fitria ellendika sandra

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN
EKSPOR SOTONG DAN CUMI-CUMI INDONESIA KE CINA DAN
IMPLIKASI KEBIJAKAN UNTUK MENINGKATKAN EKSPOR
FITRIA ELLENDIKA SANDRA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang
Memengaruhi Permintaan Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia ke Cina dan
Implikasi Kebijakan untuk Meningkatkan Ekspor adalah benar karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Fitria Ellendika Sandra
NIM H14110090
ABSTRAK
FITRIA ELLENDIKA SANDRA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan
Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia ke Cina dan Implikasi Kebijakan untuk
Meningkatkan Ekspor. Dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL.
Sotong dan cumi-cumi merupakan salah satu hasil perikanan laut Indonesia
dan juga merupakan komoditas ekspor perikanan. Cina merupakan negara tujuan
utama ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Komoditas sotong dan cumi-cumi
memiliki potensi yang besar untuk diekspor, namun ekspor komoditas ini belum
maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi di Cina dan implikasi
kebijakan yang mampu meningkatkan ekspor. Metode yang digunakan adalah
Ordinary Least Square (OLS) dengan periode data tahun 1994-2013. Hasil
penelitian menunjukan bahwa permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia
ke Cina dipengaruhi oleh GDP per kapita riil Cina, harga ekspor, harga ekspor
negara pesaing, dan dummy krisis ekonomi, sementara nilai tukar riil Indonesia
terhadap Cina tidak berpengaruh. Kebijakan yang dapat dilakukan untuk
mendorong ekspor yaitu, memperbaiki dan meningkatkan kualitas sepanjang
rantai produksi melalui pembaharuan peralatan tangkap, diverifikasi produk
perikanan, investasi pabrik pengolahan yang ditujukan ke dekat sumber bahan
baku dan menjaga volume produksi sotong dan cumi-cumi dalam negeri.
Kata kunci: cumi-cumi, ekspor, kebijakan, OLS (Ordinary Least Square), sotong
ABSTRACT
FITRIA ELLENDIKA SANDRA. The Factors Affecting Indonesian Cuttlefishes
and Squids Export Demand to China and The Policy Implication to Increase
Export. Supervised by MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL.
Cuttlefishes and squids is one of Indonesian marine fisheries and also an
export commodity fishery. China is the main export destination countries.
Cuttlefishes and squids have a great potential for export, but the export of those
commodities are not maximized. The objectives of this study is to analyse any
factors that affecting demand of cuttlefishs and squids export to China and the
policy implication that can increase export. This study used Ordinary Least Square
(OLS) method and took data period from 1994 to 2013. The result showed that
export demand for cuttlefish and squid Indonesia to China affected by China’s
real GDP per capita, export prices, export prices of competitor countries, and
economic crisis dummy. Real exchange rate of Indonesia to China is not affecting
export demand. Policies that can be done to encourage exports are improving and
enhancing production chain quality by modernise fisheries equipment, fisheries
product diversification, investment on processing manufacture aimed to nearly
source of input, and sustaining squid and cuttlefish domestic production volume.
Key words: cuttlefish, export, OLS (Ordinary Least Square), policy, squid
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERMINTAAN
EKSPOR SOTONG DAN CUMI-CUMI INDONESIA KE CINA DAN
IMPLIKASI KEBIJAKAN UNTUK MENINGKATKAN EKSPOR
FITRIA ELLENDIKA SANDRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Sotong dan
Cumi-cumi Indonesia ke Cina dan Implikasi Kebijakan untuk Meningkatkan
Ekspor.
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan adanya dukungan, bantuan,
dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
khususnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Manuntun Parulian Hutagaol, MS selaku
dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan ilmu bermanfaat
kepada penulis, serta Bapak Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji
utama dan Ibu Ranti Wiliasih, S.P, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan
atas saran dan masukannya kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Sobirin Roi dan ibunda E.
Rukoyah, serta adik tersayang Rizki Millandika Muharam yang selalu
memberikan kasih sayang, doa, dukungan, serta motivasi bagi penulis. Penulis
juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor tempat penulis
menempuh pendidikan S1 serta seluruh pihak yang telah membantu selama proses
pembuatan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Fitria Ellendika Sandra
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
7
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
8
Teori Perdagangan Internasional
8
Teori Ekspor
9
Permintaan Ekspor
10
Model Regresi Linear Berganda
13
Kerangka Pemikiran
14
Hipotesis
15
METODE PENELITIAN
16
Metode Analisis Data
17
Perumusan Model
17
Pengujian Parameter
18
Pengujian Asumsi Klasik
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
20
Perkembangan Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia
20
Perkembangan Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia ke Cina
21
Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia
ke Cina
22
Implikasi Kebijakan untuk Meningkatkan Ekspor
25
SIMPULAN DAN SARAN
27
Simpulan
27
Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
31
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL
1 Ekspor hasil perikanan menurut komoditi tahun 2013-2014
2 Distribusi ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia tahun 2013
3 Produksi dan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina 20082012
4 Negara eksportir sotong dan cumi-cumi ke Cina tahun 2013
5 Total impor sotong dan cumi-cumi negara Cina tahun 2008-2013
6 Data dan sumber data
7 Kerangka identifikasi autokorelasi
8 Volume dan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi menurut benua tahun
2012
9 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor
sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina tahun 1994-2013
10 Hasil pengujian autokorelasi dengan uji Durbin Watson
2
4
5
5
6
16
19
21
22
24
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
Neraca perdagangan komoditas perikanan 2008-2014
Perkembangan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi ke negara tujuan
tahun 2009-2013
Keseimbangan parsial perdagangan internasional
Kerangka pemikiran
Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia
Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina tahun
1994-2013
1
3
9
15
20
21
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Hasil uji F
Hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
Hasil uji multikolinearitas
Hasil uji heterokedastisitas
Hasil regresi data
31
32
33
34
35
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai yang panjang.
Hal ini membuat Indonesia kaya akan sumber daya biota laut dan menjadikan
subsektor perikanan sebagai basis kekuatan ekonomi. Total produksi perikanan
Indonesia pada tahun 2013 sebesar 11.06 juta ton (angka sementara 2013) dengan
total nilai sebesar 126 triliun (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2013).
Perekonomian sektor perikanan Indonesia tahun 2014 tumbuh 7.66%
dibandingkan tahun 2013, sedangkan pada triwulan IV-2014 tumbuh sebesar
8.91% dibandingkan triwulan III tahun 2014. Peningkatan perekonomian sektor
perikanan triwulan IV tahun 2014 lebih besar daripada pertumbuhan
perekonomian nasional triwulan IV tahun 2014 sebesar 5.01% dan peningkatan
perekonomian sektor perikanan secara total tahun 2014 lebih besar daripada
pertumbuhan perekonomian nasional yang tumbuh 5.02% (KKP 2014).
Melimpahnya sumber daya laut dan perikanan Indonesia menjadikan
Indonesia sebagai negara pengekspor hasil laut dan perikanan ke beberapa negara.
Pada tahun 2013, volume ekspor hasil perikanan sebesar 802 ribu ton dengan nilai
sebesar US$2.6 milyar. Total volume ekspor hasil perikanan Indonesia pada tahun
2013 tumbuh sebesar 3.51% dibandingkan pada tahun 2012 (KKP 2013).
Pada Gambar 1 terlihat neraca perdagangan komoditas perikanan pada tahun
2008 sampai tahun 2014. Nilai ekspor komoditas perikanan mengalami
peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata kenaikan nilai ekspor pada tahun
2009 sampai 2013 sebesar 14.26%. Surplus ekspor perikanan juga mengalami tren
yang meningkat dengan kenaikan rata-rata sebesar 14.63% pada tahun 2009
hingga 2013.
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan 2014
*) Angka sementara hingga bulan September 2014
Gambar 1 Neraca perdagangan komoditas perikanan 2008-2014
2
Salah satu komoditas perikanan yang sering dijumpai dan dikonsumsi oleh
masyarakat dan juga merupakan produk ekspor perikanan Indonesia adalah sotong
dan cumi-cumi. Sotong dan cumi-cumi merupakan hewan laut yang memiliki
lengan-lengan di bagian kepala sehingga termasuk ke dalam kelas Cephalopoda.
Kedua hewan laut tersebut memiliki kemiripan, sehingga secara kasat mata
banyak yang menganggap sotong adalah nama lain dari cumi-cumi. Meskipun
demikian, keduanya memiliki perbedaan. Cumi-cumi memiliki tubuh yang
panjang dan meruncing, sementara sotong memiliki bentuk yang memanjang dan
agak pipih.
Sotong dan cumi-cumi termasuk ke dalam 10 komoditi utama perikanan.
Pada tahun 2013-2014 sotong dan cumi berada pada peringkat keempat yang
memiliki nilai volume ekspor tertinggi diantara kesepuluh komoditi utama
perikanan lainnya. Pada Tabel 1 ditunjukkan bahwa volume ekspor sotong dan
cumi-cumi Indonesia sebesar 42 643 ton. Kontribusi volume ekspor sotong dan
cumi-cumi terhadap ekspor perikanan sebesar 4.71% pada tahun 2013 dan 4.29%
pada September 2014. Jika dilihat dari kontribusi masing-masing komoditas
terhadap nilai ekspor hasil perikanan, maka sotong dan cumi-cumi berada pada
posisi kelima penyumbang nilai ekspor perikanan periode tahun 2013, yaitu
sebesar 2.15%.
Tabel 1 Ekspor hasil perikanan menurut komoditi tahun 2013-2014
Komoditi
Udang&lobster
Tuna&cakalang
Rumput laut
Sotong&cumi
Kepiting
Ikan sarden
Ikan tilapia
Ikan lele&patin
Mutiara
Lainnya
Total
Volume (ton)
2013
124 287
156 733
132 657
42 643
27 646
13 016
10 408
9 109
222
389 306
906 028
2014*
143 644
155 130
145 420
39 492
21 490
788
12 574
36 192
374
365 480
920 585
Nilai (US$ 1000)
2013
1 171 403
576 062
147 709
64 235
282 655
30 012
56 808
33 617
17 704
606 585
2 986 790
2014*
1 577 121
510 832
201 381
63 000
312 855
5 546
68 405
40 328
20 311
587 326
3 387 105
Kontribusi
Volume
2013
13.72
17.30
14.64
4.71
3.05
1.44
1.15
1.01
0.02
42.97
100
2014*
15.60
16.85
15.80
4.29
2.33
0.09
1.37
3.93
0.04
39.70
100
Kontribusi Nilai
2013
39.22
19.29
4.95
2.15
9.46
1.00
1.90
1.13
0.59
20.31
100
2014*
46.56
15.08
5.95
1.86
9.24
0.16
2.02
1.19
0.60
17.34
100
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan 2014
*) Angka sementara hingga bulan September 2014
Menurut KKP (2011) dalam kurun waktu 2007 hingga 2011, volume ekspor
sotong dan cumi-cumi Indonesia mengalami tren yang meningkat dengan rata-rata
kenaikan sebesar 17.48%. Pada tahun 2010 sampai 2011 kenaikan rata-rata
volume ekspor sotong dan cumi-cumi sebesar 39.74%. Nilai ekspor sotong dan
cumi-cumi juga mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kenaikan nilai ekspor
sotong dan cumi-cumi selama kurun waktu 2007 sampai 2011 rata-rata sebesar
26.83%. Kenaikan nilai ekspor terbesar terjadi pada tahun 2011 sebesar US$29
juta atau sebesar 61.49% dari tahun sebelumnya.
