(Ppjtd) Dalam Memperjuangkan Lokasi Pedagang

advertisement
BAB. VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
7.1. Kesimpulan.
Berdasarkan hasil pemetaan dan hasil evaluasi serta analisis bahwa,,
organisasi PPJTD didirikan atas dasar prakarsa para pedagang kaki lima disekitar
Wilayah Jl. Ir. H. Djuanda Dago dan Jl Merdeka. Organisasi PPJTD telah menjadi
organisasi formal dengan nomor 09 tertanggal 26 Mei 2007 yang ditetapkan oleh
Notaris Riena Sabrina, SH. Anggota PPJTD pada umumnya menempatkan lokasi
lahan publik trotoar dan jalan masuk ke halaman rumah toko, kantor dan rumah
pengusaha, dengan alasan kerbatasan modal usaha
dan tempat berusaha ,
sehingga mereka menjadikan ruang publik sebagai lokasi usaha. Usaha yang
dilakukan sesuai dengan kemampuan modal masing-masing dengan jenis usaha
seperti Jagung Bakar, Nasi Goreng, Mie Rebus, Soto, Mie Ayam, Ketang Goreng,
Nasi Wuduk, Bakso, Pisang Goreng, Bubur Ayam dan Roti Bakar. Waktu
pelaksanaan kegiatan mulai dari sore hari pukul 16.00 wib sampai subuh pukul
00.00 wib. Usaha keras yang tidak mengenal capek ini
bertanda untuk
meningkatkan kebutuhan hidup anggota keluarga. Namun mereka dihadapkan
pada peraturan daerah yang melarang untuk menggunakan lahan trotoar. Aturan
pemerintah menjadi tameng bagi Satpol PP untuk mengusur PKL yang sering kali
terjadi kekeras antara aparat dengan PKL. Melihat penggusuran tersebut organisasi
melakukan pembelaan
atau pengadvokasian terhadap anggotanya dengan
mendatangi ke DPRD dan walikota untuk memperjuangkan lokasi jualam bagi
anggota PPJTD hingga saat ini belum mendapatkan kebijakan baru.
Hasil evaluasi program iuran keuangan internal sebanyak 60 orang dengan
Rp. 1.000,00 per hari per orang belum mampu untuk membiayai kegiatan
operasional organisasi PPJTD untuk mengembangkan sumbedaya manusia
pengurus organisasi dan ketrampilan manajemen dan honor pengurus. Sedangkan
iuran arisan tenda sebesar Rp. 3.000,00 per hari per orang yang dikelola oleh
PPJTD juga belum bisa mencukupi untuk pengadaan tenda baru bagi anggota,
sehingga baru dibelikan 16 tenda baru atau unit. Sementara 34 orang belum
menerima tenda iuran, karena kendala kenaikan harga tenda. Kelemahan lain juga
karena organisasi belum memanfaatkan sumber-sumber Bank dan koperasi untuk
mendapatkan modal usaha atau kredit kepada anggota mengembangkan usaha
99
dan keuangan operasional organisasi. Oleh karena itu, harus mendapatkan subsidi
dari lembaga donatur atau dari pemerintah.
Hasil usaha pengadvokasian dalam rangka untuk memperjuangkan lokasi
oleh pengurus PPJTD belum mampu menyakinkan kepada pemerintah, karena
pada saat pengadvokasian belum ada persiapan dalam pembuatan konsep-konsep
pengadvokasian. Selain itu, organisasi belum mampu menggalang kekuatan dari
masyarakat dan LSM bantuan hukum yang bisa mendampingi pendavokasian.
Ketidakmampuan tersebut disebabkan oleh latar belakang kepemimpinan dan
pengurus yang berpendidikan rendah, bahkan mereka belum pernah mengikuti
ketrampilan kepemimpinan dan manajemen organisasi, dan pengadvokasian. Oleh
sebab itu, dalam proses pengadvokasian yang dilakukan oleh PPJTD yang
mendatangi ke DPRD dan Walikota belum berhasil untuk mendapatkan ijin bagi
anggotanya.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diatas, melalui analisis SWOT
menunjukkan bahwa, kekuatan internal yakni mempunyai kekuatan dasar hukum
sebagai LSM, mempunyai modal sosial dan ikatan-ikatan emosiaonal yang sama,
dan mempunyai kemauan pemimpin dan pengurus mengelola PPJTD. Sedangkan
kelemahan internal yakni pendidikan kepemimpinan PPJTD dan pengurus rendah,
iuran keuangan organisasi tidak mencukupi kegiatan operasinal, sarana dan
prasarana belum dimiliki, belum pernah mengikuti pelatihan SDM organisasi dan
belum melakukan hubungan dengan LSM hukum.
Selanjutnya
untuk
mengatasi
kelemahan
internal
tersebut
dapat
dimanfaatkan peluang eksternal yakni adanya program pelatihan kepemimpinan
organisasi dari BPM dan Depsos, adanya pengusaha, Bank, dan koperasi, adanya
sarana organisasi Boxer dan GGM, dan adanya hubungan organisasi Boxer dan
GGM dengan LSM dan lembaga bantuan hukum. Sedangkan ancaman yang akan
muncul terhadap organisasi dan anggota PPJTD adalah belum adanya ijin dari
pemerintah dan akan penggusuran atau direlokasi ke tempat lain yang tidak ada
konsumen, yang akan menambah beban kehidupan dalam memenuhi kebutuhan
keluarga.
