FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR SOTONG DAN CUMI-CUMI INDONESIA KE CINA DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN UNTUK MENINGKATKAN EKSPOR FITRIA ELLENDIKA SANDRA DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia ke Cina dan Implikasi Kebijakan untuk Meningkatkan Ekspor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Fitria Ellendika Sandra NIM H14110090 ABSTRAK FITRIA ELLENDIKA SANDRA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia ke Cina dan Implikasi Kebijakan untuk Meningkatkan Ekspor. Dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL. Sotong dan cumi-cumi merupakan salah satu hasil perikanan laut Indonesia dan juga merupakan komoditas ekspor perikanan. Cina merupakan negara tujuan utama ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Komoditas sotong dan cumi-cumi memiliki potensi yang besar untuk diekspor, namun ekspor komoditas ini belum maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi di Cina dan implikasi kebijakan yang mampu meningkatkan ekspor. Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan periode data tahun 1994-2013. Hasil penelitian menunjukan bahwa permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina dipengaruhi oleh GDP per kapita riil Cina, harga ekspor, harga ekspor negara pesaing, dan dummy krisis ekonomi, sementara nilai tukar riil Indonesia terhadap Cina tidak berpengaruh. Kebijakan yang dapat dilakukan untuk mendorong ekspor yaitu, memperbaiki dan meningkatkan kualitas sepanjang rantai produksi melalui pembaharuan peralatan tangkap, diverifikasi produk perikanan, investasi pabrik pengolahan yang ditujukan ke dekat sumber bahan baku dan menjaga volume produksi sotong dan cumi-cumi dalam negeri. Kata kunci: cumi-cumi, ekspor, kebijakan, OLS (Ordinary Least Square), sotong ABSTRACT FITRIA ELLENDIKA SANDRA. The Factors Affecting Indonesian Cuttlefishes and Squids Export Demand to China and The Policy Implication to Increase Export. Supervised by MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL. Cuttlefishes and squids is one of Indonesian marine fisheries and also an export commodity fishery. China is the main export destination countries. Cuttlefishes and squids have a great potential for export, but the export of those commodities are not maximized. The objectives of this study is to analyse any factors that affecting demand of cuttlefishs and squids export to China and the policy implication that can increase export. This study used Ordinary Least Square (OLS) method and took data period from 1994 to 2013. The result showed that export demand for cuttlefish and squid Indonesia to China affected by China’s real GDP per capita, export prices, export prices of competitor countries, and economic crisis dummy. Real exchange rate of Indonesia to China is not affecting export demand. Policies that can be done to encourage exports are improving and enhancing production chain quality by modernise fisheries equipment, fisheries product diversification, investment on processing manufacture aimed to nearly source of input, and sustaining squid and cuttlefish domestic production volume. Key words: cuttlefish, export, OLS (Ordinary Least Square), policy, squid FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR SOTONG DAN CUMI-CUMI INDONESIA KE CINA DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN UNTUK MENINGKATKAN EKSPOR FITRIA ELLENDIKA SANDRA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia ke Cina dan Implikasi Kebijakan untuk Meningkatkan Ekspor. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan adanya dukungan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih khususnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan ilmu bermanfaat kepada penulis, serta Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu Ranti Wiliasih, S.P, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan atas saran dan masukannya kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Sobirin Roi dan ibunda E. Rukoyah, serta adik tersayang Rizki Millandika Muharam yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dukungan, serta motivasi bagi penulis. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor tempat penulis menempuh pendidikan S1 serta seluruh pihak yang telah membantu selama proses pembuatan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2015 Fitria Ellendika Sandra DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7 Ruang Lingkup Penelitian 7 TINJAUAN PUSTAKA 8 Teori Perdagangan Internasional 8 Teori Ekspor 9 Permintaan Ekspor 10 Model Regresi Linear Berganda 13 Kerangka Pemikiran 14 Hipotesis 15 METODE PENELITIAN 16 Metode Analisis Data 17 Perumusan Model 17 Pengujian Parameter 18 Pengujian Asumsi Klasik 18 HASIL DAN PEMBAHASAN 20 Perkembangan Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia 20 Perkembangan Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia ke Cina 21 Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia ke Cina 22 Implikasi Kebijakan untuk Meningkatkan Ekspor 25 SIMPULAN DAN SARAN 27 Simpulan 27 Saran 27 DAFTAR PUSTAKA 28 LAMPIRAN 31 RIWAYAT HIDUP 36 DAFTAR TABEL 1 Ekspor hasil perikanan menurut komoditi tahun 2013-2014 2 Distribusi ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia tahun 2013 3 Produksi dan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina 20082012 4 Negara eksportir sotong dan cumi-cumi ke Cina tahun 2013 5 Total impor sotong dan cumi-cumi negara Cina tahun 2008-2013 6 Data dan sumber data 7 Kerangka identifikasi autokorelasi 8 Volume dan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi menurut benua tahun 2012 9 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina tahun 1994-2013 10 Hasil pengujian autokorelasi dengan uji Durbin Watson 2 4 5 5 6 16 19 21 22 24 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 Neraca perdagangan komoditas perikanan 2008-2014 Perkembangan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi ke negara tujuan tahun 2009-2013 Keseimbangan parsial perdagangan internasional Kerangka pemikiran Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina tahun 1994-2013 1 3 9 15 20 21 DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 Hasil uji F Hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov Hasil uji multikolinearitas Hasil uji heterokedastisitas Hasil regresi data 31 32 33 34 35 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai yang panjang. Hal ini membuat Indonesia kaya akan sumber daya biota laut dan menjadikan subsektor perikanan sebagai basis kekuatan ekonomi. Total produksi perikanan Indonesia pada tahun 2013 sebesar 11.06 juta ton (angka sementara 2013) dengan total nilai sebesar 126 triliun (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2013). Perekonomian sektor perikanan Indonesia tahun 2014 tumbuh 7.66% dibandingkan tahun 2013, sedangkan pada triwulan IV-2014 tumbuh sebesar 8.91% dibandingkan triwulan III tahun 2014. Peningkatan perekonomian sektor perikanan triwulan IV tahun 2014 lebih besar daripada pertumbuhan perekonomian nasional triwulan IV tahun 2014 sebesar 5.01% dan peningkatan perekonomian sektor perikanan secara total tahun 2014 lebih besar daripada pertumbuhan perekonomian nasional yang tumbuh 5.02% (KKP 2014). Melimpahnya sumber daya laut dan perikanan Indonesia menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor hasil laut dan perikanan ke beberapa negara. Pada tahun 2013, volume ekspor hasil perikanan sebesar 802 ribu ton dengan nilai sebesar US$2.6 milyar. Total volume ekspor hasil perikanan Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 3.51% dibandingkan pada tahun 2012 (KKP 2013). Pada Gambar 1 terlihat neraca perdagangan komoditas perikanan pada tahun 2008 sampai tahun 2014. Nilai ekspor komoditas perikanan mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata kenaikan nilai ekspor pada tahun 2009 sampai 2013 sebesar 14.26%. Surplus ekspor perikanan juga mengalami tren yang meningkat dengan kenaikan rata-rata sebesar 14.63% pada tahun 2009 hingga 2013. Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan 2014 *) Angka sementara hingga bulan September 2014 Gambar 1 Neraca perdagangan komoditas perikanan 2008-2014 2 Salah satu komoditas perikanan yang sering dijumpai dan dikonsumsi oleh masyarakat dan juga merupakan produk ekspor perikanan Indonesia adalah sotong dan cumi-cumi. Sotong dan cumi-cumi merupakan hewan laut yang memiliki lengan-lengan di bagian kepala sehingga termasuk ke dalam kelas Cephalopoda. Kedua hewan laut tersebut memiliki kemiripan, sehingga secara kasat mata banyak yang menganggap sotong adalah nama lain dari cumi-cumi. Meskipun demikian, keduanya memiliki perbedaan. Cumi-cumi memiliki tubuh yang panjang dan meruncing, sementara sotong memiliki bentuk yang memanjang dan agak pipih. Sotong dan cumi-cumi termasuk ke dalam 10 komoditi utama perikanan. Pada tahun 2013-2014 sotong dan cumi berada pada peringkat keempat yang memiliki nilai volume ekspor tertinggi diantara kesepuluh komoditi utama perikanan lainnya. Pada Tabel 1 ditunjukkan bahwa volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia sebesar 42 643 ton. Kontribusi volume ekspor sotong dan cumi-cumi terhadap ekspor perikanan sebesar 4.71% pada tahun 2013 dan 4.29% pada September 2014. Jika dilihat dari kontribusi masing-masing komoditas terhadap nilai ekspor hasil perikanan, maka sotong dan cumi-cumi berada pada posisi kelima penyumbang nilai ekspor perikanan periode tahun 2013, yaitu sebesar 2.15%. Tabel 1 Ekspor hasil perikanan menurut komoditi tahun 2013-2014 Komoditi Udang&lobster Tuna&cakalang Rumput laut Sotong&cumi Kepiting Ikan sarden Ikan tilapia Ikan lele&patin Mutiara Lainnya Total Volume (ton) 2013 124 287 156 733 132 657 42 643 27 646 13 016 10 408 9 109 222 389 306 906 028 2014* 143 644 155 130 145 420 39 492 21 490 788 12 574 36 192 374 365 480 920 585 Nilai (US$ 1000) 2013 1 171 403 576 062 147 709 64 235 282 655 30 012 56 808 33 617 17 704 606 585 2 986 790 2014* 1 577 121 510 832 201 381 63 000 312 855 5 546 68 405 40 328 20 311 587 326 3 387 105 Kontribusi Volume 2013 13.72 17.30 14.64 4.71 3.05 1.44 1.15 1.01 0.02 42.97 100 2014* 15.60 16.85 15.80 4.29 2.33 0.09 1.37 3.93 0.04 39.70 100 Kontribusi Nilai 2013 39.22 19.29 4.95 2.15 9.46 1.00 1.90 1.13 0.59 20.31 100 2014* 46.56 15.08 5.95 1.86 9.24 0.16 2.02 1.19 0.60 17.34 100 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan 2014 *) Angka sementara hingga bulan September 2014 Menurut KKP (2011) dalam kurun waktu 2007 hingga 2011, volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia mengalami tren yang meningkat dengan rata-rata kenaikan sebesar 17.48%. Pada tahun 2010 sampai 2011 kenaikan rata-rata volume ekspor sotong dan cumi-cumi sebesar 39.74%. Nilai ekspor sotong dan cumi-cumi juga mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kenaikan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi selama kurun waktu 2007 sampai 2011 rata-rata sebesar 26.83%. Kenaikan nilai ekspor terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar US$29 juta atau sebesar 61.49% dari tahun sebelumnya. 