3
Sumber: UN Comtrade 2013
Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi ke negara tujuan
tahun 2009-2013
Gambar 2 menjelaskan perkembangan nilai ekspor komoditas perikanan
sotong dan cumi-cumi yang berfluktuatif ke beberapa negara tujuan pada tahun
2009 sampai 2013. Ekspor sotong dan cumi-cumi ke Italia mengalami
peningkatan dari tahun 2009 hingga tahun 2012, namun mengalami penurunan
pada tahun 2013. Nilai ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Jepang
merupakan yang terendah diantara lima negara tujuan ekspor lainnya, meskipun
terjadi peningkatan nilai ekspor ke Jepang namun peningkatan nilai ekspor
tersebut tidak terlalu besar. Sementara itu, ekspor ke Thailand berfluktuatif,
mengalami penurunan pada tahun 2012. Vietnam merupakan negara kedua
terbesar yang mengimpor sotong dan cumi-cumi dari Indonesia. Terjadi
peningkatan nilai ekspor yang sangat tinggi ke Vietnam pada tahun 2011 dengan
nilai US$18 juta, setelah itu ekspor ke Vietnam cenderung stagnan pada tahun
2012 dan kembali meningkat di tahun 2013.
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa nilai ekspor komoditas sotong dan
cumi-cumi Indonesia ke Cina sempat mengalami penurunan pada tahun 2010,
tetapi setelah tahun tersebut nilai ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina
terus mengalami peningkatan. Tahun 2011 ekspor sotong dan cumi-cumi
Indonesia mengalami peningkatan yang cukup tinggi hingga tahun 2013.
Peningkatan nilai ekspor komoditas ini ke Cina pada tahun 2011 sampai 2012
sebesar US$9 juta. Pada tahun 2013, terjadi peningkatan nilai ekspor yang tinggi
sebesar US$15 juta dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut menjadikan
Cina sebagai negara yang penting dalam perdagangan komoditas perdagangan
Indonesia. Dari Gambar 2 terlihat bahwa Cina merupakan negara pertama yang
paling banyak mengimpor sotong dan cumi-cumi dari Indonesia dengan nilai
ekspor terbesar.
4
Perkembangan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina yang
signifikan setiap tahunnya menjadikan Cina sebagai negara tujuan ekspor utama
komoditas perikanan ini. Tabel 2 menggambarkan distribusi ekspor sotong dan
cumi-cumi Indonesia ke beberapa negara tujuan pada tahun 2013. Dilihat dari
nilai dan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia paling besar ditujukan
ke negara Cina. Data menunjukan bahwa pada tahun 2013, volume ekspor sotong
dan cumi-cumi Indonesia ke Cina sebesar 29 ribu ton. Artinya, bahwa sebesar
44.19% dari total ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke dunia ditujukan ke
negara Cina. Hal tersebut membuat negara Cina menjadi negara tujuan ekspor
sotong dan cumi-cumi Indonesia, sehingga Cina menjadi konsumen yang sangat
penting bagi industri hasil perikanan sotong dan cumi-cumi.
No.
1
2
3
4
5
Tabel 2 Distribusi ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia tahun 2013
Negara
Nilai (US$)
Volume (ton)
Cina
31 308 891
29 838
Vietnam
21 261 809
12 498
Italia
12 647 168
3 556
Thailand
7 242 902
8 549
Jepang
4 040 927
578
TOTAL
69 258 795
55 021
Sumber: UN Comtrade 2013 (diolah)
Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi yang demikian tinggi dan
dengan tren yang meningkat mencerminkan adanya peluang yang cukup terbuka
lebar dan potensi ekspor yang semakin besar di pasar internasional. Hal itu
terlihat dari banyaknya volume sotong dan cumi-cumi yang diekspor ke negaranegara tujuan. Jika ekspor komoditas sotong dan cumi-cumi mampu dimanfaatkan
dan dapat ditingkatkan, tidak menutup kemungkinan komoditas ini mampu
menjadi komoditas ekspor utama perikanan.
Perumusan Masalah
Komoditas sotong dan cumi-cumi di wilayah perairan laut Indonesia cukup
melimpah. Dalam kurun waktu lima tahun (2008-2012), produksi sotong dan
cumi-cumi Indonesia mengalami peningkatan. Hal tersebut memberikan
keuntungan bagi Indonesia, karena jumlah produksi yang mengalami peningkatan
juga diikuti oleh tren ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina yang juga
mengalami peningkatan. Tabel 3 menggambarkan perkembangan produksi dan
ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina. Pada tahun 2008 produksi
sotong dan cumi-cumi Indonesia sebesar 87 391 ton dan meningkat pada tahun
2009 sebesar 109 932 ton. Peningkatan produksi yang cukup tinggi terjadi pada
tahun 2011 yang meningkat sebesar 48 545 ton dari tahun sebelumnya. Pada tahun
2012 produksi sotong dan cumi-cumi sempat mengalami penurunan, namun hal
tersebut tidak berpengaruh terhadap volume ekspor. Volume ekspor sotong dan
cumi-cumi pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun
sebelumnya meskipun produksi pada tahun tersebut menurun.
5
Tabel 3 Produksi dan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina 20082012
Tahun
Produksi (ton)
Volume Ekspor
Persentase Perbandingan
(ton)
(Volume/Produksi)
2008
87 391
3 237
3.70%
2009
109 932
8 129
7.39%
2010
118 430
5 963
5.03%
2011
166 975
8 174
4.89%
2012
158 675
18 561
11.69%
Rata-rata
128 280.6
8 812.8
6.54%
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015, UN Comtrade 2013 (diolah)
Selama kurun waktu 2008 sampai 2012 terjadi peningkatan ekspor sotong
dan cumi-cumi Indonesia ke Cina, yaitu pada tahun 2008 sebesar 3 237 ton dan
pada tahun 2009 volume ekspor meningkat menjadi 8 129 ton. Pada tahun 2010
terjadi penurunan volume ekspor sebesar 2 166 ton. Volume ekspor sotong dan
cumi-cumi Indonesia ke Cina kembali mengalami kenaikan pada tahun 2011 dan
2012 dengan jumlah setiap tahunnya sebesar 8 174 ton dan 18 561 ton.
Terjadinya kenaikan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke
Cina salah satunya disebabkan oleh produksi dalam negeri yang juga mengalami
peningkatan. Komoditas sotong dan cumi-cumi jumlahnya melimpah di perairan
laut Indonesia, sehingga tidak hanya dimanfaatkan untuk konsumsi dalam negeri,
komoditas ini juga memiliki peluang untuk diekspor. Namun, pada data yang
tersaji di Tabel 3 dapat dilihat bahwa dari rata-rata produksi sotong dan cumicumi selama 5 tahun sebesar 128 280 ton, hanya sebesar 8 812 ton saja yang
diekspor ke Cina. Artinya, dari total produksi sotong dan cumi-cumi hanya
sebesar 6.54% yang diekspor. Seharusnya, dengan produksi sotong dan cumi-cumi
yang cukup banyak di perairan laut Indonesia, jumlah komoditas yang diekspor
juga dapat lebih ditingkatkan lagi.
Data pada Tabel 4 memperlihatkan negara-negara yang melakukan ekspor
sotong dan cumi-cumi ke negara Cina. Berdasarkan Tabel 4 posisi ekspor sotong
dan cumi-cumi Indonesia ke Cina berada pada peringkat ketiga dibawah Amerika
Serikat dan Korea Selatan, sehingga menjadikan Amerika Serikat dan Korea
Selatan negara pesaing Indonesia dalam pasar ekspor sotong dan cumi-cumi ke
Cina.
Tabel 4 Negara eksportir sotong dan cumi-cumi ke Cina tahun 2013
No.
Negara
Nilai (US$)
Volume (ton)
1
Amerika Serikat
97 837 554
64 467,580
2
Korea Selatan
72 688 298
44 574,107
3
Indonesia
31 308 891
29 838,257
4
Peru
27 973 239
28 046,344
5
Mexico
15 340 553
10 390,755
6
India
9 594 434
3 645,823
Sumber: UN Comtrade 2013 (diolah)
6
Amerika Serikat merupakan negara yang berada di posisi pertama dalam hal
ekspor sotong dan cumi-cumi ke Cina. Pada tahun 2013, Amerika Serikat mampu
mengekspor sotong dan cumi-cumi dengan volume yang sangat besar jika
dibandingkan dengan volume ekspor Indonesia. Amerika mengekspor sebesar 64
ribu ton sementara ekspor Indonesia hanya sebesar 29 ribu ton. Jumlah tersebut
dua kali lebih besar dibandingkan jumlah ekspor Indonesia. Negara pesaing yang
kedua adalah Korea Selatan, yang mampu mengekspor sebesar 44 ribu ton dengan
nilai ekspor sebesar US$72 juta. Tahun 2013, ekspor sotong dan cumi-cumi
Indonesia memiliki nilai sebesar US$31 juta, sementara Amerika Serikat sebesar
US$97 juta. Nilai ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia jauh lebih rendah
dibandingkan nilai ekspor Amerika Serikat yang lebih besar tiga kali lipat dari
nilai ekspor Indonesia. Ekspor Amerika Serikat yang jauh lebih besar daripada
Indonesia, menjadikan Amerika Serikat sebagai negara kompetitor utama dalam
perdagangan sotong dan cumi-cumi. Fenomena tersebut membuat Indonesia harus
memperbaiki dan meningkatkan ekspornya agar dapat bertahan pada pasar ekspor
sotong dan cumi-cumi.
Tabel 5 Total impor sotong dan cumi-cumi negara Cina tahun 2008-2013
Tahun
Volume Impor (ton)
2008
369 546
2009
251 170
2010
251 410
2011
299 122
2012
272 679
2013
295 101
Sumber: UN Comtrade 2013
Tabel 5 menunjukan total volume impor sotong dan cumi-cumi Cina tahun
2008-2013. Volume impor sotong dan cumi-cumi Cina berfluktuatif selama lima
tahun. Data menunjukan bahwa pada tahun 2013, Cina mengimpor sotong dan
cumi-cumi dengan total sebesar 295 101 ton. Nilai tersebut menunjukan bahwa
permintaan Cina terhadap komoditas ini cukup tinggi. Namun, jika total impor
Cina dibandingkan dengan total ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina,
volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke negara tersebut masih belum
besar. Tahun 2013, Indonesia mengekspor sotong dan cumi-cumi sebesar 29 838
ton, nilai tersebut menunjukan bahwa Indonesia hanya mengekspor sebesar
10.11%. Sementara itu, tahun 2013 Amerika Serikat sebagai negara pesaing
Indonesia dalam ekspor sotong dan cumi-cumi ke Cina mampu mengekspor
sebesar 21.84% dari total impor sotong dan cumi-cumi Cina. Permintaan akan
komoditas yang terus meningkat membuat Indonesia harus mampu memenuhi
permintaan negara importir.
