bab ii landasan teori

advertisement
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Manajemen Dana Bank Syariah
Berdasarkan mata kuliah manajemen dana bank syariah, dijelaskan
bahwa bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang memiliki fungsi
menghimpun
dana dari masyarakat. Dana yang telah terhimpun kemudian
disalurkan
kepada masyarakat. Kegiatan bank dalam mengumpulkan dana disebut
kegiatan funding. Sementara kegiatan bank dalam menyalurkan dana kepada
masyarakat disebut dengan kegiatan financing atau lending. Jika dilihat dari
fungsi bank syariah menumpulkan dana kemudian menyalurkannya kembali
kepada masyarakat, maka bank syariah berfungsi sebagai perantara (financial
intermediary) antara pihak surplus kepada pihak minus. Dalam menjalankan
fungsi financial intermediary antara pihak surplus dan minus secara bagan dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Siklus Dana di Bank Syariah
Shahibul
Mal
Funding
Mudharib/
Shahibul
Mal
Mudharib
Financing
(Sumber: Muhammad. Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2005 h.261)
Manajemen dana bank syariah adalah upaya yang dilakukan oleh
lembaga bank syariah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima
dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan
bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas,
rentabilitas dan solvabilitas.
Secara skematis sumber dan penggunaan dana terdapat dua pendekatan,
yaitu pendekatan pool of fund dan asset allocation approach.
10
a. Manajemen dana pool of fund
Dalam Manajemen dana pool of fund bank menerima sumber sumber dana dan seluruhnya digunakan berdasarkan pendekatan
pusat pengumpulan dana. Contohnya adalah, simpanan wadiah
milik nasabah bisa jadi disalurkan ke pembiayaan mudharabah atau
musyarakah, karena seluruh sumber dana dikumpulkan terlebih
dahulu kemudian disalurkan.
Gambar 2.2
Sumber
dan
Penggunaan
Dana
Berdasarkan Pendekatan Pool of Fund
Primary Reserve
Secondary Reserve
Wadiah
Qardh
Musyarakah
Mudharabah
Mudharabah Mutlaqah
DANA
POOL
Murabahah
Salam
Istishna
Ijarah
Aktiva Tetap
Musyarakah
Mudharabah Muqayyadah
Special Project
(Sumber: Zaenul Arifin, Dasar-Dasar manajemen Bank Syaraiah, Jakarta: Alvabeta
dan Tazkia Institute, 2002. h.62)
b. Manajemen dana asset allocation approach
Dalam manajemen asset allocation approach secara khusus
sumber-sumber dana bank dapat dialokasikan ke sisi-sisi
pembiayaan secara khusus. Contohnya adalah, simpanan wadiah
hanya dapat dialokasikan untuk pembiayaan jangka pendek seperti
11
qard, murabahah, salam, istishna dan ijarah. Kebijakan ini
disesuaikan dengan jangka waktu simpanan dan diversifikasi risiko
yang dilakukan oleh pihak bank.
Gambar 2.3
Sumber dan Penggunaan Dana Berdasarkan Assets Allocation Approach
Primary Reserve
Wadiah
Secondary Reserve
Qardh
Mudharabah Mutlaqah
Salam
Musyarakah
Mudharabah Muqayyadah
Istishna
Murabahah
Ijarah
Mudharabah
Musyarakah
Aktiva Tetap
(Sumber: Zaenul Arifin, Dasar-Dasar manajemen Bank Syaraiah, Jakarta: Alvabeta
dan Tazkia Institute, 2002 .h.63)
Sebagai lembaga keuangan yang bertugas menghimpun dan menyalurkan
dana, lembaga keuangan sayariah memberikan peranan penting terutama dalam
jasanya menyalurkan pembiayaan. Dalam buku Drs. Muhammad, M.Ag yang
berjudul Manajamen Bank Syariah, secara khusus peranan bank syariah secara
nyata dapat terwujud dalam aspek-aspek berikut ini:
1.
Menjadi perekat nasionalisme, artinya bank dapat menjadi fasilitator
yang aktif bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan.
2.
Memberdayakan Ekonomi Ummat dan beroperasi secara transparan,
artinya pengelolaan bank syariah hrus didasarkan kepada visi
ekonomi kerakyatan, dan upaya ini terwujud jika ada mekanisme
operasi yang transparan.
12
3.
tidak memberikan janji yang pasti mengenai return (keuntungan)
yang diberikan kepada investor. Oleh karena itu, bank syariah harus
mampu memberikan return yang lebih baik dibandingkan dengan
bank konvensional. Di samping itu, nasabah pembiayaan akan
memberikan bagi hasil sesuai dengan keuntungan yang ia dapatkan.
Memberikan return yang lebih baik, artinya investasi di bank syariah
4.
Mendorong penurunan spekulasi di pasar uang, artinya bank syariah
mendorong terjadinya transaksi produktif dari dana masyarakat,
dengan demikian spekulasi dapat ditekan.
5.
Mendorong pemerataan pendapatan.
6.
Peningkatan efisiensi mobilisasi dana.
7.
Implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank.
2.1.1 Sumber-Sumber Dana Bank Syariah
Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kemampuannya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar.
Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling
utama. Tanpa dana yang cukup, bamk tidak dapat berbuat apa-apa atau dengan
kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.
Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam
bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang
tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak dapat segera diubah menjadi
uang tunai. Uang tunai yang dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari pemilik
bank saja, namun berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak
lain yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh pemiliknya.
