iii BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Kajian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Kajian-kajian tentang kepariwisataaan belakangan ini sudah dilakukan oleh
peneliti yang mencermati hal-hal yang layak diteliti. Beberapa kajian yang dilakukan
telah dapat memberikan sumbangan pemikiran secara ilmiah untuk menunjang
khasanah kepariwisataan dan keilmuan. Aspek yang diteliti juga mencerminkan halhal yang bervariasi atau melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang dan
berbagai disiplin ilmu.
Tsvetanova, Giorgiev dan Ivanova (2005) dalam penelitian berjudul Statistical
Analysis of The Feasibility of Alternative Financing of Rural Tourism (Analisis
statistik di dalam kelaya`kan pembiayaan alternatif terhadap wisata pedesaan di
Bulgaria) menemukan bahwa bunga bank yang disediakan untuk wisata pedesaan
adalah berkisar antara 15-18% dalam jangka waktu 3-6 tahun dan hanya tersedia
untuk pengusaha besar dan bank enggan memberikan pinjaman kepada perusahaan
kecil dan menengah untuk di daerah wisata pedesaan. Pinjaman yang dilakukan oleh
pengusaha wisata di daerah pedesaan adalah melakukan renovasi di bidang fasilitas
wisata. Pasar wisata di daerah pedesaan memiliki faktor musiman sehingga akan
memberikan masalah bagi pengusaha tersebut untuk mengembalikan kredit yang
dipinjam tersebut.
Terdapat sepertiga dari pengusaha wisata menggunakan kredit dengan aturan
yang diterapkan. Sebagian besar adalah pemilik hotel yang menggunakan kredit
tersebut sebagai aset tetapnya. Pemberian kredit untuk meningkatkan dan
memodernisasi fasilitas pariwisata dan infrastruktur di negara tersebut seharusnya
diberikan bunga antara 8-10 %. Apabila melakukan kegiatan renovasi terhadap
iii
fasilitas pariwisata di daerah pedesaan diberikan kredit selama 10 tahun dengan
perpanjangan waktu kredit selama dua tahun. Akan tetapi tidak terdapat bank
komersial yang memberikan pinjaman dengan kondisi tersebut. Persamaan tentang
penelitian yang dilakukan adalah: sama meneliti tentang wisata pedesaan terutama
mengenai pasar desa wisata, modernisasi fasilitas pariwisata dan infrastruktur dan
pemberian kredit kepada usaha kecil menengah sedangkan perbedaannya adalah
penelitian tentang kelayakan desa bedulu lebih kompleks dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Tsvetnova karena selain membahas tentang pasar desa
wisata juga membahas tentang, teknis organisasi, hukum dan analisis keuangan dari
desa wisata tersebut.
Skellern (2009) dalam penelitian berjudul Mount Reef Planning Feasibility
Study (studi kelayakan untuk perencanaan lereng gunung di New Zealand) dengan
menggunakan analisis SWOT dengan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman yang berhubungan dengan perencanaan lereng gunung dengan
menggunakan aspek lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya. Kekuatan yang
diperoleh penelitian yang dilakukan oleh skellern antara lain: kualitas ombak untuk
surfing, wisata mengelilingi Gunung Maunganui, snorkeling dan diving, proteksi
konservasi di Tay Street, mendorong adanya akses dan ekologi laut di pelabuhan.
Kelemahannya antara lain: metoda instalasi yang tidak cocok dengan kondisi iklim,
kurangnya pendanaan yang menyebabkan keterlambatan instalasi dan ijin konservasi
yang berjangka pendek.
Peluangnya antara lain: kualitas yang tinggi pada kompetisi selancar,
penelitian dan pendidikan tentang biologi kelautan dan manajemen pesisir,
peningkatan okupansi akomodasi, lebih fokus pada menyediakan Tay Street sebagai
pusat dari pencinta pantai sedangkan ancamannya antara lain: dampak angin topan
ii
terhadap terhadap tanah, rusaknya ekologi laut dari penyelam, snorkler dan
pengambilan kehidupan didasar laut oleh para penyelam.
Lu, Sadler dan Camp (2005) dalam penelitian berjudul Economic Feasibility
Study of Variable Irrigation of Corn Production in Southeast Coastal Plain (studi
kelayakan di bidang ekonomi untuk dari variabel irigasi terhadap produksi jagung di
daerah pantai tenggara) menyatakan bahwa untuk membandingkan dua strategi yaitu
strategi harga variabel untuk teknologi (memaksimalkan keuntungan dan hasil)
dengan strategi aplikasi irigasi dengan melakukan penyeragaman dari produksi jagung
berdasarkan atas empat strategi (memaksimalkan keuntungan, hasil, jenis jagung
Irr100 dan Irr ET). Lahan dibagi menjadi 396 bidang tanah dan setiap tahunnya,
untuk melakukan estimasi terhadap produksi menggunakan metode least squares.
Fungsi-fungsi produksi diestimasikan dipergunakan untuk mengetahui jumlah air
irigasi untuk memaksimalkan hasil atau keuntungan untuk setiap bidangnya.
Hasilnya mengindikasikan bahwa aplikasi penggunaan harga variabel untuk
teknologi hasilnya lebih besar dibandingkan dengan aplikasi untuk menyeragamkan
dengan menggunakan strategi meningkatkan hasil atau keuntungan. Berdasarkan
kedua aplikasi strategi pada teknologi harga variabel, strategi peningkatan keuntungan
menghemat lebih banyak air irigasi dan memproduksi lebih banyak dibandingkan
dengan strategi memaksimalkan hasil. Perbedaan dari tingkat pengembalian dapat saja
menjadi lebih tinggi apabila harga dari air irigasi secara relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan harga jagung.
Di antara aplikasi untuk penyeragaman, strategi memaksimalkan keuntungan
memproduksi lebih besar dibandingkan dengan memaksimalkan hasil atau
penggunaan strategi untuk jenis jagung Irr 100 dan Irr ET. Akan tetapi teknologi
harga variabel secara luas diadopsi oleh produsen, keuntungan untuk melakukan
iii
pengurangan terhadap biaya air irigasi ditambah ditingkatkannya nilai harus lebih
berat biaya tambahannya untuk peralatan yang berbeda dan kontrol yang diperlukan
untuk aplikasi teknologi harga variabel, hal ini disebabkan teknologi harga variabel
dipergunakan eksperimen untuk tujuan penelitian yang memerlukan tambahan detail
dan resolusi. Harga lebih mahal dibandingkan dengan menggunakan sistem
menumbuhkan secara komersial.
Dengan demikian, sistem teknologi harga variabel dibangun untuk eksperimen
tidak memberikan keuntungan terhadap jagung di daerah tenggara, Amerika Serikat.
Walaupun diestimasikan biaya tetap dari sistem retro komersial, tambahan biaya dari
peralatan teknologi harga variabel dan sistem kontrol memenuhi nilai dari
peningkatan hasil sehingga untuk saat ini aplikasi dari teknologi harga variabel dari
air
irigasi
tidak
memberikan
keuntungan
dibandingkan
dengan
aplikasi
penyeragaman. Akan tetapi biaya teknologi harga variabel semakin rendah dengan
penelitian lebih lanjut untuk membersihkan peralatan dan sistem kontrol sehingga
sistem mass komersial dapat diproduksi ketika teknologi harga variabel secara luas
diadopsi oleh produsen. Persamaannya adalah kedua penelitian menggunakan analisis
SWOT sedangkan perbedaannya adalah terdapat beberapa analisis seperti hukum,
sumber daya manusia, teknis dan operasional dan keuangan yang dianalisis dalam
penelitian kelayakan desa wisata Bedulu di Kabupaten Gianyar.
Lim dan Park (2007) dalam penelitian berjudul Environmental and Economic
Feasibility Study of a Total Wastewater Treatment Network System (studi kelayakan
aspek lingkungan dan ekonomi terhadap sistem jaringan pengelolaan limbah air di
Korea Selatan) menyatakan bahwa metode untuk kelayakan terhadap sistem jaringan
pengelolaan limbah cair / total wastewater treatment network system (TWTNS)
menggunakan metode Life Cycle Costing (LCC) dan Life Cycle Assessment (LCA).
ii
TWTNS tidak hanya ramah lingkungan dibandingkan dengan convention water
treatment system (CWTS) tetapi juga lebih ekonomis. Ketika rasio dari total dampak
lingkungan dan biaya ekonomi melalui daur hidup pada TWTNS dibandingkan
dengan CWTS adalah sama pada saat dibandingkan, akan tetapi TWTNS ternyata
tidak eco efisien dilihat dari eco desainnya yang secara komprehensif meningkatkan
pelaksanaan di bidang lingkungan dan ekonomis. Hal ini disebabkan oleh penarikan
kembali dari penyelenggaraan di bidang lingkungan dari TWTNS
menolak
peningkatan dari penyelenggaraan di bidang ekonomi.
Pada sebagian daerah industri, penggunaan limbah cair telah menurun oleh
peningkatan untuk menurunkan konsumsi dari air bersih antara lain: penggunaan air
kembali, recycling dan melakukan sirkulasi ulang. Akan tetapi banyak water
treatment plants (WTP) telah melakukan perawatan yang rendah terhadap limbah cair
yang tidak sesuai dengan kapasitas desain sehingga peluang untuk memadukan
distribusi yang ada dan terminal WTP telah meningkat. Metode dan hasil dari
kelayakan terhadap kelayakan di bidang lingkungan dan ekonomi diharapkan untuk
memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan untuk memutuskan
untuk mengimplementasi TWTNS.
