BAB 2 LANDASAN TEORI

advertisement
7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Merek
2.1.1 Pengertian Merek
Menurut Durianto, Sugianto, dan Joko Budiman (2004: p2) mendefinisikan merek
adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi hal – hal tersebut untuk
mengindentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk
membedakan dari produk pesaing dan merek merupakan nilai tangible dan intangible yang
terwakili dalam sebuah merek dagang (trademark) yang mampu menciptakan nilai dan
pengaruh tersendiri di pasar bila dikelola dengan tepat.
Sedangkan menurut Tjiptono (2001: p103-104) merek adalah nama, istilah, tanda,
simbol/ lambang, desain, warna yang diharapkan dapat memberikan identitas dan
diferensiasi terhadap produk pesaing. Pada dasarnya merek merupakan suatu janji penjual
untuk secara konsisten menyampaikan serangkaian ciri – ciri, manfaat, dan jasa tertentu
kepada para pembeli. Merek yang baik juga menyampaikan jaminan tambahan berupa
jaminan kualitas.
Menurut Rangkuti (2002: p2) merek dapat juga dibagi di dalam pengertian lainnya,
seperti :
1. Brand name (nama merek) yang merupakan bagian dari yang dapat
diucapkan. Misalnya, Mandala Swalayan, Honda, dan sebagainya.
2. Brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang
dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain,
8
huruf atau warna khusus. Misalnya lambang Mandala Swalayan adalah
huruf M besar yang ditimpa dengan gambar burung.
3. Trademark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau
sebagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya
untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda merek dagang ini
melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk menggunakan
nama merek (tanda merek dagang).
4. Copyright (hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi
oleh Undang – Undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual
karya tulis, karya musik, atau karya seni.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
merek
selain
berguna
untuk
membedakan suatu produk dengan produk pesaingnya, juga untuk mempermudah
konsumen untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli.
Merek merupakan simbol yang rumit yang bisa menyampaikan enam tingkat pesan
menurut Kotler (2002: p404) yaitu:
1. Sifat (Attributes)
:
Merek mengingatkan pada atribut – atribut
tertentu. Sebuah merek bisa menyampaikan
sejumlah sifat dalam benak konsumen.
2. Manfaat (Benefits)
:
Suatu merek lebih dari serangkaian atribut atau
sifat. Sifat harus diterjemahkan ke dalam
manfaat fungsional dan emosional.
3. Nilai (Values)
:
Merek mencerminkan nilai - nilai yang dipegang
oleh produsen.
9
4. Budaya (Culture)
:
Merek bisa mewakili budaya tertentu.
5. Kepribadian (Personality) :
Merek mencerminkan pribadi tertentu.
6. Pemakai (User)
Merek
:
menunjukkan
jenis
konsumen
yang
membeli dan menggunakan produk.
Perusahaan perlu melakukan penelitian mengenai posisi mereknya di benak para
konsumen. Salah satu caranya dengan memvisualisasikan sebuah piramida merek (a brand
pyramid) ketika sedang membangun citra sebuah merek. Tingkat yang paling rendah adalah
sifat merek (brand attributes), tingkat selanjutnya adalah keuntungan merek (brand’s
benefits), dan yang paling puncak adalah keyakinan dan nilai merek (brand’s beliefs and
values).
2.1.2 Peranan dan Manfaat Merek
Terdapat beberapa manfaat merek bagi perusahaan antara lain: sarana menciptakan
asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari pesaing, sumber keunggulan
kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang
terbentuk dalam benak konsumen.
Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani
harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan sesuatu kepada konsumen dengan
demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan
perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang
mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.
Adapun beberapa faktor yang menjadikan merek sangat penting, yaitu seperti:
(Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2004: p2)
10
1. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji
emosi menjadi konsisten dan stabil.
2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat
bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan
budaya.
3. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.
Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan
konsumen dan makin banyak asosiasi merek (brand association) yang
terbentuk dalam merek tersebut. Jika asosiasi merek yang terbentuk
memiliki
kualitas
dan kuantitas
yang kuat,
potensi ini
akan
meningkatkan citra merek.
4. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen.
Merek yang kuat sangat sanggup merubah perilaku konsumen.
2.2 Ekuitas Merek
2.2.1 Pengertian Ekuitas Merek
Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan
suatu merek, nama, simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan
oleh suatu produk atau jasa kepada perusahaan maupun kepada pelanggan. Agar aset dan
liabilitas mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan
dengan nama, atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan
simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek
akan berubah pula. (Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2001: p4)
11
Menurut Philip Kotler dalam bukunya manajemen pemasaran edisi kesebelas jilid 2
(2005: p86) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek diferensial positif yang ditimbulkan
oleh pengetahuan nama merek terhadap pelanggan atas produk atau jasa tersebut. Ekuitas
merek mengakibatkan pelanggan memperlihatkan preferensi terhadap suatu produk
dibandingkan dengan yang lain kalau keduanya pada dasarnya identik.
2.2.2 Elemen – Elemen Ekuitas Merek
Menurut David A. Aaker (Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2004: p4) ekuitas merek
(brand equity) dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu :
1. Kesadaran merek (brand awareness), menunjukkan kesanggupan
seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali
bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.
2. Asosiasi merek (brand assosiation), mencerminkan pencitraan suatu
merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan
kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga,
pesaing, selebritis, dan lain – lain.