Melihat fenomena tersebut, seharusnya Indonesia dapat memanfaatkan
peluang yang ada. Indonesia seharusnya mampu meningkatkan ekspor komoditas
ini agar mampu memenuhi permintaan negara-negara importir khususnya negara
Cina karena produksi dalam negeri cukup tinggi. Ekspor sotong dan cumi-cumi
tidak hanya menguntungkan bagi neraca perdagangan Indonesia, sotong dan cumicumi juga memiliki dampak bagi penghidupan nelayan karena komoditas ini
7
melibatkan nelayan di Indonesia yang banyak berlayar menangkap sotong dan
cumi-cumi. Sehingga, faktor-faktor yang memengaruhi ekspor sotong dan cumicumi Indonesia perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Hal itu perlu dilakukan
agar Indonesia dapat terus meningkatkan ekspornya dan mendapatkan pendapatan
dari peningkatan ekspor tersebut.
Agar Indonesia dapat mendorong ekspor dan dapat bersaing dengan negara
lainnya, maka terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki terkait pengelolaan industri
dan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Sehingga, sebelumnya diperlukan
pengetahuan mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi ekspor
sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina.
Berdasarkan uraian dan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi permintaan ekspor sotong
dan cumi-cumi Indonesia ke Cina?
2. Kebijakan apa yang perlu dilakukan pemerintah untuk mendukung
peningkatan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan perumusan masalah di atas,
maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor sotong
dan cumi-cumi Indonesia ke Cina.
2. Merumuskan kebijakan yang dapat mendukung peningkatan ekspor
komoditas sotong dan cumi-cumi Indonesia.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis dan pihak lain.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Mahasiswa dan masyarakat umum sebagai sumber referensi mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor.
2. Pemerintah Kementerian Perindustrian serta Kementerian Kelautan dan
Perikanan, sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan komoditas
sotong dan cumi-cumi di Indonesia.
3. Pemerintah Kementerian Perdagangan, sebagai bahan pertimbangan untuk
membuat regulasi yang tepat untuk meningkatkan ekspor sotong dan cumicumi Indonesia di pasar internasional.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang memengaruhi ekspor
sotong dan cumi-cumi ke negara Cina serta kebijakan yang mendukung
peningkatan ekspor. Untuk meneliti faktor-faktor yang memengaruhi ekspor,
penelitian ini menggunakan data time series selama periode 1994 sampai 2013.
Kode HS (Harmonized System) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
8
HS gabungan sampai level 6 digit yaitu HS 030749 dengan produk Cuttle fish and
squid:- Exclude live, fresh or chilled dan HS 030741 dengan produk Cuttle fish
and squid:- Live, fresh or chilled. Negara tujuan ekspor pada penelitian ini adalah
Cina sebagai negara importir terbesar untuk komoditas sotong dan cumi-cumi
Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu
dengan individu), antar individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah
suatu negara dengan pemerintah negara lain. Menurut Salvatore (1997), model
perdagangan standar harus dilandaskan pada empat hubungan inti, yaitu :
1. Hubungan antara batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva
penawaran relatif.
2. Hubungan antara harga-harga relatif dengan tingkat permintaan.
3. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dunia dan
permintaan relatif dunia.
4. Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan (terms of trade)
terhadap kesejahteraan suatu negara.
Ekspor dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan. Selain dipengaruhi
oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktorfaktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri, jumlah komoditas itu
sendiri, dan komoditas substitusinya di pasar internasional, serta hal-hal yang
dapat mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung.
Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor
suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk
Domestik Produk) dari sisi pengeluaran suatu negara. Dalam perdagangan
internasional, setiap negara yang melakukan perdagangan bertujuan mencari
keuntungan dari perdagangan tersebut (Oktaviani dan Novianti 2009).
Gambar 3 menggambarkan proses terjadinya harga komoditas relatif
ekulibrium dengan adanya perdagangan antar negara yang ditinjau dari analisis
keseimbangan parsial. Kondisi penawaran negara A terhadap komoditas X
digambarkan melalui kurva DA dan SA sedangkan kondisi permintaan negara B
terhadap komoditas X digambarkan melalui kurva SB dan DB. Pada sumbu vertikal
ketiga panel menunjukan harga relatif untuk komoditas X (Px/Py) atau dengan kata
lain jumlah komoditas Y yang harus dikorbankan oleh suatu negara dalam
memproduksi satu unit tambahan komoditas X, sedangkan sumbu horizontal pada
ketiga panel menunjukan kuantitas komoditas X.
9
Px/Py
Panel A: Pasar di
negara A untuk
komoditas X
Px/Py
Panel B:
Hubungan
perdagangan
internasional
dalam komoditas
Panel C: Pasar di
negara B untuk
komoditas X
Px/Py
SB
PB
SA
E*
Sw
Ekspor
Impor
PA
Dw
DB
DA
X
QA1
QA
QA2
X
Qw
X
QB1
QB
QB2
Sumber: Salvatore 1997
Gambar 3 Keseimbangan parsial perdagangan internasional
Sebelum adanya perdagangan internasional, keseimbangan di negara A akan
dicapai pada kondisi keseimbangan domestik, dimana jumlah komoditas
ditunjukan pada titik QA dan harga berada pada titik PA. Untuk negara B
keseimbangan tercapai pada kondisi jumlah barang berada pada titik QB dengan
harga pada titik PB. Asumsi yang digunakan adalah harga domestik di negara A
lebih murah daripada negara B untuk komoditas X.
Pada negara A, harga lebih rendah dibandingkan dengan harga di negara B.
Jika harga pada negara A meningkat, maka akan menyebabkan peningkatan
penawaran lebih banyak dari jumlah barang yang diminta, sehingga terjadi
kelebihan penawaran atau excess supply pada negara A. Kondisi yang terjadi pada
negara B adalah ketika harga berlaku turun di bawah PB, maka akan menyebabkan
peningkatan permintaan barang, sehingga terjadi kelebihan permintaan atau excess
demand pada negara B.
Ketika terjadi perdagangan internasional antar negara A dan negara B
dengan mengasumsikan biaya transportasi adalah nol, kondisi permintaan dan
penawaran yang terjadi akan berubah. Penawaran ekspor di pasar internasional
ditunjukan oleh SW yang merupakan excess supply function dari negara A dan
fungsi permintaan akan digambarkan oleh DW yang merupakan excess demand
function dari negara B. Keseimbangan yang terjadi adalah saat harga berada pada
titik PW. Kondisi yang berlaku saat ini adalah negara A akan mengekspor (Q A1QA2) dengan jumlah yang sama dengan negara B (QB2-QB1). Jumlah ekspor dan
impor ditunjukkan oleh volume perdagangan sebesar QW pada pasar internasional.
Teori Ekspor
Ekspor merupakan suatu total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh
suatu negara dan kemudian diperdagangkan lagi kepada negara lain dengan tujuan
untuk mendapatkan devisa. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang
dihasilkannya ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barang-barang yang
dihasilkan negara pengekspor. Ekspor dan impor yang terjadi dalam suatu
10
perdagangan antar negara dalam kurun waktu tertentu ditentukan oleh faktor yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, terkadang perkembangan ekspor bertentangan
dengan perkembangan impor. Keadaan ini akan menimbulkan suatu kebijakan
pemerintah. Pertumbuhan ekspor suatu komoditas dipengaruhi beberapa faktor,
diantaranya adalah (Lipsey 1995):
1. Adanya daya saing dengan negara-negara lain di dunia. Oleh karena itu,
suatu negara harus melakukan spesialisasi sehingga negara tersebut dapat
mengekspor komoditas yang telah diproduksi untuk dipertukarkan dengan
apa yang dihasilkan negara lain dengan biaya yang lebih rendah dan
akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut.
2. Adanya penetapan harga pasar dalam negeri dan harga pasar internasional.
Jika harga pasar internasional lebih tinggi daripada harga pasar domestik,
maka produsen akan lebih memilih untuk memasarkan komoditas yang
diproduksi ke pasar internasional sehingga akan meningkatkan
pertumbuhan ekspor di negara tersebut.
3. Adanya permintaan dari luar negeri. Semakin tinggi permintaan dari luar
negeri akan komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara, maka semakin
tinggi pula pertumbuhan ekspor di negara tersebut.
4. Nilai tukar mata uang. Apabila suatu negara mengalami apresiasi nilai
tukar, maka akan menurunkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut. Hal
itu terjadi karena apresiasi nilai tukar menyebabkan harga-harga komoditas
domestik menjadi tinggi di pasar internasional sehingga permintaan luar
negeri untuk komoditas tersebut akan menurun.
Permintaan Ekspor
Terdapat tiga hal penting dalam konsep permintaan, yaitu: Pertama, jumlah
barang yang diminta atau jumlah yang diinginkan pada harga barang tersebut,
pada harga barang lain, pendapatan konsumen, selera, dan lain-lain adalah tetap.
Kedua, apa yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan
permintaan efektif, artinya jumlah dimana orang bersedia membeli pada harga
yang mereka harus bayarkan untuk komoditas tertentu. Ketiga, kuantitas yang
diminta menunjukkan arus pembelian yang terus-menerus (Lipsey 1995).
Dalam teori perdagangan internasional, faktor-faktor yang memengaruhi
ekspor dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi permintaan (demand) dan sisi
penawaran (supply) dan kelebihan permintaan negara lain. Teori menggunakan
konsep dasar permintaan dan penawaran domestik untuk kasus dua negara dengan
satu komoditas tertentu. Permintaan ekspor merupakan permintaan pasar
internasional terhadap komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara. Teori
permintaan ekspor bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor suatu negara. Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan
ekspor suatu negara adalah harga di pasar internasional atau harga ekspor, harga
kompetitor, pendapatan perkapita negara pengimpor, nilai tukar riil, dan lain-lain
(Salvatore 1997).
11
GDP Per Kapita Riil
Gross Domestic Product (GDP) menyatakan pendapatan total dan dan
pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP dianggap sebagai
ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. GDP terdiri dari dua ukuran yaitu, GDP
nominal dan GDP riil. Para ekonom menyebut nilai barang dan jasa yang diukur
dengan harga berlaku sebagai GDP nominal. Namun, ukuran kemakmuran
ekonomi yang lebih baik akan menghitung output barang dan jasa perekonomian
dan tidak akan dipengaruhi oleh perubahan harga. Oleh karena itu para ahli
menggunakan GDP riil, yang nilai barang dan jasanya diukur dengan
menggunakan harga konstan (Mankiw 2006).
