BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Korelasi Kanonik 2.1.1 Sejarah dan Pengertian Analisis Korelasi Kanonik Analisis korelasi kanonik merupakan salah satu analisis multivariat yang pertama kali diperkenalkan oleh Harold Hotelling pada tahun 1936 dan dipublikasikan dalam Biometrika untuk menguji keterkaitan antara kecepatan dan kemampuan membaca dengan kecepatan dan kemampuan aritmatika. Analisis korelasi kanonik adalah suatu teknik statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antara segugus variabel independen (X1, X2, …, Xp) dengan segugus variabel dependen (Y1, Y2, …, Yq). Analisis ini dapat mengukur tingkat keeratan hubungan antara segugus variabel dependen dengan segugus variabel independen. Disamping itu, analisis korelasi kanonik juga mampu menguraikan struktur hubungan di dalam gugus variabel independen. Analisis korelasi kanonik berfokus pada korelasi antara kombinasi linier dari gugus variabel dependen dengan kombinasi linier dari gugus variabel independen. Ide utama dari analisis ini adalah mencari pasangan dari kombinasi linier yang memiliki korelasi terbesar. Pasangan dari kombinasi linier ini disebut fungsi kanonik dan korelasinya disebut korelasi kanonik. 2.1.2 Asumsi-asumsi Pada Analisis Korelasi Kanonik 1. Linieritas Linieritas, yaitu hubungan antara himpunan variabel independen dengan variabel dependen bersifat linier. Linieritas dapat dikatakan penting untuk analisis 9 Universitas Sumatera Utara 10 korelasi kanonik dan memengaruhi dua aspek hasil korelasi kanonik. Pertama, koefisien korelasi kanonik antara sepasang variabel kanonik adalah berdasarkan hubungan linier. Jika variabel yang berhubungan tidak linier, maka hubungan tidak akan dapat dijelaskan oleh koefisien korelasi kanonik. Kedua, analisis korelasi kanonik memaksimalkan hubungan linier antar himpunan variabel. Pengujian linieritas dapat dilihat dari tabel Anova. Apabila hasil uji antara variabel-variabel independen dengan variabel-variabel dependen memiliki nilai p < 0,05, maka model berbentuk linear. 2. Uji Normalitas Uji normalitas pada analisis korelasi kanonik dilakukan dengan menguji normalitas terhadap setiap variabel. Pengujian normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Dengan pengujian normalitas terhadap setiap variabel diasumsikan bahwa variabel-variabelnya telah normal secara bersama-sama. 3. Uji Multikolinieritas Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model yang terbentuk ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan melihat nilai Tolerance dan nilai VIF (Variance Inflation Factor). Nilai tolerance yang lebih besar dari 0,1 menunjukkan bahwa tidak terjadi mutikolinearitas terhadap data yang diuji. Apabila nilai tolerance lebih kecil dari 0,1 berarti terjadi multikolinearitas pada data yang diuji. Universitas Sumatera Utara 11 Nilai VIF yang lebih kecil dari 10 menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas terhadap data yang diuji. Apabila nilai VIF lebih besar dari 10 berarti terjadi multikolinearitas terhadap data yang diuji. 2.1.3 Penentuan Fungsi Kanonik dan Pendugaan Koefisien Kanonik Penentuan fungsi kanonik bisa dilakukan dengan menggunakan matriks covarian atau matriks korelasi. Hal yang membedakan keduanya adalah data yang digunakan dalam analisis. Matriks korelasi digunakan jika data sudah dibakukan (memiliki satuan yang sama), sedangkan matriks covarian menggunakan data sebenarnya (data tidak dibakukan dan memiliki satuan yang sama). Proses penentuan fungsi kanonik dari kedua jenis matriks tersebut sama. Misalkan ingin dibuat hubungan antara gugus peubah dependen Y1, Y2, …, Yp yang dinotasikan dengan vektor peubah acak Y, dengan gugus peubah independen X1, X2, …,Xq yang dinotasikan dengan vektor peubah acak X, dimana p ≤ q. Misalkan, karakteristik dari vektor variabel acak X dan Y adalah sebagai berikut : E(Y) = µY Cov(Y) = ∑YY E(X) = μx Cov(X) = ∑xx Cov(X,Y) = ∑XY = (∑YX)t Kombinasi linear dari kedua gugus variabel tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : t t = = = t = t Universitas Sumatera Utara 12 = = = = Vektor koefisien dan b dapat diperoleh dengan cara mencari yang merupakan nilai eigen dari matriks berpadanan dengan vektor eigen , , , . Disamping itu, juga merupakan nilai eigen dari matriks dengan vektor eigen , , , yang yang berpadanan . Sehingga vektor koefisien a dan b diperoleh sebagai berikut: a1 = b1 = a2 = b2 = ak = bk = Korelasi kanonik diperoleh dengan menghitung: Corr(Wk ,Vk) = = sebesar mungkin. Didefinisikan