Pemberian Glutamin, Dekstrin Dan Kombinasinya

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Pengaruh In Ovo dan Early Feeding Terhadap Performa Ayam
Beberapa hari sebelum dan sesudah penetasan merupakan periode kritis
untuk pertumbuhan dan ketahanan pada ayam broiler (pedaging) komersial. Anak
ayam yang baru menetas harus dapat beradaptasi terhadap perubahan metabolisme
nutrisi dari penggunaan yolk sebagai sumber nutrisi pada saat embrio, berubah
menjadi pakan komplit kaya nutrisi setelah penetasan. Pankreas dan enzim-enzim
pencernaan pada brush border harus sudah tersedia atau sudah tumbuh secara
maksimal untuk digunakan dalam proses pencernaan sehingga nutrisi pada pakan
tersebut dapat diserap di seluruh tubuh. Enzim pankreas terbentuk pada masamasa terakhir embrio sebelum menetas (Marchaim & Kulka 1967).
Pada penelitian yang telah dilakukan Noy dan Sklan (2001), dilaporkan
bahwa adanya makanan dalam saluran pencernaan anak ayam yang baru menetas
akan merangsang sekresi yolk ke dalam usus halus dan merangsang bahan-bahan
hidrofilik. Masa inkubasi yang lebih lama dari 21 hari pada proses penetasan
menyebababkan rendahnya status glikogen pada anak ayam. Pada masa ini banyak
embrio yang menggunakan glikogen sebagai energi untuk penetasan. Oleh sebab
itu, anak ayam itu harus membentuk glikogen melalui proses gluconeogenesis dari
protein tubuh untuk mendukung termogulasi post-hatch dan daya tahan tubuh. Hal
ini berlangsung sampai anak ayam tersebut dapat asupan makanan dan
memanfaatkan nutrien dari makanan tersebut. Setelah ayam menetas, terjadi
perubahan penggunaan pemanfaatan energi dari tubuh menjadi pemanfaatan
energi melalui makanan yang tercerna pada saluran pencernaan.
Intestine merupakan organ utama penyuplai nutrisi untuk tubuh. Semakin
cepat saluran pencernaan pada anak ayam dapat berfungsi dengan baik maka
semakin cepat pula anak ayam tersebut dapat mencerna dan menggunakan nutrisi
yang terdapat dalam makanan. Nutrisi tersebut dapat digunakan untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan potensi genetik dari anak ayam (Uni & Ferket 2004).
Cadangan glikogen mulai disimpan kembali pada saat anak ayam yang
baru menetas mendapatkan makanan dan oksigen serta dapat menggunakan lemak
yang tersimpan dalam yolk sac secara maksimal (Rosebrough et al. 1978b).
Kurangnya jumlah glikogen dan albumin akan memaksa embrio untuk
menggunakan protein otot dalam jumlah besar. Hal ini akan menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan embrio pada periode akhir inkubasi dan anak ayam
yang baru menetas (Uni et al. 2005).
Pertumbuhan saluran pencernaan dimulai selama inkubasi (Romanoff
1960), tetapi baru mulai berfungsi pada saat cairan amnion dikonsumsi secara oral
yaitu pada hari ke 16-17 masa inkubasi. Berat intestine (bagian dari berat embrio)
meningkat dari sekitar 1% pada 17 hari masa inkubasi menjadi 3.5% pada saat
menetas (Uni et al. 2003).
Anak ayam umur sehari yang mencerna makanan menunjukkan
peningkatan aktivitas total trypsin, amylase, dan lipase yang berkorelasi dengan
berat intestine dan berat badan (Noy & Sklan 2000). Broiler umur sehari yang
mendapatkan early feeding memiliki tingkat pertumbuhan saluran cerna yang
lebih tinggi termasuk luas permukaan villi yang lebih luas dan meningkatnya
jumlah sel villi usus (Gonzales et al. 2003).
Menyuntikkan nutrien ke dalam cairan amnion embrio menyebabkan
embrio tersebut secara alami mengkonsumsi nutrien tersebut secara oral sebelum
menetas. Penambahan nutrien pada masa pertumbuhan kritis dengan teknologi in
ovo dapat meningkatkan status nutrisi pada saat penetasan, sehingga dapat
mendatangkan beberapa keuntungan. Keuntungan yang dimadsud yaitu efisiensi
yang tinggi dalam pemanfaatan nutrisi makanan, menurunkan kematian pada
periode post hatch, serta meningkatkan respon imun pada saluran pencernaan dan
meningkatkan pertumbuhan otot terutama otot daging pada bagian dada (Uni et al.
2003).
Berbagai macam nutrien dapat digunakan sebagai bahan in ovo feeding.
Karbohidrat dapat digunakan untuk sumber glukosa, dimana sangat penting bagi
masa pertumbuhan periode penetasan (Moran 1985). Begitu pula dengan glutamin
yang dapat memberikan beberapa keuntungan yaitu yang paling penting adalah
menurunkan kematian periode post hatch. Glutamin juga diketahui dapat
meningkatkan pertumbuhan saluran pencernaan sehingga menghasilkan efesiensi
pakan yang lebih tinggi dari ayam dengan perlakuan biasa (Allee et al. 2005).
8
Pertumbuhan adalah perubahan dalam unit terkecil sel yang mengalami
pertambahan jumlah (hyperplasi) dan dengan pertumbuhan ukuran (hypertropi).
Pertumbuhan
tubuh
secara
keseluruhan
dinyatakan
dengan
pengukuran
pertambahan berat badan. Peningkatan berat badan dapat diketahui dengan cara
menimbang secara berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan
biasanya mulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih cepat dan akhirnya
perlahan-lahan lagi atau berhenti sama sekali (Anggorodi 1990).
Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa terjadi peningkatan berat
badan sebanyak 5 gram pada anak ayam yang mengkonsumsi pakan 48 jam
setelah penetasan. Pada masa ini ukuran yolk menurun sekitar 60% untuk diubah
menjadi 1 gram lemak dan protein agar dapat dimanfaatkan oleh anak ayam
tersebut. Sebaliknya anak ayam yang tidak mengkonsumsi pakan segera setelah
penetasan (48 jam setelah penetasan) akan mengalami penurunan berat badan
sebanyak 3.5 gram. Pada periode ini yolk akan menurun lebih sedikit
dibandingkan dengan anak ayam sebelumnya sehingga dapat dikatakan bahwa
anak ayam tersebut lebih sedikit memanfaatkan lemak dan protein dari yolk
tersebut (Noy & Sklan 1999).
Baik
buruknya
pemeliharan
ayam
pada
periode
awal,
sangat
mempengaruhi pertumbuhan pada periode selanjutnya. Pada 7 hari pertama pasca
penetasan, ayam mengalami perkembangan saluran pencernaan yang lebih cepat
dari pada organ-organ lain seperti tulang dada, otot kaki, dan bulu. Pada fase ini
ayam mempersiapkan kerangka tubuh untuk pertumbuhan selanjutnya. Pada fase
ini penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi performa ayam
selanjutnya (Scott 2001).
Uni dan Ferket (2004) melaporkan bahwa pemberian karbohidrat yaitu
maltosa, sukrosa dan dekstrin secara in ovo feeding pada cairan amnion embrio
broiler dapat meningkatkan jumlah cadangan glikogen pada hati embrio dan pada
anak ayam yang baru menetas. Pada mukosa usus halus embrio ayam memiliki
kemampuan mencerna dan menyerap nutrisi yang terbatas pada waktu menjelang
menetas (Uni et al. 2003b). Kemampuan untuk absorbsi ini meningkat saat
mendekati proses menetas dan terus meningkat selama beberapa hari setelah
menetas (Uni et al. 2003b). Beberapa penelitian melaporkan bahwa pemberian
9
makan sedini mungkin pada anak ayam setelah menetas akan menstimulasi
perkembangan saluran pencernaan sehingga dapat mempercepat morfologi
pertumbuhan usus halus. Hal ini dapat menghasilkan berat badan yang lebih tinggi
sehingga dapat memperpendek waktu yang diperlukan untuk mencapai berat
panen (Uni et al. 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Tako et al. (2004) yang berjudul “Effects
of In Ovo Feeding of Carbohydrates and β-Hydroxy-β-Methylbutyrate on The
Development of Chicken Intestine” memberikan hasil yang baik. Penelitian ini
menyuntikkan cairan karbohidrat (CHO) dan β-Hydroxy-β-Methybutyrate (HMB)
pada cairan amnion embryo ayam umur 17.5 hari. In ovo feeding dapat
meningkatkan pertumbuhan saluran pencernaan embrio dengan meningkatkan
ukuran villi dan meningkatkan kapasitas cerna disakarida usus (meningkatkan
aktivitas enzim pada brush border). Hal ini menyebabkan DOC yang menerima in
ovo feeding memiliki berat badan yang lebih berat sehingga menghasilkan
performa yang lebih baik (Tako et al. 2004).
Penelitian tentang in ovo feeding sudah banyak dilakukan, tetapi
penelitian-penelitian yang khusus menyangkut fungsinya sebagai penstimulir
kekebalan pada unggas dan pengaruhnya terhadap kualitas karkas masih belum
banyak diteliti. Berikut adalah beberapa penelitian in ovo feeding yang pernah
dilakukan:
10
Tabel 1 Sejarah perkembangan penelitian in ovo feeding
Tahun
Peneliti
1999 Ohta et al.
Judul dan Hasil
Effect of Amino Acid Injection in Broiler Breeder
Eggs on Embryonic Growth and Hatchability of
Chicks. Lokasi injeksi: yolk. Umur : 7 hari inkubasi.
Hasil: Pemberian asam amino secara in ovo mungkin
merupakan suatu metode yang efektif untuk
meningkatkan berat anak ayam saat menetas.
2001
Optimum Site for In ovo Amino Acid Injection in
Broiler Breeder Eggs.
Ohta et al.
Hasil : lokasi optimal penginjeksian cairan asam
amino adalah kuning telur dan extra-embyonic
coelom.
2001
Ohta et al.
Embryo Growth and Amino Acid Concentration
Profiles of Broiler Breeder Eggs, Embryos, and
Chicks After In Ovo Administration of Amino Acids.
Lokasi injeksi: yolk. Umur: 7 hari inkubasi.
Hasil: Pemberian asam amino secara in ovo dapat
meningkatkan konsentrasi asam amino embryo
ayam.
2003
Z. Uni dan R. P. Enhancement of Development of Oviparous Species
Ferket
by In Ovo Feeding. US Patent No. 6,592,878.
2003
Z. Uni dan R. P. Methods For Early Nutrition and Their Potential.
Ferket
Lokasi injeksi: Cairan amnion embryo ayam.Umur:
18 hari inkubasi. Nutrien: karbohidrat.
Hasil: Pemberian karbohidrat secara in ovo
meningkatkan berat DOC, berat ayam hingga umur
35 hari, meningkatkan tinggi villi dan level glycogen
hati. Pemberian karbohidrat + protein secara in ovo
meningkatkan berat DOC, berat ayam hingga 14 hari
dan berat otot DOC.