Penelitian ini menggunakan GDP per kapita riil negara tujuan ekspor. GDP
per kapita merupakan ukuran berapa banyak perolehan pendapatan pada setiap
individu dalam perekonomian. GDP per kapita riil digunakan untuk mengetahui
tingkat kemampuan daya beli negara tujuan ekspor terhadap produk yang
diekspor, karena GDP per kapita riil memperhatikan adanya pengaruh dari harga.
GDP per kapita riil suatu negara diperoleh dari GDP riil negara tersebut dibagi
dengan jumlah populasinya (Mankiw 2006). Jika pendapatan per kapita suatu
negara cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara tersebut merupakan pasar
potensial bagi pemasaran suatu komoditas atau produk barang dan jasa tertentu.
GDP per kapita riil diduga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
perdagangan ekspor antar negara. Ketika GDP per kapita riil negara tujuan ekspor
meningkat, maka akan meningkatkan permintaan komoditas sotong dan cumicumi dari Indonesia. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya.
Karlinda (2012) meneliti faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor
mutiara Indonesia, hasil penelitian menunjukan bahwa GDP per kapita riil negara
tujuan ekspor signifikan memengaruhi permintaan ekspor mutiara Indonesia.
Nilai Tukar Riil
Nilai tukar antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk
dua negara untuk saling melakukan perdagangan. Nilai tukar yang digunakan
dalam penelitian ini adalah nilai tukar riil rupiah Indonesia terhadap nilai tukar
yuan Cina yang merupakan nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan
harga relatif, yaitu harga luar negeri yang dibandingkan dengan harga dalam
negeri. Secara sistematis, hubungan antara kurs nominal dan kurs riil dapat
dituliskan dalam bentuk persamaan berikut:
Nilai tukar riil diduga menjadi salah satu faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor. Dalam penelitian ini, jika terjadi peningkatan jumlah rupiah
terhadap jumlah yuan, yang artinya rupiah Indonesia mengalami depresiasi akan
membuat harga produk Indonesia menjadi relatif lebih murah, sehingga ketika
rupiah mengalami depresiasi maka akan meningkatkan permintaan ekspor di
negara tujuan. Dengan kata lain, nilai tukar riil berpengaruh positif terhadap
permintaan ekspor. Teori tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
oleh Abimanyu (2014), bahwa nilai tukar rupiah terhadap negara tujuan ekspor
dapat memengaruhi kinerja perdagangan furniture kayu Indonesia di pasar Uni
12
Eropa. Ketika nilai tukar rupiah mengalami depresiasi maka akan meningkatkan
ekspor negara Indonesia.
Harga Ekspor Indonesia
Harga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi ekspor. Harga dan
jumlah barang yang diminta memiliki hubungan yang negatif. Artinya, semakin
tinggi harga suatu komoditas maka jumlah barang yang diminta terhadap
komoditas tersebut akan semakin berkurang, dengan asumsi ceteris paribus. Teori
ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sitinjak (2012) bahwa
harga ekspor rumput laut Indonesia memengaruhi permintaan ekspor kepiting
Indonesia di Cina, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat.
Harga Ekspor Pesaing
Dalam perdagangan internasional, pasti akan ditemukan persaingan antar
negara dalam melakukan ekspor ke negara tujuan, sebab suatu negara tidak akan
hanya mengimpor komoditas dari satu negara pengekspor saja. Persaingan dapat
dilihat dari tingkat harga ekspor antar negara pengekspor. Jika harga ekspor
negara kompetitor atau negara pesaing meningkat maka negara importir akan
menurunkan impornya pada negara terebut dan beralih dengan meningkatkan
ekspor komoditas di negara lainnya dengan harga yang lebih rendah. Sehingga,
dalam penelitian ini harga ekspor sotong dan cumi-cumi Amerika Serikat sebagai
negara pesaing memiliki pengaruh terhadap permintaan ekspor sotong dan cumicumi Indonesia di Cina. Harga ekspor Amerika Serikat berpengaruh positif
terhadap permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Ketika harga ekspor
sotong dan cumi-cumi Amerika Serikat meningkat, maka Cina selaku negara
pengimpor akan mengurangi permintaan dari Amerika Serikat dan akan beralih
untuk meningkatkan impor dari Indonesia. Teori tersebut sejalan dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Meistika (2011) bahwa harga ekspor kepiting
Kanada sebagai negara pesaing Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap
permintaan ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan.
Dummy Krisis Ekonomi
Pertengahan Agustus tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi.
Krisis tersebut memengaruhi mata uang Indonesia. Dummy krisis ekonomi
menjelaskan pengaruh peristiwa perekonomian sebelum dan sesudah krisis
ekonomi terhadap ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Krisis yang terjadi di
Indonesia membuat nilai tukar Indonesia mengalami depresiasi, sehingga hargaharga domestik relatif lebih murah di pasar internasional, maka akan
meningkatkan permintaan ekspor di negara tujuan. Sehingga, setelah terjadinya
krisis maka permintaan sotong dan cumi-cumi Indonesia di negara tujuan akan
meningkat.
Seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian mengenai faktor yang
memengaruhi permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi, disimpulkan sesuai teori
ekonomi dan memiliki kesimpulan yang sama seperti hasil penelitian terdahulu
yang memakai variabel ini pada komoditas lain, terutama pada komoditas
perikanan.
13
Model Regresi Linear Berganda
Model regresi linear berganda merupakan pengembangan dari model regresi
linier sederhana. Regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh
dua atau lebih variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel tidak
bebasnya. Dalam hal ini, model regresi linear berganda merupakan model yang
digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor
sotong dan cumi-cumi Indonesia, dimana GDP per kapita riil, nilai tukar riil,
harga ekspor, harga ekspor pesaing, dan dummy krisis ekonomi merupakan
variabel bebas yang diduga memengaruhi volume ekspor sebagai variabel tak
bebasnya. Hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat dirumuskan dalam
persamaan berikut:
Yi = α0 + α1X1i + α2X2i + … + αpXpi + εi
Dimana:
Yi
α0
αi sampai αp
ε
i
= peubah tidak bebas
= intersep
= koefisien kemiringan parsial
= error
= observasi (n= 1, 2 ,3,…, n)
Penelitian ini menggunakan model regresi linear berganda dan metode
kuadrat terkecil atau yang biasa disebut Ordinary Least Square (OLS) untuk
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor sotog dan cumi-cumi
Indonesia ke Cina. Kelemahan model ini adalah seluruh asumsi-asumsi yang
terkait didalamnya harus dapat dipenuhi oleh suatu model. Apabila salah satu
asumsi tidak dapat dipenuhi oleh suatu model, maka akan timbul masalah yaitu
masalah normalitas, heterokedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Oleh
karena itu, diperlukan suatu pengujian terhadap model tersebut. Apabila asumsiasumsi yang telah disebutkan di atas dapat dipenuhi, maka penduga OLS akan
dapat menghasilkan koefisien regresi yang memenuhi sifat BLUE atau Best,
Linear, Unbiased, Estimator (Gujarati 2006), yaitu:
a. Best
Efisien yang berarti ragam atau variannya minimum dan konsisten. Artinya,
meskipun menambah jumlah sample maka nilai estimasi yang diperoleh
tidak akan berbeda jauh diparameternya.
b. Linear
Koefisien regresinya linear.
c. Unbiased
Nilai estimasi dari sample akan mendekati populasi, ini mengindikasikan
bahwa suatu model tidak bias.
d. Estimator
Penduga parameter.
14
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor sotong
dan cumi-cumi Indonesia ke negara Cina dan implikasi kebijakan yang dapat
meningkatkan ekspor. Dasar pemikiran dari penelitian ini adalah perkembangan
ekspor subsektor perikanan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya dan
didukung dengan tersedianya produksi perikanan yang melimpah. Subsektor
perikanan memiliki peran yang cukup penting terhadap perekonomian Indonesia.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa peningkatan
perekonomian subsektor perikanan lebih besar daripada pertumbuhan
perekonomian nasional pada tahun 2014. Hal tersebut membuat subsektor
perikanan menjadi salah satu basis kekuatan perekonomian Indonesia.
Salah satu komoditas yang mengalami peningkatan ekspor yang cukup
signifikan adalah komoditas sotong dan cumi-cumi, hal tersebut dikarenakan
produksi sotong dan cumi-cumi di perairan laut Indonesia juga mengalami
peningkatan. Komoditas sotong dan cumi-cumi termasuk ke dalam sepuluh
komoditas ekspor utama subsektor perikanan. Sotong dan cumi-cumi merupakan
komoditas perikanan yang memiliki peran dalam menyumbang pendapatan negara
melalui volume ekspor yang meningkat dan nilai ekspor yang cukup besar. Hal
tersebut mendukung Indonesia untuk memiliki hasil perairan potensial guna
diperdagangkan di pasar internasional. Permintaan negara importir untuk
komoditas ini juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Negara utama yang
menjadi importir utama sotong dan cumi-cumi adalah Cina. Setiap tahunnya
volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia cenderung mengalami
peningkatan. Peningkatan volume ekspor sotong dan cumi-cumi yang tinggi
terjadi pada tahun 2010-2013. Hal tersebut mengindikasikan bahwa permintaan
negara Cina terhadap komoditas sotong dan cumi-cumi ini cukup besar. Selain itu,
Indonesia juga memiliki peluang untuk terus meningkatkan ekspornya agar
mampu memenuhi permintaan negara importir.
Tersedianya komoditas sotong dan cumi-cumi yang melimpah di perairan
Indonesia seharusnya mampu dimanfaatkan sehingga jumlah yang diekspor dapat
ditingkatkan lagi. Namun, dari total produksi rata-rata tahun 2008-2012, hanya
sebesar 6.54% yang mampu diekspor Indonesia. Selain itu, dari total impor sotong
dan cumi-cumi Cina hanya sebesar 10.11% komoditas sotong dan cumi-cumi
yang diimpor dari Indonesia.
Permasalahan lain yang dihadapi Indonesia adalah adanya negara pesaing
ekspor sotong dan cumi-cumi di pasar internasional yaitu Amerika Serikat dan
Korea Selatan. Volume ekspor sotong dan cumi-cumi masih kalah dibandingkan
dengan negara lainnya. Negara pesaing terberat Indonesia adalah Amerika Serikat
yang volume ekspornya tiga kali lebih banyak dari volume ekspor Indonesia.
Berdasarkan permasalahan terkait ekspor sotong dan cumi-cumi, maka
diperlukan analisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi ekspor sotong dan
cumi-cumi Indonesia terlebih dahulu agar dapat merumuskan langkah-langkah
kebijakan yang dapat memperbaiki kondisi pasar dan mendukung peningkatan
ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia, sehingga ekspor dapat terus ditingkatkan.