3. Presepsi
kualitas
(perceived
quality),
mencerminkan
presepsi
pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/ keunggulan suatu produk
atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
4. Loyalitas merek (brand loyalty), mencerminkan tingkat keterikatan
konsumen dengan suatu merek produk .
5. Aset – aset merek lain (other proprietary brand assets), seperti hak
paten, rahasia teknologi, rahasia bisnis, akses khusus terhadap
pemasok ataupun pasar, dan lain – lain.
12
Empat elemen ekuitas merek (brand equity), diluar aset – aset merek lainnya dikenal
dengan elemen – elemen utama dari ekuitas merek (brand equity). Elemen brand equity
yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama
tersebut.
Namun pengukuran ekuitas merek dikembangkan lagi oleh David A. Aaker (Durianto,
Sugiarto, Budiman, 2004: p4-5) menjadi model brand equity Ten yang dikelompokkan dalam
lima kategori dengan sepuluh elemen sebagai indikator ekuitas merek. Lima kategori yang
pertama mewakili presepsi konsumen tentang suatu merek melalui lima dimensi ekuitas
merek yaitu, loyalitas merek, presepsi
kualitas, asosiasi merek, kesadaran merek, dan
perilaku pasar. Kategori kelima meliputi pengukuran 2 jenis perilaku pasar (market
behaviour) yang mewakili informasi yang diperoleh berdasarkan pasar dan bukan langsung
dari konsumen.
2.3 Kesadaran Merek
2.3.1 Tingkat Kesadaran Merek
Menurut Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2001: p4) brand awareness adalah
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek
sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu
ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek
yang dilibatkan.
Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya mendapatkan
identitas nama dan menghubungkannya ke kategori produk.
Agar brand awareness dapat dicapai dan diperbaiki dapat hal tersebut dapat
ditempuh dengan cara sebagai berikut:
13
1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda
dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungan antara merek
dengan kategori produknya.
2. Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu
konsumen untuk mengingat merek.
3. Jika produk memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat
dihubungkan dengan mereknya.
4. Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak
diingat pelanggan.
5. Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang
sesuai kategori produk, merek, atau keduanya.
2.3.2 Tingkat Brand Awareness
Pengukuran brand awareness didasarkan pada pengertian – pengertian dari brand
awareness yang mencakup tingkatan brand awareness menurut David A. Aaker (Durianto,
Sugiarto, Sitinjak 2001: p4) tingkat - tingkat dari kesadaran merek, terbagi atas 4 tingkatan
yaitu:
1. top mind (puncak pikirian)
2. brand recall (pengingatan kembali)
3. brand recognition (pengenalan merek)
4. brand unaware (tidak menyadari merek)
Peranan brand awareness dalam brand equity tergantung pada tingkatan akan
pencapaian kesadaran di benak konsumen. Tingkatan brand awareness yang paling terendah
adalah brand recognition (pengenalan merek) atau disebut juga sebagai tingkatan
pengingatan kembali dengan membantu (aided recall). Tingkatan berikutnya adalah
14
tingkatan brand recall (pengingatan kembali merek) atau tingkatan pengingatan kembali
merek tanpa bantuan (unaided recall) karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat
merek. Pengukuran pengenalan merek tanpa bantuan lebih sulit dibandingkan pengenalan
dengan bantuan. Tingkatan berikutnya adalah merek yang disebut pertama kali pada saat
pengenalan merek tanpa bantuan yaitu top of mind (kesadaran puncak pikiran). Top of mind
adalah brand awareness tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada
dalam pikiran konsumen.
2.4 Asosiasi Merek
2.4.1 Pengertian Asosiasi Merek
Brand association (asosiasi merek) adalah segala kesan yang muncul dibenak
seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai merek, (Durianto, Sugiarto, Sitinjak
2004).
Kesan – kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin
banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkomsumsi suatu merek atau dengan semakin
seringnya menampakkan merek tersebut dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika
kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan – kaitan lain, suatu merek yang
telah mapan akan memiliki posisi yang menonjol dalam persaingan bila didukung oleh
berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan
menimbulkan rangsangan yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi saling
berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut.
15
2.4.2 Nilai – Nilai Asosiasi Merek
Membantu proses / penyusunan
informasi
Diferensiasi (posisi)
Alasan untuk membeli
Asosiasi merek
Menciptakan sikap / perasaan positif
Basis perluasan
Gambar 2.1
Nilai – nilai Asosiasi Merek
Sumber: Durianto, Sugiarto, Budiman (2004:p11)
1. Membantu proses / penyusunan informasi
Asosiasi – asosiasi dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan
faktor dan spesifikasi yang mungkin sulit di proses dan diakses para
pelanggannya dan dapat menjadi mahal bagi perusahaan untuk
mengkomunikasikannya. Sebuah asosiasi dapat menciptakan informasi
bagi pelanggan yang memberikan suatu cara untuk menghadapinya.
2. Diferensiasi / posisi
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi usaha
membedakan. Asosiasi – asosiasi merek dapat memainkan suatu peran
yang sangat penting dalam membedakan suatu merek dari merek lain.
3. Alasan untuk membeli
16
Banyak asosiasi merek yang membutuhkan berbagai atribut produk
atau manfaat pelanggan yang dapat menyumbangkan suatu alasan
spesifik untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.
