BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Korelasi Kanonik 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Korelasi Kanonik
2.1.1 Sejarah dan Pengertian Analisis Korelasi Kanonik
Analisis korelasi kanonik merupakan salah satu analisis multivariat yang
pertama kali diperkenalkan oleh Harold Hotelling pada tahun 1936 dan
dipublikasikan dalam Biometrika untuk menguji keterkaitan antara kecepatan dan
kemampuan membaca dengan kecepatan dan kemampuan aritmatika.
Analisis korelasi kanonik adalah suatu teknik statistik yang digunakan
untuk melihat hubungan antara segugus variabel independen (X1, X2, …, Xp)
dengan segugus variabel dependen (Y1, Y2, …, Yq). Analisis ini dapat mengukur
tingkat keeratan hubungan antara segugus variabel dependen dengan segugus
variabel independen. Disamping itu, analisis korelasi kanonik juga mampu
menguraikan struktur hubungan di dalam gugus variabel independen. Analisis
korelasi kanonik berfokus pada korelasi antara kombinasi linier dari gugus
variabel dependen dengan kombinasi linier dari gugus variabel independen. Ide
utama dari analisis ini adalah mencari pasangan dari kombinasi linier yang
memiliki korelasi terbesar. Pasangan dari kombinasi linier ini disebut fungsi
kanonik dan korelasinya disebut korelasi kanonik.
2.1.2 Asumsi-asumsi Pada Analisis Korelasi Kanonik
1. Linieritas
Linieritas, yaitu hubungan antara himpunan variabel independen dengan
variabel dependen bersifat linier. Linieritas dapat dikatakan penting untuk analisis
9
Universitas Sumatera Utara
10
korelasi kanonik dan memengaruhi dua aspek hasil korelasi kanonik. Pertama,
koefisien korelasi kanonik antara sepasang variabel kanonik adalah berdasarkan
hubungan linier. Jika variabel yang berhubungan tidak linier, maka hubungan
tidak akan dapat dijelaskan oleh koefisien korelasi kanonik. Kedua, analisis
korelasi kanonik memaksimalkan hubungan linier antar himpunan variabel.
Pengujian linieritas dapat dilihat dari tabel Anova. Apabila hasil uji antara
variabel-variabel independen dengan variabel-variabel dependen memiliki nilai p
< 0,05, maka model berbentuk linear.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas pada analisis korelasi kanonik dilakukan dengan menguji
normalitas terhadap setiap variabel. Pengujian normalitas dilakukan dengan uji
Kolmogorov-Smirnov. Dengan pengujian normalitas terhadap setiap variabel
diasumsikan bahwa variabel-variabelnya telah normal secara bersama-sama.
3. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model yang
terbentuk
ditemukan
adanya
korelasi
antar
variabel
bebas.
Pengujian
multikolinearitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan melihat nilai
Tolerance dan nilai VIF (Variance Inflation Factor).
Nilai tolerance yang lebih besar dari 0,1 menunjukkan bahwa tidak terjadi
mutikolinearitas terhadap data yang diuji. Apabila nilai tolerance lebih kecil dari
0,1 berarti terjadi multikolinearitas pada data yang diuji.
Universitas Sumatera Utara
11
Nilai VIF yang lebih kecil dari 10 menunjukkan bahwa tidak terjadi
multikolinearitas terhadap data yang diuji. Apabila nilai VIF lebih besar dari 10
berarti terjadi multikolinearitas terhadap data yang diuji.
2.1.3 Penentuan Fungsi Kanonik dan Pendugaan Koefisien Kanonik
Penentuan fungsi kanonik bisa dilakukan dengan menggunakan matriks
covarian atau matriks korelasi. Hal yang membedakan keduanya adalah data yang
digunakan dalam analisis. Matriks korelasi digunakan jika data sudah dibakukan
(memiliki satuan yang sama), sedangkan matriks covarian menggunakan data
sebenarnya (data tidak dibakukan dan memiliki satuan yang sama). Proses
penentuan fungsi kanonik dari kedua jenis matriks tersebut sama.
Misalkan ingin dibuat hubungan antara gugus peubah dependen Y1, Y2, …,
Yp yang dinotasikan dengan vektor peubah acak Y, dengan gugus peubah
independen X1, X2, …,Xq yang dinotasikan dengan vektor peubah acak X, dimana
p ≤ q. Misalkan, karakteristik dari vektor variabel acak X dan Y adalah sebagai
berikut :
E(Y) = µY
Cov(Y) = ∑YY
E(X) = μx
Cov(X) = ∑xx
Cov(X,Y) = ∑XY = (∑YX)t
Kombinasi linear dari kedua gugus variabel tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut :
t
t
=
=
=
t
=
t
Universitas Sumatera Utara
12
=
=
=
=
Vektor koefisien
dan b dapat diperoleh dengan cara mencari
yang merupakan nilai eigen dari matriks
berpadanan dengan vektor eigen
,
,
,
. Disamping itu,
juga merupakan nilai eigen dari matriks
dengan vektor eigen
,
,
,
yang
yang berpadanan
. Sehingga vektor koefisien a dan b diperoleh
sebagai berikut:
a1 =
b1 =
a2 =
b2 =
ak =
bk =
Korelasi kanonik diperoleh dengan menghitung:
Corr(Wk ,Vk) =
=
sebesar mungkin.
