BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Kajian-kajian tentang kepariwisataaan belakangan ini sudah dilakukan oleh peneliti yang mencermati hal-hal yang layak diteliti. Beberapa kajian yang dilakukan telah dapat memberikan sumbangan pemikiran secara ilmiah untuk menunjang khasanah kepariwisataan dan keilmuan. Aspek yang diteliti juga mencerminkan halhal yang bervariasi atau melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang dan berbagai disiplin ilmu. Tsvetanova, Giorgiev dan Ivanova (2005) dalam penelitian berjudul Statistical Analysis of The Feasibility of Alternative Financing of Rural Tourism (Analisis statistik di dalam kelaya`kan pembiayaan alternatif terhadap wisata pedesaan di Bulgaria) menemukan bahwa bunga bank yang disediakan untuk wisata pedesaan adalah berkisar antara 15-18% dalam jangka waktu 3-6 tahun dan hanya tersedia untuk pengusaha besar dan bank enggan memberikan pinjaman kepada perusahaan kecil dan menengah untuk di daerah wisata pedesaan. Pinjaman yang dilakukan oleh pengusaha wisata di daerah pedesaan adalah melakukan renovasi di bidang fasilitas wisata. Pasar wisata di daerah pedesaan memiliki faktor musiman sehingga akan memberikan masalah bagi pengusaha tersebut untuk mengembalikan kredit yang dipinjam tersebut. Terdapat sepertiga dari pengusaha wisata menggunakan kredit dengan aturan yang diterapkan. Sebagian besar adalah pemilik hotel yang menggunakan kredit tersebut sebagai aset tetapnya. Pemberian kredit untuk meningkatkan dan memodernisasi fasilitas pariwisata dan infrastruktur di negara tersebut seharusnya diberikan bunga antara 8-10 %. Apabila melakukan kegiatan renovasi terhadap iii fasilitas pariwisata di daerah pedesaan diberikan kredit selama 10 tahun dengan perpanjangan waktu kredit selama dua tahun. Akan tetapi tidak terdapat bank komersial yang memberikan pinjaman dengan kondisi tersebut. Persamaan tentang penelitian yang dilakukan adalah: sama meneliti tentang wisata pedesaan terutama mengenai pasar desa wisata, modernisasi fasilitas pariwisata dan infrastruktur dan pemberian kredit kepada usaha kecil menengah sedangkan perbedaannya adalah penelitian tentang kelayakan desa bedulu lebih kompleks dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tsvetnova karena selain membahas tentang pasar desa wisata juga membahas tentang, teknis organisasi, hukum dan analisis keuangan dari desa wisata tersebut. Skellern (2009) dalam penelitian berjudul Mount Reef Planning Feasibility Study (studi kelayakan untuk perencanaan lereng gunung di New Zealand) dengan menggunakan analisis SWOT dengan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang berhubungan dengan perencanaan lereng gunung dengan menggunakan aspek lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya. Kekuatan yang diperoleh penelitian yang dilakukan oleh skellern antara lain: kualitas ombak untuk surfing, wisata mengelilingi Gunung Maunganui, snorkeling dan diving, proteksi konservasi di Tay Street, mendorong adanya akses dan ekologi laut di pelabuhan. Kelemahannya antara lain: metoda instalasi yang tidak cocok dengan kondisi iklim, kurangnya pendanaan yang menyebabkan keterlambatan instalasi dan ijin konservasi yang berjangka pendek. Peluangnya antara lain: kualitas yang tinggi pada kompetisi selancar, penelitian dan pendidikan tentang biologi kelautan dan manajemen pesisir, peningkatan okupansi akomodasi, lebih fokus pada menyediakan Tay Street sebagai pusat dari pencinta pantai sedangkan ancamannya antara lain: dampak angin topan ii terhadap terhadap tanah, rusaknya ekologi laut dari penyelam, snorkler dan pengambilan kehidupan didasar laut oleh para penyelam. Lu, Sadler dan Camp (2005) dalam penelitian berjudul Economic Feasibility Study of Variable Irrigation of Corn Production in Southeast Coastal Plain (studi kelayakan di bidang ekonomi untuk dari variabel irigasi terhadap produksi jagung di daerah pantai tenggara) menyatakan bahwa untuk membandingkan dua strategi yaitu strategi harga variabel untuk teknologi (memaksimalkan keuntungan dan hasil) dengan strategi aplikasi irigasi dengan melakukan penyeragaman dari produksi jagung berdasarkan atas empat strategi (memaksimalkan keuntungan, hasil, jenis jagung Irr100 dan Irr ET). Lahan dibagi menjadi 396 bidang tanah dan setiap tahunnya, untuk melakukan estimasi terhadap produksi menggunakan metode least squares. Fungsi-fungsi produksi diestimasikan dipergunakan untuk mengetahui jumlah air irigasi untuk memaksimalkan hasil atau keuntungan untuk setiap bidangnya. Hasilnya mengindikasikan bahwa aplikasi penggunaan harga variabel untuk teknologi hasilnya lebih besar dibandingkan dengan aplikasi untuk menyeragamkan dengan menggunakan strategi meningkatkan hasil atau keuntungan. Berdasarkan kedua aplikasi strategi pada teknologi harga variabel, strategi peningkatan keuntungan menghemat lebih banyak air irigasi dan memproduksi lebih banyak dibandingkan dengan strategi memaksimalkan hasil. Perbedaan dari tingkat pengembalian dapat saja menjadi lebih tinggi apabila harga dari air irigasi secara relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga jagung. Di antara aplikasi untuk penyeragaman, strategi memaksimalkan keuntungan memproduksi lebih besar dibandingkan dengan memaksimalkan hasil atau penggunaan strategi untuk jenis jagung Irr 100 dan Irr ET. Akan tetapi teknologi harga variabel secara luas diadopsi oleh produsen, keuntungan untuk melakukan iii pengurangan terhadap biaya air irigasi ditambah ditingkatkannya nilai harus lebih berat biaya tambahannya untuk peralatan yang berbeda dan kontrol yang diperlukan untuk aplikasi teknologi harga variabel, hal ini disebabkan teknologi harga variabel dipergunakan eksperimen untuk tujuan penelitian yang memerlukan tambahan detail dan resolusi. Harga lebih mahal dibandingkan dengan menggunakan sistem menumbuhkan secara komersial. Dengan demikian, sistem teknologi harga variabel dibangun untuk eksperimen tidak memberikan keuntungan terhadap jagung di daerah tenggara, Amerika Serikat. Walaupun diestimasikan biaya tetap dari sistem retro komersial, tambahan biaya dari peralatan teknologi harga variabel dan sistem kontrol memenuhi nilai dari peningkatan hasil sehingga untuk saat ini aplikasi dari teknologi harga variabel dari air irigasi tidak memberikan keuntungan dibandingkan dengan aplikasi penyeragaman. Akan tetapi biaya teknologi harga variabel semakin rendah dengan penelitian lebih lanjut untuk membersihkan peralatan dan sistem kontrol sehingga sistem mass komersial dapat diproduksi ketika teknologi harga variabel secara luas diadopsi oleh produsen. Persamaannya adalah kedua penelitian menggunakan analisis SWOT sedangkan perbedaannya adalah terdapat beberapa analisis seperti hukum, sumber daya manusia, teknis dan operasional dan keuangan yang dianalisis dalam penelitian kelayakan desa wisata Bedulu di Kabupaten Gianyar. Lim dan Park (2007) dalam penelitian berjudul Environmental and Economic Feasibility Study of a Total Wastewater Treatment Network System (studi kelayakan aspek lingkungan dan ekonomi terhadap sistem jaringan pengelolaan limbah air di Korea Selatan) menyatakan bahwa metode untuk kelayakan terhadap sistem jaringan pengelolaan limbah cair / total wastewater treatment network system (TWTNS) menggunakan metode Life Cycle Costing (LCC) dan Life Cycle Assessment (LCA). ii TWTNS tidak hanya ramah lingkungan dibandingkan dengan convention water treatment system (CWTS) tetapi juga lebih ekonomis. Ketika rasio dari total dampak lingkungan dan biaya ekonomi melalui daur hidup pada TWTNS dibandingkan dengan CWTS adalah sama pada saat dibandingkan, akan tetapi TWTNS ternyata tidak eco efisien dilihat dari eco desainnya yang secara komprehensif meningkatkan pelaksanaan di bidang lingkungan dan ekonomis. Hal ini disebabkan oleh penarikan kembali dari penyelenggaraan di bidang lingkungan dari TWTNS menolak peningkatan dari penyelenggaraan di bidang ekonomi. Pada sebagian daerah industri, penggunaan limbah cair telah menurun oleh peningkatan untuk menurunkan konsumsi dari air bersih antara lain: penggunaan air kembali, recycling dan melakukan sirkulasi ulang. Akan tetapi banyak water treatment plants (WTP) telah melakukan perawatan yang rendah terhadap limbah cair yang tidak sesuai dengan kapasitas desain sehingga peluang untuk memadukan distribusi yang ada dan terminal WTP telah meningkat. Metode dan hasil dari kelayakan terhadap kelayakan di bidang lingkungan dan ekonomi diharapkan untuk memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan untuk memutuskan untuk mengimplementasi TWTNS. He dan Bradley (2009) dalam penelitian yang berjudul Logistical Flowchart and Feasibility Study for Doing