4. Menciptakan sikap / perasaan positif
Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang
pada gilirannya merambat ke merek yang bersangkutan.
5. Basis perluasan
Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan
dengan menciptakan rasa kesesuaian antara merek dan sebuah
produk baru.
2.5 Presepsi / Kesan Kualitas
2.5.1 Pengertian Presepsi / Kesan Kualitas
Menurut David A. Aaker (Freddy Rangkuti 2004: p41) mengatakan pengertian kesan
kualitas adalah presepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu
produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan.
Menurut Durianto, Sugiarto, Budiman (2004: p15) berpendapat bahwa presepsi
kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek. Presepsi kualitas mempunyai atribut
penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal seperti:
a. Kualitas aktual atau objektif (actual or objective quality) perluasan ke
suatu bagian dari produk / jasa yang memberikan pelayanan lebih
baik.
b. Kualitas isi produk (product – based quality) karakteristik dan kuantitas
unsur, bagian, atau pelayanan yang disertakan.
17
c.
Kualitas
proses
manufaktur
(manufacturing
quality) kesesuaian
dengan spesifikasi, hasil akhir yang ”tanpa cacat” (zero defect)
2.5.2 Nilai Presepsi / kesan Kualitas
Durianto, Sugiarto, Sitinjak (2004: p15) mengatakan adanya nilai – nilai dari presepsi
kualitas dalam bentuk diagram di bawah ini :
Alat untuk membeli
Diferensiasi (posisi)
Harga optimum
Persepsi kualitas
Minat saluran distribusi
Perluasan brand / merek
Gambar 2.2
Nilai – nilai Kesan Kualitas
Sumber : Durianto, Sugiarto, Sitinjak (2004: p16)
1. Alat untuk membeli
Konsumen sering kali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan penyaring informasi
yang mungkin mengarah kepada objektivitasnya mengenai kualitasnya, atau
informasi itu memang tidak tersedia. Atau konsumen tidak mempunyai kesanggupan
atau sumber daya untuk mendapatkan atau memproses informasi.
18
Karena terkait dengan keputusan – keputusan pembelian, presepsi kualitas mampu
mengefektifkan semua elemen program pemasaran.
2. Diferensiasi / posisi
Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi presepsi
kualitas, yaitu apakah merek tersebut superoptimum, optimum, bernilai, atau
ekonomis. Juga berkenaan dengan presepsi kualitas, apakah merek tersebut terbaik
atau sekedar kompetitif terhadap merek – merek lain.
3. Harga optimum
Keuntungan presepsi kualitas memberikan pilihan – pilihan dalam penetapan harga
optimum. Harga optimum bisa meningkatkan laba atau memberikan sumber daya
untuk reinvestasi pada merek tersebut. Berbagai sumber daya ini dapat digunakan
untuk membangun merek, seperti menguatkan kesadaran atau asosiasi atau mutu
produk.
4. Minat saluran distribusi
Presepsi
kualitas juga punya arti penting bagi para pengecer, distributor, dan
berbagai pos saluran lainnya. Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat
menawarkan suatu produk yang memiliki presepsi kualitas tinggi dengan harga yang
menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Pos saluran distribusi di
motivasi untuk menyalurkan merek – merek yang diminati oleh konsumen.
5. Perluasan merek
Sebuah merek yang kuat dalam hal presepsi
kualitas dapat dieksploitasi untuk
meluaskan diri lebih jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar
dibandingkan merek dengan presepsi kualitas yang lemah. Caranya adalah dengan
menggunakan merek tersebut masuk ke dalam kategori produk baru.
19
Berbagai dimensi yang mendasari penilaian kesan kualitas akan bergantung pada
konteksnya. Dimensi-dimensi kualitas menurut Durianto, Sugiarto, Sitinjak (2004) terdiri dari:
a.Kualitas Produk
1. Tampilan (performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari suatu
barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan
pelanggan dalam membeli barang tersebut.
2. Fitur (features), yaitu aspek kedua dari tampilan yang berguna untuk
menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan - pilihan produk dan
pengembangannya.
3. Keandalan (reliability), berkaitan dengan kemungkinan suatu barang
berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu
tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
4. Konformasi (conformance), berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap
spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan
pelanggan.
Konformasi
menunjukkan
derajat
ketepatan
antara
karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang
telah ditetapkan.
5. Daya tahan (durability), menunjukkan umur ekonomis yaitu ukuran daya
tahan atau masa pakai suatu barang.
6. Pelayanan (servicebility), yaitu yang berkaitan dengan kecepatan,
kompetensi, kemudahan, dan ketepatan dalam memberikan layanan untuk
perbaikan.
20
7. Nilai keindahan (aesthetics), yaitu nilai - nilai estetika yang bersifat
subyektif berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan preferensi individual.
b. Kualitas Jasa
1. Tangibles, yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, material
komunikasi.
2. Realibility, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan
secara akurat.
3. Assurance, yaitu pengetahuan dan kesopanan para karyawan dan
kemampuan
mereka
untuk
menciptakan
keyakinan
akan
kualitas
pelayanan dalam diri konsumen.
4. Responsiveness, yaitu kesediaan untuk membantu konsumen dan daya
tanggap karyawan terhadap permintaan pelayanan dalam waktu yang
singkat.