Didefinisikan pasangan pertama dari variabel kanonik adalah kombinasi
linear W1, V1 yang memiliki ragam satu dan korelasinya terbesar; pasangan kedua
dari variabel kanonik adalah kombinasi linear W2, V2 yang memiliki ragam satu
dan korelasi terbesar kedua serta tidak berkorelasi dengan variabel kanonik yang
pertama dan pasangan ke-k dari variabel kanonik adalah kombinasi linear Wk, Vk
Universitas Sumatera Utara
13
yang memiliki ragam satu dan korelasinyaterbesar ke-k serta tidak berkorelasi
dengan variabel kanonik 1, 2, …, k-1.
Dengan demikian dapat dituliskan sebagai berikut :

Fungsi kanonik pertama :
W1 =
Var(W1) =1
V1 =
Var(V1) =1
Maksimum Corr(W1,V1) =

Fungsi kanonik kedua :
W1 =
Var(W2) =1
Cov(W1,W2) = 0
V1 =
Var(V2) =1
Cov(V1,V2) = 0
Cov(W1,V2) = Cov(W2,V1) = 0 dan maksimum Corr(W2,V2) =

Fungsi kanonik ke-k :
W1 =
Var(Wk) =1
Cov(W1,Wk) = 0, k ≠ 1
V1 =
Var(Vk) =1
Cov(V1,Vk) = 0, k ≠ 1
Cov(W1,Vk) = Cov(Wk,V1) = 0, k ≠ 1 dan maksimum Corr(Wk,Vk) =
2.1.4 Uji Signifikansi Korelasi Kanonik
Ada dua hipotesis yang akan diujikan dalam analisis korelasi kanonik
yaitu uji hipotesis untuk mengetahui apakah secara keseluruhan korelasi kanonik
signifikan (uji korelasi kanonik secara bersama) dan uji hipotesis untuk
mengetahui apakah ada sebagian korelasi kanonik signifikan (uji individu). Jika
uji hipotesis pertama memperoleh kesimpulan bahwa paling tidak ada ada satu
Universitas Sumatera Utara
14
korelasi kanonik tidak bernilai nol maka dilanjutkan dengan uji hipotesis kedua
untuk mengetahui apakah ada sebagian korelasi kanonik signifikan.
2.1.5 Interpretasi Fungsi Kanonik
Interpretasi yang dapat dilakukan dalam analisis korelasi kanonik yaitu
terhadap koefisien kanonik (bobot kanonik/weight kanonik), loadings kanonik dan
cross loadings kanonik.
1. Weight kanonik merupakan koefisien kanonik yang telah dibakukan, dapat
diinterpretasikan sebagai besarnya kontribusi peubah asal terhadap peubah
kanonik. Semakin besar nilai koefisien ini maka semakin besar kontribusi
peubah yang bersangkutan terhadap peubah kanonik.
2. Loadings kanonik dapat dihitung dari korelasi antara peubah asal dengan
masing-masing
peubah
kanoniknya.
Semakin
besar
nilai
loading
mencerminkan semakin dekat hubungan fungsi kanonik yang bersangkutan
dengan peubah asal. Loadings kanonik dibedakan menjadi :
a. Loadings kanonik peubah independen:
RXW = RXX AZ
b. Loadings kanonik peubah dependen:
RYV = RYYBZ
RXV = RXW ρk
2.2 Puskesmas
2.2.1 Definisi Puskesmas
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama,
Universitas Sumatera Utara
15
dengan lebih mengemukakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Permenkes RI No. 75,
2014).
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang
menyeluruh yang meliputi pelayanan preventif (pencegahan), promotif (peningkatan
kesehatan), kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan
tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin
dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia
(Effendi, 2009).
2.2.2 Tujuan, Tugas dan Fungsi Puskesmas
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat, mampu menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu, hidup dalam lingkungan yang sehat dan
memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat demi mendukung terwujudnya kecamatan sehat (Permenkes RI No.
75, 2014).
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam malaksanakan tugasnya,
Puskesmas menyelenggarakan dua fungsi yaitu, penyelenggaraan UKM tingkat
pertama di wilayah kerjanya dan penyelenggaraan UKP tingkat pertama di
wilayah kerjanya.
Dalam menyelenggarakan fungsinya sebagai penyelenggaraan UKM
tingkat pertama di wilayah kerjanya puskesmas berwenang untuk:
Universitas Sumatera Utara
16
a. Melaksanakan
perencanaan
berdasarkan
analisis
masalah
kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan pelayanan kesehatan
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit.