Business in China’s Apparel and Accessories Market (logistik flowchart dan kelayakan untuk melakukan bisnis pakaian dan pasar aksesoris di China) menyatakan bahwa pada saat China ikut serta dalam organisasi WTO pada tahun 2001, China telah setuju untuk menurunkan harga tarif dan menghapus rintangan pasar. Investor asing telah memperoleh kesempatan untuk melakukan impor dan ekspor dengan sendirinya dan melakukan penjualan produk tanpa melalui perantara dipemerintahan. Keputusan ini telah menghasilkan peningkatan yang besar iii di dalam transaksi perdagangan dari Amerika Serikat dan China, yang dibuktikan dengan fakta bahwa China merupakan pasar ketiga terbesar didunia untuk barangbarang Amerika Serikat. Hal ini merupakan keuntungan yang signifikan dari investor yang berasal dari Amerika Serikat karena persetujuan membuka masukan baru untuk perusahaan kecil dan menengah di Amerika Serikat untuk melakukan impor dan melakukan distribusi produk tanpa melalui perusahaan perdagangan atau perantara. Selain itu, prosedur untuk pembentukan dari perusahaan dengan investasi asing sangat mudah dalam artian bahwa lembaga bisnis yang berijin dapat secara mudah diakses, hal ini melatar belakangi prospek yang menjanjikan untuk menarik bisnis asing. Akan tetapi perubahan ini tidak secara nyata dapat diterapkan dan memiliki beberapa masalah yang serius, masalah dasar adalah keterlibatan pemerintah China di pasar melalui perubahan susunan undang undang dari perdagangan. Intervensi dari pemerintah ini merupakan refleksi dari sejarah China yang belum selesai untuk melakukan transisi dari pemusatan rencana ekonomi ke pasar bebas yang diatur oleh hukum. Beberapa agen pemerintah China dan ofisial belum mengetahui kunci dari prinsip WTO tentang akses pasar, non diskriminasi, dan transparansi. Ramanauskienë, Gargasas dan Ramanauskas (2006) dalam penelitian tentang Marketing Solutions in Rural Tourism Development in Lithuania (solusi pemasaran pada pengembangan wisata pedesaaan di Lithuania) menyatakan bahwa kualitas dari wisata pedesaan tidak secara sepenuhnya sesuai dengan keinginan dari konsumen terutama yang menyangkut tentang: kesamaan pelayanan, kualitas pelayanan, dan penyambutan yang kurang baik. Daerah pertanian direkomendasikan untuk belajar sistem untuk menerima tamu, untuk mensuplai bermacam-macam bakat, bentuk relaksasi yang berbeda dibandingkan dengan kompetitor yaitu mandi dengan bath tub, ii main layang-layang dan sebagainya, untuk lebih memberikan perhatian yang sopan dan cepat terhadap keberadaan dari tamu. Wisata pedesaan terutama pertanian tidak memiliki sistem harga yang fleksibel. Diskon hanya diberikan sepertiga dari manfaat pertanian. Dapat direkomendasikan untuk memberikan diskon tidak hanya kepada anak-anak tetapi juga kepada orang yang tidak mampu, kelompok tamu yang besar, dan klien yang datang secara reguler. Diskon seharusnya diberikan pada musim gugur dan dingin. Sebagai tambahan beberapa jenis pelayanan seharusnya disusun seperti tempat tidur dan makan atau tempat tidur, makan dan rekreasi (semuanya termasuk di dalam satu paket), harga yang seharusnya lebih rendah dibandingkan ketika pelayanannya dijual secara terpisah. Wisata Pedesaan terutama pertanian mengaplikasikan distribusi pelayanan secara langsung dengan melakukan kerjasama dengan biro perjalanan wisata dan grup wisata lain yang memberikan garansi untuk mengirim tamu kedaerah pertanian tersebut dengan pelayanan yang terbaik. Promosi yang digunakan terlalu sedikit, sehingga informasi tentang manfaat pertanian ditaruh diinternet dan katalog bisnis, tetapi iklan tidak efisien di media masa. Pemilik seharusnya belajar untuk mengingatkan manajemen tentang proyek proyek tentang promosi pertanian ketika kartu ucapan tentang musim dipertanian dikirim kekonsumen yang potensial dan lebih memberikan kepedulian kepada promosi penjualan dengan memberikan kupon diskon. Dalam pengembangan wisata pedesaan merupakan hal yang penting untuk meningkatkan sistem informasi dan mencari sumber yang dapat dieksploitasi untuk memberikan dukungan terhadap pembiayaan struktural organisasi. Strategi yang diterapkan adalah strategi pembangunan yang terkonsentrasi dengan penetrasi yang iii terintegrasi kepada pasar dengan peningkatan produk, pelayanan dan model ekspansi pasar. Neba (2008) dalam penelitian tentang Developing Rural Tourism as an Alternative Strategy for Poverty Alleviation in Protected Areas: Example of Oku, Cameroon (pengembangan wisata pedesaan sebagai strategi alternative untuk mengurangi di daerah dilindungi, contoh daerah Oku di Kamerun) menyatakan bahwa rencana manajemen harus disiapkan untuk memproteksi bio diversity dan struktur social ekonomi. Tipe perencanaan ini sangat penting karena Kamerun sangat kaya akan daerah yang dilindungi. Hal ini memerlukan evaluasi dari pengaruh sosial dan lingkungan dan penelitan lebih lanjut terutama mengenai pemberlakuan zona zona pada daerah yang dilindungi. Pengembangan ekowisata di dalam bekerjasama dengan penduduk lokal dan proyek konservasi dapat memperbaiki kehidupan dari penduduk lokal. Dalam hal ini penduduk desa dapat belajar tentang bagaimana untuk menjaga dan menangani kehidupan liar dan lingkungan dengan kebiasaan hidup yang berkelanjutan dengan tidak mengorbankan nilai dari budaya yang telah ada dan merupakan hal yang logis untuk mengintegrasikan bentuk konsumtif dan nonkonsumtif terhadap manajemen suaka margasatwa menjadi suatu proyek karena konservasi melalui manajemen berkelanjutan dapat menjadi sukses apabila secara ekonomis berguna bagi penduduk desa di Afrika untuk jangka waktu yang panjang. Ini memerlukan determinasi yang mana dipergunakan untuk sumber margasatwa yang secara ekonomis sesuai untuk dipergunakan pada situasi tersebut dan dapat diterima di masyarakat. Pariwisata merupakan hal yang layak dipergunakan. Analisis ekonomi dapat mengurangi resiko dari perencanaan dan kesalahan pada saat investasi. Karena dengan perencanaan yang baik dan penggunaan yang secara terus menerus akan ii menurunkan penggunakan pada zona yang ditentukan dimana zona ini seharusnya memiliki prioritas yang tinggi untuk diproteksi. Kalendar tahunan untuk aktivitas rekreasi seharusnya lebih direncanakan ketika memproteksi bio diversity. Hal yang penting untuk rekreasi adalah lokal festival, upacara dan perayaan yang dapat dikembangkan oleh penduduk secara bersama sama dan mempromosikan budaya lokal. Penduduk lokal juga mendapat keuntungan lebih dengan menjual makanan lokal dan aneka kerajinan. Hal terpenting adalah harus fokus pada keinginan dari penduduk lokal dan menciptakan kepedulian terhadap lingkungan. Perencanaan terhadap daerah yang dilindungi untuk ekowisata seharusnya menggunakan pendekatan participatory. Nasrullah (2007) dalam penelitan tentang studi kelayakan instalasi pengolahan lumpur tinja menyatakan bahwa pembangunan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) di Kota Salatiga dapat dikatakan layak secara teknis karena pengguna tangki septik di Kota Salatiga meningkat dan berpotensi melakukan pengurasan lumpur tinja secara rutin sehingga desain instalasi dapat optimal melakukan pengolahan sampai akhir tahun perencanaan. IPLT layak dibangun secara sosial ekonomi karena dari hasil kuesioner dapat dikatakan bahwa warga berpotensi sebagai sasaran pelayanan karena sudah memiliki sarana tangki septik, kemampuan dan kemauan membayar retribusi dan dukungan terhadap pemerintah Kota Salatiga untuk mengelola IPLT. Selain itu IPLT juga memiliki manfaat sosial ekonomi baik manfaat langsung, tidak langsung, nyata dan manfaat tidak nyata. Selain itu IPLT layak didirikan berdasarkan hasil analisis lingkungan, karena pembangunan IPLT tidak memiliki dampak negatif yang signifikan dan apabila terdapat kemungkinan terjadinya dampak negatif maka semua dampak negatif yang ditimbulkan dari prakonstruksi, konstruksi dan pasca iii konstruksi dapat diminimalisir melalui rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan. Jika dilihat berdasarkan analisa kelayakan finansial, rencana pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja Kota Salatiga tidak layak untuk direalisasikan dengan alasan : Total payback period tidak mampu menutupi modal investasi dan operasional sampai dengan akhir tahun perencanaan, tingkat pengembalian bunga dari hasil perhitungan internal rate of lebih kecil dari nilai bunga bank yang diasumsikan yaitu sebesar 12%, nilai benefit/cost ratio kurang dari 1 yaitu 0,98. Dalam perhitungan ini manfaat tidak langsung juga diperhitungkan. Aspek regulasi/pengaturan merupakan salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan karena aspek ini sangat membantu percepatan tercapainya peran serta masyarakat dalam memanfaatkan IPLT minimal setelah diterbitkannya peraturan oleh Pemda Kota Salatiga. Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan mampu mendorong masyarakat yang berada di Kota Salatiga untuk memanfaatkan jasa pelayanan IPLT. Afandi dan Mukodim (2009) dalam penelitian tentang analisis studi kelayakan investasi pengembangan usaha PT. Aneka Andalan Karya menyatakan bahwa berdasarkan keseluruhan aspek yang diteliti, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis produksi dan teknologis, aspek manajemen dan sumber daya manusia, aspek hukum dan legalitas, serta aspek finansial dan ekonomi menunjukkan bahwa kondisi PT. Aneka Andalan Karya pada saat ini layak untuk mengembangkan usahanya. Rencana pengembangan usaha yang akan dilakukan PT. Aneka Andalan Karya dan kemampuan investasinya dalam memberikan keuntungan terhadap jumlah modal yang ditanam layak dan dapat diterima, dikaji dengan 5 metode kelayakan investasi dengan hasil sebagai berikut: Metode Payback period menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk menutup investasi sebesar Rp 311.000.000 adalah 2 tahun 16 hari. ii Metode ARR (Average Rate of Return) menunjukkan bahwa tingkat keuntungan rata-rata yang diperoleh sebesar 215,91%. Metode NPV (Net Present Value) didapat nilai yang positif sebesar Rp 225.586.113,-Metode IRR (Internal Rate of Return) diperoleh tingkat bunga sebesar 37,77 %. e. Metode PI (Profitabilitas Indeks) menunjukkan hasil yang diperoleh sebesar 1,72. Warsika (2009) dalam penelitian tentang studi kelayakan investasi bisnis properti (studi kasus: Ciater Riung Rangga) berdasarkan hasil penelitian proyek menyatakan bahwa Project Value : Rp190.772.079.000,-. Projected Net Profit: Rp35.202.956.100,-. NPV : Rp14.848.189.000,-. NPV yang diperoleh adalah NPV positif, hal ini menunjukkan bahwa proyek ini layak untuk dijalankan, IRR : 69,38 %. IRR yang diperoleh adalah IRR > Discount Rate (69,38% > 20%), hal ini menunjukkan proyek ini layak untuk dijalankan. MIRR > Cost of Capital berarti dapat diinvestasikan kembali. Dengan demikian proyek Ciater Riung Rangga ini layak untuk dijalankan dan menginvestasikan dana pada proyek ini adalah menguntungkan dan mempunyai prospek yang cukup bagus. Berdasarkan analisis yang paling baik adalah Analisa NPV yang juga memperhatikan rate of return atau cost of capital yang diinginkan selain time of money. Studi real estate adalah studi yang komplek dan memerlukan beberapa disiplin ilmu, tergantung dari tipe real estate. Widiyanto, Handoyo dan Fajarwati (2008) dengan penelitian tentang pengembangan pariwisata pedesaan (suatu usulan strategi bagi desa wisata Ketingan) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata pedesaan di desa wisata Ketingan masih mengandalkan daya tarik alam yaitu habitat burung kuntul dan blekok dan berdasarkan matriks SWOT diperoleh beberapa strategi antara lain Strategi SO dengan alternatif sebagai berikut: Meningkatkan pemasaran wisata, meningkatkan iii kualitas SDM, meningkatkan kualitas pelayanan terhadap wisatawan dan memelihara mutu daya tarik wisata. Strategi WO yang merupakan perpaduan faktor kelemahan dan peluang memberikan alternatif sebagai berikut: Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat, meningkatkan peran organisasi pemasaran, meningkatkan modal pembangunan. Strategi ST yang merupakan perpaduan faktor kekuatan dan ancaman memberikan strategi upaya untuk meningkatkan kualitas daya tarik wisata dan Strategi WT mempertimbangkan faktor kelemahan dan ancaman dengan cara memperhatikan mutu pelayanan terhadap wisatawan. Saragih, Sitorus, dan Hartanto (2009) dalam penelitian tentang analisis kelayakan ekonomi keberlanjutan usaha tani dan faktor-faktor penentu adopsi benih jagung transgenik di Indonesia menyatakan bahwa analisi ex ante kelayakan finansial adopsi benih jagung transgenik memberikan penerimaan rata-rata bagi petani sebesar Rp 10.7-14,4 juta lebih tinggi daripada Rp 10,2-12,4 juta untuk benih hibrida. Keuntungan yang dihitung meningkat dengan adopsi menjadi Rp 5,6-9,4 juta/Ha dari Rp 4,6-6,4 juta/Ha, dengan demikian usaha tani jagung transgenik layak secara finansial. Minat petani untuk mengadopsi benih jagung transgenik tergolong tinggi setelah mendapatkan penjelasan tentang potensi manfaatnya. Petani mau membayar harga lebih tinggi untuk jagung transgenik, namun sebagian besar petani menginginkan tingat harga tidak melebihi 10 persen dari harga rata-rata benih hibrida saat ini. Faktor yang paling menentukan adopsi benih transgenik adalah aspek kelembagaan. Faktor kelembagaan ini memiliki bobot sebesar 41 persen, diikuti dengan faktor lingkungan sebesar 32 persen, faktor sosial sebesar 18 persen dan faktor ekonomi sebesar 9 persen. ii Wawo, Abrahamsz dan Siabaya (20008) dalam penelitian tentang valuasi ekonomi wisata pantai humimua, desa Liang kecamatan Salahutu – Maluku Tengah menyatakan bahwa nilai ekonomi wisata pantai Huminua per tahun adalah: Nilai surplus per tahun/tahun Rp.895.265.485,- Rp. 279.678.816,- nilai yang dikorbankan/tahun dan nilai kesediaan membayar/tahun Rp. 1.1794.944.301,-. Wilayah pengaruh wisata pantai Hunimua yaitu Wilayah Kota Ambon 78 %, wilayah Kabupaten Maluku Tengah 20 % serta Kabupaten Seram Bagian Barat 2 %. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengembangkan kawasan wisata pantai Hunimua antara lain: Preservasi, perbaikan dan penambahan fasilitas penunjang atraksi kerjasama antar stakeholders, peningkatan raihan dan peluang pasar, promosi, sosialisasi program wisata, penyediaan bus dan polisi wisata, penciptaan atmosfir kebijakan pemerintahan yang kondusif dan atraksi seni budya lokal pada waktu-waktu tertentu Wirawan (2003) dalam penelitian tentang analisis rencana investasi pada jaringan”shop & ride” di Gianyar dan Jembrana. Penilaian dari investasi ini ditinjau dari aspek sosial ekonomi, investasi pada shop & ride di Gianyar dan Jembrana akan memberikan dampak positif bagi pemilik, karyawan, pemerintah maupun masyarakat sekitarnya, dari aspek pasar/pemasaran dimana pendirian jaringan ini masih dimungkinkan karena dilihat dari segi harga, permintaan dan program promosi, konsep ini cukup kompetitif di pasar, dari aspek manajemen, pendirian jaringan ini didukung oleh kesiapan team manajemen yang ada di PT Anugerah Paramitra Motorpart, aspek finansial dengan metode payback period, IRR dan NPV, maka rencana investasi Shop & Ride di Gianyar sebagai berikut: Payback period: dua tahun dua bulan, IRR: 49,07 % dan NPV: Rp 171.403.381 sedangkan yang di Jembrana dengan payback period: dua tahun tujuh bulan, IRR: 41,5 % dan NPV: Rp iii 99.678.855, maka rencana investasi didua daerah tersebut layak dilakukan karena menghasilkan payback period yang cukup singkat, IRR diatas tingkat keuntungan yang diisyaratkan yaitu 24 % dan menghasilkan NPV positif. Satoto (2005) dalam penelitian tentang analisis kelayakan investasi apotek kimia farma 82 Kartika Plaza Kuta, Unit Bisnis Area Bali PT Kimia Farma Apotek menyimpulkan bahwa kerjasama operasi selama 10 tahun dengan hanya melakukan renovasi pada tata letak ruang untuk meningkatkan kapasitas daya tampung menghasilkan penghitungan yang menguntungkan dibandingkan dengan alternatif sewa gedung selama 10 tahun ditinjau dari semua aspek, berdasarkan aspek pasar dengan layanan resep tunai menghasilkan analisis deret waktu dengan metode least square menghasilkan persamaan: Y=103.177 + 146.152 t. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa alternatif pertama, payback period adalah 5 tahun 7,54 bulan, discounted payback period 8 tahun 4,83 bulan, ARR 32,69%, NPV Rp 607.720.000,-, IRR 30,77%, modified internal rate of return 22,93%, PI 1,5 kali dan BEP Rp2.474.210.000,- (70,39%). Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa alternatif kedua payback period lima tahun 1,49 bulan, discounted payback period enam tahun 9,39 bulan, ARR 36,64%, NPV Rp.417.676.000,-, IRR 37,33%, modified IRR 25,42%, PI 1,77 kali dan BEP Rp. 2.848.107.000,- (81,03%). Analisis sensitivitas menunjukkan perubahan 10% naik turunnnya penjualan tidak mempengaruhi kelayakan investasi karena perhitungan yang dilakukan masih memenuhi criteria yang ditetapkan, tetapi hanya pada kondisi pesimis (turun 10%), alternatif pertama menunjukkan bahwa discounted payback period lebih dari 10 tahun (melebihi usia ekonomis 10 tahun) sehingga alternatif kedua lebih menguntungkan. ii Arya Wijaya (2009) dalam penelitian tentang studi kelayakan penambahan villa pada PT Bagus Agro Pelaga adalah: aspek pasar dan pemasaran dimana potensi penambahan villa pada PT Bagus Agro Pelaga yang cukup besar dapat dilihat dari tingkat hunian villa pada tahun 2005 sampai 2008, permintaan biro perjalanan rekanan dan tingkat kunjungan wisatawan ke Bagus Argo Pelaga. Positioning perusahaan ditentukan berdasarkan diferensiasi produk, jasa, personil dan citra, dengan pangsa sasaran dan target penjualan yang ditetapkan oleh pemegang saham agar memberikan keuntungan investasi, dengan segmentasi dan target pasar perusahaan adalah wisatawan yang berkunjung berdasarkan data histories yang mengalami peningkatan dari tahun ketahun. Strategi pemasaran yang digunakan ialah mempertahankan tingkat kepuasan yang tinggi, relationship marketing dan penyiapan produk komplementer dengan konsep one stop shopping. Strategi penetapan harga yang digunakan adalah perceived value pricing yaitu harga ditentukan oleh kesan pembeli (persepsi) terhadap produk yang ditawarkan. Hasil yang diperoleh dari penelitian dapat diketahui dari aspek finansial dimana payback period investasi villa selama 5 tahun, tergolong menguntungkan karena payback period nya lebih pendek daripada yang diisyaratkan oleh pemilik modal yaitu 8 tahun, NPV positif dan lebih besar daripada nol sebesar Rp.9.317.999.029,meningkatkan menunjukkan bahwa investasi penambahan villa akan keuntungan pemilik modal, PI sebesar 2,07 lebih besar dari 1, menunjukkan bahwa usulan investasi villa tersebut dapat diterima, IRR sebesar 26,11% lebih besar daripada biaya modal yang dipandang layak oleh pemilik modal sebesar 15%. Hal ini menunjukkan bahwa rencana investasi tersebut dinilai menguntungkan, ARR sebesar 37,76% lebih besar daripada patokan ARR yang ditentukan investor iii sebesar 15% sehingga dari segi profitabilitas, proyek investasi tersebut layak untuk dilaksanakan dan hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa variabel pendapatan sewa villa merupakan variabel yang sangat peka terhadap keberhasilan rencana investasi penambahan villa. 2.2 Pengertian Studi Kelayakan Proyek Suliyanto (2010:3) menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang sangat dinamis dan intensitas persaingan yang semakin ketat membuat seorang pengusaha tidak cukup hanya mengandalkan pengalaman dan intuisi saja dalam memulai usahanya. Seorang pengusaha dituntut untuk melakukan studi kelayakan terhadap ide bisnis yang akan dijalankan agar tidak terjadi ketelanjuran investasi di kemudian hari. Studi kelayakan merupakan penelitian yang bertujuan untuk memutuskan apakah sebuah ide bisnis layak untuk dilaksanakan atau tidak. Sebuah ide bisnis dinyatakan layak untuk dilaksanakan apabila ide tersebut mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi semua pihak (stake holder) dibandingkan dampak negatif yang ditimbulkan 2.3 Tujuan Dilakukan Studi Kelayakan Menurut Husnan dan Muhamad (2008:6), tujuan dilakukannya studi kelayakan adalah untuk menghindari keterlanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Tentu saja studi kelayakan ini akan memakan biaya, tetapi biaya tersebut relatif kecil apabila dibandingkan dengan risiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah besar. 2.4 Tujuan Keputusan Investasi ii Menurut Husnan dan Muhamad (2008:7), tujuan yang paling tepat dari pengambilan keputusan untuk melakukan investasi adalah untuk memaksimumkan nilai pasar modal sendiri (saham). 2.5 Aspek Menilai Kelayakan Investasi. Menurut Husnan dan Muhamad (2008:17), untuk melakukan studi kelayakan, terlebih dahulu harus ditentukan aspek-aspek apa saja yang akan dipelajari, walaupun belum ada kesepakatan tentang aspek apa saja yang perlu diteliti, tetapi pada umumnya penelitian akan dilakukan terhadap aspek-aspek pasar, teknis, finansial, hukum dan ekonomi negara. Tergantung pada besar kecilnya dana yang tertanam dalam investasi tersebut, maka terkadang juga ditambah studi tentang dampak sosial. 2.5.1 Aspek Pasar dan Pemasaran Sucipto (2010:47) mengemukakan kajian yang dilakukan dalam aspek pasar dan pemasaran bertujuan untuk menguji sejauh mana pemasaran dari produk yang dihasilkan perusahaan dapat mendukung pengembangan usaha atau bisnis yang direncanakan. Agar kajian aspek pasar dan pemasaran sesuai dengan rencana dan tujuan bagi pelaku bisnis, maka perlu dikaji beberapa faktor yang berkaitan dengan aspek pasar antara lain potensi pasar, peluang pasar atas produk yang diluncurkan untuk dimasa datang serta market share yang dapat diserap oleh bisnis tersebut dari keseluruhan pasar potensial. Kajian aspek pemasaran berkaitan dengan bagaimana penerapan strategi pemasaran dalam rangka meraih sebagian pasar potensial atau peluang pasar yang ada dan besaran market share (pangsa pasar) yang ditentukan dapat diraih sangat bergantung pada penerapan strategi pemasaran yang dipilih. Terdapat tiga hal pokok yang dapat ditelaah dalam aspek pasar, yaitu: 2.5.1.1 Potensi Pasar iii Kotler dan Keller (2009:158) menyatakan bahwa potensi pasar adalah batas yang didekati oleh permintaan pasar ketika pengeluaran pemasaran industri mendekati tidak terhingga, untuk lingkungan pemasaran yang sudah tidak menentu. 1. Peramalan Permintaan Pasar (Market Demand Forecasting) Di dalam menentukan suatu proyek investasi baik dalam bentuk financial assets maupun real assets, maka diperlukan peramalan untuk mengetahui prospek pada masa yang akan datang. Salah satu cara yang terbaik untuk meramalkan jumlah permintaan pada masa yang akan datang adalah dengan menelaah permintaan akan produk tersebut pada masa lalu hingga kini. Suliyanto (2010:105) menyebutkan bahwa analisis permintaan (demand) digunakan untuk mengetahui secara riil jumlah kebutuhan jasa yang akan dihasilkan di daerah dan periode tertentu. Produk yang dihasilkan harus memiliki potensi pasar yang cukup untuk menghasilkan keuntungan, sehingga pengukuran potensi permintaan penduduk dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu: 1) Mengukur permintaan produk dengan menggunakan data impor produk bersangkutan. Metode ini dilakukan dengan cara menghitung besarnya produk yang dihasilkan pada suatu daerah ditambah dengan produk yang diimpor dari daerah lain untuk memenuhi permintaan di daerah terebut. Metode ini digunakan jika produksi di daerah tersebut belum mampu memenuhi seluruh permintaan di daerah tersebut. 2) Pengukuran dengan data impor, ekspor dan produksi dalam negeri. Metode ini dilakukan dengan cara menghitung besarnya produk yang dihasilkan di daerah ii tersebut ditambah dengan produk yang diimpor dari daerah lain dikurangi dengan produk yang diekspor ke daerah lain ditambah dengan cadangan yang merupakan selisih antara persediaan awal dan persediaan akhir 3) Metode Rasio Rantai Metode rasio rantai dilakukan dengan cara membagi komponen-komponen terkecil dari suatu mata rantai variabel yang berpengaruh terhadap permintaan produk bersangkutan. Komponen-komponen yang dipandang berpengaruh terhadap permintaan efektif adalah: jumlah penduduk, pendapatan per kapita, penghasilan/kapita yang dikomsumsi untuk jenis produk dan penghasilan yang dikonsumsi oleh jenis produk terkecil. 4) Judgement Method (Non-Statistical Method) merupakan metode untuk memproyeksikan permintaan atas dasar pendapat. Metode ini dapat dilakukan dengan cara: (1) Survei niat beli merupakan metode untuk memproyeksikan permintaan yang akan datang dengan menanyakan kepada calon konsumen (target) pasar apakah mereka akan membeli atau tidak (2) Pendapat tenaga penjual. Metode ini memproyeksikan permintaan yang akan datang dengan cara meminta kepada para tenaga penjualan untuk mengestimasikan penjualan tiap produk untuk daerah mereka masing-masing. Setelah itu, semua estimasi dari tenaga penjualan dijumlahkan untuk mendapatkan keseluruhan. iii ramalan penjualan secara (3) Pendapat para ahli. Metode ini memproyeksikan permintaan yang akan datang dengan cara meminta pendapat para ahli di bidangnya untuk mengestimasikan permintaan produk berdasarkan analisis ilmiah. 