76 BAB IV KESIMPULAN Analisis yang dilakukan pada

advertisement
BAB IV
KESIMPULAN
Analisis yang dilakukan pada cerpen Jigokuhen, menggunakan teori struktural
dan psikologi humanistik Abraham Maslow. Akan tetapi, sebelum dilakukan analisis
psikologis dilakukan analisis struktural untuk membantu mengungkapkan tema dan
fakta cerita serta keterkaitan antar unsurnya untuk membantu memahami karya secara
utuh. Selanjutnya, teori Psikologi Humanistik Abraham Maslow digunakan untuk
menganalisis pemenuhan kebutuhan dasar tokoh Yoshihide sehingga dapat ditarik
keterkaitannya untuk mengetahui motif tindakan bunuh dirinya.
Dari analisis struktural, dapat ditarik beberapa kesimpulan. Tema mayor yang
terkandung dalam cerpen Jigokuhen adalah tema egoik yang ditunjukkan melalui
konfik
utama
dalam
cerita,
yakni
keinginan
tokoh
Yoshihide
untuk
mengaktualisasikan dirinya melalui lukisan. Selanjutnya, tema minor dalam cerpen
ini adalah tema sosial berupa kasih sayang antara ayah dan putrinya.
Adapun dari segi fakta cerita, cerpen Jigokuhen menceritakan tentang
kehidupan tokoh Yoshihide dengan mengambil latar pada zaman Nara serta berpusat
pada kejadian-kejadian yang terjadi di seputar istana. Terdapat juga tokoh-tokoh
tambahan yang turut mempengaruhi jalannya cerita. Tokoh-tokoh tambahan tersebut
antara lain pangeran besar, anak perempuan Yoshihide serta tokoh “aku” yang
bekerja sebagai pelayan istana sekaligus bertindak sebagai penutur cerita. Adapun
76
77
latar sosial pada zaman ini ditandai dengan adanya perbedaan kelas sosial antara
kaum bangsawan dan non bangsawan serta kebiasaan masyarakat yang masih kental
dengan unsur tradisional.
Dari segi keterkaitan antar struktur, dapat dilihat bahwa tema mayor dan tema
minor, yakni mengenai aktualisasi diri melalui lukisan dan kasih sayang antara anak
dan ayahnya, berhubungan dengan tokoh dan penokohan yang ditampilkan dalam
cerita. Latar waktu dan latar sosial juga berhubungan dengan tema mayor. Hal ini
digambarkan melalui perilaku tokoh Yoshihide sebagai pelukis yang gemar
meremehkan adat istidat yang pada masa itu dianggap sakral. Selain itu judul cerpen
juga terkait erat dengan tema mayor dan minor. Jigokuhen yang diartikan sebagai
lukisan neraka terkait dengan tema mayornya, sedangkan ketidak mampuan
Yoshihide dalam melindungi anaknya juga terkait dengan tema minor dalam cerita.
Melalui analisis psikologi humanistik Abraham Maslow dapat ditarik
beberapa kesimpulan terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar tokoh Yoshihide.
Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya dapat diketahui bahwa Yoshihide pada
akhirnya tidak dapat mengaktualisasikan diri karena terhambat oleh dua kebutuhan
yang belum terpenuhi. Yoshihide yang tidak disukai banyak orang, hanya merasakan
cinta dan kasih sayang dari anak perempuan semata wayangnya. Semenjak pangeran
besar mengangkat anaknya menjadi pelayan istana, Yoshihide menjadi kesepian dan
tak lagi merasakan kasih sayang. Kemudian untuk mengusir rasa kesepiannya, ia
menyibukkan diri dengan lukisan neraka yang diperintahkan oleh pangeran besar.
78
Meski telah berpisah dengan sang anak, sesekali Yoshihide pergi ke istana
untuk menjenguknya. Namun semakin hari, Yoshihide yang semakin disibukkan oleh
lukisannya tak pernah lagi mengunjungi sang anak. Tingkah lakunya juga semakin
kasar serta semakin tak memperdulikan orang lain. Kemudian, ketika mengalami
kebuntuan ide, ia menjadi sering uring-uringan hingga menangis sendiri.
Rasa cemas akibat lukisan yang tak kunjung usai serta rasa kesepian akibat
tidak terpenuhinya kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, memunculkan motivasi
bagi Yoshihide untuk mengalihkan diri dengan menyelesaikan lukisan nerakanya.
Sejak
mengerjakan
lukisan
neraka
tersebut,
nampaknya
Yoshihide
mulai
mengabaikan dua kebutuhan dasar yang seharusnya dipenuhinya. Tindakan
pengalihan tersebut merupakan usaha pemenuhan Yoshihide terhadap kebutuhan
neurotik berupa obsesinya untuk menyelesaikan lukisan neraka.
Demi memuaskan kebutuhan neurotik tersebut, Yoshihide rela melakukan
apapun untuk memperoleh sketsa lukisan. Ia tega melihat muridnya tersiksa oleh
patukan burung hantu yang ganas, kemudian ia tega merantai muridnya yang lain dan
tak peduli melihatnya kesakitan. Keadaan tersebut akhirnya memuncak ketika ia
membiarkan anaknya tewas terpanggang. Dalam usaha pemenuhan kebutuhan
neurotik ini pun, ia menunjukkan gejala-gejala defisiensi moral. Gejala-gejala
tersebut ditandai dengan sifatnya yang keras kepala, bertindak sesuka hati, egoisentris,
sombong dan gemar menentang peraturan (tidak takut kepada Budha dan dewa-dewi).
Sedangkan ciri yang lain, seperti tidak mengenal afeksi dan tidak bertanggung jawab,
79
tercermin melalui perilakunya yang tega melihat orang lain tersiksa hanya demi
sebuah lukisan. Gejala-gejala ini menunjukkan bahwa usaha terhadap pemenuhan
kebutuhan
neurotik
semakin
menjauhkan
Yoshihide
dari
pribadi
yang
teraktualisasikan.
Berdasarkan poin-poin tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kegagalan
dalam pemenuhan kebutuhan dasar, mempengaruhi motivasi Yoshihide dalam
bertindak. Akibat tindakannya yang tega membiarkan anaknya tewas demi sketsa
lukisan, membuatnya tak dapat lagi merasakan kasih sayang dari sang anak. Hal ini
mengakibatkan Yoshihide kembali mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan
memiliki dan cintanya. Selain dirundung rasa kehilangan, ia diliputi rasa bersalah
karena gunjingan banyak orang yang menganggapnya sebagai binatang bermuka
manusia karena tega membunuh anaknya sendiri. Pada akhirnya, Yoshihide pun
kembali mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan akan rasa amannya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kegagalan yang kembali dialami oleh
tokoh Yoshihide dalam memenuhi kebutuhan akan rasa aman serta kebutuhan
memiliki dan cinta, mengakibatkan munculnya motivasi pada tokoh Yoshihide untuk
mengakhiri hidupnya.
Download