapatkan informasi yang mendukung sifat ketahanan batang.
Keanekaragaman genetik kemukus semu sebagai kerabat liar kemukus
dapat dimanfaatkan sebagai penyedia gen dalam pengembangan kultivar unggul
kemukus. Banyak jenis Piper yang karakteristik ketahanannya belum diketahui
dan dapat menjadi sumber keragaman genetik (Wahyuno 2010). Diperlukan
adanya aliran gen melalui proses persilangan agar sifat-sifat ketahanan dapat
dimiliki oleh jenis yang rentan. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut
pula mengenai fenologi, fitopatologi, dan agronomi.
Pemuliaan lada menggunakan metode sambung pucuk dengan kerabat
liarnya sebagai batang bawah telah dilakukan di India yakni menggunakan Piper
colubrinum Link. yang berasal dari Brazil (Vanaja et al. 2007). . Diketahui bahwa
komposisi jaringan korteks batang P. nigrum L. terdiri atas jaringan kolenkim,
klorenkim, sklerenkim, dan parenkim, sedangkan korteks batang P. colubrinum
Link. memiliki komposisi berupa jaringan sklerenkim, klorenkim, dan parenkim
saja tanpa adanya porsi jaringan kolenkim (Ravindran dan Remashree 1998). Hal
ini menunjukkan bahwa batang P. colubrinum Link. lebih keras dibandingkan
dengan batang P. nigrum L. yang memungkinkan adanya ketahanan yang lebih
terhadap infeksi cendawan.
Variasi Morfologi Kemukus dan Kemumus Semu
Perawakan
Perawakan kemukus dan kemukus semu berupa perdu memanjat yang
terdiri atas batang memanjat, cabang lateral, dan cabang menjalar (Gambar 1).
Ketiga tipe cabang tersebut masing-masing memiliki karakter dan fungsi yang
berbeda. Batang memanjat tumbuh tegak dan mengeluarkan akar adventif untuk
memanjat tanaman inang atau para-para. Batang memanjat tidak menghasilkan
perbungaan. Batang memanjat disebut juga pucuk ortotrop steril (Gardner 2003;
2010; 2013; IPGRI 1995; Ravindran dan Remashree 1998). Cabang yang tumbuh
dari batang memanjat disebut dengan cabang lateral (IPGRI 1995). Cabang lateral
biasanya tidak mengeluarkan akar adventif, akan tetapi menghasilkan perbungaan
saat tanaman dewasa. Cabang ini disebut juga pucuk plagiotrop fertil (Gardner
2003; 2010; 2013). Cabang menjalar mengeluarkan akar yang menembus tanah
pada tiap ruasnya. Cabang menjalar disebut juga pucuk anakan (Gardner 2010).
Daun
Daun pada batang memanjat dan cabang lateral disebut dengan highest
leaves (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963) yang berarti daun pada batang
yang tumbuh ke atas dan memanjat tanaman inang. Daun pada batang memanjat
disebut dengan daun pada pucuk ortotrop, yakni pucuk yang tumbuh tegak dan
tidak menghasilkan perbungaan, sedangkan daun pada cabang lateral disebut
sebagai daun pada pucuk plagiotrop, yakni pucuk yang tumbuh ke samping dan
42
menghasilkan perbungaan (Gardner 2006; Ravindran dan Remashree 1998). Daun
pada cabang menjalar disebut juga daun anakan (juvenile leaves) (Backer dan
Bakhuizen van den Brink 1963; Gardner 2010). Karakter daun pada cabang
menjalar, batang memanjat, dan cabang lateral telah dideskripsikan Backer
sebagai karakter umum marga Piper, namun karakter daun pada cabang menjalar
tidak dideskripsikan oleh Gardner (2006; 2010; 2013). Daun pada cabang
memanjat yang lebih lebar dibandingkan dengan daun pada cabang lateral
merupakan ciri umum Piper dan disebut dengan dimorfisme (Gardner 2006; van
Steenis 1948).
Karakter bentuk helaian, pangkal, dan postur transversal daun pada
kemukus dan kemukus semu dideskripsikan dalam tiga kelompok, yaitu daun
pada batang memanjat, cabang lateral, dan cabang menjalar. Beberapa variasi
hanya ditemukan pada tipe cabang tertentu. Adanya dimorfisme menyebabkan
pengamatan daun pada ketiga tipe cabang (cabang menjalar, batang memanjat,
dan cabang lateral) harus dilakukan untuk memudahkan identifikasi, karakterisasi
morfologi, dan pengelompokan Piper, khususnya kemukus dan kemukus semu.
Kelompok III memiliki karakter daun pada batang memanjat dan cabang
lateral yang mirip dengan kemukus semu, yaitu pangkal daun membundar,
membaji simetri, dan membaji asimetri; serta tepi daun mengombak. Karakter
daun tersebut berbeda dengan Kelompok I dan II yang memiliki daun pada batang
memanjat dan cabang lateral yang pangkalnya menjantung dan membaji asimetri;
serta tepi daun rata. Dengan demikian pangkal daun merupakan salah satu
karakter diagnosis pada Kelompok III. Pangkal daun memiliki arti taksonomi
penting yang dapat membedakan antarjenis Piper (Backer dan Bakhuizen van den
Brink 1963; Gardner 2006) termasuk kemukus dengan kemukus semu, serta
antarkelompok infraspesies kemukus.
Braktea
Permasalahan yang muncul saat mengidentifikasi jenis kemukus semu
diinformasikan oleh Backer dan Bakhuizen van den Brink (1963) pada catatan
kaki di kunci determinasi dan deskripsi Piperaceae di Jawa yang menyatakan
bahwa perlekatan braktea sulit dibedakan antara memerisai dan duduk. Tipe
perlekatan braktea ini dapat ditentukan dengan tepat melalui pengamatan terhadap
berbagai fase perbungaan dan perbuahan yang berkelanjutan (Gambar 12).
Perbungaan muda memperlihatkan braktea yang hampir duduk. Seiring dengan
perkembangan buah, perlekatan memerisai diidentifikasi dari braktea yang mulai
terlihat bertangkai serta berkanjang hingga buah masak.
Korelasi Karakter Vegetatif dan Generatif
Terdapat korelasi antara karakter tipe cabang lateral dengan warna buah
kemukus saat dewasa berdasarkan pengamatan di lapang dan diperkuat dengan
analisis komponen utama yang tersaji dalam plot bivariate (Gambar 35). Tipe
cabang lateral (karakter nomor 2) yang terletak berdekatan dengan warna buah
dewasa (karakter nomor 32) menunjukkan bahwa kedua karakter tersebut saling
berkorelasi. Tipe cabang lateral pada kemukus meliputi horizontal dan
menggantung. Tipe cabang lateral tersebut berbeda dalam hal jumlah buku pada
tiap cabangnya. Karakter tipe cabang lateral menggantung baik digunakan untuk
43
mendiagnosis kelompok kemukus merah, dikarenakan karakter tersebut
berkorelasi dengan warna buah dewasa yang berwarna cokelat. Karakter diagnosis
dapat mempermudah proses identifikasi (Davis & Heywood 1963). Karakter
vegetatif yang berkorelasi dengan karakter generatif dapat memudahkan petani
untuk mengidentifikasi karakter generatif suatu tanaman yang dalam hal ini
berupa warna buah dewasa, sekalipun tanaman masih dalam fase vegetatif.
