( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.net BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEMOKRASI A. Pengertian dan Latar Belakang Istilah Demokrasi 1. Pengertian Demokrasi Secara etimologi demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata yaitu demos berarti rakyat dan kratia berarti pemerintahan. Ada juga yang mengartikan bahwa demos merupakan penjewantahan untuk rakyat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia demokrasi diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih di bawah sistem pemerintahan bebas. Sedangkan pengertian demokrasi menurut istilah adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan, namun juga mencakup prosudur yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku. Jadi demokrasi adalah pelembagaan dan kebebasan. Lebih dari itu, beberapa pakar juga telah memberikan definisi tentang demokrasi sebagaimana pemaparan berikut ini: a. Saifuddin al Mughniy dalam artikelnya Politik Atas Nama Demokrasi memaparkan bahwa demokrasi mengandung pengertian pemerintahan rakyat. Plato dalam artikelnya The Republic dan Aristoteles (the politica) dengan jelas menguraikan dimensi kehidupan demokrasi dalam tatanan politk dunia. b. Menurut Philippe C. Schmetter dan Terry Lynn Karl, demokrasi politik sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama, dengan para wakil mereka yang telah dipilih. c. Demokrasi menurut Josep A. Schupeter adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. d. Menurut David Betham demokrasi adalah sebuah cara pengambilan keputusan menyangkut aturan dan kebijakan yang mengikat secara kolektif, yang dikenal kontrol oleh rakyat. e. Demokrasi menurut Ichlasul Amal merupakan suatu sistem yang paling memberikan kesempatan pilihan kepada rakyat, untuk berbeda pandangan, menyatakan pendapat secara bebas, tidak ada ketakutan. f. Menurut Masykuri Abdillah, demokrasi bukan saja metode kekuasaan mayoritas melalui partisipasi rakyat dan kompetisi yang bebas, tetapi juga mengandung nilai-nilai universal, khususnya nilai-nilai persamaan, kebebasan dan pluralisme, walaupun konsep-konsep operasionalnya bervariasi menurut kondisi budaya negara tertentu. g. Demokrasi menurut Henry B. Mayo merupakan sistem politik yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Dari sekian pengertian dan definisi yang dipaparkan oleh para pakar, dapat disimpulkan bahwa demokrasi mengandung makna yaitu suatu sistem pemerintahan atau aturan dalam masyarakat yang mengikut sertakan seluruh anggota masyarakat, baik secara langsung maupun melalui perwakilan untuk mengambil keputusan yang menyangkut soal-soal kenegaraan dan kepentingan bersama, dengan berlandaskan pada nilai-nilai kebersamaan, keadilan, kebebasan dan pluralisme. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Selain itu, perlu diketahui bahwa definisi tentang demokrasi sebagai suatu sistem politik belum sampai pada kesepakatan yang baku (there is no consensus on the definition of democracy as a political system) dengan demikian diskursus tentang demokrasi tetap menuai perbedaan. Dalam The Oxford English Dictionary, demokrasi dapat didefinisikan sebagai “Government by people: that form government in which the sovereign power resides in the peple as a whole, and is exercised either directly by them (as in the small republics of antiquity) or by officers elected by them,” “ pemerintahan oleh rakyat: bahwa bentuk pemerintahan, dimana kekuasaan kedaulatan berada pada rakyat sebagai kesatuan yang menyeluruh dan dipraktekkan, baik secara langsung dari mereka (sebagaimana dalam negara-negara republic kecil pada jaman dahulu) maupun pejabat-pejabat yang dipilih oleh mereka. Lebih lanjut Mahfud. MD memaparkan bahwa demokrasi mengandung tiga pengertian yang terpenting. Pertama, pemerintahan dari rakyat (government of the people). Kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by people). Ketiga, pemerintahan untuk rakyat (government for the people). Dalam