2004
E. Tako, R. P. Effects of In Ovo Feeding of Carbohydrate and βFerket dan Z. Uni Hydroxy-β-Methylbutyrate on The Development of
Chicken Intestine. Lokasi injeksi: cairan amnion
embryo. Umur injeksi : 17,5 hari.
Hasil: Pemberian nutrisi dari luar secara in ovo
meningkatkan kapasitas untuk mencerna disakarida
(CHO+HMB lebih baik). Hal ini menghasilkan DOC
yang lebih berat.
11
Tahun
Peneliti
Judul dan Hasil
2005
Z. Uni, E. Tako, In Ovo Feeding Improves Energy Status of Late –
R. P. Ferket, dan Term Chicken Embryos. Lokasi injeksi: cairan
amnion embryo. Umur: 17,5 hari.
O. Kedar
Nutrient: karbohidrat + HMB.
Hasil: Pemberian karbohidrat + HMB secara in ovo
meningkatkan berat DOC, level glycogen hati dan
ukuran otot dada.
2005
Ondulla T. Foye- The Biochemical and Molecular Effects of Amnionic
Jackson
Nutrient Administration, “in ovo feeding” on
Intestinal Development and Function and
Carbohydrate Metabolism in Turkey Embryos and
Poults. Coauthored by P. R. Ferket (advisor) and Z.
Uni. Salah satu dari pemenang PSA Awards 2005.
2005
Z. Uni, R. P. The effects Of Amniotic Nutrient Administration “ In
Ferket, O.T Foye Ovo Feeding” Arginine And/Or β-Hydroxy-βMethylbutyrate (HMB) On Insulin Like Growth
Factors, Energy Metabolism & Growth In Turkey
Poults.
Hasil : HMB dapat meningkatkan berat badan DOC
sampai 14 hari.
HMB + Arg dapat meningkatkan plasma IGF-I dan
IGF-II.
HMB, Arg dan HMB + Arg dapat meningkatkan
Glukosa 6 phosphat.
HMB dan Arg dapat meningkatkan glikogen hati.
2006
A. Smirnov, E. Mucin Gene Expression and Mucin Content in The
Tako, R. P. Ferket Chicken Intestinal Goblet Cells Are Affected by In
dan Z. Uni
Ovo Feeding of Carbohydrates. Lokasi injeksi:
cairan amnion embryo. Umur: 17,5 hari inkubasi.
Nutrient: Karbohidrat.
Hasil: Pemberian karbohidrat secara in ovo memiliki
efek thropic terhadap usus kecil , meningkatkan
mucin mRNA expression dan meningkatkan
perkembangan sel goblet usus.
2006
O. T. Foye, Z.
Uni dan R. P.
Ferket
Effect of In Ovo Feeding Egg White Protein, βHydroxy-β-Methylbutyrate, and Carbohydrates on
Glycogen Status and Neonatal Growth of Turkeys.
12
Dekstrin dan Glutamin
Banyak nutrien yang dapat digunakan sebagai bahan in ovo feeding.
Karbohidrat dapat digunakan sebagai bahan in ovo feeding untuk sumber glukosa
yang sangat penting bagi masa pertumbuhan periode penetasan (Moran 1985).
Karbohidrat adalah komponen penting sebagai larutan in ovo feeding
karena berperan penting dalam perkembangan embrio stadium akhir, untuk keluar
dari cangkang telur ketika level karbohidrat yang terdapat dalam telur sebelum
menetas sangatlah sedikit (Christensen et al. 1993). Karbohidrat yang digunakan
umumnya mengandung glukosa, maltosa, sukrosa dan dekstrin serta digunakan
juga NaCl untuk aksi transport pada brush border (Gal Gerber et al. 2000).
Dekstrin merupakan grup karbohidrat yang mempunyai berat molekul
yang rendah dan lebih kompleks sebagai hasil dari hidrolisis pati. Dekstrin
mempunyai rumus bangun yang sama dengan karbohidrat, tetapi dengan panjang
rantai yang lebih pendek. Dekstrin merupakan zat yang larut dalam air dan
alkohol. Dekstrin yang dihasilkan dari pati jagung disebut dengan maltodekstrin.
Oligosakarida diatas ini memiliki rasa yang manis dimana biasanya digunakan
sebagai food additive. Dekstrin diketahui mudah dicerna dan diabsorbsi sebagai
glukosa (Groff et al. 2000).
Dekstrin yang digunakan untuk industri biasanya terbuat dari pati gandum,
tetapi di negara Amerika dan Eropa sudah beralih menggunakan dekstrin dari
jagung. Hal ini dilakukan karena dekstrin dari jagung ini mempunyai harga yang
lebih terjangkau dan mempunyai fungsi sebagai sumber karbohidrat yang mudah
diserap sebagai glukosa (Groff et al. 2000).
Glukoneogenesis merupakan proses menghasilkan glukosa yang berasal
dari sumber non-karbohidrat. Konversi alanin, glisin, serine, aspartat, dan
glutamat ke piruvat, oksaloasetat, terutama terdapat pada hati dan diketahui
menjadi lebih aktif selama proses embriogenesis dan ketika telah menetas
terutama pada saat tubuh kekurangan makanan (Sturkie 1976).
Glutamin merupakan asam amino alifatik bersifat polar tidak bermuatan,
merupakan amida dari asam glutamate, bersifat mudah larut dalam air karena
mempunyai gugus ekstra-NH2 yang bersifat polar. Glutamin diketahui menjadi
amino yang paling banyak keberadaannya pada cairan intraseluller. Glutamin
13
mempunyai dua grup ammonia, satu dari prekursornya yaitu glutamat dan yang
lainnya berasal dari ammonia bebas pada aliran darah (Antonio et al. 1999).
