1 PENGANTAR Latar Belakang Kambing memiliki

advertisement
PENGANTAR
Latar Belakang
Kambing memiliki keunggulan mudah beradaptasi pada lingkungan yang
lembab dan panas serta mampu berpenampilan baik pada daerah tropis kering. Hal
ini didukung oleh kemampuannya dalam memanfaatkan beragam jenis sumber
hijauan sebagai pakan, mampu menyeleksi pakan yang berkualitas tinggi dan
menghindari pakan yang berkualitas rendah, mempunyai kemampuan mencerna
hijauan pakan dengan kadar serat tinggi, serta mampu mengkonsumsi pakan
dengan kandungan tanin yang tinggi (Ørskov, 2004; Bunyeth and Preston, 2006).
Selain itu kambing juga memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap rasa pahit
daripada sapi, sehingga kambing mampu mengkonsumsi spesies tanaman yang
lebih bervariasi daripada sapi atau domba. Kambing yang telah teradaptasi dengan
baik mampu mengkonsumsi condensed tanin dalam jumlah yang besar yaitu 1,1 –
2,7 g/kg BB/ hari. Jumlah tanin tersebut dapat dikonsumsi oleh kambing tanpa
menimbulkan tanda-tanda keracunan, akan tetapi sudah dapat menimbulkan
keracunan bagi sapi dan domba.
Sifat kambing yang dapat menyebabkan perusakan tanaman pangan dan
ketersediaan lahan penggembalaan yang terbatas, menyebabkan pemeliharaan
ternak kambing umumnya dikandangkan sepanjang hari, sehingga jenis pakan
sangat bergantung pada penyediaan oleh peternak, hal ini menyebabkan terjadinya
1 penurunan kinerja ternak kambing sebagai akibat ketidaktersediaan pakan baik
secara kuantitas atau kualitas karena pengaruh musim sepanjang tahun.
Permasalahan lain usaha pengembangan peternakan di tingkat petani
Indonesia adalah gangguan parasit saluran pencernaan, berupa cacingan
(nematodiasis atau haemonchosis) dan koksidia. Permasalahan ini penting karena
penyakit tersebut dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, mempengaruhi
kesehatan, produktivitas dan reproduksi. Infeksi nematoda dan koksidia dalam
saluran pencernaan sebetulnya adalah sesuatu yang normal dan hampir tak
terhindarkan, namun apabila kondisi tubuh menurun dan jumlah parasit menjadi
banyak maka akan menyebabkan ternak sakit atau bahkan timbul kematian.
Haemonchosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh nematoda
Haemonchus contortus. Haemonchus contortus merupakan cacing yang patogenik,
luas penyebaran dan tingkat infeksinya dapat mencapai 80%. Penyakit ini pada
umumnya menyerang ternak ruminansia, terutama kambing dan domba. Kambing
dan domba di Indonesia mudah terserang infeksi saluran pencernaan ini karena
pengaruh iklim tropis basah yang sangat menguntungkan untuk kelangsungan hidup
dan mempermudah penularannya (Lastuti et al., 2006).
Nematodiasis bersifat endemis dengan rata-rata prevalensi di Jawa Barat
sebesar 67% (Mustika dan Ahmad, 2004). Hasil dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa prevalensi nematodiasis pada tahun 2005 di desa Nglipar Lor,
Nglipar,
Gunung
Kidul,
DIY
adalah
56%,
lebih
besar
dari
prevalensi
paramphistomiasis (32%) dan fasciolosis (23%) (Khariri, 2005). Prevalensi
nematodiasis di daerah Sleman, DIY pada tahun 2005 adalah sebesar 49%
2 (Uswatianasari, 2005) dan prevalensi nematodiasis di desa Kwarasan Wetan,
Gunung Kidul, DIY tahun 2006 sebesar 34% (Widayat, 2006).