5) Statistical Method merupakan metode untuk memproyeksikan permintaan atas dasar perhitungan statistik. Metode ini dapat dilakukan dengan cara: (1) Analisis Tren merupakan metode analisis yang digunakan untuk memproyeksikan penjualan pada masa yang akan datang dengan berdasarkan pada data sebelumnya. Metode tren yang paling banyak digunakan untuk analisis data adalah metode kuadrat terkecil (trend least square method). (2) Analisis Korelasi digunakan untuk mengetahui derajat hubungan linier antar satu variabel dengan variabel lainnya. Jika arah perubahannya searah maka kedua variabel akan memiliki korelasi yang positif 2.5.1.2 Analisis pesaing (Competitor Analysis) Menurut David (2009:158) mengemukakan Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation-EFE Matrix) memungkinkan para penyusun strategi untuk meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, dan kompetitif. Menurut David (2009:160) menyatakan bahwa untuk mengidentifikasi pesaingpesaing utama suatu perusahaan serta kekuatan dan kelemahan khusus mereka dalam hubungannya dengan posisi strategis perusahaan yang diteliti dengan menggunakan Matriks Profil Kompetitif (Competitive Profile Matrix-CPM). Faktor keberhasilan penting (critical success) dalam matriks profil kompetitif mencakup baik isu-isu ii internal maupun eksternal, oleh sebab itu peringkatnya mengacu pada kekuatan dan kelemahan, di mana 4 = sangat kuat, 3 = kuat, 2 = lemah, dan 1 = sangat lemah. Total rating berada pada rentang 1,0 (rendah) dan 4,0 (tinggi) dan skor rata-rata adalah 2,5. Skor bobot total sebesar 4,0 mengindikasikan bahwa sebuah organisasi merespons secara sangat baik peluang dan ancaman yang ada diindustrinya atau strategi perusahaan secara efektif menarik keuntungan dari peluang yang ada dan meminimalkan pengaruh negatif potensial dari ancaman eksternal. Skor total sebesar 1,0 menandakan bahwa strategi perusahaan tidak mampu memanfaatkan peluang yang ada atau menghindari ancaman yang muncul. Analisis CPM ini menggunakan perusahaan yang diteliti yang kemudian dibandingkan dengan pesaing lainnya. Analisis menggunakan CPM ini lebih baik dibandingkan dengan Internal matriks (Internal Factor Evaluation matrix) dan eksternal matriks (External Factor Evaluation matrix) karena CPM terdiri dari faktor-faktor internal dan eksternal dari perusahaan yang diteliti dengan pesaing utamanya. 2.5.1.3 Strategi Pemasaran (Marketing Strategy) 1) Matriks Internal-Eksternal (Internal-Eksternal – IE Matrix) iii IE Matrix memposisikan berbagai divisi suatu organisasi dalam tampilan sembilan sel dapat dilihat pada Diagram 2.1 sebagai berikut: Sumber: David (2009) Gambar 2.1: Matriks Internal-Eksternal 2.5.2 Aspek Manajemen dan Sumberdaya Manusia Husnan dan Muhammad (2008:150) mengemukakan bahwa manajemen meliputi manajemen pembangunan proyek dan manajemen operasi. Manajemen pembangunan proyek mengulas tentang pelaksana proyek, sistem dan jadwal pelaksanaan proyek, pengkaji masing-masing aspek dan sebagainya. Sementara manajemen operasi mengemukakan tentang bentuk organisasi / badan usaha yang dipilih struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan serta ketenagakerjaan. ii Berkaitan dengan aspek manajemen ini, penekanan utama yang diberikan adalah pada aspek sumber daya manusia baik pada masa pembangunan proyek maupun pada saat proyek tersebut telah beroperasi Menurut Suliyanto (2010:157) menyatakan bahwa analisis manajemen pada kelayakan proyek lebih menekankan pada proses dan tahap-tahap yang harus dilakukan pada proses pembangunan bisnis, sedangkan analisis sumber daya manusia menekankan ketersediaan dan kesiapan tenaga kerja, baik jenis/mutu maupun jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis. Kegiatan aspek manajemen dan sumberdaya manusia adalah: 1. Analisis Jabatan Analisis jabatan merupakan kegiatan mempelajari dan mengumpulkan informasi tentang suatu pekerjaan berkaitan dengan berbagai operasi dan kewajiban suatu jabatan. Analisis jabatan akan berusaha menganalisis seluk beluk pekerjaan sehingga akan memperoleh informasi tentang deskripsi dan spesifikasi jabatan. 2. Proyeksi Kebutuhan Tenaga Kerja Besarnya proyeksi kebutuhan tenaga kerja tergantung pada proyeksi penjualan yang diperoleh pada perhitungan aspek pasar dan luas produksi yang diperoleh dari perhitungan pada aspek teknis. Semakin besar proyeksi penjualan dan luas produksi maka semakin luas pula proyeksi kebutuhan tenaga kerja , demikian pula sebaliknya. Teknik yang digunakan untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja adalah dengan menggunakan metode Work Force Analysis (WFA) yang diperoleh dengan menghitung work load analysis + % absensi + % turn over. Metode ini umumnya digunakan untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja pada bagian operasional di mana satuan hasil pekerjaannya mudah diukur. iii 3. Struktur Organisasi Struktur organisasi adalah susunan dan hubungan antar komponen bagianbagian dan posisi-posisi dalam suatu organisasi. Struktur organisasi menggambarkan peran format, prosedur, mekanisme pengawasan, kewenangan, dan proses pengumpulan kebijakan. Tujuan disusunnya struktur organisasi agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih baik dibandingkan tanpa adanya pembagian tugas kerja. 2.5.3 Aspek teknis operasional Menurut Husnan dan Muhammad (2008:151) beberapa pertanyaan utama yang perlu mendapatkan jawaban dari aspek teknis adalah lokasi proyek, skala operasi / luas produksi, kriteria pemilihan mesin, proses produksi dan jenis teknologi. Menurut Sulityo (2010:133), meskipun berdasarkan aspek pasar suatu bisnis layak dijalankan, tetapi jika secara teknis operasional tidak dapat dijalankan dengan baik maka investasi sebaiknya ditunda terlebih dahulu, hal ini disebabkan bisnis sering kali mengalami kegagalan karena tidak mampu menghadapi masalah-masalah teknis. Hal yang perlu dianalisis pada aspek teknis operasional adalah: 1) Pemilihan lokasi Bisnis Lokasi bisnis adalah lokasi di mana bisnis akan dijalankan, baik lokasi untuk lahan pabrik lokasi untuk perkantoran (administrasi). Lokasi bisnis mempunyai pengaruh yang besar terhadap biaya operasional dan biaya investasi. Penentuan lokasi bisnis yang salah akan menimbulkan beban tak terbatas bagi perusahaan. 2) Penentuan Luas Produksi ii Luas produksi merupakan jumlah atau volume hasil produksi yang seharusnya diproduksi oleh perusahaan dalam satu periode tertentu. Luas produksi harus direncanakan secara matang agar perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang optimal. Jumlah fasilitas penginapan disebuah desa wisata terlalu besar akan menyebabkan pemborosan sedangkan apabila jumlahnya terlalu kecil akan menyebabkan perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan pasar dan berakibat hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. 3) Penentuan Layout Bangunan Layout bangunan merupakan keseluruhan bentuk dan penempatan fasilitasfasilitas yang diperlukan dalam proses produksi. Penentuan layout bangunan pada umumnya dilakukan ketika lokasi bisnis ditentukan dengan berbagai pertimbangan. Layout yang baik memiliki berbagai kriteria yaitu meminimalkan jarak angkut antarbagian, aliran material yang baik, efektif dalam penggunaan ruang, luwes dan indah, memberikan keselamatan atas barang-barang yang diangkut, memungkinkan adanya perluasan bisnis, meminimalkan biaya produksi dan memberikan jaminan keamanan yang cukup bagi keselamatan tenaga kerja. 2.5.5 Aspek hukum Menurut Suliyanto (2009:16), kegiatan bisnis tidak dapat dipisahkan dari bentuk badan usaha dan perizinan yang diperlukan untuk menjalankan usaha. Bentuk badan usaha yang dipilih tergantung pada modal yang dibutuhkan dan jumlah pemilik. Pemilihan badan usaha didasarkan oleh beberapa pertimbangan sebagai berikut: 1) Besarnya modal yang diperlukan untuk menjalankan bisnis 2) Tingkat kemampuan dan tanggung jawab hukum dan finansial iii 3) Bidang industri yang dijalankan 4) Persyaratan perundang-undangan yang berlaku Untuk memilih badan usaha yang tepat, sesuai dengan dasar-dasar pertimbangan tersebut, definisi, peraturan perundang-undangan yang mengatur, serta kelebihan dan kekurangan masing-masing bentuk badan usaha. Berikut ini beberapa bentuk badan hukum beserta kelebihan dan kekurangannya masing-masing antara lain: 1) Perusahaan Perseorangan merupakan bentuk badan usaha tanpa ada pembedaan pemilikan antara hak milik pribadi dengan hak milik perusahaan atau bentuk usaha yang dimiliki oleh seseorang dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua resiko dan kegiatan perusahaan. Dengan demikian pemisahan kepemilikan antara hak milik pribadi dengan milik perusahaan maka harta benda pribadi juga merupakan kekayaan perusahaan, yang setiap saat harus menanggung utang-utang perusahaan. 2) Firma (Fa) merupakan perserikatan beberapa pengusaha swasta menjadi satu kesatuan untuk mengelola usaha bersama atau persekutuan untuk menjalankan perusahaan dengan memakai nama bersama. 3) Perserikatan Komanditer (CV) merupakan perserikatan beberapa pengusaha swasta menjadi satu kesatuan untuk mengelola usaha bersama, dimana sebagian anggota merupakan anggota aktif, sedangkan anggota lain merupakan anggota pasif. 4) Perseroan Terbatas (PT) merupakan perserikatan beberapa pengusaha swasta menjadi satu kesatuan untuk mengelola usaha bersama, di mana perusahaan ii memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menyertakan modalnya ke perusahaan dengan cara membeli saham perusahaan. 5) Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001) 6) Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Pasal 1 ayat1) 2.5.6 Aspek Finansial Menurut Suliyanto (2010:184) menyatakan bahwa tujuan menganalisis aspek finansial dalam studi kelayakan adalah menganalisis sumber dana untuk menjalankan usaha, menganalisis besarnya kebutuhan biaya investasi yang diperlukan, menganalisis besarnya kebutuhan modal yang diperlukan, memproyeksi rugi laba usaha yang akan dijalankan, memproyeksi arus kas dari usaha yang akan dijalankan, memproyeksi sumber dana untuk menjalankan bisnis dan menganalisis tingkat pengembalian investasi yang ditanamkan dengan beberapa analisis kelayakan investasi seperti Payback period (PP), Net Present Value (NPV), Profitabilitas Indeks (PI), Internal Rate of Return (IRR) dan Average Rate of Return (ARR). 2.4.6.1 Kebutuhan Dana Berdasarkan jenis penggunaan dana, maka dana yang dibutuhkan dibedakan atas: iii 1) Dana investasi awal atau investasi inisial (initial investment) yaitu dana investasi yang diperlukan untuk mengadakan barang modal (mesin, bangunan, gudang, bangunan kantor, perumahan untuk tenaga kerja langsung, tanah lokasi, pemasangan, produksi, percobaan, pengadaan alat-alat kantor (mesin kantor dan furniture), jasa-jasa umum (listrik, air dan telepon), dan sarana pendukung lainnya (jalanan proyek, kendaraan bermotor, rumah dinas dan fasilitas lainnya). 2) Dana modal kerja (working capital), yaitu dana yang diperlukan untuk membiayai aktivitas operasi sesudah proyek memasuki fase operasi komersial. Dari uraian, maka investasi memerlukan dua macam pengeluaran yaitu: 1) Pengeluaran modal (capital expenditure), yaitu pengeluaran untuk investasi inisial. 2) Pengeluaran operasi untuk pendapatan (operating or revenue expenditure) yaitu modal kerja yang dibutuhkan untuk membiayai operasi sesudah memasuki fase operasi komersial. Menurut Husnan & Muhammad (2008:166), aktiva tetap yang diperlukan untuk investasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 1) Aktiva tetap berwujud (1) Tanah dan pengembangan lokasi, meliputi: harga tanah, biaya pendaftaran, pembersihan, penyiapan tanah, pembuatan jalan kejalan yang terdekat, pemagaran dan sebagainya. ii (2) Bangunan dan perlengkapannya meliputi: bangunan untuk pabrik, bangunan untuk administrasi, gudang, genset, pos keamanan, jasa arsitektur dan lain sebagainya. (3) Pabrik dan mesin-mesin meliputi biaya pembangunan pabrik, harga mesin, biaya pemasangan, biaya pengangkutan, suku cadang dan lain sebagainya. (4) Aktiva tetap lainnya meliputi: perlengkapan angkutan dan penanganan bahan, perlengkapan untuk penelitian dan pengembangan, perlengkapan kantor dan lain sebagainya. 2) Aktiva tetap tidak berwujud (1) Aktiva tidak berwujud meliputi: patent, lisensi, pembayaran lumpsum untuk penggunaan teknologi, copywright, goodwill dan lain sebagainya. (2) Biaya-biaya pendahuluan meliputi biaya untuk studi pendahuluan, penyiapan pembuatan studi kelayakan, survei pasar, biaya hukum dan lain sebagainya. (3) Biaya-biaya sebelum operasi meliputi: biaya penarikan tenaga kerja, biaya latihan, beban bunga dan biaya-biaya selama produksi percobaan. Kebutuhan dana untuk modal kerja dapat diartikan sebagai modal kerja brutto atau modal kerja netto. Modal kerja brutto menunjukkan semua investasi yang diperlukan untuk aktiva lancar yang terdiri dari: kas, surat-surat berharga, piutang, persediaan, dan lainnya. Modal kerja netto merupakan selisih antara aktiva lancar dengan hutang jangka pendek (kurang dari satu tahun). 2.4.6.2 Sumber Dana iii Menurut Husnan & Muhammad (2008:174), sumber-sumber dana yang utama adalah modal sendiri, saham biasa atau saham preferen, obligasi, kredit bank, leasing (sewa guna), project finance. 1) Biaya Modal Individu Biaya modal adalah biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan karena menggunakan sumber dana tertentu, baik modal sendiri atau berasal dari pinjaman. Modal sendiri dapat berupa bisa berupa saham preferen, biasa atau laba ditahan. Biaya modal keseluruhan sering dipakai sebagai tingkat keuntungan yang layak dari suatu proyek yang disebut juga cut off rate. Untuk bisa menghitung biaya modal keseluruhan, maka perlu menghitung terlebih dahulu biaya modal dari masing-masing pendanaan (Husnan & Muhammad, 2008: 240) antara lain: (1) Biaya utang (cost of debt) Menurut Husnan & Muhamad (2008:240), biaya utang merupakan biaya yang ditanggung karena menggunakan sumber dana yang berasal dari pinjaman. Meskipun yang sering dihitung biaya modal dari pinjaman adalah biaya utang untuk utang jangka panjang, tetapi sebenarnya baik utang jangka panjang maupun utang jangka pendek mempunyai biaya modal (meskipun besarnya mungkin tidak sama). (2) Biaya laba yang ditahan Menurut Husnan & Muhamad (2008:247), biaya laba yang ditahan sama dengan modal sendiri dari saham biasa. Apabila perusahaan menggunakan laba yang ditahan perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan tetapi apabila membagikan laba dan mengeluarkan saham baru, harus menanggung biaya pengeluaran saham yang disebut floatation cost. ii 2) Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang/ Weighted Average Cost of Capital (WACC) Husnan dan Muhammad (2008:248) menyatakan apabila investasi dibelanjai dengan modal sendiri dan modal pinjaman, maka cut off rate yang dipergunakan harus mempertimbangkan biaya modal baik dari utang maupun dari modal sendiri (bagi perusahaan yang menggunakan utang). 2.4.6.3 Nilai Waktu Dari Uang Nilai uang pada waktu yang berbeda memiliki penghargaan yang tidak sama, rupiah saat ini dihargai lebih tinggi daripada rupiah nanti. Nilai waktu dari uang memberikan dampak terhadap nilai perusahaan, dimana penetapan waktu arus kas mempengaruhi nilai aktiva dan tingkat pengembalian. Semua konsep yang digunakan dalam finansial, tidak ada yang lebih penting selain nilai waktu dari uang atau analisis arus kas yang didiskontokan (discounted cash flow) (Brigham & Houston, 2003:121) Peringkat atau alat yang sangat penting dalam analisis nilai waktu adalah garis waktu (time line), yang menggambarkan secara grafis penetapan arus kas. Nilai angka pada waktu menunjukkan akhir periode, arus kas ditunjukkan secara langsung dibawah tanda (arus kas keluar diberi tanda negatif), dan suku bunga secara langsung ditunjukkan diatas garis waktu. Arus kas yang belum diketahui dan dicoba untuk dicari dalam analisis diberi tanda tanya. Proses yang berjalan dari nilai hari ini atau nilai sekarang (PV) menjadi nilai masa depan (FV) disebut sebagai pemajemukan (compounding). Pemajemukan merupakan proses aritmatik dalam menentukan nilai akhir arus kas atau serangkaian arus kas apabila bunga majemuk diterapkan. 2.4.6.4 Depresiasi, Amortisasi dan Pajak iii 1) Depresiasi Syamsudin (2002:123) menyatakan depresiasi yang dikenal sebagai penghapusan merupakan salah satu komponen biaya tetap yang timbul karena digunakannya aktiva tetap, dimana biaya ini dapat dikurangkan dari revenue/penghasilan. Depresiasi dapat dikurangkan sebagai expense/biaya dari revenue yang diterima, dapat dihitung dengan beberapa cara yaitu: (1) The straight line method (Metode garis lurus) Jumlah depresiasi dengan menggunakan metode straight line method ini dapat dihitung dengan membagi depricable value (jumlah investasi dikurangi dengan nilai residu) dari suatu aktiva dengan umur ekonomisnya, sehingga dengan menggunakan metode ini jumlah depresiasi setiap tahunnya sama. (2) The double declining balance method Tingkat depresiasi yang digunakan di dalam metode ini adalah sama dengan tingkat yang digunakan dalam metode straight line dikalikan dua dan jumlah yang digunakan sebagai dasar perhitungan depresiasi adalah keseluruhan nilai investasi. Jumlah depresiasi pada tahun terakhir akan sama dengan nilai buku pada awal tahun terakhir dikurangi dengan jumlah nilai residu. (3) The sum of the years digits method Dengan menggunakan metode ini maka keseluruhan bilangan umur dari suatu aktiva harus dijumlah. Jika”n” adalah umur ekonomis dari suatu aktiva dan S adalah jumlah keseluruhan bilangan umur teknis dari aktiva tersebut maka jumlah depresiasi pada tahun pertama adalah n/S, pada tahun kedua (n-1)/S dan seterusnya, dikalikan dengan depricable value. ii Brigham dan Houston (2003:132) menyatakan bahwa pedoman sederhana yang dikenal dengan MACRS (modified accelerated cost recovery system) menciptakan beberapa kelas aktiva seperti pada Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Kelas Utama dan Umur Aktiva untuk MACRS Kelas Jenis Properti 3 tahun Beberapa peralatan pabrik khusus 5 tahun Mobil, truk muatan ringan, komputer dan peralatan manufaktur khusus 7 tahun Sebagian besar peralatan industri, perlengkapan kantor, peralatan tetap 10 tahun Jenis peralatan dengan umur manfaat yang lebih lama 27,5 tahun Properti perumahan untuk tempat tinggal seperti gedung, apartemen 39 tahun Semua properti non perumahan, termasuk bangunan komersial dan industri Sumber: Brigham dan Houston (2003) Menurut Fraser dan Ormiston (2008:153) menyatakan penyusutan digunakan untuk mengalokasikan biaya aktiva tetap berwujud seperti, bangunan, mesin, peralatan, perlengkapan kantor dan kendaraan bermotor. Tanah merupakan suatu perngecualian terhadap aturan tersebut karena tanah dianggap memiliki masa manfaat yang tidak terbatas. 