He dan Bradley (2009) dalam penelitian yang berjudul Logistical Flowchart and
Feasibility Study for Doing Business in China’s Apparel and Accessories Market
(logistik flowchart dan kelayakan untuk melakukan bisnis pakaian dan pasar aksesoris
di China) menyatakan bahwa pada saat China ikut serta dalam organisasi WTO pada
tahun 2001, China telah setuju untuk menurunkan harga tarif dan menghapus
rintangan pasar. Investor asing telah memperoleh kesempatan untuk melakukan impor
dan ekspor dengan sendirinya dan melakukan penjualan produk tanpa melalui
perantara dipemerintahan. Keputusan ini telah menghasilkan peningkatan yang besar
iii
di dalam transaksi perdagangan dari Amerika Serikat dan China, yang dibuktikan
dengan fakta bahwa China merupakan pasar ketiga terbesar didunia untuk barangbarang Amerika Serikat.
Hal ini merupakan keuntungan yang signifikan dari investor yang berasal dari
Amerika Serikat karena persetujuan membuka masukan baru untuk perusahaan kecil
dan menengah di Amerika Serikat untuk melakukan impor dan melakukan distribusi
produk tanpa melalui perusahaan perdagangan atau perantara. Selain itu, prosedur
untuk pembentukan dari perusahaan dengan investasi asing sangat mudah dalam
artian bahwa lembaga bisnis yang berijin dapat secara mudah diakses, hal ini melatar
belakangi prospek yang menjanjikan untuk menarik bisnis asing. Akan tetapi
perubahan ini tidak secara nyata dapat diterapkan dan memiliki beberapa masalah
yang serius, masalah dasar adalah keterlibatan pemerintah China di pasar melalui
perubahan susunan undang undang dari perdagangan. Intervensi dari pemerintah ini
merupakan refleksi dari sejarah China yang belum selesai untuk melakukan transisi
dari pemusatan rencana ekonomi ke pasar bebas yang diatur oleh hukum. Beberapa
agen pemerintah China dan ofisial belum mengetahui kunci dari prinsip WTO tentang
akses pasar, non diskriminasi, dan transparansi.
Ramanauskienë, Gargasas dan Ramanauskas (2006) dalam penelitian tentang
Marketing Solutions in Rural Tourism Development in Lithuania (solusi pemasaran
pada pengembangan wisata pedesaaan di Lithuania) menyatakan bahwa kualitas dari
wisata pedesaan tidak secara sepenuhnya sesuai dengan keinginan dari konsumen
terutama yang menyangkut tentang: kesamaan pelayanan, kualitas pelayanan, dan
penyambutan yang kurang baik. Daerah pertanian direkomendasikan untuk belajar
sistem untuk menerima tamu, untuk mensuplai bermacam-macam bakat, bentuk
relaksasi yang berbeda dibandingkan dengan kompetitor yaitu mandi dengan bath tub,
ii
main layang-layang dan sebagainya, untuk lebih memberikan perhatian yang sopan
dan cepat terhadap keberadaan dari tamu. Wisata pedesaan terutama pertanian tidak
memiliki sistem harga yang fleksibel.
Diskon
hanya
diberikan
sepertiga
dari
manfaat
pertanian.
Dapat
direkomendasikan untuk memberikan diskon tidak hanya kepada anak-anak tetapi
juga kepada orang yang tidak mampu, kelompok tamu yang besar, dan klien yang
datang secara reguler. Diskon seharusnya diberikan pada musim gugur dan dingin.
Sebagai tambahan beberapa jenis pelayanan seharusnya disusun seperti tempat tidur
dan makan atau tempat tidur, makan dan rekreasi (semuanya termasuk di dalam satu
paket), harga yang seharusnya lebih rendah dibandingkan ketika pelayanannya dijual
secara terpisah.
Wisata Pedesaan terutama pertanian mengaplikasikan distribusi pelayanan
secara langsung dengan melakukan kerjasama dengan biro perjalanan wisata dan grup
wisata lain yang memberikan garansi untuk mengirim tamu kedaerah pertanian
tersebut dengan pelayanan yang terbaik. Promosi yang digunakan terlalu sedikit,
sehingga informasi tentang manfaat pertanian ditaruh diinternet dan katalog bisnis,
tetapi iklan tidak efisien di media masa. Pemilik seharusnya belajar untuk
mengingatkan manajemen tentang proyek proyek tentang promosi pertanian ketika
kartu ucapan tentang musim dipertanian dikirim kekonsumen yang potensial dan lebih
memberikan kepedulian kepada promosi penjualan dengan memberikan kupon
diskon. Dalam pengembangan wisata pedesaan merupakan hal yang penting untuk
meningkatkan sistem informasi dan mencari sumber yang dapat dieksploitasi untuk
memberikan dukungan terhadap pembiayaan struktural organisasi. Strategi yang
diterapkan adalah strategi pembangunan yang terkonsentrasi dengan penetrasi yang
iii
terintegrasi kepada pasar dengan peningkatan produk, pelayanan dan model ekspansi
pasar.
Neba (2008) dalam penelitian tentang Developing Rural Tourism as an
Alternative Strategy for Poverty Alleviation in Protected Areas: Example of Oku,
Cameroon (pengembangan wisata pedesaan sebagai strategi alternative untuk
mengurangi di daerah dilindungi, contoh daerah Oku di Kamerun) menyatakan bahwa
rencana manajemen harus disiapkan untuk memproteksi bio diversity dan struktur
social ekonomi. Tipe perencanaan ini sangat penting karena Kamerun sangat kaya
akan daerah yang dilindungi. Hal ini memerlukan evaluasi dari pengaruh sosial dan
lingkungan dan penelitan lebih lanjut terutama mengenai pemberlakuan zona zona
pada daerah yang dilindungi. Pengembangan ekowisata di dalam bekerjasama dengan
penduduk lokal dan proyek konservasi dapat memperbaiki kehidupan dari penduduk
lokal. Dalam hal ini penduduk desa dapat belajar tentang bagaimana untuk menjaga
dan menangani kehidupan liar dan lingkungan dengan kebiasaan hidup yang
berkelanjutan dengan tidak mengorbankan nilai dari budaya yang telah ada dan
merupakan hal yang logis untuk mengintegrasikan bentuk konsumtif dan nonkonsumtif terhadap manajemen suaka margasatwa menjadi suatu proyek karena
konservasi melalui manajemen berkelanjutan dapat menjadi sukses apabila secara
ekonomis berguna bagi penduduk desa di Afrika untuk jangka waktu yang panjang.
Ini memerlukan determinasi yang mana dipergunakan untuk sumber margasatwa yang
secara ekonomis sesuai untuk dipergunakan pada situasi tersebut dan dapat diterima
di masyarakat.
Pariwisata merupakan hal yang layak dipergunakan. Analisis ekonomi dapat
mengurangi resiko dari perencanaan dan kesalahan pada saat investasi. Karena
dengan perencanaan yang baik dan penggunaan yang secara terus menerus akan
ii
menurunkan penggunakan pada zona yang ditentukan dimana zona ini seharusnya
memiliki prioritas yang tinggi untuk diproteksi. Kalendar tahunan untuk aktivitas
rekreasi seharusnya lebih direncanakan ketika memproteksi bio diversity. Hal yang
penting untuk rekreasi adalah lokal festival, upacara dan perayaan yang dapat
dikembangkan oleh penduduk secara bersama sama dan mempromosikan budaya
lokal. Penduduk lokal juga mendapat keuntungan lebih dengan menjual makanan
lokal dan aneka kerajinan. Hal terpenting adalah harus fokus pada keinginan dari
penduduk lokal dan menciptakan kepedulian terhadap lingkungan. Perencanaan
terhadap daerah yang dilindungi untuk ekowisata seharusnya menggunakan
pendekatan participatory.
Nasrullah (2007) dalam penelitan tentang studi kelayakan instalasi pengolahan
lumpur tinja menyatakan bahwa pembangunan instalasi pengolahan lumpur tinja
(IPLT) di Kota Salatiga dapat dikatakan layak secara teknis karena pengguna tangki
septik di Kota Salatiga meningkat dan berpotensi melakukan pengurasan lumpur tinja
secara rutin sehingga desain instalasi dapat optimal melakukan pengolahan sampai
akhir tahun perencanaan. IPLT layak dibangun secara sosial ekonomi karena dari
hasil kuesioner dapat dikatakan bahwa warga berpotensi sebagai sasaran pelayanan
karena sudah memiliki sarana tangki septik, kemampuan dan kemauan membayar
retribusi dan dukungan terhadap pemerintah Kota Salatiga untuk mengelola IPLT.
Selain itu IPLT juga memiliki manfaat sosial ekonomi baik manfaat langsung, tidak
langsung, nyata dan manfaat tidak nyata. Selain itu IPLT layak didirikan berdasarkan
hasil analisis lingkungan, karena pembangunan IPLT tidak memiliki dampak negatif
yang signifikan dan apabila terdapat kemungkinan terjadinya dampak negatif maka
semua dampak negatif yang ditimbulkan dari prakonstruksi, konstruksi dan pasca
iii
konstruksi dapat diminimalisir melalui rencana pemantauan dan pengelolaan
lingkungan.
Jika dilihat berdasarkan analisa kelayakan finansial, rencana pembangunan
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Kota Salatiga tidak layak untuk direalisasikan
dengan alasan : Total payback period tidak mampu menutupi modal investasi dan
operasional sampai dengan akhir tahun perencanaan, tingkat pengembalian bunga dari
hasil perhitungan internal rate of lebih kecil dari nilai bunga bank yang diasumsikan
yaitu sebesar 12%, nilai benefit/cost ratio kurang dari 1 yaitu 0,98.
Dalam perhitungan ini manfaat tidak langsung juga diperhitungkan. Aspek
regulasi/pengaturan merupakan salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan
karena aspek ini sangat membantu percepatan tercapainya peran serta masyarakat
dalam memanfaatkan IPLT minimal setelah diterbitkannya peraturan oleh Pemda
Kota Salatiga. Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan mampu mendorong
masyarakat yang berada di Kota Salatiga untuk memanfaatkan jasa pelayanan IPLT.