5. Emphaty, yaitu perhatian dan kesungguhan dalam memahami kebutuhan
konsumen.
Apabila proses penyampaian jasa dari pemberi jasa sesuai dengan apa yang
dipresepsikan konsumen, maka kepuasan konsumen akan terpenuhi. Oleh karena berbagai
faktor, seperti subyektivitas yang dipresepsikan konsumen dan pemberi jasa, maka jasa
sering disampaikan dengan cara yang berbeda dengan yang dipresepsikan oleh konsumen.
21
2.6 Loyalitas Merek
2.6.1 Pengertian Loyalitas Merek
Menurut David A. Aaker (Durianto, Budiman, Sitinjak 2001: p4) mendefinisikan
loyalitas merek adalah tingkat ketertarikan konsumen dengan suatu merek produk sehingga
dapat disebut sebagai konsumen yang loyal yaitu konsumen yang terus menggunakan
produk dan merek yang sama dalam berbagai kondisi.
2.6.2 Tingkat Loyalitas Merek
Menurut Durianto dkk (2004: p19) tingkatan loyalitas merek adalah sebagai berikut :
1. Pembeli yang berpindah – pindah
Adalah tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin sering membeli konsumen
berpindah dari suatu merek ke merek lain mengindikasikan bahwa merek tidak loyal,
semua merek dianggap memadai. Dengan demikian merek memainkan peranan kecil
dalam pengambilan keputusan.
2. Pembeli yang bersifat kebiasaan.
Adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu
merek produk. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk
lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya,
atau pengorbanan lain. Jadi, ia membeli suatu merek karena alasan kebiasaan.
3. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan.
Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun
mereka dapat saja berpindah merek dengan menanggung biaya peralihan, seperti
22
waktu, biaya, atau resiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut.
Untuk menarik minat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya peralihan
yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai
kompensasi.
4. Menyukai merek.
Adalah kategori pembeli yang sungguh – sungguh menyukai merek tersebut. Rasa
suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman
menggunakan merek itu sebelumnya.
5. Pembeli yang berkomitmen.
Adalah kategori yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan dalam menggunakan
suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting, baik dari segi fungsi
maupun sebagai ekpresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak pada
kategori ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan / mempromosikan
merek yang ia gunakan kepada orang lain.
2.6.3 Nilai Loyalitas Merek
Menurut Durianto, Sugiarto, Budiman (2004: p21), Loyalitas merek dapat
memberikan nilai kepada perusahaan. Nilai – nilai tersebut adalah:
1. Mengurangi biaya pemasaran
Biaya pemasaran untuk mempertahankan konsumen akan lebih murah dibandingkan
untuk mendapatkan konsumen baru.
2. Meningkatkan perdagangan
23
Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan perdagangan dan
memperkuat keyakinan perantara pemasaran.
3. Menarik konsumen baru
Perasaan puas dan suka terhadap suatu merek akan menimbulkan perasaan yakin
bagi calon konsumen untuk mengkonsumsi merek tersebut dan biasanya akan
merekomendasikan / mempromosikan merek yang ia pakai kepada orang lain,
sehingga kemungkinan dapat menarik konsumen baru.
4. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan
Bila pesaing mengembangkan produk yang lebih unggul, konsumen yang loyal akan
memberikan
waktu
bagi
perusahaan
untuk
merespon
pesaing
dengan
mempengaruhi produknya.
Pengurangan biaya pemasaran
Peningkatan perdagangan
Loyalitas merek
Menarik konsumen baru
Memberi waktu untuk merespon
ancaman persaingan
Gambar 2.3
Nilai – nilai Loyalitas Merek
Sumber : Durianto, Sugiarto, Sitinjak (2004: p22)
24
2.7 Market Behaviour / Perilaku Pasar
Menurut www.STADTAUS.com_UU_No_5.pdf Perilaku pasar adalah tindakan yang
dilakukan oleh pelaku usaha dalam kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan
atau jasa untuk mencapai tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan
aset, target penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.
2.7.1 Pangsa Pasar
Pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang
dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender tertentu.
( www.STADTAUS.com_UU_No_5.pdf ).
Menurut Durianto, Sugiarto, Budiman (2004: p88–94) Pangsa pasar terdiri dari
beberapa bagian yaitu :
1. Market Size, gambaran grafik tentang peningkatan dan penurunan pada periode
tertentu dan beberapa penyebabnya diperkirakan karena adanya musim –
musim tertentu.
2. Pangsa
pasar,
grafik
yang
menentukan
bahwa
penurunan share
dan
performance tidak selalu menurunkan ekuitas merek tersebut, karena ekuitas
merek dipengaruhi juga oleh beberapa elemen seperti
kesadaran, asosiasi,
kesan kualitas, loyalitas.
3. Pangsa pasar ( Estimasi ), Pendekatan perhitungan pangsa pasar ini dilakukan
berdasarkan data hasil kuesioner yang dibagikan kepada responden. Pada
hakikatnya, pangsa pasar suatu produk dapat dibagun dari faktor – faktor yang
dideskripsikan sebagai berikut:
25
Market Share (pangsa pasar) = Awareness x Product Attractiveness x
Willingness To Pay x Availability
Keterangan :
a. Awareness , dapat dilihat dari unaided brand Awareness, yaitu penjumlahan
Top Of Mind dan brand recall .
b. Product Attractiveness, ini adalah penilaian responden terhadap merek –
merek lainnya. Yang ditanyakan adalah ketertarikan responden terhadap
merek.
c.