hal ini, peneliti akan menguraikannya satu persatu: a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people). Berhubungan erat dengan legitimasi pemerintahan, tetapi tidak dengan legitimasi pemerintahan di mata rakyat. Pemerintahan legitimasi berarti suatu pemerintahan yang berkuasa mendapat pengakuan dan dukungan rakyat. Sebaliknya pemerintahan tidak legitimasi berarti pemerintahan yang sedang memegang kendali kekuasaan tidak mendapat pengakuan dan dukungan dari rakyat. Legitimasi sangat penting dalam pemerintahan karena dengan legetimasi, pemerintah dapat menjalankan roda dan program pemerintahan seperti pembangunan dan pelayanan sebagai wujud amanat yang telah diberikan oleh rakyat kepada pemerintah. Selanjutnya, pemerintahan dari rakyat memberikan gambaran bahwa pemerintah yang memegang kekuasaan dituntut kesadarannya bahwa kekuasaan pemerintah diperoleh melalui hasil pemilihan dari rakyat, bukan pemberian dari kekuasaan supra natural. Olehnya itu pemerintah harus mendengar kehendak dan keinginan rakyat, bukan memaksa rakyat untuk memahami dan mengikuti kehendak pemerintah. b. Pemerintahan oleh rakyat (government by people) berarti pemerintahan yang menjalankan kekuasaan atas nama rakyat dan pengawasannya dijalankan oleh rakyat bukan oleh siapa-siapa atau lembaga pengawasan yang ditunjuk oleh pemerintah. Sebagai contoh pemerintahan oleh rakyat selama Orde Lama dan Orde Baru telah terjadi distorsi yang luar biasa. Karena pemerintahan Orde Lama telah menempatkan dirinya sebagai pemegang dan penguasa tunggal, sementara rakyat dipaksa untuk tunduk dan patuh kepadanya. Demikian pula yang terjadi pada Orde Baru sebagai pemerintah yang dipilih oleh rakyat, akan tetapi pemerintah tidak menjalankan tugas untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan pribadinya dan kroninya. Selain itu, rakyat juga tidak dapat melakukan kontrol terhadap pemerintah Orde Baru karena sistemnya yang represif dan mengedepankan aspek stabilitas keamanan dengan security approachnya. Padahal dalam teori demokrasi pemerintah harus tunduk kepada pengawasan rakyat. Namun Orde Baru yang terjadi malah sebaliknya, negara mengontrol masyarakat. Oleh karena itu, pada masa tersebut terjadi pemerintahan yang otoriter yaitu pemerintahan yang menggabungkan pelaksanaan kekuasaan dan pengawasan ada di satu tangan yang pada umumnya dikenal pemerintahan yang menyatukan ketiga institusi negara, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sedangkan pemerintahan demokratis adalah pemerintahan yang membagi secara tegas, siapa yang melaksanakan kekuasaan dan siapa yang mengawasi kekuasaan. Hal ini dipaparkan oleh Ryaas Rasyid bahwa pemerintahan demokratis adalah pemerintahan yang kewenangan dan kekuasaan dibangun berdasarkan kesepakatan dari rakyat, adanya pemisahan kekuasaan, supermasi hukum dan kebebasan. c. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people), yaitu suatu pemerintahan yang mendapat mandat kekuasaan yang diberikan oleh rakyat dipergunakan untuk apa? artinya pemerintahan takluk tidak kepada apa yang diinginkan rakyat. Misalnya menegakkan supremasi hukum, melakukan pengadilan terhadap pelanggar HAM baik oleh sipil maupun militer. Demikian sebaliknya pemerintahan yang tidak menjalankan aspirasi rakyat tetapi menjalankan untuk kepentingan kekuasaan sendiri atau kepentingan penguasa, berarti telah terjadi pemerintahan korup dengan berbagai modus operandinya. Korupsi bukan hanya orang yang mengambil uang, akan tetapi bisa berupa kurang maksimalnya jasa pelayanan kepada rakyat. Jadi pemerintahan yang tidak berasal dari rakyat tidak mempunyai legitimasi, pemerintahan yang tidak dijalankan oleh rakyat disebut pemerintahan yang otoriter. Pemerintahan yang dijalankan tidak untuk rakyat berarti pemerintahan yang korup. Oleh karena itu, ketiga bentuk pemerintahan tersebut dinamakan pemerintahan tidak demokratis. 