pasangan pertama dari variabel kanonik adalah kombinasi linear W1, V1 yang memiliki ragam satu dan korelasinya terbesar; pasangan kedua dari variabel kanonik adalah kombinasi linear W2, V2 yang memiliki ragam satu dan korelasi terbesar kedua serta tidak berkorelasi dengan variabel kanonik yang pertama dan pasangan ke-k dari variabel kanonik adalah kombinasi linear Wk, Vk Universitas Sumatera Utara 13 yang memiliki ragam satu dan korelasinyaterbesar ke-k serta tidak berkorelasi dengan variabel kanonik 1, 2, …, k-1. Dengan demikian dapat dituliskan sebagai berikut : Fungsi kanonik pertama : W1 = Var(W1) =1 V1 = Var(V1) =1 Maksimum Corr(W1,V1) = Fungsi kanonik kedua : W1 = Var(W2) =1 Cov(W1,W2) = 0 V1 = Var(V2) =1 Cov(V1,V2) = 0 Cov(W1,V2) = Cov(W2,V1) = 0 dan maksimum Corr(W2,V2) = Fungsi kanonik ke-k : W1 = Var(Wk) =1 Cov(W1,Wk) = 0, k ≠ 1 V1 = Var(Vk) =1 Cov(V1,Vk) = 0, k ≠ 1 Cov(W1,Vk) = Cov(Wk,V1) = 0, k ≠ 1 dan maksimum Corr(Wk,Vk) = 2.1.4 Uji Signifikansi Korelasi Kanonik Ada dua hipotesis yang akan diujikan dalam analisis korelasi kanonik yaitu uji hipotesis untuk mengetahui apakah secara keseluruhan korelasi kanonik signifikan (uji korelasi kanonik secara bersama) dan uji hipotesis untuk mengetahui apakah ada sebagian korelasi kanonik signifikan (uji individu). Jika uji hipotesis pertama memperoleh kesimpulan bahwa paling tidak ada ada satu Universitas Sumatera Utara 14 korelasi kanonik tidak bernilai nol maka dilanjutkan dengan uji hipotesis kedua untuk mengetahui apakah ada sebagian korelasi kanonik signifikan. 2.1.5 Interpretasi Fungsi Kanonik Interpretasi yang dapat dilakukan dalam analisis korelasi kanonik yaitu terhadap koefisien kanonik (bobot kanonik/weight kanonik), loadings kanonik dan cross loadings kanonik. 1. Weight kanonik merupakan koefisien kanonik yang telah dibakukan, dapat diinterpretasikan sebagai besarnya kontribusi peubah asal terhadap peubah kanonik. Semakin besar nilai koefisien ini maka semakin besar kontribusi peubah yang bersangkutan terhadap peubah kanonik. 2. Loadings kanonik dapat dihitung dari korelasi antara peubah asal dengan masing-masing peubah kanoniknya. Semakin besar nilai loading mencerminkan semakin dekat hubungan fungsi kanonik yang bersangkutan dengan peubah asal. Loadings kanonik dibedakan menjadi : a. Loadings kanonik peubah independen: RXW = RXX AZ b. Loadings kanonik peubah dependen: RYV = RYYBZ RXV = RXW ρk 2.2 Puskesmas 2.2.1 Definisi Puskesmas Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, Universitas Sumatera Utara 15 dengan lebih mengemukakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Permenkes RI No. 75, 2014). Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Effendi, 2009). 2.2.2 Tujuan, Tugas dan Fungsi Puskesmas Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, hidup dalam lingkungan yang sehat dan memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat demi mendukung terwujudnya kecamatan sehat (Permenkes RI No. 75, 2014). Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam malaksanakan tugasnya, Puskesmas menyelenggarakan dua fungsi yaitu, penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya dan penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. Dalam menyelenggarakan fungsinya sebagai penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya puskesmas berwenang untuk: Universitas Sumatera Utara 16 a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit. Dalam menyelenggarakan fungsinya sebagai penyelenggara UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya, Puskesmas berwenang untuk: a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif, berkesinambungan dan bermutu b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif Universitas Sumatera Utara 17 c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi f. Melaksanakan rekam medis g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan i. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan. 2.2.3 Upaya Kesehatan oleh Puskesmas Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertam dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama yang dilaksanakan secara terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan masyarakat pengembangan. Universitas Sumatera Utara 18 1. Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial Upaya kesehatan masyarakat esensial harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan yang meliputi: a. Pelayanan promosi kesehatan b. Pelayanan kesehatan lingkungan c. Pelayanan kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana d. Pelayanan perbaikan gizi e. Pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular 2. Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif yang disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan meliputi: a. Pelayanan kesehatan jiwa b. Pelayanan kesehatan gigi masyarakat c. Pelayanan kesehatan tradisional komplementer d. Pelayanan kesehatan olahraga e. Pelayanan kesehatan indera f. Pelayanan kesehatan lansia g. Pelayanan kesehatan kerja Universitas Sumatera Utara 19 3. Upaya Kesehatan Perorangan Tingkat Pertama Upaya kesehatan perorangan tingkat perorangan tingkat pertama dilaksanakan sesuai dengan standar prosedur operasional dan standar pelayanan yang meliputi: a. Pelayanan rawat jalan b. Pelayanan gawat darurat c. Pelayanan satu hari d. Home care e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan. 2.2.4 Pelayanan Rawat Jalan Puskesmas Rawat Jalan merupakan salah satu unit kerja di puskesmas yang melayani pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik dan terapeutik. Menurut Wulan (2013), pada waktu yang akan datang, rawat jalan merupakan bagian terbesar dari pelayanan kesehatan di Puskesmas. Pertumbuhan yang cepat dari rawat jalan ditentukan oleh tiga faktor yaitu: a. Penekanan biaya untuk mengontrol peningkatan harga perawatan kesehatan dibandingkan dengan rawat inap. b. Peningkatan kemampuan dan sistem reimbursement untuk prosedur di rawat jalan. c. Perkembangan secara terus menerus dari teknologi tinggi untuk pelayanan rawat jalan akan menyebabkan pertumbuhan rawat jalan. Universitas Sumatera Utara 20 Tujuan pelayanan rawat jalan diantaranya untuk menentukan diagnosa penyakit dengan tindakan pengobatan, untuk rawat inap atau untuk tindakan rujukan. Tenaga pelayanan di rawat jalan adalah tenaga yang langsung berhubungan dengan pasien, yaitu: a. Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan penerimaan pendaftaran dan pembayaran. b. Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam memberikan pelayanan pemeriksaan/pengobatan. c. Tenaga dokter (medis) pada masing-masing poliklinik yang ada. Tujuan pelayanan rawat jalan di antaranya adalah untuk memberikan konsultasi kepada pasien yang memerlukan pendapat dari seorang dokter spesialis, dengan tindakan pengobatan atau tidak dan untuk menyediakan tindak lanjut bagi pasien rawat inap yang sudah diijinkan pulang tetapi masih harus dikontrol kondisi kesehatannya. Rawat Jalan hendaknya memiliki lingkungan yang nyaman dan menyenangkan bagi pasien. Hal ini penting untuk diperhatikan karena dari rawat jalanlah pasien mendapatkan kesan pertama mengenai puskesmas tersebut. Lingkungan rawat jalan yang baik hendaknya cukup luas dan memiliki sirkulasi udara yang lancar, tempat duduk yang nyaman perabotan yang menarik dan tidak terdapat suara-suara yang mengganggu. Universitas Sumatera Utara 21 2.3 Kepuasan 2.3.1 Pengertian Kepuasan Pasien Kepuasan adalah ungkapan perasaan senang atau kecewa seseorang dari hasil perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dengan yang diharapkannya. Disatu pihak, kepuasan pasien dipandang sebagai hasil yang didapatkan dari pengalaman mereka yang memanfaatkan produk barang atau jasa. Berdasarkan pihak lain, kepuasan pasien juga kerap kali dipandang sebagai proses orientasi yang lebih mampu mengungkapkan pengalaman yang mereka rasakan secara keseluruhan dibandingkan orientasi hasil (Kotler, 2007). Hermanto (2010) berpendapat bahwa kepuasan pasien dapat dinilai berdasarkan interpretasi pasien terhadap pelayanan yang diterima sudah sesuai dengan harapan mereka seperti kelengkapan sarana dan prasarana, keramahan dan kesopanan petugas dalam memberikan pelayanan serta keterampilan petugas pada saat memberikan pelayanan. Sri (2006) mempunyai pendapat yang hampir serupa yang menyatakan kepuasan pelanggan merupakan bentuk evaluasi dari pelanggan terhadap produk yang telah mereka dapatkan, sudah sesuai dengan yang diharapkan bahkan dapat melebihi harapan mereka. Bentuk dari evaluasi kepuasan pelanggan terhadap produk jasa maka akan dapat memengaruhi pelanggan untuk datang kembali dan mampu memengaruhi konsumen lainnya. Rashid dan Amina (2014) berpendapat kepuasan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kepuasan yang berwujud merupakan kepuasan yang dapat dirasakan dan dilihat oleh pelanggan serta telah dimanfaatkan, dan kepuasan psikologika yang bersifat tidak terwujud dari pelayanan kesehatan tetapi dapat dirasakan oleh Universitas Sumatera Utara 22 pasien. Rama (2011) berpendapat kepuasan pasien akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa pelayanan kesehatan kepada konsumen sudah sesuai dengan yang mereka harapkan atau dipersepsikan. Terpenuhinya kebutuhan pasien akan mampu memberikan gambaran terhadap kepuasan pasien, oleh karena itu tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada persepsi atau harapan mereka pada pemberi jasa pelayanan. Kebutuhan pasien yang sering diharapkan adalah keamanan pelayanan, harga dalam memperoleh pelayanan, ketepatan dan kecepatan pelayanan kesehatan (Azwar, 2007). 