Afandi dan Mukodim (2009) dalam penelitian tentang analisis studi kelayakan
investasi pengembangan usaha PT. Aneka Andalan Karya menyatakan bahwa
berdasarkan keseluruhan aspek yang diteliti, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek
teknis produksi dan teknologis, aspek manajemen dan sumber daya manusia, aspek
hukum dan legalitas, serta aspek finansial dan ekonomi menunjukkan bahwa kondisi PT.
Aneka Andalan Karya pada saat ini layak untuk mengembangkan usahanya.
Rencana pengembangan usaha yang akan dilakukan PT. Aneka Andalan Karya
dan kemampuan investasinya dalam memberikan keuntungan terhadap jumlah modal
yang ditanam layak dan dapat diterima, dikaji dengan 5 metode kelayakan investasi
dengan hasil sebagai berikut: Metode Payback period menunjukkan bahwa waktu yang
diperlukan untuk menutup investasi sebesar Rp 311.000.000 adalah 2 tahun 16 hari.
ii
Metode ARR (Average Rate of Return) menunjukkan bahwa tingkat keuntungan rata-rata
yang diperoleh sebesar 215,91%. Metode NPV (Net Present Value) didapat nilai yang
positif sebesar Rp 225.586.113,-Metode IRR (Internal Rate of Return) diperoleh tingkat
bunga sebesar 37,77 %. e. Metode PI (Profitabilitas Indeks) menunjukkan hasil yang
diperoleh sebesar 1,72.
Warsika (2009) dalam penelitian tentang studi kelayakan investasi bisnis properti
(studi kasus: Ciater Riung Rangga) berdasarkan hasil penelitian proyek menyatakan
bahwa
Project
Value
:
Rp190.772.079.000,-.
Projected
Net
Profit:
Rp35.202.956.100,-. NPV : Rp14.848.189.000,-. NPV yang diperoleh adalah NPV
positif, hal ini menunjukkan bahwa proyek ini layak untuk dijalankan, IRR : 69,38 %.
IRR yang diperoleh adalah IRR > Discount Rate (69,38% > 20%), hal ini
menunjukkan proyek ini layak untuk dijalankan. MIRR > Cost of Capital berarti
dapat diinvestasikan kembali.
Dengan demikian proyek Ciater Riung Rangga ini layak untuk dijalankan dan
menginvestasikan dana pada proyek ini adalah menguntungkan dan mempunyai
prospek yang cukup bagus. Berdasarkan analisis yang paling baik adalah Analisa
NPV yang juga memperhatikan rate of return atau cost of capital yang diinginkan
selain time of money. Studi real estate adalah studi yang komplek dan memerlukan
beberapa disiplin ilmu, tergantung dari tipe real estate.
Widiyanto, Handoyo dan Fajarwati (2008) dengan penelitian tentang
pengembangan pariwisata pedesaan (suatu usulan strategi bagi desa wisata Ketingan)
menyatakan bahwa pengembangan pariwisata pedesaan di desa wisata Ketingan
masih mengandalkan daya tarik alam yaitu habitat burung kuntul dan blekok dan
berdasarkan matriks SWOT diperoleh beberapa strategi antara lain Strategi SO
dengan alternatif sebagai berikut: Meningkatkan pemasaran wisata, meningkatkan
iii
kualitas SDM, meningkatkan kualitas pelayanan terhadap wisatawan dan memelihara
mutu daya tarik wisata.
Strategi WO yang merupakan perpaduan faktor kelemahan dan peluang
memberikan alternatif sebagai berikut: Meningkatkan peran dan partisipasi
masyarakat, meningkatkan peran organisasi pemasaran, meningkatkan modal
pembangunan. Strategi ST yang merupakan perpaduan faktor kekuatan dan ancaman
memberikan strategi upaya untuk meningkatkan kualitas daya tarik wisata dan
Strategi WT mempertimbangkan faktor kelemahan dan ancaman dengan cara
memperhatikan mutu pelayanan terhadap wisatawan.
Saragih, Sitorus, dan Hartanto (2009) dalam penelitian tentang analisis
kelayakan ekonomi keberlanjutan usaha tani dan faktor-faktor penentu adopsi benih
jagung transgenik di Indonesia menyatakan bahwa analisi ex ante kelayakan finansial
adopsi benih jagung transgenik memberikan penerimaan rata-rata bagi petani sebesar
Rp 10.7-14,4 juta lebih tinggi daripada
Rp 10,2-12,4 juta untuk benih hibrida.
Keuntungan yang dihitung meningkat dengan adopsi menjadi Rp 5,6-9,4 juta/Ha dari
Rp 4,6-6,4 juta/Ha, dengan demikian usaha tani jagung transgenik layak secara
finansial. Minat petani untuk mengadopsi benih jagung transgenik tergolong tinggi
setelah mendapatkan penjelasan tentang potensi manfaatnya. Petani mau membayar
harga lebih tinggi untuk jagung transgenik, namun sebagian besar petani
menginginkan tingat harga tidak melebihi 10 persen dari harga rata-rata benih hibrida
saat ini.
Faktor yang paling menentukan adopsi benih transgenik adalah aspek
kelembagaan. Faktor kelembagaan ini memiliki bobot sebesar 41 persen, diikuti
dengan faktor lingkungan sebesar 32 persen, faktor sosial sebesar 18 persen dan
faktor ekonomi sebesar 9 persen.
ii
Wawo, Abrahamsz dan Siabaya (20008) dalam penelitian tentang valuasi
ekonomi wisata pantai humimua, desa Liang kecamatan Salahutu – Maluku Tengah
menyatakan bahwa nilai ekonomi wisata pantai Huminua per tahun adalah: Nilai
surplus
per
tahun/tahun
Rp.895.265.485,-
Rp.
279.678.816,-
nilai
yang
dikorbankan/tahun
dan nilai kesediaan membayar/tahun Rp. 1.1794.944.301,-.
Wilayah pengaruh wisata pantai Hunimua yaitu Wilayah Kota Ambon 78 %, wilayah
Kabupaten Maluku Tengah 20 % serta Kabupaten Seram Bagian Barat 2 %. Beberapa
hal yang perlu dilakukan untuk mengembangkan kawasan wisata pantai Hunimua
antara lain: Preservasi, perbaikan dan penambahan fasilitas penunjang atraksi
kerjasama antar stakeholders, peningkatan raihan dan peluang pasar, promosi,
sosialisasi program wisata, penyediaan bus dan polisi wisata, penciptaan atmosfir
kebijakan pemerintahan yang kondusif dan atraksi seni budya lokal pada waktu-waktu
tertentu
Wirawan (2003) dalam penelitian tentang analisis rencana investasi pada
jaringan”shop & ride” di Gianyar dan Jembrana. Penilaian dari investasi ini ditinjau
dari aspek sosial ekonomi, investasi pada shop & ride di Gianyar dan Jembrana akan
memberikan dampak positif bagi pemilik, karyawan, pemerintah maupun masyarakat
sekitarnya, dari aspek pasar/pemasaran dimana pendirian jaringan ini masih
dimungkinkan karena dilihat dari segi harga, permintaan dan program promosi,
konsep ini cukup kompetitif di pasar, dari aspek manajemen, pendirian jaringan ini
didukung oleh kesiapan team manajemen yang ada di PT Anugerah Paramitra
Motorpart, aspek finansial dengan metode payback period, IRR dan NPV, maka
rencana investasi Shop & Ride di Gianyar sebagai berikut: Payback period: dua tahun
dua bulan, IRR: 49,07 % dan NPV: Rp 171.403.381 sedangkan yang di Jembrana
dengan payback period: dua tahun tujuh bulan, IRR: 41,5 % dan NPV: Rp
iii
99.678.855, maka rencana investasi didua daerah tersebut layak dilakukan karena
menghasilkan payback period yang cukup singkat, IRR diatas tingkat keuntungan
yang diisyaratkan yaitu 24 % dan menghasilkan NPV positif.
Satoto (2005) dalam penelitian tentang analisis kelayakan investasi apotek kimia
farma 82 Kartika Plaza Kuta, Unit Bisnis Area Bali PT Kimia Farma Apotek
menyimpulkan bahwa kerjasama operasi selama 10 tahun dengan hanya melakukan
renovasi pada tata letak ruang untuk meningkatkan kapasitas daya tampung
menghasilkan penghitungan yang menguntungkan dibandingkan dengan alternatif
sewa gedung selama 10 tahun ditinjau dari semua aspek, berdasarkan aspek pasar
dengan layanan resep tunai menghasilkan analisis deret waktu dengan metode least
square menghasilkan persamaan: Y=103.177 + 146.152 t.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa alternatif pertama, payback
period adalah 5 tahun 7,54 bulan, discounted payback period 8 tahun 4,83 bulan,
ARR 32,69%, NPV Rp 607.720.000,-, IRR 30,77%, modified internal rate of return
22,93%, PI 1,5 kali dan BEP Rp2.474.210.000,- (70,39%). Berdasarkan hasil
penelitian dapat diketahui bahwa alternatif kedua payback period lima tahun 1,49
bulan, discounted payback period enam tahun 9,39 bulan, ARR 36,64%, NPV
Rp.417.676.000,-, IRR 37,33%, modified IRR 25,42%, PI 1,77 kali dan BEP Rp.
