kerentanan terumbu karang akibat aktivitas manusia menggunakan

advertisement
KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS
MANUSIA MENGGUNAKAN “CELL - BASED MODELLING” DI
PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA,
JAWA TENGAH
oleh :
WAHYUDIONO
C 64102010
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
© Hak cipta milik WAHYUDIONO, tahun 2009
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainnya
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS
MANUSIA MENGGUNAKAN ”CELL - BASED MODELLING ” DI
PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA,
JAWA TENGAH
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Agustus 2009
WAHYUDIONO
C64102010
RINGKASAN
WAHYUDIONO (C64102010). Kerentanan Terumbu Karang Akibat Aktifitas
Manusia Menggunakan Cell Based Modeling di Pulau Karimunjawa dan Pulau
Kemujan, Jepara, Jawa Tengah. Dibimbing oleh : VINCENTIUS P. SIREGAR dan
SYAMSUL BAHRI AGUS.
Terumbu karang di Indonesia merupakan salah satu yang terluas di dunia dan
memiliki keanekaragaman yang paling tinggi. Salah satu terumbu karang tersebut berada
di Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Banyaknya aktivitas
manusia disekitar terumbu karang menyebabkan terjadinya kerusakan terumbu karang.
Penggunaan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah
salah satu alat dalam menyusun manjemen dan pembuatan keputusan dalam melindungi
terumbu karang. Aplikasinya adalah untuk membuat peta tingkat kerentan terumbu
karang dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang berbasiskan sel atau pixel.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni dan Juli 2006 berlokasi di Pulau
Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Kegiatan penelitian meliputi pengumpulan data lapang
berupa data posisi dermaga, posisi budidaya dan posisi pariwisata di Kepulauan
Karimunjawa. Data sekunder seperti peta terumbu karang, peta garis pantai, peta
pemukiman penduduk, peta jalan didapatkan dari PT Waindo Specterra Indonesia
(Jakarta). Analisis spasial menggunakan software ArcView 3.3 dan ArcGIS 9.3.
Metode analisis data spasial menggunakan metode Cell Based Modelling dalam
SIG, penentuan kerentanan terumbu karang menggunakan metode weighted overlay
dengan sistem pembobotan dan skoring. Ada tujuh parameter yang digunakan untuk
penyusunan kerentan terumbu karang. Ketujuh parameter tersebut adalah parameter jarak
dari garis pantai, parameter jarak dari dermaga, parameter jarak dari jalan, parameter
jarak dari pemukiman, parameter jarak dari budidaya, parameter jarak dari pariwisata dan
parameter jarak dari sungai.
Dari hasil analisis spasial tersebut diperoleh 61.641 sel (1386,9225ha) yang
merupakan kelas aman sedangkan kelas rentan terdapat 39.612 sel (891,2700ha). Kelas
sangat rentan terdapat 1.341 sel (30,1725ha). Terumbu karang bagian barat Pulau
Karimunjawa dan Pulau Kemujan lebih rapat dan beragam karena pantainya lebih landai
dan berombak lebih kecil daripada terumbu karang bagian timur Pulau Karimunjawa dan
Pulau Kemujan. Faktor yang paling memepengaruhi kerentanan terumbu karang di Pulau
Karimunjawa dan Pulau Kemujan adalah pemukiman penduduk karena rumah penduduk
dipulau ini menggunakan batu yang berasal dari terumbu karang sebagai bahan pembuat
rumahnya. Memberikan penyuluhan manfaat dari terumbu karang kepada penduduk
Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan sangat memberikan manfaat untuk melestarikan
terumbu karang di pulau ini. Rekomendasi pulau Karimunjawa dan pulau Kemujan
merupakan daerah yang cocok untuk konservasi terumbu karang, terutama daerah sebelah
barat Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan.
KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS
MANUSIA MENGGUNAKAN “CELL - BASED MODELLING” DI
PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA,
JAWA TENGAH
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
oleh :
WAHYUDIONO
C 64102010
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
SKRIPSI
: KERENTAN TERUMBU KARANG AKIABAT
Judul
AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN “CELL
BASED MODELLING” DI PULAU KARIMUNJAWA
DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH
Nama
: WAHYUDIONO
NRP
: C64102010
Departemen
: Ilmu dan teknologi Kelautan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Vincentius P. Siregar, DEA
NIP 19561103 198503 1 003
Syamsul Bahri Agus. S Pi, M.Si
NIP 19720726 200501 1 002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP 19610410 198601 1 002
Tanggal lulus : 24 Agustus 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan bimbingan-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan.
Penelitian berjudul “Analisis Kerentanan Terumbu Karang Akibat Aktifitas Manusia
Menggunakan Cell-Base Modeling Studi Kasus Kepulauan Karimunjawa” adalah
merupakan tugas akhir yang dibuat untuk menyelesaikan pendidikan kesarjanaan di
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Ir. Vincentius P. Siregar,
DEA. dan bapak Syamsul Bahri Agus S.Pi, M.Si yang telah bersedia untuk membimbing
selama penyusunan skripsi. Kepada kedua orang tua penulis yang telah memberikan
bantuan moril dan materiil, kepada keluarga yang di Kalianget dan di Pamekasan serta
teman-teman ITK angkatan 39 dan teman-teman kost semoga Allah SWT memberikan
balasan yang setimpal.
Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan
khususnya bagi penulis.
Bogor, Agustus 2009
WAHYUDIONO
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi
1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4
2.1 Kondisi Kepulauan Karimunjawa...................................................... 4
2.2 Aktifitas Manusia yang Mempengaruhi Kerentanan Terumbu
Karang............................................................................................... 4
2.3 Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG untuk
Pemetaan Terumbu Karang............................................................... 7
2.4 Cell Base Modelling ........................................................................... 9
2.5 Satelit ASTER ................................................................................... 12
3. METODE PENELITIAN ........................................................................ 12
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................