3 Sumber: UN Comtrade 2013 Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi ke negara tujuan tahun 2009-2013 Gambar 2 menjelaskan perkembangan nilai ekspor komoditas perikanan sotong dan cumi-cumi yang berfluktuatif ke beberapa negara tujuan pada tahun 2009 sampai 2013. Ekspor sotong dan cumi-cumi ke Italia mengalami peningkatan dari tahun 2009 hingga tahun 2012, namun mengalami penurunan pada tahun 2013. Nilai ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Jepang merupakan yang terendah diantara lima negara tujuan ekspor lainnya, meskipun terjadi peningkatan nilai ekspor ke Jepang namun peningkatan nilai ekspor tersebut tidak terlalu besar. Sementara itu, ekspor ke Thailand berfluktuatif, mengalami penurunan pada tahun 2012. Vietnam merupakan negara kedua terbesar yang mengimpor sotong dan cumi-cumi dari Indonesia. Terjadi peningkatan nilai ekspor yang sangat tinggi ke Vietnam pada tahun 2011 dengan nilai US$18 juta, setelah itu ekspor ke Vietnam cenderung stagnan pada tahun 2012 dan kembali meningkat di tahun 2013. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa nilai ekspor komoditas sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina sempat mengalami penurunan pada tahun 2010, tetapi setelah tahun tersebut nilai ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina terus mengalami peningkatan. Tahun 2011 ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia mengalami peningkatan yang cukup tinggi hingga tahun 2013. Peningkatan nilai ekspor komoditas ini ke Cina pada tahun 2011 sampai 2012 sebesar US$9 juta. Pada tahun 2013, terjadi peningkatan nilai ekspor yang tinggi sebesar US$15 juta dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut menjadikan Cina sebagai negara yang penting dalam perdagangan komoditas perdagangan Indonesia. Dari Gambar 2 terlihat bahwa Cina merupakan negara pertama yang paling banyak mengimpor sotong dan cumi-cumi dari Indonesia dengan nilai ekspor terbesar. 4 Perkembangan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina yang signifikan setiap tahunnya menjadikan Cina sebagai negara tujuan ekspor utama komoditas perikanan ini. Tabel 2 menggambarkan distribusi ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke beberapa negara tujuan pada tahun 2013. Dilihat dari nilai dan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia paling besar ditujukan ke negara Cina. Data menunjukan bahwa pada tahun 2013, volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina sebesar 29 ribu ton. Artinya, bahwa sebesar 44.19% dari total ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke dunia ditujukan ke negara Cina. Hal tersebut membuat negara Cina menjadi negara tujuan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia, sehingga Cina menjadi konsumen yang sangat penting bagi industri hasil perikanan sotong dan cumi-cumi. No. 1 2 3 4 5 Tabel 2 Distribusi ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia tahun 2013 Negara Nilai (US$) Volume (ton) Cina 31 308 891 29 838 Vietnam 21 261 809 12 498 Italia 12 647 168 3 556 Thailand 7 242 902 8 549 Jepang 4 040 927 578 TOTAL 69 258 795 55 021 Sumber: UN Comtrade 2013 (diolah) Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi yang demikian tinggi dan dengan tren yang meningkat mencerminkan adanya peluang yang cukup terbuka lebar dan potensi ekspor yang semakin besar di pasar internasional. Hal itu terlihat dari banyaknya volume sotong dan cumi-cumi yang diekspor ke negaranegara tujuan. Jika ekspor komoditas sotong dan cumi-cumi mampu dimanfaatkan dan dapat ditingkatkan, tidak menutup kemungkinan komoditas ini mampu menjadi komoditas ekspor utama perikanan. Perumusan Masalah Komoditas sotong dan cumi-cumi di wilayah perairan laut Indonesia cukup melimpah. Dalam kurun waktu lima tahun (2008-2012), produksi sotong dan cumi-cumi Indonesia mengalami peningkatan. Hal tersebut memberikan keuntungan bagi Indonesia, karena jumlah produksi yang mengalami peningkatan juga diikuti oleh tren ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina yang juga mengalami peningkatan. Tabel 3 menggambarkan perkembangan produksi dan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina. Pada tahun 2008 produksi sotong dan cumi-cumi Indonesia sebesar 87 391 ton dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 109 932 ton. Peningkatan produksi yang cukup tinggi terjadi pada tahun 2011 yang meningkat sebesar 48 545 ton dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 produksi sotong dan cumi-cumi sempat mengalami penurunan, namun hal tersebut tidak berpengaruh terhadap volume ekspor. Volume ekspor sotong dan cumi-cumi pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun sebelumnya meskipun produksi pada tahun tersebut menurun. 5 Tabel 3 Produksi dan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina 20082012 Tahun Produksi (ton) Volume Ekspor Persentase Perbandingan (ton) (Volume/Produksi) 2008 87 391 3 237 3.70% 2009 109 932 8 129 7.39% 2010 118 430 5 963 5.03% 2011 166 975 8 174 4.89% 2012 158 675 18 561 11.69% Rata-rata 128 280.6 8 812.8 6.54% Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015, UN Comtrade 2013 (diolah) Selama kurun waktu 2008 sampai 2012 terjadi peningkatan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina, yaitu pada tahun 2008 sebesar 3 237 ton dan pada tahun 2009 volume ekspor meningkat menjadi 8 129 ton. Pada tahun 2010 terjadi penurunan volume ekspor sebesar 2 166 ton. Volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina kembali mengalami kenaikan pada tahun 2011 dan 2012 dengan jumlah setiap tahunnya sebesar 8 174 ton dan 18 561 ton. Terjadinya kenaikan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina salah satunya disebabkan oleh produksi dalam negeri yang juga mengalami peningkatan. Komoditas sotong dan cumi-cumi jumlahnya melimpah di perairan laut Indonesia, sehingga tidak hanya dimanfaatkan untuk konsumsi dalam negeri, komoditas ini juga memiliki peluang untuk diekspor. Namun, pada data yang tersaji di Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari rata-rata produksi sotong dan cumicumi selama 5 tahun sebesar 128 280 ton, hanya sebesar 8 812 ton saja yang diekspor ke Cina. Artinya, dari total produksi sotong dan cumi-cumi hanya sebesar 6.54% yang diekspor. Seharusnya, dengan produksi sotong dan cumi-cumi yang cukup banyak di perairan laut Indonesia, jumlah komoditas yang diekspor juga dapat lebih ditingkatkan lagi. Data pada Tabel 4 memperlihatkan negara-negara yang melakukan ekspor sotong dan cumi-cumi ke negara Cina. Berdasarkan Tabel 4 posisi ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina berada pada peringkat ketiga dibawah Amerika Serikat dan Korea Selatan, sehingga menjadikan Amerika Serikat dan Korea Selatan negara pesaing Indonesia dalam pasar ekspor sotong dan cumi-cumi ke Cina. Tabel 4 Negara eksportir sotong dan cumi-cumi ke Cina tahun 2013 No. Negara Nilai (US$) Volume (ton) 1 Amerika Serikat 97 837 554 64 467,580 2 Korea Selatan 72 688 298 44 574,107 3 Indonesia 31 308 891 29 838,257 4 Peru 27 973 239 28 046,344 5 Mexico 15 340 553 10 390,755 6 India 9 594 434 3 645,823 Sumber: UN Comtrade 2013 (diolah) 6 Amerika Serikat merupakan negara yang berada di posisi pertama dalam hal ekspor sotong dan cumi-cumi ke Cina. Pada tahun 2013, Amerika Serikat mampu mengekspor sotong dan cumi-cumi dengan volume yang sangat besar jika dibandingkan dengan volume ekspor Indonesia. Amerika mengekspor sebesar 64 ribu ton sementara ekspor Indonesia hanya sebesar 29 ribu ton. Jumlah tersebut dua kali lebih besar dibandingkan jumlah ekspor Indonesia. Negara pesaing yang kedua adalah Korea Selatan, yang mampu mengekspor sebesar 44 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar US$72 juta. Tahun 2013, ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia memiliki nilai sebesar US$31 juta, sementara Amerika Serikat sebesar US$97 juta. Nilai ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan nilai ekspor Amerika Serikat yang lebih besar tiga kali lipat dari nilai ekspor Indonesia. Ekspor Amerika Serikat yang jauh lebih besar daripada Indonesia, menjadikan Amerika Serikat sebagai negara kompetitor utama dalam perdagangan sotong dan cumi-cumi. Fenomena tersebut membuat Indonesia harus memperbaiki dan meningkatkan ekspornya agar dapat bertahan pada pasar ekspor sotong dan cumi-cumi. Tabel 5 Total impor sotong dan cumi-cumi negara Cina tahun 2008-2013 Tahun Volume Impor (ton) 2008 369 546 2009 251 170 2010 251 410 2011 299 122 2012 272 679 2013 295 101 Sumber: UN Comtrade 2013 Tabel 5 menunjukan total volume impor sotong dan cumi-cumi Cina tahun 2008-2013. Volume impor sotong dan cumi-cumi Cina berfluktuatif selama lima tahun. Data menunjukan bahwa pada tahun 2013, Cina mengimpor sotong dan cumi-cumi dengan total sebesar 295 101 ton. Nilai tersebut menunjukan bahwa permintaan Cina terhadap komoditas ini cukup tinggi. Namun, jika total impor Cina dibandingkan dengan total ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina, volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke negara tersebut masih belum besar. Tahun 2013, Indonesia mengekspor sotong dan cumi-cumi sebesar 29 838 ton, nilai tersebut menunjukan bahwa Indonesia hanya mengekspor sebesar 10.11%. Sementara itu, tahun 2013 Amerika Serikat sebagai negara pesaing Indonesia dalam ekspor sotong dan cumi-cumi ke Cina mampu mengekspor sebesar 21.84% dari total impor sotong dan cumi-cumi Cina. Permintaan akan komoditas yang terus meningkat membuat Indonesia harus mampu memenuhi permintaan negara importir. Melihat fenomena tersebut, seharusnya Indonesia dapat memanfaatkan peluang yang ada. Indonesia seharusnya mampu meningkatkan ekspor komoditas ini agar mampu memenuhi permintaan negara-negara importir khususnya negara Cina karena produksi dalam negeri cukup tinggi. Ekspor sotong dan cumi-cumi tidak hanya menguntungkan bagi neraca perdagangan Indonesia, sotong dan cumicumi juga memiliki dampak bagi penghidupan nelayan karena komoditas ini 7 melibatkan nelayan di Indonesia yang banyak berlayar menangkap sotong dan cumi-cumi. Sehingga, faktor-faktor yang memengaruhi ekspor sotong dan cumicumi Indonesia perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Hal itu perlu dilakukan agar Indonesia dapat terus meningkatkan ekspornya dan mendapatkan pendapatan dari peningkatan ekspor tersebut. Agar Indonesia dapat mendorong ekspor dan dapat bersaing dengan negara lainnya, maka terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki terkait pengelolaan industri dan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Sehingga, sebelumnya diperlukan pengetahuan mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina. Berdasarkan uraian dan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina? 2. Kebijakan apa yang perlu dilakukan pemerintah untuk mendukung peningkatan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia? Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina. 2. Merumuskan kebijakan yang dapat mendukung peningkatan ekspor komoditas sotong dan cumi-cumi Indonesia. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis dan pihak lain. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Mahasiswa dan masyarakat umum sebagai sumber referensi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor. 2. Pemerintah Kementerian Perindustrian serta Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan komoditas sotong dan cumi-cumi di Indonesia. 3. Pemerintah Kementerian Perdagangan, sebagai bahan pertimbangan untuk membuat regulasi yang tepat untuk meningkatkan ekspor sotong dan cumicumi Indonesia di pasar internasional. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang memengaruhi ekspor sotong dan cumi-cumi ke negara Cina serta kebijakan yang mendukung peningkatan ekspor. Untuk meneliti faktor-faktor yang memengaruhi ekspor, penelitian ini menggunakan data time series selama periode 1994 sampai 2013. Kode HS (Harmonized System) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan 8 HS gabungan sampai level 6 digit yaitu HS 030749 dengan produk Cuttle fish and squid:- Exclude live, fresh or chilled dan HS 030741 dengan produk Cuttle fish and squid:- Live, fresh or chilled. Negara tujuan ekspor pada penelitian ini adalah Cina sebagai negara importir terbesar untuk komoditas sotong dan cumi-cumi Indonesia. TINJAUAN PUSTAKA Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antar individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Menurut Salvatore (1997), model perdagangan standar harus dilandaskan pada empat hubungan inti, yaitu : 1. Hubungan antara batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva penawaran relatif. 2. Hubungan antara harga-harga relatif dengan tingkat permintaan. 3. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dunia dan permintaan relatif dunia. 4. Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan (terms of trade) terhadap kesejahteraan suatu negara. Ekspor dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan. Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktorfaktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri, jumlah komoditas itu sendiri, dan komoditas substitusinya di pasar internasional, serta hal-hal yang dapat mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Produk) dari sisi pengeluaran suatu negara. Dalam perdagangan internasional, setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut (Oktaviani dan Novianti 2009). Gambar 3 menggambarkan proses terjadinya harga komoditas relatif ekulibrium dengan adanya perdagangan antar negara yang ditinjau dari analisis keseimbangan parsial. Kondisi penawaran negara A terhadap komoditas X digambarkan melalui kurva DA dan SA sedangkan kondisi permintaan negara B terhadap komoditas X digambarkan melalui kurva SB dan DB. Pada sumbu vertikal ketiga panel menunjukan harga relatif untuk komoditas X (Px/Py) atau dengan kata lain jumlah komoditas Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam memproduksi satu unit tambahan komoditas X, sedangkan sumbu horizontal pada ketiga panel menunjukan kuantitas komoditas X. 9 Px/Py Panel A: Pasar di negara A untuk komoditas X Px/Py Panel B: Hubungan perdagangan internasional dalam komoditas Panel C: Pasar di negara B untuk komoditas X Px/Py SB PB SA E* Sw Ekspor Impor PA Dw DB DA X QA1 QA QA2 X Qw X QB1 QB QB2 Sumber: Salvatore 1997 Gambar 3 Keseimbangan parsial perdagangan internasional Sebelum adanya perdagangan internasional, keseimbangan di negara A akan dicapai pada kondisi keseimbangan domestik, dimana jumlah komoditas ditunjukan pada titik QA dan harga berada pada titik PA. Untuk negara B keseimbangan tercapai pada kondisi jumlah barang berada pada titik QB dengan harga pada titik PB. Asumsi yang digunakan adalah harga domestik di negara A lebih murah daripada negara B untuk komoditas X. Pada negara A, harga lebih rendah dibandingkan dengan harga di negara B. Jika harga pada negara A meningkat, maka akan menyebabkan peningkatan penawaran lebih banyak dari jumlah barang yang diminta, sehingga terjadi kelebihan penawaran atau excess supply pada negara A. Kondisi yang terjadi pada negara B adalah ketika harga berlaku turun di bawah PB, maka akan menyebabkan peningkatan permintaan barang, sehingga terjadi kelebihan permintaan atau excess demand pada negara B. Ketika terjadi perdagangan internasional antar negara A dan negara B dengan mengasumsikan biaya transportasi adalah nol, kondisi permintaan dan penawaran yang terjadi akan berubah. Penawaran ekspor di pasar internasional ditunjukan oleh SW yang merupakan excess supply function dari negara A dan fungsi permintaan akan digambarkan oleh DW yang merupakan excess demand function dari negara B. Keseimbangan yang terjadi adalah saat harga berada pada titik PW. Kondisi yang berlaku saat ini adalah negara A akan mengekspor (Q A1QA2) dengan jumlah yang sama dengan negara B (QB2-QB1). Jumlah ekspor dan impor ditunjukkan oleh volume perdagangan sebesar QW pada pasar internasional. Teori Ekspor Ekspor merupakan suatu total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara dan kemudian diperdagangkan lagi kepada negara lain dengan tujuan untuk mendapatkan devisa. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barang-barang yang dihasilkan negara pengekspor. Ekspor dan impor yang terjadi dalam suatu 10 perdagangan antar negara dalam kurun waktu tertentu ditentukan oleh faktor yang berbeda-beda. Oleh karena itu, terkadang perkembangan ekspor bertentangan dengan perkembangan impor. Keadaan ini akan menimbulkan suatu kebijakan pemerintah. Pertumbuhan ekspor suatu komoditas dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah (Lipsey 1995): 1. Adanya daya saing dengan negara-negara lain di dunia. Oleh karena itu, suatu negara harus melakukan spesialisasi sehingga negara tersebut dapat mengekspor komoditas yang telah diproduksi untuk dipertukarkan dengan apa yang dihasilkan negara lain dengan biaya yang lebih rendah dan akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. 2. Adanya penetapan harga pasar dalam negeri dan harga pasar internasional. Jika harga pasar internasional lebih tinggi daripada harga pasar domestik, maka produsen akan lebih memilih untuk memasarkan komoditas yang diproduksi ke pasar internasional sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. 3. Adanya permintaan dari luar negeri. Semakin tinggi permintaan dari luar negeri akan komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara, maka semakin tinggi pula pertumbuhan ekspor di negara tersebut. 4. Nilai tukar mata uang. Apabila suatu negara mengalami apresiasi nilai tukar, maka akan menurunkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. Hal itu terjadi karena apresiasi nilai tukar menyebabkan harga-harga komoditas domestik menjadi tinggi di pasar internasional sehingga permintaan luar negeri untuk komoditas tersebut akan menurun. Permintaan Ekspor Terdapat tiga hal penting dalam konsep permintaan, yaitu: Pertama, jumlah barang yang diminta atau jumlah yang diinginkan pada harga barang tersebut, pada harga barang lain, pendapatan konsumen, selera, dan lain-lain adalah tetap. Kedua, apa yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif, artinya jumlah dimana orang bersedia membeli pada harga yang mereka harus bayarkan untuk komoditas tertentu. Ketiga, kuantitas yang diminta menunjukkan arus pembelian yang terus-menerus (Lipsey 1995). Dalam teori perdagangan internasional, faktor-faktor yang memengaruhi ekspor dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi permintaan (demand) dan sisi penawaran (supply) dan kelebihan permintaan negara lain. Teori menggunakan konsep dasar permintaan dan penawaran domestik untuk kasus dua negara dengan satu komoditas tertentu. Permintaan ekspor merupakan permintaan pasar internasional terhadap komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara. Teori permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor suatu negara. Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor suatu negara adalah harga di pasar internasional atau harga ekspor, harga kompetitor, pendapatan perkapita negara pengimpor, nilai tukar riil, dan lain-lain (Salvatore 1997). 