2. Latar Belakang Istilah Demokrasi Secara umum istilah demokrasi terkadang dinisbatkan pada suatu bentuk sistem politik dimana rakyat atau yang mewakili mereka secara hukum berada dalam sistem pemerintahan yang ditentukan oleh mereka sendiri, dan tidak berada di bawah suatu pemerintahan militer yang diktator, partai yang berkuasa secara totalitarian atau monarki, dan sampai pada hari ini, istilah demokrasi dalam pengertian ini semakin populer di tengah masyarakat dunia. Awal mula demokrasi dari hari ke hari terus mengalami perkembangan, termasuk pengertian demokrasi itu sendiri mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan perjalanan waktu. Dengan demikian demokrasi yang kita kenal mampunyai perjalanan sejarah yang panjang dan terkadang menuai perdebatan. Istilah demokrasi pertama kali muncul sekitar abad 2500 SM di Mesopotania Kuno kemudian berlanjut melalui masa klasik Yunani dan Romawi hingga munculnya peradaban Islam sekitar abad 950 M yang identik dengan institusi pengambilan keputusan yang bersifat kolektif yang terdiri dari para demos atau rakyat yang ada dalam polis. Akan tetapi pada zaman tersebut tak seorangpun yang mengetahui secara pasti siapa yang pertama kali menemukan dan menggunakan istilah demokrasi, meskipun sebagian peneliti meyakini bahwa kata tersebut tetap berasal dari Yunani Kuno. Perlu diketahui bahwa sebelum Atena mengenal demokrasi, bentuk negara Atena adalah monarki. Penguasa monarki disebut tiran. Setelah kekuasaan para tiran berlalu, Atena beralih kepada bentuk negara oligarki. Pada pasca oligarki sekitar tahun 594 SM, Solon, seorang negarawan yang bijaksana berjuang dan meletakkan dasar-dasar demokrasi. Solon yang mewakili para filosof Yunani berpendapat bahwa kelas awam di kota-kota Yunani merupakan kelas terkuat dikarenakan banyak jumlahnya. Untuk itulah kekuasaan harus dipindahkan dari kelas minoritas kepada mayoritas. Dalam perkembangan selanjutnya, tradisi demokrasi yang ada diperkaya dengan adanya kontribusi yang positif dari dunia Islam yang ditandai dengan tumbuhnya nilai-nilai yang saling menghargai, toleransi terhadap perbedaan keyakinan serta kewajiban penguasa untuk melindungi dan menghargai dimensi kehidupan masyarakat. Melihat perkembangan demokrasi dunia, terutama pada abad ke-20 yang dikenal sebagai zaman teknologi informasi, kebebasan menjelajahi belahan dunia, penggunaan kekuatan nuklir. Zaman tersebut, menurut sebagian pengamat bahwa abad ke-20, demokrasi telah menjadi suatu standar global (a global standard) yang memaksa setiap negara untuk mengklaim demokrasi sebagai standar dan asas suatu negara, karena mereka menyadari bahwa demokrasi merupakan standar populasi kehidupan dunia sekaligus sebagai suatu tindakan yang revolusioner. B. Bentuk dan Unsur Demokrasi 1. Bentuk-bentuk Demokrasi a. Demokrasi Langsung Bentuk demokrasi seperti ini adalah rakyat ikut ambil bagian secara langsung dalam pemerintahan itu sendiri melalui perkumpulan majelis (assembly) atau ecelesia. Pengertian demokrasi langsung adalah tidak ada wakil-wakil yang dipilih, melainkan yang ada adalah hak masuk ke dalam majelis dan mengambil bagian dalam pembicaraan menjadi hak setiap individu masyarakat yang memenuhi syarat serta berlaku bagi orang yang menjalankan hak-hak politik mereka. Selain itu, demokrasi langsung adalah semua warga tanpa melalui pejabat yang dipilih atau diangkat, dapat ikut dalam pengambilan keputusan negara, namun sistem seperti ini hanya cocok bagi yang penduduknya relatif sedikit. Seperti di Atena Kuno yang mampu menjalankan demokrasi langsung dengan suatu majelis yang mungkin terdiri dari 5.000 sampai 6.000 orang, yang mungkin hanya dapat berkumpul secara fisik di satu tempat dan menjalankan demokrasi langsung. b. Demokrasi Klasik Demokrasi klasik ini tidak mengenal kebebasan dalam pengertian modern. Sebagai contoh tidak ada jaminan kebebasan beribadah individu, yang ada hanyalah kewajiban untuk mengikuti agama negara dan harus mengikuti aturan-aturan negara meskipun terkadang terjadi perampasan hak-hak