Dalam menyelenggarakan fungsinya sebagai penyelenggara UKP tingkat
pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas berwenang untuk:
a. Menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
dasar
secara
komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif
dan preventif
Universitas Sumatera Utara
17
c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat
d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan
keselamatan pasien, petugas dan pengunjung
e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja
sama inter dan antar profesi
f. Melaksanakan rekam medis
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses
pelayanan kesehatan
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan
i. Mengoordinasikan
dan
melaksanakan
pembinaan
fasilitas
pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem
rujukan.
2.2.3 Upaya Kesehatan oleh Puskesmas
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertam
dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama yang dilaksanakan secara
terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama
meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat
pengembangan.
Universitas Sumatera Utara
18
1. Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial
Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap
Puskesmas
untuk
mendukung
pencapaian
standar
pelayanan
minimal
kabupaten/kota bidang kesehatan yang meliputi:
a. Pelayanan promosi kesehatan
b. Pelayanan kesehatan lingkungan
c. Pelayanan kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
d. Pelayanan perbaikan gizi
e. Pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
2. Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan
Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya kesehatan
masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif yang
disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan
potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas.
Upaya kesehatan masyarakat pengembangan meliputi:
a. Pelayanan kesehatan jiwa
b. Pelayanan kesehatan gigi masyarakat
c. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer
d. Pelayanan kesehatan olahraga
e. Pelayanan kesehatan indera
f. Pelayanan kesehatan lansia
g. Pelayanan kesehatan kerja
Universitas Sumatera Utara
19
3. Upaya Kesehatan Perorangan Tingkat Pertama
Upaya kesehatan perorangan tingkat perorangan tingkat pertama
dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur operasional dan standar pelayanan
yang meliputi:
a. Pelayanan rawat jalan
b. Pelayanan gawat darurat
c. Pelayanan satu hari
d. Home care
e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
2.2.4
Pelayanan Rawat Jalan Puskesmas
Rawat Jalan merupakan salah satu unit kerja di puskesmas yang melayani
pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh
prosedur diagnostik dan terapeutik. Menurut Wulan (2013), pada waktu yang akan
datang, rawat jalan merupakan bagian terbesar dari pelayanan kesehatan di
Puskesmas. Pertumbuhan yang cepat dari rawat jalan ditentukan oleh tiga faktor
yaitu:
a. Penekanan biaya untuk mengontrol peningkatan harga perawatan kesehatan
dibandingkan dengan rawat inap.
b. Peningkatan kemampuan dan sistem reimbursement untuk prosedur di rawat
jalan.
c. Perkembangan secara terus menerus dari teknologi tinggi untuk pelayanan
rawat jalan akan menyebabkan pertumbuhan rawat jalan.
Universitas Sumatera Utara
20
Tujuan pelayanan rawat jalan diantaranya untuk menentukan diagnosa
penyakit dengan tindakan pengobatan, untuk rawat inap atau untuk tindakan
rujukan.
Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung
berhubungan dengan pasien, yaitu:
a. Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan penerimaan
pendaftaran dan pembayaran.
b. Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam memberikan
pelayanan pemeriksaan/pengobatan.
c. Tenaga dokter (medis) pada masing-masing poliklinik yang ada.
Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk memberikan
konsultasi kepada pasien yang memerlukan pendapat dari seorang dokter
spesialis, dengan tindakan pengobatan atau tidak dan untuk menyediakan tindak
lanjut bagi pasien rawat inap yang sudah diijinkan pulang tetapi masih harus
dikontrol kondisi kesehatannya. Rawat Jalan hendaknya memiliki lingkungan
yang nyaman dan menyenangkan bagi pasien. Hal ini penting untuk diperhatikan
karena dari rawat jalanlah pasien mendapatkan kesan pertama mengenai
puskesmas tersebut. Lingkungan rawat jalan yang baik hendaknya cukup luas dan
memiliki sirkulasi udara yang lancar, tempat duduk yang nyaman perabotan yang
menarik dan tidak terdapat suara-suara yang mengganggu.
Universitas Sumatera Utara
21
2.3 Kepuasan
2.3.1 Pengertian Kepuasan Pasien
Kepuasan adalah ungkapan perasaan senang atau kecewa seseorang dari
hasil perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dengan yang
diharapkannya. Disatu pihak, kepuasan pasien dipandang sebagai hasil yang
didapatkan dari pengalaman mereka yang memanfaatkan produk barang atau jasa.
Berdasarkan pihak lain, kepuasan pasien juga kerap kali dipandang sebagai proses
orientasi yang lebih mampu mengungkapkan pengalaman yang mereka rasakan
secara keseluruhan dibandingkan orientasi hasil (Kotler, 2007).