Dalam pandangan syariah, uang bukanlah merupakan suatu komoditi
melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis
(economic added value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga
di mana uang digunakan untuk memperoleh keuntungan msekipun tidan
diproduktifkan. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan
13
kegiatan ekonomi dasar (primaru economic activities), baik secara langsung
melalui transaksi seperti perdagangan, industri manufaktur, sewa menyewa dan
lain-lain, atau secara tidak langsung melalui penyertaan odal guna melakukan
satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut.
salah
Dengan demikian, sumber dana bank syariah terdiri dari:1
1) Modal inti (core capital)
Modal ini adalah modal sendiri yaitu dana yang berasal dari
pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya modal
inti terdiri dari:
a. Modal yang disetor oleh para pemegang saham.
b. Cadangan yang diperoleh dari sebagian laba bank yang digunakan
untuk menutupi timbulnya risiko kerugian di kemudian hari.
c. Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan,
namun diputuskan melalui RUPS untuk ditanamkan kembali
dalam bank.
2) Kuasi ekuitas (mudharabah account)
Bank menghimpun dana dan menyalurkan dana dengan berprinsip
mudharabah, yaitu akad kerjasama antara pemilik dana dan
pengusaha untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana
tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari. Keuntungan
yang diperoleh dibagi antara kedua belah pihak dengan nisbah yang
telah disepakati. Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana
sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang
dilakukan. Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai
mudharib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa:2
a. Rekening investasi umum, di mana bank menerima simpanan dari
nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka
dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah
Zainul Arifin.Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta, Alvabeta dan Tazkia Institut.
2002. h.53
2
Ibid. h.55
1
14
(unrestricted
account).
Simpanan
diperjanjikan
dengan jangka waktu tertentu, dalam hal ini bank bertindak
sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahib al maal. Kedua
pihak bersepakat nisbah yang dihasilkan dari penggunaan dana
tersebut, jika terjadi kerugian maka nasabah akan menanggung
kerugian tersebut dan bank kehilangan kesempatan untuk
investment
memperoleh keuntungan.
b. Rekening investasi khusus, di mana bank bertindak sebagai
manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga
keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan
dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek tertentu yang
mereka kehendaki. Rekening ini dioperasikan berdasarkan prinsip
mudharabah muqayyadah (restricted investment account).
c. Rekening tabungan mudharabah, prinsip mudharabah juga dapat
diterapkan ke dalam produk tabungan. Salah satu syaratnya
adalah bahwa dana harus dalam bentuk uang dalam jumlah
tertentu dan tidak dapat ditarik sewaktu-waktu. Produk tabungan
mudharabah biasanya diterapkan dalam bentuk targeted saving,
contohnya adalah tabungan haji.
3) Dana Titipan (Wadiah atau non remunerated deposit)
Selain bank menerima dana investasi, juga menerima dana titipan.
Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank,
yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi
utama nasabah menggunakan fasilitas ini adalah untuk keamanan
dana dan memperoleh keleluasaan untuk menarik dananya sewaktuwaktu.
2.1.2 Penggunaan Dana Bank Syariah
Setelah dana pihak ketiga (DPK) dihimpun oleh bank, maka sesuai dengan
fungsi intermediary maka bank berkewajiban untuk menyalurkan dana tersebut
dalam bentuk pembiayaan. DAlam hal ini, bank harus mempersiapkan startegi
15
penggunaan dana yang dihimpunnya sesuai dengan rencana alokasi berdasarkan
kebijakan bank, alokasi dana ini mempunyai tujuan:
1) Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat risiko yang rendah.
2) Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi
likuiditas tetap aman.
Untuk mencapai kedua tujuan tersebut maka alokasi dana-dana bank harus
diarahkan
sedemikian rupa agar pada saat diperlukan semua kepentingan nasabah
dapat terpenuhi. Alokasi penggunaan dana bank syariah pada dasarnya dapat
dibagi dalam dua bagian penting aktiva bank, yaitu:3
1) Aktiva yang menghasilkan (Earning Assets), adalah aset bank yang
digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Aset ini disalurkan dalam
bentuk investasi yang terdiri atas:
a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah);
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (Musyarakah);
c. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (Al-Bai’);
d. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah dan Ijarah Muntahiah
bi Tamlik);
e. Surat-Surat Berharga Syariah dan investasi lainnya.
2) Aktiva yang tidak menghasilkan (Non Earning Assets), adalah aset
yang tergolong tidak memberikan penghasilan, aset-aset itu berupa:
a. Aktiva dalam bentuk tunai (cash assets);
b. Pinjaman (qard);
c. Penanaman dana dalam bentuk aktiva tetap dan inventaris
(premises and equipment).
3
Ibid. h,59
16
2.2 Tinjauan Manajemen Pembiayaan Bank Syariah
Berdasarkan
mata
kuliah
manajemen
pembiayaan
bank
syariah,
manajemen pembiayaan bank syariah adaalah adalah sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengontrolan sumber dana yang
dilakukan oleh bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-
prinsip syariah untuk mendukung kelancaran usaha maupun untuk investasi yang
telah
direncanakan.
Sehubungan dengan jalinan investor dan pedagang tersebut, maka dalam
menjalankan pekerjaannya, bank syariah menggunakan teknik dan metode
investasi. Kontrak hubungan investasi antara bank syariah dengan nasabah disebut
dengan pembiayaan. Muhammad (2005) telah membagi tujuan dari pembiayaan
menjadi dua kelompok, yaitu tujuan makro dan tujuan mikro. Tujuan dari
pembiayaan secara makro adalah sebagai berikut:
1) Peningkatan ekonomi ummat;
2) Tersedianya dana bagi peningkatan usaha;
3) Meningkatkan produktifitas;
4) Membuka lapangan kerja yang baru; dan
5) Terjadinya distribusi pendapatan.
Ditinjau dari tujuan pembiayaan secara makro yang dilakukan bank
syariah, menunjukan bahwa pembiayaan memberikan kontribusi yang besar bagi
ummat dan perekonomian negara.