12
3.2 Alat.......................................................................................................
14
3.3 Pengumpulan Data ..............................................................................
14
3.3.1 Pengumpulan Data Primer dan Data Sekunder ......................... 14
3.3.1.1 Data Primer .................................................................. 14
3.3.1.2 Data Skunder ................................................................ 14
3.3.2 Pengolahan Data ....................................................................... 15
3.3.2.1 Pengolahan Data Penginderan Jauh Satelit .................. 15
3.3.2.2 Konversi peta analog (Hardcopy) ke Format Digital ... 15
3.3.2.5 Pemutakhiran Data Spasial .......................................... 17
3.3.3 Survei Lapangan....................................................................... 17
3.3.4 Penyusunan Basis Data Spasial ............................................... 18
3.3.5 Analisis Spasial Menggunakan Cell-Based Modelling............ 18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 23
4.1 Hasil Pemetaan Terumbu Karang....................................................... 23
4.2 Analisis Kerentanan Terumbu Karang Menggunakan Cell Based
modelling............................................................................................ 25
4.2.1 Parameter Jarak dari Garis Pantai............................................. 25
4.2.2 Parameter Jarak dari Pemukiman.............................................. 27
4.2.3 Parameter Jarak dari Pelabuhan................................................ 29
4.2.4 Parameter Jarak dari Lokasi Pariwisata.................................... 31
4.2.5 Parameter Jarak dari Lokasi Budidaya..................................... 33
4.2.6 Parameter Jarak dari Jalan......................................................... 35
4.2.7 Parameter Jarak dari Sungai...................................................... 34
4.3 Peta analisis Kerentan Terumbu Karang.............................................37
5. KESIMPULAN DAN SARAN ………………....................................... 42
5.1. Kesimpulan………………………………………………………… 42
5.2 Saran................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 43
DAFTAR GAMBAR
Peta Daerah Kepulauan Karimunjawa............................................................ 13
Diagram Alir ................................................................................................... 20
Peta Terumbu Karang Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan.................... 21
Klasifikasi Parameter Jarak Garis Pantai........................................................ 26
Klasifikasi Parameter Jarak Pemukiman……………………………………. 28
Klasifikasi Parameter Jarak Dermaga............................................................. 30
Klasifikasi Parameter Jarak Pariwista............................................................. 32
Klasifikasi Parameter Jarak Budidaya............................................................. 34
Klasifikasi Parameter Jarak Jalan.................................................................... 36
Klasifikasi Parameter Jarak Sungai................................................................. 38
Peta Hasil Overlay........................................................................................... 40
Peta Kerentanan Terumbu Karang Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan. 41
DAFTAR TABEL
Bobot dan Skoring .......................................................................................... 21
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Terumbu karang merupakan ekosistem yang unik, karena merupakan
ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat beragam. Selain
sebagai gudang keanekaragaman hayati dan sebagai tempat tinggal sementara
ataupun tetap bagi biota-biota laut, terumbu karang juga mempunyai fungsi antara
lain sebagai tempat mencari makan, berpijah, daerah asuhan dan sebagai tempat
berlindung ikan-ikan karang. Siklus kimia, biologi, serta fisik yang secara global
memiliki produktifitas primer yang sangat tinggi dengan kisaran 500-3000
kal/m²/tahun terjadi di ekosistem ini (Nybakken 1988).
Terumbu karang juga mempunayai nilai dan arti yang sangat penting jika
dilihat dari bidang sosial dan ekonomi. Sebagai tempat penyedia bahan makan secara
langsung maupun tidak langsung dan tempat sumber obat-oabatan. Oleh karena itu
banyak nelayan di pesisir menggunakan daerah terumbu karang sebagai tempat
penangkapan ikan ataupun sebagai tempat budidaya. Fungsi yang tak kalah
pentingnya terumbu karang juga sebagai pelindung pantai dari hempasan gelombang.
Aktivitas-aktivitas manusia seperti penangkapan dan budidaya perikanan
yang tidak diatur akan memberikan tekanan pada ekosistem terumbu karang yang
akhirnya akan merusak ekosistem terumbu karang. Penggunaan bom dan racun
merupakan aktivitas manusia yaag sangat merusak ekosistem terumbu karang,
kegiatan penambangan batu karang sebagai bahan dasar konstruksi juga menjadi
penyebab kerusakan ekosistem terumbu karang. Aktivitas-aktivitas manusia yang
menyebabkan kerusakan terumbu karang terjadi karena berkembangnya
perekonomian serta peningkatan jumlah penduduk pada daerah pesisir yang terdapat
ekosistem terumbu karang.
Tekanan-tekanan tersebut maka diperlukan suatu manajemen dan monitoring
terhadap wilayah pesisir. Metode konvensional yang dipakai untuk menganalisis
tingkat kerentanan terumbu karang karena aktivitas manusia seperti survei dan
pengamatan langsung memiliki keterbatasan, khususnya untuk daerah terumbu
karang yang sangat luas. Metode ini juga memerlukan biaya yang sangat mahal dan
waktu yang lama.
Metode yang paling mutakhir adalah dengan penginderaan jauh karena
mendukung penyediaan informasi dan data yang lebih homogen baik dalam skala
waktu maupun skala ruang (Siregar 1995). Penggunaan teknik penginderaan jauh
maka akan diperoleh informasi spasial secara cepat dan tepat yang bisa dijadikan
dasar dalam mengambil suatu kebijakan untuk menjaga kelestarian ekosistem
terumbu karang. Penginderaan jauh dapat menyusun pemetaaan kerentanan ekosisten
terumbu karang.
1.2 Tujuan Penelitian
Keunggulan dan kemudahan dalam teknik penginderaan jauh ini maka
penelitian untuk analisis kerentanan ekositem terumbu karang di Kepulauan
Karimunjawa ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Memetakan kenampakan parameter jarak dari garis pantai, jarak dari pelabuhan,
jarak dari daerah pariwisata, jarak dari daerah budidaya dan lain-lain yang
mempengaruhi kerentanan terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa.
2. Mengkaji tingkat kerentanan terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa akibat
aktivitas manusia dengan pendekatan Cell Based Modelling.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Kepulauan Karimunjawa
Terumbu karang adalah ekosistem di perairan tropis yang di bangun oleh biota
laut penghasil kapur, khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur. Biota lain
yang ikut juga membentuk adalah jenis moluska , crustacea, echinodermata,
polychaeta, porifera dan tunakita serta biota yang hidup bebas diperairan terumbu
karang, serta beberapa jenis plankton dan jenis ikan (Sukarno, 1995). Karang adalah
organisme kelas Anthozoa, yang merupakan kelas terbesar dari filum Cnidaria,
dengan lebih dari 6000 spesies yang ditemukan (Barnes, 1987).
Berdasarkan hubungannya dengan daratan, terumbu karang dibagi dalam tiga
tipe utama yaitu, terumbu karang tepi (fringing reef), terumbu karang penghalang
(barrier reef), dan terumbu karang cincin (atoll). Terumbu karang yang paling umum
dijumpai di Indonesia adalah tipe terumbu karang tepi. Terumbu karang ini
berkembang di sepanjang pantai pada kedalaman yang tidak lebih dari 40 meter.
Daerah yang memiliki tingkat perkembangan yang baik adalah daerah yang yang
terkena cukup ombak (Barnes, 1987).
2.2 Aktifitas Manusia yang Mempengaruhi Kerentanan Terumbu Karang
Menurut Pungsapan (1998) dalam penyusunan bagi zonasi terumbu karang,
harus memperhatikan keadaan lingkunagan terumbu karang secara keseluruhan.
Kondisi terumbu karang yang merupakan syarat dalam pembuatan rencana zona
konservasi adalah sebagai berikut : kondisi tutupan karang hidup dalam keadaan baik
(>50%), kepadatan ikan dan keanekaragaman organisme laut memiliki persentase
10% - 20% dari keseluruhan habitat terumbu karang yang ada di seluruh wilayah
tersebut, memiliki habitat mangrove dan lamun sebagai batas antara laut dan daratan,
memiliki kemiringan karang yang baik dan jauh dari muara sungai sehingga tidak
terjadi sedimentasi yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang, lokasinya
berada jauh dari jangkauan masyarakat sehingga lebih mudah diamati dan mudah
untuk dipantau, lokasinya bukan merupakan daerah utama penagkapan ikan bagi
penduduk setempat serta tidak digunakan sebagi secara permanen oleh penduduk
sebagai dermaga perahu dan kapal.
Menurut Basuni (1997) dalam melakukan penyusunan zona konservasi laut
harus memperhatikan : keaslian terumbu karang, keanekaragaman terumbu karang
serta biota yang menghuni terumbu karang, luas dan letak terumbu karang serta
keadaan sosial eknomi penduduk yang berdekatan dengan lokasi terumbu karang.
