manajemen risiko bahan baku produk karangan bunga di pasar

advertisement
MANAJEMEN RISIKO BAHAN BAKU
PRODUK KARANGAN BUNGA
DI PASAR BUNGA WASTUKENCANA BANDUNG
SKRIPSI
MARKHAMAH
H34086053
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
RINGKASAN
MARKHAMAH. Manajemen Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga
di Pasar Bunga Wastukencana Bandung. Skripsi. Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. (Di bawah
bimbingan HARMINI).
Kesejahteraan masyarakat yang meningkat diikuti oleh meningkatnya
pendapatan dan gaya hidup menuju ke alam (green living movement)
mengakibatkan perkembangan pola konsumsi masyarakat yang tidak terpaku lagi
pada pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan sudah menuntut suasana lingkungan
nyaman, sehat, dan menarik (keindahan/estetika) serta kebutuhan saling
menghargai antar individu. Produk karangan bunga difungsikan sebagai ucapan
dalam berbagai acara atau perayaan, juga sebagai simbol penghargaan antar
individu. Pasar Bunga Wastukencana merupakan salah satu pusat perdagangan
tanaman hias, bunga potong dan produk-produk bunga lainnya terbesar di Kota
Bandung. Karakteristik penjualan produk karangan bunga, terlihat pada jumlah
permintaan yang tidak menentu, latar belakang konsumen tertentu, serta bahan
baku utama yang bersifat perishable dan adanya sistem perjanjian pengiriman
bahan baku yang bersifat tetap (abodemen). Studi kasus dilakukan pada Florist X
yang memiliki permasalahan berupa risiko dalam usaha penjualan produk
karangan bunga. Dari beberapa karakteristik di atas, risiko yang dihadapi oleh
Florist X, salah satunya adalah risiko bahan baku. Penggunaan bahan baku yang
ideal adalah sebesar 100 ikat setiap periode pengiriman, namun dalam
kenyataanya penggunaan bahan baku bisa lebih kecil atau lebih besar dari jumlah
pasokan bahan baku, yang mengakibatkan pemakaian bahan baku tidak menentu,
sehingga dapat menimbulkan kerugian yang menyebabkan adanya fluktuasi
pendapatan.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi risiko yang terdapat
pada usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana (2)
Menganalisis probabilitas dan dampak risiko bahan baku (3) Menyusun alternatif
strategi pada usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga
Wastukencana dalam mengantisipasi risiko yang terjadi. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa Florist X merupakan salah satu
florist yang sudah lama bergelut dalam usaha penjualan produk karangan bunga
sejak Pasar Bunga Wastukencana berdiri. Waktu pengumpulan data dimulai pada
bulan Juli sampai Agustus 2010.
Pengukuran risiko terbagi menjadi dua, yaitu pengukuran yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran yang bersifat kuantitas dilakukan dengan
menggunakan Metode Nilai Standar (Z-score) dan Value at Risk. Sedangkan
pengukuran yang bersifat kualitatif dilakukan dengan menggunakan Metode
Aproksimasi, yaitu dengan menggunakan Expert Opinion.
Indikasi adanya risiko bahan baku pada usaha penjualan produk karangan
bunga dapat dilihat dengan adanya fluktuasi penggunaan bahan baku setiap
periode pengiriman barang (abodemen) yang dialami Florist X. Risiko tersebut
mengakibatkan pemakaian bahan baku tidak menentu, sehingga menimbulkan
kerugian. Pada saat permintaan menurun, pasokan bahan baku berlebih hingga
tidak terpakai karena menjadi busuk. Sedangkan pada saat permintaan meningkat,
mengalami kekurangan bahan baku, hingga harus mencari pasokan lain di luar
abodemen yang harganya dua kali lipat dari harga normal. Risiko lainnya adalah
sistem quality control yang kurang baik dari petani pemasok bahan baku,
sehingga menyebabkan pasokan bahan baku tidak 100 persen berkualitas baik
dan memenuhi standar. Selain itu, belum adanya penanganan yang tepat terhadap
bahan baku oleh Florist X, sehingga apabila terjadi penumpukkan bahan baku,
akan mengakibatkan banyaknya bakteri pembusukan yang dapat menyebar ke
bahan baku yang baru, sehingga dapat mengakibatkan pembusukkan massal. Dari
hasil pengukuran risiko dengan menggunakan Z-score dan Value at Risk, nilai
probabilitas penggunaan bahan baku yang lebih kecil dari 80 ikat dan lebih besar
dari 120 ikat pada Florist X adalah 52,6 persen, sedangkan nilai Value at Risk
yang diperoleh sebesar Rp 200.220,515. Dalam peta risiko, risiko bahan baku
terdapat pada kuadran I.