Sedangkan tujuan secara mikro dari pembiayaan adalah sebagai berikut:
1) Upaya bank syariah dalam memaksimalkan laba;
2) Upaya bank syariah dalam meminimalkan risiko;
3) Pendayagunaan sumber daya ekonomi dan
4) Penyaluran kelebihan dana.
Pada pasal 13 UU No.10/1998 mendefinisikan bahwa prinsip syariah
adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara pihak bank dan pihak
17
lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip
bagi hasil (mudharabah), penyertaan modal (musyarakah), atau pembiayaan
barang-barang
modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan berupa pemindahan kepemilikan barang.
2.2.1 Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil pada Bank Syariah
Berbeda dengan bank konvensional yang hanya memiliki prinsip pinjaman
(kredit),
bank syariah memiliki produk dengan prinsip yang berbeda menurut
syariah islam. Menurut Muhammad (2005), terdapat 3 prinsip utama dalam
pembiayaan pada bank syariah, yaitu prinsip bagi hasil, prinsip jual beli dan
prinsip sewa menyewa. Khusus untuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
(profit and loss sharing) dilakukan bank syariah dengan nasabah yang
membutuhkan dana untuk keperluan usahanya.
Prinsip bagi hasil dipandang sebagai upaya untuk membangun masyarakat
berdasarkan kejujuran dan keadilan dalam menghadapi ketidakpastian bisnis, di
mana hal ini tidak ditemukan dalam sistem berbasis bunga. Secara umum, prinsip
bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama,
yaitu: musyarakah, mudharabah, muzaraah dan musaqah. Namun, lazimnya akad
yang telah diaplikasikan pada bank syariah adalah mudharabah dan musyarakah.
1) Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment)
Muhammad Syafi’i Antonio, dalam bukunya “Bank Syariah Suatu
Pengenalan Umum.” (1999), mengatakan bahwa Mudharabah berasal kata dharb,
artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh
(100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.4
M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Yogyakarta: BI dan Tazkia
Institute,1999)
4
18
Pada
Bank
syariah
terdapat
prinsip
penyaluran
(pembiayaan)
mudharabah. Pada bank syariah prinsip kerjasama Mudharabah terjadi ketika
shahibul maal memberikan dana 100% kepana mudharib yang memiliki keahlian.
Kemudian
pada akhir masa akad dan usaha telah menghasilkan keuntungan maka
shahibul maal dan mudharib
akan membagikan hasil usaha sesuai dengan
perjanjian di awal.5
Gambar 2.4
Skema Prinsip Pembiayaan Mudharabah
Perjanjian
Bagi Hasil
Nasabah
Keahlian
Modal
Bank Syariah
Proyek
Nisbah X%
Bagi Hasil
sesuai nisbah
Nisbah Y%
Pengembalian
Modal Pokok
Modal
(Sumber: Muhammad, 2005: 100, diolah kembali)
2) Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation)
Musyarakah adalah kerjasama dalam suatu usaha oleh dua pihak,
ketentuan umum dalam akad musyarakah adalah sebagai berikut:
a. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah
dan dikelola bersama-sama.
b. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan
usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
Drs. Muhammah,M.Ag, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005) hal.
98-99
5
19
c. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah
tidak boleh melakukan tindakan, seperti:
ii. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa
seizing pihak satunya.
iii. Memberi pinjaman kepada pihak lain.
iv. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau
i. Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
digantikan.
v. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri perjanjian apabila
mengundurkan diri, meninggal dunia dan menjadi tidak cakap
hukum.
vi. Biaya yang timbul dalam usaha harus diketahui bersama.
vii. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad.
Gambar 2.5
Skema Kerja Prinsip Musyarakah
Nasabah
Modal
Modal
Bank Syariah
Proyek
Keuntungan
Nisbah X%
Bagi Hasil
sesuai nisbah
Nisbah Y%
(Sumber: Muhammad, 2005: 100, diolah kembali)
20
2.3 Tinjauan Manajemen Wakaf Produktif
Literatur fiqh muamalah menyebutkan pengertian umum wakaf menurut
bahasa wakaf berasal dari bahasa arab yaitu fi‟il berupa waqafa, yaqifu, waqfan
yang berarti berhenti, berdiam ditempat atau menahan. Adapun secara umum
pengeritan wakaf adalah sebagai berikut;
1.
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta untuk dimanfaatkan selamanya atau
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah
(Pasal 1 butir 1 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf).
2.
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau
badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan
melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah
atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam (Fatwa
MUI tentang Wakaf Uang)6.
3.
Jumhur ulama (Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan, golongan
Syafi’iyyah dan golongan Hanabilah) berpendapat bahwa wakaf
adalah menahan harta yang memungkinkan diambil manfaatnya,
tetapi tetap tujuannya, dibelanjakan wakif untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Dengan diwakafkannya harta tersebut, maka secara
hukum wakif tidak mempunyai hak kepemilikan sedangkan haknya
diserahkan kepada Allah SWT.7
4.
Definisi lain (Mannan, 1998), kata wakaf berasal dari akar kata
“menghalangi (prevent) atau menahan diri (restrain)” dalam bahasa
Arab mempunyai arti pembatasan (confinement). Dalam terminologi
hukum Islam, Wakaf dapat didefinisikan sebagai “sebuah tindakan
menahan diri (refraining) dari penggunaan dan pembuangan
(disposal) beberapa aset yang seseorang dapat mengambil manfaat
Lihat keputusan komisi fatwa MUI yang dikeluarkan tanggal 11 Mei 2002, yang ditandatangani
K.H Ma’ruf Amin (sebagai ketua) dan Drs. Hassanuddin, M.Ag. (sebagai sekretaris)
7
Muhammad Abu Zahra. Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam. (2005)
6
21
atau menggunakan hasilnya untuk tujuan amal sepanjang wakaf
tersebut ada.8
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau
badan
melembagakannya untuk dapat diambil manfaatnya sesuai dengan kehendak
hukum
yang
memisahkan
sebagian
dari
benda
miliknya
dan
wakif,
serta melakukannya demi mendapatkan ridha dari Allah SWT.