Westmacott et.al., 2000 mejelaskan beberapa parameter yang mempengaruhi
kerentanan terumbu karang antara lain : pembangunan pesisir untuk perumahan,
resort, hotel, industri, pelabuhan dan pembangunan marina seringkali menyebabkan
reklamasi daratan dan penggerukan tanah. Kegiatan ini meningkatkan proses
sedimentasi sehingga mengurangi cahaya dan menutupi karang dan menimbulkan
kerusakan fisik langsung bagi terumbu karang.
Pengelolaan yang tidak berkelanjutan di daerah aliran sungai yang tidak
disesuaikan dengan daerah pesisir, termasuk pengurangan lahan hutan, pertanian yang
buruk dan praktek pemanfaatan lahan yang buruk, penggunaan pestisida berlebihan
yang membahayakan organisme terumbu karang, pupuk yang menyebabkan
bertambahnya nutrisi dan sedimentasi di daerah muara sungai yang juga
mempengaruhi terumbu karang.
Eksploitasi berlebihan dapat mengakibatkan sejumlah perubahan pada terumbu
karang. Penangkapan jenis ikan pemakan alga yang berlebihan dapat mengakibatkan
pertumbuhan alga yang tidak terkendali, penangkapan yang berlebihan dari jenis ikan
yang berperan amat penting dalam ekosistem terumbu dapat mengakibatkan
meledaknya populasi jenis lain dibagian manapun dari rantai makanan.
Kegiatan perikanan yang merusak, seperti menggunakan alat peledak dan
penggunaan jaring insang dan pukat dapat membuat kerusakan fisik yang ekstensif
bagi terumbu karang dan mengakibatkan tingginya persentase kematian ikan yang
belum dewasa yaitu bibit ikan dewasa di masa mendatang. Penggunaan sianida dan
racun lain untuk menangkap ikan karang yang akan dipelihara di akuarium juga
berdampak negatif.
Pembuangan limbah industri dan rumah tangga meningkatkan tingkat nutrisi
dan racun di ekosistem terumbu karang. Pembuangan limbah tak diolah langsung ke
laut menambah nutrisi dan pertumbuhan alga yang berlebihan. Limbah kaya nutrisi
dari pembuangan atau sumber lain khususnya dapat mengganggu, karena mereka
meningkatkan perubahan besar dari struktur terumbu karang secara perlahan dan
teratur. Alga mendominasi terumbu hingga melenyapkan karang pada akhirnya
(Burke. L et.al 2002).
Kegiatan kapal dapat berdampak bagi terumbu melalui tumpahan minyak dan
pembuangan dari ballast kapal. Walaupun konsekuensinya kurang dikenal, hal ini
berdampak lokal yang berarti. Kerusakan fisik secara langsung dapat terjadi karena
kapal membuang sauh di terumbu karang dan pendaratan kapal tak disengaja.
Kegiatan-kegiatan manusia di daerah pesisir yang terdapat ekosistem terumbu
karang menyebabkan kerusakan fisik bagi karang selain itu juga mempengaruhi
integritas struktur karang. Kerusakan seperti ini seringkali terjadi dalam hitungan
menit tetapi butuh bertahun-tahun untuk memperbaikinya. Kerusakan akibat aktivitas
manusia akibat kontak langsung dengan terumbu karang dapat pula disebabkan
karena orang menginjak karang untuk mengumpulkan kerang dan organisme lain di
daerah yang terdapat ekosistem terumbu karang, selain itu kegiatan penyelaman
(diving maupun snorkel) yang tidak diatur secara baik akan merusak terumbu karang.
Kegiatan lain seperti pembukaan lahan untuk lahan tambak yang tidak diatur
dan ditata secara baik akan mempengaruhi kelestarian ekosistem terumbu karang.
Selain kerusakan fisik juga terjadi pencemaran yang berasal dari air pembuangan
tambak yang mengandung bahan organik yang berbahaya dan akhirnya akan
mempengaruhi kerentanan terumbu karang.
Penambangan karang dan pasir yang terdapat di daerah terumbu karang sebagai
bahan pondasi bangunan akan merusak secara langsung fisik dari terumbu karang dan
akan mengurangi pondasi dari terumbu karang (Berwich, 1983 dalam Dahuri et.al.,
1996). Pada kawasan pesisir pola perencanaan akan sangat di pengaruhi oleh
pembagian zona-zona perlindungan yang ketat, karena karakter wilayah pesisir
bersifat rentan dan dinamik (Departemen Kehutanan, 1997).
2.3 Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Pemetaan Terumbu Karang
Pemanfaatan penginderaan jauh untuk daerah laut dangkal pertama kali
dikemukakan oleh Smith et al. (1975) dalam Jupp et al. (1985) penelitian dilakukan
menggunakan citra satelit Landsat untuk memetakan terumbu karang di Great Barrier
Reef, Australia, menghasilkan pengklasifikasian yang terbatas. Pemetaan terumbu
karang juga dilakukan oleh National Center of Carribean Coral Reef Research
(2002), Universitas Miami di Kepulauan Karibia. Untuk mengekstrak habitat
perairan dangkal dengan menggunakan persamaan Lyzenga. Selain itu pemutihan
karang juga dipantau dengan cara yang sama.
Wilayah pesisir dan laut merupakan wilayah yang sangat kompleks karena
berbagai kegiatan terjadi di daerah ini. Untuk kondisi seperti ini SIG merupakan
jawaban, karena SIG merupakan alat yang mampu untuk meyimpan, memanggil,
memperbaharui, memanipulasi dan menganalisa berbagai macam data sesuai dengan
kebutuhan sehingga dapat digunakan untuk pengambilan keputusan (Marbel dan
Pequet, 1993 dalam Bakorsurtanal, 1996), Sistem Informasi Gegrafis (SIG) untuk
kelautan dapat di bedakan dalam berapa areal antara lain daerah pantai, bawah laut
dan laut terbuka (Davis dan Davis, 1988 dalam Bakosurtanal, 1996). Setiap zona di
wilayah pesisir dan laut akan berbeda cara survey, analisis dan kebutuhan teknik
pemetaan khusus yang membutuhkan struktur data base berbeda (Sutrisno dan
Sutrisno, 1990 dalam Bakorsurtanal, 1996).
Teknologi Inderaja dan SIG banyak digunakan oleh para peneliti untuk
memetakan terumbu karang, diantaranya pemetaan terumbu karang di Kepulauan
Seribu oleh Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (Siregar et al., 1995). Pemetaan
terumbu karang untuk skala global juga telah dilakukan oleh Robinson et al. (2000)
dengan mempergunakan citra satelit SeaWiFs yang memiliki resolusi spasial 1 km.
Kemudian di integrasikan dengan data satelit lain yang memiliki resolusi yang lebih
tinggi kemudian dikonversi ke dalam sistem proyeksi yang sama. Data tersebut di
overlay dengan data World Conservation Monitoring Centre (WCMC) yang disajikan
on-line di website Coral Reef Remote Sensing Website (www://WCMC.com).
Sistem Informasi Geografis (SIG) dirancang untuk secara efisien memasukkan,
menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisa dan menyajikan semua
jenis informasi yang berorientasi geografis (ESRI, 2001). Penggunaan data
penginderaan jauh memudahkan dalam membangun suatu basis data SIG dan
mengembangkan pendekatan ekosistem yang bergeoreferensi karena meliputi daerah
yang luas (Bond, 1999).