Strategi penanganan risiko yang dilakukan terbagi menjadu dua, yaitu:
preventif dan mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk sumber risiko yang
berada pada kuadran I dan II. Strategi mitigasi diakukan untuk sumber risiko
yang berada pada kuadran I dan III. Penganganan preventif bertujuan untuk
menghindari terjadinya risiko. Penanganan preventif yang dilakukan berupa
memperbaiki sistem pasokan bahan baku (abodemen). Strategi yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan peramalan terhadap penjualan periode
berikutnya. Identifikasi kebutuhan bahan baku pada periode-periode mendatang
dapat diketahui dengan menghubungkan data penjualan selama satu tahun yang
lalu dengan data penggunaan bahan bakunya, kemudian menganalisis penyebab
dari naik turunnya permintaan. Secara historis, Florist X dapat melakukan
peramalan penjualan untuk periode-periode berikutnya, kemudian diturunkan
dalam kebutuhan bahan baku untuk periode berikutnya, sehingga pemesanan
bahan baku dapat diantisipasi. Strategi selanjutnya adalah melakukan penanganan
yang baik dan tepat dalam menjaga kesegaran dan kualitas bahan baku. Selain
itu, mengembangkan sumber daya manusia serta memasang dan memperbaiki
fasilitas fisik.
Sedangkan penanganan mitigasi bertujuan untuk meminimalkan dampak
yang ditimbulkan oleh sumber-sumber risiko. Penanganan mitigasi yang
dilakukan berupa melakukan kerjasama dengan florist-florist yang lain dalam
mengatasi kelebihan bahan baku, melakukan penggabungan dengan beberapa
florist dalam pemesanan bahan baku pada pemasok bahan baku, melakukan
diversifikasi usaha, diantaranya dengan menciptakan unit usaha sendiri yang
melakukan penjualan bunga secara eceran dan juga bentuk buket, dan penggunaan
bunga dari kertas sebagai pengganti sementara untuk bunga potong apabila terjadi
kelangkaan pada bunga potong. Selain itu, melakukan kontrak dengan Koppas
Bunga Wastukencana dalam hal bantuan pinjaman modal, meningkatkan
tanggungjawab kerja dan ketampilan melalui briefing dan jobdesk yang jelas, dan
pada saat pemesanan, konsumen membayar uang muka sebesar 30-50 persen dari
harga produk, hal ini untuk memperkecil risiko piutang tak tertagih.
Alternatif strategi penanganan risiko bahan baku adalah prevent at source.
Permasalahan karyawan, jobdesk dan pemasaran yang belum maksimal dengan
detect and monitor, sedangkan piutang tak tertagih dan keteledoran karyawan
dengan monitor. Teknik pemasaran yang masih konvensional dengan low control.
MANAJEMEN RISIKO BAHAN BAKU
PRODUK KARANGAN BUNGA
DI PASAR BUNGA WASTUKENCANA BANDUNG
MARKHAMAH
H34086053
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi
: Manajemen Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga
di Pasar Bunga Wastukencana Bandung
Nama
: Markhamah
NIM
: H34086053
Disetujui,
Pembimbing
Ir. Harmini, MSi.