Kemukus dengan cabang lateral menggantung selalu berwarna hijau saat muda,
cokelat saat dewasa, dan merah kecokelatan saat masak. Sedangkan kemukus
dengan tipe cabang lateral horizontal dapat berasal dari kemukus hijau maupun
merah. Kemukus dengan tipe cabang lateral horizontal dapat berbuah hijau saat
muda, hijau zaitun saat dewasa, dan merah kecokelatan atau jingga saat masak
(kemukus hijau). Kemukus dengan tipe cabang lateral horizontal juga dapat
berbuah cokelat kekuningan saat muda, jingga kecokelatan saat dewasa, dan
merah kecokelatan saat masak (kemukus merah).
Potensi Pengembangan Kultivar Lokal Kemukus
Berdasarkan wawancara dengan petani lokal, tidak semua petani mengenal
kelompok-kelompok kemukus. Petani Magelang mengenal adanya kelompok
kemukus berbuah lebat (mendompol) dan jarang (tidak mendompol). Petani
Purworejo mengenal kemukus merah dan kemukus hijau. Nama lokal kelompok
kemukus dapat berpotensi dijadikan sebagai kultivar lokal yang lebih dikenal
dengan varietas lokal dalam bidang agronomi. Varietas lokal adalah varietas yang
telah ada dan dibudidayakan secara turun temurun oleh petani, serta menjadi milik
masyarakat dan dikuasai oleh negara (Kementan 2011).
Kelompok kemukus berbuah lebat (mendompol) dan tidak lebat (tidak
mendompol) yang berasal dari Magelang menggunakan karakter kuantitatif
sebagai penciri kelompoknya. Produksi buah kelompok kemukus tersebut masih
belum dapat dipastikan akan lebat atau tidak lebat jika ditanam pada generasi
berikutnya dan masih membutuhkan evaluasi secara agronomi. Oleh karena itu,
nama kelompok kemukus tersebut belum dapat diusulkan sebagai kultivar lokal.
Secara garis besar buah kemukus dapat dibedakan berdasarkan warna
buahnya ketika dewasa, yakni kemukus yang buahnya berwarna cokelat atau
jingga kecokelatan dan kemukus yang buahnya berwarna hijau zaitun. Kemukus
dengan buah berwarna cokelat atau jingga kecokelatan disebut oleh petani
Purworejo sebagai kemukus merah, sedangkan kemukus dengan buah berwarna
hijau zaitun disebut dengan kemukus hijau. Analisis pengelompokan
menunjukkan bahwa keseluruhan koleksi kemukus merah mengelompok pada
Kelompok II (berasal dari Purworejo), sedangkan koleksi kemukus hijau
mengelompok pada Kelompok I yang berasal dari Kendal, Magelang, Semarang,
dan Purworejo, serta Kelompok III yang hanya berasal dari Semarang.
Kemukus merah dan hijau sudah lama dikenal oleh petani Purworejo
semenjak mereka mulai menanam kemukus. Petani mempertahankan kelompok
kemukus merah dan hijau dengan cara menanam kedua kelompok tersebut secara
berkelanjutan. Jika ada tanaman kemukus merah atau hijau yang mati, maka
petani menggantinya dengan menanam tanaman kemukus yang baru. Kedua
kelompok kemukus tersebut dicirikan dengan karakter kualitatif yaitu warna buah
44
dewasa. Kelompok tersebut juga memiliki karakter generatif yang diturunkan dan
dipertahankan variasinya oleh petani lokal, salah satunya yaitu Bapak Misran.
Kedua kelompok kemukus merah dan hijau memenuhi syarat standardisasi
kultivar yaitu mengacu pada keberbedaan (Distinctness), keseragaman
(Uniformity), dan stabil (Stability) (DUS) (Borys 1999; Rifai 2010). Oleh karena
itu, kelompok kemukus merah dan kemukus hijau diusulkan sebagai kultivar lokal
dengan nama kemukus ‘Merah’ dan kemukus ‘Hijau’. Kultivar lokal kemukus
penting untuk distandardisasi dan didaftarkan sebagai kultivar asal yang akan
digunakan dalam pengembangan kultivar turunan esensial selanjutnya.
Berdasarkan analisis pengelompokan, Kemukus ‘Hijau’ berasal dari dua
kelompok yang berbeda, yaitu Kelompok I dan III. Meskipun memiliki beberapa
perbedaan karakter, namun kedua kelompok tersebut disatukan oleh karakter buah
dewasa yang berwarna hijau zaitun. Penyatuan Kelompok I dan III menjadi satu
usulan nama kultivar mempertimbangkan ciri khas klasifikasi tanaman budi daya,
yaitu penamaan kulton dalam kultonomi bertumpu pada kebutuhan manusia
(Hetterscheid 1999). Perbedaan kedua kelompok terletak pada karakter vegetatif
meliputi pangkal dan tepi daun. Kedua karakter tersebut tidak memengaruhi sifat
dan kualitas buah sebagai organ tanaman yang akan dimanfaatkan dan
diperdagangkan sehingga dapat diabaikan.
Karakter Seleksi Kemukus
Karakter seleksi tersebar dalam kelompok yang terbentuk. Perbandingan
karakter seleksi kemukus dapat menunjukkan kelompok yang berpotensi memiliki
produktivitas tinggi dan kualitas buah yang baik (Tabel 5). Cabang lateral
horizontal dengan 1–5 ruas dan cabang leteral dengan 6–15 ruas menghasilkan
jumlah perbungaan yang sama. Cabang lateral horizontal lebih disukai
dikarenakan produksi organ vegetatif berupa daun sedikit sehingga
memungkinkan produksi perbuahan yang lebih banyak, sementara pada cabang
menggantung produksi daun lebih tinggi dan lebat. Produksi pucuk lateral yang
banyak memungkinkan kemunculan perbungaan yang lebih banyak.
Indeks perbungaan merupakan perbandingan antara jumlah perbungaan
yang dihasilkan dengan jumlah ruas pada tiap cabang lateral. Semakin besar nilai
indeks perbungaan, maka semakin produktif pula tanaman kemukus. Tipe
perbuahan rapat diasumsikan bahwa buah kemukus memiliki ukuran yang
seragam dan berkembang sempurna. Tipe perbuahan ini lebih disukai daripada
tipe perbuahan renggang yang terdiri atas buah kemukus berukuran tidak seragam
dan beberapa belum berkembang dengan sempurna. Jumlah buah yang tinggi
(>30) pada tiap perbuahan dapat meningkatkan produktivitas.
Buah muda kemukus yang berwarna hijau lebih disukai dikarenakan buah
yang berwarna cokelat kekuningan akan menimbulkan bias umur buah saat
dewasa. Buah yang berwarna cokelat kekuningan pada kemukus merah akan
dianggap lebih cepat masak sehingga memungkinkan petani memanen terlalu dini,
sementara umur buah belum dewasa.
Buah dewasa berwarna hijau zaitun pada kemukus hijau lebih disukai
daripada buah dewasa berwarna cokelat atau jingga kecokelatan pada kemukus
merah. Buah dewasa berwarna cokelat atau jingga kecokelatan cukup sulit
45
dibedakan dengan buah yang telah masak, sehingga memungkinkan petani
memanen saat umur buah terlalu tua/masak.
Kelompok I memiliki semua sifat karakter seleksi yang mendukung
peningkatan produktivitas buah. Karakter seleksi selanjutnya dapat digunakan
sebagai alternatif untuk memilih individu potensial yang akan dikembangkan
sebagai calon kultivar turunan esensial atau yang lebih dikenal dengan varietas
turunan esensial dalam bidang agronomi. Varietas turunan esensial adalah varietas
hasil perakitan dari varietas asal dengan menggunakan seleksi tertentu sedemikian
rupa sehingga varietas tersebut mempertahankan ekspresi sifat-sifat esensial dari
varietas asalnya, tetapi dapat dibedakan secara jelas dengan varietas asalnya dari
sifat-sifat yang timbul dari tindakan penurunan itu sendiri (Kementan 2010).