11 GDP Per Kapita Riil Gross Domestic Product (GDP) menyatakan pendapatan total dan dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. GDP terdiri dari dua ukuran yaitu, GDP nominal dan GDP riil. Para ekonom menyebut nilai barang dan jasa yang diukur dengan harga berlaku sebagai GDP nominal. Namun, ukuran kemakmuran ekonomi yang lebih baik akan menghitung output barang dan jasa perekonomian dan tidak akan dipengaruhi oleh perubahan harga. Oleh karena itu para ahli menggunakan GDP riil, yang nilai barang dan jasanya diukur dengan menggunakan harga konstan (Mankiw 2006). Penelitian ini menggunakan GDP per kapita riil negara tujuan ekspor. GDP per kapita merupakan ukuran berapa banyak perolehan pendapatan pada setiap individu dalam perekonomian. GDP per kapita riil digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan daya beli negara tujuan ekspor terhadap produk yang diekspor, karena GDP per kapita riil memperhatikan adanya pengaruh dari harga. GDP per kapita riil suatu negara diperoleh dari GDP riil negara tersebut dibagi dengan jumlah populasinya (Mankiw 2006). Jika pendapatan per kapita suatu negara cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara tersebut merupakan pasar potensial bagi pemasaran suatu komoditas atau produk barang dan jasa tertentu. GDP per kapita riil diduga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perdagangan ekspor antar negara. Ketika GDP per kapita riil negara tujuan ekspor meningkat, maka akan meningkatkan permintaan komoditas sotong dan cumicumi dari Indonesia. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya. Karlinda (2012) meneliti faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia, hasil penelitian menunjukan bahwa GDP per kapita riil negara tujuan ekspor signifikan memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia. Nilai Tukar Riil Nilai tukar antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk dua negara untuk saling melakukan perdagangan. Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar riil rupiah Indonesia terhadap nilai tukar yuan Cina yang merupakan nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif, yaitu harga luar negeri yang dibandingkan dengan harga dalam negeri. Secara sistematis, hubungan antara kurs nominal dan kurs riil dapat dituliskan dalam bentuk persamaan berikut: Nilai tukar riil diduga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi permintaan ekspor. Dalam penelitian ini, jika terjadi peningkatan jumlah rupiah terhadap jumlah yuan, yang artinya rupiah Indonesia mengalami depresiasi akan membuat harga produk Indonesia menjadi relatif lebih murah, sehingga ketika rupiah mengalami depresiasi maka akan meningkatkan permintaan ekspor di negara tujuan. Dengan kata lain, nilai tukar riil berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor. Teori tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Abimanyu (2014), bahwa nilai tukar rupiah terhadap negara tujuan ekspor dapat memengaruhi kinerja perdagangan furniture kayu Indonesia di pasar Uni 12 Eropa. Ketika nilai tukar rupiah mengalami depresiasi maka akan meningkatkan ekspor negara Indonesia. Harga Ekspor Indonesia Harga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi ekspor. Harga dan jumlah barang yang diminta memiliki hubungan yang negatif. Artinya, semakin tinggi harga suatu komoditas maka jumlah barang yang diminta terhadap komoditas tersebut akan semakin berkurang, dengan asumsi ceteris paribus. Teori ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sitinjak (2012) bahwa harga ekspor rumput laut Indonesia memengaruhi permintaan ekspor kepiting Indonesia di Cina, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat. Harga Ekspor Pesaing Dalam perdagangan internasional, pasti akan ditemukan persaingan antar negara dalam melakukan ekspor ke negara tujuan, sebab suatu negara tidak akan hanya mengimpor komoditas dari satu negara pengekspor saja. Persaingan dapat dilihat dari tingkat harga ekspor antar negara pengekspor. Jika harga ekspor negara kompetitor atau negara pesaing meningkat maka negara importir akan menurunkan impornya pada negara terebut dan beralih dengan meningkatkan ekspor komoditas di negara lainnya dengan harga yang lebih rendah. Sehingga, dalam penelitian ini harga ekspor sotong dan cumi-cumi Amerika Serikat sebagai negara pesaing memiliki pengaruh terhadap permintaan ekspor sotong dan cumicumi Indonesia di Cina. Harga ekspor Amerika Serikat berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Ketika harga ekspor sotong dan cumi-cumi Amerika Serikat meningkat, maka Cina selaku negara pengimpor akan mengurangi permintaan dari Amerika Serikat dan akan beralih untuk meningkatkan impor dari Indonesia. Teori tersebut sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Meistika (2011) bahwa harga ekspor kepiting Kanada sebagai negara pesaing Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan. Dummy Krisis Ekonomi Pertengahan Agustus tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi. Krisis tersebut memengaruhi mata uang Indonesia. Dummy krisis ekonomi menjelaskan pengaruh peristiwa perekonomian sebelum dan sesudah krisis ekonomi terhadap ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Krisis yang terjadi di Indonesia membuat nilai tukar Indonesia mengalami depresiasi, sehingga hargaharga domestik relatif lebih murah di pasar internasional, maka akan meningkatkan permintaan ekspor di negara tujuan. Sehingga, setelah terjadinya krisis maka permintaan sotong dan cumi-cumi Indonesia di negara tujuan akan meningkat. Seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian mengenai faktor yang memengaruhi permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi, disimpulkan sesuai teori ekonomi dan memiliki kesimpulan yang sama seperti hasil penelitian terdahulu yang memakai variabel ini pada komoditas lain, terutama pada komoditas perikanan. 13 Model Regresi Linear Berganda Model regresi linear berganda merupakan pengembangan dari model regresi linier sederhana. Regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh dua atau lebih variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak bebasnya. Dalam hal ini, model regresi linear berganda merupakan model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia, dimana GDP per kapita riil, nilai tukar riil, harga ekspor, harga ekspor pesaing, dan dummy krisis ekonomi merupakan variabel bebas yang diduga memengaruhi volume ekspor sebagai variabel tak bebasnya. Hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat dirumuskan dalam persamaan berikut: Yi = α0 + α1X1i + α2X2i + … + αpXpi + εi Dimana: Yi α0 αi sampai αp ε i = peubah tidak bebas = intersep = koefisien kemiringan parsial = error = observasi (n= 1, 2 ,3,…, n) Penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda dan metode kuadrat terkecil atau yang biasa disebut Ordinary Least Square (OLS) untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor sotog dan cumi-cumi Indonesia ke Cina. Kelemahan model ini adalah seluruh asumsi-asumsi yang terkait didalamnya harus dapat dipenuhi oleh suatu model. Apabila salah satu asumsi tidak dapat dipenuhi oleh suatu model, maka akan timbul masalah yaitu masalah normalitas, heterokedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengujian terhadap model tersebut. Apabila asumsiasumsi yang telah disebutkan di atas dapat dipenuhi, maka penduga OLS akan dapat menghasilkan koefisien regresi yang memenuhi sifat BLUE atau Best, Linear, Unbiased, Estimator (Gujarati 2006), yaitu: a. Best Efisien yang berarti ragam atau variannya minimum dan konsisten. Artinya, meskipun menambah jumlah sample maka nilai estimasi yang diperoleh tidak akan berbeda jauh diparameternya. b. Linear Koefisien regresinya linear. c. Unbiased Nilai estimasi dari sample akan mendekati populasi, ini mengindikasikan bahwa suatu model tidak bias. d. Estimator Penduga parameter. 14 Kerangka Pemikiran Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke negara Cina dan implikasi kebijakan yang dapat meningkatkan ekspor. Dasar pemikiran dari penelitian ini adalah perkembangan ekspor subsektor perikanan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya dan didukung dengan tersedianya produksi perikanan yang melimpah. Subsektor perikanan memiliki peran yang cukup penting terhadap perekonomian Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa peningkatan perekonomian subsektor perikanan lebih besar daripada pertumbuhan perekonomian nasional pada tahun 2014. Hal tersebut membuat subsektor perikanan menjadi salah satu basis kekuatan perekonomian Indonesia. Salah satu komoditas yang mengalami peningkatan ekspor yang cukup signifikan adalah komoditas sotong dan cumi-cumi, hal tersebut dikarenakan produksi sotong dan cumi-cumi di perairan laut Indonesia juga mengalami peningkatan. Komoditas sotong dan cumi-cumi termasuk ke dalam sepuluh komoditas ekspor utama subsektor perikanan. Sotong dan cumi-cumi merupakan komoditas perikanan yang memiliki peran dalam menyumbang pendapatan negara melalui volume ekspor yang meningkat dan nilai ekspor yang cukup besar. Hal tersebut mendukung Indonesia untuk memiliki hasil perairan potensial guna diperdagangkan di pasar internasional. Permintaan negara importir untuk komoditas ini juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Negara utama yang menjadi importir utama sotong dan cumi-cumi adalah Cina. Setiap tahunnya volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Peningkatan volume ekspor sotong dan cumi-cumi yang tinggi terjadi pada tahun 2010-2013. Hal tersebut mengindikasikan bahwa permintaan negara Cina terhadap komoditas sotong dan cumi-cumi ini cukup besar. Selain itu, Indonesia juga memiliki peluang untuk terus meningkatkan ekspornya agar mampu memenuhi permintaan negara importir. Tersedianya komoditas sotong dan cumi-cumi yang melimpah di perairan Indonesia seharusnya mampu dimanfaatkan sehingga jumlah yang diekspor dapat ditingkatkan lagi. Namun, dari total produksi rata-rata tahun 2008-2012, hanya sebesar 6.54% yang mampu diekspor