2.3.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Pasien Menurut Kotler & Amstrong dalam Huriyati (2005), faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan berhubungan dengan tingkah laku konsumen yaitu faktor budaya, faktor sosial, faktor pribadi dan faktor psikologi. a. Faktor Kebudayaan Faktor budaya memberi pengaruh yang paling luas dan mendalam terhadap perilaku pelanggan/klien. Faktor budaya terdiri dari beberapa komponen yaitu budaya, sub-budaya dan kelas sosial. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku yang mendasar dalam memengaruhi keinginan atau kepuasan orang. Sub-budaya terdiri atas nasionalitas, agama, kelompok, ras, dan daerah geografi. Sedangkan kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen mempunyai susunan hirarki dan anggotanya memiliki nilai, minat dan tingkah laku. Kelas sosial tidak hanya ditentukan oleh satu faktor melainkan diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan,dan variabel lainnya. Universitas Sumatera Utara 23 b. Faktor Sosial Faktor sosial terbagi atas kelompok kecil, keluarga, peran dan status. Orang yang berpengaruh kelompok/lingkungannya biasanya orang yang mempunyai karakteristik, keterampilan, pengetahuan, kepribadian. Orang ini biasanya menjadi panutan karena pengaruhnya amat kuat. c. Faktor Pribadi Faktor pribadi merupakan keputusan seseorang dalam menerima pelayanan dan menanggapi pengalaman sesuai dengan tahap-tahap kedewasaannya. Faktor pribadi klien dipengaruhi oleh usia dan tahap siklus hidup, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, gaya hidup, dan kepribadian/konsep diri. Usia mempunyai dimensi kronologis dan intelektual, artinya berdimensi kronologis karena bersifat progres berjalan terus dan tidak akan kembali sedangkan usia berdimensi intelektual berkembang melalui pendidikan dan pelatihan. Usia merupakan tanda perkembangan kematangan/kedewasaan seseorang untuk memutuskan sendiri atas suatu tindakan yang diambilnya. Usia juga dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit misal penyakit kardiovaskuler dengan peningkatan usia. Jenis kelamin merupakan sifat jasmani/fisik seseorang dan berkaitan dengan sistem reproduksi yaitu : lakilaki dan perempuan. Jenis kelamin juga berhubungan dengan emosi. Pendidikan merupakan proses pengajaran baik formal maupun informal yang dialami seseorang. Hasilnya akan memengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam mendewasakan diri. Selain itu. pendidikan juga berkaitan dengan Universitas Sumatera Utara 24 harapan. Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi akan mengharapkan pelayanan yang lebih baik dan lebih tinggi. Pekerjaan merupakan aktifitas jasa seseorang untuk mendapat imbalan berupa materi dan non materi. Pekerjaan dapat menjadi faktor risiko kesehatan seseorang dan berdampak pada sistem imunitas tubuh. Pekerjaan ada hubungannya dengan penghasilan seseorang untuk berperilaku dalam menentukan pelayanan yang diinginkan. Penghasilan sangat mempengaruhi pemilihan produk dan keputusan pembelian pada suatu produk tertentu. d. Faktor Psikologi Faktor psikologi yang berperan dengan kepuasan yaitu motivasi, persepsi terhadap kualitas pelayanan, pengetahuan, keyakinan dan pendirian. Motivasi mempunyai hubungan erat dengan kebutuhan. Ada kebutuhan biologis seperti lapar dan haus, ada kebutuhan psikologis yaitu adanya pengakuan, dan penghargaan. Kebutuhan akan menjadi motif untuk mengarahkan seseorang mencari kepuasan (Sutojo, 2003). Menurut Lupiyoadi (2001), terdapat lima faktor utama yang memengaruhi kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Kualitas Produk Pelanggan akan merasa puas apabila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Konsumen rasional selalu menuntut produk berkualitas untuk setiap pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini, kualitas produk yang baik akan memberikan nilai tambah di benak konsumen. Universitas Sumatera Utara 25 2. Kualitas Pelayanan Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan. Pelanggan yang puas akan menunjukkan kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama. 3. Emosional Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia apabila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. 4. Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang lebih murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. 5. Biaya Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu. Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pasien, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nova (2010) tentang pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat inap pada Rumah Sakit PKU Muhammadiyah. Stevenson, dkk (1996) juga meneliti adanya korelasi antara kepuasan perawatan yang menimbulkan minat pasien untuk kembali berobat dan keinginan mereka untuk merekomendasikan pelayanan rumah sakit pada teman dan keluarga. Kenyataannya, pelayanan perawatan secara konsisten berperan sebagai faktor penentu kepuasan pasien untuk selajutnya dijadikan sinyal atau tanda tentang pentingnya mengembangkan strategi pengawasan tingkat kepuasan pekerja bagi Universitas Sumatera Utara 26 marketer. Dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan para perawat rumah sakit mempunyai hubungan yang kuat terhadap kepuasan pasien. Penelitian tersebut juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Peter J. Danaher & Jan Mattsson, pada jasa hotel bahwa kualitas pelayanan secara signifikan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Dalam hal ini pengalaman makan pagi dan kamar hotel merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Meskipun belum ada konsensus mengenai arah hubungan sebab akibat antara mutu dengan kepuasan, namun asumsi umumnya adalah layanan yang bermutu akan memberikan kepuasan pada konsumen (Anderson, 1998). 2.3.3 Aspek-aspek Kepuasan Pohan (2007) mengemukakan aspek-aspek kepuasan pasien yaitu : a. Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan akan dinyatakan oleh sikap dan pengetahuan pasien tentang sejauhmana kemudahan memperoleh layanan kesehatan, baik dalam keadaan biasa maupun keadaan gawat darurat dan sejaumana layanan kesehatan tersebut tersedia pada waktu dan tempat yang dibutuhkan. b. Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan, termasuk hubungan antar manusia Hal ini dapat dinyatakan dengan melakukan pengukuran terhadap sejauhmana perhatian dan kepedulian dokter ataupun profesi kesehatan lain, tingkat kepercayaan dan keyakinan dokter serta tingkat pengertian tentang kondisi atau diagnosis dari keluhan pasien. Universitas Sumatera Utara 27 c. Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan ditentukan berdasarkan sistem perjanjian, lingkup dan sifat keuntungan layanan yang ditawarkan. 2.4 Pengaruh Karakteristik Pasien terhadap Kepuasan 2.4.1 Umur Pasien yang dirawat bervariasi umurnya, mereka terdiri dari bayi baru lahir, anak, orang dewasaataupun sudah tua. Umur pasien menentukan berbagai sikap pasien terhadap penyakitnya da terhadap hubungan pasien dengan dokter, perawat dan petugas lainnya. Pasien yang muda biasanya memberikan kerjasama yang baik, karena mereka memang dalam suatu masa yang sedang memperkembangkan penyesuaian-penyesuaianterhadap berbagai macam hubungan dan perkembangan tanggungjawab. Bila tidak puas pasien akan sulit diajak bekerja sama, misalnya dalam program pengobatan dan perawatan. Kebanyakan orang dewasa, penyakit menimbulkan perasaan jengkel dan merasa terbebani sehingga tidak dapat bergerak bebas. Selama masa dewasa tubuh yang utuh menjadi pemikiran yang khusus dan bahaya atas keutuhan itu dapat menyusahkan diri. Orang yang lanjut usia cenderung akan memandang penyakit sebagai ancaman atas hidupnya dan mungkin dia mengetahui bahwa kemampuan untuk mangatasinya sudah berkurang sehingga dapat menyebabkan putus asa. 2.4.2 Pendidikan Pendidikan yang tinggi menuntut pelayanan yang lebih baik. Pada umumnya pasien ingin tahu penyakit yang dideritanya, cara pengobatannya dan Universitas Sumatera Utara 28 efek samping dari terapinya. Dokter dan perawat harus mampu berbicara dengan pasien dan keluarganya sesuai dengan tingkat pemahamannya. Dengan tingkat pemahaman rendah, tidak jarang perawat dan dokter akan mengalami kesulitankesulitan dalam menjelaskan sesuatu kepada pasien. Pendidikan pasien dapat memengaruhi kepuasan akan pelayanan sesuai dengan nilai-nilai dan harapan pasien. Sebagai contoh bila pasien tidak puas karena harapannya terlalu besar dan tidak rasional, hal ini disebabkan oleh pendidikan dan pengetahuan yang rendah. Orang biasanya berargumentasi bahwa praktisi kesehatan telah gagal memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien. 2.4.3 Pekerjaan Pekerjaan dapat memengaruhi kepuasan pasien atas pelayanan yang diselenggarakan oleh Puskesmas, misalnya pada pasien yang pekerjaan sehariharinya sebagai seorang pejabat terkadang lupa bahwa dokter dan perawat bukan bawahannya dan dianggap sebagai bawahannya, sehingga bila permintaannya terlambat dilayani akan menimbulkan kemarahan. 