Karakter yang diperoleh masih terbatas pada pengamatan di lapang dengan
kondisi budi daya yang berbeda-beda. Sementara karakter seleksi yang baik harus
memiliki keragaman genetik yang luas serta heritabilitasnya tinggi (Lubis et al.
2014). Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi karakter dalam ranah penelitian
agronomi terhadap produktivitas buah.
Wawancara dengan petani menunjukkan bahwa beberapa petani memilih
kemukus dengan buah lebat dan warna buah cokelat atau jingga kecokelatan
(kemukus merah) saat dewasa untuk dibudi daya. Buah lebat dapat meningkatkan
bobot produksi basah dan kering, sedangkan warna dari buah kemukus merah
dapat menyegerakan petani untuk memanen kemukus karena terkesan cepat
masak. Karakter buah dewasa dari kemukus merah bukan merupakan karakter
yang dapat meningkatkan nilai jual buah kemukus. Buah yang dipanen terlalu dini
dan terlalu masak dapat menurunkan kualitas buah kering, seperti terjadi pada
komoditas cengkih yang berpenampakan kisut dan berbobot rendah jika dipanen
terlalu dini atau terlalu masak (Puslitbang Perkebunan 2011). Oleh karenanya,
petani disarankan memilih kemukus dengan warna buah hijau saat muda dan hijau
zaitun saat dewasa.
Konservasi Kemukus
Sikap petani Purworejo yang memilih kelompok kemukus merah
(Kelompok II) untuk ditanam guna mempersingkat masa panen menyebabkan
kelompok kemukus lain tak banyak diperhatikan. Dikhawatirkan kemukus
kelompok lain tidak diminati dan tidak ditanam sehingga dapat mengakibatkan
erosi genetik. Oleh karena itu, kelompok kemukus beserta karakter seleksinya
harus diperkenalkan kepada petani dalam rangka mengupayakan on-farm
conservation. Pengenalan masyarakat tentang keanekaragaman morfologi suatu
tanaman dapat mendukung perlindungan, pengelolaan, ketahanan, dan konservasi
suatu sumber daya genetik (Naujeer 2009).
Populasi kemukus paling tinggi dijumpai di Kabupaten Magelang dan
Purworejo, sedangkan kebupaten lainnya menyumbang koleksi kemukus yang
sedikit. Fenomena ini menunjukkan bahwa minat petani di luar Kabupaten
Magelang dan Purworejo kurang dalam membudidayakan kemukus. Berdasarkan
informasi warga, kebun kemukus di lokasi eksplorasi Kabupaten Kendal telah
berubah fungsi menjadi kebun sengon, sementara itu kebun kemukus di
Kabupaten Semarang berubah fungsi pula menjadi daerah peternakan. Kebun
46
kemukus yang sebelumnya berpopulasi 5–10 tanaman menjadi tersisa 2–3
individu saja.
Penebangan tanaman kemukus jantan yang dianggap petani tidak produktif
dikhawatirkan dapat mengurangi kekayaan sumber daya genetik yang ada
dikarenakan beberapa tahun terakhir kemukus jantan sedang dikembangkan
sebagai tetua jantan pada persilangan lada (Wahyuno et al. 2010). Beberapa
kekhawatiran di atas menunjukkan pentingnya upaya konservasi sumber daya
genetik kemukus agar dilakukan sesegera mungkin, baik secara in-situ maupun
ex-situ.
47
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kemukus (P. cubeba L.f.) dan kemukus semu (P. caninum Blume) dapat
dibedakan dengan jelas berdasarkan deskripsi karakter morfologi dan anatomi.
Kemukus dapat dibedakan dari kemukus semu melalui karakter diagnostik
meliputi warna pucuk magenta keabu-abuan hingga cokelat kemerahan; tekstur
daun menjangat; braktea kuning, gundul; buah membulat, bertangkai lebih
panjang, berperikarp tebal, rasa pedas dan pahit, beraroma rempah; serta tekstur
buah kering keriput.Kemukus dibedakan dengan kemukus semu berdasarkan
karakter anatomi yaitu tipe stomata siklositik; tidak memiliki trikom sederhana
pada permukaan abaksial daun; sel idioblas dijumpai pada hipodermis atas dan
bawah, serta pada jaringan bunga karang; dijumpai sel idioblas pada hipodermis
atas yang berukuran sangat besar; serta terdapat sel sklereid.
Berdasarkan karakter warna buah dewasa, kemukus terbagi menjadi dua
kelompok besar yaitu kemukus hijau dan merah. Pengelompokan tersebut berbeda
dari analisis fenetik yang menghasilkan tiga kelompok infraspesies kemukus
(Kelompok I-III). Kemukus hijau berasal dari Kelompok III (koleksi Semarang)
dan Kelompok I (koleksi Kendal, Magelang, Semarang, dan Purworejo).
Kelompok III memiliki perbedaan karakter vegetatif cukup besar dengan dua
kelompok lainnya, sedangkan Kelompok I lebih dekat dengan Kelompok II
(koleksi Purworejo) yang merupakan kemukus merah.
Kelompok kemukus hijau dan merah diusulkan sebagai kultivar lokal
dengan nama kemukus ‘Hijau’ dan kemukus ‘Merah’. Karakter seleksi penanda
produktivitas dan kualitas buah yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk
memilih kelompok atau individu potensial sebagai calon kultivar esensial
kemukus meliputi cabang lateral, produksi pucuk lateral, indeks perbungaan, tipe
perbuahan, jumlah buah tiap perbuahan, warna buah muda, dan dewasa.
Keseluruhan sifat karakter penciri produktivitas dan kualitas buah dapat dijumpai
pada Kelompok I yang termasuk ke dalam kelompok kemukus ‘Hijau’.
Saran
Pengembangan kultivar kemukus penting untuk meningkatkan minat
petani dalam menanam komoditas ini, sehingga secara langsung dapat
meningkatkan produksi kemukus untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor.
Sumber tertulis yang membahas tentang kemukus dan variasinya belum begitu
banyak. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian floristik dengan skala yang
lebih luas lagi, serta pengambilan koleksi hidup untuk ditanam di kebun-kebun
koleksi. Sedikitnya informasi ilmiah mengenai kemukus, menandakan bahwa
kemukus perlu dikaji lebih lanjut dalam berbagai bidang biologi.
Budi daya kemukus secara tradisional di Jawa biasa dilakukan dengan
metode tumpangsari kemukus-kopi dan kemukus-palawija dengan tanaman inang
rambat berupa nangka, lamtoro, gamal, dan sengon. Budi daya kemukus perlu
dilakukan secara modern dan intensif untuk memenuhi kebutuhan kemukus
nasional dan ekspor yang cukup besar. Pengembangan kultivar unggul dengan
produktivitas tinggi perlu dilakukan.
48
DAFTAR PUSTAKA
Aristiani M. 2014. Kajian Etnobotani Masyarakat Kasepuhan Sobang di
Kabupaten Lebak, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Backer CA, Bakhuizen van den Brink RC. 1963. Flora of Java. Volume ke-1.
Groningen (NL): NVP Noordhoff. hlm.167–173.
Bioversity International. 2007. Guidelines for the development of crop descriptor
lists. Bio Tech Bull. 13. Roma (IT): Bioversity International.
Blume CL. 1826. Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten
en Wetenschappen. Batavia (ID): Egbert Heemen.
Bodiwala HS, Singh G, Ranvir Singh R, Dey CS, Sharma SS, Bhutani KK, Pal I.