2.4 Cell Base Modelling
Cell Base Modelling adalah salah satu analisis spasial yang banyak
dipergunakan pada saat ini untuk memodelkan keadaan alam. Pemodelan ini akan
merepresantasikan kekompleksitasan interaksi di alam dengan penyederhanaan.
Penyederhanaan ini akan menolong kita untuk mengerti, menggambarkan dan
memprediksi semua kejadian di alam (ESRI, 2001).
Ada dua model yang dikenal dalam analisis spasial yaitu :
1. Representation models yang dapat menggambarkan kenampakan di
muka bumi seperti bangunan, taman, hutan dan lain-lain. SIG dapat
menampilkan objek tersebut melalui layer-layer. Analisis spasial layerlayer tersebut bisa berupa raster. Layer raster akan menampilkan objek
tersebut dengan bidang bujursangkar yang saling bertautan yang disebut
grid dan setiap lokasi di layer raster akan berupa grid cell yang
mempunyai nilai tertentu.
2. Process models menggambarkan interaksi dari objek di bumi yang
terdapat di dalam Representation Models. Model ini dapat
menggambarkan suatu proses di alam, tetapi lebih sering digunakan
untuk memprediksi apa yang akan terjadi pada suatu lokasi tertentu di
alam. Salah satu konsep dasar dari model ini adalah analisis dua data
raster yang dapat dilakukan operasi matematik aljabar, sesuai dengan
perkembangan maka konsep dasar ini dapat dilakukan pada berbagai
macam operasi aljabar pada lebih dari dua data raster.
Menurut ESRI, (2001) Cell Base Modelling digunakan dalam beberapa model
seperti :
1. Suitability modeling : analisis spasial yang bertujuan untuk menentukan
lokasi yang paling optimal, seperti lokasi yang paling sesuai untuk
mendirikan sekolah atau tempat wisata dan lain-lain.
2. Distance modeling : analisis ini bertujuan untuk menentukan jarak yang
paling efisien dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
3. Hidrologic modeling : analisis ini adalah untuk menentukan arah aliran air
di suatu lokasi.
4. Surface modeling : analisis ini adalah untuk mengkaji tingkat penyebaran
polusi suatu lokasi.
Seluruh model tersebut akan lebih efisien bila digunakan pada data raster,
karena cara kerjanya yang berdasarkan sel atau pixel maka disebut Cell Base
Modelling. Operasi pixel atau sel pada cell base modelling dibagi menjadi lima
kelompok :
1. Operasi Single cell yang melibatkan satu sel.
2. Operasi Neighbourhood cell melibatkan sel yang terdekat.
3. Operasi Zona cell melibatkan satu kelompok sel yang memiliki nilai atau
keterangan yang sama.
4. Operasi Global cell melibatkan keseluruhanan sel dalam data raster.
5. Operasi gabungan dari keempat operasi diatas.
Keunggulan mempergunakan metode ini antara lain pembuatan jarak dan
pengkelasan parameter lebih mudah karena dilakukan secara cepat dan teratur tiap sel.
Keunggulan lain adalah data raster memilki struktur yang lebih sederhana sehingga
mudah untuk digunakan dalam pemodelan dan analisis. Kelemahannya adalah
membutuhkan space yang sangat besar dalam pengolahannya di dalam komputer dan
memiliki tampilan yang kurang estetis karena berupa data raster yang berbentuk sel (De
By et al., 2000).
2.5 Satelit ASTER
Satelit ASTER memiliki spesifikasi sebagai berikut: ASTER (Advanced
Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer) merupakan satelit proyek
kerjasama antara pemerintah Amerika (NASA) dan pemerintah Jepang yang diwakili
oleh Japan's Ministry of Economy Trade and Industry (METI).
ASTER diluncurkan pada bulan Desember 1999 yang merupakan pengembangan
dari Landsat Thematic Mapper dan Japan's JERS-1 OPS scanner. Memiliki 14 bands,
mulai dari sensor gelombang visible sampai sensor thermal infrared, serta tersedia
Digital Elevation Model (DEM). ASTER memiliki tiga sistem sensor utama yaitu: VNIR
(Visible and Near Infrared) dioperasikan tiga band spectral di gelombang visible dan
gelombang Near-IR dengan resolusi 15 m, SWIR (Shortwave Infrared) Mengoperasikan
enam band spektral di gelombang Near-IR dengan resolusi 30 m, TIR (Thermal Infrared)
Mengoperasikan lima band di gelombang thermal infrared dengan resolusi 90
(http://asterweb.jpl.nasa.gov)
3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Kepulauan Karimunjawa terdiri atas gugusan 27 pulau. Posisi geografis Pulau
Karimunjawa dan Pulau Kemujan adalah 5°40’LS sampai dengan 5°57’LS dan
110°04’BT sampai dengan 110°40’BT. Penelitian ini dilaksanakan di Taman
Nasional Laut Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Pada bulan
Juni sampai Juli 2006.
Gambar 1. Peta Daerah Kepulauan Karimunjawa
3.2 Alat
Penelitian ini menggunakan peralatan dan bahan sebagai berikut. Peralatan yang
digunakan :
1. Seperangkat Komputer
Prosesor Intel Pentium 4
Memori 1 GB (RAM)
Harddisk 80 GB
Monitor 15 inch
2. Perangkatan lunak yang digunakan :
-
ER MAPPER 6.4
-
Arc View 3.2
-
Arc GIS 9.0
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Pengumpulan Data Primer dan Data Skunder
Data yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini dapat di kelompokan
menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data
dasar yang digunakan untuk membuat data tematik yang diinginkan. Data
sekunder merupakan data pelengkap yang dibutuhkan untuk membentuk peta
tematik. Sumber data, baik utama maupun penunjang yang diperlukan untuk
pemetaan kerentanan terumbu karang adalah sebagai berikut :
3.3.1.1 Data Primer
Citra satelit ASTER perekaman 20 Mei 2004 sebagai data utama.
3.3.1.2 Data Sekunder
Peta Rupabumi Indonesia skala 1:25000, Peta Topografi Skala 1:50000,
Studi pustaka hasil penelitian terdahulu.
3.3.2 Pengolahan Data
3.3.2.1 Pengolahan Data Penginderaan Jauh Satelit
Data penginderaan jauh yang digunakan pada penelitian ini adalah
data penginderan jauh satelit ASTER tahun 2004. citra satelit tersebut
diolah secara digital untuk prosess koreksi radiometri dan geometri citra.
Pembuatan komposit warna RGB (Red Green Blue) untuk dapat
memisahkan daerah terumbu karang dengan daerah yang lain seperti
darat dan laut, serta transformasi Lyzenga untuk memetakan terumbu
karang.
3.3.2.2 Konversi peta analog (Hardcopy) ke Format Digital
Data yang diperlukan dalam pekerjaan ini adalah adalah bebagai
peta pendukung seperti Peta Rupabumi skala 1:25000 dan Peta
Topografi skala 1:50000. Pemetaan digital pada penelitian ini untuk
menghasilkan pata vektor digital dari peta analog (hardcopy).