Indonesia. Selain itu, dari total impor sotong dan cumi-cumi Cina hanya sebesar 10.11% komoditas sotong dan cumi-cumi yang diimpor dari Indonesia. Permasalahan lain yang dihadapi Indonesia adalah adanya negara pesaing ekspor sotong dan cumi-cumi di pasar internasional yaitu Amerika Serikat dan Korea Selatan. Volume ekspor sotong dan cumi-cumi masih kalah dibandingkan dengan negara lainnya. Negara pesaing terberat Indonesia adalah Amerika Serikat yang volume ekspornya tiga kali lebih banyak dari volume ekspor Indonesia. Berdasarkan permasalahan terkait ekspor sotong dan cumi-cumi, maka diperlukan analisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia terlebih dahulu agar dapat merumuskan langkah-langkah kebijakan yang dapat memperbaiki kondisi pasar dan mendukung peningkatan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia, sehingga ekspor dapat terus ditingkatkan. Skema kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dijelaskan pada Gambar 4 di bawah: 15 Perkembangan ekspor sub sektor Perikanan dan Kelautan Perkembangan produksi sotong dan cumi-cumi Indonesia Perkembangan ekspor komoditas sotong dan cumicumi Indonesia Permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia Ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia Amerika Serikat negara pesaing ekspor sotong dan cumi-cumi ke Cina GDP per kapita riil Nilai tukar riil Cina sebagai negara tujuan utama ekspor Harga ekspor Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor Harga ekspor pesaing Dummy krisis ekonomi Rekomendasi kebijakan Ket: = Variabel bebas yang digunakan Gambar 4 Kerangka pemikiran Hipotesis Berdasarkan teori yang ada serta penelitian yang mendukung, dapat dirumuskan hipotesis terhadap faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia, yaitu: 1. GDP per kapita riil negara tujuan ekspor memengaruhi positif permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Artinya, jika GDP per kapita riil negara tujuan ekspor meningkat maka akan meningkatkan permintaan sotong dan cumi-cumi. 16 2. Nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan ekspor (Rupiah/Yuan) berpengaruh positif terhadap permintaan sotong dan cumi-cumi Indonesia. Artinya, jika terjadi peningkatan jumlah rupiah terhadap jumlah yuan (depresiasi) akan membuat harga produk sotong dan cumi-cumi Indonesia menjadi relatif lebih murah, sehingga ketika nilai rupiah meningkat terhadap yuan (depresiasi) maka akan meningkatkan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina. 3. Harga ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke negara tujuan berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor, sehingga jika harga ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia meningkat maka permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia akan mengalami penurunan. 4. Harga ekspor sotong dan cumi-cumi Amerika Serikat ke Cina sebagai negara pesaing memiliki pengaruh positif terhadap permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Artinya, jika harga ekspor Amerika meningkat, maka negara importir akan mengurangi impor dari Amerika dan memilih untuk meningkatkan impor dari negara lain yaitu Indonesia. 5. Dummy krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 memiliki pengaruh terhadap ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina dibandingkan pada saat sebelum terjadi krisis. Setelah terjadinya krisis pada tahun 1997, ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina berpengaruh positif. Artinya, pasca terjadinya krisis ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina akan meningkat. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, buku statistika dan sumber literatur lainnya. Data yang digunakan merupakan data time series pada tahunan periode 1994 sampai 2013 dengan negara tujuan ekspor adalah negara Cina. Komoditas yang diteliti dalam penelitian ini adalah sotong dan cumi-cumi dengan menggunakan HS gabungan yaitu, HS 030749 dengan produk Cuttle fish and squid:- Exclude live, fresh or chilled dan HS 030741 dengan produk Cuttle fish and squid:- Live, fresh or chilled. Tabel 6 Data dan sumber data Jenis Data Sumber Volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina tahun 1994-2013 UN Comtrade GDP per kapita riil Cina tahun 1994-2013 Worldbank Nilai tukar riil rupiah terhadap yuan tahun 1994-2013 UNCTAD Harga ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina tahun 1994-2013 UN Comtrade Harga ekspor sotong dan cumi-cumi Amerika Serikat ke Cina tahun 1994-2013 UN Comtrade 17 Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode analisis kuantitatif yang digunakan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Data yang diperoleh dari berbagai sumber diolah menggunakan software Minitab 16 dan Microsoft Excel. Metode analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan gambaran ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia serta mengintrepretasikan hasil dari pengolahan data yang dilakukan pada penelitian. Perumusan Model Dalam penelitian ini hanya menggunakan satu persamaan umum. Model ini digunakan untuk melihat hubungan permintaan ekspor dengan variabel penyusunnya. Variabel endogen dalam penelitian ini adalah volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia yang mampu menggambarkan permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi. Sementara itu, variabel eksogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah GDP per kapita riil, nilai tukar riil, harga ekspor, harga ekspor pesaing, dan dummy krisis ekonomi. Model dalam penelitian ini ditransformasi ke dalam bentuk ln agar dapat mengurangi masalah heteroskedastisitas, hal ini disebabkan karena transformasi yang memapatkan skala untuk pengukuran variabel, mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi dua kali lipat (Gujarati, 2006). Sehingga, bentuk model dalam penelitian ini adalah: lnVOLt = α + β1 lnGDPKt + β2 lnRERt + β3 lnPEt + β4 lnPECt + β5 Dt + εt Dimana: lnVolt lnGDPKt lnRERt lnPEt lnPECt Dt εi α β t = Volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia tahun ke-t (ton) = GDP per kapita riil Cina tahun ke-t (US$) = Nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan tahun ke-t (Rupiah/Yuan) = Harga ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke negara tujuan tahun ke-t (US$/ton) = Harga ekspor sotong dan cumi-cumi negara Amerika Serikat ke negara tujuan tahun ke-t (US$/ton) = Dummy krisis ekonomi tahun 1997 Dengan 0 : sebelum krisis ekonomi (1994-1996) 1 : setelah krisis ekonomi (1997-2013) = Random error = Konstanta = Parameter yang diduga (n= 1, 2, 3, 4, 5) = Periode waktu (1994-2013) 18 Pengujian Parameter Uji-F Uji-F digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan. Hipotesisnya yaitu: H0 : β1 = β2 = ... = βt = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependennya). H1 : minimal ada satu βt ≠ 0 (paling tidak ada satu variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya). Jika Probability F-stastistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Sebaliknya, jika Probability F-statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan disimpulkan bahwa tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Uji-t Uji-t digunakan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel yang terdapat di dalam model. Hipotesisnya yaitu: H0 : β1 = 0, dengan t = 1 2 ... n H1 : β1 ≠ 0 Jika t-stat > t-tabel, maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Sedangkan jika t-stat < t-tabel, maka terima H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Model yang diduga akan semakin baik apabila semakin banyak variabel bebas yang signifikan atau berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Uji R2 ataupun adj-R2 Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana besar keseragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Nilai R2 atau R2 adjusted berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin mendekati satu semakin baik. Pengujian Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, hipotesis yang digunakan yaitu: H0: α = 0, error term terdistribusi normal H1: α ≠ 0, error term tidak terdistribusi normal Jika probabilitas (p-value) Kolmogorov-Smirnov > taraf nyata (α) maka persamaan tersebut tidak mempunyai masalah normalitas atau error term terdistribusi normal, begitu pula sebaliknya. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas terjadi apabila terdapat hubungan linier antar peubah bebas atau variabel independen. Multikolinearitas dapat menyebabkan adanya 19 pelanggaran terhadap asumsi OLS. Adanya permasalahan multikolinearitas dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: R2 tinggi, tapi sedikit rasio t yang signifikan, korelasi berpasangan yang tinggi di antara variabel-variabel penjelas, pengujian korelasi parsial, dan regresi subside atau tambahan. Multikolinearitas dapat diuji keberadaannya dengan melihat correlation matrix. Multikolinearitas dideteksi dengan melihat koefisien korelasi antar variabel bebas. Jika korelasinya kurang dari 0.8 (rule of thumbs 0.8), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah multikolinearitas. Cara lain yang biasa digunakan adalah dengan faktor inflasi ragam (Variance Inflation Factor) atau VIF, yaitu pengukuran multikolinearitas untuk peubah bebas ke-i. Apabila nilai VIF < 10, maka terbebas dari multikolinearitas. Masalah ini dapat diatasi dengan menghilangkan variabel dari model, mentransformasikan data, menambah variabel, dan mengkaji ulang modelnya (Gujarati 2006). Uji Heterokedastisitas Heteroskedastisitas terjadi apabila semua residual atau error mempunyai varian yang tidak konstan atau berubah-ubah. Menurut Gujarati (2006), jika pada model terjadi masalah heteroskedastisitas maka model akan menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Jika regresi tetap dilakukan, hasil regresi yang diperoleh menjadi “misleading”. Untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas digunakan uji white dengan melihat pada nilai R2-nya. Jika nilai probabilitas R2 melebihi nilai kritis dengan α yang dipilih, maka hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada heteroskedastisitas, begitu pula sebaliknya. Uji Autokorelasi Model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh akan underestimated, sehingga R2 akan besar serta uji t dan uji F akan menjadi tidak valid. Autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin Watson (DW) statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Tabel 7 menunjukkan kerangka identifikasi dalam menentukan ada atau tidaknya autokorelasi. Nilai DW 4-dL<DW<4 4-dL<DW<4-dL 2<DW<4-du du<DW<2 dl<DW<du 0<DW<dL Sumber: Gujarati 2006 Tabel 7 Kerangka identifikasi autokorelasi Hasil Tolak H0 korelasi serial negatif Hasil tidak dapat ditentukan Terima H0 tidak ada korelasi serial Terima H0 tidak ada korelasi serial Hasil tidak dapat ditentukan Tolak H0 korelasi serial positif 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia Ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia selama periode 1994 sampai 2013 memiliki tren yang berfluktuatif. Pada awal periode tahun 1994 hingga 2002 laju pertumbuhan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia masih rendah. Setelah tahun 2003, perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi menunjukan pergerakan yang positif jika dilihat dari nilai dan volume ekspor yang terus meningkat. Selama periode 2004 hingga 2013, nilai dan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia mencapai angka tertinggi pada tahun 2013, yaitu sebesar 67 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar US$98.8 juta. Pada tahun 2008 volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia mengalami penurunan sebesar 4 298 ton dari tahun 2007 meskipun nilai ekspornya meningkat pada tahun yang sama. Peningkatan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi terbesar terjadi pada tahun 2011, meningkat sebesar US$29 juta dari tahun sebelumnya. Meskipun nilai dan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia berfluktuatif, pada enam tahun terakhir (2008-2013) ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia mengalami perkembangan yang sangat baik. Nilai dan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia mengalami tren yang meningkat dan signifikan. Sumber: UN Comtrade 2013 Gambar 5 Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia Komoditas sotong dan cumi-cumi diekspor untuk memenuhi permintaan pasar di beberapa negara. Negara-negara tujuan ekspor sotong dan cumi-cumi dengan permintaan terbanyak berada pada negara-negara di kawasan Asia. Negara-negara di benua Eropa berada pada posisi kedua sebagai negara tujuan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Tabel 8 menunjukan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia menurut benua. 21 Tabel 8 Volume dan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi menurut benua tahun 2012 Benua Volume (kg) Nilai (US$) Asia 51 977 770 65 957 567 Afrika 89 588 283 415 Australia 614 048 3 199 316 Amerika 398 237 3 165 757 Eropa 5 065 860 21 212 797 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012 Berdasarkan Tabel 8, pada tahun 2012 Indonesia mampu mengekspor sotong dan cumi-cumi sebesar 51 ribu ton dengan nilai US$65 juta ke negaranegara yang berada pada kawasan Asia. Kawasan Eropa juga menjadi tujuan ekspor sotong dan cumi-cumi kedua terbesar, total ekspor ke kawasan Eropa sebesar 5 065 ton dengan nilai ekspor US$21 juta pada tahun 2012, meskipun volume yang di ekspor ke negara Eropa sepuluh kali lebih rendah daripada volume ekspor yang ditujukan ke negara-negara di kawasan Asia. Ekspor komoditas sotong dan cumi-cumi ini juga ditujukan ke kawasan Australia, Amerika, dan Afrika. Meskipun nilai dan volume ekspornya tidak sebesar nilai dan volume ekspor ke negara-negara yang berada pada kawasan benua Asia dan Eropa. Perkembangan Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia ke Cina Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina dijelaskan pada Gambar 6. Volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina mengalami tren yang berfluktuatif dan cenderung meningkat selama tahun 2004 hingga 2013. Sumber: UN Comtrade 2013 Gambar 6 Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina tahun 1994-2013 22 Laju pertumbuhan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina pada tahun 1994-2002 sangat rendah. Setelah itu, pada tahun 2003, ekspor sotong dan cumi-cumi ke Cina mengalami peningkatan dan menurun pada tahun 2008. Penurunan drastis volume ekspor dan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia terjadi pada tahun 2008 dan mengalami peningkatan pada tahun 2009. Pada tahun 2010, ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia kembali mengalami penurunan, namun tidak sedrastis yang terjadi pada tahun 2008. Setelahnya, pada tahun 2011 hingga tahun 2013 ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Hal itu dikarenakan telah berlakunya ASEANChina Free Trade Area (ACFTA) pada tahun 2010. ACFTA merupakan kesepakatan antara negara-negara ASEAN termasuk Indonesia dengan Cina untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghasilkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif. Adanya penghapusan hambatan tarif dan non-tarif dalam perdagangan barang membuat ekspor Indonesia ke Cina mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tiga tahun terakhir. Peningkatan ekspor paling besar terjadi pada tahun 2013 dengan nilai ekspor sebesar US$31.3 juta dan volume ekspor sebesar 29 ribu ton. Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia ke Cina Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia di Cina pada taraf nyata 5% adalah GDP per kapita riil Cina, harga ekspor Indonesia, harga ekspor Amerika Serikat, dan dummy krisis ekonomi, sementara nilai tukar riil Indonesia terhadap Cina tidak berpengaruh. Penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil regresi linear berganda dengan menggunakan metode OLS ditunjukan oleh Tabel 9. Tabel 9 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina tahun 1994-2013 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -19.787 5.565 -3.56 0.004* LnGDPK 2.3270 0.2982 7.80 0.000* 3.804 LnRER 0.4457 0.4940 0.90 0.385 2.475 LnPE -0.7805 0.2011 -3.88 0.002* 1.217 LnPEC 1.5543 0.6203 2.51 0.028* 2.768 D 1.2919 0.4410 2.93 0.013* 3.252 S = 0.326043 R-sq = 97.7% R-sq(adj) = 96.8% PRESS = 4.01899 R-sq(pred) = 92.90% *) Signifikan pada taraf nyata 5% Selanjutnya, dilakukan pengujian parameter dan pengujian asumsi klasik pada hasil model regresi. Pengujian parameter dilakukan melalui Uji F, Uji-t, dan Uji R2. Berdasarkan hasil pada Tabel 9, dapat diketahui nilai koefisien determinasi berganda atau R2 sebesar 97.7%, yang berarti bahwa sekitar 97.7% keragaman 23 faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya, sedangkan sisanya sebesar 2.3% dijelaskan oleh faktor-faktor diluar model. Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina. Berdasarkan hasil Uji F yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa, probabilitas F-statistik sebesar 0.000 kurang dari taraf nyata 5% (0.000 < 0.05) maka tolak H0 (Lampiran 1). Artinya, minimal ada satu faktor variabel independen yang memengaruhi variabel dependennya, sehingga variabel-variabel independen dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya pada taraf nyata 5%. Selanjutnya dilakukan uji-t yang digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen masing-masing mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen atau tidak. Berdasarkan hasil uji-t yang dilakukan dengan cara melihat p-value masing-masing variabel independen yang lebih kecil dari taraf nyata 5%. Hasil menunjukan bahwa variabel GDP riil per kapita negara Cina, harga ekspor Indonesia, harga ekspor negara pesaing, dan dummy kisis ekonomi berpengaruh nyata terhadap ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia, sedangkan variabel nilai tukar riil Indonesia terhadap Cina tidak signifikan berpengaruh pada taraf nyata 5% karena p-value lebih besar dari taraf nyata (0.385 > 0.005). Langkah selanjutnya, pada hasil estimasi dilakukan pengujian asumsi klasik untuk menghindari ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik yang terjadi pada model. Uji asumsi klasik ini meliputi uji normalitas, uji mulikolinearitas, uji heterokedastisitas, dan uji autokorelasi. Uji pertama yang dilakukan yaitu uji normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah residual dalam model menyebar normal atau tidak. Untuk menguji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji KolmogorovSmirnov dengan melihat nilai probabilitasnya. Hipotesis uji normalitas dengan menggunakan uji Komogorov-Smirnov sebagai berikut: H0: α = 0, error term terdistribusi normal H1: α ≠ 0, error term tidak terdistribusi normal Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukan nilai probabilitas KolmogorovSmirnov (0.150) > taraf nyata 5% (0.05), maka tidak tolak H0 (Lampiran 2). Artinya, bahwa asumsi error term atau residual menyebar normal dapat terpenuhi, sehingga model regresi pada penelitian dapat digunakan. Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan linear antar variabel indepenennya di dalam model. Ada atau tidaknya masalah multikolinearitas dapat dilihat pada nilai faktor inflasi ragam (Variance Inflation Factor) atau VIF. Jika nilai VIF > 10 menunjukan bahwa adanya masalah multikolinearitas pada suatu model. Hasil uji multikolinearitas menunjukan bahwa nilai VIF dari masing-masing variabel independennya bernilai < 10, artinya bahwa pada model tidak terdapat masalah multikolinearitas (Lampiran 3). Masalah heterokedastisitas pada model menyebabkan model akan menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Salah satu cara untuk melihat ada atau tidaknya masalah heterokedastisitas ini adalah dengan menggunakan uji White. Hipotesis dari uji White adalah sebagai berikut: 24 H0: Homokedastisitas H1: Heterokedastisitas Hasil uji White menunjukan nilai probabilitas uji White lebih dari taraf nyata (0.204 > 0.05), maka tidak tolak H0 (Lampiran 4). Hal ini menunjukan bahwa model tidak mengalami masalah heterokedastisitas. Uji selanjutnya yaitu uji autokorelasi yang dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi antar error pada periode waktu yang berbeda. Adanya masalah autokorelasi dalam model akan menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya masalah autokorelasi pada model dengan uji Durbin Watson (DW). Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, nilai perhitungan Durbin Watson sebesar 1.44851. Pada tingkat signifikansi 5%, jumlah observasi sebanyak 20, dan jumlah variabel bebas sebanyak 5, maka dapat diperoleh nilai DW-tabel untuk nilai du = 1.9908 dan dL = 0.7918. Tabel 10 menunjukan posisi nilai dari DW-stat berada pada wilayah dL dan du atau berkisar antara 0.7918 dan 1.9908. Hal ini menunjukan bahwa hasil pengujian ada atau tidaknya autokorelasi tidak dapat diputuskan. Namun, karena nilai DW-stat masih jauh dari nilai dL maka dapat diasumsikan pada model tidak terdapat autokorelasi positif. Tabel 10 Hasil pengujian autokorelasi dengan uji Durbin Watson Autokorelasi positif 0 Tidak dapat diputuskan dL Tidak ada korelasi du Tidak dapat diputuskan 4-du Autokorelasi negatif 4-dL Berdasarkan pengujian parameter, pengujian asumsi klasik, dan estimasi terhadap model maka dapat disimpulkan bahwa model dapat digunakan untuk menggambarkan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina. Model penduga untuk permintaan ekspor sotong dan cumicumi Indonesia adalah: LnVOL = -19.8 + 2.33 LnGDPK – 0.781 LnPE + 1.55 LnPEC + 1.29 D Dari hasil estimasi diperoleh koefisien GDP per kapita riil Cina sebesar 2.33 menunjukan bahwa ketika terjadi peningkatan pendapatan masyarakat Cina sebesar 1% maka akan meningkatkan ekpor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke negara tersebut sebesar 2.33%, ceteris paribus. Hasil estimasi tersebut telah sesuai dengan hipotesis penelitian sebelumnya dimana GDP per kapita riil Cina memiliki hubungan yang positif dengan volume ekspor ke negara tersebut. Pada variabel nilai tukar riil rupiah/Yuan didapat nilai probababilitas sebesar 0.385 > 0.05 yang menunjukan bahwa nilai tukar riil tidak berpengaruh terhadap permintaan ekspor. Hal ini disebabkan variabel nilai tukar riil (Rupiah/Yuan) memiliki nilai elastisitas kurang dari satu sehingga bersifat inelastis. Dari nilai elastisitas yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia kurang responsif terhadap adanya perubahan (apresiasi atau depresiasi) nilai tukar (Rupiah/Yuan). Sehingga dapat disimpulkan bahwa naik atau turunnya nilai tukar tidak berpengaruh terhadap jumlah permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Iswanto (2013) menyatakan bahwa suatu negara 4 25 tidak akan mengaitkan nilai tukarnya ke mata uang negara lain hanya untuk mempertahankan daya saingnya dan volume perdagangan dunia lebih berkaitan erat dengan kinerja ekspor dibandingkan dengan perkembangan nilai tukar. Menurut teori permintaan ekspor, harga ekspor dan permintaan ekspor memiliki hubungan yang negatif. Jika harga ekspor meningkat maka akan menyebabkan penurunan jumlah barang yang diminta. Hasil regresi menunjukan koefisien yang negatif sebesar 0.781. Artinya, jika harga ekspor sotong dan cumicumi meningkat sebesar 1% maka akan menurunkan volume ekspor sebesar 0.781%, ceteris paribus. Hasil tersebut telah sesuai dengan hipotesis awal dimana harga ekspor memiliki hubungan yang negatif terhadap volume ekspor. Indonesia merupakan negara pengekspor ketiga sotong dan cumi-cumi ke Cina. Negara pesaing Indonesia dalam mengekspor sotong dan cumi-cumi ke Cina adalah Amerika Serikat dan Korea Selatan sebagai pengekspor pertama dan kedua. Amerika menjadi kompetitor utama Indonesia dalam mengekspor sotong dan cumi-cumi ke Cina karena volume ekspornya tiga kali lebih besar dari Indonesia, sehingga penelitian ini menggunakan harga ekspor sotong dan cumicumi Amerika Serikat sebagai harga ekspor pesaing. Hasil estimasi menunjukan bahwa harga ekspor negara pesaing dalam hal ini Amerika Serikat memiliki hubungan positif terhadap permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina. Nilai estimasi sebesar 1.55 menunjukan bahwa ketika terjadi peningkatan harga ekspor negara pesaing sebesar 1% maka akan meningkatkan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina sebesar 1.55%, hal ini dikarenakan importir lebih memilih untuk mengimpor sotong dan cumi-cumi tersebut dari Indonesia dikarenakan harga sotong dan cumi-cumi Amerika Serikat mahal. Hasil estimasi tersebut sesuai dengan hipotesis awal dan sesuai dengan teori ekonomi yang menyatakan bahwa harga komoditas negara kompetitor akan meningkatkan permintaan komoditas negara lainnya. Dummy sebelum dan sesudah krisis ekonomi secara signifikan memengaruhi ekspor Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa koefisien dari variabel dummy krisis sebesar 1.2919. Artinya, perbedaan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia sebelum dan sesudah krisis ekonomi sebesar 1.2919. Ketika terjadi krisis ekonomi maka nilai tukar Indonesia mengalami depresiasi sehingga harga domestik relatif lebih murah di pasar internasional dan pada akhirnya mendorong peningkatan ekspor. Implikasi Kebijakan untuk Meningkatkan Ekspor Berdasarkan hasil penelitian terkait analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina, maka dapat dirumuskan suatu kebijakan yang diharapkan dapat mendukung peningkatan ekspor komoditas sotong dan cumi-cumi dan berbagai persoalan terkait ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi regresi, dari faktorfaktor yang memengaruhi permintaan ekspor terdapat variabel yang tidak dapat dipengaruhi langsung oleh pemerintah untuk mengubah volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia, variabel tersebut antara lain GDP per kapita riil negara importir, nilai tukar riil Indonesia terhadap Cina, dan harga ekspor pesaing yaitu Amerika Serikat. Hal tersebut dikarenakan pendapatan masyarakat Cina tidak 26 mungkin dapat dipengaruhi oleh pemerintah Indonesia dan hasil estimasi yang menunjukan bahwa nilai tukar tidak berpengaruh terhadap permintaan ekspor sehingga pemerintah tidak perlu membuat kebijakan yang memengaruhi nilai tukar. Pemerintah dapat merumuskan suatu kebijakan melalui variabel harga ekspor Indonesia, meskipun harga ekspor tidak dapat dipengaruhi secara langsung oleh pemerintah. Agar Indonesia dapat terus meningkatkan volume ekspor sotong dan cumi-cumi, Indonesia perlu meningkatkan dan memperbaiki kualitas sotong dan cumi-cumi yang diproduksi dalam negeri. Peningkatan dan perbaikan kualitas harus dilakukan agar Indonesia dapat bersaing dengan negara eksportir ke Cina lainnya seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan. Salah satu masalah yang dihadapi oleh nelayan dan pengusaha dalam bidang perikanan yaitu sebagian besar hasil laut merupakan barang yang mudah membusuk dan hanya bisa ditangkap pada musim tertentu. Apabila hasil tangkapan melimpah, harganya justru murah dan pendapatan yang diperoleh tidak sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Sementara itu, dari jumlah hasil tangkapan laut, sekitar 60% berupa hasil tangkapan yang mutunya masih rendah sehingga harganya sangat murah (Darmanto 2001). Di sisi lain, negara importir mematok kualitas tertentu untuk hasil perikanan termasuk komoditas sotong dan cumi-cumi yang diimpor dari negara lain. Sehingga perbaikan kualitas hasil tangkapan sotong dan cumicumi yang merupakan komoditas ekspor mutlak dilakukan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) perlu meningkatkan mutu dan keamanan produk perikanan sehingga dapat memacu ekspor perikanan khususnya komoditas sotong dan cumicumi. Perbaikan kualitas mutu produk perikanan harus sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. PER. 01/MEN/2007 bahwa keamanan pangan harus dijamin sepanjang rantai produksi dari proses penangkapan, pengolahan hingga distribusi. Dalam bidang penangkapan perlu adanya armada penangkapan yang memadai baik dari segi jumlah, jenis, maupun tipe alat tangkap yang selama ini digunakan. Hal tersebut diharapkan mampu mempermudah pengusaha dan nelayan yang menangkap sotong dan cumi-cumi di perairan Indonesia. Perbaikan penggunaan alat tangkap khususnya bagi para nelayan yang selama ini masih menangkap menggunakan alat tangkap tradisional perlu dilakukan agar produktivitas nelayan dapat ditingkatkan. Dalam bidang pengolahan hasil perikanan perlu dicari alternatif diversifikasi produk perikanan. Selama ini, produk perikanan yang dihasilkan terganjal nilai tambah karena minimnya unit pengolahan ikan. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebaran unit pengolahan masih terpusat di Indonesia bagian barat, sedangkan sumberdaya lebih banyak berasal dari wilayah timur. Hal tersebut mengakibatkan biaya produksi menjadi lebih tinggi. Untuk itu, investasi baru pabrik pengolahan yang selama ini ditanamkan di wilayah barat seharusnya bisa diarahkan ke wilayah Indonesia timur yang berdekatan dengan sumber bahan baku sehingga biaya produksi lebih efisien. Apabila sotong dan cumi-cumi Indonesia mampu memenuhi standar kualitas yang ada dan dihasilkan dengan biaya produksi yang rendah maka sotong dan cumi-cumi Indonesia dapat bersaing dari sisi harga dengan negara pengekspor lainnya dengan kualitas yang baik. Pemerintah juga perlu menjaga volume produksi sotong dan cumi-cumi di perairan Indonesia. Jika hasil tangkapan dari laut menurun akibat manajemen penangkapan yang kurang baik sehingga dikhawatirkan menurunkan populasi 27 sotong dan cumi-cumi di perairan Indonesia, maka pemerintah dapat melakukan upaya perbaikan habitat cumi-cumi. Secara alamiah, sotong dan cumi-cumi bertelur pada substrat di dasar laut dan benda-benda yang menggantung di air. Pola reproduksi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi dengan cara menyediakan tempattempat untuk bertelur sotong dan cumi-cumi, yaitu pemasangan atraktor cumicumi yang akan menjadi tempat cumi-cumi bertelur. Dengan demikian, atraktor ini akan menampung cumi-cumi lebih banyak dan cumi-cumi yang telah menetas akan tumbuh dewasa sehingga bisa ditangkap. Tugas bagi pemerintah dan instansi terkait yaitu memperkenalkan atraktor cumi-cumi ini kepada para nelayan sotong dan cumi-cumi di Indonesia melalui sosialisasi dan pelatihan pembuatan model kerangka atraktor secara kontinu dan intensif sehingga produksi sotong dan cumicumi dapat ditingkatkan. Produksi sotong dan cumi-cumi yang tinggi dengan biaya produksi rendah akan memberikan peluang bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan ekspornya ke negara tujuan. Upaya peningkatan produksi ini memang tidak langsung berpengaruh terhadap peningkatan ekspor dan perubahan permintaan ekspor sotong dan cumicumi Indonesia. Namun, dengan adanya kemampuan produksi domestik yang tinggi dapat menjaga kestabilan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Sehingga, kebutuhan konsumsi domestik dapat terpenuhi dan jika terdapat kelebihan produksi maka Indonesia dapat terus melakukan ekspor sotong dan cumi-cumi ke negara-negara tujuan dan memenuhi permintaan dari negara importir. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia selama periode tahun 1994 hingga 2013 menunjukan tren yang berfluktuatif. Cina merupakan pasar ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia yang baik, karena Cina merupakan negara tujuan utama ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina menunjukan tren yang positif dan cukup besar pada tahun 2011 sampai 2013. 2. Hasil estimasi model menggunakan OLS (Ordinary Least Square) menunjukan permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina dipengaruhi oleh GDP per kapita riil negara Cina, harga ekspor Indonesia, harga ekspor negara pesaing yaitu Amerika Serikat dan dummy krisis ekonomi, sedangkan nilai tukar riil Rupiah Indonesia terhadap Yuan Cina tidak berpengaruh. Saran 1. Pemerintah perlu mendorong ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia dengan memperbaiki dan meningkatkan kualitas sotong dan cumi-cumi. 28 Perbaikan mutu kualitas sotong dan cumi-cumi yang merupakan bahan pangan harus dijamin sepanjang rantai produksi mulai dari penangkapan, pengolahan hingga distribusi dengan cara memenuhi armada dan alat penangkapan yang memadai, diversifikasi produk perikanan, investasi baru pabrik pengolahan yang lebih diarahkan ke wilayah timur yang berdekatan dengan sumber bahan baku agar biaya produksi lebih efisien. 2. Indonesia perlu menjaga dan meningkatkan produksi dalam negeri dengan upaya perbaikan habitat cumi-cumi dengan cara menyediakan tempattempat untuk bertelur buatan untuk sotong dan cumi-cumi yang disebut atraktor cumi-cumi. Tugas bagi pemerintah dan istansi terkait adalah cara sosialisasi dan pelatihan pembuatan atraktor sotong dan cumi-cumi secara intensif dan kontinu sehingga volume produksi dalam negeri dapat terjaga memenuhi permintaan ekspor. 3. Pemerintah perlu mendorong ekspor tidak hanya ke Cina, namun juga ke negara-negara lainnya yang menjadi negara tujuan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Terutama di negara-negara yang berada pada kawasan Asia mengingat negara-negara tujuan ekspor terbesar berada di kawasan Asia. Selain itu, pengembangan negara tujuan ekspor juga perlu dilakukan di kawasan Eropa. DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, DP. 2014. Dampak Kebijakan Ecolabel Uni Eropa Terhadap Ekspor Furnitur Indonesia di Pasar Uni Eropa. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Darmanto YS. 2001. Upaya Peningkatan Komoditas Ekspor Industri Hasil Perikanan dengan Rekayasa Teknologi. [internet]. [diunduh 2015 Juni 05]. Tersedia pada: http://core.ac.uk/ Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Pr. Gujarati D. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Mulyadi JA, Andri Y, penerjemah; Barnadi D, Hardani W, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Essential of Econometrics. Ed ke-3. Iswanto D. 2013. Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Kayu Lapis Indonesia ke Jepang. [internet]. [diunduh 2015 Juni 05]. Tersedia pada: http://ojs.unund.ac.id/ Karlinda, Fitri. 2012. Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Analisis Data Pokok Kelautan dan Perikanan 2014 [internet]. [diunduh pada 2015 April 07]. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2013 [internet]. [diunduh pada 2015 April 07]. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id 29 [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2014 [internet]. [diunduh pada 2015 April 07]. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Buku 1 [internet]. [diunduh pada 2015 April 10]. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Ekspor Hasil Perikanan Menurut Komoditas, Provinsi, dan Pelabuhan Asal Ekspor [internet]. [diunduh pada 2015 April 07]. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id Kurnia AM, Purnomo D. 2009. Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Dollar amerika Serikat pada Periode Tahun 1997.I-2004.IV. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 10(2): 234-249. Li K, Song L, Zhao X (2008). Component Trade and China’ Global Economic Intergration. World Institute for Development Economics Resarch. 101(2) :125. doi : 978-92-9230-157-6. Lipsey R, Courant P, Purvis D, dan Steiner P. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Maulana A, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Microeconomics. Ed ke-10. Mankiw NG. 2006. Makroekonomi Edisi Keenam. Fitria L dan Imam N, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics. Ed ke6. Meistika, Rani. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurahmat D. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Penawaran Ekspor CPO Indonesia ke India (periode Analisis Tahun 1989-2010). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Oktaviani R, Novianti T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya di Indonesia. Bogor (ID): IPB Pr. Pradipta A, Firdaus M. 2014. Posisi Daya Saing dan Faktor-faktor Yang Memengaruhi Ekspor Buah-buahan Indonesia. Jurnal Manajemen dan Agribisnis [Internet]. [diunduh 2015 Maret 21]; 11: 129-143. Tersedia pada: http://download.portalgaruda.org/ Sari DN, Syechalad MN, Sofyan. 2013. Analisis Faktor-faktor Yang Memengaruhi Ekspor Kopi Arabika Aceh. Jurnal Ilmu Ekonomi [Internet]. [diunduh 2015 Maret 21]; 1: 11-21. Tersedia pada: http://prodipps.unsyiah.ac.id/ Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Munandar H, penerjemah; Sumiharti Y, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari international Economics. Ed ke-5. Sitinjak, AR. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Rumput Laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat Periode 2001-2010. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suprehatin. 2006. Analisis Daya Saing Ekspor Nenas Segar Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 11(3): 42-48. [UNCTAD]. 2015. United Nations Conference on Trade and Development. Data nilai tukar riil 2015. [internet]. [diunduh Mei 19]. Tersedia pada: http://www.unctad.org/ 30 [UNCOMTRADE]. United Nations Commodity Trade Statistics Database. Berbagai tahun terbitan. [diunduh 2015 April 19]. Tersedia pada: http://www.wits.worldbank.org/ WORLD BANK. 2015. World Bank Economic Database. . [internet]. [diunduh 2015 April 19]. Tersedia pada: http://www.worldbank.org/ 31 LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil uji F Source Regression Residual Error Total F 2 7 SS 55.334 1.276 56.609 MS 11.067 0.106 F 104.10 P 0.000 32 Lampiran 2 Hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov 33 Lampiran 3 Hasil uji multikolinearitas Predictor Constant lnGDPK lnRER lnPE lnPEC D Coef -19.787 2.3270 0.4457 -0.7805 1.5543 1.2919 SE Coef 5.565 0.2982 0.4940 0.2011 0.6203 0.4410 T -3.56 7.80 0.90 -3.88 2.51 2.93 P 0.004 0.000 0.385 0.002 0.028 0.013 VIF 3.804 2.475 1.217 2.768 3.252 34 Lampiran 4 Hasil uji heterokedastisitas Uji White The regression equation is lnVol = - 66.7 – 0.12 ln_gdpk + 2.97 ln_rer + 0.52 ln_pe + 5.96 ln_pec – 3.63 d Predictor Constant lngdpk lnrer lnpe lnec d Coef -66.72 -0.121 2.969 0.524 5.964 -3.625 SE Coef 27.94 1.497 2.480 1.010 3.114 2.214 T -2,39 -0,08 1,20 0,52 1,92 -1,64 P 0.034 0.934 0.254 0.613 0.080 0.127 Analysis of Variance Source Regression Residual error Total DF SS 5 23.061 12 31.143 17 55.204 MS 4.612 2.679 F 1.72 P 0.204 VIF 3.804 2.475 1.217 2.768 3.252 35 Lampiran 5 Hasil regresi data The regression equation is lnvol = - 19.8 + 2.33 ln_gdpk + 0.446 ln_rer - 0.781 ln_pe + 1.55 ln_pec + 1.29 d Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -19.787 5.565 -3,56 0.004* lnGDPK 2.3270 0.2982 7,80 0.000* 3.804 lnRER 0.4457 0.4940 0,90 0.385 2.475 lnPE -0.7805 0.2011 -3,88 0.002* 1.217 lnPEC 1.5543 0.6203 2,51 0.028* 2.768 D 1.2919 0.4410 2,93 0.013* 3.252 S = 0.326043 R-sq = 97.7% R-sq(adj)=96.8% Analysis of Variance Source Regression Residual error Total F 5 2 7 SS 55.334 1.276 56.609 MS 11.067 0.106 F 104.10 P 0.000 36 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Februari 1994. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Sobirin Roi dan E. Rukoyah. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2005 di SD Negeri Margajaya 1 Bogor. Setelah lulus, pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4 Bogor. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2011. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi. Pada tahun 2011, penulis lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) melalui jalur tes tertulis di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis diterima di IPB pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM). Selama menjalankan masa perkuliahan di IPB, penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan dan tergabung dalam Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada periode 2012/2013 sebagai staff divisi D’Bussiness Corporation and Troops (DISTRO) dan diberikan penghargaan sebagai staff terbaik tahun 2013. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan baik di tingkat departemen, fakultas, maupun kampus IPB. Selama perkuliahan, penulis mendapatkan kesempatan menerima beasiswa Supersemar pada semester 5 hingga semester 6 dan beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada semester 7.