Glutamin merupakan asam amino non essensial dimana dapat berubah fungsi
menjadi essensial pada kasus-kasus peradangan tertentu (Newsholme 2001).
Glutamin
merupakan asam amino bebas yang keberadaannya paling
banyak pada pembuluh darah. Glutamin menyumbang sekitar 50% dari pool αasam amino bebas didalam tubuh dan secara kuantitas merupakan asam amino
paling penting yang terlibat dalam organ dalam transpor nitrogen. Sebenarnya
glutamin merupakan asam amino non-essensial, karena dapat disintesis pada selsel dan jaringan-jaringan tubuh (Lund & Williamson 1985).
Meskipun banyak jaringan yang dapat mensintesa glutamin, tetapi hanya
jaringan tertentu saja yang dapat melepaskan glutamin ke pembuluh darah dalam
jumlah yang signifikan. Jaringan-jaringan ini diantaranya adalah paru-paru, otak,
otot-otot kerengka dan jaringan adiposa. Karena jumlahnya yang sangat banyak,
otot-otot kerangka diketahui sebagai organ yang paling penting dalam hal
memproduksi glutamin di dalam tubuh. Pada otot-otot kerangka glutamin terdapat
sekitar 60% dari total pool asam amino bebas. Organ-organ yang menggunakan
glutamin diantaranya adalah ginjal, hati, usus halus dan sel-sel dari sistem imun
(Newsholme & Calder 2002).
Pada penelitian Bartell dan Batal (2007) diketahui bahwa pemberian
glutamin sebesar 1% dapat meningkatkan penggunaan dan absorbsi nutrien karena
dapat meningkatkan tinggi villi sehingga mempunyai area yang lebih banyak
dalam pengguanaan nutrien. Ketika diberikan glutamin sebanyak 4% terjadi
penurunan performa yaitu menurunnya konsumsi pakan dan bobot badan, yang
diketahui sebagai indikasi dari efek toksik dari dosis glutamin yang diberikan
tersebut.
Glutamin mempunyai aturan metabolik yang berbeda-beda pada tiap-tiap
organ yang menggunakannya. Pada hati, kerangka karbon glutamin merupakan
prekursor untuk sintesis glukosa, sedangkan glutamin itu sendiri dapat digunakan
untuk sintesis asam-asam amino dan protein-protein yang lainnya, dengan
mengeluarkan nitrogen yang tidak digunakan melalui ureagenesis. Glutamin juga
14
dapat digunakan sebagai prekursor untuk bagian glutamat dari glutathione,
dimana secara utama disintesis pada hati (Newsholme & Calder 2002) .
Glutamin berpartisipasi pada keseimbangan asam basa di ginjal,
mendonorkan nitrogen-nitrogen amida dan amino untuk bergabung dengan
proton-proton untuk membentuk ion-ion amonium yang akan di di eksresikan ke
urine. Kerangka karbon yang tidak terpakai dapat digunakan untuk menghasilkan
energi atau sebagai prekursor untuk sintesis glukosa (glukoneogenesis). Glutamin
merupakan sumber energi utama pada usus halus dan merupakan sumber energi
yang penting untuk sel-sel imun (Newsholme & Calder 2002).
Produksi glukosa dari nutrien non-karbohidrat diketahui sebagai
glukoneogenesis. Glutamin adalah salah satu substrat non karbohidrat yang paling
efisien karena dapat digunakan sebagai energi. Pada beberapa sel sekitar 30% dari
degradasi glutamin dapat di konversikan menjadi laktat dan karbondioksida, dan
2% lagi dapat digunakan untuk makromolekul. Pemanfaatan glutamin dapat
meningkat ketika glukosa menurun, bahkan pada beberapa kondisi sel-sel dapat
bertahan dan tumbuh pada keadaan glukosa rendah dengan penambahan glutamin
yang cukup. Glutamin dapat di metabolisme pada siklus urea, jalur sintesis protein
dan siklus krebs untuk energi serta produksi dari sitrat, laktat dan glukosa
(Antonio 1999).
Glutamin
adalah
vital
untuk
struktur
saluran
pencernaan
dan
produksivitasnya dengan cara memperketat sistem imun, pertumbuhan mukosa
dan lubrikasi (Ardawi 1985). Glutamin merupakan prekursor yang penting untuk
sintesis asam amino, nukleotida, asam nukleat, gula-gula amino, protein-protein
dan banyak lagi molekul-molekul yang penting secara biologi (Souba 1993).
Aktivitas glutaminase pada semua organ lymphoid adalah tinggi, termasuk
lymp nodes, spleen, timus, Peyer’s patches dan sumsum tulang serta pada limfosit,
makrofag, serta heterofil. Aktivitas glutaminase meningkat pada popliteal lymph
node ketika merespon tantangan imun. Respon proliferasi limfosit tikus terhadap
mitogens T-cell tergantung dari kemampuan dari glutamin yaitu diketahui bahwa
ketika ketidakberadaan glutamin, sel-sel ini tidak dapat berproliferasi, tetapi
ketika konsentrasi glutamin pada medium kultur meningkat, maka proliferasi
limfosit pun ikut meningkat.
15
Glutamin merupakan bahan bakar utama untuk perkembangan sel-sel
secara cepat seperti pada enterosit saluran pencernaan dan limfosit aktif
(Newsholme & Calder 2002). Pada penelitian Allee (2005), diketahui bahwa
pemberian suplementasi glutamin pada anak ayam sebanyak 1% pada pakan
setelah menetas dapat meningkatkan performa pertumbuhan, menurunkan angka
kematian dan mempunyai perkembangan intestinal yang lebih baik serta
mempunyai respons imun yang lebih tinggi.