Transformasi ke format digital tersebut dilakukan melalui proses
Rektifikasi Peta Raster, Digitasi Peta (Raster), dan editing serta
penyusunan topologi data tersebut. Proses tersebut diuraikan secar rinci
pada bagian di bawah ini :
a. Transformasi Peta Analog ke Format Digital
Transformasi pata analog ke format digital ini dilakukan melalui
proses scanning untuk mendapatkan peta raster berwarna. Scanning
dilakukan dengan kualitas tinggi yaitu 600 DPI untuk perolehan citra
yang baik secara visual.
b. Rektifikasi Peta Raster
Proses rektifikasi merupakan proses koreksi geometri data raster
yang tidak memiliki sistem koordinat agar memiliki sistem koordinat
yang sesuai. Proses ini dilakukan secara digital menggunakan
software image processing yang mengacu pada sistem koordinat
BAKORSURTANAL. Proses ini telah dilakukan pada semua peta
yang diadakan.
c. Digitasi Peta (Raster)
Digitasi peta raster di lakukan secara visual semi digital dengan
teknik on-screen digitize. Data vektor hasil digitasi ini memiliki
koordinat sistem yang sesuai dengan peta raster hasil rektifikasi
diatas. Digitasi dilakukan pada semua simbol peta yang berupa titik,
garis dan area (polygon).
d. Editing dan Penyusunan Topologi
Editing dilakukan pada data vektor untuk penyusunan topologi.
Penyusunan topologi atau pemberian kodefikasi pada layer peta hasil
digitasi pada bagian ini dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan. Penyusunan topologi ini akan dikembangkan lebih lanjut
pada bagian penyusunan basis data spasial pada pekerjaan
selanjutnya.
3.3.2.3 Pemutakhiran Data Spasial
Pemetaan kerentanan terumbu karang dengan satelit ASTER dengan
metode pemutakhiran informasi spasial dilakukan dengan model
”raster–vector overlay”. Pemutakhiran informasi spasial tersebut
dilakukan dengan model integrasi antara citra hasil klasifikasi digital dan
interpretasi citra secara visual. Proses ekstraksi informasi ini dilakukan
dengan panduan peta rupabumi digital dan peta pendukung lain, melalui
proses pemutakhiran peta (map updating) yang dilengkapi dengan ”light
table effect” untuk mendapatkan hasil pemutakhiran yang akurat.
3.3.3 Survei Lapangan
Survei lapangan untuk pemetaan tematik yang dimaksud adalah untuk
menguji akurasi dari peta tentatif hasil pengolahan data penginderaan jauh.
Survei lapangan ini dilakukan untuk memperbaiki kesalahan dalam
interpretasi di laboratorium, mencari informasi spasial objek yang meragukan
pada citra dan “plotting” posisi objek penting yang tidak dapat diekstraksi
secara langsung pada citra. Jumlah sebaran dan posisi lokasi survei akan
dilakukan dengan metode “purposive random sampling” dengan aksesibilitas
yang tinggi. Purposive random sampling adalah pengambilan sampling posisi
dengan GPS secara acak dan proporsional. Termasuk dalam hal ini adalah
survei GPS untuk penentuan posisi dan lokasi objek survei.
Survei dilakuan untuk beberapa tujuan yaitu :
-
Survei lapangan dilakukan untuk mendapatkan lokasi parameter yang
tidak terdapat di dalam peta seperti pelabuhan, lokasi industri
-
Untuk melakukan identifikasi terhadap objek yang dipetakan
menggunakan data penginderaan jauh di lapangan.
Informasi dan data lapangan tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam
pekerjaan re-interpretasi dan editing untuk meningkatkan akurasi dataset yang
dihasilkan. Data lapangan akan digunakan juga untuk melengkapi informasi
data spasial peta yang akan disajikan.
Tracking GPS dilakukan untuk pemetaan jalan tertentu yang penting dan
belum terdapat pada peta dan tidak teridentifikasi secara jelas pada citra satelit
ASTER.
3.3.4 Penyusunan Basis Data Spasial
Semua data spasial dan atribut dari pekerjaan ini akan disusun dalam suatu
basis data spasial yang terintegrasi format data spasial dan topologi data akan
mengacu kepada ketentuan standart nasional untuk pemetan tematik dalam GIS
format.
3.3.5 Analisis Spasial Menggunakan Cell-Base Modelling
Pada penelitian ini dilakukan penyajian data spasial dilakukan melalui
fungsi analisis berupa digital Image Processin dan Overlay dengan
mempergunakn metode Cell Base Modelling. Cell Base Modeling ini
merupakan salah satu model dalam aplikasi SIG berbasis grid yang membagi
ruang berdasarkan satuan unit sel dengan bentuk dan ukuran yang seragam serta
terdistribusi secara sistematis sebagai fungsi permukaan ruang (ESRI, 2001).
Konsep ini didasarkan pada individual tiap proses dari tiap sel (cell
processing) yang digunakan sebagai sarana untuk menganalisis objek diatas
permukaan bumi dimana setiap sel yang dimaksud mewakili bagian dari
permukaan bumi. Metode ini juga terdapat fungsi focalmean yang memproses
setiap individu tiap sel berdasarkan perhitungan nilai rata-rata yang dihasilkan
dari keseluruhan data pada tiap sel yang tersebar dalam sel.
Analisis Raster pada dasarnya menampilkan hubungan antar informasi
yang akan dijadikan dasar penelitian. Kriteria dan tolak ukurnya (parameterparameter fisik keruangan) harus ditentukan terlebih dahulu. Analisis
kerentanan terumbu karang dilakukan dengan sistem pembobotan (Weighted
overlay). Weighted overlay merupakan salah satu terapan dalam cell based
modelling yang melibatkan seluruh sel dalam satu data raster secara berurutan
dan bersamaan (Global Function).
Penilaian secara kuantitatif terhadap kerentanan terumbu karang
dilakukan dengan skoring dengan faktor pembobot dari setiap parameter yang
mempengaruhi kerentanan terumbu karang. Parameter yang paling
mempengaruhi atau dominan memiliki pembobot paling besar. Pemberian skor
tersebut untuk mengetahui tingkat kerentanan terumbu karang dari tiap
parameter secara rinci. Urutan daerah paling rawan sampai aman dari daerah
terumbu karang.
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian
Tabel Bobot dan Skoring
PARAMETER
JARAK
0-200m
200m-400m
400m-600m
Budidaya
600m-800m
Perikanan
800m-1000m
1000m-1200m
>1200m
SKORING BOBOT(%)
7
6
5
15%
4
3
2
1
Garis Pantai
0-250m
250m-500m
500m-1000m
1000m-4000m
>4000m
5
4
3
2
1
10%
Pemukiman
0-1000m
1000m-2000m
2000m-3000m
3000m-4000m
4000m-5000m
5000m-6000m
>6000m
7
6
5
4
3
2
1
30%
Pelabuhan
0-500m
500m-1000m
1000m-1500m
1500m-2000m
>2000m
5
4
3
2
1
15%
Pariwisata
0-250m
250m-500m
500m-750m
750m-1000m
>1000m
5
4
3
2
1
15%
Jalan
0-250m
250m-500m
500m-1000m
1000m-3500m
>3500m
5
4
3
2
1
10%
Sungai
0-250m
250m-500m
500m-1000m
1000m-4000m
>4000m
5
4
3
2
1
5%
Jumlah
100%
Sumber : Tesis Muhammad Helmi, 2008. Analisis zonasi ekosistem alami pulau kecil
dengan pendekatan ekologi lanskap di pulau Karimunjawa dan Kemujan, Taman
Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah (Dengan berbagai modifikasi
pada bobot dan skoring dan diskusi dengan para ahli SIG)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pemetaan Terumbu Karang
Citra Satelit Aster yang dipergunakan untuk menghasilkan peta terumbu karang
memilki resolusi 15 x 15 meter. Hasil dari pemetaan terumbu karang diperoleh dari data
sekunder yang didapatkan dari PT Waindo Specterra Indonesia, Jakarta.