NIP. 19600921 198703 2 002
Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Kehadirat Illahi Rabbi atas segala rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Manajemen Risiko
Bahan Baku Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana Bandung”.
Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat risiko bahan baku dan
alternatif strategi penanganan risiko usaha penjualan produk karangan bunga di
Pasar Bunga Wastukencana Bandung.
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat
untuk semua pihak.
Bogor, Nopember 2010
Markhamah
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Manajemen
Risiko Bahan Baku Produk Karangan Bunga di Pasar Bunga Wastukencana
Bandung” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2010
Markhamah
H34086053
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Indramayu, Jawa Barat pada tanggal 08 Januari 1987
sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan Bapak Suwardi, M.Pd. dan Ibu
Tati Hartati.
Penulis memulai pendidikan dasarnya pada tahun 1993 di SD Negeri
Karanganyar VI Indramayu dan lulus pada tahun 1999. Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama diselesaikan penulis pada tahun 2002 di SLTP Negeri 1 Kandanghaur,
Indramayu. Tahun 2005 penulis menyelesaikan Pendidikan Menengah Atas di
SMU Negeri 6 Cirebon dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai
mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur reguler pada Program
Keahlian Manajemen Agribisnis, Direktorat Program Diploma III dan lulus pada
tahun 2008. Pada tahun 2008 pula penulis diterima di Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Direktorat Program Sarjana Ekstensi, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur reguler.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada:
1.
Ir. Harmini, MSi. Selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan,
waktu serta kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menyusun
skripsi ini.
2.
Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberi do’a, kasih sayang, dukungan
moral dan materiil untuk ananda tercinta.
3.
Pihak Pasar Bunga Wastukencana dan Puspa Indah Forist atas waktu,
kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.
4.
Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan V atas
semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta
seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
kebersamaan dan ketulusan dari sebuah persahabatan.
Bogor, Oktober 2010
Markhamah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL. .................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................
v
I.
PENDAHULUAN .......................................................................
1
1.1 Latar Belakang ........................................................................
1.2 Perumusan Masalah.................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................
1
6
8
9
9
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
11
2.1 Agribisnis Florikultura ...........................................................
2.2 Karakteristik Komoditas Flotikultura .....................................
2.3 Produk Karangan Bunga .........................................................
2.4 Definisi dan Peran Florist .......................................................
2.5 Hasil Penelitian Terdahulu ......................................................
11
13
13
15
15
KERANGKA PEMIKIRAN.......................................................
22
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................
3.1.1 Definisi dan Konsep Risiko ...........................................
3.1.2 Sumber Risiko ...............................................................
3.1.3 Sikap Individu Terhadap Risiko.....................................
3.1.4 Manajemen Risiko.........................................................
3.1.5 Proses Pengelolaan Risiko .............................................
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................
22
22
23
25
29
29
34
METODOLOGI PENELITIAN .................................................
37
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................
4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ......................................
4.3 Metode Pengolahan Data.........................................................
4.3.1 Analisis Deskriptif.........................................................
4.3.2 Pengukuran Risiko.........................................................
4.3.3 Pemetaan Risiko ............................................................
4.3.4 Strategi Penanganan Risiko ...........................................
37
37
38
38
39
42
44
II.
III.
IV.
V.
VI.
GAMBARAN UMUM.................................................................
49
5.1 Pasar Bunga Wastukencana .....................................................
5.2 Karakteristik Florist X ............................................................
5.3 Produk Karangan Bunga..........................................................
5.4 Kegiatan Penjualan Produk Karangan Bunga...........................
5.4.1 Penyediaan Bahan Baku ................................................
5.4.2 Dekorasi (Proses produksi) ............................................
5.4.3 Pemasaran .....................................................................
49
49
50
54
54
55
55
ANALISIS RISIKO BAHAN BAKU
PRODUK KARANGAN BUNGA ..............................................