Willingness To Pay, ini dilakukan melalui pendekatan dari tingkat kepuasan
responden terhadap performance pada atribut harga yang sesuai dengan
kualitas.
d. Availability, ini diukur berdasarkan pendekatan kemudahan responden dalam
mendapatkan produk.
4. Peramalan pangsa pasar dengan teknik Rantai Markov, dengan contoh sebagai
berikut: dari hasil perhitungan pada matriks probabilitas transisi dan data pangsa
pasar AC Nielsen pada periode Juni – Juli 2003 (JJ03), pangsa pasar pada
periode yang akan datang dapat dihitung. Dengan adanya perhitungan yang
telah dilakukan maka dapat diasumsikan bahwa pengguna tidak berpindah ke
merek lain (Diapet ke Neo Entrostop). Diperkirakan penaikan pangsa pasar
Diapet sebesar 7.9%,yaitu dari 17.0% pada periode JJ03 menjadi 24.9% pada
periode yang akan datang.
26
2.7.2 Market Price And Distribution Coverage
Harga keseimbangan atau harga pasar (Equilibrium Price) adalah tinggi rendahnya
tingkat harga yang terjadi atas kesepakatan antara produsen / penawaran dengan konsumen
atau pemintaan. Pada harga keseimbangan produsen / penawaran bersedia melepas barang
/ jasa, sedangkan permintaan / konsumen bersedia membayar harganya.
(
http://www.dikmenum.go.id/elearning/bahan/kelas1/images/HARGA%20KESEIMBANGAN%2
0PASAR.pdf)
Menurut Durianto, Sugiarto, Budiman (2004: p95–97) Distribution Coverage adalah
angka yang dapat dilihat pada table numeric total stock distribution menunjukkan persentase
jumlah outlet yang sudah menyediakan / menjual produk tersebut relative terhadap total
outlet yang ada. Makin tinggi angka numeric total stock distribution, berarti makin banyak
outlet yang sudah menyediakan / menjual produk tersebut dan makin besar kemungkinan
produk untuk dibeli konsumen.
2.8 Kekuatan Persaingan Menurut Michael E. Porter
Michael Porter telah mengidentifikasi lima kekuatan yang menentukan daya tarik
laba jangka panjang intrinsik pasar atau segmen pasar tertentu. Lima kekuatan tersebut
adalah para pesaing industri, calon pendatang, substitusi, pembeli, dan pemasok. Lima
ancaman yang ditimbulkan kekuatan tersebut menurut Kotler (2005: p266-267) adalah:
1. Ancaman persaingan segmen yang ketat: Segmen tertentu menjadi tidak
menarik jika ia telah memiliki pesaing yang banyak, kuat, atau agresif. Ia bahkan
menjadi lebih tidak menarik jika segmen tersebut stabil atau menurun, penambahan
kapasitas pabrik dilakukan secara besar - besaran, biaya tetap tinggi, hambatan
27
untuk keluar besar, atau pesaing memiliki kepentingan yang besar untuk tinggal di
dalam segmen tersebut. Kondisi itu akan menyebabkan sering terjadinya perang
harga, perang iklan, atau pengenalan produk baru, sehingga akan menjadi sangat
mahal bagi perusahaan untuk bersaing.
2. Ancaman pendatang baru: Daya tarik segmen berbeda - beda menurut tingginya
hambatan untuk masuk dan keluarnya. Segmen yang paling menarik adalah segmen
yang memiliki hambatan untuk masuk yang tinggi dan hambatan untuk keluar yang
rendah. Sedikit perusahaan baru yang dapat memasuki industri, dan perusahaan
yang berkinerja buruk dapat dengan mudah keluar. Jika hambatan masuk dan
hambatan untuk keluar tinggi, potensi laba tinggi, namun perusahaan menghadapi
resiko yang lebih besar karena perusahaan yang berkinerja buruk tinggal dan
berjuang keras di sana. Jika hambatan untuk masuk dan keluar rendah, perusahaan
dengan mudah dapat masuk dan keluar dari industri, serta tingkat pengembalian
investasinya stabil dan rendah. Kasus terburuk adalah jika hambatan untuk masuk
rendah dan hambatan untuk keluar tinggi. Di sini perusahaan - perusahaan akan
masuk dalam situasi yang menguntungkan namun sulit untuk keluar dari situasi yang
buruk. Akibatnya adalah terjadi kelebihan kapasitas yang kronis dan penurunan
harga dan penghasilan bagi semua pihak.
Ada enam sumber utama hambatan masuk:
a.
Skala Ekonomis
Skala ekonomis menghalangi masuknya pendatang baru ke suatu
industri karena memaksa pendatang baru ini untuk masuk dengan skala
besar atau harus memikul biaya tinggi (cost disadvantage).
28
b.
Diferensiasi Produk
Identifikasi
merek
menimbulkan
hambatan
karena
memaksa
pendatang baru untuk mengeluarkan biaya besar guna merebut kesetiaan
pelanggan.
c.