Hermanto (2010) berpendapat bahwa kepuasan pasien dapat dinilai
berdasarkan interpretasi pasien terhadap pelayanan yang diterima sudah sesuai
dengan harapan mereka seperti kelengkapan sarana dan prasarana, keramahan dan
kesopanan petugas dalam memberikan pelayanan serta keterampilan petugas pada
saat memberikan pelayanan. Sri (2006) mempunyai pendapat yang hampir serupa
yang menyatakan kepuasan pelanggan merupakan bentuk evaluasi dari pelanggan
terhadap produk yang telah mereka dapatkan, sudah sesuai dengan yang
diharapkan bahkan dapat melebihi harapan mereka. Bentuk dari evaluasi kepuasan
pelanggan terhadap produk jasa maka akan dapat memengaruhi pelanggan untuk
datang kembali dan mampu memengaruhi konsumen lainnya.
Rashid dan Amina (2014) berpendapat kepuasan dapat dibagi menjadi dua
macam, yaitu kepuasan yang berwujud merupakan kepuasan yang dapat dirasakan
dan dilihat oleh pelanggan serta telah dimanfaatkan, dan kepuasan psikologika
yang bersifat tidak terwujud dari pelayanan kesehatan tetapi dapat dirasakan oleh
Universitas Sumatera Utara
22
pasien. Rama (2011) berpendapat kepuasan pasien akan terpenuhi apabila proses
penyampaian jasa pelayanan kesehatan kepada konsumen sudah sesuai dengan
yang mereka harapkan atau dipersepsikan. Terpenuhinya kebutuhan pasien akan
mampu memberikan gambaran terhadap kepuasan pasien, oleh karena itu tingkat
kepuasan pasien sangat tergantung pada persepsi atau harapan mereka pada
pemberi jasa
pelayanan. Kebutuhan pasien yang sering diharapkan adalah
keamanan pelayanan, harga dalam memperoleh pelayanan, ketepatan dan
kecepatan pelayanan kesehatan (Azwar, 2007).
2.3.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Pasien
Menurut Kotler & Amstrong dalam Huriyati (2005), faktor-faktor yang
memengaruhi kepuasan berhubungan dengan tingkah laku konsumen yaitu faktor
budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologi.
a. Faktor Kebudayaan
Faktor budaya memberi pengaruh yang paling luas dan mendalam
terhadap perilaku pelanggan/klien. Faktor budaya terdiri dari beberapa komponen
yaitu budaya, sub-budaya dan kelas sosial. Budaya merupakan penentu keinginan
dan perilaku yang mendasar dalam memengaruhi keinginan atau kepuasan orang.
Sub-budaya terdiri atas nasionalitas, agama, kelompok, ras, dan daerah geografi.
Sedangkan kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen
mempunyai susunan hirarki dan anggotanya memiliki nilai, minat dan tingkah
laku. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor melainkan diukur
sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan,dan variabel lainnya.
Universitas Sumatera Utara
23
b. Faktor Sosial
Faktor sosial terbagi atas kelompok kecil, keluarga, peran dan status.
Orang yang berpengaruh kelompok/lingkungannya biasanya orang yang
mempunyai karakteristik, keterampilan, pengetahuan, kepribadian. Orang ini
biasanya menjadi panutan karena pengaruhnya amat kuat.
c. Faktor Pribadi
Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima
pelayanan
dan
menanggapi
pengalaman
sesuai
dengan
tahap-tahap
kedewasaannya. Faktor pribadi klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus hidup,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan
kepribadian/konsep diri. Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual,
artinya berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak
akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang melalui
pendidikan
dan
pelatihan.
Usia
merupakan
tanda
perkembangan
kematangan/kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri atas suatu tindakan
yang diambilnya. Usia juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit
misal penyakit kardiovaskuler dengan peningkatan usia. Jenis kelamin merupakan
sifat jasmani/fisik seseorang dan berkaitan dengan sistem reproduksi yaitu : lakilaki dan perempuan. Jenis kelamin juga berhubungan dengan emosi.
Pendidikan merupakan proses pengajaran baik formal maupun informal
yang dialami seseorang. Hasilnya akan memengaruhi sikap dan perilaku
seseorang dalam mendewasakan diri. Selain itu. pendidikan juga berkaitan dengan
Universitas Sumatera Utara
24
harapan. Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi akan mengharapkan
pelayanan yang lebih baik dan lebih tinggi.
Pekerjaan merupakan aktifitas jasa seseorang untuk mendapat imbalan
berupa materi dan non materi. Pekerjaan dapat menjadi faktor risiko kesehatan
seseorang dan berdampak pada sistem imunitas tubuh. Pekerjaan ada
hubungannya dengan penghasilan seseorang untuk berperilaku dalam menentukan
pelayanan yang diinginkan. Penghasilan sangat mempengaruhi pemilihan produk
dan keputusan pembelian pada suatu produk tertentu.
d. Faktor Psikologi
Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi, persepsi
terhadap kualitas pelayanan, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi
mempunyai hubungan erat dengan kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti
lapar dan haus, ada kebutuhan psikologis yaitu adanya pengakuan, dan
penghargaan. Kebutuhan akan menjadi motif untuk mengarahkan seseorang
mencari kepuasan (Sutojo, 2003).