2.848.107.000,- (81,03%). Analisis sensitivitas menunjukkan perubahan 10% naik
turunnnya penjualan tidak mempengaruhi kelayakan investasi karena perhitungan
yang dilakukan masih memenuhi criteria yang ditetapkan, tetapi hanya pada kondisi
pesimis (turun 10%), alternatif pertama menunjukkan bahwa discounted payback
period lebih dari 10 tahun (melebihi usia ekonomis 10 tahun) sehingga alternatif
kedua lebih menguntungkan.
ii
Arya Wijaya (2009) dalam penelitian tentang studi kelayakan penambahan villa
pada PT Bagus Agro Pelaga adalah: aspek pasar dan pemasaran dimana potensi
penambahan villa pada PT Bagus Agro Pelaga yang cukup besar dapat dilihat dari
tingkat hunian villa pada tahun 2005 sampai 2008, permintaan biro perjalanan
rekanan dan tingkat kunjungan wisatawan ke Bagus Argo Pelaga. Positioning
perusahaan ditentukan berdasarkan diferensiasi produk, jasa, personil dan citra,
dengan pangsa sasaran dan target penjualan yang ditetapkan oleh pemegang saham
agar memberikan keuntungan investasi, dengan segmentasi dan target pasar
perusahaan adalah wisatawan yang berkunjung berdasarkan data histories yang
mengalami peningkatan dari tahun ketahun.
Strategi pemasaran yang digunakan ialah mempertahankan tingkat kepuasan
yang tinggi, relationship marketing dan penyiapan produk komplementer dengan
konsep one stop shopping. Strategi penetapan harga yang digunakan adalah perceived
value pricing yaitu harga ditentukan oleh kesan pembeli (persepsi) terhadap produk
yang ditawarkan. Hasil yang diperoleh dari penelitian dapat diketahui dari aspek
finansial dimana payback period investasi villa selama 5 tahun, tergolong
menguntungkan karena payback period nya lebih pendek daripada yang diisyaratkan
oleh pemilik modal yaitu 8 tahun, NPV positif dan lebih besar daripada nol sebesar
Rp.9.317.999.029,meningkatkan
menunjukkan
bahwa
investasi
penambahan
villa
akan
keuntungan pemilik modal, PI sebesar 2,07 lebih besar dari 1,
menunjukkan bahwa usulan investasi villa tersebut dapat diterima, IRR sebesar
26,11% lebih besar daripada biaya modal yang dipandang layak oleh pemilik modal
sebesar 15%.
Hal ini menunjukkan bahwa rencana investasi tersebut dinilai menguntungkan,
ARR sebesar 37,76% lebih besar daripada patokan ARR yang ditentukan investor
iii
sebesar 15% sehingga dari segi profitabilitas, proyek investasi tersebut layak untuk
dilaksanakan dan hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa variabel pendapatan
sewa villa merupakan variabel yang sangat peka terhadap keberhasilan rencana
investasi penambahan villa.
2.2 Pengertian Studi Kelayakan Proyek
Suliyanto (2010:3) menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang sangat dinamis
dan intensitas persaingan yang semakin ketat membuat seorang pengusaha tidak
cukup hanya mengandalkan pengalaman dan intuisi saja dalam memulai usahanya.
Seorang pengusaha dituntut untuk melakukan studi kelayakan terhadap ide bisnis
yang akan dijalankan agar tidak terjadi ketelanjuran investasi di kemudian hari.
Studi kelayakan merupakan penelitian yang bertujuan untuk memutuskan
apakah sebuah ide bisnis layak untuk dilaksanakan atau tidak. Sebuah ide bisnis
dinyatakan layak untuk dilaksanakan apabila ide tersebut mendatangkan manfaat yang
lebih besar bagi semua pihak (stake holder) dibandingkan dampak negatif yang
ditimbulkan
2.3 Tujuan Dilakukan Studi Kelayakan
Menurut Husnan dan Muhamad (2008:6), tujuan dilakukannya studi kelayakan
adalah untuk menghindari keterlanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk
kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Tentu saja studi kelayakan ini akan
memakan biaya, tetapi biaya tersebut relatif kecil apabila dibandingkan dengan risiko
kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah besar.
2.4 Tujuan Keputusan Investasi
ii
Menurut Husnan dan Muhamad (2008:7), tujuan yang paling tepat dari
pengambilan keputusan untuk melakukan investasi adalah untuk memaksimumkan
nilai pasar modal sendiri (saham).
2.5 Aspek Menilai Kelayakan Investasi.
Menurut Husnan dan Muhamad (2008:17), untuk melakukan studi kelayakan,
terlebih dahulu harus ditentukan aspek-aspek apa saja yang akan dipelajari, walaupun
belum ada kesepakatan tentang aspek apa saja yang perlu diteliti, tetapi pada
umumnya penelitian akan dilakukan terhadap aspek-aspek pasar, teknis, finansial,
hukum dan ekonomi negara. Tergantung pada besar kecilnya dana yang tertanam
dalam investasi tersebut, maka terkadang juga ditambah studi tentang dampak sosial.
2.5.1 Aspek Pasar dan Pemasaran
Sucipto (2010:47) mengemukakan kajian yang dilakukan dalam aspek pasar
dan pemasaran bertujuan untuk menguji sejauh mana pemasaran dari produk yang
dihasilkan perusahaan dapat mendukung pengembangan usaha atau bisnis yang
direncanakan. Agar kajian aspek pasar dan pemasaran sesuai dengan rencana dan
tujuan bagi pelaku bisnis, maka perlu dikaji beberapa faktor yang berkaitan dengan
aspek pasar antara lain potensi pasar, peluang pasar atas produk yang diluncurkan
untuk dimasa datang serta market share yang dapat diserap oleh bisnis tersebut dari
keseluruhan pasar potensial. Kajian aspek pemasaran berkaitan dengan bagaimana
penerapan strategi pemasaran dalam rangka meraih sebagian pasar potensial atau
peluang pasar yang ada dan besaran market share (pangsa pasar) yang ditentukan
dapat diraih sangat bergantung pada penerapan strategi pemasaran yang dipilih.
Terdapat tiga hal pokok yang dapat ditelaah dalam aspek pasar, yaitu:
2.5.1.1 Potensi Pasar
iii
Kotler dan Keller (2009:158) menyatakan bahwa potensi pasar adalah batas
yang didekati oleh permintaan pasar ketika pengeluaran pemasaran industri mendekati
tidak terhingga, untuk lingkungan pemasaran yang sudah tidak menentu.
1. Peramalan Permintaan Pasar (Market Demand Forecasting)
Di dalam menentukan suatu proyek investasi baik dalam bentuk financial assets
maupun real assets, maka diperlukan peramalan untuk mengetahui prospek pada
masa yang akan datang. Salah satu cara yang terbaik untuk meramalkan jumlah
permintaan pada masa yang akan datang adalah dengan menelaah permintaan akan
produk tersebut pada masa lalu hingga kini.
Suliyanto (2010:105) menyebutkan bahwa analisis permintaan (demand)
digunakan untuk mengetahui secara riil jumlah kebutuhan jasa yang akan dihasilkan
di daerah dan periode tertentu. Produk yang dihasilkan harus memiliki potensi pasar
yang cukup untuk menghasilkan keuntungan, sehingga pengukuran potensi
permintaan penduduk dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu:
1) Mengukur permintaan produk dengan menggunakan data impor produk
bersangkutan. Metode ini dilakukan dengan cara menghitung besarnya produk
yang dihasilkan pada suatu daerah ditambah dengan produk yang diimpor dari
daerah lain untuk memenuhi permintaan di daerah terebut. Metode ini
digunakan jika produksi di daerah tersebut belum mampu memenuhi seluruh
permintaan di daerah tersebut.
2) Pengukuran dengan data impor, ekspor dan produksi dalam negeri. Metode ini
dilakukan dengan cara menghitung besarnya produk yang dihasilkan di daerah
ii
tersebut ditambah dengan produk yang diimpor dari daerah lain dikurangi
dengan produk yang diekspor ke daerah lain ditambah dengan cadangan yang
merupakan selisih antara persediaan awal dan persediaan akhir
3) Metode Rasio Rantai
Metode rasio rantai dilakukan dengan cara membagi komponen-komponen
terkecil dari suatu mata rantai variabel yang berpengaruh terhadap permintaan
produk bersangkutan. Komponen-komponen yang dipandang berpengaruh
terhadap permintaan efektif adalah: jumlah penduduk, pendapatan per kapita,
penghasilan/kapita yang dikomsumsi untuk jenis produk dan penghasilan yang
dikonsumsi oleh jenis produk terkecil.
4) Judgement Method (Non-Statistical Method) merupakan metode untuk
memproyeksikan permintaan atas dasar pendapat. Metode ini dapat dilakukan
dengan cara:
(1) Survei niat beli merupakan metode untuk memproyeksikan permintaan
yang akan datang dengan menanyakan kepada calon konsumen (target)
pasar apakah mereka akan membeli atau tidak
(2) Pendapat tenaga penjual. Metode ini memproyeksikan permintaan
yang akan datang dengan cara meminta kepada para tenaga penjualan
untuk mengestimasikan penjualan tiap produk untuk daerah mereka
masing-masing. Setelah itu, semua estimasi dari tenaga penjualan
dijumlahkan
untuk
mendapatkan
keseluruhan.
iii
ramalan
penjualan
secara
(3) Pendapat para ahli. Metode ini memproyeksikan permintaan yang akan
datang dengan cara meminta pendapat para ahli di bidangnya untuk
mengestimasikan permintaan produk berdasarkan analisis ilmiah.
5) Statistical Method merupakan metode untuk memproyeksikan permintaan atas
dasar perhitungan statistik. Metode ini dapat dilakukan dengan cara:
(1) Analisis Tren merupakan metode analisis yang digunakan untuk
memproyeksikan penjualan pada masa yang akan datang dengan
berdasarkan pada data sebelumnya. Metode tren yang paling banyak
digunakan untuk analisis data adalah metode kuadrat terkecil (trend
least square method).