2007. Antileishmanial amides and lignans from Piper cubeba and Piper
retrofractum. J Nat Med. 61(4):418–421.
Bojer PW. 1837. Hortus Mauritianus: ou enumeration des plantes, exotiques et
indigenes, qui croissent a l'Ile Maurice, disposees d'apres la methode naturelle.
Maurice (MR): d'AimeĢ Mamarot et Compagnie.
Bridgman EC, Williams SW. 1833. The Chinese Repository. Vaduz (LI): Krauz
Reprint Ltd.
Burkill IH. 1935. A Dictionnary of The Economic Products of The Malay
Peninsula. Ministry of agriculture (Malaysia), editor. London (GB): Crown
Agents for the Colonies. hlm. 839.
Candolle AP de. 1869. Prodromus Systematis Naturalis Regni Vegetabilis.
Parisiis (US): Victoris Masson.
Casazza AP, Gavazzi F, Mastromauro F, Giani S, Breviario D. 2011. Certifying
the feed to guarantiee the quality of traditional food: An easy way to trace plant
species in complex mixtures. Food Chem. (124):685–691.
Chase MW. 2009. An update of the Angiosperm Phylogeny Group classification
for the orders and families of flowering plants: APG III. Bot J Linn Soc.
161(2):105-121.
Chen YS. 2013. An Investigation on Possible Occurence of Apomixis in Pepper
(Piper nigrum L.). 2nd International Conference on Environment, Agriculture
and Food Science (ICEAFS); 2013 Mei 6-7; Kuala Lumpur, Malaysia.
Choi EM, Hwang JK. 2003. Investigations of antiinflammatory and
antinociceptive activities of Piper cubeba, Physalis angulata and Rosa hybrida.
J Ethnopharm. 89(1):171–175.
Davis PH, Heywood VH. 1963. Principles of Angiosperm Taxonomy. Edinburgh
& London (GB): Oliver & Boyd.
[Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Glosarium Biologi.
Rifai MA, Ermitati, editor. Jakarta (ID): Depdikbud.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2001. Pembibitan Kemukus. Lembar Informasi
Pertanian 272(28). Ungaran (ID): BPTP Jateng.
[Deptan] Departemen Pertanian (ID). 2003. Konservasi Dan Potensi
Pengembangan Kemukus. [diunduh 21 April 2013]. Tersedia pada
http://perkebunan.litbang. deptan.go.id/.
Drasar P, Moravcova J. 2004. Recent advances in analysis of Chinese medical
plants and traditional medicines. J Chrom B. 812(1-2): 3–21.
49
Elfami, Bos R, Ruslan K, Woerdenbag HJ, Kayser O & Quax WJ. 2002. Essential
oil constituents of Piper cubeba from Indonesia [disertasi]. Groningen (NL):
Rijksuniversiteit Groningen.
Fahn A. 1995. Anatomi Tumbuhan. Edisi ke-3. Soediarto A, Koesoemaningrat T,
Natasaputra M, Akmal H, penerjemah. Tjitrosomo SS, editor. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
Felter HW, Lloyd JU. 1898. King's American Dispensatory. Edisi ke-18.
Cincinnati (US): Ohio Valley Co.
Furini A, Wander J. 2004. Analysis of eggplant (Solanum melongena)-related
germplasm: morphological and AFLP data contribute to phylogenetic
interpretation and germplasm utilization. Theor Appl Genet. 108:197–208.
Gardner RO. 2003. Piper (Piperaceae) in New Guinea: the non-climbing species.
Blumea 48:47–48.
---. 2006. Piper (Piperaceae) in the Philippine Islands: the climbing species.
Blumea 51:569–586.
---. 2010. Piper (Piperaceae) in the Solomon Islands: the climbing species.
Blumea 55: 4–13.
---. 2013. Piper (Piperaceae) in New Guinea: the climbing species. Blumea
57:275–294.
Gempol PMD. 1991. Application of 'pupuk kerikil' (pebble fertilizer) for Piper
cubeba L. in 'Jurang Cabe' (cubeb growing on a steep hill) in Ponorogo (East
Java). Bul Info Pert Jatim 2:7.
Gledhill D. 2008. The Names of Plants. Edisi ke-4. New York (US): Cambridge
University Press.
Greig N. 2004. Chapter 1: Introduction. Di dalam: Dyer LA, Palmer ADN, editor.
Piper: A Model Genus for Studies of Phytochemistry, Ecology, and Evolution.
New York (US): Kluwer Academic/Plenum Publishers. hlm. 1–4.
Hetterscheid WLA. 1999. Stability through the culton concept. Di dalam:
Andrews S, Leslie A, Alexander C, editor. Taxonomy of Cultivated Plants:
Third International Symposiuum. Kew (GB): Royal Botanic Gardens.
Heyne K. 1951. Indonesische Nuttige Planten. Edisi ke-3. Badan Litbang
Departemen Kehutanan Indonesia, penerjemah. Jakarta (ID): Yayasan Sarana
Wana Jaya. Diterjemahkan menjadi: Tumbuhan Berguna Indonesia. hlm. 628–
631.
Hill AF. 1952. Economic Botany A Text Book of Useful Plants and Plant Products.
Edisi ke-2. New York (US): McGraw-Hill Book Company, Inc.
Hsiao JY, Lin ML. 1995. A Chemotaxonomic study of essential oils from the
leaves of genus Clerodendrum (Verbenaceae) native to Taiwan. Bot Bull
Academ Sin. 36:247–251.
Hussein G, Miyashiro H, Nakamura N, Hattori M, Kakiuchi N, Kunitada
Shimotohno K. 2000. Inhibitory effects of Sudanese medicinal plant extracts
on hepatitis C virus (HCV) protease. Phytother Res. 14(7):510–516.
[IPGRI] International Plant Genetic Resource Instiute. 1995. Descriptors for
Black Pepper (Piper nigrum L.). Rome (IT): IPGRI.
Junqueira APF, Perazzo FF, Souza GHB, Maistro EL. 2007. Clastogenicity of
Piper cubeba (Piperaceae) seed extract in an in vivo mammalian cell system.
Genet Mol Biol. 30(3): 656–663.
50
Jones SB, Luchsinger AE. 1986. Plant Systematics. Edisi ke-2. New York:
McGraw Hill Publishing Co.
Katzer G. 1998. Cubeb Pepper (Piper cubeba L.). [diunduh 21 Oktober 2015].
Tersedia pada http://ip.aaas.org/tekindex.nsf/2a9c4e44835b04ea85256a7200
577a64/ee0548cbc757ea0f85256c1c006841d9/Body/M1?OpenElement.
[Kementan] Kementrian Pertanian dan Perkebunan (ID). 2010. Tabel Potensi
Perkebunan. [diunduh 11 Juni 2013]. Tersedia pada http://navperencanaan.
com/appe/potensi perkebunan/index?prov_code=jateng.
[Kementan] Kementrian Pertanian dan Perkebunan. 2011. Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 61/permentan/ot.140/10/2011 Tentang Pengujian, Penilaian,
Pelepasan dan Penarikan Varietas. Jakarta (ID): Kementan.
Kim HJ, Baek WS, Jang YP. 2011. Identification of ambiguous cubeb fruit by
DART-MS-based fingerprinting combined with principal component analysis.
Food Chem. 129:1305–1310.
Kreuter MH, Walenstadt, Jian YY, Pfaffikon, Buter KB, Uttwil, inventor; Viridis
Pharmaceutical Limited. 2013 Mar 26. Use of extracts or of extract compounds
from Piper cubeba L. as active components in a medicament for the treatment
of cancer. United States Patent US 8,404,286 B2.