Dasar Hukum Wakaf diambil dari Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ ulama.
Firman Allah: “Kamu sekali-kali tidak mampu kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan
apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS.
Ali Imran [3]:92)
Sabda Rasul: “Apabila manusia wafat, terputuslah amal perbuatannya,
kecuali dari tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan
atau anak yang shaleh.” (HR.Muslim). Para ulama menafsirkan sabda rasul
“sedekah jariyah” sebagai wakaf, bukan sebagai wasiat manfaat harta.
Wakaf menjadi kuat hukumnya karena didasari oleh Al-Qur’an dan
Hadits Rasulullah SAW, sehingga praktiknya tidak diragukan lagi diperbolehkan
dan wakaf tersebut dimanfaatkan demi kepentingan ummat.
Dalam melaksanakan wakaf, melibatkan beberapa pihak yaitu wakif,
nazhir dan objek wakaf. Wakif adalah orang yang melaksanakan wakaf, awalnya
adalah pemilik benda yang diwakafkan. Nazhir adalah pengelola yang akan
menerima wakaf dari wakif kemudian akan disalurkan. Objek wakaf adalah benda
yang diwakafkan, bentuknya dapat berupa benda tetap (tidak bergerak) maupun
benda yang tidak tetap (benda bergerak) syarat utamanya adalah hak milik (tidak
disengketakan), dan jumlah nya harus tetap.
Prof Dr. M.Abdul Mannan, MA, PhD,. Cash Waqf Certificate Global Opportunity the
SocialCapital Market in 21th Century Voluntary Sector Banking. (1999)
8
22
2.3.1 Wakaf Uang
Sejak awal wakaf diarahkan kepada benda-benda tetap, tidak bergerak
seperti tanah dan bangunan, sedangkan untuk wakaf benda belum sering
dilakukan. Sebenarnya dalam Islam, harta benda wakaf tidak hanya terbatas
kepada tanah saja. Akan tetapi, benda-benda lainnya yang bermanfaat atau
menghasilkan, Sudah semenjak lama, yaitu masa pemerintahan Ustmaniyah dan
juga Mesir wakaf uang sudah dikenal dan diamalkan (Mannan, 2002)9. Diantara
wakaf benda bergerak, yang populer karena kemudahan dalam berwakaf adalah
cash waqf atau wakaf uang. Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan oleh
kelompok orang atau lembaga dalam bentuk uang tunai (UU No 41 Tahun 2004
tentang Wakaf). Wakaf uang ini merupakan sistem wakaf yang baru dan
dilakukan oleh seorang Imam Az-Zuhri (wafat tahun 124 H), saat itu Imam AzZuhri melakukan wakaf dengan dinar dan dirham (mata uang pada masa lalu yang
berlaku di Timur Tengah). Cara mewakafkannya adalah dengan menggunakan
dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha, kemudian menyalurkan
keuntungannya (manfaat) sebagai hasil dari pengelolaan wakaf uang. Perbedaan
pendapat terjadi antara mahzab Syafi’i dan mahzab Hanafi. Mahzab Syafi’i
berpendapat bahwa dinar dan dirham (uang) fisiknya dapat lenyap dan tidak abadi
sehingga tidak dapat dijadikan objek wakaf. Mahzab Hanafi berpandangan bahwa
yang menjadi objek wakaf bukanlah fisik dari uang tersebut, tapi jumlah dari
wakaf uang tersebut, yang dapat diinvestasikan dalam bentuk akad mudharabah.
Perkembangan sistem perekonomian yang berkembang sekarang, sangat
mungkin untuk melaksanakan wakaf uang. Wakaf uang tersebut dapat digunakan
sebagai modal usaha suatu proyek, ditanamkan dalam deposito syariah, atau
membeli saham-saham perusahaan dengan kriteria saham syariah, dengan caracara tersebut, maka nominal akan terpelihara, jika ada keuntungan (jumlahnya
bertambah) maka dapat dimanfaatkan untuk kepetingan bersama. Dalam islam,
instrumen filantropi sebenarnya sangat banyak jenisnya, diantaranya adalah zakat
yang hukumnya wajib dan ada nisabnya, shadaqah yang sifatnya sukarela dan
Prof Dr. M.Abdul Mannan, MA, PhD,. Sertifikat Wakaf Tunai, Sebuah Inovasi Keuangan Islam
(terjemahan). (Jakarta: CIBER dan PKTTI UI, 2002), hal.36
9
23
tidak ditentukan siapa penerimanya, berikutnya adalah wakaf yang bersifat
sukarela tetapi nominalnya harus terjaga dan tidak boleh berkurang. Pada Tabel
2.1 disajikan perbedaan antara wakaf, zakat dan shadaqah.
No
1
Hal
Hukum
2 Rate
3
Tabel 2.1
Perbedaan wakaf, zakat, dan shadaqah
Wakaf
Zakat
Shadaqah
Sukarela
Wajib
Sukarela
Tidak ditentukan
Rate yang tetap Tidak ditentukan
setiap periode
Penerima
Fleksibel
8
asnaf
dijelaskan
yang Fleksibel
dalam
Al-Qur’an
4
Penggunaan
Berupa
modal Konsumsi
untuk
atau Seringkali
modal produktif
untuk
konsumsi
diproduktifkan
5
6
Investasi
Dapat
Seringnya
diinvestasikan
diinvestasikan
Dokumentasi Ada,
Sertifikat
berupa Tidak ada
tidak Tidak
diinvestasikan
Tidak ada
Wakaf
uang
7
Shadaqah
Berkesinambungan Tidak
Jariyyah
sebagai amal abadi
Tidak
berkesinambungan berkesinambungan
(Sumber: www.bwi.or.id , dimodifikasi oleh Penulis)
Munculnya gagasan wakaf uang merupakan hal baru yang merubah
persepsi masyarakat, wakaf uang bukan merupakan aset tetap yang berbentuk
benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, melainkan sebuah aset lancar.