Skema kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dijelaskan pada
Gambar 4 di bawah:
15
Perkembangan
ekspor sub sektor
Perikanan dan
Kelautan
Perkembangan
produksi sotong
dan cumi-cumi
Indonesia
Perkembangan
ekspor komoditas
sotong dan cumicumi Indonesia
Permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi
Indonesia
Ekspor sotong
dan cumi-cumi
Indonesia
Amerika Serikat negara
pesaing ekspor sotong
dan cumi-cumi ke Cina
GDP per
kapita riil
Nilai tukar riil
Cina sebagai
negara tujuan
utama ekspor
Harga ekspor
Faktor-faktor yang
memengaruhi
permintaan ekspor
Harga ekspor
pesaing
Dummy krisis
ekonomi
Rekomendasi kebijakan
Ket:
= Variabel bebas yang digunakan
Gambar 4 Kerangka pemikiran
Hipotesis
Berdasarkan teori yang ada serta penelitian yang mendukung, dapat
dirumuskan hipotesis terhadap faktor-faktor yang memengaruhi permintaan
ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia, yaitu:
1. GDP per kapita riil negara tujuan ekspor memengaruhi positif permintaan
ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Artinya, jika GDP per kapita riil
negara tujuan ekspor meningkat maka akan meningkatkan permintaan
sotong dan cumi-cumi.
16
2. Nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan ekspor (Rupiah/Yuan)
berpengaruh positif terhadap permintaan sotong dan cumi-cumi Indonesia.
Artinya, jika terjadi peningkatan jumlah rupiah terhadap jumlah yuan
(depresiasi) akan membuat harga produk sotong dan cumi-cumi Indonesia
menjadi relatif lebih murah, sehingga ketika nilai rupiah meningkat
terhadap yuan (depresiasi) maka akan meningkatkan volume ekspor sotong
dan cumi-cumi Indonesia ke Cina.
3. Harga ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke negara tujuan
berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor, sehingga jika harga
ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia meningkat maka permintaan
ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia akan mengalami penurunan.
4. Harga ekspor sotong dan cumi-cumi Amerika Serikat ke Cina sebagai
negara pesaing memiliki pengaruh positif terhadap permintaan ekspor
sotong dan cumi-cumi Indonesia. Artinya, jika harga ekspor Amerika
meningkat, maka negara importir akan mengurangi impor dari Amerika
dan memilih untuk meningkatkan impor dari negara lain yaitu Indonesia.
5. Dummy krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 memiliki pengaruh
terhadap ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina dibandingkan
pada saat sebelum terjadi krisis. Setelah terjadinya krisis pada tahun 1997,
ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina berpengaruh positif.
Artinya, pasca terjadinya krisis ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke
Cina akan meningkat.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari beberapa sumber seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan,
buku statistika dan sumber literatur lainnya. Data yang digunakan merupakan data
time series pada tahunan periode 1994 sampai 2013 dengan negara tujuan ekspor
adalah negara Cina. Komoditas yang diteliti dalam penelitian ini adalah sotong
dan cumi-cumi dengan menggunakan HS gabungan yaitu, HS 030749 dengan
produk Cuttle fish and squid:- Exclude live, fresh or chilled dan HS 030741
dengan produk Cuttle fish and squid:- Live, fresh or chilled.
Tabel 6 Data dan sumber data
Jenis Data
Sumber
Volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina tahun 1994-2013
UN Comtrade
GDP per kapita riil Cina tahun 1994-2013
Worldbank
Nilai tukar riil rupiah terhadap yuan tahun 1994-2013
UNCTAD
Harga ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina tahun 1994-2013
UN Comtrade
Harga ekspor sotong dan cumi-cumi Amerika Serikat ke Cina tahun 1994-2013
UN Comtrade
17
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah metode
deskriptif dan metode kuantitatif. Metode analisis kuantitatif yang digunakan
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Data yang diperoleh dari
berbagai sumber diolah menggunakan software Minitab 16 dan Microsoft Excel.
Metode analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan gambaran ekspor
sotong dan cumi-cumi Indonesia serta mengintrepretasikan hasil dari pengolahan
data yang dilakukan pada penelitian.
Perumusan Model
Dalam penelitian ini hanya menggunakan satu persamaan umum. Model ini
digunakan untuk melihat hubungan permintaan ekspor dengan variabel
penyusunnya. Variabel endogen dalam penelitian ini adalah volume ekspor sotong
dan cumi-cumi Indonesia yang mampu menggambarkan permintaan ekspor sotong
dan cumi-cumi. Sementara itu, variabel eksogen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah GDP per kapita riil, nilai tukar riil, harga ekspor, harga ekspor pesaing,
dan dummy krisis ekonomi.
Model dalam penelitian ini ditransformasi ke dalam bentuk ln agar dapat
mengurangi masalah heteroskedastisitas, hal ini disebabkan karena transformasi
yang memapatkan skala untuk pengukuran variabel, mengurangi perbedaan nilai
dari sepuluh kali lipat menjadi dua kali lipat (Gujarati, 2006). Sehingga, bentuk
model dalam penelitian ini adalah:
lnVOLt = α + β1 lnGDPKt + β2 lnRERt + β3 lnPEt + β4 lnPECt + β5 Dt + εt
Dimana:
lnVolt
lnGDPKt
lnRERt
lnPEt
lnPECt
Dt
εi
α
β
t
= Volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia tahun ke-t (ton)
= GDP per kapita riil Cina tahun ke-t (US$)
= Nilai tukar riil Indonesia terhadap negara tujuan tahun ke-t
(Rupiah/Yuan)
= Harga ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke negara tujuan
tahun ke-t (US$/ton)
= Harga ekspor sotong dan cumi-cumi negara Amerika Serikat ke
negara tujuan tahun ke-t (US$/ton)
= Dummy krisis ekonomi tahun 1997
Dengan 0 : sebelum krisis ekonomi (1994-1996)
1 : setelah krisis ekonomi (1997-2013)
= Random error
= Konstanta
= Parameter yang diduga (n= 1, 2, 3, 4, 5)
= Periode waktu (1994-2013)
18
Pengujian Parameter
Uji-F
Uji-F digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh peubah bebas
terhadap peubah tidak bebas secara keseluruhan. Hipotesisnya yaitu:
H0 : β1 = β2 = ... = βt = 0 (tidak ada variabel independen yang berpengaruh
terhadap variabel dependennya).
H1 : minimal ada satu βt ≠ 0 (paling tidak ada satu variabel independen yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya).
Jika Probability F-stastistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan dapat
disimpulkan bahwa minimal ada satu variabel independen yang mempengaruhi
variabel dependennya. Sebaliknya, jika Probability F-statistic > taraf nyata (α),
maka terima H0 dan disimpulkan bahwa tidak ada variabel independen yang
mempengaruhi variabel dependennya.
Uji-t
Uji-t digunakan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel yang
terdapat di dalam model. Hipotesisnya yaitu:
H0 : β1 = 0, dengan t = 1 2 ... n
H1 : β1 ≠ 0
Jika t-stat > t-tabel, maka tolak H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel
yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Sedangkan jika t-stat <
t-tabel, maka terima H0 dan dapat disimpulkan bahwa variabel yang diuji tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Model yang diduga akan
semakin baik apabila semakin banyak variabel bebas yang signifikan atau
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.
Uji R2 ataupun adj-R2
Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat sejauh mana besar
keseragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas terhadap variabel tak
bebas. Nilai R2 atau R2 adjusted berkisar antara 0 sampai dengan 1, semakin
mendekati satu semakin baik.
Pengujian Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term mendekati
distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error term dilakukan dengan
menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, hipotesis yang digunakan yaitu:
H0: α = 0, error term terdistribusi normal
H1: α ≠ 0, error term tidak terdistribusi normal
Jika probabilitas (p-value) Kolmogorov-Smirnov > taraf nyata (α) maka
persamaan tersebut tidak mempunyai masalah normalitas atau error term
terdistribusi normal, begitu pula sebaliknya.
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas terjadi apabila terdapat hubungan linier antar peubah bebas
atau variabel independen. Multikolinearitas dapat menyebabkan adanya
19
pelanggaran terhadap asumsi OLS. Adanya permasalahan multikolinearitas dapat
dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: R2 tinggi, tapi sedikit rasio t yang
signifikan, korelasi berpasangan yang tinggi di antara variabel-variabel penjelas,
pengujian korelasi parsial, dan regresi subside atau tambahan. Multikolinearitas
dapat diuji keberadaannya dengan melihat correlation matrix. Multikolinearitas
dideteksi dengan melihat koefisien korelasi antar variabel bebas. Jika korelasinya
kurang dari 0.8 (rule of thumbs 0.8), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
masalah multikolinearitas. Cara lain yang biasa digunakan adalah dengan faktor
inflasi ragam (Variance Inflation Factor)
atau VIF, yaitu pengukuran
multikolinearitas untuk peubah bebas ke-i. Apabila nilai VIF < 10, maka terbebas
dari multikolinearitas. Masalah ini dapat diatasi dengan menghilangkan variabel
dari model, mentransformasikan data, menambah variabel, dan mengkaji ulang
modelnya (Gujarati 2006).
Uji Heterokedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi apabila semua residual atau error mempunyai
varian yang tidak konstan atau berubah-ubah. Menurut Gujarati (2006), jika pada
model terjadi masalah heteroskedastisitas maka model akan menjadi tidak efisien
meskipun tidak bias dan konsisten. Jika regresi tetap dilakukan, hasil regresi yang
diperoleh menjadi “misleading”. Untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah
heteroskedastisitas digunakan uji white dengan melihat pada nilai R2-nya. Jika
nilai probabilitas R2 melebihi nilai kritis dengan α yang dipilih, maka hal tersebut
menunjukkan bahwa tidak ada heteroskedastisitas, begitu pula sebaliknya.
Uji Autokorelasi
Model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time
series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan
menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan
konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien
regresi yang diperoleh akan underestimated, sehingga R2 akan besar serta uji t dan
uji F akan menjadi tidak valid. Autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan dua
variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan. Untuk mendeteksi ada
tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin Watson (DW)
statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Tabel 7 menunjukkan
kerangka identifikasi dalam menentukan ada atau tidaknya autokorelasi.
