9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Manajemen Dana Bank Syariah Berdasarkan mata kuliah manajemen dana bank syariah, dijelaskan bahwa bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang memiliki fungsi menghimpun dana dari masyarakat. Dana yang telah terhimpun kemudian disalurkan kepada masyarakat. Kegiatan bank dalam mengumpulkan dana disebut kegiatan funding. Sementara kegiatan bank dalam menyalurkan dana kepada masyarakat disebut dengan kegiatan financing atau lending. Jika dilihat dari fungsi bank syariah menumpulkan dana kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat, maka bank syariah berfungsi sebagai perantara (financial intermediary) antara pihak surplus kepada pihak minus. Dalam menjalankan fungsi financial intermediary antara pihak surplus dan minus secara bagan dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Siklus Dana di Bank Syariah Shahibul Mal Funding Mudharib/ Shahibul Mal Mudharib Financing (Sumber: Muhammad. Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005 h.261) Manajemen dana bank syariah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syariah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitas. Secara skematis sumber dan penggunaan dana terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan pool of fund dan asset allocation approach. 10 a. Manajemen dana pool of fund Dalam Manajemen dana pool of fund bank menerima sumber sumber dana dan seluruhnya digunakan berdasarkan pendekatan pusat pengumpulan dana. Contohnya adalah, simpanan wadiah milik nasabah bisa jadi disalurkan ke pembiayaan mudharabah atau musyarakah, karena seluruh sumber dana dikumpulkan terlebih dahulu kemudian disalurkan. Gambar 2.2 Sumber dan Penggunaan Dana Berdasarkan Pendekatan Pool of Fund Primary Reserve Secondary Reserve Wadiah Qardh Musyarakah Mudharabah Mudharabah Mutlaqah DANA POOL Murabahah Salam Istishna Ijarah Aktiva Tetap Musyarakah Mudharabah Muqayyadah Special Project (Sumber: Zaenul Arifin, Dasar-Dasar manajemen Bank Syaraiah, Jakarta: Alvabeta dan Tazkia Institute, 2002. h.62) b. Manajemen dana asset allocation approach Dalam manajemen asset allocation approach secara khusus sumber-sumber dana bank dapat dialokasikan ke sisi-sisi pembiayaan secara khusus. Contohnya adalah, simpanan wadiah hanya dapat dialokasikan untuk pembiayaan jangka pendek seperti 11 qard, murabahah, salam, istishna dan ijarah. Kebijakan ini disesuaikan dengan jangka waktu simpanan dan diversifikasi risiko yang dilakukan oleh pihak bank. Gambar 2.3 Sumber dan Penggunaan Dana Berdasarkan Assets Allocation Approach Primary Reserve Wadiah Secondary Reserve Qardh Mudharabah Mutlaqah Salam Musyarakah Mudharabah Muqayyadah Istishna Murabahah Ijarah Mudharabah Musyarakah Aktiva Tetap (Sumber: Zaenul Arifin, Dasar-Dasar manajemen Bank Syaraiah, Jakarta: Alvabeta dan Tazkia Institute, 2002 .h.63) Sebagai lembaga keuangan yang bertugas menghimpun dan menyalurkan dana, lembaga keuangan sayariah memberikan peranan penting terutama dalam jasanya menyalurkan pembiayaan. Dalam buku Drs. Muhammad, M.Ag yang berjudul Manajamen Bank Syariah, secara khusus peranan bank syariah secara nyata dapat terwujud dalam aspek-aspek berikut ini: 1. Menjadi perekat nasionalisme, artinya bank dapat menjadi fasilitator yang aktif bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan. 2. Memberdayakan Ekonomi Ummat dan beroperasi secara transparan, artinya pengelolaan bank syariah hrus didasarkan kepada visi ekonomi kerakyatan, dan upaya ini terwujud jika ada mekanisme operasi yang transparan. 12 3. tidak memberikan janji yang pasti mengenai return (keuntungan) yang diberikan kepada investor. Oleh karena itu, bank syariah harus mampu memberikan return yang lebih baik dibandingkan dengan bank konvensional. Di samping itu, nasabah pembiayaan akan memberikan bagi hasil sesuai dengan keuntungan yang ia dapatkan. Memberikan return yang lebih baik, artinya investasi di bank syariah 4. Mendorong penurunan spekulasi di pasar uang, artinya bank syariah mendorong terjadinya transaksi produktif dari dana masyarakat, dengan demikian spekulasi dapat ditekan. 5. Mendorong pemerataan pendapatan. 6. Peningkatan efisiensi mobilisasi dana. 7. Implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank. 2.1.1 Sumber-Sumber Dana Bank Syariah Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bamk tidak dapat berbuat apa-apa atau dengan kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali. Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank tidak dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dikuasai oleh bank tidak hanya berasal dari pemilik bank saja, namun berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh pemiliknya. Dalam pandangan syariah, uang bukanlah merupakan suatu komoditi melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga di mana uang digunakan untuk memperoleh keuntungan msekipun tidan diproduktifkan. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan 13 kegiatan ekonomi dasar (primaru economic activities), baik secara langsung melalui transaksi seperti perdagangan, industri manufaktur, sewa menyewa dan lain-lain, atau secara tidak langsung melalui penyertaan odal guna melakukan satu atau seluruh kegiatan usaha tersebut. salah Dengan demikian, sumber dana bank syariah terdiri dari:1 1) Modal inti (core capital) Modal ini adalah modal sendiri yaitu dana yang berasal dari pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya modal inti terdiri dari: a. Modal yang disetor oleh para pemegang saham. b. Cadangan yang diperoleh dari sebagian laba bank yang digunakan untuk menutupi timbulnya risiko kerugian di kemudian hari. c. Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan, namun diputuskan melalui RUPS untuk ditanamkan kembali dalam bank. 2) Kuasi ekuitas (mudharabah account) Bank menghimpun dana dan menyalurkan dana dengan berprinsip mudharabah, yaitu akad kerjasama antara pemilik dana dan pengusaha untuk melakukan suatu usaha bersama, dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari. Keuntungan yang diperoleh dibagi antara kedua belah pihak dengan nisbah yang telah disepakati. Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas usaha yang dilakukan. Berdasarkan prinsip ini, dalam kedudukannya sebagai mudharib, bank menyediakan jasa bagi para investor berupa:2 a. Rekening investasi umum, di mana bank menerima simpanan dari nasabah yang mencari kesempatan investasi atas dana mereka dalam bentuk investasi berdasarkan prinsip mudharabah mutlaqah Zainul Arifin.Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta, Alvabeta dan Tazkia Institut. 2002. h.53 2 Ibid. h.55 1 14 (unrestricted account). Simpanan diperjanjikan dengan jangka waktu tertentu, dalam hal ini bank bertindak sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahib al maal. Kedua pihak bersepakat nisbah yang dihasilkan dari penggunaan dana tersebut, jika terjadi kerugian maka nasabah akan menanggung kerugian tersebut dan bank kehilangan kesempatan untuk investment memperoleh keuntungan. b. Rekening investasi khusus, di mana bank bertindak sebagai manajer investasi bagi nasabah institusi (pemerintah atau lembaga keuangan lain) atau nasabah korporasi untuk menginvestasikan dana mereka pada unit-unit usaha atau proyek tertentu yang mereka kehendaki. Rekening ini dioperasikan berdasarkan prinsip mudharabah muqayyadah (restricted investment account). c. Rekening tabungan mudharabah, prinsip mudharabah juga dapat diterapkan ke dalam produk tabungan. Salah satu syaratnya adalah bahwa dana harus dalam bentuk uang dalam jumlah tertentu dan tidak dapat ditarik sewaktu-waktu. Produk tabungan mudharabah biasanya diterapkan dalam bentuk targeted saving, contohnya adalah tabungan haji. 3) Dana Titipan (Wadiah atau non remunerated deposit) Selain bank menerima dana investasi, juga menerima dana titipan. Dana titipan adalah dana pihak ketiga yang dititipkan pada bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama nasabah menggunakan fasilitas ini adalah untuk keamanan dana dan memperoleh keleluasaan untuk menarik dananya sewaktuwaktu. 2.1.2 Penggunaan Dana Bank Syariah Setelah dana pihak ketiga (DPK) dihimpun oleh bank, maka sesuai dengan fungsi intermediary maka bank berkewajiban untuk menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pembiayaan. DAlam hal ini, bank harus mempersiapkan startegi 15 penggunaan dana yang dihimpunnya sesuai dengan rencana alokasi berdasarkan kebijakan bank, alokasi dana ini mempunyai tujuan: 1) Mencapai tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat risiko yang rendah. 2) Mempertahankan kepercayaan masyarakat dengan menjaga agar posisi likuiditas tetap aman. Untuk mencapai kedua tujuan tersebut maka alokasi dana-dana bank harus diarahkan sedemikian rupa agar pada saat diperlukan semua kepentingan nasabah dapat terpenuhi. Alokasi penggunaan dana bank syariah pada dasarnya dapat dibagi dalam dua bagian penting aktiva bank, yaitu:3 1) Aktiva yang menghasilkan (Earning Assets), adalah aset bank yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Aset ini disalurkan dalam bentuk investasi yang terdiri atas: a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah); b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan (Musyarakah); c. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli (Al-Bai’); d. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah dan Ijarah Muntahiah bi Tamlik); e. Surat-Surat Berharga Syariah dan investasi lainnya. 2) Aktiva yang tidak menghasilkan (Non Earning Assets), adalah aset yang tergolong tidak memberikan penghasilan, aset-aset itu berupa: a. Aktiva dalam bentuk tunai (cash assets); b. Pinjaman (qard); c. Penanaman dana dalam bentuk aktiva tetap dan inventaris (premises and equipment). 