Manifestasi panyakit parasit cacing berbeda dengan penyakit ternak yang
disebabkan oleh virus dan bakteri. Kerugian ekonomi pada penyakit virus atau
bakteri dapat dengan mudah diketahui oleh adanya kematian ternak, sedangkan
kerugian yang disebabkan oleh penyakit parasit adalah berupa terlambatnya
pertumbuhan, penurunan produksi, penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakitlain atau gangguan oleh adanya cacing atau larva cacing (Brotowijoyo, 1987;
Beriajaya et al., 1995).
Pemberian anthelmintik merupakan satu hal yang mutlak harus diberikan
untuk menurunkan infeksi parasit dari tubuh ternak. Pengendalian parasit saluran
pencernaan tergantung pada frekuensi pemberian obat cacing (anthelmintik) secara
rutin dan teratur. Pemakaian anthelmintik yang salah dalam pengendalian parasit
cacing dapat menyebabkan parasit yang resisten terhadap anthelmintik (Jackson
and Coop, 2000). Anthelmintik komersial juga mempunyai keterbatasan harga relatif
mahal dan suplai terbatas. Adanya fenomena resistensi terhadap anthelmintik,
kewaspadaan terhadap residu obat pada makanan dan keterbatasan daya beli
masyarakat mendorong peneliti untuk mencari alternatif anthelmintik yang berasal
dari hijauan.
Spesies tanaman di Indonesia yang sangat beragam menyediakan bahan
alam bagi praktisi pengobatan tradisional untuk mengobati berbagai penyakit
termasuk parasit. Fakta menunjukkan bahwa tanaman hijauan pakan ternak yang
memiliki kandungan zat aktif tanin memiliki fungsi sebagai antiparasit yang mampu
3 menghambat perkembangan telur parasit (cacing) pada saluran cerna ternak
(Ibrahim, 1992; Mohamed et al., 2000; Lange et al., 2006; Coffey et al., 2007;
Daryatmo et al., 2010). Pengobatan tradisional memberi harapan besar dan
menawarkan keuntungan berupa mudah didapatkan, ramah lingkungan dan efektif
untuk pengendalian cacing parasit.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa contoh hijauan pakan ternak
berupa Gliricidia sepium, Calliandra calothyrsus (kaliandra) dan Artocarpus
heterophyllus (daun nangka) memiliki aktivitas anthelmintik terhadap cacing
Haemonchus concortus dan koksidia (Nuschati, 2003; Nguyen et al., 2005;Daryatmo
et al., 2008). Senyawa tanin dalam hijauan memiliki pengaruh terhadap perlindungan
mukosa usus, sehingga dapat mengurangi perkembangan dan reproduksi parasit
yaitu cacing dan koksidia yang hidup di dalam sel-sel epitelium usus halus.
Pemberian pakan yang mengandung tanin meningkatkan jumlah sel mast pada
mukosa usus halus (Paolini et al., 2003), hal ini menunjukkan terjadinya respon imun
lokal terhadap internal parasit, sehingga dapat menurunkan jumlah oosista koksidia
yang berkembang dalam sel-sel epitel mukosa usus dan menurunkan jumlah oosista
yang dikeluarkan melalui feses.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas bahan pakan hijauan
yang mengandung tanin sebagai antiparasit dalam mendukung kinerja ternak
kambing di daerah tropik khususnya di Indonesia.
4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah: 1). Pemanfaatan bahan pakan hijauan yang
mengandung zat aktif tanin berupa Gliricidia sepium, Calliandra calothyrsus dan
Artocarpus heterophyllus (daun nangka) sebagai anthellmintik pada kambing Bligon
betina dan 2). Pemanfaatan bahan pakan hijauan yang mengandung tanin sebagai
suplemen pakan ternak.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan peternak
di lapangan terkait dengan infestasi parasit dalam saluran cerna dan ketersediaan
pakan. Penggunaan anti parasit berbasis tanaman lokal diharapkan bernilai lebih
murah dan lebih mudah diaplikasikan oleh peternak.
5 
Download