bab ii tinjauan pustaka

advertisement
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Palem-paleman
2.1.1
Pengertian
Suku Palem-paleman menurut Corner (1996) merupakan suku tertua di
antara tumbuhan berbunga. Hal ini didasarkan penelitian fosil, anggota suku
Palem-paleman telah dijumpai sejak jaman Cretaceus, lebih kurang 120 juta tahun
yang lalu. Selain itu, suku ini memiliki anggota berupa
pohon tertinggi
(Ceroxylon), pemanjat kayu atau liana yang terbesar (Calamus), memiliki daun
terbesar (Raphia), memiliki bunga majemuk yang terbesar (Corypha), memiliki
biji yang terbesar (Lodoicea) di antara tumbuhan monokotil lainnya (Sudarnadi
1996).
Palem merupakan tumbuhan monokotil (berkeping satu) yang berbatang
tunggal maupun berumpun. Tinggi batangnya sangat beragam, sampai dengan
ketinggian 50 meter.
2.1.2 Jenis palem
Berdasarkan tinggi batang, palem dapat digolongkan sebagai palem yang
berupa pohon tinggi lebih dari 10 meter, pohon sedang (2-10 meter) maupun
semak kurang dari 2 meter. Batang palem ada yang tumbuh tegak ada pula yang
merambat pada pohon lain sebagai liana, bentuk yang demikian terutama pada
jenis-jenis rotan. Pada umumnya jenis-jenis palem tidak bercabang, kecuali jenisjenis Hyphaene dan kadang-kadang Dypsis yang menghasilkan percabangan.
(LIPI 2000).
Palem tumbuhnya ada yang berumpun ada pula yang tunggal. Bagi yang
membentuk rumpun, tunas-tunas rumpun ini cukup berperan dalam hal
peremajaannya. Bagi yang tumbuh tunggal, peremajaannya lambat sekali karena
pembiakan diri hanya tergantung pada biji saja. Beberapa jenis palem memiliki
duri di batang atau di pelepah dan tulang daunnya (LBN 1980).
4
2.1.3
Karakteristik palem-paleman
2.1.3.1 Bunga
Perbungaan pada palem berkaitan erat dengan siklus hidupnya. Palem
yang menghasilkan perbungaan pada ujung batang (Corypha) merupakan palem
yang bersifat hapaksantik (setelah berbunga dan berbuah lalu mati). Berdasarkan
posisi tumbuhnya perbungaan ada yang tumbuh di antara daun (interfoliar) yang
makin ke atas perbungaan semakin muda; interfoliar yang makin ke atas makin
tua (basipetal); maupun pada ruas batang di bawah tajuk pelepah. Bentuk
perbungaan bermacam-macam ada yang bercabang-cabang dan ada pula yang
tidak bercabang (LIPI 2000).
Karangan bunga (bongkol bunga) kerapkali pada ketiak daun, kadangkadang terminal; yang muda kerapkali keseluruhannya dikelilingi oleh satu
seludang daun atau lebih, atau (daun) tangkai dan cabang samping memiliki
seludang kecil. Bunga duduk pada cabang yang berdaging tebal atau kerapkali
tenggelam di dalamnya, berkelamin 1, jarang berkelamin 2, kerapkali
menghasilkan madu. Tenda bunga dalam lingkaran dengan jumlah masing-masing
3, bebas atau bersatu dengan yang lain, kerapkali tebal dan ulet. Benang sari 6, 9
atau lebih, jarang 3 (Steenis 2006).
2.1.3.2 Buah
Buah palem bervariasi baik bentuk, warna maupun ukurannya. Bakal buah
beruang 1-3; tiap ruang 1 bakal biji. Buah buni atau buah batu, kadang-kadang
tiap-tiap daun buah tumbuh terpisah menjadi sebuah yang berbiji 1. Biji
kebanyakan dengan putik lembaga seperti tanduk pada buah batu besar melekat
dengan lapisan terdalam dari dinding buah (Steenis 2006).