Kornerup A, Wanscher JH. 1981. Methuen Handbook of Colour. Edisi ke-3.
London (GB): Eyre Methuen.
Lim TK. 2012. Edible Medicinal dan Non-Medicinal Plants. Volume ke-4. Kuala
Lumpur (MLY): Springer Science+Business Media BV. hlm. 311–321.
Linnaeus CV. 1782. Supplementum Plantarum Systematis Vegetabilium.
Brunsvigae (DE): Orphanotrophei.
Lloyd JU. 1911. History of The Vegetable Drugs of The USP. Bulletin of The
Lloyd Library of Botany, Pharmacy, and Materia Medica 18(4):1–180.
Lubis K, Sutjahjo SH, Syukur M, Trikoesoemaningtyas. 2014. Pendugaan
parameter genetik dan seleksi karakter morfofisiologi galur jagung introduksi
di lingkungan tanah masam. Penel Pertan Tan Pang.33(2):122–128.
Magalhães LG, Souza JM de, Wakabayashi KA, S Laurentiz R da, Vinhólis AH,
Rezende KC, Simaro GV, Bastos JK, Rodrigues V, Esperandim VR, Ferreira
DS, Crotti AE, Cunha WR, E Silva ML. 2011. In vitro ef fi cacy of the
essential oil of Piper cubeba L. (Piperaceae) against Schistosoma mansoni.
Parasitol. Res. doi.: 10.1007/s00436-011-2695-7.
Metcalfe CR, Chalk L. 1950. Anatomy of Dicotyledons. Oxford (US): Clarendon
Press.
---. 1979. Anatomy of Dicotyledons. Volume ke-1. Edisi ke-2. Oxford (US):
Clarendon Press.
Miquel FAW. 1859. Flora van Neherlandsch Indie. Leipzig (DE): Fried Fleicher.
Mubeen M, Periyanayagam K, Basha SS. 2014. Anatomical investigation on the
leaves of Piper betle (L) var. Sirugamani 1(SGM1) links an ethnomedical
important medicinal plant and its pharmacognostic relevance. Int J Pharm Tech
Res. 6(1):244–251.
Naujeer HB. 2009. Morphological diversity in eggplant (Solanum melongena L.,
their related species and wild types conserved at the national gene bank in
Mauritius [tesis]. Mauritius (MU): Swedish Biodiversity Centre.
Oliveira Machado NS de, Pereira FG, Santos PRD dos, Costa CG, Guimarães EF.
2014. Comparative anatomy of the leaves of Piper lepturum (Kunth) C.DC. var.
51
lepturum and Piper lepturum var. angustifolium (C.DC.) Yunck. Hoehnea
42(1): 1–8.
Pachpute AP, Deshmukh TA. 2012. Antioxidant dan hepatoprotective activity of
Piper cubeba. Int J Pharm World Res. 3(4):1–12.
Pandey JK, Singh DK. 2009. Molluscicidal activity of Piper cubeba Linn., Piper
longum Linn. and Tribulus terrestris Linn. and their combinations against snail
Indoplanorbis exustus Desh. Indian J Exp Biol. 47(8):643–648.
Parvez M, Gayasuddin M, Basheer M, Janakiraman K. 2010. Screening of Piper
cubeba (Linn.) fruits for antiulcer activity. Int J Pharm Tech Res. 2(2):1128–
1132.
Periyanayagam K, Jagadeesan M, Kavimani S, Vetriselvan T. 2012.
Pharmacognostical and Phyto-physicochemical profile of the leaves of Piper
betle L. var Pachaikodi (Piperaceae)-Valuable assessment of its quality. Asian
Pacific J Trop Biomed.: S506–S510.
Purnomo, Asmarayani R. 2004. Hubungan kekerabatan antar spesies Piper
berdasarkan sifat morfologi dan minyak atsiri daun di Yogyakarta.
Biodiversitas 6(1):12–16.
[Puslitbang Perkebunan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (ID).
2011. Teknologi Unggulan Tanaman Cengkih. [diunduh 20 April 2015].
Tersedia pada https://minyakatsiriindonesia.wordpress.com/budidaya-cengkeh/
puslit bang-per kebunan/.
Rafinesque CS. 1838. Sylva Telluriana: Mantis. synopt.: new genera and species
of trees and shrubs of North America, and other regions of the earth.
Philadelphia (US).
Raman V, Galal AM, Khan IA. 2012. An investigation of the vegetative anatomy
of Piper sarmentosum, and a comparison with the anatomy of Piper betle
(Piperaceae). Amer J Pl Spec. (3):1135–1144.
Randler C. 2008. Teaching species identification – A prerequisite for learning
biodiversity and understanding ecology. Eurasia J Math Sci Tech Edu. 4:223–
231.
Ravindran PN, Remashree AB. 1998. Anatomy of Piper colubrinum Link. J
Spices aromatic Crop. 7(2):111–123.
Rifai MA. 2010. Sudah siapkah bangsa Indonesia mengelasifikasikan tanaman
budi dayanya?. Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI). Jakarta. (ID).
Podium AIPI.1 (1): 29-35.
Rolf FJ. 1998. NTSYSpc Numerical Taxonomy dan Multivariate Analysis System
Version 2.02 User Guide. Stony Brook (US): State University of New York.
Royal Botanic Gardens Kew. 1887. Cubebs. (Piper cubeba, L.). Bull Misc Inform.
(12):1–4.
Rugayah, Retnowati A, Windadri FI, Hidayat A. 2004. Pengumpulan Data
Taksonomi. Di dalam: Rugayah, Widjaja EA, Praptiwi, editor. Pedoman
Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora. Bogor (ID): Pusat Penelitian
Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Semple KS. 1974. Pollination in Piperaceae. Ann. Missouri Bot. Garden 61:808–
871.
Shanthi RV, Jumari, Izzati M. 2014. Studi etnobotani pengobatan tradisional
untuk perawatan wanita di masyarakat Keraton Surakarta Hadiningrat.
Biosaintifika 6(2).
52
Singh G, Kiran S, Marimuthu P, de Lampasona MP, de Heluani CS, Catalán CAN.
2008. Chemistry, biocidal and antioxidant activities of essential oil and
oleoresins from Piper cubeba (seed). Int J Essent Oil Ther. 2(2):50–59.
Singh G, Marimuthu P, de Heluani CS, Catalan CAN. 2007. Chemical
constituents, antioxidative and antimicrobial activities of essential oil and
oleoresin of tailed pepper (Piper cubeba L). Int J Food Eng. 3(6):Artikel 11.
Souza VA de, Silva R da, Pereira AC, Royo VA de, Saraiva J, Montanheiro M,
Souza GHB de, Silva Filho AA da, Grando MD, Donate PM, Bastos JK,
Albuquerque S, Silva MLA e. 2005. Trypanocidal activity of (−)-cubebin
derivatives against free amastigote forms of Trypanosoma cruzi. Bioorg Med
Chem Lett. 15(2):303–307.
Steenis CGGJ van. 1948. General Consideration. Flora Malesiana,
Spermatophyta. Seri ke-1. Volume ke-4. hlm. 13–70.
Subagiyo PY. 2007. Tekstil Tradisional Pengenalan Bahan dan Tehnik. Special
Appendixes Indonesian Natural Dyeing Recipes. Bekasi (ID): Prima Studio.
Susanti EP. 2014. Home Industri Batik Srikandi di Desa Arjowinangun
Kabupaten Pacitan [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Negeri Yogyakarta.
Susanti Y. 2008. Pembuatan permen tablet pastiles dengan bahan aktif minyak
kemukus (Pipper cubeba Linn.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sutradhar B, Deb D, Majumdar K, Datta BK. 2015. Traditional dye yielding
plants of Tripura, Northeast India [komunikasi singkat]. Biodiversitas 16(2):
121-127.