3 Ibid. h,59 16 2.2 Tinjauan Manajemen Pembiayaan Bank Syariah Berdasarkan mata kuliah manajemen pembiayaan bank syariah, manajemen pembiayaan bank syariah adaalah adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengontrolan sumber dana yang dilakukan oleh bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip- prinsip syariah untuk mendukung kelancaran usaha maupun untuk investasi yang telah direncanakan. Sehubungan dengan jalinan investor dan pedagang tersebut, maka dalam menjalankan pekerjaannya, bank syariah menggunakan teknik dan metode investasi. Kontrak hubungan investasi antara bank syariah dengan nasabah disebut dengan pembiayaan. Muhammad (2005) telah membagi tujuan dari pembiayaan menjadi dua kelompok, yaitu tujuan makro dan tujuan mikro. Tujuan dari pembiayaan secara makro adalah sebagai berikut: 1) Peningkatan ekonomi ummat; 2) Tersedianya dana bagi peningkatan usaha; 3) Meningkatkan produktifitas; 4) Membuka lapangan kerja yang baru; dan 5) Terjadinya distribusi pendapatan. Ditinjau dari tujuan pembiayaan secara makro yang dilakukan bank syariah, menunjukan bahwa pembiayaan memberikan kontribusi yang besar bagi ummat dan perekonomian negara. Sedangkan tujuan secara mikro dari pembiayaan adalah sebagai berikut: 1) Upaya bank syariah dalam memaksimalkan laba; 2) Upaya bank syariah dalam meminimalkan risiko; 3) Pendayagunaan sumber daya ekonomi dan 4) Penyaluran kelebihan dana. Pada pasal 13 UU No.10/1998 mendefinisikan bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara pihak bank dan pihak 17 lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), penyertaan modal (musyarakah), atau pembiayaan barang-barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan berupa pemindahan kepemilikan barang. 2.2.1 Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil pada Bank Syariah Berbeda dengan bank konvensional yang hanya memiliki prinsip pinjaman (kredit), bank syariah memiliki produk dengan prinsip yang berbeda menurut syariah islam. Menurut Muhammad (2005), terdapat 3 prinsip utama dalam pembiayaan pada bank syariah, yaitu prinsip bagi hasil, prinsip jual beli dan prinsip sewa menyewa. Khusus untuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (profit and loss sharing) dilakukan bank syariah dengan nasabah yang membutuhkan dana untuk keperluan usahanya. Prinsip bagi hasil dipandang sebagai upaya untuk membangun masyarakat berdasarkan kejujuran dan keadilan dalam menghadapi ketidakpastian bisnis, di mana hal ini tidak ditemukan dalam sistem berbasis bunga. Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu: musyarakah, mudharabah, muzaraah dan musaqah. Namun, lazimnya akad yang telah diaplikasikan pada bank syariah adalah mudharabah dan musyarakah. 1) Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment) Muhammad Syafi’i Antonio, dalam bukunya “Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum.” (1999), mengatakan bahwa Mudharabah berasal kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.4 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Yogyakarta: BI dan Tazkia Institute,1999) 4 18 Pada Bank syariah terdapat prinsip penyaluran (pembiayaan) mudharabah. Pada bank syariah prinsip kerjasama Mudharabah terjadi ketika shahibul maal memberikan dana 100% kepana mudharib yang memiliki keahlian. Kemudian pada akhir masa akad dan usaha telah menghasilkan keuntungan maka shahibul maal dan mudharib akan membagikan hasil usaha sesuai dengan perjanjian di awal.5 Gambar 2.4 Skema Prinsip Pembiayaan Mudharabah Perjanjian Bagi Hasil Nasabah Keahlian Modal Bank Syariah Proyek Nisbah X% Bagi Hasil sesuai nisbah Nisbah Y% Pengembalian Modal Pokok Modal (Sumber: Muhammad, 2005: 100, diolah kembali) 2) Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation) Musyarakah adalah kerjasama dalam suatu usaha oleh dua pihak, ketentuan umum dalam akad musyarakah adalah sebagai berikut: a. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. b. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Drs. Muhammah,M.Ag, Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005) hal. 98-99 5 19 c. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh melakukan tindakan, seperti: ii. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa seizing pihak satunya. iii. Memberi pinjaman kepada pihak lain. iv. Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau i. Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi. digantikan. v. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri perjanjian apabila mengundurkan diri, meninggal dunia dan menjadi tidak cakap hukum. vi. Biaya yang timbul dalam usaha harus diketahui bersama. vii. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Gambar 2.5 Skema Kerja Prinsip Musyarakah Nasabah Modal Modal Bank Syariah Proyek Keuntungan Nisbah X% Bagi Hasil sesuai nisbah Nisbah Y% (Sumber: Muhammad, 2005: 100, diolah kembali) 20 2.3 Tinjauan Manajemen Wakaf Produktif Literatur fiqh muamalah menyebutkan pengertian umum wakaf menurut bahasa wakaf berasal dari bahasa arab yaitu fi‟il berupa waqafa, yaqifu, waqfan yang berarti berhenti, berdiam ditempat atau menahan. Adapun secara umum pengeritan wakaf adalah sebagai berikut; 1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah (Pasal 1 butir 1 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf). 2. Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam (Fatwa MUI tentang Wakaf Uang)6. 3. Jumhur ulama (Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan, golongan Syafi’iyyah dan golongan Hanabilah) berpendapat bahwa wakaf adalah menahan harta yang memungkinkan diambil manfaatnya, tetapi tetap tujuannya, dibelanjakan wakif untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan diwakafkannya harta tersebut, maka secara hukum wakif tidak mempunyai hak kepemilikan sedangkan haknya diserahkan kepada Allah SWT.7 4. Definisi lain (Mannan, 1998), kata wakaf berasal dari akar kata “menghalangi (prevent) atau menahan diri (restrain)” dalam bahasa Arab mempunyai arti pembatasan (confinement). Dalam terminologi hukum Islam, Wakaf dapat didefinisikan sebagai “sebuah tindakan menahan diri (refraining) dari penggunaan dan pembuangan (disposal) beberapa aset yang seseorang dapat mengambil manfaat Lihat keputusan komisi fatwa MUI yang dikeluarkan tanggal 11 Mei 2002, yang ditandatangani K.H Ma’ruf Amin (sebagai ketua) dan Drs. Hassanuddin, M.Ag. (sebagai sekretaris) 7 Muhammad Abu Zahra. Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam. (2005) 6 21 atau menggunakan hasilnya untuk tujuan amal sepanjang wakaf tersebut ada.8 Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan melembagakannya untuk dapat diambil manfaatnya sesuai dengan kehendak hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan wakif, serta melakukannya demi mendapatkan ridha dari Allah SWT. Dasar Hukum Wakaf diambil dari Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ ulama. Firman Allah: “Kamu sekali-kali tidak mampu kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran [3]:92) Sabda Rasul: “Apabila manusia wafat, terputuslah amal perbuatannya, kecuali dari tiga hal, yaitu sedekah jariyah, ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan atau anak yang shaleh.” (HR.Muslim). Para ulama menafsirkan sabda rasul “sedekah jariyah” sebagai wakaf, bukan sebagai wasiat manfaat harta. Wakaf menjadi kuat hukumnya karena didasari oleh Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW, sehingga praktiknya tidak diragukan lagi diperbolehkan dan wakaf tersebut dimanfaatkan demi kepentingan ummat. Dalam melaksanakan wakaf, melibatkan beberapa pihak yaitu wakif, nazhir dan objek wakaf. Wakif adalah orang yang melaksanakan wakaf, awalnya adalah pemilik benda yang diwakafkan. Nazhir adalah pengelola yang akan menerima wakaf dari wakif kemudian akan disalurkan. Objek wakaf adalah benda yang diwakafkan, bentuknya dapat berupa benda tetap (tidak bergerak) maupun benda yang tidak tetap (benda bergerak) syarat utamanya adalah hak milik (tidak disengketakan), dan jumlah nya harus tetap. Prof Dr. M.Abdul Mannan, MA, PhD,. Cash Waqf Certificate Global Opportunity the SocialCapital Market in 21th Century Voluntary Sector Banking. (1999) 8 22 2.3.1 Wakaf Uang Sejak awal wakaf diarahkan kepada benda-benda tetap, tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, sedangkan untuk wakaf benda belum sering dilakukan. Sebenarnya dalam Islam, harta benda wakaf tidak hanya terbatas kepada tanah saja. Akan tetapi, benda-benda lainnya yang bermanfaat atau menghasilkan, Sudah semenjak lama, yaitu masa pemerintahan Ustmaniyah dan juga Mesir wakaf uang sudah dikenal dan diamalkan (Mannan, 2002)9. Diantara wakaf benda bergerak, yang populer karena kemudahan dalam berwakaf adalah cash waqf atau wakaf uang. Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan oleh kelompok orang atau lembaga dalam bentuk uang tunai (UU No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf). Wakaf uang ini merupakan sistem wakaf yang baru dan dilakukan oleh seorang Imam Az-Zuhri (wafat tahun 124 H), saat itu Imam AzZuhri melakukan wakaf dengan dinar dan dirham (mata uang pada masa lalu yang berlaku di Timur Tengah). Cara mewakafkannya adalah dengan menggunakan dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha, kemudian menyalurkan keuntungannya (manfaat) sebagai hasil dari pengelolaan wakaf uang. Perbedaan pendapat terjadi antara mahzab Syafi’i dan mahzab Hanafi. Mahzab Syafi’i berpendapat bahwa dinar dan dirham (uang) fisiknya dapat lenyap dan tidak abadi sehingga tidak dapat dijadikan objek wakaf. Mahzab Hanafi berpandangan bahwa yang menjadi objek wakaf bukanlah fisik dari uang tersebut, tapi jumlah dari wakaf uang tersebut, yang dapat diinvestasikan dalam bentuk akad mudharabah. Perkembangan sistem perekonomian yang berkembang sekarang, sangat mungkin untuk melaksanakan wakaf uang. Wakaf uang tersebut dapat digunakan sebagai modal usaha suatu proyek, ditanamkan dalam deposito syariah, atau membeli saham-saham perusahaan dengan kriteria saham syariah, dengan caracara tersebut, maka nominal akan terpelihara, jika ada keuntungan (jumlahnya bertambah) maka dapat dimanfaatkan untuk kepetingan