2.1.3.3 Daun
Lembaran daun palem hampir selalu terbagi ke dalam beberapa bagian
lebih kecil yang disebut anak daun atau tembereng. Susunan daun palem dapat
menyerupai kipas (menjari/palmate) atau bulu (menyirip/pinnate) dan pada satu
marga (Caryota) merupakan daun yang menyirip ganda, yaitu anak daun yang
terbagi-bagi lagi ke dalam beberapa anak daun sekunder (bipinnate). Bagian dasar
daun palem berwujud tabung membentuk upih daun yang mengelilingi batang.
Pada sebagian palem, upih daun ini dapat hancur membentuk serabut. Di atas upih
5
daun terdapat tangkai daun dan tulang daun. Upih, tangkai dan tulang daun
seringkali ditutupi lapisan tebal atau tipis rambut atau sisik (indumentum). Pada
palem merambat terdapat dua struktur yang berkaitan dengan daun yaitu
kuncir/cirrus (struktur serupa cambuk yang merupakan perpanjangan dari
pertulangan daun setelah anak daun teratas) dan flagellum (cambuk berduri yang
secara umum mirip dengan kuncir, namun dari upih daun (Baker & Dransfield
2006).
2.1.3.4 Batang
Bentuk batang palem sangat bervariasi, mulai dari silinder seperti
Pritchardia, Palem Aleksander/Archontophoenix; membesar pada bagian pangkal
atau tengah batang seperti Palem Raja/Roystonea; berbentuk seperti botol seperti
Palem Botol/Hyophorbe; akar tampak di atas tanah seperti Drymophloeus,
Verschafelltia; maupun perakaran yang meluas di atas permukaan tanah, seperti
Palem Kurma/Phoenix. Bentuk permukaan batang palem juga bervariasi, ada yang
berduri, licin, dan ada pula yang kasar (LIPI 2000).
2.1.3.5 Habitat
Menurut LIPI (2000), palem dapat tumbuh baik pada tipe tanah yang
berpasir, tanah gambut, tanah kapur dan tanah berbatu. Palem juga dapat tumbuh
pada berbagai kemiringan dari tanah berbatu dan berlereng terjal.
Jenis rotan umumnya tumbuh pada tanah berawa, tanah kering hingga
tanah pegunungan. Makin tinggi tempat tumbuh, maka makin jarang dijumpai
jenis rotan. Rotan juga makin sedikit di daerah yang berbatu kapur. Rotan
menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2.000 mm-4.000 mm per tahun
menurut tipe iklim Schmidt dan Ferguson, atau daerah yang beriklim basah
dengan suhu tempat berkisar 24-30˚C (Januminro 2000). Rotan dapat tumbuh
dengan ketinggian 0-2.900 mdpl (Anonim 2003).
2.1.4
Potensi dan pemanfaatan palem-paleman di Indonesia
Palem memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Secara langsung atau tidak, manusia selalu menggunakan bagian-bagian tertentu
maupun produk olahan dari palem (LIPI 2000). Diantaranya adalah sebagai
berikut :
6
1. Tanaman hias
Palem memiliki penampilan yang indah dan menarik, baik dari bentuk, ukuran
dan warna batang, daun maupun buahnya. Beberapa jenis ada yang sesuai sebagai
tanaman hias di dalam ruangan (indoor), terutama palem yang tidak berbatang
atau berbatang kecil dan pendek serta memiliki ukuran tajuk yang tidak terlalu
besar sehingga tidak banyak memakan tempat seperti Palem Chamaedorea, Palem
Waregu (Rhapis excelsa) dan lain sebagainya.
2. Penghasil karbohidrat
Karbohidrat yang dihasilkan dapat berupa pati atau sagu terutama dari batang
Sagu (Metroxylon sagu), jenis-jenis Aren (Arenga spp.), Palem Sarai (Caryota
spp.), Nypah (Nypa fruticans); maupun berupa umbut yang dapat dimakan secara
langsung, terutama dari jenis Palem Sarai (Caryota spp.), jenis Aren (Arenga spp.)
dan Rotan.
3. Penghasil minyak
Minyak dihasilkan dari pengolahan buah palem, terutama dari buah Kelapa
(Cocos nucifera) dan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis).