serta kebebasan individu. Dengan pengertian lain bahwa keterlibatan rakyat dalam kekuasaan belum sampai pada tingkat mendapatkan wewenang untuk membuat undang-undang yang memungkinkan bagi individu mendapatkan kebebasan pribadinya. Sebab kebebasan bagi masyarakat pada waktu itu terutama bagi bangsa Yunani Kuno diambil dari prinsip persamaan di depan hukum negara dengan mengabaikan pertimbangan pada keyakinan yang menjadi dasar undang-undang diktator yang tidak memperhatikan kaidah moral dan keadilan. Jadi bentuk demokrasi seperti ini hanya terjadi pada zaman Yunani Kuno. c. Demokrasi Kekaisaran Demokrasi bentuk kekaisaran ini terjadi pada masa pemerintahan Napoleon Bonaparte. Sesuai dengan undang-undang yang telah dikeluarkan pada tanggal 13 Desember 1799 yang dikenal dengan undang-undang tahun kedelapan serta undang-undang serupa yang dibuat oleh Lois Napoleon yang dikenal dengan istilah undang-undang 1852 M. Bentuk demokrasi ini merupakan penyembahan terhadap penguasa yang pada waktu itu disebut Kaisar (percaya mutlak kepadanya dalam i’tikad dan kemampuannya). Oleh karena itu rakyat menyerahkan kekuasaan mutlak di tangan penguasa setelah diadakan pertemuan pendapat umum. Hasilnya seluruh institusi parlementer diambil oleh kewenangan umum lalu diserahkan kepada Kaisar untuk melaksanakan tugas-tugas negara. Akhirnya negara dapat menghapus kebebasan umum seperti kebebasan berkumpul dan kebebasan pers, kebebasan mengeluarkan pendapat dan lain sebagainya. d. Demokrasi Perwakilan Demokrasi perwakilan ini adalah para warga memilih pejabat-pejabat untuk membuat keputusan politik, karena para warga sulit lagi untuk berkumpul dalam satu tempat dan memberikan suaranya secara langsung mengenai masalah yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pada umumnya demokrasi yang berlaku sekarang ini adalah demokrasi perwakilan dimana hal ini disebabkan pertumbuhan penduduk yang pesat. Jika dilihat dari sejarah bahwa bentuk demokrasi perwakilan ini yang dijadikan oleh revolusi Prancis sebagai dasar perundang-undangan disamping sebagai dasar sistem hukum Prancis setelah revolusi. Kemudian tersebar ke berbagai negara-negara Eropa Barat dan sampai sekarang ini diikuti oleh banyak negara, terutama negara yang mempunyai pertumbuhan penduduk yang pesat. e. Demokrasi Pancasila Demokrasi Pancasila merupakan bentuk demokrasi yang berdasarkan lima prinsip ideologi negara, yaitu Pancasila, dilihat sebagai suatu keseluruhan yang utuh dan menekankan pada aspek hikmah kebiksanaan dan musyawarah serta perwakilan. Perlu diketahui bahwa, semenjak Indonesia dideklarasikan sebagai negara yang merdeka, Indonesia telah mengenal tiga bentuk demokrasi, meskipun ketiga bentuk tersebut dianggap telah gagal sebagaimana yang dipaparkan oleh Ikrar Bhakti: “Indonesia has been struggling with democracy for decades. It has experienced with three type of democracy, all of which failed. First was the failed attempt at parliamentary democracy (1949-1957) which lead to the transition from parliamentary democracy to guided democracy (1957-1959).The third and longest period was that of Democracy Pancasila, under president Suharto from March 1966 to 1998. Indonesia telah berjuang dengan demokrasi dalam beberapa dekade. Indonesia telah merasakan tiga bentuk demokrasi, yang ketiganya telah gagal. Demokrasi yang pertama dan telah gagal adalah demokrasi parlementer (1949-1957) yang mengakibatkan transisi dari demokrasi parlementer ke demokrasi terpimpin (1957-1959). Ketiga dan yang terlama priodenya adalah demokrasi Pancasila yang berada di bawah presiden Suharto mulai dari Maret 1966 hingga 1998. f. Demokrasi Politik Bentuk Demokrasi politik ini adalah suatu sistem politik yang ditandai dengan berfungsinya lembaga legislatif, yudikatif dan eksekutif. g. Demokrasi Ekonomi Demokrasi ekonomi merupakan gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara di bidang ekonomi. Dari sekian bentuk demokrasi yang disebutkan di atas dan dikenal di dunia, sebagian pakar telah membagi bentuk-bentuk demokrasi sebagai berikut: 1) J. Rolland Pennock membagi demokrasi ke dalam empat corak yaitu: pertama, demokrasi individualisme yang menekankan pada pemberian kebebasan individu. Kedua, demokrasi utilitarisme atau teori kepentingan, menekankan pada keseimbangan antara pelaksanaan hak dan kewajiban pada setiap individu dalam menjalankan kehidupan sebagai makhluk sosial dan warga negara. Ketiga, teori hak dan kewajiban serta kolektivitas demokrasi yang menekankan pada kebersamaan dan kekeluargaan dalam berdemokrasi. 