Taneja SC, Koul SK, Pushpangadan P, Dhar KL, Daniewski WM, Schilf W. 1991.
Oxygenated cyclohexanes from Piper species. Phytochemistry 30(3):871–874.
Taylor PM. 1990. The Folk Biology of the Tobelo People A Study in Folk
Classification. Washington DC (US): Smithsonian Institution Press.
Tihurua EF, Astuti IP, Witono JR. 2011. Anatomi daun Piperaceae dari kawasan
Gunung Slamet, Jawa Tengah. Buletin Kebun Raya 14(2):53−67.
Trisilawati O, Djauhariya E, Nurhayati H, Samsudin, Djazuli M, Jaenudin,
Kuswadi. 2005. Perbaikan teknik penyambungan lada potensi produksi tinggi
dengan lada tahan penyakit. Laporan Teknis. Buku ke-1. Bogor (ID): Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. hlm 98−112.
Usia T, Watabe T, Kadota S, Tezuka Y. 2005a. Metabolitecytochrome P450
complex formation by methylenedioxyphenyl lignans of Piper cubeba:
mechanism-based inhibition. Life Sci. 76(20):2381–2391.
---.2005b. Potent CYP3A4 inhibitory constituents of Piper cubeba. J Nat Prod.
68(1):64–68.
Utami D, Jansen PCM. 1999. Piper L. Di dalam: de Guzman CC, Siemonsma JS,
editor. Plant Resources of South-East Asia No. 13: Spices. Leiden (NL):
Backhuys Publisher. hlm.183–188.
Vahl M. 1804. Enumeratio Plantarum. Volume ke-1. Hauniae (GB): N. Mölleri
and the Son & University of the Royal Court.
Vanaja T, Neema VP, Rajesh R, Mammootty KP. 2007. Graft recovery of Piper
nigrum L. runner shoots on Piper colubrinum Link. rootstocks as influenced by
varieties and month of grafting. J Trop Agric. 45(1-2):61–62.
Velazco MI, Wuensche L. 2001 Apr 10. Use of cubebol as a flavoring ingredient.
United States Patent US 6,214,788 B1.
Vogel EF de. 1987. Manual of Herbarium Taxonomy. Jakarta (ID): Unesco.
53
Wahyono, Hakim L, Wahyuono S, Mursyidi A, Vverpoorte R, Timmerman H.
2003. Isolasi senyawa tracheopasmolytic dari buah Piper cubeba. Majalah
Farmasi Indonesia 14(3):119–123.
Wahyuno D, Manohara D, Ningsih SD, Setijono RT. 2010. Pengembangan
varietas unggul lada tahan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan
oleh Phytophthora capsici. JPPP 29(3).
Weiss EA. 2002. Spice Crops. London (GB): Biddles Ltd, Guildford and King’s
Lynn.
Wolff RL, Deluc LG, Marpeau AM. 1997. Chemotaxonomic differentiation of
conifer families and genera based on the seed oil fatty acid composition:
mulvariate analysis. Trees 12(2):57–65.
Yuliani. 2014. Studi etnobotani tumbuhan obat oleh masyarakat desa penyangga
Taman Nasional Alas Purwo [skripsi]. Jember (ID): Universitas Negeri Jember.
Zaman Q. 2009. Etnobotani tumbuhan obat di Kabupaten Pamekasan-Madura
Provinsi Jawa Timur [skripsi]. Malang (ID): Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang.
Zaman Q, Hariyanto S, Purnobasuki H. 2013. Etnobotani tumbuhan obat di
Kabupaten Sumenep Jawa Timur. J MIPA 16(1):21–30.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan
dimodifikasi dari deskriptor Piper nigrum L. (*) dan penambahan
karakter morfologi baru (**). Karakter tanpa keterangan sifat
karakter menunjukkan bahwa karakter tersebut merupakan karakter
kuantitatif.
No.
A
1
Karakter
Batang
Warna pucuk*
2
3
4
5
6
Indumen*
Aroma**
Kekuatan mencengkeram akar panjat*
Warna akar panjat**
Tipe cabang lateral*
7
Produksi pucuk lateral*
8
9
10
11
12
13
14
15
16
B
17
18
Diameter batang memanjat*
Diameter cabang lateral*
Diameter cabang menjalar*
Diameter ruas batang memanjat**
Diameter ruas cabang lateral**
Diameter ruas cabang menjalar*
Panjang buku batang memanjat**
Panjang buku cabang lateral**
Panjang buku cabang menjalar*
Daun
Indumen tangkai
Panjang tangkai daun pada batang
memanjat*
Panjang tangkai daun pada cabang
lateral*
Panjang tangkai daun pada cabang
menjalar*
Aroma daun**
Warna permukaan atas daun muda**
Warna permukaan bawah daun
muda**
Warna permukaan atas daun
dewasa**
Warna permukaan bawah daun
dewasa**
Tekstur daun**
19
20
21
22
23
24
25
26
27
29
30
31
32
Indumen pada permukaan bawah
daun*
Bentuk helaian daun pada batang
memanjat*
Bentuk helaian daun pada cabang
lateral*
Bentuk helaian daun pada cabang
menjalar*
Panjang helaian daun pada batang
memanjat*
Sifat Karakter (Skor)
Hijau muda (1); magenta keabu-abuan hingga
cokelat kemerahan (2)
Gundul (1); meroma (2)
Tanpa aroma (1); lemah (2); kuat (3)
Lemah (1); kuat (2)
Cokelat muda (1); cokelat kemerahan (2)
Jml. ruas≤5 = horizontal (1); jml. ruas 6–15 =
menggantung (2)
Sedikit = percabangan bertingkat 1-2 kali (1);
banyak = percabangan bertingkat 3-4 kali (2)
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Gundul (1); meroma (2)
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Tanpa aroma (1); beraroma (2)
Hijau muda (1); hijau muda keunguan (2)
Hijau muda (1); hijau muda keunguan (2)
Hijau tua (1)
Hijau pucat (1)
Seperti kertas-kusam (1); menjangat-kusam (2);
menjangat-mengkilap (3)
Gundul (1); meroma (2)
Membundar telur (1); menjorong (2)
Menjorong (1); melonjong (2); menjorong
melanset (3); membundar telur (4); membundar
telur melanset (3)
Membundar telur (1)
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
56
Lampiran 1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan
dimodifikasi dari deskriptor Piper nigrum L. (*) dan penambahan
karakter morfologi baru (**). Karakter tanpa keterangan sifat
karakter menunjukkan bahwa karakter tersebut merupakan karakter
kuantitatif (lanjutan).
No.