Karena adanya perubahan interpretasi wakaf. Untuk mengkonsepsi wakaf uang
sebagai bagian dari konsepsi wakaf, berdasarkan Surat Keputusan Fatwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pusat tertanggal 11 Mei 2002/ 28 Safar 1423H tentang
Wakaf, memperkenalkan definisi wakaf, yaitu: “menahan harta (baik berupa aset
tetap maupun asep lancar) yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau
24
pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut
(menjual, memberikan atau mewariskannya), untuk di salurkan (hasilnya) pada
sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada”.
2.3.2 Syarat dan Rukun Wakaf Uang
Pada dasarnya rukun dan syarat wakaf uang adalah sama dengan rukun
dan syarat wakaf tanah. Adapun rukun wakaf uang adalah:
1. Ada orang yang berwakaf (wakif)
Wakif adalah orang (pihak) yang mewakafkan harta miliknya.
Menurut Pasal 7 UU No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, wakif terdiri
dari tiga yaitu perseorangan, organisasi dan badan hukum. Wakif
perseorangan harus memenuhi syarat untuk mewakafkan hartanya,
diantaranya;
mempunyai
kecakapan
untuk
melakukan
“tabarru”(tolong -menolong). Wakif berupa organisasi dapat
melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk
mewakafkan harta benda milik organisasi sesuai dengan anggaran
dasar organisasi yang bersangkutan (Pasal 8 butir 2 UU No.41 Tahun
2004 tentang Wakaf). Wakif yang berupa badan hukum dapat
melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk
mewakafkan harta benda milik badan hukum sesuai dengan anggaran
dasar badan hukum yang bersangkutan (Pasal 8 butir 3 UU No.41
Tahun 2004 tentang Wakaf).
2. Ada harta yang diwakafkan (mauquf)
Harta yang diwakafkan merupakan hal yang paling penting dalam
melakukan wakaf. Namun, harta yang diwakafkan baru dianggap sah
apabila terpenuhi syarat berikut: pertama, benda yang diwakafkan
harus bersifat ekonomis, tetap zatnya dan boleh dimanfaatkan
menurut ajaran Islam. Kedua, harta yang diwakafkan harus jelas
wujudnya dan pasti batas-batasnya. Ketiga, harta tersebut harus
benar-benar kepunyaan wakif dan bebas dari segala beban. Keempat,
25
harta yang diwakafkan harus kekal (tidak bergerak).10 Sedangkan
menurut Pasal 16 UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
menyebutkan bahwa benda wakaf terdiri dari dua yaitu:
a. Benda tidak bergerak meliputi :
1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah
maupun yang belum terdaftar.
2) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas
tanah sebagaimana dimaksud pada angka 1.
3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan
tanah.
4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan
ketentuan
peraturan
perudang-undangan
yang
berlaku.
5) Benda tidak bergerak lainnya sesuai dengan
ketentuan
syariah
dan
peraturan
perundang-
undangan yang berlaku.
b. Benda bergerak meliputi:
1) Uang
2) Logam Mulia
3) Surat Berharga
4) Kendaraan
5) Hak Atas Kekayaan Intelektual
6) Hak Sewa
7) Benda bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan
syariah dan perundang-undangan yang berlaku
3. Ada tempat ke mana diwakafkan harta itu/tujuan wakaf (mauquf
„alaih)atau peruntukan harta benda wakaf.
Syarat mauquf „alaih adalah qurbat atau pendekatan diri kepada
Allah. Peruntukan wakaf dapat dibagi menjadi dua macam; wakaf
Muhammad Daud Ali. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. (Jakarta: UI Press, 1988) hal.25
10
26
khairy dan wakaf dzurry. Wakaf khairy adalah wakaf dimana
wakifnya tidak membatasi sasaran wakaf. Wakaf dzurry
adalah
wakaf dengan wakif yang membatasi sasatan wakafnya untuk pihak
tertentu.11
4. Akad atau pernyataan wakaf (sighat) atau ikrar wakaf
Sighat merupakan pernyataan wakif yang merupakan tanda
penyerahan barang atau benda yang diwakafkan. Wakif dalam
melakukan ikrarnya harus jelas yakni (1) melepaskan haknya atas
pemilikan benda yang diwakafkan, dan (2) menentukan peruntukan
benda itu apakan khusus kepentingan orang-orang tertentu ataukah
kepentingan umum.12
Di samping empat rukun tersebut, ada hal penting yang harus ada ketika
wakif melakukan wakaf yaitu nazhir wakaf. Walaupun ulama klasik tidak
memasukkan nazhir wakaf ke dalam rukun wakaf, namun nazhir memiliki
peranan penting yaitu orang yang memiliki hak untuk mengelola wakaf agar tepat
sasaran dan tujuannya tercapai.
Adapun syarat sahnya wakaf adalah sebagai berikut:
a. Wakaf benda itu tidak dibatasi untuk jangka waktu tertentu saja,
tetapi untuk selama-lamanya. Namun, Imam Malik berpendapat
bahwa wakaf boleh dibatasi waktunya.
b. Tujuan harus jelas. Jika tidak disebutkan dengan jelas maka wakaf
tidak sah.
c. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah ikrar wakaf dinyatakan oleh
wakif tanpa menggantungkan pelaksanaannya pada suatu peristiwa
yang akan terjadi di masa datang.
d. Wakaf yang sah wajib dilaksanakan, karena ikrar wakaf yang
dinyatakan oleh wakif berlaku seketika dan selama-lamanya.
Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. (Yogyakarta:
Ekonisia, 2008) hal. 45
12
Muhammad Daud Ali. Sistem Ekonomi Islam Zakat danWakaf, Op.Cit. hal.28
11
27
2.3.3 Alternatif Pemanfaatan Wakaf Uang
Dalam literatur fikih muamalah, pemanfaatan wakaf yang paling baik
dan produktif adalah dengan cara menyewakannya seperti menyewakan lahan
untuk pertanian, peternakan dan bangunan, hal itu biasa dilakukan jika benda
wakaf adalah berupa aset tetap. Muncul pemikiran, jika bentuk wakaf tersebut
adalah aset lancar atau wakaf uang, menurut Muhammad Abdullah AlAnshori,”Uang
akan bermanfaat jika digunakan, maka investasikan dan hasilnya
disedekahkan”, hal yang sama juga terjadi pada masa Imam Az-Zuhri.
Pengelolaan wakaf di Indonesia telah mengalami tiga periode besar
pengelolaan wakaf yaitu pertama adalah periode tradisional dimana wakaf
ditujukkan bagi pembangunan fisik dari sarana-sarana umum yang digunakan oleh
masyarakat. Periode kedua adalah periode semi profesional dimana wakaf
dikelola secara produktif namun belum dilakukan secara maksimal, contohnya
adalah pembangunan sarana umum dan pembangunan pertokoan, bangunan atau
rumah untuk kemudian disewa oleh masyarakat. Periode ketiga merupakan
periode profesional wakaf yang ditandai dengan adanya pemberdayaan potensi
wakaf dari masyarakat secara produktif dan profesional yang meliputi aspek:
manajemen, SDM kenazhiran, pola kemitraan usaha, bentuk benda wakaf yang
lebih likuid seperti uang.
Karena semakin likuidnya wakaf dari masyarakat berupa uang tunai,
maka dana tersebut ditanamkan oleh nazhir secara langsung dan tidak langsung ke
berbagai sektor usaha yang halal dan produktif melalui produk-produk perbankan
syariah sebagai berikut:
a.
Investasi Wakaf Uang Secara Tidak Langsung Melalui Tabungan atau
Deposito Mudharabah atas dana wakaf uang yang terkumpul dalam
giro/tabungan wadiah atas nama nazhir di bank syariah, maka nazhir
berkewajiban untuk mengelola dana wakaf uang secara profesional dan
transparan. Untuk itu nazhir dapat menanamkan dana wakaf uang yang
dimaksud ke dalam bentuk tabungan/deposito mudharabah di bank syariah
dimaksud dengan nisbah bagi hasil yang disepakati kedua belah pihak.Dalam
hal dana wakaf uang memiliki jangka waktu tertentu (sementara tidak
28
permanen), maka penanaman dana wakaf hanya dapat dilakukan di dalam
bank syariah terkait.
Selanjutnya
dana
yang
ditanamkan
oleh
nazhir
dalam
bentuk
tabungan/deposito mudharabah, akan disalurkan melalui pembiayaan ke
berbagai usaha sektor rill yang halal, sehingga nazhir dapat memperoleh bagi
hasil dari bank syariah. Bagi hasil yang diterima nazhir dari bank syariah
akan dikurangi biaya operasional nazhir terlebih dahulu, setelah itu bagi
hasilnya akan disampaikan kepada pihak-pihak yang telah ditetapkan yang
berhak menerima hasil pemanfaatan wakaf.(Mulya E.Siregar,2011)
b.
Investasi Wakaf Secara Langsung melalui Mudharabah muqayyadah dalam
hal ini nazhir memiliki alternatif penanaman dana wakaf uang di luar bank
syariah, nazhir dapat menggunakan produk bank syariah dengan akad
Mudharabah Muqayyadah. Dengan skim produk ini, nazhir dapat
menetapkan beberapa persyaratan atau kualifikasi tertentu terkait dengan
pengelolaan dana wakaf uang. Berdasarkan persyaratan tersebut, bank syariah
akan mencari mudharib atau proyek yang sesuai. Selanjutnya nazhir akan
melakukan negosiasi dan kesepakatan dengan calon mudharib, termasuk
menetapkan nisbah bagi hasil dan kewajiban pertanggung jawaban dari
asuransi syariah. Berdasarkan kesepakatan tersebut, bank syariah, atas
perintah nazhir, dapat menyalurkan dana wakaf uang ke dalam proyek yang
disepakati sebagai satu bentuk investasi dana wakaf uang yang dipilih
langsung oleh nazhir.(Mulya E.Siregar,2011)
Jika wakaf uang akan diinvestasikan pada lembaga keuangan pengelola
wakaf uang, maka lembaga pengelola wakaf sebaiknya memenuhi kriteria tertentu
dalam kelayakannya menghimpun atau mengelola dana wakaf. Kriteria tersebut
adalah sebagai berikut:
a.
Memiliki akses yang baik kepada calon wakif.
b.
Memiliki kemampuan untuk menginvestasikan dana wakaf.
c.
Memiliki kemampuan untuk mendistribusikan hasil/ keuntungan dari
investasi dana wakaf.
29
d.
Memiliki kemampuan untuk mencatat/ membukukan segala hal yang
berkaitan dengan beneficiary, misalnya rekening dan peruntukannya.
e.
