BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, pemuntiran atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukuan (pukuran sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas (Appley, 1995). Bila terkena kekuatan yang tidak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat tang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada (Appley, 1995). Kekuatan dapat berupa: 1) pemuntiran, yang menyebabkan fraktur spinal; 2) penekukan, yang menyebabkan fraktur melintang; 3) penekukan dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur yang sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah; (4) kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan, yang menyebabkan fraktur oblik pendek, atau 5) penarikan, dimana tendon atau ligament benar-benar menarik tulang sampai terpisah (Appley, 1995). Fraktur sebagai akibat dari trauma langsung dapat terjadi pada setiap tulang pembentuk tubuh tergantung dari penyebab dan mekanisme terjadinya trauma. Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari jaringan tulang yang diakibatkan oleh trauma langsung atau tidak langsung maupun patologis. Fraktur dapat bersifat tunggal maupun multiple dimana pada fraktur ini dapat mengenai beberapa tulang yang terjadi secara bersamaan dan dapat menimbulkan beberapa macam masalah. B. Tujuan a. Tujuan Umum Untuk mengetahui asuhan keperawatan fraktur femur b. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui definisi fraktur femur 2. Untuk mengetahui etiologi fraktur femur 3. Untuk mengetahui tanda dan gejala fraktur femur 4. Untuk mengetahui patofisiologi fraktur femur BAB II LANDASAN TEORI 1. Definisi Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (Mansjoer, 2000). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan. (Engram, 1998). Fraktur juga dapat terjadi karena keadaan patologik dimana sering terjadi pada daerah tulang yang menjadi lemah oleh karena tumor, degeneratif, dan pada keadaan menopause. (Price, 199). Fraktur adalah patah atau gangguan kontinuitas tulang. (Pusdiknakes, 19955). Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah putusnya hubungan normal dari tulang baik hanya retak maupun sampai patah yang disebabkan oleh kekerasan, tumor, degeneratif, dan pada keadaan menopause. 2. Klasifikasi Fraktur 1) Berdasarkan dengan dunia luar a. Fraktur tertutup Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit dan relatif lebih aman. b. Fraktur terbuka Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, sehingga fraktur terbuka potensial terjadi infeksi osteomielitis. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 grade, yaitu: Grade 1: terobeknya kulit dengan sedikit kerusakan jaringan Grade 2: seperti grade 1 dengan memar pada kulit dan otot Grade 3: luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, saraf, otot dan kulit. 2) Berdasarkan bentuk patah tulang a. Fraktur complete yaitu pemisahan tulang menjadi 2 fragmen b. Fraktur incomplete yaitu patah bagian dari tulang tanpa adanya pemisahan. c. Fraktur comminate yaitu fraktur lebih dari 1 garis fraktur, fragmen tulang patah menjadi beberapa bagian. d. Impacted fraktur yaitu salah satu ujung tulang menancap ke tulang didekatnya 3) Berdasarkan garis patahnya a. Green stick yaitu retak pada sebelah sisi tulang, sering terjadi pada anakanak dengan tulang lembek. b. Transverse yaitu patah tulang pada posisi melintang. c. Longitudinal yaitu patah tulang pada posisi memanjang d. Oblique yaitu garis patah miring e. Spiral yaitu garis patah melingkar tulang 3. Os. Femur Merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas Caput Corpus dan collum dengan ujung distal dan proksimal. Tulang ini bersendi dengan acetabulum dalam struktur persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut (Syaifudin, B.AC 1995). Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis distalis. - Epiphysis Proksimalis Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris yang punya facies articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat cekungan disebut fovea capitis. Caput melanjutkan diri sebagai collum femoris yang kemudian disebelah lateral membulat disebut throcantor major ke arah medial juga membulat kecil disebut trochantor minor. Dilihat dari depan, kedua bulatan major dan minor ini dihubungkan oleh garis yang disebut linea intertrochanterica (linea spiralis). Dilihat dari belakang, kedua bulatan ini dihubungkan oleh rigi disebut crista intertrochanterica. Dilihat dari belakang pula, maka disebelah medial trochantor major terdapat cekungan disebut fossa trochanterica. - Diaphysis Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang merupakan segitiga dengan basis menghadap ke depan. Mempunyai dataran yaitu facies medialis, facies lateralis, facies anterior. Batas antara facies medialis dan lateralis nampak di bagian belakang berupa garis disebut linea aspera, yang dimulai dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositas glutea. Linea ini terbagi menjadi dua bibit yaitu labium mediale dan labium laterale, labium medial sendiri merupakan lanjutan dari linea intertrochanrterica. Linea aspera bagian distal membentuk segitiga disebut planum popliseum. Dari trochantor minor terdapat suatu garis disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen nutricium, labium medial lateral disebut juga supracondylaris lateralis/medialis. - Epiphysis distalis Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis. Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah bulatan kecil disebut epicondylus medialis dan epicondylus lateralis. Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan linea aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut facies patelaris untuk bersendi dengan os. patella. Intercondyloidea yang dibagian proximalnya terdapat garis disebut linea intercondyloidea. 2. Etilogi Etiologi fraktur secara umum yaitu : a. Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar dari pada daya tahan tulang akibat trauma b. Fraktur terjadi karena penyakit tulang, seperti tumor tulang, osteoporosis yang disebut fraktur patologis c. Fraktur stress atau fatigue, fraktur yang fatigue biasanya sebagai akibat dari penggunaan tulang secara berlebihan yang berulang-ulang 3. Gejala dan Tanda Pada kondisi fraktur femur timbul gejala-gejala sebagai berikut, yaitu: a. Permasalahan pada saluran pernafasan Anastesi yang digunakan saat operasi bersifat sebagai zat iritan sebagai reflek batuk tertekan dan karenanya pengeluaran sekresi menjadi sulit. Karena lemahnya reflek batuk dan sistem sekresi karena tindakan pembiusan menyebabkan pasien mengantuk dan lemah sehingga proses pembuangan sekresi terganggu. b. Nyeri, ditimbulkan oleh rangsangan respon sensorik tubuh oleh karena kerusakan jaringan (sekitar bekas operasi tungkai kanan) dapat disebabkan juga karena adanya oedema. c. Bengkak, timbul oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri yang menyertai pelaksanaan operasi sehingga aliran darah menuju jantung tidak lancar, maka timbul bengkak di sekitar incisi. d. Eritema, adanya warna kemerahan pada kulit di daerah yang terinfeksi disebabkan adanya pembengkakan. Jumlah cairan darah di bawah secara berlebihan akibat rusaknya pembuluh darah. Peningkatan suhu lokal, peningkatan suhu atau panas yang terjadi bersamaan dengan kemerahan, dalam keadaan normal suhu kira-kira 37oC kaki pada daerah yang ada fiksasi atau bekas operasi menjadi lebih panas 4. Proses Penyembuhan Tulang Jika tulang mengalami fraktur, beberapa atau seluruh peristiwa di bawah ini terjadi sebagai rangkaian dari trauma. Peristiwa – peristiwa tersebut terjadi sesudah injury tetapi terus berlangsung selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun, pada situasi tertentu sampai peristiwa a Tingkatan – tingkatan pertumbuhan tulang sebagai berikut : 1) Hematoma Formation (Formasi Hematoma) 2) Konsolidasi 3) Granulasi 4) Callus Formation 5) Remodelling tersebut lengkap b. Penyembuhan tulang itu sendiri tergantung pada : 1) Fraktur lokal / setempat Tingkat keparahan injury, suplai nutrisi, besarnya “gap” atau jembatan tulang, tingkat imobilisasi, infeksi atau nekrosis sel – sel tulang, tipe fraktur dimana fraktur tulang rawan lebih cepat disembuhkan daripada fraktur pada tulang keras karena adanya darah dan pembekuan darah dalam jumlah yang lebih banyak pada tulang keras. 2) Faktor – faktor sistemik Usia, penyakit–penyakit seperti Diabetes Melitus dan ketidakseimbangan hormon, stress, imobilitas, mobilitas pada tulang yang terfraktur. Beberapa faktor yang menghambat pertumbuhan callus adalah: 1) Union adalah bila patah tulang tidak sembuh dalam periode penyembuhan yang disebabkan callus terputus atau remuk karena aktivitas berlebihan, udem pada lokasi fraktur yang menghalang atau menghambat penyaluran nutrisi, imobilisasi yang tidak efisien, infeksi terjadi pada lokasi dan kondisi gizi yang buruk. 2) Non Union adalah bila penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun telah memakan waktu yang lama yang disebabkan oleh terlalu banyak tulang yang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang menjembatani fragmen, terjadi nekrosa karena tidak ada aliran darah, anemi, ketidakseimbangan endokrin, atau penyebab sistemik lainnya. 5. Patofisiologi Mekanisme terjadinya fraktur dapat terjadi akibat: 1) peristiwa trauma tunggal 2) tekanan yang berulang ulang 3) kelemahan abnormal pada tulang, dalam kasus fraktur femur sepertiga dextra kemungkinan mekanisme terjadinya fraktur ada dua cara, yaitu karena trauma maupun kecelakaan langsung yang mengenai tungkai atas pada batang femur, sehingga mengakibatkan perubahan posisi pada fragmen tulang (Bloch, 1986). 6. Pemeriksaan penunjang Foto rontgen, CT Scan dan MRI 1) Look, cari apakah terdapat deformitas seperti penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, dan pemendekan, functio laesa (hilangnya fungsi). 2) Feel, apakah terdapat nyeri tekan, udem, atau adanya massa. 3) Move, untuk mencari krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan, pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah trauma, nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif, seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan yang tidak mampu dilakukan, ROM, dan kekuatan. Pemeriksaan Umum Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multiple, fraktur pelvis, fraktur terbuka, tanda – tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi. Pemeriksaan Status Sirkulatori dan Neurologis Setelah bagian yang retak di immobilisasi dengan baik, maka dilakukan pemeriksaan status sirkulatori dan neurologis yaitu 5 P antara lain Pain (rasa sakit), Paloor (kepucatan/perubahan warna), paralisis (kelumpuhan/ketidakmampuan untuk bergerak), parasthesia (rasa kesemutan) dan pulsessness (tidak ada denyut nadi) untuk menentukan status neurovaskuler dan fungsi motorik pada bagian distal fraktur. e. Pemeriksaan dengan Rontgen (sinar X) 7. 8. Pathway Pengkajian a. Identitas klien meliputi, nama, umur, pekerjaan , agama, alamat, pendidikan terakhir , No. Register dan diagnosa medis. b. Identitas penanggung jawab meliputi ; nama, umur, pekerjaan , agama, alamat dan hubungan dengan klien. c. Riwayat penyakit. 1) Keluhan utama : Biasanya klien mengalami fraktur terbuka atau tertutup akan mengeluh rasa nyeri atau sakit terlebih saat digerakan. 2) Riwayat penyakit sekarang ; biasanya klien mengalami suatu trauma seperti kecelakaan lalu lintas , jatuh terpukul dan sebagainya disamping itu perlu ditanyakan beberapa lama sudah terjadi. 