33
38
39
Karakter
Panjang helaian daun pada cabang
lateral*
Panjang helaian daun pada cabang
menjalar*
Lebar helaian daun pada batang
memanjat*
Lebar helaian daun pada cabang
lateral*
Lebar helaian daun pada cabang
lateral*
Pangkal daun pada batang memanjat*
Pangkal daun pada cabang lateral*
40
41
42
43
44
Pangkal daun pada cabang menjalar*
Bentuk tepi helaian daun*
Ujung daun**
Tipe pertulangan daun*
Posisi pangkal anak tulang daun**
45
Postur transversal daun**
46
C
47
Postur longitudinal daun**
Daun Penumpu
Bentuk daun penumpu pada batang
memanjat**
Bentuk daun penumpu pada cabang
lateral**
Perlekatan daun penumpu pada
batang memanjat**
Perlekatan daun penumpu pada
cabang lateral**
Warna daun penumpu**
34
35
36
37
48
49
50
51
D
52
53
54
55
E
56
57
58
59
60
61
Perbungaan
Panjang tangkai perbungaan**
Panjang perbungaan**
Bentuk perbungaan*
Indeks perbungaan (jml. perbungaan/
jml. ruas)**
Bunga
Tipe perlekatan braktea*
Susunan braktea**
Bentuk braktea*
Warna braktea**
Indumen braktea*
Jumlah cuping kepala putik**
Sifat Karakter (Skor)
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Menjantung (1); membundar (2)
Membundar (1); menjantung (2); membaji
asimetri (3); menyerong (4); membaji simetri
(5)
Menjantung (1)
Mengombak (1); rata (2)
Meruncing (1); melancip (2)
Kampilodromus (1); akrodromus (2)
Berpangkal pada 0-1/10 (1); berpangkal pada
1/5 (2); berpangkal pada >1/5 panjang helai
daun (3)
Rata (1); squarrose (2); recurve (3); membusur
(4)
Rata (1); berliuk (2); tergulung balik (3)
Memelepah (1)
Menyelaput bumbung (1)
Luruh saat daun dewasa (1)
Luruh saat kuncup membuka (1)
Hijau pucat (1); cokelat keunguan hingga
cokelat keabu-abuan (2)
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Mengerucut (1); menyilinder (2)
≤0.5=rendah (1); >0.5=tinggi (2)
Memerisai (1); duduk (2)
Menyirap (1); saling bebas (2)
Membundar (1); membundar telur sungsang (2)
Hijau muda (1); kuning (2)
Gundul (1); berbulu balig (2)
2–3 (1); 2–5 (2)
57
Lampiran 1 Karakter morfologi yang diamati. Beberapa karakter diambil dan
dimodifikasi dari deskriptor Piper nigrum L. (*) dan penambahan
karakter morfologi baru (**). Karakter tanpa keterangan sifat
karakter menunjukkan bahwa karakter tersebut merupakan karakter
kuantitatif (lanjutan).
No.
F
62
63
64
65
66
67
G
68
69
70
71
72
73
74
Karakter
Perbuahan
Panjang tangkai perbuahan*
Panjang perbuahan*
Diameter perbuahan**
Tipe perbuahan**
Orientasi perbuahan**
Jumlah buah tiap perbuahan*
Buah
Panjang tangkai buah (modifikasi
tangkai putik)**
Aroma**
Bentuk buah*
Pangkal buah**
Diameter buah**
Warna buah muda*
Warna buah dewasa*
75
Warna buah masak*
76
77
78
79
80
Tekstur kulit buah**
Indumen**
Ketebalan perikarp**
Tekstur permukaan buah kering**
Rasa buah*
Sifat Karakter (Skor)
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
Renggang (1); rapat (2)
Lurus (1); bengkok (2)
Rata-rata dari 50 pengukuran organ
<0.18 cm=sangat pendek (1); 0.23–0.5
cm=pendek (1); >0.5 cm=panjang (3)
Tanpa aroma (1); lemah (2); kuat (3)
Bulat telur (1); membulat-melonjong (2)
Menggasing (1); mementol (2)
≤0.45 cm=kecil (1); >0.45 cm=besar (2)
Hijau (1); cokelat kekuningan (2)
Hijau zaitun (1); jingga kecokelatan (2); cokelat
(3)
Merah (1); merah kecokelatan/cokelat
kemerahan (2); jingga (3)
Kusam (1); mengkilap (2)
Gundul (1); berbulu balig (2)
≤0.4 mm= tipis (1); ≥0.5 mm= tebal (2)
Halus (1); keriput (2)
Masam (1); pahit-pedas seperti merica (2)
58
Lampiran 2 Karakter morfologi yang diamati dan dipilih untuk analisis kelompok
NTSYS. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi dari deskriptor
P. nigrum L. (*) dan penambahan karakter morfologi baru (**).
No.
A
1
2
Karakter
Batang
Aroma**
Tipe cabang lateral*
3
Produksi pucuk lateral*
B
4
5
Daun
Panjang tangkai daun di batang
memanjat*
Tekstur daun**
6
Bentuk helaian daun di cabang lateral*
7
8
9
10
Panjang helaian daun di batang
memanjat*
Panjang helaian daun di cabang lateral*
Lebar helaian daun di cabang lateral*
Pangkal daun di batang memanjat*
11
Pangkal daun di cabang lateral*
12
13
Bentuk tepi helaian daun*
Tipe pertulangan daun*
14
Posisi pangkal anak tulang daun**
15
Postur transversal daun**
16
Postur longitudinal daun**
C
17
18
19
20
Perbungaan
Panjang tangkai perbungaan**
Panjang perbungaan**
Bentuk perbungaan*
Indeks perbungaan (jml. perbungaan/
jml. ruas)**
Bunga
Tipe perlekatan braktea*
Warna braktea**
Indumen braktea*
Jumlah cuping kepala putik**
Perbuahan
Tipe perbuahan**
Orientasi perbuahan**
Jml buah tiap perbuahan
D
21
22
23
24
E
25
26
27
Sifat Karakter (Skor)
Tanpa aroma (1); lemah (2); kuat (3)
Jml. ruas≤5 = horizontal (1); jml. ruas 6–15 =
menggantung (2)
Sedikit = percabangan bertingkat 1-2 kali (1);
banyak = percabangan bertingkat 3-4 kali (2)
<3 cm (1); ≥4 cm (2)
Seperti kertas-kusam (1); menjangat-kusam
(2); menjangat-mengkilap (3)
Menjorong & melonjong (1); menjorong,
menjorong melanset, & melonjong (2);
membundar telur & membundar telur
melanset (3)
<11 cm (1); ≥12 cm (2)
≤12 cm (1); ≥13 cm (2)
≤5 cm (1); >5,5 cm (2)
Menjantung (1); membundar & menjantung
(2)
Membundar, menjantung, & membaji
asimetris (1); menyerong (2); membaji
simetris, membaji asimetris, & menyerong (3)
Mengombak (1); rata (2)
Kampilodromus (1); akrodromus &
kampilodromus (2)
Berpangkal pada 1/10-1/5 panjang helai daun
(1); berpangkal pada 1/10-1/5 & >1/5 panjang
helai daun (2)
Rata (1); rata, squarrose (2); rata, squarrose,
& recurve (3); membusur (4)
Rata (1); rata & berliuk (2); rata & tergulung
balik (3)
≤1,2 cm (1); >1,6 (2)
≤2,6 cm (1); 3 cm – 4 cm (2); >5 cm (3)
Mengerucut (1); menyilinder (2)
≤0,5=rendah (1); >0,5=tinggi (2)
Memerisai (1); duduk (2)
Hijau muda (1); kuning (2)
Gundul (1); berbulu balig (2)
2–3 (1); 2–5 (2)
Renggang (1); rapat (2)
Lurus (1); lurus & bengkok (2)
≤24 (1); >30 (2)
59
Lampiran 2 Karakter morfologi yang diamati dan dipilih untuk analisis
kelompok NTSYS. Beberapa karakter diambil dan dimodifikasi
dari deskriptor P. nigrum L. (*) dan penambahan karakter
morfologi baru (**) (lanjutan).
No.