56
6.1 Identifikasi Sumber Risiko ......................................................
6.1.1 Unit Produksi.................................................................
6.1.2 Unit Pemasaran (Penjualan)...........................................
6.1.3 Unit Pasar......................................................................
6.1.4 Unit Sumber Daya Manusia ...........................................
6.1.5 Unit Keuangan...............................................................
6.2 Analisis Kuantitatif Risiko Bahan Baku...................................
6.2.1 Analisis Probabilitas Risiko Bahan Baku .......................
6.2.2 Analisis Dampak Risiko Bahan Baku.............................
6.3 Pemetaan Risiko Bahan Baku..................................................
6.4 Strategi Penanganan Risiko .....................................................
56
56
57
58
58
59
62
63
67
70
71
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
84
7.1 Kesimpulan .............................................................................
7.2 Saran.......... .............................................................................
84
88
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
89
LAMPIRAN......... .................................................................................
91
VII.
ii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Tahun 2007-2008
(Milyar Rupiah) ............................................................................... 1
2.
Data Pedagang Tanaman Hias dan Kelembagaan Kelompok Tani
di Kota Bandung Tahun 2008 .......................................................... 5
3.
Pemanfaatan Jenis Bunga Potong dalam Berbagai Kegiatan ............ 14
4.
Daftar Penelitian Terdahulu............................................................. 21
5.
Jenis, Kualifikasi, dan Pemakaian Bahan Baku Produk Karangan
Bunga pada Florist X ...................................................................... 51
6.
Data Penggunaan Bahan Baku Setiap Periode Abodemen
Pada Florist X Periode Juni-Juli 2010 (ikat) .................................... 64
7.
Hasil Analisis Probabilitas Risiko pada Usaha Penjualan Produk
Karangan Bunga Florist X Periode Juni-Juli 2010 ........................... 66
8.
Dampak Risiko Bahan Baku pada Florist X
Periode Juni-Juli 2010 ..................................................................... 69
9.
Data Penjualan dan Pemakaian Bahan Baku Florist X
dari Agustus 2009-Juli 2010 ............................................................ 74
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Grafik Pendapatan Usaha Penjualan Produk Karangan Bunga
pada Florist X di PWB Periode Juni-Juli 2010................................... 7
2.
Hubungan Fungsi Kepuasan dengan Pendapatan ............................... 26
3.
Hubungan Fungsi Kepuasan, Pendapatan, dan Ukuran
Tingkat Kepuasan ............................................................................. 27
4.
Hubungan Risk dan Return ................................................................ 28
5.
Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan............................................... 30
6.
Alur Kerangka Pemikiran Operasional............................................... 36
7.
Diagram Pemetaan Risiko ................................................................. 44
8.
Peta Preventif Risiko ......................................................................... 45
9.
Peta Mitigasi Risiko .......................................................................... 46
10. Alternatif Strategi Menghadapi Risiko............................................... 48
11. Struktur Organisasi Florist X............................................................. 50
12. Peta Hasil Identifikasi Risiko............................................................. 61
13. Hasil Pemetaan Risiko....................................................................... 71
14. Strategi Preventif Risiko.................................................................... 77
15. Strategi Mitigasi Risiko ..................................................................... 80
16. Alternatif Strategi Penanganan Risiko pada Florist X ........................ 82
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Data Pendapatan Usaha Penjualan Produk Karangan Bunga Pada
Florist di PBW per Periode Pengiriman Barang dari Bulan Juni
Sampai Bulan Juli 2010 ..................................................................... 91
2.
Peta Lokasi Pasar Bunga Wastukencana ............................................ 92
3.
Gambar Aktivitas di Pasar Bunga Wastukencana............................... 93
v
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hortikultura merupakan salah satu sektor agribisnis yang banyak
memberikan kontribusi bagi pendapatan nasional Indonesia.
Kontribusi
komoditas hortikultura tercermin dalam Produk Domestik Bruto (PDB) yang
menjadi salah satu indikator ekonomi makro bagi pendapatan nasional.