Respon Imun
Sistem imun adalah semua mekanisme tubuh dalam mempertahankan
keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang ditimbulkan dari
berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja 1991). Dijelaskan bahwa
sistem pertahanan meliputi sistem imun non-spesifik (innate/natural) dan sistem
imun spesifik (adaptive/acquired). Diperlihatkan pada Gambar 1 sistem imun
non-spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan
berbagai mikroorganisme yang dapat memberikan respon langsung terhadap
antigen dan sistem ini telah berfungsi sejak lahir.
SISTEM IMUN
NON SPESIFIK
FISIK/MEKANIK
Kulit
Selaput Lendir
Sillia
Batuk/Bersin
LARUT
Biokimia :
Asam Lambung
Lisozia
Laktoferin
Asam
Neuraminik
SPESIFIK
SELULAR
Fagosit
Sel NK
HUMORAL
(Sel B)
SELULAR
Komplemen
Interferon
C Reactive
Protein (CRP)
Gambar 2 Sistem imun (Baratawidjaja 1991)
16
Sistem imun spesifik memerlukan waktu untuk mengenal antigen terlebih
dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Dijelaskan oleh Tizard (1987)
bahwa respon imun sebagai akibat dari antigen pada kontak pertama dengan selsel imun, dapat membentuk klon atau kelompok sel yang disebut memory cells
yang dapat mengenali antigen yang bersangkutan. Bila kemudian ditemukan lagi
antigen yang sama, maka klon akan berproliferasi dan menimbulkan respon
sekunder spesifik yang berlangsung lebih cepat dan lebih intensif dibandingkan
dengan respon primer.
Tizard (1987) mengatakan bahwa terdapat dua kategori mayor dari respon
kekebalan yaitu respon yang melibatkan antibodi, yang disebut respon imun
humoral dan respon-respon yang bebas dari antibodi atau cell mediated immune
responses. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pemanfaatan respon kekebalan sebagai
suatu sifat indikator resistensi penyakit yang memerlukan pengertian kontrol
genetik.
Unggas mengalami berbagai tekanan dalam hidupnya. Tekanan ini dapat
menyebabkan perubahan hormon, penurunan konsumsi pakan, menurunkan
metabolisme nutrisi dan menekan fungsi imun. Hal-hal inilah yang menyebabkan
peneliti meneliti berbagai cara untuk menekan dampak yang merugikan ini.
Nutrien diketahui dapat mempengaruhi respon unggas tersebut untuk memerangi
penyakit. Respon yang paling mudah diukur terhadap imunitas tubuh adalah
leukosit dan diferensiasinya.
Menurut Kimball (1983) darah adalah suspensi yang terdiri dari elemenelemen, atau sel-sel, dan plasma yaitu larutan yang mengandung berbagai molekul
organik dan anorganik. Ada tiga grup sel darah, yaitu sel darah merah atau
eritrosit, sel darah putih atau leukosit, keping-keping darah atau trombosit. Sel-sel
ini cukup besar sehingga dapat diamati dengan mikroskop biasa. Leukosit
berbentuk bola (spherical), dengan diameter 7-20 µm dan terdapat kurang dari 1%
volume darah total. Sel ini memiliki struktur internal, termasuk nukleus dan
mitokondria serta mempunyai fungsi melindungi badan dari infeksi.
Ada dua kelas leukosit yaitu yang mengandung granula dalam sitoplasma
nya (granulosit) dan agranulosit yang tidak mengandung granula. Granulosit dari
leukosit terdiri dari heterofil, eosinofil dan basofil. Sedangkan agranulosit dari
17
leukosit terdiri dari limfosit dan monosit. Profil leukosit menyempurnakan fungsi
leukosit dengan membungkusnya secara endositosis partikel-partikel asing yang
masuk dalam badan. Ketika melaksanakan fungsinya monosit dan heterofil ini
keluar melalui dinding kapiler di area terjadinya kerusakan jaringan, bila telah
bebas dalam jaringan mereka mulai fagositosis. Bakteri-bakteri atau partikel
lainnya ditelan di dalam vakuola-vakuola yang bersatu dengan lisosom, dimana
enzim-enzimnya dapat menghancurkan bakteri-bakteri tersebut. Biasanya
perlawanan berakhir dengan kematian sel darah putih (Kimball 1983).
Menurut Maxwell (1993) leukosit pada unggas mempunyai fungsi yang
berbeda-beda dalam tubuh. Monosit setelah matang berubah menjadi jaringan
makrofag. Makrofag atau monosit dalam bentuk matang mempunyai fungsi yang
penting dalam pertahanan, yaitu fagositosis terhadap parasit-parasit diluar sel
seperti virus dan beberapa bakteri atau bahkan terhadap benda-benda asing dalam
tubuh. Heterofil berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap bakteri yang masuk
dengan cara fagositosis. Limfosit-limfosit biasanya tidak melakukan endositosis,
melainkan memerangi penyakit dengan ikut serta dalam pembentukan antibodi.
Antibodi adalah protein-protein yang dihasilkan apabila makromolekul asing
(antigen) masuk dalam badan. Limfosit berfungsi terhadap pengenalan dan
penghancuran dari berbagai tipe-tipe patogen dalam tubuh.
Eosinofil berfungsi sebagai pertahanan terhadap kutu-kutu dan protozoa.