Luas ekosistem terumbu karang Taman Nasional Karimunjawa adalah 713,107
ha. Gugusan terumbu karang di kepulauan Karimunjawa merupakan terumbu karang tepi
dan taka (gosong). Berdasarkan hasil monitoring WCS (Wildlife Conservation Society)
pada tahun 2003-2006 jumlah genera karang keras yang tercatat adalah sebanyak 64
genus yang termasuk dalam ordo Sclectina 14 famili dan 3 ordo non-sclectina. Acropora
dan Porites merupakan jenis genera yang mendominasi di seluruh gugusan terumbu
karang Kepulauan Karimunjawa. Dominasi bentuk pertumbuhan karang di masingmasing lokasi tergantung kepada sifatnya yang terbuka atau terlindungi dari angin dan
gelombang. Bentuk pertumbuhan karang di daerah yang terbuka terhadap angin dan
gelombang relatif lebih beragam seperti Mengerak (Encrusting) dan Masif (Massive)
yang tumbuh lebih ringkas dan padat
Luasan tutupan terumbu karang di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan terluas
terdapat pada sisi sebelah Barat Pulau, sedangkan sisi sebelah Timur tidak terlalu luas.
Warna Hijau pada Gambar 3 menunjukan luasan tutupan Terumbu Karang. Luas
terumbu karang yang berada di sisi sebelah barat pulau lebih luas, karena pantai yang
berada disebelah barat lebih landai dan ombak yang menerpa pantai sebelah barat lebih
kecil. Sedangkan pantai yang berada di sebelah timur lebih curam dan berombak besar.
Ini bisa dilihat pada Peta Terumbu Karang
Gambar 3. Peta Terumbu Karang Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan
4.2 Analisis Kerentanan Terumbu Karang Menggunakan Cell Based Modelling
4.2.1 Parameter Jarak dari Garis Pantai
Jarak garis pantai di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan dipetakan sebagai batas
aktifitas manusia antara laut dan darat yang dapat mempengaruhi terhadap kerentanan
terumbu karang. Garis pantai diperoleh dari hasil digitasi, sedangkan untuk menghasilkan
buffer berupa data raster diolah menggunakan software Arc GIS 9 sehinggga diperoleh
data grid atau raster yang memiliki luasan 15 x 15 meter tiap pixelnya.
Dari hasil data raster di atas kita mendapatkan skor yang memiliki nilai 0-7,646.
Kemudian dibuat pengklasifikasian parameter jarak dari garis pantai dari paling rentan
sampai daerah paling aman dengan mereklasifikasi data buffer. Nilai atau skoring
dimasukkan teratur tiap sel sehingga pada setiap sel memiliki nilai atau skor.
Secara berurutan dan teratur dihasilkan jarak paling rentan sampai jarak teraman.
Daerah yang berwarna ungu adalah daerah yang memiliki tingkat kerentan yang tinggi
karena berada paling dekat dekat dengan garis pantai. Jarak paling rentan adalah dari 0
meter sampai 250 meter dari garis pantai dan berikan skor 5. Sedangkan jarak paling
aman adalah jarak yang lebih dari 4000 meter dari garis pantai, skor yang diberikan 1.
Jarak paling aman ini berwarna merah muda. Parameter jarak dari pantai memiliki bobot
10 % .
Gambar 4. Klasifikasi Parameter Jarak Garis Pantai
4.2.2 Parameter Jarak dari Pemukiman
Pemukiman yang berada di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kerentanan terumbu karang. Aktifitas manusia yang
berasal dari warga yang memiliki rumah disekitar pantai yang paling memepengaruhi
terhadap kerentanan terumbu karang. Dari hasil survey lapangan tekanan kerentanan
paling besar disebabkan oleh pemukiman manusia. Penduduk di Pulau Karimunjawa dan
Pulau Kemujan kebanyakan menggunakan batu yang berasal dari terumbu karang untuk
membangun rumahnya. Setelah dipetakan maka diperoleh data raster berupa buffer yang
memiliki nilai indeks
Dari data buffer raster didapatkan nilai dari 0 sampai 8,845. Selanjutnya dari data
buffer raster di klasifikasikan secara teratur dan berurutan mulai dari jarak paling rentan
sampai jarak teraman dari terumbu karang, yang kemudian menghasilkan klasifikasi
parameter jarak dari pemukiman yang mempengaruhi kerentanan terumbu karang.
Pada klasifikasi pengaruh pemukiman terdapat 7 buffer karena pengaruh
pemukiman yang sangat besar terhadap kerentanan. Jarak paling rentan, berjarak 0
sampai 1000 meter dari pemukiman yang memiliki skor 7. Jarak teraman dan
pengaruhnya kecil terhadap kerentanan lebih dari 6000 meter pada gambar klasifikasi
berwarna coklat. Skor yang diberikan pada data raster yang memiliki tingkat paling aman
ini adalah 1. Parameter jarak dari pemukiman memiliki bobot terbesar 30% karena
memberikan tekanan terbesar terhadap kerentanan terumbu karang.
Gambar 5. Klasifikasi Parameter Jarak Pemukiman
4.2.3 Parameter Jarak dari Pelabuhan
Pengaruh pelabuhan terhadap kerentanan terumbu karang di Pulau Karimunjawa
dan Pulau Kemujan disebabkan oleh jangkar kapal dan baling-baling kapal yang merapat
di dermaga selain itu tumpahan sisa minyak bahan bakar kapal juga ikut berpengaruh
terhadap kerentan terumbu karang. Terdapat empat dermaga besar yang berada di Pulau
Karimunjawa dan Pulau Kemujan.
Hasil survei lapangan yang dilakukan, dermaga yang berada di pulau
Karimunjawa dan pulau Kemujan banyak dipergunakan sebagai tempat bongkar muat
penumpang dan sebagai bongkar muat perikanan tangkap. Kapal yang digunakan sebagi
alat angkut penumpang memiliki baling-baling yang cukup besar serta posisi dermaga
yang berdekatan dengan lokasi terumbu karang. Para nelayan membuang air sisa cucian
perahu yang masih mengandung sabun dan minyak langsung kelaut juga mempengaruhi
tingkat kerentan terumbu karang yang berada didekat dermaga, para nelayan harus
diberikan penyuluhan agar tidak membuang air sisa cucian langsung kelaut dan menjaga
kelestarian terumbu karang
Hasil dari pembuatan buffer mendapatkan nilai dari 0 - 9,354. kemudian nilai –
nilai tersebut diklasifikasikan sehingga menghasilkan nilai kerentanan. Daerah yang
paling rentan berjarak 0 meter sampai 500 meter dari dermaga, diberikan skor 5. Jarak
paling aman berjarak lebih dari 2000 meter dan memiliki skor 1. Parameter jarak dari
pelabuhan diberikan bobot sebesar 15%.