4. Bahan bangunan
Bagian palem yang banyak digunakan untuk bahan bangunan adalah
batangnya. Beberapa jenis palem memiliki batang yang kuat dan keras sehingga
sesuai untuk dijadikan tiang penyangga bangunan seperti Kelapa dan Wanga
(Pigafetta elata); pembuatan jembatan seperti kelapa, maupun sebagai saluran air
seperti Nibung (Oncosperma tigillarium). Daun palem yang keras dapat pula
dimanfaatkan untuk menbuat dinding maupun atap rumah, seperti daun Nipah dan
daun Palem Sang (Johannesteijsmannia altifrons).
5. Bahan anyaman
Daun beberapa jenis palem dapat dimanfaatkan untuk bahan anyaman maupun
kerajinan. Daun palem yang banyak dipakai untuk keperluan ini terutama daun
lontar dan daun kelapa. Selain daun palem, bahan yang paling banyak dipakai
untuk anyaman dan perabotan rumah tangga adalah rotan.
6. Bahan penyegar
Mencakup pemanfaatan palem sebagai pencuci mulut, terutama buah Pinang
Sirih (Areca catechu). Selain itu beberapa jenis palem, buahnya dapat dimakan
7
secara langsung, seperti buah Lontar atau Siwalan (Borassus flabellifer) dan buah
Rotan Manau (Calamus manan).
2.2 Kunci Determinasi
Determinasi adalah salah satu cabang dari ilmu taksonomi yang mempelajari
tentang penetapan suatu jenis tumbuhan yang serupa atau segolongan dengan
tumbuh-tumbuhan yang telah diketahui dalan buku kunci.
Lawrence (1955) mengemukakan bahwa identifikasi atau pengenalan adalah
penetapan bahwa suatu jenis tumbuh-tumbuhan sama atau segolongan dengan
tumbuh-tumbuhan yang telah diketahui. Kegiatan identifikasi dapat dilakukan
dengan menggunakan literatur yang sudah ada atau membandingkan dengan
tumbuh-tumbuhan yang sudah diketahui identitasnya.
Identitas tumbuh-tumbuhan dengan jalan membandingkan tumbuhan yang
dijumpai dengan gambar-gambar di dalam manual dapat dilakukan oleh siapa saja
dengan tanpa pengetahuan tentang morfologi dan terminologi tumbuh-tumbuhan
yang cukup. Di dalam manual terdapat gambar-gambar atau foto-foto yang
memperlihatkan habitus dan bagian-bagian tertentu dari tumbuh-tumbuhan,
disertai dengan deskripsi tentang sifat morfologi, ekologi dan penggunaannya
(Djamhuri 1981).
Lawrence (1955) mengemukakan bahwa kegiatan determinasi dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Membandingkan contoh tumbuhan yang dijumpai di lapangan dengan contoh
tumbuhan yang telah diketahui sifat-sifat dan namanya dalam herbarium.
2.Membandingkan atau menyamakan tumbuhan yang ingin diketahui dengan
gambar-gambar yang ada dalam manual. Kegiatan ini seringkali disebut juga
dengan identifikasi atau pengenalan.
3.Dengan pertolongan kunci pengenalan yang terdapat dalam buku flora.
4.Bertanya kepada seseorang yang benar-benar telah mengetahui berbagai jenis
tumbuhan.
Selanjutnya menurut Lawrence (1955) bahwa kunci determinasi mempunyai
dua macam susunan, yaitu susunan bertakik dan sejajar. Di dalam kunci bertakik
setiap pernyataan yang berhadapan disusun dengan jarak tertentu. Sedangkan di
dalam kunci sejajar, pernyataan satu dengan lainnya ditulis langsung berurutan
8
tanpa jarak tertentu dan di ujung pernyataan terdapat suatu nama atau nomor
keterangan selanjutnya yang perlu diperhatikan.
Jones dan Luchsinger (1979), mengatakan bahwa di dalam kegiatan
penyusunan kunci determinasi perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1. Kunci harus bercabang dua, dimana dua pernyataan dalam setiap bait harus
saling bertentangan.