Basofil pada unggas kurang diketahui fungsinya, tetapi pada manusia diketahui
berfungsi sebagai mediator respon awal terhadap infeksi. Secara normal
persentase eosinofil dan basofil dalam darah sangat rendah, tetapi tetap memegang
peranan penting dalam memerangi penyakit. Jumlah eosinofil dengan mencolok
meningkat dalam penyakit tertentu terutama yang disebabkan oleh cacing-cacing
parasit. Selama terjadi infeksi jumlah basofil juga meningkat. Bila basofil
meninggalkan darah, mereka berkembang menjadi sel-sel mast, dimana di tempat
terjadianya infeksi, sel-sel mast ini akan melepaskan histamin yang akan
meningkatkan aliran darah di daerah tersebut (Tizard 1987).
Zinkl (1986) mengatakan bahwa jumlah leukosit yang normal pada ayam
bekisar antara 12 000 sampai 30 000 per mm3. Jumlah leukosit meningkat seiring
dengan bertambahnya umur unggas (Hodges 1977). Swenson (1984) melaporkan
18
bahwa persentase normal bagian-bagian leukosit pada ayam umur 1 minggu kirakira heterofil 24%, eosinofil 0%, basofil 0%, monosit 1% dan limfosit 75% dari
total leukosit. Untuk ayam umur 6 minggu kira-kira heterofil 26%, eosinofil 0%,
basofil 1%, monosit 3% dan limfosit 69% dari total leukosit (Hodges 1997).
Sistem imun pada unggas dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya adalah anatomi pembentukan jaringan limpa, produksi mucus, sintesis
dari substansi aktif imunologi, perkembangbiakan sel dan aktivasi dan
perpindahan sel atogen yang mati pada intraselular dan regulasi dari proses imun.
Pada masa embrional, timus berasal dari ekstroderm, yakni perkembangan
dari kantong kerongkongan (pharynx) keempat. Secara anatomis timus ayam
terletak pada sisi kanan dan kiri saluran nafas. Pengembangan timus ayam dimulai
dari bagian posterior rahang bawah mencapai kelenjar tiroid di dalam rongga
(thorax). Jaringan timus seringkali berproliferasi pada kelenjar tiroid. Timus
merupakan regulator sel T yang bekerja pada sel-sel primitif yang berasal dari
sumsum tulang dan membuat sel-sel itu mampu secara imunologik bertindak
sebagai pembentuk antibodi tubuh (Tizard 1987).
Bursa fabricius terletak pada daerah dorsal kloaka. Bursa fabricius terdiri
dari sel-sel limfoid yang tersusun dalam kelompok-kelompok yang disebut folikel
limfoid. Pada bagian dalam ditemukan lumen yang dibatasi oleh deretan epitel
yang membungkus folikel limfoid. Setiap folikel limfoid terdiri dari korteks yang
berisi sel-sel limfosit, sel plasma dan makrofag, sedangkan bagian medula hanya
terdiri dari sel-sel limfosit. Bursa diketahui sebagai organ limfoid primer yang
fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan deferensiasi bagi sel dari sistem
pembentuk antibodi. Timus dan bursa pada ayam mencapai ukuran maksimal
sekitar dua sampai tiga minggu sesudah menetas dan sesudahnya mengalami
inovulasi perlahan-lahan (Tizard 1987).
Unggas mengalami berbagai tekanan dalam hidupnya. Tekanan ini dapat
menyebabkan perubahan hormon, penurunan konsumsi pakan, menurunkan
metabolisme nutrisi dan menekan fungsi imun. Nutrien diketahui dapat
mempengaruhi repon unggas tersebut untuk memerangi penyakit. Timus
merupakan regulator sel T yang bekerja pada sel-sel primitif yang berasal dari
sumsum tulang dan membuat sel-sel itu mampu secara imunologik bertindak
19
sebagai pembentuk antibodi tubuh. Sedangkan bursa diketahui sebagai organ
limfoid primer yang fungsinya sebagai tempat pendewasaan dan deferensiasi bagi
sel dari sistem pembentuk antibodi (Tizard 1987).
Perubahan-perubahan patologi anatomi yang terjadi sebagai akibat respon
terhadap perlakuan dapat dilihat dari berat relatif bursa dan timus. Melalui berat
relatif bursa dan timus dapat lebih terlihat jelas ada atau tidaknya efek in ovo
feeding terhadap respon imun yang dapat menandakan lebih bertahannya ayam
tersebut tehadap lingkungan sekitarnya.
Keterlambatan maturasi enzim-enzim yang mengontrol metabolisme yang
disebabkan oleh terlambatnya pemberian pakan pada masa post hatch (seperti
sistem de-iodinasi dan aktivasi jalur T3 serta retardasi perkembangan sistem
imun) akan terjadi pada anak kalkun yang terlambat menerima pakan ketika
menetas (Dibner 1999). Suplementasi nutrien yaitu β-hydroxybeta- methylbutyrate
(HMB) pada saat segera setelah penetasan diketahui dapat meningkatkan respon
mediasi T-sel terhadap mitogen, meningkatkan respon hipersensitivitas terhadap
mitogen, tetapi tidak mempengaruhi berat timus, bursa serta tidak berpengaruh
terhadap potensi fagositas makrofag. Selain hal ini juga diketahui bahwa
pemberian in ovo feeding segera setelah penetasan dapat meningkatkan respon
antibodi yaitu dengan cara meningkatkan IgG ( Uni & Ferket 2003).
Newcastle Disease (ND)
Newcastle Disease adalah salah satu penyakit pernafasan pada ayam yang
disebabkan oleh virus jenis paramyxovirus dengan penyebaran yang luas dan
angka kematian yang sangat tinggi, bahkan dapat mencapai seratus persen
(Gordon & Jordan 1982) di seluruh dunia dan dapat menyerang ayam pada
berbagai tingkat umur dan dapat terjadi setiap saat (Wiharto 1985).