3) Riwayat penyakit dahulu ; ditanya penyakit penyerta dan kondisi yang memberatkan seperti : DM, jantung, hypertensi, kerapuhan tulang dan sebagianya. 4) Riwayat penyakit keluarga : hal ini tidak terlalu berhubungan dengan keadaan klien yang ,mengalami fraktur. 5) Pengakajian fisik. - Inspeksi : Meliputi data tingkat kesadaran klien, keadaan umum, dan pada daerah yang terinjuri atau mengalami fraktur misalnya edema, adanya peradangan ,luka, sianosis dan apakah terdapat dislokasi dan klien tampak gelisah. - Palpasi : untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh , turgor kulit dan penekanan pada exstremitas yang mengalami fraktur apakah ada terdapat rasa nyeri. - Auskultasi : untuk mendengarkan peristaltik pada abdomen , bunyi pernafasan dan bunyi jantung. - Prosedur diagnostik : Pada pemeriksaan laboratorium yang perlu dikaji adalah darah lengkap ( Hb, leukosit, eritrosit , LED , dll ). - Perkusi : untuk menegtahui bunyi tympani apabila terdapat kembung pada abdomen. 9. Diagnosa a) Nyeri b/d diskonitas jaringan tulang b) Gangguan imobilisasi b/d terputusnya jaringan ( tulang otot, pembuluh darah, syaraf) c) Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari b/d keterbatasan gerak d) Gangguan pemenuhan istirahat tidur b/d adanya nyeri 10. NO 1 Intervensi Keperawatan DIAGNOSA TUJUAN KEPERAWATAN Nyeri berhubungan Nyeri hilang dengan diskonitas terkontrol jaringan tulang Kriteria hasil : INTERVENSI • Kaji skala tingkat dan RASIONAL • Dengan mengkaji tingkat intensitas nyeri intensitas nyeri teratasi • Untuk mengetahui keadaan • Klien tampak rileks • Skala nyeri 0 umum klien • Observasi tanda – tanda • Dapat menghilangkan atau vital tiap 8 jam • Beri posisi tidur yang mengurangi rasa nyeri • Untuk membantu nyaman mempercepat proses penyembuhan • Batasi pergerakan terutama daerah fraktur • Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik : Asam mefenamat 3 3x500mg/hari • kaji derajat mobilisasi yang • batasi klien dengan Gangguan imobilisasi Tujuan : berhubungan Mobilisasi klien baik dihasilkan oleh denganterputusnya cedera/pengobatan • m pandangan diri/ persepsi diri ya batasan fisik actual untuk pe jaringan (tulang, otot, Criteria hasil : memperhatikan perspsi klien meningkatkan kemajuan me pembuluh darah, syaraf) klien mampu terhadap imobilitas ter kesehatan • untuk mengetahui tanda- melakukan mobilitas secara bertahap • ukur tanda – tanda vital tanda gangguan yang ditemukan pada penderita • m nilai ROM maxsimal • untuk meningkatkan sig penyembuhan dan alat penting untuk memperintah • berikan dan Bantu klien kan mobilitas secara optimal dalam mobilisasi dengan alat dan keamanan klien • m Bantu mo • kolaborasi dengan dokter dalm pemberian terapi selanjutnya • m me 4 me • kaji tingkat kemampuan • Mengkaji batas kemampuan• M Gangguan pemenuhan Tujuan : aktivitas sehar-hari Criteria hasil : klien sewaktu melakukan klien sewaktu melakukan berhubungan dengan klien mampu mobilitas mobilitas keterbatasan gerak memenuhi • awasi klien setiap kebutuhan aktivitasnya secara mandiri keadaan baik melakukan aktivitas ak • Untuk meningkatkan control • M dari kemampuan klien terhadap situasi me • Bantu pemenuhan aktivitas • M klien terpenuhi ke ya pe pe 5 Gangguan pemenuhan pe kebutuhan istirahat• kaji pola dan kebutuhan • untuk mengetahui pola tidur• m istirahat tidur terpenuhi dengan berhubungan dengan kriteria hasil : adanya nyeri klien dapat istirahat tidur klien klien • ciptakan suasana lingkungan yang nyaman • agar klien merasa nyaman • m beristirahat dengan• anjurkan klien berdoa tenang sebelum tidur klien tidak terbangun pada ist • atur posisi tidur klien semi fowler sebelum tidur malam hari saat tidur • kolaborasi dengan dokter tidur malam 8 jam, dalam terapi analgetik tidur siang 2 jam dan tenang sua ny • m seb • m de • ko da