Nilai DW
4-dL<DW<4
4-dL<DW<4-dL
2<DW<4-du
du<DW<2
dl<DW<du
0<DW<dL
Sumber: Gujarati 2006
Tabel 7 Kerangka identifikasi autokorelasi
Hasil
Tolak H0 korelasi serial negatif
Hasil tidak dapat ditentukan
Terima H0 tidak ada korelasi serial
Terima H0 tidak ada korelasi serial
Hasil tidak dapat ditentukan
Tolak H0 korelasi serial positif
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia
Ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia selama periode 1994 sampai 2013
memiliki tren yang berfluktuatif. Pada awal periode tahun 1994 hingga 2002 laju
pertumbuhan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia masih rendah. Setelah tahun
2003, perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi menunjukan pergerakan yang
positif jika dilihat dari nilai dan volume ekspor yang terus meningkat. Selama
periode 2004 hingga 2013, nilai dan volume ekspor sotong dan cumi-cumi
Indonesia mencapai angka tertinggi pada tahun 2013, yaitu sebesar 67 ribu ton
dengan nilai ekspor sebesar US$98.8 juta. Pada tahun 2008 volume ekspor sotong
dan cumi-cumi Indonesia mengalami penurunan sebesar 4 298 ton dari tahun 2007
meskipun nilai ekspornya meningkat pada tahun yang sama. Peningkatan nilai
ekspor sotong dan cumi-cumi terbesar terjadi pada tahun 2011, meningkat sebesar
US$29 juta dari tahun sebelumnya. Meskipun nilai dan volume ekspor sotong dan
cumi-cumi Indonesia berfluktuatif, pada enam tahun terakhir (2008-2013) ekspor
sotong dan cumi-cumi Indonesia mengalami perkembangan yang sangat baik.
Nilai dan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia mengalami tren yang
meningkat dan signifikan.
Sumber: UN Comtrade 2013
Gambar 5 Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia
Komoditas sotong dan cumi-cumi diekspor untuk memenuhi permintaan
pasar di beberapa negara. Negara-negara tujuan ekspor sotong dan cumi-cumi
dengan permintaan terbanyak berada pada negara-negara di kawasan Asia.
Negara-negara di benua Eropa berada pada posisi kedua sebagai negara tujuan
ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia. Tabel 8 menunjukan ekspor sotong dan
cumi-cumi Indonesia menurut benua.
21
Tabel 8 Volume dan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi menurut benua tahun
2012
Benua
Volume (kg)
Nilai (US$)
Asia
51 977 770
65 957 567
Afrika
89 588
283 415
Australia
614 048
3 199 316
Amerika
398 237
3 165 757
Eropa
5 065 860
21 212 797
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012
Berdasarkan Tabel 8, pada tahun 2012 Indonesia mampu mengekspor
sotong dan cumi-cumi sebesar 51 ribu ton dengan nilai US$65 juta ke negaranegara yang berada pada kawasan Asia. Kawasan Eropa juga menjadi tujuan
ekspor sotong dan cumi-cumi kedua terbesar, total ekspor ke kawasan Eropa
sebesar 5 065 ton dengan nilai ekspor US$21 juta pada tahun 2012, meskipun
volume yang di ekspor ke negara Eropa sepuluh kali lebih rendah daripada
volume ekspor yang ditujukan ke negara-negara di kawasan Asia. Ekspor
komoditas sotong dan cumi-cumi ini juga ditujukan ke kawasan Australia,
Amerika, dan Afrika. Meskipun nilai dan volume ekspornya tidak sebesar nilai
dan volume ekspor ke negara-negara yang berada pada kawasan benua Asia dan
Eropa.
Perkembangan Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia ke Cina
Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina dijelaskan
pada Gambar 6. Volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina
mengalami tren yang berfluktuatif dan cenderung meningkat selama tahun 2004
hingga 2013.
Sumber: UN Comtrade 2013
Gambar 6 Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina tahun
1994-2013
22
Laju pertumbuhan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina pada
tahun 1994-2002 sangat rendah. Setelah itu, pada tahun 2003, ekspor sotong dan
cumi-cumi ke Cina mengalami peningkatan dan menurun pada tahun 2008.
Penurunan drastis volume ekspor dan nilai ekspor sotong dan cumi-cumi
Indonesia terjadi pada tahun 2008 dan mengalami peningkatan pada tahun 2009.
Pada tahun 2010, ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia kembali mengalami
penurunan, namun tidak sedrastis yang terjadi pada tahun 2008. Setelahnya, pada
tahun 2011 hingga tahun 2013 ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia mengalami
peningkatan yang cukup tinggi. Hal itu dikarenakan telah berlakunya ASEANChina Free Trade Area (ACFTA) pada tahun 2010. ACFTA merupakan
kesepakatan antara negara-negara ASEAN termasuk Indonesia dengan Cina untuk
mewujudkan kawasan perdagangan bebas dengan menghasilkan atau mengurangi
hambatan-hambatan perdagangan baik tarif maupun non-tarif. Adanya
penghapusan hambatan tarif dan non-tarif dalam perdagangan barang membuat
ekspor Indonesia ke Cina mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tiga
tahun terakhir. Peningkatan ekspor paling besar terjadi pada tahun 2013 dengan
nilai ekspor sebesar US$31.3 juta dan volume ekspor sebesar 29 ribu ton.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Sotong dan Cumi-cumi Indonesia
ke Cina
Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi
Indonesia di Cina pada taraf nyata 5% adalah GDP per kapita riil Cina, harga
ekspor Indonesia, harga ekspor Amerika Serikat, dan dummy krisis ekonomi,
sementara nilai tukar riil Indonesia terhadap Cina tidak berpengaruh. Penelitian ini
menggunakan model regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least
Square (OLS). Hasil regresi linear berganda dengan menggunakan metode OLS
ditunjukan oleh Tabel 9.
Tabel 9 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor
sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina tahun 1994-2013
Predictor
Coef
SE Coef
T
P
VIF
Constant
-19.787
5.565
-3.56
0.004*
LnGDPK
2.3270
0.2982
7.80
0.000*
3.804
LnRER
0.4457
0.4940
0.90
0.385
2.475
LnPE
-0.7805
0.2011
-3.88
0.002*
1.217
LnPEC
1.5543
0.6203
2.51
0.028*
2.768
D
1.2919
0.4410
2.93
0.013*
3.252
S = 0.326043
R-sq = 97.7%
R-sq(adj) = 96.8%
PRESS = 4.01899
R-sq(pred) = 92.90%
*) Signifikan pada taraf nyata 5%
Selanjutnya, dilakukan pengujian parameter dan pengujian asumsi klasik
pada hasil model regresi. Pengujian parameter dilakukan melalui Uji F, Uji-t, dan
Uji R2. Berdasarkan hasil pada Tabel 9, dapat diketahui nilai koefisien determinasi
berganda atau R2 sebesar 97.7%, yang berarti bahwa sekitar 97.7% keragaman
23
faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia
ke Cina dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya, sedangkan sisanya
sebesar 2.3% dijelaskan oleh faktor-faktor diluar model.
Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki pengaruh secara bersama-sama terhadap
volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina. Berdasarkan hasil Uji F
yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa, probabilitas F-statistik sebesar 0.000
kurang dari taraf nyata 5% (0.000 < 0.05) maka tolak H0 (Lampiran 1). Artinya,
minimal ada satu faktor variabel independen yang memengaruhi variabel
dependennya, sehingga variabel-variabel independen dalam model secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependennya pada taraf nyata
5%.
Selanjutnya dilakukan uji-t yang digunakan untuk mengetahui apakah
variabel-variabel independen masing-masing mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen atau tidak. Berdasarkan hasil uji-t yang
dilakukan dengan cara melihat p-value masing-masing variabel independen yang
lebih kecil dari taraf nyata 5%. Hasil menunjukan bahwa variabel GDP riil per
kapita negara Cina, harga ekspor Indonesia, harga ekspor negara pesaing, dan
dummy kisis ekonomi berpengaruh nyata terhadap ekspor sotong dan cumi-cumi
Indonesia, sedangkan variabel nilai tukar riil Indonesia terhadap Cina tidak
signifikan berpengaruh pada taraf nyata 5% karena p-value lebih besar dari taraf
nyata (0.385 > 0.005).
Langkah selanjutnya, pada hasil estimasi dilakukan pengujian asumsi klasik
untuk menghindari ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik yang terjadi
pada model. Uji asumsi klasik ini meliputi uji normalitas, uji mulikolinearitas, uji
heterokedastisitas, dan uji autokorelasi.
Uji pertama yang dilakukan yaitu uji normalitas Uji normalitas dilakukan
untuk mengetahui apakah residual dalam model menyebar normal atau tidak.
Untuk menguji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji KolmogorovSmirnov dengan melihat nilai probabilitasnya. Hipotesis uji normalitas dengan
menggunakan uji Komogorov-Smirnov sebagai berikut:
H0: α = 0, error term terdistribusi normal
H1: α ≠ 0, error term tidak terdistribusi normal
Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukan nilai probabilitas KolmogorovSmirnov (0.150) > taraf nyata 5% (0.05), maka tidak tolak H0 (Lampiran 2).
Artinya, bahwa asumsi error term atau residual menyebar normal dapat terpenuhi,
sehingga model regresi pada penelitian dapat digunakan.
Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan
linear antar variabel indepenennya di dalam model. Ada atau tidaknya masalah
multikolinearitas dapat dilihat pada nilai faktor inflasi ragam (Variance Inflation
Factor) atau VIF. Jika nilai VIF > 10 menunjukan bahwa adanya masalah
multikolinearitas pada suatu model. Hasil uji multikolinearitas menunjukan bahwa
nilai VIF dari masing-masing variabel independennya bernilai < 10, artinya bahwa
pada model tidak terdapat masalah multikolinearitas (Lampiran 3).
Masalah heterokedastisitas pada model menyebabkan model akan menjadi
tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Salah satu cara untuk melihat ada
atau tidaknya masalah heterokedastisitas ini adalah dengan menggunakan uji
White. Hipotesis dari uji White adalah sebagai berikut:
24
H0: Homokedastisitas
H1: Heterokedastisitas
Hasil uji White menunjukan nilai probabilitas uji White lebih dari taraf nyata
(0.204 > 0.05), maka tidak tolak H0 (Lampiran 4). Hal ini menunjukan bahwa
model tidak mengalami masalah heterokedastisitas.
Uji selanjutnya yaitu uji autokorelasi yang dilakukan untuk melihat ada atau
tidaknya korelasi antar error pada periode waktu yang berbeda. Adanya masalah
autokorelasi dalam model akan menyebabkan model menjadi tidak efisien
meskipun tidak bias dan konsisten. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau
tidaknya masalah autokorelasi pada model dengan uji Durbin Watson (DW). Dari
hasil pengujian yang telah dilakukan, nilai perhitungan Durbin Watson sebesar
1.44851. Pada tingkat signifikansi 5%, jumlah observasi sebanyak 20, dan jumlah
variabel bebas sebanyak 5, maka dapat diperoleh nilai DW-tabel untuk nilai du =
1.9908 dan dL = 0.7918. Tabel 10 menunjukan posisi nilai dari DW-stat berada
pada wilayah dL dan du atau berkisar antara 0.7918 dan 1.9908. Hal ini
menunjukan bahwa hasil pengujian ada atau tidaknya autokorelasi tidak dapat
diputuskan. Namun, karena nilai DW-stat masih jauh dari nilai dL maka dapat
diasumsikan pada model tidak terdapat autokorelasi positif.