Berdasarkan kedua faktor tersebut yang dianalisis melalui SWOT maka
dapat
menghasilkan
strategi
program
untuk
pengembangan
kapasitas
kepmimpinan dan pengurus dengan 4 program peningkatan kapasitas yakni
pelatihan pengadvokasian, pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi,
membangun kerjasama untuk menjalin hubungan dengna LSM, kekuatan
100
organisasi dan pengurus PPJTD melobi pemerintah dan pengusaha dan
menggalang kekuatan untuk pengadvokasian. Program tersebut dianggap cocok
dan penting, untuk melatih atau memberikan ketrampilan kepada pengurus, untuk
mengembangan kapasitas kepemimpinan dan pengurus dalam pengelola dan
memperbaiki kelemahan PPJTD dan memberikan pemahaman pengadvokasian,
dalam memperjuangkan lokasi untuk mendapatkan tempat usaha atau lokasi
jualan.
7.2. Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis SWOT terhadap penguatan keuangan dan
pengadvokasian memperjuangkan lokasi, maka dimunculkan beberapa program
pengembangan kapasitas kepemimpian dan pengurus melalui program pelatihanpelatihan dan kemitraan bernegoisasi dengan tujuan memperbaiki sumberdaya
manusia dalam sistem penggerakan organisasi yang cepat tepat guna yang efekif
dan efesien maka dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
7.2.1 Bagi Pemerintah
Pemerintah harus mempertimbangkan pelaksanaan peraturan daerah
tentang larangan yang dilakukan oleh pemerintah
atau walikota terhadap
Pedagang Kaki Lima, sebab pedagang kaki lima merupakan sektor informal yang
perlu dibina untuk meningkatkan usaha ekonomi. Kondisi ini sebenarnya dipahami
oleh pemerintah pusat yang dapat dilihat dari Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha
Kecil, yang terdapat dalam pasal (1) ayat (2) pembinaan dan pengembangan
adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan
mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah. Hal ini juga senada
dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 2007, tentang kebijakan
percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan usaha mikro, kecil dan
menengah. Selanjtunya Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2006 tentang paket
kebijakan perbaikan iklin investasi dengan menginstruksikan kepada Mentri dan
Gubernur dan Bupati atau Walikota.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pusat dalam Undang-Undang Republik
Indonesiaa No. 20 Tahun 2008 dan Instruksi Presiden Republik Indonesia tersebut
di atas maka pemerintah daerah kota Bandung (walikota) perlu mempertimbangkan
101
penggusuran dan mengadakan koordinasi dengan organisasi PPJTD dalam rangka
mencari penyelesaian terhadap anggotanya. Dan pemerintah menjadikan sebagai
mitra kerjasama dalam upaya penanganan masalah PKL tersebut dengan programprogram pelatihan dan pembinaan kepada pengurus PPJTD agar mampu
meningkatkan usaha organisasi dan usaha dagang anggotanya. Penanganan
pelatihan dan pembinaan usaha pedagang kaki lima tidak terlepas dari peran serta
keterlibatan instansi terkait dan pengusaha, pemerintah Walikota, Satpol PP,
Kelurahan, kecamatan yang berwenang, perlu melibatkan organisasi PPJTD dalam
pelaksanaan peraturan pemerintah daerah di lapangan. Dengan adanya
keterlibatan organisasi PPJTD dalam rangka menjaga keindahan, ketertiban serta
melestarikan kota Bandung akan mendapatkan solusi bagi pemerintah dan anggota
PPJTD. Sehingga terjadi sesuatu komitmen untuk penataan-penataan yang lebih
baik dan saling menguntungkan kedua bela pihak.
7.2.2 Bagi Swasta
Peran sektor swasta, pengusaha Factory outlet, koperasi, Bank, sekolah,
dan berhotelan yang mempunyai peranan penting dalam penyelesaikan anggota
PPJTD yang berada di lingkungannya. Pemberdayaan tidak terlepas dari pemilik
modal yang dimaksud adalah memiliki lahan atau halaman kosong yang bisa
dimanfaatkan oleh anggota PPJTD untuk
mengembangkan usaha. Dengan
demikian pengusaha turut serta penyelesaikan masalah
artinya kewajiban
pengusaha sebagai tanggung jawab sosial bagi kaum lemah. Karena rata-rata
anggota PPJTD adalah mereka miskin dan rendah pendidikan serta pengetahuan.
Kehadiran pengusaha dapat memberikan tetesan rizeki kepada masyarakat kecil
yang berusaha di sekitar factory outlet. Selain
itu,
karyawan-karyawan
dapat
memanfaatkan kehadiran PKL dengan membelanjakan jajanan makanan yang
murah, untuk menghindari pengeluaran biaya yang lebih besar dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Download