Menurut Lupiyoadi (2001), terdapat lima faktor utama yang memengaruhi
kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Kualitas Produk
Pelanggan akan merasa puas apabila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Konsumen rasional selalu
menuntut produk berkualitas untuk setiap pengorbanan yang dilakukan untuk
memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini, kualitas produk yang baik akan
memberikan nilai tambah di benak konsumen.
Universitas Sumatera Utara
25
2. Kualitas Pelayanan
Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang
baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Pelanggan yang puas akan
menunjukkan kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama.
3. Emosional
Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain
akan kagum terhadap dia apabila menggunakan produk dengan merek tertentu
yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
4. Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang
lebih murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.
5. Biaya
Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu
membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas
terhadap produk atau jasa itu.
Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pasien, hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nova (2010) tentang pengaruh
kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat inap pada Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah. Stevenson, dkk (1996) juga meneliti adanya korelasi antara
kepuasan perawatan yang menimbulkan minat pasien untuk kembali berobat dan
keinginan mereka untuk merekomendasikan pelayanan rumah sakit pada teman dan
keluarga. Kenyataannya, pelayanan perawatan secara konsisten berperan sebagai
faktor penentu kepuasan pasien untuk selajutnya dijadikan sinyal atau tanda tentang
pentingnya mengembangkan strategi pengawasan tingkat kepuasan pekerja bagi
Universitas Sumatera Utara
26
marketer. Dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan para
perawat rumah sakit mempunyai hubungan yang kuat terhadap kepuasan pasien.
Penelitian tersebut juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Peter J.
Danaher & Jan Mattsson, pada jasa hotel bahwa kualitas pelayanan secara signifikan
mempengaruhi kepuasan pelanggan. Dalam hal ini pengalaman makan pagi dan
kamar hotel merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kepuasan
pelanggan. Meskipun belum ada konsensus mengenai arah hubungan sebab akibat
antara mutu dengan kepuasan, namun asumsi umumnya adalah layanan yang bermutu
akan memberikan kepuasan pada konsumen (Anderson, 1998).
2.3.3 Aspek-aspek Kepuasan
Pohan (2007) mengemukakan aspek-aspek kepuasan pasien yaitu :
a. Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan
Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan akan dinyatakan oleh sikap
dan pengetahuan pasien tentang sejauhmana kemudahan memperoleh layanan
kesehatan, baik dalam keadaan biasa maupun keadaan gawat darurat dan
sejaumana layanan kesehatan tersebut tersedia pada waktu dan tempat yang
dibutuhkan.
b. Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan, termasuk hubungan antar
manusia
Hal ini dapat dinyatakan dengan melakukan pengukuran terhadap
sejauhmana perhatian dan kepedulian dokter ataupun profesi kesehatan lain,
tingkat kepercayaan dan keyakinan dokter serta tingkat pengertian tentang kondisi
atau diagnosis dari keluhan pasien.
Universitas Sumatera Utara
27
c. Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan
Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan ditentukan berdasarkan
sistem perjanjian, lingkup dan sifat keuntungan layanan yang ditawarkan.
2.4 Pengaruh Karakteristik Pasien terhadap Kepuasan
2.4.1
Umur
Pasien yang dirawat bervariasi umurnya, mereka terdiri dari bayi baru
lahir, anak, orang dewasaataupun sudah tua. Umur pasien menentukan berbagai
sikap pasien terhadap penyakitnya da terhadap hubungan pasien dengan dokter,
perawat dan petugas lainnya.
Pasien yang muda biasanya memberikan kerjasama yang baik, karena
mereka memang dalam
suatu masa
yang
sedang memperkembangkan
penyesuaian-penyesuaianterhadap berbagai macam hubungan dan perkembangan
tanggungjawab. Bila tidak puas pasien akan sulit diajak bekerja sama, misalnya
dalam program pengobatan dan perawatan.
Kebanyakan orang dewasa, penyakit menimbulkan perasaan jengkel dan
merasa terbebani sehingga tidak dapat bergerak bebas. Selama masa dewasa tubuh
yang utuh menjadi pemikiran yang khusus dan bahaya atas keutuhan itu dapat
menyusahkan diri. Orang yang lanjut usia cenderung akan memandang penyakit
sebagai ancaman atas hidupnya dan mungkin dia mengetahui bahwa kemampuan
untuk mangatasinya sudah berkurang sehingga dapat menyebabkan putus asa.
2.4.2
Pendidikan
Pendidikan yang tinggi menuntut pelayanan yang lebih baik. Pada
umumnya pasien ingin tahu penyakit yang dideritanya, cara pengobatannya dan
Universitas Sumatera Utara
28
efek samping dari terapinya. Dokter dan perawat harus mampu berbicara dengan
pasien dan keluarganya sesuai dengan tingkat pemahamannya. Dengan tingkat
pemahaman rendah, tidak jarang perawat dan dokter akan mengalami kesulitankesulitan dalam menjelaskan sesuatu kepada pasien.