(2) Analisis Korelasi digunakan untuk mengetahui derajat hubungan linier
antar satu variabel dengan variabel lainnya. Jika arah perubahannya
searah maka kedua variabel akan memiliki korelasi yang positif
2.5.1.2 Analisis pesaing (Competitor Analysis)
Menurut David (2009:158) mengemukakan Matriks Evaluasi Faktor Eksternal
(External Factor Evaluation-EFE Matrix) memungkinkan para penyusun strategi
untuk meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis,
lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, dan kompetitif.
Menurut David (2009:160) menyatakan bahwa untuk mengidentifikasi pesaingpesaing utama suatu perusahaan serta kekuatan dan kelemahan khusus mereka dalam
hubungannya dengan posisi strategis perusahaan yang diteliti dengan menggunakan
Matriks Profil Kompetitif (Competitive Profile Matrix-CPM). Faktor keberhasilan
penting (critical success) dalam matriks profil kompetitif mencakup baik isu-isu
ii
internal maupun eksternal, oleh sebab itu peringkatnya mengacu pada kekuatan dan
kelemahan, di mana 4 = sangat kuat, 3 = kuat, 2 = lemah, dan 1 = sangat lemah.
Total rating berada pada rentang 1,0 (rendah) dan 4,0 (tinggi) dan skor rata-rata
adalah 2,5. Skor bobot total sebesar 4,0 mengindikasikan bahwa sebuah organisasi
merespons secara sangat baik peluang dan ancaman yang ada diindustrinya atau
strategi perusahaan secara efektif menarik keuntungan dari peluang yang ada dan
meminimalkan pengaruh negatif potensial dari ancaman eksternal. Skor total sebesar
1,0 menandakan bahwa strategi perusahaan tidak mampu memanfaatkan peluang yang
ada atau menghindari ancaman yang muncul. Analisis CPM ini menggunakan
perusahaan yang diteliti yang kemudian dibandingkan dengan pesaing lainnya.
Analisis menggunakan CPM ini lebih baik dibandingkan dengan Internal matriks
(Internal Factor Evaluation matrix) dan eksternal matriks (External Factor
Evaluation matrix) karena CPM terdiri dari faktor-faktor internal dan eksternal dari
perusahaan yang diteliti dengan pesaing utamanya.
2.5.1.3 Strategi Pemasaran (Marketing Strategy)
1) Matriks Internal-Eksternal (Internal-Eksternal – IE Matrix)
iii
IE Matrix memposisikan berbagai divisi suatu organisasi dalam tampilan sembilan sel
dapat
dilihat
pada
Diagram
2.1
sebagai
berikut:
Sumber: David (2009)
Gambar 2.1: Matriks Internal-Eksternal
2.5.2 Aspek Manajemen dan Sumberdaya Manusia
Husnan dan Muhammad (2008:150) mengemukakan bahwa manajemen
meliputi manajemen pembangunan proyek dan manajemen operasi. Manajemen
pembangunan proyek mengulas tentang pelaksana proyek, sistem dan jadwal
pelaksanaan proyek, pengkaji masing-masing aspek dan sebagainya. Sementara
manajemen operasi mengemukakan tentang bentuk organisasi / badan usaha yang
dipilih struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan serta ketenagakerjaan.
ii
Berkaitan dengan aspek manajemen ini, penekanan utama yang diberikan adalah
pada aspek sumber daya manusia baik pada masa pembangunan proyek maupun pada
saat proyek tersebut telah beroperasi
Menurut Suliyanto (2010:157) menyatakan bahwa analisis manajemen pada
kelayakan proyek lebih menekankan pada proses dan tahap-tahap yang harus
dilakukan pada proses pembangunan bisnis, sedangkan analisis sumber daya manusia
menekankan ketersediaan dan kesiapan tenaga kerja, baik jenis/mutu maupun jumlah
sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis. Kegiatan aspek
manajemen dan sumberdaya manusia adalah:
1. Analisis Jabatan
Analisis jabatan merupakan kegiatan mempelajari dan mengumpulkan
informasi tentang suatu pekerjaan berkaitan dengan berbagai operasi dan kewajiban
suatu jabatan. Analisis jabatan akan berusaha menganalisis seluk beluk pekerjaan
sehingga akan memperoleh informasi tentang deskripsi dan spesifikasi jabatan.
2. Proyeksi Kebutuhan Tenaga Kerja
Besarnya proyeksi kebutuhan tenaga kerja tergantung pada proyeksi penjualan
yang diperoleh pada perhitungan aspek pasar dan luas produksi yang diperoleh dari
perhitungan pada aspek teknis. Semakin besar proyeksi penjualan dan luas produksi
maka semakin luas pula proyeksi kebutuhan tenaga kerja , demikian pula sebaliknya.
Teknik yang digunakan untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja adalah dengan
menggunakan metode Work Force Analysis (WFA) yang diperoleh dengan
menghitung work load analysis + % absensi + % turn over. Metode ini umumnya
digunakan untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja pada bagian operasional di
mana satuan hasil pekerjaannya mudah diukur.
iii
3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah susunan dan hubungan antar komponen bagianbagian dan posisi-posisi dalam suatu organisasi. Struktur organisasi menggambarkan
peran format, prosedur, mekanisme pengawasan, kewenangan, dan proses
pengumpulan kebijakan. Tujuan disusunnya struktur organisasi agar pekerjaan dapat
diselesaikan dengan lebih baik dibandingkan tanpa adanya pembagian tugas kerja.
2.5.3 Aspek teknis operasional
Menurut Husnan dan Muhammad (2008:151) beberapa pertanyaan utama yang
perlu mendapatkan jawaban dari aspek teknis adalah lokasi proyek, skala operasi /
luas produksi, kriteria pemilihan mesin, proses produksi dan jenis teknologi.
Menurut Sulityo (2010:133), meskipun berdasarkan aspek pasar suatu bisnis
layak dijalankan, tetapi jika secara teknis operasional tidak dapat dijalankan dengan
baik maka investasi sebaiknya ditunda terlebih dahulu, hal ini disebabkan bisnis
sering kali mengalami kegagalan karena tidak mampu menghadapi masalah-masalah
teknis. Hal yang perlu dianalisis pada aspek teknis operasional adalah:
1) Pemilihan lokasi Bisnis
Lokasi bisnis adalah lokasi di mana bisnis akan dijalankan, baik lokasi untuk
lahan pabrik lokasi untuk perkantoran (administrasi). Lokasi bisnis mempunyai
pengaruh yang besar terhadap biaya operasional dan biaya investasi. Penentuan lokasi
bisnis yang salah akan menimbulkan beban tak terbatas bagi perusahaan.
2) Penentuan Luas Produksi
ii
Luas produksi merupakan jumlah atau volume hasil produksi yang seharusnya
diproduksi oleh perusahaan dalam satu periode tertentu. Luas produksi harus
direncanakan secara matang agar perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang
optimal. Jumlah fasilitas penginapan disebuah desa wisata terlalu besar akan
menyebabkan pemborosan sedangkan apabila jumlahnya terlalu kecil akan
menyebabkan perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan pasar dan berakibat
hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan.
3) Penentuan Layout Bangunan
Layout bangunan merupakan keseluruhan bentuk dan penempatan fasilitasfasilitas yang diperlukan dalam proses produksi. Penentuan layout bangunan pada
umumnya dilakukan ketika lokasi bisnis ditentukan dengan berbagai pertimbangan.
Layout yang baik memiliki berbagai kriteria yaitu meminimalkan jarak angkut
antarbagian, aliran material yang baik, efektif dalam penggunaan ruang, luwes dan
indah, memberikan keselamatan atas barang-barang yang diangkut, memungkinkan
adanya perluasan bisnis, meminimalkan biaya produksi dan memberikan jaminan
keamanan yang cukup bagi keselamatan tenaga kerja.
2.5.5 Aspek hukum
Menurut Suliyanto (2009:16), kegiatan bisnis tidak dapat dipisahkan dari
bentuk badan usaha dan perizinan yang diperlukan untuk menjalankan usaha. Bentuk
badan usaha yang dipilih tergantung pada modal yang dibutuhkan dan jumlah pemilik.
Pemilihan badan usaha didasarkan oleh beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1)
Besarnya modal yang diperlukan untuk menjalankan bisnis
2)
Tingkat kemampuan dan tanggung jawab hukum dan finansial
iii
3)
Bidang industri yang dijalankan
4)
Persyaratan perundang-undangan yang berlaku
Untuk memilih badan usaha yang tepat, sesuai dengan dasar-dasar
pertimbangan tersebut, definisi, peraturan perundang-undangan yang mengatur, serta
kelebihan dan kekurangan masing-masing bentuk badan usaha. Berikut ini beberapa
bentuk badan hukum beserta kelebihan dan kekurangannya masing-masing antara
lain:
1) Perusahaan Perseorangan merupakan bentuk badan usaha tanpa ada
pembedaan pemilikan antara hak milik pribadi dengan hak milik perusahaan
atau bentuk usaha yang dimiliki oleh seseorang dan bertanggung jawab
sepenuhnya terhadap semua resiko dan kegiatan perusahaan. Dengan demikian
pemisahan kepemilikan antara hak milik pribadi dengan milik perusahaan
maka harta benda pribadi juga merupakan kekayaan perusahaan, yang setiap
saat harus menanggung utang-utang perusahaan.
2) Firma (Fa) merupakan perserikatan beberapa pengusaha swasta menjadi satu
kesatuan untuk mengelola usaha bersama atau persekutuan untuk menjalankan
perusahaan dengan memakai nama bersama.
3) Perserikatan Komanditer (CV) merupakan perserikatan beberapa pengusaha
swasta menjadi satu kesatuan untuk mengelola usaha bersama, dimana
sebagian anggota merupakan anggota aktif, sedangkan anggota lain
merupakan anggota pasif.