2. Hindari pernyataan yang terlalu umum, sehingga pengertiannya menjadi kabur,
sebagai contoh ukuran daun besar dan lawannya daun kecil.
3. Kata pertama dari setiap pernyataan di dalam setiap bait haruslah identik,
sebagai contoh jika kata pertama dimulai dengan kata benang sari maka
pernyataan kedua bait yang sama harus dimulai dengan kata benang sari.
4. Dua pernyataan di dalam setiap bait harus menunjukkan pernyataan yang saling
bertentangan.
5. Hindari penggunaan ukuran yang tumpang tindih, sebagai contoh panjang daun
4 sampai 8 cm lawannya panjang daun 6 sampai 10 cm.
6. Pernyataan yang terdapat pada dua bait yang berurutan jangan dimulai dengan
kata yang sama.
7. Mempergunakan selalu sifat-sifat makrokopis.
8. Setiap bait harus diberi nomor dan atau huruf.
Kedua macam susunan tersebut ada keuntungan dan kerugiannya. Jika
menggunakan susunan bertakik, susunan dari bait-bait akan semakin menjorok ke
sebelah kanan dari halaman kertas dengan sebaik-baiknya. Pada susunan bertakik
akan terjadi bahwa pernyataan kedua dari bait yang sama tidak terletak pada
halaman yang sama sehingga akan menyebabkan kebingungan bila akan mencari
pernyataan kedua bait tersebut. Sedangkan pada susunan sejajar tidak akan
demikian karena kedua pernyataan dalam setiap bait letaknya berdekatan (Jones
dan Luchsinger 1979).
2.3 Sistem Informasi Geografis
2.3.1 Dasar dan definisi sistem informasi geografis
Menurut Prahasta (2005) sistem yang menangani masalah informasi yang
bereferensi geografis dalam berbagai cara dan bentuk, secara umum disebut
9
Sistem Informasi Geografis (SIG). Masalah informasi tersebut mencakup tiga hal,
yaitu:
1. Pengorganisasian data dan informasi.
2. Penempatan informasi pada lokasi tertentu.
3. Melakukan komputasi, memberikan ilustrasi keterhubungan antara satu dengan
lainnya, serta analisa spasial lainnya. Prahasta juga menyebutkan bahwa dalam
beberapa literatur, SIG dinilai sebagai hasil penggabungan dua sistem, yaitu
antara sistem komputer untuk bidang kartografi (CAC) atau sistem komputer
untuk bidang perancangan (CAD) dengan teknologi basis data (database).
Dengan demikian SIG mempunyai keunggulan inheren karena penyimpanan
data dan presentasinya dipisahkan sehingga data dapat dipresentasikan dalam
berbagai cara dan bentuk seperti :
Land Use
Enviromental
Utilities
PRESENTASI
------------------------------------------------------------------------------------BAGIAN
Data Geografi
PENYIMPANAN
(Basis Data)
BATAS
-----------------------------------------------------------------------------------PRESENTASI
Jalan
Administrasi
Properties
Topografi
Gambar 1 Ilustrasi pemisahan penyimpanan data dan presentasi dalam SIG
(Prahasta 2005).
2.3.2 Fungsi sistem informasi geografis
Prahasta (2005) menjelaskan bahwa kemampuan SIG salah satunya dapat
dikenali dari fungsi-fungsi analisis yang dapat dilakukannya. Secara umum,
terdapat dua jenis fungsi analisis, yaitu fungsi analisis spasial dan fungsi analisis
atribut (basis data atribut).
Fungsi analisis atribut terdiri dari operasi dasar sistem pengelolaan basis
data (DBMS) dan perluasannya :
10
a. Operasi dasar basis data mencakup :
 Membuat tabel basis data (create table)
 Menghapus tabel basis data (drop table)
 Menghapus basis data (drop database)
 Membuat basis data baru (create database)
 Mengisi dan menyisipkan data (record) ke dalam tabel (insert).
 Membaca dan mencari data (field/record) dari tabel basis data (seek, find,
search, retrieve)
 Mengubah dan meng-edit data yang terdapat di dalam tabel basis data
(update, edit)
 Menghapus data dari tabel basis data (delete, zap, pack).