Pendidikan pasien dapat memengaruhi kepuasan akan pelayanan sesuai
dengan nilai-nilai dan harapan pasien. Sebagai contoh bila pasien tidak puas
karena harapannya terlalu besar dan tidak rasional, hal ini disebabkan oleh
pendidikan dan pengetahuan yang rendah. Orang biasanya berargumentasi bahwa
praktisi kesehatan telah gagal memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien.
2.4.3 Pekerjaan
Pekerjaan dapat memengaruhi kepuasan pasien atas pelayanan yang
diselenggarakan oleh Puskesmas, misalnya pada pasien yang pekerjaan sehariharinya sebagai seorang pejabat terkadang lupa bahwa dokter dan perawat bukan
bawahannya dan dianggap sebagai bawahannya, sehingga bila permintaannya
terlambat dilayani akan menimbulkan kemarahan.
2.4.4
Penghasilan
Bagi pasien yang berpenghasilan tinggi dan merasa mampu membayar
mahal, tidak akan mudah merasa puas bila pelayanan sesuai dengan kehendaknya,
terkadang mereka lebih banyak menuntut. Pasien yang di rawat di tempat dengan
biaya yang rendah atau bahkan gratis tidak akan telalu banyak menuntut.
Universitas Sumatera Utara
29
2.5. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan
2.5.1 Pengertian Kualitas Pelayanan
Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah
keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa
dalam kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah
ditentukan
atau
bersifat
laten
(Lupiyoadi,
2001).
Goetsh
dan
Davis
mengemukakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2004). Sedangkan Deming dan Juran
memberi batasan kualitas sebagai upaya memuaskan konsumen (Sunardi, 2003).
Kotler (2009) mengemukakan pelayanan adalah setiap kegiatan atau
manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya
tidak berwujud dan tidak pula berakibat kepemilikian sesuatu dan produksinya
dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik. Pelayanan merupakan
kegiatan yang tidak dapat didefenisikan secara tersendiri yang pada hakikatnya
bersifat intangible (tidak berwujud), yang merupakan pemenuhan kebutuhan dan
tidak harus terikat pada penjualan produk atau pelayanan lain.
Tjiptono (2011) menyatakan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan pelanggan. Apabila jasa atau pelayanan yang diterima
atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas
jasa atau pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa atau pelayanan
yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa atau pelayanan
Universitas Sumatera Utara
30
dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa atau pelayanan
yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa atau
pelayanan dipersepsikan buruk.
Boediono (1999) berpendapat bahwa pada hakekatnya pelayanan umum
yang berkualitas itu adalah:
1. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintah dibidang pelayanan umum.
2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan,
sehingga pelayanan umum dapat diselengarakan secara lebih berdaya guna
dan berhasil guna.
3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat
dalam membangun serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Menurut Robert dan Prevest dalam Lupiyoadi (2001), kualitas pelayanan
kesehatan bersifat multi dimensi. Ditinjau dari pemakai jasa pelayanan kesehatan
(health consumer) maka pengertian kualitas pelayanan lebih terkait pada
ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara
petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramahtamahan petugas dalam
melayani pasien, kerendahan hati dan kesungguhan. Ditinjau dari penyelenggara
pelayanan kesehatan (health provider) maka kualitas pelayanan lebih terkait pada
kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan
teknologi kedokteran mutakhir. Hal ini terkait pula dengan otonomi yang dimiliki
oleh masing-masing profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien.
Universitas Sumatera Utara
31
2.5.2 Dimensi Pengukuran Kualitas Pelayanan
Pengukuran kualitas pelayanan merupakan suatu hal penting dalam
organisasi, untuk mengetahui permasalahan yang terkait dengan kualitas
pelayanan sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan. Menurut Haryono (2006),
kualitas pelayanan jasa tidak hanya dibutuhkan perusahaan jasa yang berorientasi
laba (sektor non publik), tetapi untuk perusahaan penyedia jasa yang tidak
berorientasi laba (sektor publik). Pelayanan sektor publik juga dituntut untuk
memberikan kualitas layanan terbaik bagi kepentingan masyarakat umum, terlebih
dalam memasuki era reformasi sekarang.
Untuk pengukuran kualitas pelayanan jasa tersebut, diperlukan metode
pengukuran yang dapat menggambarkan tingkat kualitas pelayanan penyedia jasa.
Menurut Tjiptono (2011), sejumlah studi telah dilakukan oleh beberapa pakar
untuk merumuskan dimensi spesifik kualitas jasa/layanan, diantaranya adalah:
Gonroos, Parasuraman, Zeithalm dan Berry, Gummerson, Lehtinen, Ovretveit,
Rust dan Oliver. Model kualitas layanan yang paling populer dan hingga kini
banyak dijadikan acuan dalam riset manajemen dan pemasaran adalah model
Servqual (singkatan dari service quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman,
Zeithalm dan Berry. Model ini dikenal pula dengan istilah gap analysis model,
yang berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan.