2) Amortisasi Menurut Fraser dan Ormiston (2008:154) menyatakan amortisasi merupakan proses yang diterapkan kepada sewa guna usaha modal, bangunan yang belum selesai, dan biaya kadaluarsa aktiva tidak berwujud, seperti paten, hak cipta, merek dagang, lisensi, franchise dan goodwill. iii 3) Pajak Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Tarif Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50 juta 10 % Di atas Rp 50 juta – Rp 100 juta 15 % Di atas Rp 100 juta 30 % Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 Pasal 17 Ayat 1, 2003 2.4.6.5 Laporan Rugi Laba (income statement) Menurut Darsono dan Ashari (2004:54) menyatakan laporan rugi laba (menurut lembaga non profit disebut sebagai laporan sisa hasil usaha) merupakan akumulasi aktivitas yang berkaitan dengan pendapatan dan biaya selama periode waktu tertentu, misalnya bulanan dan tahunan. Komponen laporan laba rugi adalah: 1) Pendapatan/penjualan (dari usaha utama) Pendapatan atau penjualan adalah hasil penjualan produk atau jasa utama yang dihasilkan perusahaan kepada pelanggan. 2) Harga pokok penjualan Harga pokok penjualan merupakan biaya produksi sesungguhnya dari produk atau jasa yang dijual pada periode tertentu. 3) Biaya pemasaran ii Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan produk dan jasa yang dihasilkan pada periode tertentu, misalnya biaya iklan, biaya gaji salesman, dan biaya promosi. 4) Biaya administrasi dan umum Biaya administrasi dan umum adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan administrasi dan umum perusahaan. Contohnya adalah biaya gaji direksi, biaya penyusutan, biaya perlengkapan kantor dan biaya telepon. 5) Pendapatan luar usaha (non operasional) Pendapatan luar usaha atau non operasional adalah pendapatan yang diperoleh bukan dari bisnis utama perusahaan, misalnya keuntungan penjualan aktiva tetap, dan bunga bank bagi perusahaan non bank. 6) Biaya luar usaha (non operasional) Biaya luar usaha adalah biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas yang bukan dari bisnis utama. Contoh biaya ini adalah biaya bunga bank dan biaya sumbangan. Menurut Brigham & Houston, (2003:192), laporan rugi laba merupakan cara untuk melihat profitabilitas suatu usaha, berapa besar keuntungan atau kerugian yang dialami oleh perusahaan pada periode tertentu. 2.3.6.6 Arus kas (cash flow) Menganalisis suatu proyek apakah layak atau tidak untuk dilaksanakan dapat dilakukan dengan melihat arus kas yang akan dihasilkan oleh proyek tersebut mulai dari persiapan sampai dengan proyek tersebut jalan dalam beberapa tahun pertama. Menurut Husnan dan Muhammad (2008:186), arus kas yang berhubungan dengan suatu proyek dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yakni arus kas iii permulaan (initial cash flow), arus kas operasional (operasional cash flow) dan arus kas terminal (terminal cash flow). Pengeluaran pengeluaran untuk investasi pada awal periode mungkin tidak hanya sekali, merupakan arus kas permulaan, arus kas yang timbul selama operasi proyek itu disebut sebagai arus kas operasional dan arus kas yang diperoleh pada waktu proyek tersebut berakhir disebut sebagai arus kas terminal. Berdasarkan definisi arus kas di atas dapat dikatakan bahwa sungguh amat penting untuk menghitung arus kas dalam rangka menganalisis suatu investasi. Arus kas dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu arus kas awal (initial cash flow), arus kas operasional (operational cash flow) dan arus kas akhir (terminal cash flow). 1) Arus kas awal (Initial cash flow). Suratman (2001:120), arus kas awal adalah arus kas keluar dalam rangka untuk keperluan tetap dan penentuan besarnya modal kerja. Aliran kas ini biasanya diberi notasi negatif, artinya kas yang dikeluarkan. Aliran kas ini terjadi pada tahun ke 0, artinya perusahaan belum beroperasi dan pengeluaran kas untuk keperluan initial investment ini tidak dapat digunakan untuk menilai profitabilitas proyek. Husnan dan Muhammad (2008:186) menyatakan bahwa mungkin sekali untuk proyek-proyek besar, initial cash flow tidak hanya terjadi pada awal periode, tetapi terjadi beberapa kali, pada tahun kesatu, kedua dan seterusnya. 2) Arus kas operasional (operational cash flow) Suratman (2001:121), aliran kas operasional berasal dari operasi perusahaan (kegiatan utama perusahaan). Aliran kas operasional meliputi aliran kas masuk dan aliran kas keluar. Aliran kas masuk berasal dari penjualan (pendapatan), sedangkan aliran kas keluar adalah kas yang dikeluarkan untuk membayar operasional ii perusahaan seperti biaya pokok perusahaan, biaya administrasi dan umum dan penjualan serta biaya-biaya lainnya dalam rangka untuk memperoleh pendapatan. Aliran kas ini harus steril dari keputusan pembelanjaan seperti kas masuk dari setoran pemilik, kas untuk membayar pokok utang dan lain sebagainya. Alasan yang mendasarinya adalah kas netto yang digunakan sebagai dasar untuk penilaian keberhasilan investasi suatu proyek jangan terdistorsi. Menurut Suratman (2001:121) terdapat tiga prinsip yang harus diperhatikan dalam menentukan estimasi arus kas operasional yakni: 1) Harus didasarkan pada perhitungan kas setelah pajak. 2) Biaya bunga harus dikeluarkan dari perhitungan. 3) Harus didasarkan pada “dengan dan tanpa” proyek jika proyek investasi untuk pengembangan / penambahan dari proyek yang sebelumnya sudah berjalan. Oleh karena itu estimasi kas ditentukan atas dasar incremental antara dengan investasi dan tanpa investasi baru. Untuk menentukan aliran kas operasional terdapat dua cara yaitu: 1) Menjumlahkan seluruh kas masuk yang berasal dari penjualan, kemudian dikurangi dengan seluruh aliran kas keluar untuk operasional. 2) Menyesuaikan laporan rugi laba berdasarkan standar akuntansi finansial dengan pengeluaran-pengeluaran non tunai seperti depresiasi, amortisasi dan lainlainnya. Formulasinya sebagai berikut: Kas neto = Laba bersih setelah pajak + depresiasi + bunga (1 – pajak) iii Husnan dan Muhammad (2008:186) menyebutkan kebanyakan cara yang dipergunakan untuk menaksir operational cash flow setiap tahunnya adalah dengan menyesuaikan taksiran rugi laba yang disusun berdasarkan pninsip-prinsip akuntansi dan menambahkannya dengan biaya-biaya yang sifatnya bukan tunai, sebagai contoh adalah penyusutan. 3) Arus kas akhir (terminal cash flow) Suratman (2001:122), aliran kas akhir menunjukkan aliran kas pada akhir umur ekonomis proyek. Oleh karena itu arus kas ini berasal dari modal kerja dan penjualan aktiva tetap yang sudah habis umur ekonomisnya. Dalam menaksir arus kas setiap tahunnya, cara yang paling banyak digunakan adalah dengan menyesuaikan taksiran daftar laba rugi yang disusun oleh proyek dengan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi dan menambahkannya dengan biayabiaya yang sifatnya bukan tunai seperti penyusutan dan amortisasi (cara kedua). Husnan dan Muhammad (2008:190) menyatakan bahwa terminal cash flow umumnya terdiri dari nilai sisa (residu) investasi tersebut dan pengembalian modal kerja. 2.4.6.7 Metode Penilaian Investasi 1) Metode Net Present Value Sucipto (2010:178) menyebutkan bahwa Net Present Value (NPV) dapat dihitung dengan rumus persamaan matematis sebagai berikut : CFo1 NPV = CFo2 + (1+r)1 CFo3 + ……. + + (1 +r)2 CFo n + TCF (1 +r)3 - Io (1+r)n ii Keterangan: NPV = Net Present Value CFo = Arus kas tahunan operasional dari tahun ke 1 sampai tahun ke n Io = Jumlah investasi yang telah tertanam dalam proyek r = Tingkat bunga yang relevan TCF = Terminal Cash Flow Dalam metode ini dihitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Sebagai pedoman umum dikatakan apabila net persent value proyek positif, maka proyek tersebut layak untuk dilaksanakan dan apabila net present value negatif, maka proyek yang bersangkutan ada1ah tidak layak. 