4) Perseroan Terbatas (PT) merupakan perserikatan beberapa pengusaha swasta
menjadi satu kesatuan untuk mengelola usaha bersama, di mana perusahaan
ii
memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menyertakan
modalnya ke perusahaan dengan cara membeli saham perusahaan.
5) Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota (Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001)
6) Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas
kekeluargaan (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Pasal 1 ayat1)
2.5.6 Aspek Finansial
Menurut Suliyanto (2010:184) menyatakan bahwa tujuan menganalisis aspek
finansial dalam studi kelayakan adalah menganalisis sumber dana untuk menjalankan
usaha, menganalisis
besarnya
kebutuhan
biaya
investasi
yang
diperlukan,
menganalisis besarnya kebutuhan modal yang diperlukan, memproyeksi rugi laba
usaha yang akan dijalankan, memproyeksi arus kas dari usaha yang akan dijalankan,
memproyeksi sumber dana untuk menjalankan bisnis dan menganalisis tingkat
pengembalian investasi yang ditanamkan dengan beberapa analisis kelayakan
investasi seperti Payback period (PP), Net Present Value (NPV), Profitabilitas Indeks
(PI), Internal Rate of Return (IRR) dan Average Rate of Return (ARR).
2.4.6.1 Kebutuhan Dana
Berdasarkan jenis penggunaan dana, maka dana yang dibutuhkan dibedakan atas:
iii
1) Dana investasi awal atau investasi inisial (initial investment) yaitu dana
investasi yang diperlukan untuk mengadakan barang modal (mesin, bangunan,
gudang, bangunan kantor, perumahan untuk tenaga kerja langsung, tanah
lokasi, pemasangan, produksi, percobaan, pengadaan alat-alat kantor (mesin
kantor dan furniture), jasa-jasa umum (listrik, air dan telepon), dan sarana
pendukung lainnya (jalanan proyek, kendaraan bermotor, rumah dinas dan
fasilitas lainnya).
2) Dana modal kerja (working capital), yaitu dana yang diperlukan untuk
membiayai aktivitas operasi sesudah proyek memasuki fase operasi komersial.
Dari uraian, maka investasi memerlukan dua macam pengeluaran yaitu:
1) Pengeluaran modal (capital expenditure), yaitu pengeluaran untuk investasi
inisial.
2) Pengeluaran operasi untuk pendapatan (operating or revenue expenditure)
yaitu modal kerja yang dibutuhkan untuk membiayai operasi sesudah
memasuki fase operasi komersial.
Menurut Husnan & Muhammad (2008:166), aktiva tetap yang diperlukan untuk
investasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
1) Aktiva tetap berwujud
(1)
Tanah dan pengembangan lokasi, meliputi: harga tanah, biaya
pendaftaran, pembersihan, penyiapan tanah, pembuatan jalan kejalan
yang terdekat, pemagaran dan sebagainya.
ii
(2)
Bangunan dan perlengkapannya meliputi: bangunan untuk pabrik,
bangunan untuk administrasi, gudang, genset, pos keamanan, jasa
arsitektur dan lain sebagainya.
(3)
Pabrik dan mesin-mesin meliputi biaya pembangunan pabrik, harga
mesin, biaya pemasangan, biaya pengangkutan, suku cadang dan lain
sebagainya.
(4)
Aktiva tetap lainnya meliputi: perlengkapan angkutan dan penanganan
bahan, perlengkapan untuk penelitian dan pengembangan, perlengkapan
kantor dan lain sebagainya.
2) Aktiva tetap tidak berwujud
(1)
Aktiva tidak berwujud meliputi: patent, lisensi, pembayaran lumpsum
untuk penggunaan teknologi, copywright, goodwill dan lain sebagainya.
(2)
Biaya-biaya pendahuluan meliputi biaya untuk studi pendahuluan,
penyiapan pembuatan studi kelayakan, survei pasar, biaya hukum dan
lain sebagainya.
(3)
Biaya-biaya sebelum operasi meliputi: biaya penarikan tenaga kerja,
biaya latihan, beban bunga dan biaya-biaya selama produksi percobaan.
Kebutuhan dana untuk modal kerja dapat diartikan sebagai modal kerja brutto
atau modal kerja netto. Modal kerja brutto menunjukkan semua investasi yang
diperlukan untuk aktiva lancar yang terdiri dari: kas, surat-surat berharga, piutang,
persediaan, dan lainnya. Modal kerja netto merupakan selisih antara aktiva lancar
dengan hutang jangka pendek (kurang dari satu tahun).
2.4.6.2 Sumber Dana
iii
Menurut Husnan & Muhammad (2008:174), sumber-sumber dana yang utama
adalah modal sendiri, saham biasa atau saham preferen, obligasi, kredit bank, leasing
(sewa guna), project finance.
1) Biaya Modal Individu
Biaya modal adalah biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan karena
menggunakan sumber dana tertentu, baik modal sendiri atau berasal dari pinjaman.
Modal sendiri dapat berupa bisa berupa saham preferen, biasa atau laba ditahan. Biaya
modal keseluruhan sering dipakai sebagai tingkat keuntungan yang layak dari suatu
proyek yang disebut juga cut off rate. Untuk bisa menghitung biaya modal
keseluruhan, maka perlu menghitung terlebih dahulu biaya modal dari masing-masing
pendanaan (Husnan & Muhammad, 2008: 240) antara lain:
(1) Biaya utang (cost of debt)
Menurut Husnan & Muhamad (2008:240), biaya utang merupakan biaya yang
ditanggung karena menggunakan sumber dana yang berasal dari pinjaman. Meskipun
yang sering dihitung biaya modal dari pinjaman adalah biaya utang untuk utang
jangka panjang, tetapi sebenarnya baik utang jangka panjang maupun utang jangka
pendek mempunyai biaya modal (meskipun besarnya mungkin tidak sama).
(2) Biaya laba yang ditahan
Menurut Husnan & Muhamad (2008:247), biaya laba yang ditahan sama
dengan modal sendiri dari saham biasa. Apabila perusahaan menggunakan laba yang
ditahan perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan tetapi apabila
membagikan laba dan mengeluarkan saham baru, harus menanggung biaya
pengeluaran saham yang disebut floatation cost.
ii
2) Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang/ Weighted Average Cost of Capital (WACC)
Husnan dan Muhammad (2008:248) menyatakan apabila investasi dibelanjai
dengan modal sendiri dan modal pinjaman, maka cut off rate yang dipergunakan
harus mempertimbangkan biaya modal baik dari utang maupun dari modal sendiri
(bagi perusahaan yang menggunakan utang).
2.4.6.3 Nilai Waktu Dari Uang
Nilai uang pada waktu yang berbeda memiliki penghargaan yang tidak sama,
rupiah saat ini dihargai lebih tinggi daripada rupiah nanti. Nilai waktu dari uang
memberikan dampak terhadap nilai perusahaan, dimana penetapan waktu arus kas
mempengaruhi nilai aktiva dan tingkat pengembalian. Semua konsep yang digunakan
dalam finansial, tidak ada yang lebih penting selain nilai waktu dari uang atau analisis
arus kas yang didiskontokan (discounted cash flow) (Brigham & Houston, 2003:121)
Peringkat atau alat yang sangat penting dalam analisis nilai waktu adalah
garis waktu (time line), yang menggambarkan secara grafis penetapan arus kas. Nilai
angka pada waktu menunjukkan akhir periode, arus kas ditunjukkan secara langsung
dibawah tanda (arus kas keluar diberi tanda negatif), dan suku bunga secara langsung
ditunjukkan diatas garis waktu. Arus kas yang belum diketahui dan dicoba untuk
dicari dalam analisis diberi tanda tanya.
Proses yang berjalan dari nilai hari ini atau nilai sekarang (PV) menjadi nilai
masa depan (FV) disebut sebagai pemajemukan (compounding). Pemajemukan
merupakan proses aritmatik dalam menentukan nilai akhir arus kas atau serangkaian
arus kas apabila bunga majemuk diterapkan.
2.4.6.4 Depresiasi, Amortisasi dan Pajak
iii
1) Depresiasi
Syamsudin (2002:123) menyatakan depresiasi yang dikenal sebagai penghapusan
merupakan salah satu komponen biaya tetap yang timbul karena digunakannya aktiva
tetap, dimana biaya ini dapat dikurangkan dari revenue/penghasilan.
Depresiasi dapat dikurangkan sebagai expense/biaya dari revenue yang diterima,
dapat dihitung dengan beberapa cara yaitu:
(1)
The straight line method (Metode garis lurus)
Jumlah depresiasi dengan menggunakan metode straight line method ini dapat
dihitung dengan membagi depricable value (jumlah investasi dikurangi dengan
nilai residu) dari suatu aktiva dengan umur ekonomisnya, sehingga dengan
menggunakan metode ini jumlah depresiasi setiap tahunnya sama.
(2)
The double declining balance method
Tingkat depresiasi yang digunakan di dalam metode ini adalah sama dengan
tingkat yang digunakan dalam metode straight line dikalikan dua dan jumlah yang
digunakan sebagai dasar perhitungan depresiasi adalah keseluruhan nilai investasi.
Jumlah depresiasi pada tahun terakhir akan sama dengan nilai buku pada awal
tahun terakhir dikurangi dengan jumlah nilai residu.