Konsep dari metode ini adalah kualitas pelayanan dapat diukur dengan
membandingkan antara pelayanan yang diharapkan (ekspektasi) dengan kinerja
pelayanan. Kinerja pelayanan itu sendiri direfleksikan dengan apa yang diterima
dan dirasakan (persepsi) konsumen. Dengan kata lain metode Servqual
Universitas Sumatera Utara
32
membandingkan antara harapan dan persepsi konsumen atas suatu pelayanan.
Dalam metode ini, kualitas layanan mengacu pada lima dimensi. Kelima dimensi
tersebut adalah :
a. Tangibles (bukti fisik)
Yang termasuk didalam dimensi ini adalah fasilitas fisik, peralatan, dan
penampilan karyawan atau personel dari penyedia layanan.
b. Reliability (reliabilitas)
Reliabilitas dalam hal ini berarti kemampuan penyedia layanan untuk
memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan akurat.
c. Responsiveness (daya tanggap)
Daya tanggap berkenaan dengan kesediaan penyedia layanan untuk membantu
konsumen dan memberikan respon permintaan konsumen dengan segera.
d. Assurance (jaminan)
Merupakan pengetahuan dan kesopanan personel penyedia layanan serta
kemampuannya dalam membangun kepercayaan dan keyakinan konsumen.
e. Empathy (empati)
Berkenaan dengan kepedulian dan pemberian perhatian personal kepada para
konsumen. Dimensi empathy merupakan gabungan dari tiga dimensi yang
mengalami overlapping, yaitu access, communication, dan understanding the
customer. Access menyatakan kesanggupan melakukan kontak yang dengan
konsumen. Communication merupakan kemampuan untuk memberikan
informasi sehingga konsumen mengerti dan memahami maksud penyedia
Universitas Sumatera Utara
33
layanan. Understanding the customer menyatakan proses pengupayaan
pemahaman terhadap konsumen dan keperluannya (Setianto, 2010:19).
2.6. Words of Mouth (WOM)
2.6.1 Definisi Words of Mouth
Menurut Words of Mouth Marketing Association (WOMMA) dalam Mix
(2007), Words of Mouth adalah usaha pemasaran yang memicu konsumen untuk
membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan dan menjual produk/merek kita
kepada pelanggan lain. Di dalam masyarakat words of mouth dikenal juga dengan
istilah komunikasi dari mulut ke mulut. Menurut Gremler dan Brown dalam
Praswati (2009), komunikasi personal ini dipandang sebagai sumber yang lebih
dapat dipercaya atau dapat diandalkan dibandingkan dengan informasi dari
nonpersonal.
Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program
pemasaran. Betapapun berkualitasnya suatu produk ataupun jasa, bila konsumen
belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut dapat
berguna, maka konsumen tidak akan pernah membeli produk tersebut. Salah satu
alat promosi yang paling ampuh adalah dengan sistem Words of Mouth (WOM).
Harrison-Walker dalam Brown et al. (2005) menyatakan bahwa WOM
merupakan sebuah komunikasi informal diantara seorang pembicara yang tidak
komersil dengan orang yang menerima informasi mengenai sebuah merek,
produk, perusahaan atau jasa. WOM dapat diartikan sebagai aktifitas komunikasi
dalam pemasaran yang mengindikasikan seberapa mungkin customer akan
Universitas Sumatera Utara
34
bercerita tentang pengalamannya dalam proses pembelian atau mengkonsumsi
suatu produk atau jasa.
WOM
terkadang
lebih
efektif
daripada
iklan.
Flintoff
(2002),
menyebutkan bahwa iklan hanya memiliki interaksi satu arah kepada pelanggan,
sedangkan WOM memiliki interaksi dua arah. Selain itu, WOM dianggap lebih
obyektif karena informasi yang sampai kepada calon pelanggan bukan berasal dari
perusahaan, sehingga terkadang menyertakan kelemahan dari produk yang dapat
diantisipasi oleh pelanggan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Reingen dan Walker (2001)
menghasilkan penelitian yang menunjukan WOM 7 kali lebih efektif
dibandingkan iklan di majalah dan Koran, 4 kali lebih efektif dari personal selling
serta 2 kali lebih efektif daripada iklan radio pada usaha yang dilakukan oleh
perusahaan dalam mempengaruhi pelanggan untuk beralih menggunakan produk
perusahaan tersebut.