2.4.4 Penghasilan Bagi pasien yang berpenghasilan tinggi dan merasa mampu membayar mahal, tidak akan mudah merasa puas bila pelayanan sesuai dengan kehendaknya, terkadang mereka lebih banyak menuntut. Pasien yang di rawat di tempat dengan biaya yang rendah atau bahkan gratis tidak akan telalu banyak menuntut. Universitas Sumatera Utara 29 2.5. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan 2.5.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten (Lupiyoadi, 2001). Goetsh dan Davis mengemukakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2004). Sedangkan Deming dan Juran memberi batasan kualitas sebagai upaya memuaskan konsumen (Sunardi, 2003). Kotler (2009) mengemukakan pelayanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat kepemilikian sesuatu dan produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik. Pelayanan merupakan kegiatan yang tidak dapat didefenisikan secara tersendiri yang pada hakikatnya bersifat intangible (tidak berwujud), yang merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau pelayanan lain. Tjiptono (2011) menyatakan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Apabila jasa atau pelayanan yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa atau pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa atau pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa atau pelayanan Universitas Sumatera Utara 30 dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa atau pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa atau pelayanan dipersepsikan buruk. Boediono (1999) berpendapat bahwa pada hakekatnya pelayanan umum yang berkualitas itu adalah: 1. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah dibidang pelayanan umum. 2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselengarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna. 3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam membangun serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Menurut Robert dan Prevest dalam Lupiyoadi (2001), kualitas pelayanan kesehatan bersifat multi dimensi. Ditinjau dari pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) maka pengertian kualitas pelayanan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan serta keramahtamahan petugas dalam melayani pasien, kerendahan hati dan kesungguhan. Ditinjau dari penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider) maka kualitas pelayanan lebih terkait pada kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran mutakhir. Hal ini terkait pula dengan otonomi yang dimiliki oleh masing-masing profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Universitas Sumatera Utara 31 2.5.2 Dimensi Pengukuran Kualitas Pelayanan Pengukuran kualitas pelayanan merupakan suatu hal penting dalam organisasi, untuk mengetahui permasalahan yang terkait dengan kualitas pelayanan sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan. Menurut Haryono (2006), kualitas pelayanan jasa tidak hanya dibutuhkan perusahaan jasa yang berorientasi laba (sektor non publik), tetapi untuk perusahaan penyedia jasa yang tidak berorientasi laba (sektor publik). Pelayanan sektor publik juga dituntut untuk memberikan kualitas layanan terbaik bagi kepentingan masyarakat umum, terlebih dalam memasuki era reformasi sekarang. Untuk pengukuran kualitas pelayanan jasa tersebut, diperlukan metode pengukuran yang dapat menggambarkan tingkat kualitas pelayanan penyedia jasa. Menurut Tjiptono (2011), sejumlah studi telah dilakukan oleh beberapa pakar untuk merumuskan dimensi spesifik kualitas jasa/layanan, diantaranya adalah: Gonroos, Parasuraman, Zeithalm dan Berry, Gummerson, Lehtinen, Ovretveit, Rust dan Oliver. Model kualitas layanan yang paling populer dan hingga kini banyak dijadikan acuan dalam riset manajemen dan pemasaran adalah model Servqual (singkatan dari service quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithalm dan Berry. Model ini dikenal pula