2) Selanjutnya jika dilihat dari segi praktis, menurut John Dunn bahwa demokrasi perwakilan merupakan bentuk demokrasi modern yang paling cocok. Demokrasi perwakilan terbagi dua, yaitu perwakilan langsung dan perwakilan tidak langsung. 3) Sedangakan menurut Skar mengajukan empat bentuk demokrasi yaitu: a) Demokrasi liberal, yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh undang-undang dan pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam waktu tertentu. Bentuk demokrasi ini kebanyakan yang diterapkan di negara Afrika namun sedikit yang dapat bertahan. b) Demokrasi terpimpin. Para pemimpin percaya bahwa semua tindakan mereka dipercaya oleh rakyat. Segala sesuatu dipusatkan pada pemimpin yang diperoleh dari pemilihan umum. Bentuk demokrasi terpimpin ini pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1959-1965. c) Demokrasi sosial. Bentuk demokrasi ini menaruh kepedulian pada keadilan sosial dan egalitarianisme bagi masyarakat untuk memperoleh kepercayaan politik. d) Demokrasi partisipasi, menekankan hubungan timbal balik antara penguasa dan yang dikuasai. 2. Unsur-unsur Demokrasi Untuk melengkapi pembahasan tentang demokrasi, tentunya ada beberapa unsur yang sangat mendasar dan harus terpenuhi dalam proses berdemokrasi sebagaimana yang banyak dikemukakan oleh ahli yaitu, pemerintahan yang bertanggung jawab, kekuasaan bertumpu pada hukum dan undang-undang dan kebabasan terhadap politik yang berbeda. Meskipun demikian, Robert A. Dahl mengemukakan bahwa unsur-unsur demokrasi adalah sebagai berikut: a. Kebebasan untuk mendirikan dan bergabung dalam organisasi. b. Kebebasan mengungkapkan pendapat dan berekspresi. c. Hak untuk memilih. d. Eligibilitas dalam menempati jabatan publik. e. Hak bagi setiap pemimpin partai dalam berkompetisi untuk mendukung dan memilih. f. Adanya sumber informasi yang alternatif. g. Terwujudnya pemilihan yang bebas dan jujur. h. Terwujudnya suatu institusi yang berperan dalam kebijakan pemerintahan dan bersandar pada pemilihan dan aspirasi yang bersumber dari pihak lain. Akan tetapi, Juan Linz dalam hal ini memberikan pemaparan terhadap unsur demokrasi, dimana ia menjadikan unsur demokrasi itu jauh lebih ketat dari pemaparan sebelumnya yaitu : 1) Memberikan kebebasan untuk merumuskan preferensi-preferensi politik mereka, melalui jalur-jalur perserikatan, informasi dan komunikasi. 2) Memberikan kesempatan bagi warganya untuk bersaing secara teratur melalui cara-cara damai. 3) Tidak melarang siapapun untuk memperebutkan jabatan-jabatan politik yang ada. Adapun Franz Magnis Soseno memaparkan bahwa sebuah negara dapat dikatakan demokrasi apabila memenuhi lima unsur dan ciri demokrasi, yaitu negara hukum, pemerintah di bawah kontrol nyata dari masyarakat, pemilihan umum yang berkala dan bebas, prinsip mayoritas serta adanya jaminan terhadap hak-hak dasar demokrasi. Dari beberapa unsur demokrasi yang dikemukakan di atas, sangat jelas terlihat bahwa demokrasi merupakan konsep yang ideal. Semua unsur tersebut, termasuk kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan berserikat, pemilihan umum yang bebas dan terbuka serta negara yang berdasarkan hukum, maka secara keseluruhan harus terpenuhi sebelum suatu pemerintahan dikatakan demokratis. Apabila dilihat dari perkembangan proses demokratisasi yang ada, sebenarnya tidak ada sebuah negarapun yang secara sempurna dapat dikatakan