 Membuat indeks untuk setiap tabel basis data.
b. Perluasan operasi basis data ;
 Membaca dan menulis basis data dalam sistem basis data yang lain (export
and import).
 Dapat berkomunikasi dengan sistem basis data yang lain (misalkan dengan
menggunakan driver ODBC).
 Dapat menggunakan bahasa basis data standart SQL (Structured Query
Language).
 Operasi-operasi atau fungsi analisis lain yang sudah rutin digunakan di
dalam sistem basis data.
Fungsi analisis spasial terdiri dari:
a.
Klasifikasi
(reclassify):
mengklasifikasikan kembali
fungsi
untuk
mengklasifikasikan
atau
suatu data spasial (atau atribut) menjadi data
spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu (topografi ataupun
gradient permukaan bumi yang diturunkan / dinyatakan dalam persentasi nilainilai kemiringan).
b. Overlay: fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data
spasial yang menjadi masukannya. Sebagai contoh, bila untuk menghasilkan
wilayah-wilayah yang sesuai untuk budidaya tanaman tertentu, diperlukan data
ketinggian permukaan bumi, kadar air tanah, dan jenis tanah, maka fungsi
analisis overlay akan dikenakan terhadap data spasial (dan atribut) tersebut.
11
c. Buffering: fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru yang berbentuk
polygon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi
masukannya.
d. 3D analysis: fungsi ini terdiri dari sub-subfungsi yang berhubungan dengan
presentasi data spasial dalam ruang 3 dimensi. Fungsi analisis spasial ini
banyak menggunakan fungsi interpolasi. Sebagai contoh, untuk menampilkan
data spasial ketinggian, tata guna tanah, jaringan jalan dan utilitas dalam
bentuk model 3 dimensi, fungsi analisis ini banyak digunakan.
e. Digital image processing: fungsi ini dimiliki oleh perangkat SIG yang
berbasiskan raster. Karena data spasial permukaan bumi banyak didapat dari
perekaman data satelit yang berformat raster, maka banyak SIG raster yang
juga dilengkapi dengan fungsi analisis ini. Fungsi analisis spasial ini terdiri dari
banyak sub-sub fungsi analisis pengolahan citra digital. Sebagai contoh adalah
sub fungsi untuk koreksi radiometrik, geometrik, penyaring, pengelompokan
dan sebagainya.
f. Masih banyak lagi fungsi-fungsi analisis spasial lainnya yang umum dan secara
rutin digunakan di dalam SIG.
2.3.3 Subsistem dalam sistem informasi geografis
SIG juga dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem sebagai berikut
(Prahasta 2005):
a. Data input: subsistem ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data
spasial dan atribut dari berbagai sumber. Subsistem ini juga bertangung jawab
dalam mengkonversi atau mentransformasikan format-format data-data aslinya
ke dalam format yang dapat digunakan oleh SIG.
b. Data output: subsistem ini menampilkan atau menghasilkan keluaran seluruh
atau sebagian basis data, baik dalam bentuk softcopy ataupun hardcopy seperti:
tabel, grafik, peta, dan lain-lain.
c. Data manajemen: subsistem ini mengorganisasikan, baik data spasial ataupun
atribut ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehinga mudah dipanggil
di-update dan di-edit.
12
d. Data manipulasi dan analisis: subsistem ini menentukan informasi-informasi
yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu, subsistem ini juga melakukan
manipulasi dan pemodelan data untuk meghasilkan informasi yang diharapkan.
Jika subsistem diatas diperjelas berdasarkan uraian jenis masukan, proses,
dan jenis luaran yang ada di dalamnya, maka subsistem SIG juga dapat
digambarkan sebagai berikut:
DATA INPUT
Tabel
Peta
Storage
Laporan
(Database)
Tabel
Pengukuran
Lapangan
Output
Data Digital
Peta
Input
Retrieval
Laporan
(Tematik,
Topografi, dll
Processing
Informasi
Digital
Citra Satelit
(Softcopy)
Foto Udara
Data Lainnya
Gambar 2 Uraian-uraian subsistem SIG (Prahasta 2005).
Download