Gambar 6. Klasifikasi Parameter Jarak Dermaga
4.2.4 Parameter Jarak dari Lokasi Pariwisata
Pariwisata yang terdapat di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan adalah berupa
rumah penginapan pinggir pantai yang biasa disebut dengan marina. Apabila dalam
pengelolaan pariwisata tidak memperhatikan keberadaan terumbu karang maka
pariwisata ini akan mempegaruhi kerentanan terumbu karang. Limbah yang dihasilkan
berupa sampah rumah tangga yang dibuang leh para wisatawan akan berakibat buruk bagi
terumbu karang apalagi sampah plastik yang susah diurai. Diperlukan peraturan agar para
wiasatawan bisa menjaga kebersihan lingkunag di daerah sekitar tempat wisata yang
berada di dekat terumbu karang. Lokasi pariwisata yang dapat dipetakan berupa titik
yang terdapat di pulau Karinunjawa. Pariwisata merupakan salah satu parameter yang
mempengaruhi karena terdapat aktifitas manusia yang dapat merusak terumbu karang,
pelarangan kegiatan didekat pariwisata yang dapat menyebabkan kerusakan seperti
penyelaman yang tidak terlatih dan pengambilan karang sebagai cideramata oleh
pengunjung.
Ketiga titik tersebut di proses dengan menggunakan software Arc GIS 9. Hasil
pengolahan tersebut menghasilkan nilai indeks dari 0-16,662, dari data raster maka data
tersebut di klasifikasi dengan mempergunakan sofware Arc GIS 9 sehingga memperoleh
kalsifikasi tingkat kerentanan. Tingkat paling rentan memiliki bobot 5 dan berjarak 0
meter sampai 250 meter dari lokasi pariwisata. Sedangkan skor 1 adalah daerah yang
paling aman berjarak lebih dari 1000 meter dari lokasi pariwisata.
Gambar 7. Klasifikasi Parameter Jarak Pariwista
4.2.5 Parameter Jarak dari Lokasi Budidaya
Lokasi budidaya yang terdapat di Pulau Karimujawa dan Pulau Kamujan berupa
karamba jaring apung. Semakin dekat lokasi budidaya dengan daerah Terumbu karang
maka aktifitas manusia akan semakin besar pengaruhnya terhadap kerentanan terumbu
karang. Pengambilan ikan karang yang berasal dari terumbu karang akan mepengaruhi
keseimbangan ekosistem dan pemberian pakan kimia juga mempengaruhuhi kerentana
terumbu karang. Pengaturan lokasi budidaya yang berada didekat terumbu karang
diperlukan serta penyuluhan pada para nelayan budidaya agar tidak merusak terumbu
karang. Penyuluhan tentang takaran penggunaan pakan dan obat sesuai dengan takaran
yang tepat dan tidak berlebih agar tidak mencemari terumbu karang. Pengaturan
pengambilan ikan yang berada di daerah terumbu karang diperlukan, nelayan hanya
bolehkan mengambil sekali ikan dari daerah terumbu karang kemudian mereka
membudidayakannya sehingga mereka tidak megambil berulang-ulang dari daerah
terumbu karang.
Lokasi budidaya yang dipetakan terdapat empat titik, kemudian empat titik
tersebut diolah di sofware Arc GIS 9. Dari pembuatan buffer yang berupa raster
dihasilkan nilai tiap sel dari 0-8,832. Nilai tersebaut diklasifikasi sehingga menghasilakan
klasifikasi yang lebih teratur tiap selnya. Dari hasil klasifikasi maka dipeoleh hasil
tingkat kerentanan. Skor 7 adalah daerah paling rentan dengan jarak 0 meter sampai 200
meter dari lokasi budidaya. Sedangkan jarak lebih dari 1200 meter adalah jarak paling
aman dan memiliki skor 1.
Gambar 8. Klasifikasi Parameter Jarak Budidaya
4.2.6 Parameter Jarak dari Jalan
Jarak dari jalan dimasukkan dalam analisis kerentanan terumbu karang, karena
berhubungan kemudahan manusia untuk menjangkau lokasi Terumbu karang. Semakin
dekat lokasi jalan dengan terumbu karang maka tingkat kerentanannya semakin tinggi.
Semakin dekat lokasi terumbu karang maka manusia akan semakin mudah untuk
mengakses dan memberikan tekanan sehingga menambah tingkat kerentanan terumbu
karang. Penduduk sekitar yang tidak tahu pelestarian lingkungan akan semakin mudah
keluar masuk melalui jalan yang berada disekitar lokasi terumbu karang, meraka akan
menggunakan fasilitas jalan untuk merusak terumbu karang seperti membuang sampah
dan mengambil karang sebagai bahan baku bangunan dan sebagai hiasan di rumah
mereka, sehingga diperlukan pengaturan lokasi jalan yang tepat untuk menghindari
perusakan terumbu karang.
Hasil pengolahan data tersebut menghasilkan nilai tiap buffer mulai dari 0-7,999.
Hasil dari klasifikasi data raster pengaruh jarak jalan terhadap kerentanan terumbu
karang menghasilkan, klasifikasi seperti di bawah ini :
Kelas paling rentan memilikiu skor 5, berjarak 0 meter sampai 250 meter dari jalan.
Sedangkan untuk kelas paling aman memeliki skor 1 dengan jarak lebih dari 1500 meter.
Sedangkan bobot yang diberikan untuk parameter jarak dari jalan adalah 10%
Gambar 9. Klasifikasi Parameter Jarak Jalan
4.2.7 Parameter Jarak dari Sungai
Sungai yang terdapat di pulau karimunjawa merupakan sungai musiman. Sungai
musiman terdapat aliran air hanya pada musim hujan sedangkan pada musim kemarau
sungai akan kering. Sungai juga memberikan pengaruh terhadap kerentanan terumbu
karang. aliran sungai yang membawa limbah rumah tangga yang dibuang manusia dan
lumpur yang terbawa air sungai akan menutupi terumbu karang. Air tawar yang
bercampur dengan lumpur akan mempengaruhi tingkat salinitas yang akan semakin turun
dan mengalami sedimentasi dan pendangkalan pada daerah terumbu karang.
Pendangkalan inilah yang akan membuat terumbu karang bersinggungan langsung
dengan udara dan cahaya matahari yang akan merusk terumbu karang adalah satu faktor
yang memepengaruhi kerentanan terumbu karang di Pulau Karimunjawa dan Pulau
Kemujan. Parameter jarak dari sungai diberikan bobot sebesar 5%
Hasil klasifikasi dari data raster pengaruh sungai terhadap kerentan terumbu karang
menghasilkan kelas paling rentan sampai paling aman. Kelas rentan memiliki skor 5
dengan jarak 0 meter sampai 250 meter dari sungai. Sedangkan kelas paling aman
memiliki skor 1 dengan jarak lebih dari 4000 meter dari sungai. Hasil klasifikasi seperti
pada gambar di bawah ini :
Gambar 10. Klasifikasi Parameter Jarak Sungai
4.4 Peta analisis Kerentan Terumbu Karang
Metode overlay dari ketujuh parameter menggunakan sistem pembobotan (Weighted
Overlay). Weigted overlay merupakan salah satu terapan dari analisis Cell Based
Modelling yang melibatkan seluruh sel dalam satu data raster secara berurutan dan
bersamaan (Global Function). Hasil dari overlay dari ketujuh parameter yang
mempengaruhi kerentanan terumbu karang menghasilkan peta overlay kerentanan
terumbu karang. Overlay ketujuh parameter tersebut mengunakan operasi matematis pada
setiap sel. Persamaan matematis yang digunakan sebagagai berikut: [(Skor pemukiman x
0.3) + (skor budidaya x 0.15) + (skor pariwisata x 0.15) + (skor Dermaga x 0.15) + (skor
garis pentai x 0.1) + (skor jalan x 0.1) + (skor sungai x 0.05)], menghasilkan skor paling
tinggi 5,45 dan skor paling rendah 1. Pixel yang memiliki nilai 1 sampai 2
dikelompokkan menjadi daerah aman, sedangkan pixel yang memilki nilai 3 sampai 4
dikelompokkan menjadi daerah rentan. Pixel yang memiliki nilai 5 sampai 5,45
dikelompokkan menjadi daerah paling rentan.