dengan istilah gap analysis model, yang berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan. Konsep dari metode ini adalah kualitas pelayanan dapat diukur dengan membandingkan antara pelayanan yang diharapkan (ekspektasi) dengan kinerja pelayanan. Kinerja pelayanan itu sendiri direfleksikan dengan apa yang diterima dan dirasakan (persepsi) konsumen. Dengan kata lain metode Servqual Universitas Sumatera Utara 32 membandingkan antara harapan dan persepsi konsumen atas suatu pelayanan. Dalam metode ini, kualitas layanan mengacu pada lima dimensi. Kelima dimensi tersebut adalah : a. Tangibles (bukti fisik) Yang termasuk didalam dimensi ini adalah fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan karyawan atau personel dari penyedia layanan. b. Reliability (reliabilitas) Reliabilitas dalam hal ini berarti kemampuan penyedia layanan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan akurat. c. Responsiveness (daya tanggap) Daya tanggap berkenaan dengan kesediaan penyedia layanan untuk membantu konsumen dan memberikan respon permintaan konsumen dengan segera. d. Assurance (jaminan) Merupakan pengetahuan dan kesopanan personel penyedia layanan serta kemampuannya dalam membangun kepercayaan dan keyakinan konsumen. e. Empathy (empati) Berkenaan dengan kepedulian dan pemberian perhatian personal kepada para konsumen. Dimensi empathy merupakan gabungan dari tiga dimensi yang mengalami overlapping, yaitu access, communication, dan understanding the customer. Access menyatakan kesanggupan melakukan kontak yang dengan konsumen. Communication merupakan kemampuan untuk memberikan informasi sehingga konsumen mengerti dan memahami maksud penyedia Universitas Sumatera Utara 33 layanan. Understanding the customer menyatakan proses pengupayaan pemahaman terhadap konsumen dan keperluannya (Setianto, 2010:19). 2.6. Words of Mouth (WOM) 2.6.1 Definisi Words of Mouth Menurut Words of Mouth Marketing Association (WOMMA) dalam Mix (2007), Words of Mouth adalah usaha pemasaran yang memicu konsumen untuk membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan dan menjual produk/merek kita kepada pelanggan lain. Di dalam masyarakat words of mouth dikenal juga dengan istilah komunikasi dari mulut ke mulut. Menurut Gremler dan Brown dalam Praswati (2009), komunikasi personal ini dipandang sebagai sumber yang lebih dapat dipercaya atau dapat diandalkan dibandingkan dengan informasi dari nonpersonal. Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Betapapun berkualitasnya suatu produk ataupun jasa, bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut dapat berguna, maka konsumen tidak akan pernah membeli produk tersebut. Salah satu alat promosi yang paling ampuh adalah dengan sistem Words of Mouth (WOM). Harrison-Walker dalam Brown et al. (2005) menyatakan bahwa WOM merupakan sebuah komunikasi informal diantara seorang pembicara yang tidak komersil dengan orang yang menerima informasi mengenai sebuah merek, produk, perusahaan atau jasa. WOM dapat diartikan sebagai aktifitas komunikasi dalam pemasaran yang mengindikasikan seberapa mungkin customer akan Universitas Sumatera Utara 34 bercerita tentang pengalamannya dalam proses pembelian atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa. WOM terkadang lebih efektif daripada iklan. Flintoff (2002), menyebutkan bahwa iklan hanya memiliki interaksi satu arah kepada pelanggan, sedangkan WOM memiliki interaksi dua arah. Selain itu, WOM dianggap lebih obyektif karena informasi yang sampai kepada calon pelanggan bukan berasal dari perusahaan, sehingga terkadang menyertakan kelemahan dari produk yang dapat diantisipasi oleh pelanggan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Reingen dan Walker (2001) menghasilkan penelitian yang menunjukan WOM 7 kali lebih efektif dibandingkan iklan di majalah dan Koran, 4 kali lebih efektif dari personal selling serta 2 kali lebih efektif daripada iklan radio pada usaha yang dilakukan oleh perusahaan dalam mempengaruhi pelanggan untuk beralih menggunakan produk perusahaan tersebut. 2.6.