Tabel 10 Hasil pengujian autokorelasi dengan uji Durbin Watson
Autokorelasi
positif
0
Tidak dapat
diputuskan
dL
Tidak ada
korelasi
du
Tidak dapat
diputuskan
4-du
Autokorelasi
negatif
4-dL
Berdasarkan pengujian parameter, pengujian asumsi klasik, dan estimasi
terhadap model maka dapat disimpulkan bahwa model dapat digunakan untuk
menggambarkan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor sotong dan cumi-cumi
Indonesia ke Cina. Model penduga untuk permintaan ekspor sotong dan cumicumi Indonesia adalah:
LnVOL = -19.8 + 2.33 LnGDPK – 0.781 LnPE + 1.55 LnPEC + 1.29 D
Dari hasil estimasi diperoleh koefisien GDP per kapita riil Cina sebesar
2.33 menunjukan bahwa ketika terjadi peningkatan pendapatan masyarakat Cina
sebesar 1% maka akan meningkatkan ekpor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke
negara tersebut sebesar 2.33%, ceteris paribus. Hasil estimasi tersebut telah sesuai
dengan hipotesis penelitian sebelumnya dimana GDP per kapita riil Cina memiliki
hubungan yang positif dengan volume ekspor ke negara tersebut.
Pada variabel nilai tukar riil rupiah/Yuan didapat nilai probababilitas sebesar
0.385 > 0.05 yang menunjukan bahwa nilai tukar riil tidak berpengaruh terhadap
permintaan ekspor. Hal ini disebabkan variabel nilai tukar riil (Rupiah/Yuan)
memiliki nilai elastisitas kurang dari satu sehingga bersifat inelastis. Dari nilai
elastisitas yang diperoleh dapat dijelaskan bahwa permintaan ekspor sotong dan
cumi-cumi Indonesia kurang responsif terhadap adanya perubahan (apresiasi atau
depresiasi) nilai tukar (Rupiah/Yuan). Sehingga dapat disimpulkan bahwa naik
atau turunnya nilai tukar tidak berpengaruh terhadap jumlah permintaan ekspor
sotong dan cumi-cumi Indonesia. Iswanto (2013) menyatakan bahwa suatu negara
4
25
tidak akan mengaitkan nilai tukarnya ke mata uang negara lain hanya untuk
mempertahankan daya saingnya dan volume perdagangan dunia lebih berkaitan
erat dengan kinerja ekspor dibandingkan dengan perkembangan nilai tukar.
Menurut teori permintaan ekspor, harga ekspor dan permintaan ekspor
memiliki hubungan yang negatif. Jika harga ekspor meningkat maka akan
menyebabkan penurunan jumlah barang yang diminta. Hasil regresi menunjukan
koefisien yang negatif sebesar 0.781. Artinya, jika harga ekspor sotong dan cumicumi meningkat sebesar 1% maka akan menurunkan volume ekspor sebesar
0.781%, ceteris paribus. Hasil tersebut telah sesuai dengan hipotesis awal dimana
harga ekspor memiliki hubungan yang negatif terhadap volume ekspor.
Indonesia merupakan negara pengekspor ketiga sotong dan cumi-cumi ke
Cina. Negara pesaing Indonesia dalam mengekspor sotong dan cumi-cumi ke Cina
adalah Amerika Serikat dan Korea Selatan sebagai pengekspor pertama dan
kedua. Amerika menjadi kompetitor utama Indonesia dalam mengekspor sotong
dan cumi-cumi ke Cina karena volume ekspornya tiga kali lebih besar dari
Indonesia, sehingga penelitian ini menggunakan harga ekspor sotong dan cumicumi Amerika Serikat sebagai harga ekspor pesaing. Hasil estimasi menunjukan
bahwa harga ekspor negara pesaing dalam hal ini Amerika Serikat memiliki
hubungan positif terhadap permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke
Cina. Nilai estimasi sebesar 1.55 menunjukan bahwa ketika terjadi peningkatan
harga ekspor negara pesaing sebesar 1% maka akan meningkatkan volume ekspor
sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina sebesar 1.55%, hal ini dikarenakan
importir lebih memilih untuk mengimpor sotong dan cumi-cumi tersebut dari
Indonesia dikarenakan harga sotong dan cumi-cumi Amerika Serikat mahal. Hasil
estimasi tersebut sesuai dengan hipotesis awal dan sesuai dengan teori ekonomi
yang menyatakan bahwa harga komoditas negara kompetitor akan meningkatkan
permintaan komoditas negara lainnya.
Dummy sebelum dan sesudah krisis ekonomi secara signifikan
memengaruhi ekspor Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa
koefisien dari variabel dummy krisis sebesar 1.2919. Artinya, perbedaan volume
ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia sebelum dan sesudah krisis ekonomi
sebesar 1.2919. Ketika terjadi krisis ekonomi maka nilai tukar Indonesia
mengalami depresiasi sehingga harga domestik relatif lebih murah di pasar
internasional dan pada akhirnya mendorong peningkatan ekspor.
Implikasi Kebijakan untuk Meningkatkan Ekspor
Berdasarkan hasil penelitian terkait analisis faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina, maka dapat
dirumuskan suatu kebijakan yang diharapkan dapat mendukung peningkatan
ekspor komoditas sotong dan cumi-cumi dan berbagai persoalan terkait ekspor
sotong dan cumi-cumi Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi regresi, dari faktorfaktor yang memengaruhi permintaan ekspor terdapat variabel yang tidak dapat
dipengaruhi langsung oleh pemerintah untuk mengubah volume ekspor sotong dan
cumi-cumi Indonesia, variabel tersebut antara lain GDP per kapita riil negara
importir, nilai tukar riil Indonesia terhadap Cina, dan harga ekspor pesaing yaitu
Amerika Serikat. Hal tersebut dikarenakan pendapatan masyarakat Cina tidak
26
mungkin dapat dipengaruhi oleh pemerintah Indonesia dan hasil estimasi yang
menunjukan bahwa nilai tukar tidak berpengaruh terhadap permintaan ekspor
sehingga pemerintah tidak perlu membuat kebijakan yang memengaruhi nilai
tukar.
Pemerintah dapat merumuskan suatu kebijakan melalui variabel harga
ekspor Indonesia, meskipun harga ekspor tidak dapat dipengaruhi secara langsung
oleh pemerintah. Agar Indonesia dapat terus meningkatkan volume ekspor sotong
dan cumi-cumi, Indonesia perlu meningkatkan dan memperbaiki kualitas sotong
dan cumi-cumi yang diproduksi dalam negeri. Peningkatan dan perbaikan kualitas
harus dilakukan agar Indonesia dapat bersaing dengan negara eksportir ke Cina
lainnya seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan. Salah satu masalah yang
dihadapi oleh nelayan dan pengusaha dalam bidang perikanan yaitu sebagian
besar hasil laut merupakan barang yang mudah membusuk dan hanya bisa
ditangkap pada musim tertentu. Apabila hasil tangkapan melimpah, harganya
justru murah dan pendapatan yang diperoleh tidak sesuai dengan biaya produksi
yang dikeluarkan. Sementara itu, dari jumlah hasil tangkapan laut, sekitar 60%
berupa hasil tangkapan yang mutunya masih rendah sehingga harganya sangat
murah (Darmanto 2001). Di sisi lain, negara importir mematok kualitas tertentu
untuk hasil perikanan termasuk komoditas sotong dan cumi-cumi yang diimpor
dari negara lain. Sehingga perbaikan kualitas hasil tangkapan sotong dan cumicumi yang merupakan komoditas ekspor mutlak dilakukan. Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) perlu meningkatkan mutu dan keamanan produk perikanan
sehingga dapat memacu ekspor perikanan khususnya komoditas sotong dan cumicumi. Perbaikan kualitas mutu produk perikanan harus sesuai dengan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor. PER. 01/MEN/2007 bahwa keamanan
pangan harus dijamin sepanjang rantai produksi dari proses penangkapan,
pengolahan hingga distribusi. Dalam bidang penangkapan perlu adanya armada
penangkapan yang memadai baik dari segi jumlah, jenis, maupun tipe alat tangkap
yang selama ini digunakan. Hal tersebut diharapkan mampu mempermudah
pengusaha dan nelayan yang menangkap sotong dan cumi-cumi di perairan
Indonesia. Perbaikan penggunaan alat tangkap khususnya bagi para nelayan yang
selama ini masih menangkap menggunakan alat tangkap tradisional perlu
dilakukan agar produktivitas nelayan dapat ditingkatkan. Dalam bidang
pengolahan hasil perikanan perlu dicari alternatif diversifikasi produk perikanan.
Selama ini, produk perikanan yang dihasilkan terganjal nilai tambah karena
minimnya unit pengolahan ikan. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan,
sebaran unit pengolahan masih terpusat di Indonesia bagian barat, sedangkan
sumberdaya lebih banyak berasal dari wilayah timur. Hal tersebut mengakibatkan
biaya produksi menjadi lebih tinggi. Untuk itu, investasi baru pabrik pengolahan
yang selama ini ditanamkan di wilayah barat seharusnya bisa diarahkan ke
wilayah Indonesia timur yang berdekatan dengan sumber bahan baku sehingga
biaya produksi lebih efisien. Apabila sotong dan cumi-cumi Indonesia mampu
memenuhi standar kualitas yang ada dan dihasilkan dengan biaya produksi yang
rendah maka sotong dan cumi-cumi Indonesia dapat bersaing dari sisi harga
dengan negara pengekspor lainnya dengan kualitas yang baik.
Pemerintah juga perlu menjaga volume produksi sotong dan cumi-cumi di
perairan Indonesia. Jika hasil tangkapan dari laut menurun akibat manajemen
penangkapan yang kurang baik sehingga dikhawatirkan menurunkan populasi
27
sotong dan cumi-cumi di perairan Indonesia, maka pemerintah dapat melakukan
upaya perbaikan habitat cumi-cumi.
Secara alamiah, sotong dan cumi-cumi bertelur pada substrat di dasar laut
dan benda-benda yang menggantung di air. Pola reproduksi tersebut dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi dengan cara menyediakan tempattempat untuk bertelur sotong dan cumi-cumi, yaitu pemasangan atraktor cumicumi yang akan menjadi tempat cumi-cumi bertelur. Dengan demikian, atraktor
ini akan menampung cumi-cumi lebih banyak dan cumi-cumi yang telah menetas
akan tumbuh dewasa sehingga bisa ditangkap. Tugas bagi pemerintah dan instansi
terkait yaitu memperkenalkan atraktor cumi-cumi ini kepada para nelayan sotong
dan cumi-cumi di Indonesia melalui sosialisasi dan pelatihan pembuatan model
kerangka atraktor secara kontinu dan intensif sehingga produksi sotong dan cumicumi dapat ditingkatkan. Produksi sotong dan cumi-cumi yang tinggi dengan
biaya produksi rendah akan memberikan peluang bagi Indonesia untuk dapat
meningkatkan ekspornya ke negara tujuan.