Pencegahan infeksi akut terhadap ND virus telah dilakukan dengan
melaksanakan program vaksinasi secara teratur. Vaksinasi diartikan sebagai
tindakan memasukkan antigen ke dalam tubuh sehat dengan madsud agar
terbentuk kekebalan yang dapat melindungi individu yang bersangkutan terhadap
infeksi penyakit di alam (Tizard 1987). Ada dua jenis vaksin ND yaitu inaktif dan
vaksin aktif. Vaksin inaktif mengandung virus yang telah dimatikan menggunakan
20
bahan kimia, sedangkan vaksin aktif mengandung virus ND yang masih hidup
tetapi sifat keganasannya telah berkurang. Vaksin aktif sering digunakan dalam
pencegahan ND secara maksimal karena harga yang murah serta mampu
digunakan sebagai pelindung terhadap infeksi alam (Brugh & Siegel 1978).
Berdasarkan tingkat virulensinya, virus ND dibagi menjadi tiga tipe yaitu
lentogenik, mesogenik dan velogenik (National Acedamy Of Science 1971).
Terdapat tiga macam lentogenik yang dipakai sebagai bahan vaksin yaitu strain
V4, B1 Hitchner dan La Sota. Dari ketiga tipe tersebut ternyata strain La Sota
adalah jenis yang Paling Patogen (Wetsbury et al. 1984). Rombout et al. (1992)
mengatakan bahwa sel-sel limfosit pasca vaksinasi dengan ND strain La Sota
menunjukkan adanya penurunan jumlah limfosit yang terjadi tiga hari setelah
vaksinasi dan kemudian meningkat kembali pada enam sampai sepuluh hari
setelah vaksinasi.
Metode yang dapat digunakan untuk mengukur tingginya titer antibodi ND
didalam serum adalah mikrotitrasi, dengan diawali dengan uji aglutinasi (uji
Hemaglutinasi) untuk menentukan titer virus dalam satuan HA-unit. Setelah
dilakukan uji hemaglutinasi dilanjutkan dengan uji penghambatan aglutinasi (HI)
(Villegas 1987). Malole (1988) melaporkan bahwa uji HI dapat ditujukan untuk
mengukur tingginya titer antibodi yang terkandung di dalam serum untuk
menggambarkan tingkat kekebalan ayam setelah divaksinasi dengan vaksin ND.
Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro
Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro adalah penyakit menular
akut yang menyerang ayam muda 2.5 sampai 14 minggu yang ditandai khas
dengan pembengkakan bursa fabricius, proliferasi dan nekrosa sampai pendarahan
dari jaringan limfoid, degenerasi ginjal, diare, nafsu makan menurun, kelemahan
dan diikuti kematian (Parede et al. 2000).
Virus IBD mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap lingkungan sehingga
virus ini masih bertahan dalam kandang yang sudah dibersihkan dan telah
disinfeksi. Untuk itu prinsip pencegahan dari penyakit ini adalah vaksinasi,
terutama pada ayam pedaging sangat dianjurkan karena umurnya hanya empat
atau lima minggu (Berg 1991).
21
Vaksin IBD intermediate strain dapat menimbulkan kerusakan pada bursa
baik pada ayam bukan ras (buras/kampung) maupun ayam komersial (ras) yang
digunakan sebagai hewan percobaan dan menimbulkan efek imunosupresif
terhadap vaksin ND pada kelompok hewan vaksinasi (Berg 2000).
Target organ dari virus IBD adalah bursa fabricius dan timus. Bursa
fabrisius secara spesifik sebagai sumber dari sel limfosit B pada unggas.
Penggunaan vaksin IBD aktif untuk vaksinasi pertama dan kedua menyebabkan
perubahan patologik pada bursa yang lebih berat dibandingkan dengan
penggunaan satu kali saja. Vaksin aktif menyebabkan kerusakan pada sel limfoid
bursa (Soejoedono 1998).
Ayam specific pathogen free (SPF) umur satu hari dan tiga minggu yang
divaksin
dengan
intermediate
strain
mengalami
efek
patogenik
dan
imunosupresif, indeks bursa-body weight ratio dan bursa lesion score diperoleh
secara hispatologi. Hasil indeks bursa body weight ratio menurun pada ayam SPF
umur tiga minggu, sedangkan bursa lesion score lebih rendah menunjukkan
peningkatan pada ayam umur tiga minggu, demikian juga analisa serum
Netralisasi dan Uji Hambatan Aglutinasi cenderung meningkat (Mazariegos
1990). Kemampuan produksi antibodi akan membaik kembali dan repopulasi dari
pada folikel bursa ayam SPF umur satu minggu yang divaksin dengan
intermediate strain IBD (strain ganas) akan terlihat pada minggu ke tujuh pasca
vaksinasi (Kim 1999).
Salah satu metode pengukuran titer antibodi terhadap IBD adalah uji
ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). Pada ELISA tidak langsung untuk
melihat atau menemukan keberadaan antibodi. Akan tetapi melalui permukaan
polistiren yang digunakan untuk menyerap antigen protein. Pertama-tama tabung
polistiren dilapisi dengan antigen yakni dengan pengeraman antigen didalam
tabung semalam. Setelah antigen yang tidak terikat dicuci, serum yang diuji
ditambahkan ke tabung sehingga antibodi didalam serum akan terikat dengan
antigen pada dinding tabung. Pengeraman dan pencucian untuk menghilangkan
antibodi yang tidak terikat dilakukan setelah itu. Adanya antibodi yang terikat
diketahui dari penambahan antiglobulin terikat enzim. Antiglobulin ini diketahui
dan diukur dari penambahan substrat enzim. Enzim dan substrat dipilih sehingga
22
dihasilkan produk berwarna dalam tabung. Intensitas perubahan warna
proporsional dengan jumlah antiglobulin terikat enzim yang terikat, sebaliknya
proporsional dengan jumlah antibodi yang terdapat didalam serum yang diuji.