Kebutuhan Modal
Keharusan menanamkan sumber daya keuangan yang besar agar
dapat
bersaing
menimbulkan
hambatan
masuk,
khususnya
modal
dibutuhkan bukan hanya untuk fasilitas tetap, melainkan juga untuk kredit
pelanggan, sediaan, dan penutup kerugian awal.
d.
Hambatan Biaya Bukan Karena Skala
Perusahaan - perusahaan yang sudah ada mungkin memiliki
keunggulan biaya yang tidak dimiliki calon pendatang baru, terlepas dari
ukuran dan skala ekonomis yang dapat mereka capai. Ada kalanya
keunggulan biaya diperoleh dari jalan hukum, seperti melalui hak paten.
e.
Akses Ke Saluran Distribusi
Pendatang baru, tentu saja harus mengamankan distribusi produk
atau jasa mereka. Makin terbatas saluran pedagang besar dan pengecer
yang ada dan makin erat ikatan perusahaan yang sudah ada dengan saluran
ini, jelas makin sukar usaha masuk ke dalam suatu industri.
f.
Kebijakan Pemerintah
29
Pemerintah dapat membatasi atau bahkan melarang masuknya
pendatang baru ke dalam industri, melalui tindakan - tindakan seperti
keharusan adanya ijin dan pembatasan akses ke bahan baku.
3. Ancaman produk substitusi: Segmen tertentu menjadi tidak menarik jika
terdapat substitusi produk yang aktual atau potensial. Substitusi membatasi
harga dan laba. Perusahaan harus memantau secara dekat tren harga produk
substitusi. Jika kemajuan teknologi atau persaingan meningkat di industri
substitusi tersebut, harga dan laba dalam segmen tersebut cenderung akan
menurun.
4. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pembeli: Segmen tertentu
menjadi tidak menarik jika pembeli memiliki kekuatan posisi tawar (bargaining
power) yang kuat atau semakin meningkat. Kekuatan posisi tawar para
pembeli
berkembang
jika
mereka
menjadi
lebih
terkonsentrasi
atau
terorganisasi, produk tersebut merupakan bagian yang signifikan dari biaya
pembeli, produk tersebut tidak terdiferensiasi, biaya perpindahan ke pemasok/
produk lain rendah, pembeli peka terhadap harga karena laba yang rendah,
atau pembeli dapat melakukan integrasi ke hulu. Untuk melindungi diri
mereka, para penjual dapat memilih pembeli yang memiliki kekuatan posisi
tawar yang paling rendah atau yang sulit mengganti pemasok. Pertahanan
yang lebih baik adalah mengembangkan tawaran unggul yang tidak dapat
ditolak oleh para pembeli yang kuat.
30
5. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pemasok: Segmen
tertentu menjadi tidak menarik jika para pemasok perusahaan mampu
menaikkan harga atau mengurangi kuantitas yang mereka pasok. Para
pemasok
cenderung
menjadi
kuat
jika
mereka
terkonsentrasi
atau
terorganisasi, terdapat sedikit substitusi, produk yang dipasok merupakan
input yang penting, biaya berpindah pemasok tinggi, dan pemasok dapat
melakukan integrasi ke hilir. Pertahanan terbaik adalah membangun hubungan
menang-menang dengan para pemasok atau memakai berbagai sumber
pasokan.
Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri
Ancaman
pendatang
baru
Kekuatan tawar
– menawar
pemasok
Persaingan di
antara pesaing
yang sudah
ada
Kekuatan tawar –
menawar pembeli
Ancaman
produk atau
jasa pengganti
Gambar 2.4
Lima Kekuatan yang Menentukan Daya Tarik Sruktural Segmen
Sumber: Kotler (2005: p266)
31
2.9 Manajemen Retail
2.9.1 Pengertian Retail
Menurut Kotler (2005: p215) eceran (retailing) meliputi semua kegiatan yang terlibat
dalam penjualan barang atau jasa langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan
pribadi dan non-bisnis. Pengecer (retailer) atau toko eceran (retail store) adalah setiap usaha
bisnis yang volume penjualannya terutama berasal dari eceran.
Setiap organisasi yang melakukan penjualan kepada konsumen akhir, baik itu
produsen,
pedagang
besar,
atau
pengecer,
disebut
melakukan
eceran,
tanpa
mempermasalahkan bagaimana barang atau jasa tersebut dijual (melalui orang, surat,
telepon, atau mesin penjaja, atau internet) atau di mana dijual (di toko, di pinggir jalan, atau
di rumah konsumen).
Menurut
Christina Whidya Utami (2006: p04),
kata ritel
berasal dari bahasa
Prancis, ritellier, yang berarti memotong atau memecahkan sesuatu. Usaha ritel atau eceran
(retailing) dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang
atau jasa secara langsung kepada konsumen untuk penggunaan pribadi dan bukan
penggunaan bisnis.
Sedangkan menurut Asep ST Sujana (2005: p11), kata ritel
eceran atau perdagangan eceran, dan peritel / retailer
atau retail
berarti
diartikan sebagai pengecer atau
pengusaha perdagangan eceran. Menurut kamus, kata ritel ditafsirkan sebagai ”selling of
goods and or services to the publics” atau penjualan barang dan jasa kepada khalayak.
Menurut Berman dan Evans ( Asep ST Sujana 2005: p11 ) mendefinisikan kata retail
dalam kaitan retail manajemen sebagai keseluruhan aktivitas bisnis yang menyangkut
penjualan barang dan jasa kepada konsumen untuk digunakan oleh mereka sendiri,
keluarga, atau rumah tangganya.