Setiap layer dari 7 parameter kerentanan terumbu karang tersebut hasilnya
dioverley dengan peta terumbu karang menghasilkan peta kerentanan terumbu karang.
Klasifikasi atau zonasi yang dihasilkan adalah dari tingkat sangat rentan, rentan dan
aman. Zona sanagat rentan memiliki warna merah pada tiap selnya, mengindikasikan
mengalami tekanann yang sanagt besar dari tiap parameter. Dan zona rentan memiliki
warna kuning pada tiap selnya, tekanan yang dialami berada pada tingkat sedang. Zona
aman memiliki warna hijau pada tiap selnya dan tekanan yang diberikan oleh tiap
parameter intensiatasnya ringan.
Gambar 11. Peta hasil Overlay ketujuh parameter
Gambar 12. Peta Kerentanan Terumbu Karang Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dengan mengunakan teknik cell-based modeling diperoleh klasifikasi tingkat
kerentanan terumbu karang lebih detail setiap selnya. Tingkat kerentanan terumbu karang
tidak luas dapat dilihat dari sel yang berwarna merah dan kuning yang jumlahnya sedikit,
sehingga Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan memiliki potensi terumbu karang yang
sangat baik untuk konservasi terumbu karang, dapat dilihat dari sel yang berwarna hijau
lebih mendominasi.
Peta terumbu karang Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan memiliki 61.641
sel (1386,9225ha) yang merupakan kelas aman sedangkan kelas rentan terdapat 39.612
sel (891,2700ha). Sedangkan untuk kelas sangat rentan terdapat 1.341 sel (30,1725ha)
Dari ketujuh parameter yang mempengaruhi kerentanan terumbu karang maka
diperoleh tiga klasifikasi tingkat kerentan. Klasifikasi tersebut adalah : daerah sangat
rentan, daerah rentan dan daerah aman. Tekanan yang diberikan terhadap kerentan yang
paling besar berasal dari pemukiman.
5.2 Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan beberapa parameter
oseanografi yang lain seperti data arus, data topografi pantai Pulau Karimunjawa dan
Pulau Kemujan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. 1996. Pengembangan Prototipe
Wilayah Pesisir dan Marin Kupang-NTT. Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan SIG.
Bakorsurtanal. Cibinong.
Balai Taman Nasional Laut Karimunjawa. 2004. Kawasan Taman Nasional Laut
Karimunjawa.
http://mofrinet.cbn.net.id/informasi/tamnas/karim_1.html [10/10/2008,] 21.00
Barnes, R.D dan E. E. Rupert. 1987. Invertebrata Zoology. Sixth Edition. Saunders
Collage Publishing. Philadelphia.
Basuni, S. 1997. Konsep Penyuluhan Sumberdaya Taman Nasional. Media Konservasi
no. 3. IPB. Bogor.
Coy, M and K. Johnston. 2001. Using ArcGIS Spatial Analyst. ArcGIS Handbook-ESRI.
Redlands. USA.
Dahuri, R, J. Rais, S. P. Ginting, dan M, J, Sitepu. 1996. Pengelolaaan Sumber Daya
Lahan Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradya Paramita. Jakarta.
De By, R.A Knippers, Y, Sun, M.C Ellis, M.J Kraak, M.J.C Weir. 2000. Principles of
Geographic Information System, ITC. Netherlands.
Departemen Kehutanan. 1997. Pedoman Penerapan Kriteria Baku Konservasi Laut.
Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Departemen Kehutan. Jakarta.
ESRI. 2001. Using ArcGIS Spatial Analyst. New York, NY.
http://asterweb.jpl.nasa.gov/[10/10/2008,] 21.00
Helmi, M. 2008. (Tesis) Analisis zonasi ekosistem alami pulau kecil dengan pendekatan
ekologi lanskap di pulau Krimunjawa dan Kemujan, Taman Nasional
Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Jupp, D.L.B, K.K. Mayo, D.A. Kuchler dan R.A. Kechington. 1985. Landsat as Support
for Management of The Great Barrier Reef Australia. Photogrammefria,
Australia.
Burke. L, Selig. E, Spalding, M. 2002. Terumbu Karang yang Terancam di Asia
Tenggara. Jakarta. Indonesia.
Natural Center for Carribean Coral Reef Research. 2002. The Future of Decision Sopport
for Coral Reef Management : Agent-Based on Modelling and Interdiciplinary
Research. Rosentsiel School of Marine and Athmospheric. University of Miami.
Virginia key. Miami.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia Jakarta.
Jakarta.
Pungsapan, R. 1998. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang di Nusa Tenggara Timur.
Media Konservasi. IPB. Bogor.
Robinson , J.A., G.C. Feldman, N. Kuring, B. Franz, E. Green, M. Noordeloar dan R.D
Sumpf.2000. Data Fusion in Coral Reef Mapping Working at Multiscale with
SeaWiFS an Astronot Fotografi. NASA. Maryland. USA.
Siregar, V. 1995. Pemetaan Terumbu Karang dengan Menggunakan Kombinasi Citra
Satelit SPOT-1 Kanal XS1 dan XS2. Aplikasi pada Karang Congkak Lebar di
Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Buletin PSP Volume 1 Nomor 1. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Sukarno, R. 1995. Ekosistem Terumbu Karang dan Masalah Pengelolaannya. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI. Jakarta.
Westmacott, S Teleki K. Wells. S, J. M. West. 2000. Pengelolaan Terumbu Karang Yang
Telah Memutih dan Rusak Kritis. IUCN. Gland. Switzerland dan Cambridge.
UK. Vii+36 pp.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumenep pada tanggal 14 Maret 1984,
sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Moh. Wardi dan Ibu Eny
Prihatin.
Penulis lulus dari SMUN 1 Kalianget, Sumenep tahun pada tahun 2002, kemudian
melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur USMI (Ujian Seleksi
Masuk IPB).
Selama menjalani perkuliahan di Institut Pertanian Bogor penulis aktif di
organisasi kemahasiswaan HIMITEKA (2003-2004). Penulis juga aktif di organiasai
daerah GASISMA (2002-2005).
Penulis menyelesaikan studinya di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan menyusun
skiripsi yang berjudul ”ANALISIS KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT
AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DAERAH
KEPULAUAN KARIMUNJAWA, KABUPATEN JEPARA, JAWA TENGAH”
Download