Warna yang dihasilkan dapat diukur secara visual atau untuk lebih baik dibaca
dalam spektrofotometer (Tizard 1987).
Komposisi Karkas Ayam Broiler
In ovo feeding diketahui dapat meningkatkan perkembangan saluran
pencernaan ayam. Selain itu in ovo feeding juga diketahui dapat meningkatkan
total glikogen hati pada embrio dan pada saat penetasan. In ovo feeding juga
diketahui dapat meningkatkan ukuran relatif otot dada (% dari berat badan ayam
broiler) (Uni & Ferket 2004).
Dengan meningkatnya glikogen hati dan persentase otot dada diharapkan
dapat juga meningkatkan status nutrisi pada saat panen bukan hanya
meningkatkan berat panen saja. Komposisi kimiawi daging dipengaruhi oleh
bangsa, pakan, umur, dan penggemukan (Lawrie 1979).
Komposisi karkas memegang peranan penting karena berhubungan dengan
jumlah jumlah otot, tulang, dan lemak. Otot memiliki nilai ekonomis yang paling
tinggi. Persentase karkas meningkat seiring dengan peningkatan bobot potong.
Nilai komersial karkas dapat ditentukan dari ukuran struktur dan komposisinya.
Sifat-sifat karkas untuk kepentingan komersial mengikuti bobot, penampilan luar,
komposisi kimia, proporsi jaringan utama karkas (daging, tulang, lemak) dan
ketebalan lemak (Rogers et al. 2001).
Komposisi kimiawi daging dipengaruhi oleh bangsa, pakan, umur dan
penggemukan (Lawrie 1979). Komposisi kimiawi daging ayam secara umum
terdiri dari air (65.99%), protein (18.6%), lemak (15.06%), abu (0.8%), substansi
non-protein soluble dan sedikit vitamin (Stadelman et al. 1988).
Air merupakan komponen daging yang terbesar, diikuti oleh protein,
lemak, karbohidrat, dan mineral. Air adalah konstituen utama cairan ekstraseluler.
Sejumlah konstituen kimia yang mudah larut terdapat di dalam air, termasuk
material yang mudah mengendap (Lawrie 1979).
23
Protein merupakan komponen kimiawi di dalam tubuh yang sangat
penting, beberapa diantaranya sangat di perlukan untuk struktur dan fungsi reaksi
metabolik. Protein otot mempunyai hubungan yang erat dengan kadar air daging.
Protein otot mempunyai sifat hidrofilik, yaitu mengikat molekul-molekul air
daging. Protein terdiri dari serangkaian asam-asam amino yang berkaitan secara
kimiawi. Asam amino dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu essensial dan
non essensial. Asam amino dapat pula berfungsi sebagai pembentuk cita rasa yang
terjadi apabila senyawa-senyawa yang larut dalam air dipanaskan maka akan
menghasilkan aroma daging (Rogers 2001).
Lemak adalah susunan gliserida terutama dari trigliserida, fosfolipid, dan
sterol terutama kolesterol. Sebagian lemak tubuh disimpan dalam depot lemak dan
lemak otot yang didominasi oleh lemak netral dalam bentuk gliserol dan asamasam lemak rantai panjang. Komposisi lemak daging di bagi menjadi dua kategori
yaitu berasal dari jaringan otot dan jaringan adiposa dengan komposisi yang
berbeda-beda. Peningkatan deposisi lemak dalam jaringan otot terjadi apabila
aktivitas otot menurun. Lemak berfungsi sebagai sumber energi lebih efektif
dibandingkan karbohidrat dan protein, disamping itu berperan sebagai pelarut
vitamin A, D, E dan K (Guyton 1997).
Karkas ayam pedaging diperoleh setelah ayam pedaging dipotong,
dikeluarkan darahnya, dibuang bulu, kepala dan lehernya serta saluran pencernaan
dan reproduksinya. Karkas ayam pedaging ini disebut juga eviscerated carcass
yang merupakan 73.7% dari bobot hidup ayam pedaging (broiler). Karkas terdiri
dari kulit, daging dan tulang. Daging pada karkas dapat dibagi menjadi daging
dada (21.67%), daging paha (16.8%), serta sayap (12.6%) (Rose 1997).
Daging dada memiliki warna yang lebih pucat dari daging paha karena
konsentrasi myoglobin yang lebih sedikit. Salah satu komposisi otot baik pada
dada maupun paha yang bernama myoglobin memegang peranan yang penting
dalam transpor oksigen. Otot-otot ini digunakan untuk periode aktifitas, yaitu
untuk berdiri dan berjalan. Oleh sebab itu butuh sumber energi yang konsisten dan
dalam hal ini oksigen yang dibawa oleh myoglobin digunakan untuk
menghasilkan kebutuhan akan energi. Myoglobin kaya akan pigmentasi protein,
sehingga semakin banyak myogoblin maka semakin gelap warna daging.
24
Berdasarkan warnanya itulah daging dada disebut white meat dan daging paha
disebut dark meat (Rose 1997).
Dalam beberapa dekade ini telah ditemukan berbagai cara atau metode
pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur komposisi kimia daging
diatas. Pada tahun 1999 The Official Methods Of Analysis of AOAC international
mengeluarkan metode pengukuran secara proksimat yaitu kadar air, kadar abu,
kadar protein kasar dan kadar lemak kasar yang digunakan untuk pengukuran
komposisi kimia untuk daging dan pangan (Rogers 2001).
25
Download