32
Kegiatan yang dilakukan dalam bisnis ritel adalah menjual berbagai produk, jasa,
atau keduanya, kepada konsumen untuk keperluan konsumsi pribadi maupun bersama.
Dengan begitu ritel adalah kegiatan terakhir dalam jalur distribusi yang menghubungkan
produsen dengan konsumen.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perdagangan eceran adalah seluruh
kegiatan penjualan barang atau jasa yang ditujukan langsung kepada konsumen akhir.
Dalam pengertian lazimnya, retailer atau pedagang eceran adalah mata rantai
terakhir dalam proses distribusi. Pedagang eceran merupakan mitra dari agen/ distributor
yang memiliki nama lain wholesaler (pedagang partai besar). Arti partai besar di sini adalah
volume produk.
Bisnis retail berperan sebagai penentu eksistensi barang manufaktur dan distribusi
memiliki ketergantungan yang besar terhadap entitas bisnis retail. Sebagai suatu institusi
bisnis yang berupayah untuk mendapatkan margin keuntungan dari proses distribusi barang
/ jasa, retailer juga sangan bergantung pada pasokan (supply) barang dari manufaktur dan
distributor.
Suatu jalur distribusi,antara produsen ke konsumen terlihat seperti :
PRODUSEN
PEDAGANG
BESAR
RITEL
KONSUMEN
AKHIR
Gambar 2.5
Jalur Distribusi Barang Dagangan Atau Saluran Penjualan Tradisional.
Sumber : Christina Whidya Utami (2006: p05)
33
1. Produsen : (pabrik atau perusahaan manufaktur) mempunyai tugas untuk
mendesain, membuat, memberi merek, menetapkan harga, mempromosikan, dan
menjual. Produsen tidak menjual langsung ke konsumen.
2. Pedangan Besar : membeli, menyimpan persediaan, mempromosikan, memajang,
menjual, mengirimkan, dan membayar ke produsen. Mereka biasanya tidak menjual
langsung ke konsumen.
3. Peritel :
menjalankan fungsi pembeli, menyimpan persediaan, mempromosikan,
memajang, menjual, dan membayar kepada agen distributor. Ritel tidak membuat
barang dan tidak menjual ke peritel lainnya.
2.9.2 Karakteristik Bisnis Retail
Ada 3 karakteristik bisnis retail menurut Berman dan Evan ( Asep ST Sujana 2005:
p15) :
1. Penjualan barang dan jasa dalam small enough quantity (partai kecil, dalam jumlah
secukupnya untuk dikonsumsi sendiri dalam periode waktu tertentu). Meskipun
retailer mendapatkan barang dari supplier dalam bentuk kartonan (cases), namun
retailer mendisplay dan menjualnya dalam bentuk pecahan per unit.
2. Impulse buying, yaitu kondisi yang tercipta dari ketersediaan barang dalam jumlah
dan jenis yang sangat variatif sehinga menimbulkan banyaknya pilihan dalam proses
belanja konsumen.
3. Ciri penentunya adalah store condition (kondisi lingkungan dan interior dalam toko),
yang dipengahui oleh lokasi toko, efektivitas penanganan barang, jam buka toko,
dan tingkat harga bersaing.
34
2.9.3
Tipe – Tipe Bisnis Ritel
Menurut Christina Whidya Utami (2006: p12–p15) kategori pengecer berdasar faktor
- faktor jenis pelayanan, strategi harga, kelengkapan produk, dan banyak pengecer, adalah
sebagai berikut:
1. Supermarket tradisional, Supermarket tradisional melayani penjualan makanan,
daging, serta produk – produk makanan lainnya, serta melakukan pembatasan
penjualan terhadap produk – produk nonmakanan, seperti produk kecantikan,
kesehatan dan produk pada umumnya.
2. Big–box retailer, terdapat beberapa jenis Supermarket di dalam tipe ini yaitu:
a. Supercenter adalah Supermarket yang mempunyai luas lantai 3.000 hingga
10.000 meter persegi dengan variasi produk yang dijual, untuk makanan
sebanyak 30 – 40% dan produk nonmakanan sebanyak 60 – 70%.
Supermarket jenis ini memiliki kelebihan sebagai tempat belanja dalam satu
atap (one stop shopping).
b. Hypermarket merupakan Supermarket yang memiliki luas lebih dari 18.000
meter persegi dengan kombinasi produk makanan 60 – 70% dan produk
umum 30 – 40%, hypermarket merupakan salah satu bentuk Supermarket
yang memiliki persediaan lebih sedikit dibandingkan dengan supercenter.
Hypermarket adalah toko eceran yang mengkombinasi pasar swalayan dan
pemberi diskon ini penuh.
c.
Warehouse merupakan ritel yang menjual produk makanan yang jenisnya
tebatas dan produk – produk umum dengan layanan yang minim pada
tingkat harga yang rendah terhadap konsumen akhir dan bisnis kecil.
35
3. Convenience store, memiliki variasi dan jenis produk, biasanya didefinisikan sebagai
swalayan mini yang hanya menjual lini terbatas dari berbagai produk kebutuhan
sehari – hari yang mempunyai perputaran relatif tinggi.