bersama. Dalam islam, instrumen filantropi sebenarnya sangat banyak jenisnya, diantaranya adalah zakat yang hukumnya wajib dan ada nisabnya, shadaqah yang sifatnya sukarela dan Prof Dr. M.Abdul Mannan, MA, PhD,. Sertifikat Wakaf Tunai, Sebuah Inovasi Keuangan Islam (terjemahan). (Jakarta: CIBER dan PKTTI UI, 2002), hal.36 9 23 tidak ditentukan siapa penerimanya, berikutnya adalah wakaf yang bersifat sukarela tetapi nominalnya harus terjaga dan tidak boleh berkurang. Pada Tabel 2.1 disajikan perbedaan antara wakaf, zakat dan shadaqah. No 1 Hal Hukum 2 Rate 3 Tabel 2.1 Perbedaan wakaf, zakat, dan shadaqah Wakaf Zakat Shadaqah Sukarela Wajib Sukarela Tidak ditentukan Rate yang tetap Tidak ditentukan setiap periode Penerima Fleksibel 8 asnaf dijelaskan yang Fleksibel dalam Al-Qur’an 4 Penggunaan Berupa modal Konsumsi untuk atau Seringkali modal produktif untuk konsumsi diproduktifkan 5 6 Investasi Dapat Seringnya diinvestasikan diinvestasikan Dokumentasi Ada, Sertifikat berupa Tidak ada tidak Tidak diinvestasikan Tidak ada Wakaf uang 7 Shadaqah Berkesinambungan Tidak Jariyyah sebagai amal abadi Tidak berkesinambungan berkesinambungan (Sumber: www.bwi.or.id , dimodifikasi oleh Penulis) Munculnya gagasan wakaf uang merupakan hal baru yang merubah persepsi masyarakat, wakaf uang bukan merupakan aset tetap yang berbentuk benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, melainkan sebuah aset lancar. Karena adanya perubahan interpretasi wakaf. Untuk mengkonsepsi wakaf uang sebagai bagian dari konsepsi wakaf, berdasarkan Surat Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat tertanggal 11 Mei 2002/ 28 Safar 1423H tentang Wakaf, memperkenalkan definisi wakaf, yaitu: “menahan harta (baik berupa aset tetap maupun asep lancar) yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau 24 pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan atau mewariskannya), untuk di salurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada”. 2.3.2 Syarat dan Rukun Wakaf Uang Pada dasarnya rukun dan syarat wakaf uang adalah sama dengan rukun dan syarat wakaf tanah. Adapun rukun wakaf uang adalah: 1. Ada orang yang berwakaf (wakif) Wakif adalah orang (pihak) yang mewakafkan harta miliknya. Menurut Pasal 7 UU No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, wakif terdiri dari tiga yaitu perseorangan, organisasi dan badan hukum. Wakif perseorangan harus memenuhi syarat untuk mewakafkan hartanya, diantaranya; mempunyai kecakapan untuk melakukan “tabarru”(tolong -menolong). Wakif berupa organisasi dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan (Pasal 8 butir 2 UU No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf). Wakif yang berupa badan hukum dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan (Pasal 8 butir 3 UU No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf). 2. Ada harta yang diwakafkan (mauquf) Harta yang diwakafkan merupakan hal yang paling penting dalam melakukan wakaf. Namun, harta yang diwakafkan baru dianggap sah apabila terpenuhi syarat berikut: pertama, benda yang diwakafkan harus bersifat ekonomis, tetap zatnya dan boleh dimanfaatkan menurut ajaran Islam. Kedua, harta yang diwakafkan harus jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya. Ketiga, harta tersebut harus benar-benar kepunyaan wakif dan bebas dari segala beban. Keempat, 25 harta yang diwakafkan harus kekal (tidak bergerak).10 Sedangkan menurut Pasal 16 UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menyebutkan bahwa benda wakaf terdiri dari dua yaitu: a. Benda tidak bergerak meliputi : 1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar. 2) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada angka 1. 3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah. 4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku. 5) Benda tidak bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang- undangan yang berlaku. b. Benda bergerak meliputi: 1) Uang 2) Logam Mulia 3) Surat Berharga 4) Kendaraan 5) Hak Atas Kekayaan Intelektual 6) Hak Sewa 7) Benda bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan syariah dan perundang-undangan yang berlaku 3. Ada tempat ke mana diwakafkan harta itu/tujuan wakaf (mauquf „alaih)atau peruntukan harta benda wakaf. Syarat mauquf „alaih adalah qurbat atau pendekatan diri kepada Allah. Peruntukan wakaf dapat dibagi menjadi dua macam; wakaf Muhammad Daud Ali. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. (Jakarta: UI Press, 1988) hal.25 10 26 khairy dan wakaf dzurry. Wakaf khairy adalah wakaf dimana wakifnya tidak membatasi sasaran wakaf. Wakaf dzurry adalah wakaf dengan wakif yang membatasi sasatan wakafnya untuk pihak tertentu.11 4. Akad atau pernyataan wakaf (sighat) atau ikrar wakaf Sighat merupakan pernyataan wakif yang merupakan tanda penyerahan barang atau benda yang diwakafkan. Wakif dalam melakukan ikrarnya harus jelas yakni (1) melepaskan haknya atas pemilikan benda yang diwakafkan, dan (2) menentukan peruntukan benda itu apakan khusus kepentingan orang-orang tertentu ataukah kepentingan umum.12 Di samping empat rukun tersebut, ada hal penting yang harus ada ketika wakif melakukan wakaf yaitu nazhir wakaf. Walaupun ulama klasik tidak memasukkan nazhir wakaf ke dalam rukun wakaf, namun nazhir memiliki peranan penting yaitu orang yang memiliki hak untuk mengelola wakaf agar tepat sasaran dan tujuannya tercapai. Adapun syarat sahnya wakaf adalah sebagai berikut: a. Wakaf benda itu tidak dibatasi untuk jangka waktu tertentu saja, tetapi untuk selama-lamanya. Namun, Imam Malik berpendapat bahwa wakaf boleh dibatasi waktunya. b. Tujuan harus jelas. Jika tidak disebutkan dengan jelas maka wakaf tidak sah. c. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah ikrar wakaf dinyatakan oleh wakif tanpa menggantungkan pelaksanaannya pada suatu peristiwa yang akan terjadi di masa datang. d. Wakaf yang sah wajib dilaksanakan, karena ikrar wakaf yang dinyatakan oleh wakif berlaku seketika dan selama-lamanya. Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. (Yogyakarta: Ekonisia, 2008) hal. 45 12 Muhammad Daud Ali. Sistem Ekonomi Islam Zakat danWakaf, Op.Cit. hal.28 11 27 2.3.3 Alternatif Pemanfaatan Wakaf Uang Dalam literatur fikih muamalah, pemanfaatan wakaf yang paling baik dan produktif adalah dengan cara menyewakannya seperti menyewakan lahan untuk pertanian, peternakan dan bangunan, hal itu biasa dilakukan jika benda wakaf adalah berupa aset tetap. Muncul pemikiran, jika bentuk wakaf tersebut adalah aset lancar atau wakaf uang, menurut Muhammad Abdullah AlAnshori,”Uang akan bermanfaat jika digunakan, maka investasikan dan hasilnya disedekahkan”, hal yang sama juga terjadi pada masa Imam Az-Zuhri. Pengelolaan wakaf di Indonesia telah mengalami tiga periode besar pengelolaan wakaf yaitu pertama adalah periode tradisional dimana wakaf ditujukkan bagi pembangunan fisik dari sarana-sarana umum yang digunakan oleh masyarakat. Periode kedua adalah periode semi profesional dimana wakaf dikelola secara produktif namun belum dilakukan secara maksimal, contohnya adalah pembangunan sarana umum dan pembangunan pertokoan, bangunan atau rumah untuk kemudian disewa oleh masyarakat. Periode ketiga merupakan periode profesional wakaf yang ditandai dengan adanya pemberdayaan potensi wakaf dari masyarakat secara produktif dan profesional yang meliputi aspek: manajemen, SDM kenazhiran, pola kemitraan usaha, bentuk benda wakaf yang lebih likuid seperti uang. Karena semakin likuidnya wakaf dari masyarakat berupa uang tunai, maka dana tersebut ditanamkan oleh nazhir secara langsung dan tidak langsung ke berbagai sektor usaha yang halal dan produktif melalui produk-produk perbankan syariah sebagai berikut: a. Investasi Wakaf Uang Secara Tidak Langsung Melalui Tabungan atau Deposito Mudharabah atas dana wakaf uang yang terkumpul dalam giro/tabungan wadiah atas nama nazhir di bank syariah, maka nazhir berkewajiban untuk mengelola dana wakaf uang secara profesional dan transparan. Untuk itu nazhir dapat menanamkan dana wakaf uang yang dimaksud ke dalam bentuk tabungan/deposito mudharabah di bank syariah dimaksud dengan nisbah bagi hasil yang disepakati kedua belah pihak.Dalam hal dana wakaf uang memiliki jangka waktu tertentu (sementara tidak 28 permanen), maka penanaman dana wakaf hanya dapat dilakukan di dalam bank syariah terkait. Selanjutnya dana yang ditanamkan oleh nazhir dalam bentuk tabungan/deposito mudharabah, akan disalurkan melalui pembiayaan ke berbagai usaha sektor rill yang halal, sehingga nazhir dapat memperoleh bagi hasil dari bank syariah. Bagi hasil yang diterima nazhir dari bank syariah akan dikurangi biaya operasional nazhir terlebih dahulu, setelah itu bagi hasilnya akan disampaikan kepada pihak-pihak yang telah ditetapkan yang berhak menerima hasil pemanfaatan wakaf.(Mulya E.Siregar,2011) b. Investasi Wakaf Secara Langsung melalui Mudharabah muqayyadah dalam hal ini nazhir memiliki alternatif penanaman dana wakaf uang di luar bank syariah, nazhir dapat menggunakan produk bank syariah dengan akad Mudharabah Muqayyadah. Dengan skim produk ini, nazhir dapat menetapkan beberapa persyaratan atau kualifikasi tertentu terkait dengan pengelolaan dana wakaf uang. Berdasarkan persyaratan tersebut, bank syariah akan mencari mudharib atau proyek yang sesuai. Selanjutnya nazhir akan melakukan negosiasi dan kesepakatan dengan calon mudharib, termasuk menetapkan nisbah bagi hasil dan kewajiban pertanggung jawaban dari asuransi syariah. Berdasarkan kesepakatan tersebut, bank syariah, atas perintah nazhir, dapat menyalurkan dana wakaf uang ke dalam proyek yang disepakati sebagai satu bentuk investasi dana wakaf uang yang dipilih langsung oleh nazhir.(Mulya E.Siregar,2011) Jika wakaf uang akan diinvestasikan pada lembaga keuangan pengelola wakaf uang, maka lembaga pengelola wakaf sebaiknya memenuhi kriteria tertentu dalam kelayakannya menghimpun atau mengelola dana wakaf. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut: a. Memiliki akses yang baik kepada calon wakif. b. Memiliki kemampuan untuk menginvestasikan dana wakaf. c. Memiliki kemampuan untuk mendistribusikan hasil/ keuntungan dari investasi dana wakaf. 29 d. Memiliki kemampuan untuk mencatat/ membukukan segala hal yang berkaitan dengan beneficiary, misalnya rekening dan peruntukannya. e. Lembaga pengelola wakaf uang hendaknya dipercaya oleh masyarakat dan kinerjanya dikontrol sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap lembaga pengelola dana publik.13 Menurut Syafi’i Antonio dalam Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai yang disusun oleh Departemen Agama, lembaga keuangan yang memiliki kriteria tersebut adalah bank syariah. Atas dasar hal tersebut maka menurut Undang Undang Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf diberlakukanlah lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang sebagai lembaga keuangan yang ikut mengelola wakaf uang bekerjasama dengan Badan Wakaf Indonesia. 2.4 Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang berkaitan dengan keputusan penyaluran pembiayaan oleh bank telah banyak dilakukan, terlepas yang menjadi fokus penelitian tersebut baik faktor eksternal maupun faktor internal bank sendiri. Penelitian tersebut antara lain: Duddy dan Nurul (2008) mengungkapkan dalam penelitiannya tentang variabel-variabel yang mempengaruhi pembiayaan pada perbankan syariah di Indonesia ditinjau dari sisi penawaran, hasilnya adalah tingkat bagi hasil (return), ekspektasi profit di sektor riil , dana pihak ketiga, modal per aset, dan pendapatan berpengaruh terhadap besar kecilnya pembiayaan. Sedangkan untuk Non Performing Financing tidak berpengaruh pada pembiayaan. Pada penelitian yang berjudul Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor Umum di Indonesia (2002-2006), Luh Gede Meydianawati (2007) meneliti pengaruh Non Performing Loan, Return on Assets, dana pihak ketiga dan CAR terhadap penawaran kredit. Hasil penelitiannya yaitu DPK, ROA dan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah sebegai Pengelola Wakaf, hal.7. 13 30 kredit investasi dan modak kerja bank umum kepada sektor UMKM di Indonesia, sedangkan NPL berpengaruh negatif signifikan. Wuri Arianti Novi Pratami pada tahun 2011 melakukan penelitian Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio, Non Performing Financing dan Return on Asset terhadap Pembiayaan pada Bank Muamalat. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari DPK, CAR dan ROA terhadap pembiayaan sedangkan NPF memberikan pengaruh yang negatif. Luluk Chorida pada tahun 2010 melakukan penelitian pengaruh jumlah dana pihak ketiga, inflasi dan tingkat margin terhadap alokasi pembiayaan UMKM pada bank syariah di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukan seluruh variabel bebas berpengaruh positif terhadap variabel.terikat. Dana pihak ketiga berpengaruh paling besar. Sedangkan peneliti terdahulu tentang wakaf uang adalah Tesis dengan judul “Rancangan Awal Model Penerapan Sertifikat Wakaf uang Sebagai Suatu Instrumen Alternatif Pengentasan Kemiskinan di Indonesia dengan Metodologi System Dynamics” oleh Dian Masyita pada tahun 2001. Penelitian ini merupakan studi awal mengenai perancangan model penerapan sertifikat wakaf uang untuk diterapkan di Indonesia. Variabel-variabel yang muncul dari penelitian ini adalah (1) pertumbuhan dana wakaf, (2) Besarnya dana Wakaf, (3) Tingkat penghasilan (return) portofolio investasi, (4) Kebijakan alokasi pemberian kredit mikro, (5) Besarnya kredit macet pada kredit mikro, (6) waktu yang dibutuhkan oleh penduduk miskin untuk mandiri. Hasil penelitian dari Dian Masyita, bahwa rancangan ini dengan metodologi sistem dinamis menjadi alat bantu dalam pengambilan keputusan investasi serta mampu merumuskan kebijakan melalui berbagai simulasi. Tetapi, kelemahan dari tesis ini adalah hanya merancang awal dari Sertifikat Wakaf uang, kenyataannya belum ada dan belum bisa dianalisis. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan kenyataan di lapangan akan mekanisme wakaf uang di Indonesia pada kenyataannya wakaf uang hanya diinvestasikan pada 2 jenis simpanan di bank syariah yaitu giro wadiah di 5 LKS- 31 PWU dan Deposito mudharabah di Bank Syariah Mandiri. Oleh karena fenomena tersebut, penulis mencoba menjadi pionir yang akan menganalisis tujuan utama dari wakaf uang adalah disalurkan untuk diivestasikan dengan akad muamalah terutama mudharabah dan musyarakah agar tepat sasaran kepada sektor usaha besar atau mikro. Maka, penulispun menganalisis pengaruh jumlah simpanan wakaf di Bank Syariah dan pengaruhnya pada volume pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah di Bank Syariah Mandiri. Rangkuman dari penelitian terdahulu yang mempunyai hubungan dengan faktor yang mempengaruhi penyaluran pembiayaan terdapat pada tabel 2.2 berikut: Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian Alat Variabel Hasil Penelitian Analisis System Dian Masyita (2001). Rancangan Model