2) Metode Internal Rate of Return ( IRR Method) Dalam metode ini menentukan apakah suatu usulan proyek investasi dianggap layak atau tidak, dengan cara membandingkan antara tingkat keuntungan yang diharapkan. Perhitungan IRR dilakukan dengan cara mencari discount rate yang dapat menyamakan antara present value dari arus kas dengan present value dari investasi. Apabila tingkat bunga ini (IRR) lebih besar dari tingkat bunga yang diharapkan, maka investasi proyek tersebut dikatakan menguntungkan dan sebaliknya. Suratman (2001:132) menyebutkan bahwa untuk menentukan IRR ini adalah dengan menggunakan prinsip interpolasi yang secara matematis tingkat IRR ini dinyatakan sebagai r dan mengingat dalam proyek investasi arus kas awal (initial iii investment) dilakukan pada tahun ke 0, maka formulasi di atas dapat dimodifikasi menjadi: A1 A0 = A2 + (1+r)1 A3 + ……. + + (1 +r)2 An (1 +r)3 - Io (1+r)n di mana ; Ao = Arus kas keluar pertama A1— An = Penerimaan kas bersih (proceed) dari tahun pertama sampai tahun ke-n r = Discount rate Io = Terminal cash flow Di antara ketiga metode tersebut, maka dalam analisis investasi ini akan menekankan pada metode net present value karena metode ini merupakan metode yang memperhatikan nilai uang dan menunjukkan nilai absolutnya (dalam metode IRR hanya menunjukkan secara relatif/prosentase). Namun dernikian untuk perbandingan, kedua metode tersebut yakni Benefit cost ratio dan IRR juga akan dihitung. 2.4.6 Aspek ekonomi Menurut Husnan dan Muhammad (2008:313) analisis ekonomi merupakan suatu proyek tidak hanya memperhatikan manfaat yang dinikmati dan pengorbanan yang ditanggung oleh perusahaan, tapi oleh semua pihak dalam perekonomian. Beberapa manfaat sekunder dan suatu proyek yang kadang-kadang sulit diukur dalam satuan moneter adalah menaiknya tingkat konsumsi, membantu pemerataan tingkat ii pendapatan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketergantungan, mengurangi pengangguran dan lain-lain. Analisis yang digunakan adalah: 1) Input dan output yang diperdagangkan (tradeable). Suatu produk dikatakan diperdagangkan apabila diperoleh di pasar dunia. Untuk jenis produk ini, harga internasional (border price) yang dinyatakan dalam satuan moneter setempat pada kurs pasar merupakan harga bayangannya. 2) Input dan output yang tidak diperdagangkan (non-tradeable). Suatu produk dikatakan tidak diperdagangkan apabila harga impor lebih besar dari biaya produksi domestik dan nilai ekspornya kurang dari biaya produksi domestik. Untuk output, perlu diperhatikan consumers willingness to pay. 3) Tenaga kerja. Apabila proyek mempekerjakan tenaga kerja, maka akan terdapat tiga kemungkinan. Proyek tersebut mungkin menarik tenaga kerja dari sektor lain, sehingga harga bayangannya adalah berapa sektor lain bersedia membayar tenaga kerja tersebut. Apabila proyek tersebut menciptakan tenaga kerja maka harga bayangan tenaga kerja jauh lebih rendah dibandingkan dengan upah yang dibayarkan perusahaan kepada mereka. Apabila proyek mengimpor tenaga kerja, maka harga bayangannya adalah upah yang mereka inginkan ditambah dengan premium dalam bentuk devisa yang dikirimkan ke negara asal mereka. 4) Modal. Kadang-kadang suatu negara mengambil kebijakan untuk membantu mengembangkan suatu sektor dengan jalan memberikan kredit murah. Bagi perusahaan yang memperoleh kredit tersebut, cost of debt yang ditanggung tentu saja sesuai dengan bunga yang dibayar (lebih murah dari seharusnya. iii Pada perhitungan harga bayangan dari modal tersebut perlu diperhatikan opportunity cost dari modal tersebut. 5) Valuta asing. Terdapat dua kurs valuta asing yaitu kurs resmi dan kurs pasar. Di berbagai negara yang sedang berkembang, kurs resmi jauh lebih rendah dari kurs pasar. Dalam keadaan itu, harga bayangan yang relevan untuk valuta asing adalah kurs pasar. 2.5 Pengertian Desa Wisata 2.5.1 Pengertian Desa Wisata Terpadu Karena terbatasnya literatur-literatur/pedoman/teori tentang desa wisata atau landasan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas, maka dalam tinjauan pustaka/kerangka teoritis akan lebih banyak mengutip dari hasil penelitian yang pernah dilakukan di Bali oleh Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada pada tahun 1992 dan 1994 bekerja sama dengan Direktorat Jendral Pariwisata, Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi. Kebudayaan merupakan salah satu modal dasar utama di dalam pengembangan kepariwisataan di Bali. Di dalam jaringan komponen kebudayaan Bali tersebut desa adat berfungsi sebagai pilar penyangga utama struktur budaya yang ada. Berdasarkan ilustrasi yang telah disajikan bahwa faktor kunci tolok ukur keberhasilan pembangunan kepariwisataan di Bali terletak pada keberlangsungan kehidupan budaya desa adat. Untuk itu diperlukan modal pendekatan pengembangan yang mampu menciptakan hubungan timbal balik mutualistik (saling menguntungkan) antara perangkat desa adat dan usaha pembangunan kepariwisataan. Dengan demikian pariwisata akan menjadi bagian tak terpisahkan dari keutuhan kehidupan masyarakat desa adat. ii Dari ilustrasi dasar-dasar pemikiran, program pengembangan Desa Wisata Terpadu (DWT) merupakan salah satu alternatif jawaban agar usaha kepariwisataan dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat desa adat. Pengertian Desa Wisata Terpadu (DWT) yang dikutip dari Penyusunan Rencana Pengembangan Desa Wisata di Bali adalah: “Suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan Bali baik dari segi kehidupan sosial budayanya, adat-istiadat keseharian, arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa, serta mempunyai potensi untuk dikembangkan berbagai komponen kepariwisataan, misalnya: atraksi, makan minum, cinderamata, dan kebutuhan wisata lainnya”. Sesuai dengan batasan tersebut, maka model produk DWT yang ditawarkan haruslah mencerminkan “suasana pedesaan Bali” yang diusahakan sedekat mungkin dengan aslinya. Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. (Nuryanti W, 1993) Terdapat dua konsep utama dalam komponen desa wisata antara lain: 1) Akomodasi, sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk. 2) Atraksi, seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik. 2.5.2. Pendekatan pengembangan desa wisata Pengembangan dari desa wisata harus direncanakan secara hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasarkan penelitian dan studi dari UNDP/WTO, iii dicapai dua pendekatan dalam menyusun konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata. 1. Pendekatan pasar untuk pengembangan desa wisata 1) Interaksi tidak langsung Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi misalnya: penulisan buku-buku tentang desa berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan lain sebagainya. 2) Interaksi setengah langsung Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan melakukan kegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model ini adalah wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama penduduk. 3) Interaksi langsung Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/ bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Kriteria desa wisata Pada pendekatan ini diperlukan beberapa kriteria yaitu: 1. Atraksi wisata yaitu semua yang mencakup alam, budaya, dan hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa. ii 2. Jarak tempuh adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan juga dari jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten. 3. Besaran desa, menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa. 4. Sistem kepercayaan dan kemasyarakatan merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan khusus pada komunitas suatu desa dan hal yang perlu dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada. 5. Ketersediaan infrastruktur meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya. Masing-masing kriteria digunakan untuk melihat karakteristik utama suatu desa untuk kemudian menentukan apakah suatu desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe one day trip atau tipe tinggal inap. 2.5.3 Pendekatan fisik pengembangan desa wisata Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah desa melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi. 1. Mengkonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi museum desa untuk menghasilkan biaya perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe pengembangan model ini adalah desa wisata di Koanara, Flores. 2. Mengkonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa iii tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai daerah pariwisata dengan fasilitasfasilitas pariwisata. Contoh pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah desa wisata Sade di Lombok. 3. Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contohnya adalah desa wisata Wolotopo di Flores. 2.5.4 Prinsip dasar dari pengembangan desa wisata 1. Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa. 2. Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerjasama dan individu yang memiliki. 3. Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu sifat budaya tradisional yang melekat pada suatu desa atau atraksi yang dekat dengan alam. ii