demokratis. Oleh karena itu salah seorang ilmuan sosial seperti Michael Burton, Richard Gunter dan John Higley cenderung berpendapat bahwa banyak rezim yang telah menyelenggarakan pemilihan umum secara teratur belum dapat disebut sebagai demokratis, beberapa rezim mengatur hak pilih warganya atas dasar kekayaan, sebagaimana yang pernah berkembang di negara-negara Barat pada abad ke-19. Sejumlah rezim mengingkari hak pilih kelompok dan etnik tertentu, sebagaimana di Afrika Selatan maupun di Selatan Amerika, hingga baru-baru ini saja beberapa rezim melarang partai-partai dengan ideologi atau program kerja yang radikal. Selain itu, sebahagian rezim menggalang dukungan mayoritas untuk partai yang sedang memerintah melalui praktek-praktek yang tidak adil dan menekan, sebagaimana yang dilakukan oleh rezim Mexico dalam beberapa dasawarsa. Sejumlah rezim dengan tegas membatasi efek prosudural demokrasi dengan menyisihkan jabatan-jabatan tertentu bagi perorangan atau kelompok tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung dan tidak bertanggung jawab kepada para pemilih. Berdasarkan dari unsur-unsur demokrasi yang telah dikemukakan oleh para ilmuan, dapat dipahami bahwa ada yang longgar dan ada pula yang ketat sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur demokrasi meliputi dua unsur utama. Pertama, proses rekrutmen elit melalui pemilihan yang jujur dan bebas dan yang kedua adalah masyarakat mempunyai hak penuh untuk memilih. C. Hubungan antara Demokrasi dengan Islam Untuk mengetahui sejauh mana hubungan maupun titik temu antara Islam dan demokrasi, Komaruddin Hidayat dalam bukunya Agama, Demokrasi dan Trasformasi Sosial memaparkan bahwa agama sebagai ajaran normatif dalam banyak hal memiliki titik temu terhadap nilai-nilai demokrasi. Oleh karena itu interaksi antar keduanya dapat saling mendukung. Sebagian ilmuan juga mengatakan bahwa demokrasi dan agama mempunyai kesejajaran dan kesesuaian. Menurut pendapat ini agama baik secara teologis dan sosiologis sangat mendukung proses demokratisasi politik, ekonomi maupun kebudayaan. Demokrasi dalam kaitannya dengan agama Islam sebagaimana yang dikatakan oleh Ernest Gellner bahwa agama Islam adalah kesamaan unsur-unsur dasar dengan demokrasi. Hal senada diungkapkan oleh Robert N. Bella yang telah sampai pada suatu kesimpulan bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang dikembangkan setiap sistem yang tidak berdiri di atas prinsip-prinsip demokrasi adalah tidak sesuai dengan kaidah-kaidah utama yang ditetapkan oleh Islam. Meskipun demikian, sebahagian orang ada yang mencoba menggambarkan Islam atau tasyri’ dan hukum dalam Islam sangat terikat oleh al-Quran dan berkesimpulan bahwa itu tidak selaras dengan demokrasi. Fikih Islam memang tidak dapat dipungkiri bahwa secara asasi bersandar kepada al-Quran, akan tetapi tasyri’ yang termaktub dalam al-Quran sama sekali tidak melangkahi patokan-patokan umum yang ditetapkan oleh kaidah-kaidah keadilan dalam bentuk yang paling luhur. Sedangkan kaidah-kaidah umum yang terdapat dalam al-Quran jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, sejak masa-masa awal kaum muslimin menetapkan bahwa sumber tasyri’ itu ada empat, al-Quran, hadis, qiyas dan ijma. Apabila kita ingin menelaah kitab-kitab fikih maupun us}ul akan dijumpai dengan jelas bahwa kaidah-kaidah yang diberlakukan dalam konsep demokrasi, termasuk dalam pembuatan undang-undang, yang selalu bertujuan untuk mempertemukan antara logika akal dan keadilan dengan segala kebutuhan dan maslahat umat manusia, sesungguhnya tidak bertentangan dan sejalan dengan kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh Islam. Oleh karena itu, dengan jelas bahwa antara demokrasi dengan prinsip-prinsip dasar Islam tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang berlaku secara umum, yaitu prinsip persaudaraan, persamaan, kebebasan, keadilan dan prinsip musyawarah sebagaimana yang akan dibahas pada bab berikutnya.