Lembaga pengelola wakaf uang hendaknya dipercaya oleh
masyarakat dan kinerjanya dikontrol sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku terhadap lembaga pengelola dana
publik.13
Menurut Syafi’i Antonio dalam Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai yang
disusun oleh Departemen Agama, lembaga keuangan yang memiliki kriteria
tersebut
adalah bank syariah. Atas dasar hal tersebut maka menurut Undang Undang Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf diberlakukanlah lembaga keuangan syariah penerima
wakaf uang sebagai lembaga keuangan yang ikut mengelola wakaf uang
bekerjasama dengan Badan Wakaf Indonesia.
2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan keputusan penyaluran
pembiayaan oleh bank telah banyak dilakukan, terlepas yang menjadi fokus
penelitian tersebut baik faktor eksternal maupun faktor internal bank sendiri.
Penelitian tersebut antara lain:
Duddy dan Nurul (2008) mengungkapkan dalam penelitiannya tentang
variabel-variabel yang mempengaruhi pembiayaan pada perbankan syariah di
Indonesia ditinjau dari sisi penawaran, hasilnya adalah tingkat bagi hasil (return),
ekspektasi profit di sektor riil , dana pihak ketiga, modal per aset, dan pendapatan
berpengaruh terhadap besar kecilnya pembiayaan. Sedangkan untuk Non
Performing Financing tidak berpengaruh pada pembiayaan.
Pada penelitian yang berjudul Analisis Perilaku Penawaran Kredit
Perbankan Kepada Sektor Umum di Indonesia (2002-2006), Luh Gede
Meydianawati (2007) meneliti pengaruh Non Performing Loan, Return on Assets,
dana pihak ketiga dan CAR terhadap penawaran kredit. Hasil penelitiannya yaitu
DPK, ROA dan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah sebegai Pengelola Wakaf, hal.7.
13
30
kredit investasi dan modak kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia,
sedangkan NPL berpengaruh negatif signifikan.
Wuri Arianti Novi Pratami pada tahun 2011 melakukan penelitian
Pengaruh
Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, Non Performing
Financing dan Return on Asset terhadap Pembiayaan pada Bank Muamalat. Hasil
penelitian tersebut menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan dari DPK, CAR dan ROA terhadap pembiayaan sedangkan NPF
memberikan pengaruh yang negatif.
Luluk Chorida pada tahun 2010 melakukan penelitian pengaruh jumlah
dana pihak ketiga, inflasi dan tingkat margin terhadap alokasi pembiayaan
UMKM pada bank syariah di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukan seluruh
variabel bebas berpengaruh positif terhadap variabel.terikat. Dana pihak ketiga
berpengaruh paling besar.
Sedangkan peneliti terdahulu tentang wakaf uang adalah Tesis dengan
judul “Rancangan Awal Model Penerapan Sertifikat Wakaf uang Sebagai Suatu
Instrumen Alternatif Pengentasan Kemiskinan di Indonesia dengan Metodologi
System Dynamics” oleh Dian Masyita pada tahun 2001. Penelitian ini merupakan
studi awal mengenai perancangan model penerapan sertifikat wakaf uang untuk
diterapkan di Indonesia. Variabel-variabel yang muncul dari penelitian ini adalah
(1) pertumbuhan dana wakaf, (2) Besarnya dana Wakaf, (3) Tingkat penghasilan
(return) portofolio investasi, (4) Kebijakan alokasi pemberian kredit mikro, (5)
Besarnya kredit macet pada kredit mikro, (6) waktu yang dibutuhkan oleh
penduduk miskin untuk mandiri.
Hasil penelitian dari Dian Masyita, bahwa rancangan ini dengan
metodologi sistem dinamis menjadi alat bantu dalam pengambilan keputusan
investasi serta mampu merumuskan kebijakan melalui berbagai simulasi.
Tetapi, kelemahan dari tesis ini adalah hanya merancang awal dari
Sertifikat Wakaf uang, kenyataannya belum ada dan belum bisa dianalisis.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan kenyataan di lapangan akan
mekanisme wakaf uang di Indonesia pada kenyataannya wakaf uang hanya
diinvestasikan pada 2 jenis simpanan di bank syariah yaitu giro wadiah di 5 LKS-
31
PWU dan Deposito mudharabah di Bank Syariah Mandiri. Oleh karena fenomena
tersebut, penulis mencoba menjadi pionir yang akan menganalisis tujuan utama
dari wakaf uang adalah disalurkan untuk diivestasikan dengan akad muamalah
terutama
mudharabah dan musyarakah agar tepat sasaran kepada sektor usaha
besar atau mikro. Maka, penulispun menganalisis pengaruh jumlah simpanan
wakaf di Bank Syariah dan pengaruhnya pada volume pembiayaan mudharabah
dan pembiayaan musyarakah di Bank Syariah Mandiri.
Rangkuman dari penelitian terdahulu yang mempunyai hubungan dengan
faktor
yang mempengaruhi penyaluran pembiayaan terdapat pada tabel 2.2
berikut:
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
Penelitian
Alat
Variabel
Hasil Penelitian
Analisis
System
Dian Masyita (2001).
Rancangan
Model
Awal Dynamic
Penerapan Model
Pertumbuhan dana Rancangan
wakaf,
Besarnya dengan metodologi
dana
Wakaf, sistem
dinamis
Sertifikat Wakaf uang
Tingkat
menjadi alat bantu
Sebagai
penghasilan
dalam pengambilan
Instrumen
Suatu
Alternatif
Pengentasan
(return) portofolio keputusan investasi
investasi,
serta
di
Kebijakan
alokasi merumuskan
Indonesia
dengan
pemberian
Metodologi
System
mikro,
Kemiskinan
Dynamic
kredit kebijakan
mampu
melalui
Besarnya berbagai simulasi.
kredit macet pada
kredit
mikro,
waktu
yang
dibutuhkan
oleh
penduduk
miskin
untuk mandiri.