2.6.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Words of Mouth
Tahmoures,
dkk
(2012)
menyatakan
bahwa
faktor-faktor
yang
memengaruhi words of muoth antara lain:
a. Kepuasan pelanggan terhadap layanan yang diterimanya
Tingkat kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap dua jenis perilaku
pembelian yaitu niat pembelian kembali dan komunikasi dari mulut ke mulut. Ada
dua kemungkinan cara mempublikasikan kata-kata dari mulut yang dilakukan
pelanggan tergantung pada kepuasan mereka terhadap produk atau jasa yang
diterimanya. Pertama, apabila kinerja produk atau jasa melebihi dari harapan
Universitas Sumatera Utara
35
pelanggan, maka mereka akan menceritakan tentang pengalaman positif kepada
orang lain. Kedua, apabila harapan pelanggan tidak terpenuhi atau pelanggan
mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan maka pelanggan akan
menyampaikan kata-kata dari mulut untuk mengungkapkan perasaan negatifnya
untuk mengurangi kecemasan dan memperingatkan orang lain.
b. Kualitas pelayanan
Ketika pelanggan memiliki persepsi positif terhadap kualitas layanan suatu
produk atau jasa, mereka akan merekomendasikan menggunakan layanan tersebut.
Tetapi jika mereka mengevaluasi kualitas layanan tidak sesuai dengan diinginkan,
maka mereka akan menerbitkan kata-kata negatif dari mulut tentang produk atau
jasa tersebut.
c. Kepercayaan pelanggan
Kepercayaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur perilaku
pelanggan, terutama pada kecenderungan untuk menyerah atau setia kepada
penyedia layanan. Temuan dari studi empiris menunjukkan bahwa tingkat
kepercayaan pelanggan yang tinggi dalam suatu organisasi memiliki hubungan
yang signifikan dengan kecenderungan yang lebih tinggi untuk mempublikasikan
melalui mulut tentang hal itu.
d. Loyalitas pelanggan
Loyalitas dapat dianggap sebagai faktor yang efektif untuk menciptakan
words of mouth, karena dengan banyak pelanggan yang setia terhadap suatu
produk atau jasa, maka akan berpengaruh terhadap terciptanya words of mouth
positif.
Universitas Sumatera Utara
36
2.7 Hubungan Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan dan Word of Mouth
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Naeem dan Akram (2009)
mengenai “Service Quality And Its Impact On Customer Satisfaction: An
Empirical Evidence From The Pakistani Banking Sector” menemukan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas jasa dengan kepuasan
konsumen. Apabila kualitas jasa yang ditawarkan tersebut dikelola secara efektif,
maka hal tersebut akan memberikan konstribusi atau dampak yang signifikan
terhadap kepuasan konsumen. Kualitas memilki hubungan yang erat dengan
kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan
untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dengan demikian,
perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana perusahaan
memaksimumkan
pengalaman
pelanggan
yeng
menyenangkan
dan
meminimumkan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan.
Harrison-Walker (2001) menyatakan bahwa kualitas jasa merupakan salah
satu variabel yang dapat mempengaruhi word of mouth. Penelitian ini menyatakan
bahwa kualitas jasa secara positif berpengaruh terhadap kecenderungan pelanggan
untuk melakukan word of mouth. Persepsi kualitas jasa perusahaan yang lebih
tinggi daripada harapan konsumen, akan menciptakan suatu word of mouth yang
positif. Namun, jika kualitas jasa yang ditawarkan lebih rendah dari pada harapan
pelanggan, maka pelanggan tersebut akan memberikan rekomendasi atau word of
mouth negatif. Informasi negatif tersebut akan disebarkan kepada lebih banyak
orang dengan tingkat intensitas yang tinggi dan secara detail, hal ini dikarenakan
Universitas Sumatera Utara
37
pada dasarnya seseorang tidak ingin orang lain mendapatkan atau mengalami hal
buruk seperti pangalaman yang telah terjadi pada pelanggan tersebut.
Tjiptono (2011) menyatakan bahwa tujuan dasar dari suatu bisnis adalah
untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan dapat menciptakan
beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan
menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan
terciptanya loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut
ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan. Brown et al.
(2005), menyatakan ketika seorang pemasar mampu menawarkan tingkat
kepuasan yang maksimal kepada konsumen, maka konsumen akan memiliki
kecenderungan untuk melakukan positif word of mouth. Brown et al. (2005), juga
menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara kepuasan pelanggan dan word
of mouth.
2.8 Kerangka Konsep
1. Karakteristrik Pasien
- Umur
- Pendidikan
- Penghasilan
2. Kualitas Pelayanan
- Kehandalan
- Daya Tanggap
- Jaminan
- Empati
- Faktor Fisik
1. Kepuasan Pasien
- Akses Layanan Kesehatan
- Proses Layanan Kesehatan
- Sistem Layanan Kesehatan
2. Tindakan Words of Mouth
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
38
2.9 Hipotesis Penelitian
Ada hubungan secara bersama-sama antara karakteristik pasien dan
kualitas pelayanan dengan kepuasan dan tindakan Words of Mouth (WOM) pada
pasien rawat jalan Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjungbalai.
Universitas Sumatera Utara
Download