F
28
29
30
31
32
Karakter
Buah
Panjang tangkai buah (modifikasi
tangkai putik)**
Bentuk buah*
Pangkal buah**
Warna buah muda*
Warna buah dewasa*
33
Warna buah masak*
34
35
Tekstur kulit buah**
Indumen**
Sifat Karakter (Skor)
<0,18 cm=sangat pendek (1); 0,23–0,5
cm=pendek (1); >0,6 cm=panjang (3)
Bulat telur (1); membulat-melonjong (2)
Menggasing (1); mementol (2)
Hijau (1); cokelat kekuningan (2)
Hijau zaitun (1); jingga kecokelatan (2);
cokelat (3)
Merah (1); merah kecokelatan/cokelat
kemerahan (2); jingga (3)
Kusam (1); mengkilap (2)
Gundul (1); berbulu balig (2)
Lokasi
Kendal
No.
a)
Magelang
Magelang
Purworejo
Daftar spesimen kemukus (P. cubeba L.f.) dan kemukus semu (P. caninum Blume) yang dikoleksi dari berbagai lokasi budi
daya
I
b)
c)
d)
Tipe Habitat/
Ketinggian
Kebun/ ±500 mpl
Jml. Individu/
Populasi
10
II
Kebun/ ±700 mpl
5
III
Pagar kebun/ ±700 mpl
3
IV
V
Pekarangan rumah/ ±700 mpl
Pagar kebun/ ±700 mpl
3
7
VI
VII
VIII
Pekarangan rumah/ ±700 mpl
2
4
1
3
Kebun/ ±600 mpl
IX
Pagar kebun/ ±700 mpl
3
X
Pekarangan rumah/ ±700 mpl
3
XI
Pekarangan rumah/ ±700 mpl
15
No. Koleksi
NK28
NK29
NK30
NK31
NK32
NK01
NK02
NK03
NK04
NK05
NK06
NK07
NK22
NK23
NK19
NK18
NK20
NK21
NK08
NK09
NK10
NK11
NK12
NK13
NK14
NK15
NK16
NK17
Kode Koleksi
utk. Analisis
K1
K2
K3
K4
K5
M1
M2
M3
M4
M5
M7
M8
M15
M16
M12
M11
M13
M14
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
Nama
Jenis
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. caninum
P. caninum
P. caninum
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
P. cubeba
Status
Tanaman
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
BD
Umur
(tahun)
±7
±10
±10
±15
±5
±7
±7
±5
±5
±7
±10
±10
±10
±5
±10
±7
±7
±7
±5
±5
±5
±5
±5
±7
±7
±5
±3
±7
Tanaman
Penopang
Lamtoro
Lamtoro
Nangka
Nangka
Lamtoro
Kopi
Kopi
Kopi
Gamal
Gamal
Nangka
Nangka
Nangka
Nangka
Kiara payung
Mahoni
Mahoni
Mahoni
Gamal
Kopi
Kopi
Kopi
Langsat
Gamal
Sengon
Gamal
Gamal
Sengon
60
Lampiran 3
2
Lampiran 3
Lokasi
Daftar spesimen kemukus (P. cubeba L.f.) dan kemukus semu (P. caninum Blume) yang dikoleksi dari berbagai lokasi
budi daya (lanjutan)
No.
XII
Tipe Habitat/
Ketinggian
Kebun/ ±700 mpl
Jml. Individu/
Populasi
No. Koleksi
Kode Koleksi
utk. Analisis
Nama
Jenis
Status
Tanaman
Umur
(tahun)
Tanaman
Penopang
9
NK24
P11
P. cubeba
BD
±10
Gamal
NK25
P12
P. cubeba
BD
±10
Mahoni
XIII Pekarangan rumah/ ±700 mpl
5
NK27
P14
P. cubeba
BD
±5
Gamal
XIV Kebun/ ±700 mpl
3
NK26
P13
P. cubeba
BD
±7
Nangka
e)
XV
Kebun/ ±600 mpl
1
NK38
Sa1
P. caninum
L
Langsat
Salatiga
f)
XVI
Kebun/
±600
mpl
5
NK33
Se1
P.
cubeba
BD
±10
Mahoni
Semarang
NK34
Se2
P. cubeba
BD
±7
Mahoni
NK35
Se3
P. cubeba
BD
±5
Kopi
g)
XVII
Kebun/
±600
mpl
1
NK36
Se4
P.
cubeba
BD
±10
Nangka
Semarang
Pekarangan rumah/ ±600 mpl
1
NK37
Se5
P. cubeba
BD
±15
Mangga kweni
h)
XVIII
Pekarangan
rumah/
±600
mpl
1
NK39
J1
P.
caninum
BD
±3
Gamal
Jepara
Keterangan: a): Desa Kalipuru, Kec. Singorojo; b): Desa Wuwuharjo, Kec. Kajoran; c): Desa Kajoran, Kec. Kajoran; d): Desa Sedayu, Kec. Loano; e): Desa Ngaliyan,
Kec. Sidorejo; f): Desa Legundi, Kec. Banyubiru; g): Desa Kebowan, Kec. Suruh; h): Desa Tempur, Kec. Keling; BD: budi daya; L: liar.
61
62
Lampiran 4
Eigenvalue dari analisis komponen utama
PC Eigenvalue
Percent Cumulative
1 9.21188118
47.9474
47.9474
2 2.24068643
11.6627
59.6101
3 1.55874397
8.1132
67.7233
4 1.44618820
7.5273
75.2506
5 0.91515233
4.7633
80.0140
6 0.77789289
4.0489
84.0629
7 0.53364025
2.7776
86.8404
8 0.50563035
2.6318
89.4722
9 0.36982643
1.9249
91.3971
10 0.34855368
1.8142
93.2113
11 0.24933343
1.2978
94.5091
12 0.23038580
1.1991
95.7083
13 0.18644884
0.9705
96.6787
14 0.17839983
0.9286
97.6073
15 0.13968257
0.7270
98.3343
16 0.11173055
0.5816
98.9159
17 0.10661023
0.5549
99.4708
18 0.06850566
0.3566
99.8274
19 0.05722769
0.2979
> 100%
20 0.04625222
0.2407
> 100%
21 0.03911794
0.2036
> 100%
22 0.02233696
0.1163
> 100%
23 0.02163524
0.1126
> 100%
24 0.01104274
0.0575
> 100%
25 0.00763335
0.0397
> 100%
26 0.00134834
0.0070
> 100%
27 0.00000000
0.0000
> 100%
28 -0.00127349
-0.0066
> 100%
29 -0.00221118
-0.0115
> 100%
30 -0.00475215
-0.0247
> 100%
31 -0.00668244
-0.0348
> 100%
32 -0.01255194
-0.0653
> 100%
33 -0.02423467
-0.1261
> 100%
34 -0.03210351
-0.1671
> 100%
35 -0.08961511
-0.4664
> 100%
Sum of eigenvalues =
19.212463
63
RIWAYAT HIDUP
Niken Kusumarini lahir di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 23 Februari
1989 sebagai putri pertama dari empat bersaudara, pasangan Alm. Bapak Suyono
dan Ibu Isni Kurniasih. Penulis lulus dari Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas
Negeri Semarang (UNNES) pada tahun 2011 dan diterima sebagai mahasiswa
pascasarjana di Program Studi Biologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Program Beasiswa Unggulan
calon dosen dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) pada tahun 2012.
Sebagian dari penelitian ini pernah dipublikasikan dalam bentuk poster berjudul
Diversity of Cubeb in Java pada International Conference of Bioscience di IPB
Bogor bulan Agustus tahun 2015 dan diseminarkan dengan judul Diversity of
Piper cubeba L.f. in Java pada International Conference of Plant Diversity di
UNSOED Purwokerto pada bulan dan tahun yang sama. Sebagian dari tesis ini
juga dipublikasikan dalam bentuk artikel ilmiah dengan judul Keanekaragaman
Kemukus di Jawa dalam jurnal Floribuda Vol. 5(4) pada tahun 2016 .
Download