4. General merchandise retail, jenis retail ini meliputi enam (6) jenis yaitu :
a. Toko diskon (discount store), merupakan jenis retail yang menjual
senagian barang variasi produk, dengan menggunakan layanan yang
terbatas, dan harga yang murah. Toko diskon menjual produk dengan
lebel atau merek milik toko itu sendiri maupun merek lain yang sudah
dikenal luas.
b. Toko khusus (specialty store), berkonsentrasi pada sejumlah terbatas
kategori produk – produk komplementer dan memiliki level layanan yang
tinggi dengan luas toko sekitar 8.000 meter persegi. Toko khusus tidak
hanya merupakan jenis toko namun juga merupakan metode operasi
ritel, yaitu hanya mengkhususkan dari pada jenis barang dagangan
tertentu, misalnya perhiasan, pakaian anak – anak, dan lain – lain.
c.
Toko kategori (category specialist), merupakan toko diskon dengan
variasi produk yang dijual lebih sempit atau khusus tetapi memiliki jenis
produk yang lebih banyak. Ritel ini merupakan salah satu toko diskon
yang paling dasar. Beberapa toko kategori menggunakan pendekatan
layanan sendiri, tetapi beberapa toko menggunakan asisten untuk
melayani konsumen.
d. Department store, merupakan jenis retail yang menjual variasi produk
yang luas dan berbagai jenis produk dengan menggunakan beberapa
staff, seperti layanan pelanggan ,dan tenaga sales counter.
36
e. Off–price retailing, ritel jenis ini menyediakan berbagai jenis produk
dengan merek berganti – ganti dan lebih ke arah orientasi fesyen
dengan tingkat harga produk yang murah.
f.
Value retailing, merupakan toko diskon yang menjual sejumlah besar
jenis produk dengan tingkat harga rendah, dan biasanya di daerah –
daerah padat penduduk.
2.9.4
Loyalitas Pelanggan Toko Eceran
Menurut Christina Whidya Utami (2006: p58), loyalitas konsumen berarti kesetiaan
konsumen untuk berbelanja dilokasi retail tertentu. Konsumen adalah setiap orang atau
keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan. Dan
pelanggan adalah orang yang melakukan pembelian ulang secara teratur, mereferensikan
kepada orang lain, tidak dapat dipengaruhi oleh pesaing untuk pindah ke tempat lain atau
produk lain.
Salah satu cara paling mudah dalam mendeteksi loyalitas pelanggan adalah
frekuensi kunjungan dan persentase belanja pelanggan. Seorang pelanggan yang rutin
berbelanja di suatu gerai dengan total belanja sebulannya kurang lebih sama dapat menjadi
indikasi sederhana bahwa pelanggan tersebut loyal. Dengan survei, akan dapat diketahui
seberapa besar konsumen suatu gerai termasuk pelanggan loyalitas murni atau tidak.
Jika hanya memperhatikan frekuensi kunjungan saja, terdapat empat jenis loyalitas
berdasarkan komintmen dan banyak gerai yang di kunjungi seperti gambar di bawah ini :
37
Jumlah gerai yang dikunjungi
Sedikit
Tinggi
banyak
Repertoire (”daftar lagu”):
Loyal murni
loyalitas terpendam
Komitmen
Rendah
Habituals:
Switcher (suka berganti):
loyalitas palsu
tidak ada loyalitas
Gambar 2.6
Loyalitas Pelanggan
Sumber : Christina Whidya Utami (2006: p60)
Kini di Indonesia sektor jasa telah mengalami perkembangan yang cukup pesat,
maka mengakibatkan persaingan menjadi semakin ketat. Persaingan tidak hanya dari produk
dan layanan yang ditawarkan, tetapi juga dari segi merek. Mandala Swalayan menyadari
pentingnya kekuatan merek sebagai salah satu alat untuk mencapai keunggulan kompetitif di
pasar.
Sebuah merek merupakan hal yang penting untuk mempermudah konsumen
mengidentifikasikan produk atau jasa. Dengan adanya merek bisa membuat pembeli yakin
akan kualitas barang yang sama jika mereka membeli ulang. Merek merupakan nama,
simbol, ataupun desain khusus yang dirancang untuk mengidentifikasi barang atau jasa
sebuah perusahaan dari produk pesaing, sehingga merek merupakan aset penting bagi
perusahaan.
Merek yang kuat berarti memiliki ekuitas merek yang tinggi. Ekuitas merek (brand
equity) menurut Durianto, Sugiarto, dan Budiman (2004: p1-2) adalah seperangkat aset dan
liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol mampu menambah atau
38
mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa kepada perusahaan maupun
pada pelanggan. Ekuitas merek terdiri dari 5 elemen, yaitu: kesadaran merek, asosiasi
merek, presepsi
kualitas, loyalitas merek dan perilaku pasar. Lima elemen ini memiliki
implikasi terhadap perilaku konsumen dalam membeli produk atau jasa. Oleh karena itu,
peneliti akan menganalisa terlebih dahulu mengenai kelima elemen ekuitas merek tersebut,
dan kemudian menilai persaingan yang terjadi.
2.10 Kerangka Pemikiran
BRAND EQUITY / EKUITAS MEREK
Kesadaran
merek
Asosiasi
merek
Persepsi
kualitas
PERSAINGAN RETAILER
Loyalitas
merek
Perilaku
pasar
Download