Awal Dynamic Penerapan Model Pertumbuhan dana Rancangan wakaf, Besarnya dengan metodologi dana Wakaf, sistem dinamis Sertifikat Wakaf uang Tingkat menjadi alat bantu Sebagai penghasilan dalam pengambilan Instrumen Suatu Alternatif Pengentasan (return) portofolio keputusan investasi investasi, serta di Kebijakan alokasi merumuskan Indonesia dengan pemberian Metodologi System mikro, Kemiskinan Dynamic kredit kebijakan mampu melalui Besarnya berbagai simulasi. kredit macet pada kredit mikro, waktu yang dibutuhkan oleh penduduk miskin untuk mandiri. ini 32 Duddy Roesmara ARCH Donna dan Nurul Iteractive (2008). Cochrane Chotimah Variabel-variabel yang Orcutt Procedure mempengaruhi Pembiayaan pada dan SUR Variabel bebas: Tingkat bagi hasil, Tingkat bagi hasil, ekspektasi profit di ekspektasi profit di sektor sektor riil pihak per aset, pendapatan Indonesia ditinjau dari NPF terhadap Sisi Penawaran Variabel terikat: kecilnya Pembiayaan pembiayaan. dan aset, pendapatan Perbankan Syariah di dana dana pihak ketiga, modal ketigam per modal riil, dan berpengaruh besar Non Performing Financing tidak berpengaruh terhadap pembiayaan Luh Gede Metode Variabel Variabel DPK, ROA Meydianawathi (2007). OLS Independen: DPK, dan CAR memiliki Analisis ROA, Perilaku Penawaran Kredit Perbankan kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006) CAR NPL dan pengaruh positif dan signifikan terhadap penawaran kredit. Variabel dependen: Sedangkan NPL Volume Kredit berpengaruh negatif dan signifikan. Luluk Chorida (2010). Regresi Variabel Terdapat Pengaruh Jumlah Dana Berganda Independen: yang signifikan dari Pihak Ketiga, Inflasi DPK, Inflasi dan DPK, dan Margin tingkat Margin Alokasi Variabel dependen: terhadap Tingkat Terhadap Pembiayaan UMKM. pengaruh inflasi tingkat Pembiayaan pembiayaan UMKM UMKM. dan margin 33 Wuri Arianti Pratami (2011). Berganda Analisis Dana Novi Regresi Pengaruh Pihak Capital pengaruh Independen: DPK, dari DPK, CAR dan ROA, CAR, NPF Ketiga, Adequacy Terdapat ROA terhadap pembiayaan pada Variabel dependen: Bank Ratio, Non Performing Volume sedangkan Financing dan Return Pembiayaan tidak mempengaruhi on Asset terhadap Pembiayaan pada Bank Variabel Muamalat, pembiayaan NPF pada Bank Muamalat. Syariah. (Studi Kasus Bank Muamalat Periode 2001-2011) 2.5 Kerangka Pemikiran Berdasarkan pada Peraturan Badan Wakaf Indonesia Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang Pasal 11 dan Pasal 12, menyatakan bahwa wakaf uang dapat diinvestasikan secara langsung dan tidak langsung. Salah satu bentuk investasi wakaf uang secara tidak langsung pada Pasal 12 ayat (1), dapat dilakukan melalui lembaga-lembaga seperti, Bank Syariah, Baitul Mal Wa Tamwil (BMT), Koperasi syariah, dan lembaga keuangan syariah lainnya. Dengan berpedoman pada peraturan tersebut Badan Wakaf Indonesia menyalurkan wakaf pada investasi tidak langsung yaitu berupa simpanan di Bank Syariah Mandiri. Dengan melakukan investasi secara tidak langsung, pada akhirnya dana wakaf kemudian diberdayakan oleh Bank Syariah Mandiri dengan jalur pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah, baik dalam bentuk tambahan modal usaha (investasi) maupun dalam bentuk tambahan modal kerja. Setelah menyalurkan pembiayaan tersebut, Bank Syariah Mandiri akan mendapatkan porsi bagi hasil sesuai kesepakatannya dengan mudharib. Bagi hasil 34 dari pembiayaan tersebut kemudian terbagi menjadi 2 bagian, untuk pihak bank dan pihak pengelola (Badan Wakaf Indonesia). Kemudian, setelah dikurangi 10% untuk operasional nazhir wakaf, hasil investasi tersebut kemudian disalurkan rangka dana sosial berupa rehabilitasi rakyat miskin, pembangunan sarana dalam ibadah, kesehatan dan sarana umum, bantuan bencana alam, biaya hidup masyarakat, kesehatan dan sanitasi dan jasa sosial untuk memperbaiki fasilitas umum. Maka, atas penjelasan tersebut, perlu dilihat hubungan investasi tidak langsung yang dilakukan oleh Badan Wakaf Indonesia pada Bank Syariah Mandiri dalam rangka memanfaatkan wakaf uang yang dikelolah oleh nazhir kemudian hasilnya disalurkan untuk kepentingan umum. Wakaf uang yang terdapat pada Bank Syariah Mandiri diindikasikan belum optimal dari seluruh potensi yang terdapat di Indonesia. Pengelolaan yang professional atas kerjasama lembaga wakaf dan lembaga keuangan diharapkan mampu mengoptimalkan wakaf uang yang terdapat di Indonesia. Potensi wakaf ini kemudian bermuara pada dua tujuan utama yaitu peningkatan potensi sektor riil dan pengentasan kemiskinan. 35 Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran Manajemen Investasi Wakaf Uang Sertifikat Wakaf Uang Simpanan Wakaf di Bank Syariah Mandiri Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan Mudharabah Bagi Hasil Bank Syariah Mandiri Operasional Nazhir Wakaf Badan Wakaf Indonesia Rehabilitasi Masyarakat miskin Pembangunan sarana ibadah, pendidikan dan kebudayaan Bantuan Bencana Alam Biaya Hidup Masyarakat Kesehatan dan Sanitasi Jasa Sosial, memperbaiki fasilitas yang rusak