(3)
The sum of the years digits method
Dengan menggunakan metode ini maka keseluruhan bilangan umur dari suatu
aktiva harus dijumlah. Jika”n” adalah umur ekonomis dari suatu aktiva dan S
adalah jumlah keseluruhan bilangan umur teknis dari aktiva tersebut maka jumlah
depresiasi pada tahun pertama adalah n/S, pada tahun kedua (n-1)/S dan
seterusnya, dikalikan dengan depricable value.
ii
Brigham dan Houston (2003:132) menyatakan bahwa pedoman sederhana
yang dikenal dengan MACRS (modified accelerated cost recovery system)
menciptakan beberapa kelas aktiva seperti pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Kelas Utama dan Umur Aktiva untuk MACRS
Kelas
Jenis Properti
3 tahun
Beberapa peralatan pabrik khusus
5 tahun
Mobil, truk muatan ringan, komputer dan peralatan manufaktur
khusus
7 tahun
Sebagian besar peralatan industri, perlengkapan kantor, peralatan
tetap
10 tahun
Jenis peralatan dengan umur manfaat yang lebih lama
27,5 tahun Properti perumahan untuk tempat tinggal seperti gedung,
apartemen
39 tahun
Semua properti non perumahan, termasuk bangunan komersial dan
industri
Sumber: Brigham dan Houston (2003)
Menurut Fraser dan Ormiston (2008:153) menyatakan penyusutan digunakan untuk
mengalokasikan biaya aktiva tetap berwujud seperti, bangunan, mesin, peralatan,
perlengkapan kantor dan kendaraan bermotor. Tanah merupakan suatu perngecualian
terhadap aturan tersebut karena tanah dianggap memiliki masa manfaat yang tidak
terbatas.
2) Amortisasi
Menurut Fraser dan Ormiston (2008:154) menyatakan amortisasi merupakan proses
yang diterapkan kepada sewa guna usaha modal, bangunan yang belum selesai, dan
biaya kadaluarsa aktiva tidak berwujud, seperti paten, hak cipta, merek dagang,
lisensi, franchise dan goodwill.
iii
3) Pajak
Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan
dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3
Tarif Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50 juta
10 %
Di atas Rp 50 juta – Rp 100 juta
15 %
Di atas Rp 100 juta
30 %
Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 Pasal 17 Ayat 1,
2003
2.4.6.5 Laporan Rugi Laba (income statement)
Menurut Darsono dan Ashari (2004:54) menyatakan laporan rugi laba
(menurut lembaga non profit disebut sebagai laporan sisa hasil usaha) merupakan
akumulasi aktivitas yang berkaitan dengan pendapatan dan biaya selama periode
waktu tertentu, misalnya bulanan dan tahunan. Komponen laporan laba rugi adalah:
1) Pendapatan/penjualan (dari usaha utama)
Pendapatan atau penjualan adalah hasil penjualan produk atau jasa utama yang
dihasilkan perusahaan kepada pelanggan.
2) Harga pokok penjualan
Harga pokok penjualan merupakan biaya produksi sesungguhnya dari produk atau
jasa yang dijual pada periode tertentu.
3) Biaya pemasaran
ii
Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan produk dan jasa
yang dihasilkan pada periode tertentu, misalnya biaya iklan, biaya gaji salesman, dan
biaya promosi.
4) Biaya administrasi dan umum
Biaya administrasi dan umum adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan
administrasi dan umum perusahaan. Contohnya adalah biaya gaji direksi, biaya
penyusutan, biaya perlengkapan kantor dan biaya telepon.
5) Pendapatan luar usaha (non operasional)
Pendapatan luar usaha atau non operasional adalah pendapatan yang diperoleh bukan
dari bisnis utama perusahaan, misalnya keuntungan penjualan aktiva tetap, dan bunga
bank bagi perusahaan non bank.
6) Biaya luar usaha (non operasional)
Biaya luar usaha adalah biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas yang bukan
dari bisnis utama. Contoh biaya ini adalah biaya bunga bank dan biaya sumbangan.
Menurut Brigham & Houston, (2003:192), laporan rugi laba merupakan cara
untuk melihat profitabilitas suatu usaha, berapa besar keuntungan atau kerugian yang
dialami oleh perusahaan pada periode tertentu.
2.3.6.6 Arus kas (cash flow)
Menganalisis suatu proyek apakah layak atau tidak untuk dilaksanakan dapat
dilakukan dengan melihat arus kas yang akan dihasilkan oleh proyek tersebut mulai
dari persiapan sampai dengan proyek tersebut jalan dalam beberapa tahun pertama.
Menurut Husnan dan Muhammad (2008:186), arus kas yang berhubungan
dengan suatu proyek dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yakni arus kas
iii
permulaan (initial cash flow), arus kas operasional (operasional cash flow) dan arus
kas terminal (terminal cash flow). Pengeluaran pengeluaran untuk investasi pada awal
periode mungkin tidak hanya sekali, merupakan arus kas permulaan, arus kas yang
timbul selama operasi proyek itu disebut sebagai arus kas operasional dan arus kas
yang diperoleh pada waktu proyek tersebut berakhir disebut sebagai arus kas terminal.
Berdasarkan definisi arus kas di atas dapat dikatakan bahwa sungguh amat
penting untuk menghitung arus kas dalam rangka menganalisis suatu investasi. Arus
kas dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu arus kas awal (initial cash flow), arus kas
operasional (operational cash flow) dan arus kas akhir (terminal cash flow).
1)
Arus kas awal (Initial cash flow).
Suratman (2001:120), arus kas awal adalah arus kas keluar dalam rangka untuk
keperluan tetap dan penentuan besarnya modal kerja. Aliran kas ini biasanya diberi
notasi negatif, artinya kas yang dikeluarkan. Aliran kas ini terjadi pada tahun ke 0,
artinya perusahaan belum beroperasi dan pengeluaran kas untuk keperluan initial
investment ini tidak dapat digunakan untuk menilai profitabilitas proyek.
Husnan dan Muhammad (2008:186) menyatakan bahwa mungkin sekali untuk
proyek-proyek besar, initial cash flow tidak hanya terjadi pada awal periode, tetapi
terjadi beberapa kali, pada tahun kesatu, kedua dan seterusnya.
2)
Arus kas operasional (operational cash flow)
Suratman (2001:121), aliran kas operasional berasal dari operasi perusahaan
(kegiatan utama perusahaan). Aliran kas operasional meliputi aliran kas masuk dan
aliran kas keluar. Aliran kas masuk berasal dari penjualan (pendapatan), sedangkan
aliran kas keluar adalah kas yang dikeluarkan untuk membayar operasional
ii
perusahaan seperti biaya pokok perusahaan, biaya administrasi dan umum dan
penjualan serta biaya-biaya lainnya dalam rangka untuk memperoleh pendapatan.
Aliran kas ini harus steril dari keputusan pembelanjaan seperti kas masuk dari
setoran pemilik, kas untuk membayar pokok utang dan lain sebagainya. Alasan yang
mendasarinya adalah kas netto yang digunakan sebagai dasar untuk penilaian
keberhasilan investasi suatu proyek jangan terdistorsi.
Menurut Suratman (2001:121) terdapat tiga prinsip yang harus diperhatikan
dalam menentukan estimasi arus kas operasional yakni:
1)
Harus didasarkan pada perhitungan kas setelah pajak.
2)
Biaya bunga harus dikeluarkan dari perhitungan.
3)
Harus didasarkan pada “dengan dan tanpa” proyek jika proyek investasi untuk
pengembangan / penambahan dari proyek yang sebelumnya sudah berjalan.
Oleh karena itu estimasi kas ditentukan atas dasar incremental antara dengan
investasi dan tanpa investasi baru.
Untuk menentukan aliran kas operasional terdapat dua cara yaitu:
1)
Menjumlahkan seluruh kas masuk yang berasal dari penjualan, kemudian
dikurangi dengan seluruh aliran kas keluar untuk operasional.
2)
Menyesuaikan laporan rugi laba berdasarkan standar akuntansi finansial dengan
pengeluaran-pengeluaran non tunai seperti depresiasi, amortisasi dan lainlainnya.
Formulasinya sebagai berikut:
Kas neto = Laba bersih setelah pajak + depresiasi + bunga (1 – pajak)
iii
Husnan dan Muhammad (2008:186) menyebutkan kebanyakan cara yang
dipergunakan untuk menaksir operational cash flow setiap tahunnya adalah dengan
menyesuaikan taksiran rugi laba yang disusun berdasarkan pninsip-prinsip akuntansi
dan menambahkannya dengan biaya-biaya yang sifatnya bukan tunai, sebagai contoh
adalah penyusutan.
3)
Arus kas akhir (terminal cash flow)
Suratman (2001:122), aliran kas akhir menunjukkan aliran kas pada akhir umur
ekonomis proyek. Oleh karena itu arus kas ini berasal dari modal kerja dan penjualan
aktiva tetap yang sudah habis umur ekonomisnya.
Dalam menaksir arus kas setiap tahunnya, cara yang paling banyak digunakan
adalah dengan menyesuaikan taksiran daftar laba rugi yang disusun oleh proyek
dengan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi dan menambahkannya dengan biayabiaya yang sifatnya bukan tunai seperti penyusutan dan amortisasi (cara kedua).
Husnan dan Muhammad (2008:190) menyatakan bahwa terminal cash flow
umumnya terdiri dari nilai sisa (residu) investasi tersebut dan pengembalian modal
kerja.
2.4.6.7 Metode Penilaian Investasi
1)
Metode Net Present Value
Sucipto (2010:178) menyebutkan bahwa Net Present Value (NPV) dapat
dihitung dengan rumus persamaan matematis sebagai berikut :
CFo1
NPV =
CFo2
+
(1+r)1
CFo3
+ ……. +
+
(1 +r)2
CFo n + TCF
(1 +r)3
- Io
(1+r)n
ii
Keterangan:
NPV
= Net Present Value
CFo
= Arus kas tahunan operasional dari tahun ke 1 sampai tahun ke n
Io
= Jumlah investasi yang telah tertanam dalam proyek
r
= Tingkat bunga yang relevan
TCF
= Terminal Cash Flow
Dalam metode ini dihitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai
sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk
menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga
yang dianggap relevan.
Sebagai pedoman umum dikatakan apabila net persent value proyek positif,
maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan dan apabila net present value negatif,
maka proyek yang bersangkutan ada1ah tidak layak.