Upaya peningkatan produksi ini memang tidak langsung berpengaruh
terhadap peningkatan ekspor dan perubahan permintaan ekspor sotong dan cumicumi Indonesia. Namun, dengan adanya kemampuan produksi domestik yang
tinggi dapat menjaga kestabilan volume ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia.
Sehingga, kebutuhan konsumsi domestik dapat terpenuhi dan jika terdapat
kelebihan produksi maka Indonesia dapat terus melakukan ekspor sotong dan
cumi-cumi ke negara-negara tujuan dan memenuhi permintaan dari negara
importir.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia selama periode
tahun 1994 hingga 2013 menunjukan tren yang berfluktuatif. Cina
merupakan pasar ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia yang baik,
karena Cina merupakan negara tujuan utama ekspor sotong dan cumi-cumi
Indonesia. Perkembangan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina
menunjukan tren yang positif dan cukup besar pada tahun 2011 sampai
2013.
2. Hasil estimasi model menggunakan OLS (Ordinary Least Square)
menunjukan permintaan ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia ke Cina
dipengaruhi oleh GDP per kapita riil negara Cina, harga ekspor Indonesia,
harga ekspor negara pesaing yaitu Amerika Serikat dan dummy krisis
ekonomi, sedangkan nilai tukar riil Rupiah Indonesia terhadap Yuan Cina
tidak berpengaruh.
Saran
1. Pemerintah perlu mendorong ekspor sotong dan cumi-cumi Indonesia
dengan memperbaiki dan meningkatkan kualitas sotong dan cumi-cumi.
28
Perbaikan mutu kualitas sotong dan cumi-cumi yang merupakan bahan
pangan harus dijamin sepanjang rantai produksi mulai dari penangkapan,
pengolahan hingga distribusi dengan cara memenuhi armada dan alat
penangkapan yang memadai, diversifikasi produk perikanan, investasi
baru pabrik pengolahan yang lebih diarahkan ke wilayah timur yang
berdekatan dengan sumber bahan baku agar biaya produksi lebih efisien.
2. Indonesia perlu menjaga dan meningkatkan produksi dalam negeri dengan
upaya perbaikan habitat cumi-cumi dengan cara menyediakan tempattempat untuk bertelur buatan untuk sotong dan cumi-cumi yang disebut
atraktor cumi-cumi. Tugas bagi pemerintah dan istansi terkait adalah cara
sosialisasi dan pelatihan pembuatan atraktor sotong dan cumi-cumi secara
intensif dan kontinu sehingga volume produksi dalam negeri dapat terjaga
memenuhi permintaan ekspor.
3. Pemerintah perlu mendorong ekspor tidak hanya ke Cina, namun juga ke
negara-negara lainnya yang menjadi negara tujuan ekspor sotong dan
cumi-cumi Indonesia. Terutama di negara-negara yang berada pada
kawasan Asia mengingat negara-negara tujuan ekspor terbesar berada di
kawasan Asia. Selain itu, pengembangan negara tujuan ekspor juga perlu
dilakukan di kawasan Eropa.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, DP. 2014. Dampak Kebijakan Ecolabel Uni Eropa Terhadap Ekspor
Furnitur Indonesia di Pasar Uni Eropa. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Darmanto YS. 2001. Upaya Peningkatan Komoditas Ekspor Industri Hasil
Perikanan dengan Rekayasa Teknologi. [internet]. [diunduh 2015 Juni 05].
Tersedia pada: http://core.ac.uk/
Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Pr.
Gujarati D. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Mulyadi JA, Andri Y, penerjemah;
Barnadi D, Hardani W, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan
dari: Essential of Econometrics. Ed ke-3.
Iswanto D. 2013. Faktor-faktor yang Memengaruhi Ekspor Kayu Lapis Indonesia
ke Jepang. [internet]. [diunduh 2015 Juni 05]. Tersedia pada:
http://ojs.unund.ac.id/
Karlinda, Fitri. 2012. Analisis Daya Saing dan Faktor-faktor yang Memengaruhi
Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Analisis Data Pokok Kelautan
dan Perikanan 2014 [internet]. [diunduh pada 2015 April 07]. Tersedia pada:
http://www.kkp.go.id
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013. Kelautan dan Perikanan
dalam Angka 2013 [internet]. [diunduh pada 2015 April 07]. Tersedia pada:
http://www.kkp.go.id
29
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Kelautan dan Perikanan
dalam Angka Tahun 2014 [internet]. [diunduh pada 2015 April 07]. Tersedia
pada: http://www.kkp.go.id
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Statistik Ekspor Hasil
Perikanan Buku 1 [internet]. [diunduh pada 2015 April 10]. Tersedia pada:
http://www.kkp.go.id
[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Ekspor Hasil
Perikanan Menurut Komoditas, Provinsi, dan Pelabuhan Asal Ekspor [internet].
[diunduh pada 2015 April 07]. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id
Kurnia AM, Purnomo D. 2009. Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Dollar amerika
Serikat pada Periode Tahun 1997.I-2004.IV. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
10(2): 234-249.
Li K, Song L, Zhao X (2008). Component Trade and China’ Global Economic
Intergration. World Institute for Development Economics Resarch. 101(2) :125. doi : 978-92-9230-157-6.
Lipsey R, Courant P, Purvis D, dan Steiner P. 1995. Pengantar Mikroekonomi.
Maulana A, penerjemah. Jakarta (ID): Binarupa Aksara. Terjemahan dari:
Microeconomics. Ed ke-10.
Mankiw NG. 2006. Makroekonomi Edisi Keenam. Fitria L dan Imam N,
penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Macroeconomics. Ed ke6.
Meistika, Rani. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan
Ekspor Kepiting Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nurahmat D. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Penawaran Ekspor
CPO Indonesia ke India (periode Analisis Tahun 1989-2010). [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor
Oktaviani R, Novianti T. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan Aplikasinya
di Indonesia. Bogor (ID): IPB Pr.
Pradipta A, Firdaus M. 2014. Posisi Daya Saing dan Faktor-faktor Yang
Memengaruhi Ekspor Buah-buahan Indonesia. Jurnal Manajemen dan
Agribisnis [Internet]. [diunduh 2015 Maret 21]; 11: 129-143. Tersedia pada:
http://download.portalgaruda.org/
Sari DN, Syechalad MN, Sofyan. 2013. Analisis Faktor-faktor Yang
Memengaruhi Ekspor Kopi Arabika Aceh. Jurnal Ilmu Ekonomi [Internet].
[diunduh
2015
Maret
21];
1:
11-21.
Tersedia
pada:
http://prodipps.unsyiah.ac.id/
Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Munandar H, penerjemah; Sumiharti
Y, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari international
Economics. Ed ke-5.
Sitinjak, AR. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor
Rumput Laut Indonesia ke China, Hongkong, Jepang, dan Amerika Serikat
Periode 2001-2010. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suprehatin. 2006. Analisis Daya Saing Ekspor Nenas Segar Indonesia. Jurnal
Ilmu Pertanian Indonesia. 11(3): 42-48.
[UNCTAD]. 2015. United Nations Conference on Trade and Development. Data
nilai tukar riil 2015. [internet]. [diunduh Mei 19]. Tersedia pada:
http://www.unctad.org/
30
[UNCOMTRADE]. United Nations Commodity Trade Statistics Database.
Berbagai tahun terbitan. [diunduh 2015 April 19]. Tersedia pada:
http://www.wits.worldbank.org/
WORLD BANK. 2015. World Bank Economic Database. . [internet]. [diunduh
2015 April 19]. Tersedia pada: http://www.worldbank.org/
31
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil uji F
Source
Regression
Residual Error
Total
F
2
7
SS
55.334
1.276
56.609
MS
11.067
0.106
F
104.10
P
0.000
32
Lampiran 2 Hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
33
Lampiran 3 Hasil uji multikolinearitas
Predictor
Constant
lnGDPK
lnRER
lnPE
lnPEC
D
Coef
-19.787
2.3270
0.4457
-0.7805
1.5543
1.2919
SE Coef
5.565
0.2982
0.4940
0.2011
0.6203
0.4410
T
-3.56
7.80
0.90
-3.88
2.51
2.93
P
0.004
0.000
0.385
0.002
0.028
0.013
VIF
3.804
2.475
1.217
2.768
3.252
34
Lampiran 4 Hasil uji heterokedastisitas
Uji White
The regression equation is
lnVol = - 66.7 – 0.12 ln_gdpk + 2.97 ln_rer + 0.52 ln_pe +
5.96 ln_pec – 3.63 d
Predictor
Constant
lngdpk
lnrer
lnpe
lnec
d
Coef
-66.72
-0.121
2.969
0.524
5.964
-3.625
SE Coef
27.94
1.497
2.480
1.010
3.114
2.214
T
-2,39
-0,08
1,20
0,52
1,92
-1,64
P
0.034
0.934
0.254
0.613
0.080
0.127
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual error
Total
DF
SS
5 23.061
12 31.143
17 55.204
MS
4.612
2.679
F
1.72
P
0.204
VIF
3.804
2.475
1.217
2.768
3.252
35
Lampiran 5 Hasil regresi data
The regression equation is
lnvol = - 19.8 + 2.33 ln_gdpk + 0.446 ln_rer - 0.781
ln_pe + 1.55 ln_pec + 1.29 d
Predictor
Coef
SE Coef
T
P
VIF
Constant
-19.787
5.565 -3,56
0.004*
lnGDPK
2.3270
0.2982
7,80
0.000*
3.804
lnRER
0.4457
0.4940
0,90
0.385
2.475
lnPE
-0.7805
0.2011 -3,88
0.002*
1.217
lnPEC
1.5543
0.6203
2,51
0.028*
2.768
D
1.2919
0.4410
2,93
0.013*
3.252
S = 0.326043
R-sq = 97.7%
R-sq(adj)=96.8%
Analysis of Variance
Source
Regression
Residual error
Total
F
5
2
7
SS
55.334
1.276
56.609
MS
11.067
0.106
F
104.10
P
0.000
36
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Februari 1994. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Sobirin Roi dan E.
Rukoyah. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1999 sampai dengan tahun
2005 di SD Negeri Margajaya 1 Bogor. Setelah lulus, pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4 Bogor. Setelah itu, penulis
melanjutkan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 5 Bogor dan lulus pada
tahun 2011. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi.
Pada tahun 2011, penulis lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) melalui jalur tes tertulis di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis
diterima di IPB pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen (FEM).
Selama menjalankan masa perkuliahan di IPB, penulis aktif pada organisasi
kemahasiswaan dan tergabung dalam Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada periode 2012/2013 sebagai
staff divisi D’Bussiness Corporation and Troops (DISTRO) dan diberikan
penghargaan sebagai staff terbaik tahun 2013. Penulis juga aktif mengikuti
berbagai kepanitiaan baik di tingkat departemen, fakultas, maupun kampus IPB.
Selama perkuliahan, penulis mendapatkan kesempatan menerima beasiswa
Supersemar pada semester 5 hingga semester 6 dan beasiswa Peningkatan Prestasi
Akademik (PPA) pada semester 7.
Download