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Words of Mouth Tahmoures, dkk (2012) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi words of muoth antara lain: a. Kepuasan pelanggan terhadap layanan yang diterimanya Tingkat kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap dua jenis perilaku pembelian yaitu niat pembelian kembali dan komunikasi dari mulut ke mulut. Ada dua kemungkinan cara mempublikasikan kata-kata dari mulut yang dilakukan pelanggan tergantung pada kepuasan mereka terhadap produk atau jasa yang diterimanya. Pertama, apabila kinerja produk atau jasa melebihi dari harapan Universitas Sumatera Utara 35 pelanggan, maka mereka akan menceritakan tentang pengalaman positif kepada orang lain. Kedua, apabila harapan pelanggan tidak terpenuhi atau pelanggan mendapatkan pengalaman yang tidak menyenangkan maka pelanggan akan menyampaikan kata-kata dari mulut untuk mengungkapkan perasaan negatifnya untuk mengurangi kecemasan dan memperingatkan orang lain. b. Kualitas pelayanan Ketika pelanggan memiliki persepsi positif terhadap kualitas layanan suatu produk atau jasa, mereka akan merekomendasikan menggunakan layanan tersebut. Tetapi jika mereka mengevaluasi kualitas layanan tidak sesuai dengan diinginkan, maka mereka akan menerbitkan kata-kata negatif dari mulut tentang produk atau jasa tersebut. c. Kepercayaan pelanggan Kepercayaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap struktur perilaku pelanggan, terutama pada kecenderungan untuk menyerah atau setia kepada penyedia layanan. Temuan dari studi empiris menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan pelanggan yang tinggi dalam suatu organisasi memiliki hubungan yang signifikan dengan kecenderungan yang lebih tinggi untuk mempublikasikan melalui mulut tentang hal itu. d. Loyalitas pelanggan Loyalitas dapat dianggap sebagai faktor yang efektif untuk menciptakan words of mouth, karena dengan banyak pelanggan yang setia terhadap suatu produk atau jasa, maka akan berpengaruh terhadap terciptanya words of mouth positif. Universitas Sumatera Utara 36 2.7 Hubungan Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan dan Word of Mouth Dalam penelitian yang dilakukan oleh Naeem dan Akram (2009) mengenai “Service Quality And Its Impact On Customer Satisfaction: An Empirical Evidence From The Pakistani Banking Sector” menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas jasa dengan kepuasan konsumen. Apabila kualitas jasa yang ditawarkan tersebut dikelola secara efektif, maka hal tersebut akan memberikan konstribusi atau dampak yang signifikan terhadap kepuasan konsumen. Kualitas memilki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dengan demikian, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dimana perusahaan memaksimumkan pengalaman pelanggan yeng menyenangkan dan meminimumkan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Harrison-Walker (2001) menyatakan bahwa kualitas jasa merupakan salah satu variabel yang dapat mempengaruhi word of mouth. Penelitian ini menyatakan bahwa kualitas jasa secara positif berpengaruh terhadap kecenderungan pelanggan untuk melakukan word of mouth. Persepsi kualitas jasa perusahaan yang lebih tinggi daripada harapan konsumen, akan menciptakan suatu word of mouth yang positif. Namun, jika kualitas jasa yang ditawarkan lebih rendah dari pada harapan pelanggan, maka pelanggan tersebut akan memberikan rekomendasi atau word of mouth negatif. Informasi negatif tersebut akan disebarkan kepada lebih banyak orang dengan tingkat intensitas yang tinggi dan secara detail, hal ini dikarenakan Universitas Sumatera Utara 37 pada dasarnya seseorang tidak ingin orang lain mendapatkan atau mengalami hal buruk seperti pangalaman yang telah terjadi pada pelanggan tersebut. Tjiptono (2011) menyatakan bahwa tujuan dasar dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan dapat menciptakan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggan menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan. Brown et al. (2005), menyatakan ketika seorang pemasar mampu menawarkan tingkat kepuasan yang maksimal kepada konsumen, maka konsumen akan memiliki kecenderungan untuk melakukan positif word of mouth. Brown et al. (2005), juga menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara kepuasan pelanggan dan word of mouth. 2.8 Kerangka Konsep 1. Karakteristrik Pasien - Umur - Pendidikan - Penghasilan 2. Kualitas Pelayanan - Kehandalan - Daya Tanggap - Jaminan - Empati - Faktor Fisik 1. Kepuasan Pasien - Akses Layanan Kesehatan - Proses Layanan Kesehatan - Sistem Layanan Kesehatan 2. Tindakan Words of Mouth Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Universitas Sumatera Utara 38 2.9 Hipotesis Penelitian Ada hubungan secara bersama-sama antara karakteristik pasien dan kualitas pelayanan dengan kepuasan dan tindakan Words of Mouth (WOM) pada pasien rawat jalan Puskesmas Rawat Inap Sipori-pori Kota Tanjungbalai. Universitas Sumatera Utara