2)
Metode Internal Rate of Return ( IRR Method)
Dalam metode ini menentukan apakah suatu usulan proyek investasi dianggap
layak atau tidak, dengan cara membandingkan antara tingkat keuntungan yang
diharapkan. Perhitungan IRR dilakukan dengan cara mencari discount rate yang dapat
menyamakan antara present value dari arus kas dengan present value dari investasi.
Apabila tingkat bunga ini (IRR) lebih besar dari tingkat bunga yang diharapkan,
maka investasi proyek tersebut dikatakan menguntungkan dan sebaliknya.
Suratman (2001:132) menyebutkan bahwa untuk menentukan IRR ini adalah
dengan menggunakan prinsip interpolasi yang secara matematis tingkat IRR ini
dinyatakan sebagai r dan mengingat dalam proyek investasi arus kas awal (initial
iii
investment) dilakukan pada tahun ke 0, maka formulasi di atas dapat dimodifikasi
menjadi:
A1
A0
=
A2
+
(1+r)1
A3
+ ……. +
+
(1 +r)2
An
(1 +r)3
- Io
(1+r)n
di mana ;
Ao
= Arus kas keluar pertama
A1— An = Penerimaan kas bersih (proceed) dari tahun pertama sampai tahun ke-n
r
= Discount rate
Io
= Terminal cash flow
Di antara ketiga metode tersebut, maka dalam analisis investasi ini akan
menekankan pada metode net present value karena metode ini merupakan metode
yang memperhatikan nilai uang dan menunjukkan nilai absolutnya (dalam metode
IRR hanya menunjukkan secara relatif/prosentase). Namun dernikian untuk
perbandingan, kedua metode tersebut yakni Benefit cost ratio dan IRR juga akan
dihitung.
2.4.6 Aspek ekonomi
Menurut Husnan dan Muhammad (2008:313) analisis ekonomi merupakan suatu
proyek tidak hanya memperhatikan manfaat yang dinikmati dan pengorbanan yang
ditanggung oleh perusahaan, tapi oleh semua pihak dalam perekonomian. Beberapa
manfaat sekunder dan suatu proyek yang kadang-kadang sulit diukur dalam satuan
moneter adalah menaiknya tingkat konsumsi, membantu pemerataan tingkat
ii
pendapatan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketergantungan,
mengurangi pengangguran dan lain-lain. Analisis yang digunakan adalah:
1) Input dan output yang diperdagangkan (tradeable). Suatu produk dikatakan
diperdagangkan apabila diperoleh di pasar dunia. Untuk jenis produk ini,
harga internasional (border price) yang dinyatakan dalam satuan moneter
setempat pada kurs pasar merupakan harga bayangannya.
2) Input dan output yang tidak diperdagangkan (non-tradeable). Suatu produk
dikatakan tidak diperdagangkan apabila harga impor lebih besar dari biaya
produksi domestik dan nilai ekspornya kurang dari biaya produksi domestik.
Untuk output, perlu diperhatikan consumers willingness to pay.
3) Tenaga kerja. Apabila proyek mempekerjakan tenaga kerja, maka akan
terdapat tiga kemungkinan. Proyek tersebut mungkin menarik tenaga kerja
dari sektor lain, sehingga harga bayangannya adalah berapa sektor lain
bersedia membayar tenaga kerja tersebut.
Apabila proyek tersebut
menciptakan tenaga kerja maka harga bayangan tenaga kerja jauh lebih rendah
dibandingkan dengan upah yang dibayarkan perusahaan kepada mereka.
Apabila proyek mengimpor tenaga kerja, maka harga bayangannya adalah
upah yang mereka inginkan ditambah dengan premium dalam bentuk devisa
yang dikirimkan ke negara asal mereka.
4) Modal. Kadang-kadang suatu negara mengambil kebijakan untuk membantu
mengembangkan suatu sektor dengan jalan memberikan kredit murah. Bagi
perusahaan yang memperoleh kredit tersebut, cost of debt yang ditanggung
tentu saja sesuai dengan bunga yang dibayar (lebih murah dari seharusnya.
iii
Pada perhitungan harga bayangan dari modal tersebut perlu diperhatikan
opportunity cost dari modal tersebut.
5) Valuta asing. Terdapat dua kurs valuta asing yaitu kurs resmi dan kurs pasar.
Di berbagai negara yang sedang berkembang, kurs resmi jauh lebih rendah
dari kurs pasar. Dalam keadaan itu, harga bayangan yang relevan untuk valuta
asing adalah kurs pasar.
2.5 Pengertian Desa Wisata
2.5.1 Pengertian Desa Wisata Terpadu
Karena terbatasnya literatur-literatur/pedoman/teori tentang desa wisata atau
landasan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, maka dalam tinjauan
pustaka/kerangka teoritis akan lebih banyak mengutip dari hasil penelitian yang
pernah dilakukan di Bali oleh Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada pada tahun
1992 dan 1994 bekerja sama dengan Direktorat Jendral Pariwisata, Departemen
Pariwisata Pos dan Telekomunikasi.
Kebudayaan merupakan salah satu modal dasar utama di dalam pengembangan
kepariwisataan di Bali. Di dalam jaringan komponen kebudayaan Bali tersebut desa
adat berfungsi sebagai pilar penyangga utama struktur budaya yang ada. Berdasarkan
ilustrasi yang telah disajikan bahwa faktor kunci tolok ukur keberhasilan
pembangunan kepariwisataan di Bali terletak pada keberlangsungan kehidupan
budaya desa adat. Untuk itu diperlukan modal pendekatan pengembangan yang
mampu menciptakan hubungan timbal balik mutualistik (saling menguntungkan)
antara perangkat desa adat dan usaha pembangunan kepariwisataan.
Dengan
demikian pariwisata akan menjadi bagian tak terpisahkan dari keutuhan kehidupan
masyarakat desa adat.
ii
Dari ilustrasi dasar-dasar pemikiran, program pengembangan Desa Wisata
Terpadu (DWT) merupakan salah satu alternatif jawaban agar usaha kepariwisataan
dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat desa adat. Pengertian Desa
Wisata Terpadu (DWT) yang dikutip dari Penyusunan Rencana Pengembangan Desa
Wisata di Bali adalah:
“Suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang
mencerminkan keaslian pedesaan Bali baik dari segi kehidupan sosial
budayanya, adat-istiadat keseharian, arsitektur bangunan dan struktur tata
ruang desa, serta mempunyai potensi untuk dikembangkan berbagai
komponen kepariwisataan, misalnya: atraksi, makan minum, cinderamata,
dan kebutuhan wisata lainnya”.
Sesuai dengan batasan tersebut, maka model produk DWT yang ditawarkan haruslah
mencerminkan “suasana pedesaan Bali” yang diusahakan sedekat mungkin dengan
aslinya.
Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas
pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu
dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. (Nuryanti W, 1993)
Terdapat dua konsep utama dalam komponen desa wisata antara lain:
1) Akomodasi, sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau
unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.
2) Atraksi, seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting
fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai
partisipasi aktif seperti kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.
2.5.2. Pendekatan pengembangan desa wisata
Pengembangan dari desa wisata harus direncanakan secara hati-hati agar dampak
yang timbul dapat dikontrol. Berdasarkan penelitian dan studi dari UNDP/WTO,
iii
dicapai dua pendekatan dalam menyusun konsep kerja dari pengembangan sebuah
desa menjadi desa wisata.
1. Pendekatan pasar untuk pengembangan desa wisata
1) Interaksi tidak langsung
Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat
tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi
misalnya: penulisan buku-buku tentang desa berkembang, kehidupan desa,
arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan lain
sebagainya.
2) Interaksi setengah langsung
Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan
meliputi makan dan melakukan kegiatan bersama penduduk dan kemudian
wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model ini adalah
wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama penduduk.
3) Interaksi langsung
Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/ bermalam dalam akomodasi yang
dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan
berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat.
Kriteria desa wisata
Pada pendekatan ini diperlukan beberapa kriteria yaitu:
1. Atraksi wisata yaitu semua yang mencakup alam, budaya, dan hasil
ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan
atraktif di desa.
ii
2. Jarak tempuh adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama
tempat tinggal wisatawan dan juga dari jarak tempuh dari ibukota
provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten.
3. Besaran desa, menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah
penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan
dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.
4. Sistem kepercayaan dan kemasyarakatan merupakan aspek penting
mengingat adanya aturan-aturan khusus pada komunitas suatu desa dan
hal yang perlu dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas
dan sistem kemasyarakatan yang ada.
5. Ketersediaan infrastruktur meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi,
fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.
Masing-masing kriteria digunakan untuk melihat karakteristik utama suatu desa untuk
kemudian menentukan apakah suatu desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti
sejenak, tipe one day trip atau tipe tinggal inap.
2.5.3 Pendekatan fisik pengembangan desa wisata
Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah desa
melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam
mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.
1. Mengkonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur
tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi museum desa untuk
menghasilkan biaya perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari
tipe pengembangan model ini adalah desa wisata di Koanara, Flores.
2. Mengkonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk
menampung perkembangan penduduk desa
iii
tersebut
dan sekaligus
mengembangkan lahan tersebut sebagai daerah pariwisata dengan fasilitasfasilitas pariwisata. Contoh pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini
adalah desa wisata Sade di Lombok.
3. Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut
yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil.
Contohnya adalah desa wisata Wolotopo di Flores.
2.5.4 Prinsip dasar dari pengembangan desa wisata
1. Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan
di dalam atau dekat dengan desa.
2. Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh
penduduk desa, salah satu bisa bekerjasama dan individu yang memiliki.
3. Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu sifat budaya
tradisional yang melekat pada suatu desa atau atraksi yang dekat dengan
alam.
ii
Download