ini
32
Duddy
Roesmara ARCH
Donna
dan
Nurul Iteractive
(2008). Cochrane
Chotimah
Variabel-variabel
yang Orcutt
Procedure
mempengaruhi
Pembiayaan
pada dan SUR
Variabel bebas:
Tingkat bagi hasil,
Tingkat bagi hasil, ekspektasi profit di
ekspektasi profit di sektor
sektor
riil
pihak
per
aset,
pendapatan
Indonesia ditinjau dari
NPF
terhadap
Sisi Penawaran
Variabel terikat:
kecilnya
Pembiayaan
pembiayaan.
dan
aset, pendapatan
Perbankan Syariah di
dana
dana pihak ketiga, modal
ketigam per
modal
riil,
dan berpengaruh
besar
Non
Performing
Financing
tidak
berpengaruh
terhadap
pembiayaan
Luh
Gede Metode
Variabel
Variabel DPK, ROA
Meydianawathi (2007). OLS
Independen: DPK, dan CAR memiliki
Analisis
ROA,
Perilaku
Penawaran
Kredit
Perbankan
kepada
Sektor
UMKM
di
Indonesia (2002-2006)
CAR
NPL
dan pengaruh positif dan
signifikan terhadap
penawaran
kredit.
Variabel dependen: Sedangkan
NPL
Volume Kredit
berpengaruh negatif
dan signifikan.
Luluk Chorida (2010). Regresi
Variabel
Terdapat
Pengaruh Jumlah Dana Berganda
Independen:
yang signifikan dari
Pihak Ketiga, Inflasi
DPK, Inflasi dan DPK,
dan
Margin
tingkat Margin
Alokasi
Variabel dependen: terhadap
Tingkat
Terhadap
Pembiayaan UMKM.
pengaruh
inflasi
tingkat
Pembiayaan
pembiayaan
UMKM
UMKM.
dan
margin
33
Wuri
Arianti
Pratami
(2011). Berganda
Analisis
Dana
Novi Regresi
Pengaruh
Pihak
Capital
pengaruh
Independen: DPK, dari DPK, CAR dan
ROA, CAR, NPF
Ketiga,
Adequacy
Terdapat
ROA
terhadap
pembiayaan
pada
Variabel dependen:
Bank
Ratio, Non Performing
Volume
sedangkan
Financing dan Return
Pembiayaan
tidak mempengaruhi
on
Asset
terhadap
Pembiayaan
pada Bank
Variabel
Muamalat,
pembiayaan
NPF
pada
Bank Muamalat.
Syariah. (Studi Kasus
Bank
Muamalat
Periode 2001-2011)
2.5 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pada Peraturan Badan Wakaf Indonesia Tahun 2009
Tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak
Berupa Uang Pasal 11 dan Pasal 12, menyatakan bahwa wakaf uang dapat
diinvestasikan secara langsung dan tidak langsung. Salah satu bentuk investasi
wakaf uang secara tidak langsung pada Pasal 12 ayat (1), dapat dilakukan melalui
lembaga-lembaga seperti, Bank Syariah, Baitul Mal Wa Tamwil (BMT), Koperasi
syariah, dan lembaga keuangan syariah lainnya. Dengan berpedoman pada
peraturan tersebut Badan Wakaf Indonesia menyalurkan wakaf pada investasi
tidak langsung yaitu berupa simpanan di Bank Syariah Mandiri.
Dengan melakukan investasi secara tidak langsung, pada akhirnya dana
wakaf kemudian diberdayakan oleh Bank Syariah Mandiri dengan jalur
pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah, baik dalam bentuk
tambahan modal usaha (investasi) maupun dalam bentuk tambahan modal kerja.
Setelah menyalurkan pembiayaan tersebut, Bank Syariah Mandiri akan
mendapatkan porsi bagi hasil sesuai kesepakatannya dengan mudharib. Bagi hasil
34
dari pembiayaan tersebut kemudian terbagi menjadi 2 bagian, untuk pihak bank
dan pihak pengelola (Badan Wakaf Indonesia). Kemudian, setelah dikurangi 10%
untuk operasional nazhir wakaf, hasil investasi tersebut kemudian disalurkan
rangka dana sosial berupa rehabilitasi rakyat miskin, pembangunan sarana
dalam
ibadah, kesehatan dan sarana umum, bantuan bencana alam, biaya hidup
masyarakat, kesehatan dan sanitasi dan jasa sosial untuk memperbaiki fasilitas
umum.
Maka, atas penjelasan tersebut, perlu dilihat hubungan investasi tidak
langsung
yang dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia pada Bank Syariah
Mandiri dalam rangka memanfaatkan wakaf uang yang dikelolah oleh nazhir
kemudian hasilnya disalurkan untuk kepentingan umum. Wakaf uang yang
terdapat pada Bank Syariah Mandiri diindikasikan belum optimal dari seluruh
potensi yang terdapat di Indonesia. Pengelolaan yang professional atas kerjasama
lembaga wakaf dan lembaga keuangan diharapkan mampu mengoptimalkan
wakaf uang yang terdapat di Indonesia. Potensi wakaf ini kemudian bermuara
pada dua tujuan utama yaitu peningkatan potensi sektor riil dan pengentasan
kemiskinan.
35
Gambar 2.6
Kerangka Pemikiran
Manajemen Investasi
Wakaf Uang
Sertifikat Wakaf Uang
Simpanan Wakaf di Bank
Syariah Mandiri
Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan Mudharabah
Bagi Hasil
Bank Syariah Mandiri
Operasional Nazhir
Wakaf
Badan Wakaf Indonesia
Rehabilitasi Masyarakat
miskin
Pembangunan sarana
ibadah, pendidikan dan
kebudayaan
Bantuan Bencana Alam
Biaya Hidup Masyarakat
Kesehatan dan Sanitasi
Jasa Sosial, memperbaiki
fasilitas yang rusak
Download