Kontribusi komoditas hortikultura terhadap pembentukan PDB memperlihatkan
kecenderungan yang terus meningkat, pada tahun 2007 total nilai PDB sebesar
76.795 milyar rupiah dan mengalami peningkatan sebesar 4,55 persen pada tahun
2008 yakni sebesar 80.292 milyar rupiah. Peningkatan persentase PDB tersebut
disebabkan oleh meningkatnya produksi di berbagai sentra produksi dan kawasan
hortikultura, meningkatnya luas areal produksi dan areal panen, serta
meningkatnya nilai ekonomi dan nilai tambah produk hortikultura yang cukup
tinggi dibandingkan komoditas lainnya1. Peranan Komoditas Hortikultura dalam
meningkatkan PDB Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Tahun 2007-2008
(Milyar Rp)
No
1
2
3
4
Komoditas
Hortikultura
Buah-buahan
Sayuran
Tanaman Hias
Biofarmaka
Total
Tahun
2007
42.362
25.587
4.741
4.105
76.795
2008
42.660
27.423
6.091
4.118
80.292
Perkembangan
(%)
4,02
7,18
28,48
0,32
4,55
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura
www.sinartani.com (21 Mei 2010) (diolah)
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa komoditas hortikultura meliputi buahbuahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka. Masing-masing dari komoditas
hortikultura mengalami peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2008. Dari
1
Sinartani. 2008. Kontribusi Terhadap PDB. http://www.sinartani.com/sorotan/kontribusiterhadap-pdb [Mei 2010]
data tersebut terlihat bahwa komoditas hortikultura yang mengalami peningkatan
cukup tajam adalah komoditas tanaman hias atau florikultura, nilai PDB
florikultura mengalami peningkatan sebesar 1.350 milyar rupiah atau sekitar
28,48 persen.
Sedangkan peningkatan nilai PDB terendah untuk komoditas
hortikultura yaitu biofarmaka sebesar 13 milyar rupiah atau sekitar 0,32 persen.
Florikultura merupakan salah satu subsektor yang memiliki potensi
sebagai pusat pertumbuhan baru sektor pertanian. Selain itu florikultura di
Indonesia menjadi salah satu industri yang sedang dikembangkan dalam upaya
peningkatan kesejahteraan petani, memperluas lapangan pekerjaan, pariwisata
serta menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman. Menurut Saragih (2001),
Agribisnis florikultura adalah keseluruhan kegiatan bisnis yang terkait dengan
bunga-bungaan dan terdapat tiga alasan yang mendukung perkembangan
florikultura di Indonesia yaitu: (1) Potensi keragaman jenis tanaman hias yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi (2) Potensi pasar produk tanaman hias baik
domestik maupun ekspor, dan (3) Potensi ketersediaan lahan bagi pengembangan
tanaman hias di Indonesia yang masih cukup luas.
Perkembangan florikultura di Indonesia telah dimulai pada akhir 1980-an
ketika para petani dapat memenuhi kebutuhan primernya dari usaha tanaman hias.
Pengusahaan bunga dan tanaman hias ternyata mampu mengubah pola usahatani
dari sekedar hobi menjadi usaha komersial yang prospektif.
Seiring dengan
pertumbuhan perekonomian, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan pemukiman
dan industri pariwisata maka area produksi tanaman hias pun semakin meningkat
walaupun dengan persen peningkatan yang rendah.
Pada tahun 1993 area
produksi tanaman hias tercatat mencapai 1.823 hektar dan pada tahun 1995
menjadi 1.996 hektar, atau meningkat satu persen per tahun. Menurut Asosiasi
Bunga Indonesia (Asbindo), Agribisnis florikultura termasuk tangguh melalui
masa krisis ekonomi dan moneter di Indonesia pada tahun 1997-19982.
Produksi tanaman hias di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun
2006 sampai tahun 2007 sebesar 179.374.218 tangkai, hal ini membuktikan
bahwa potensi Indonesia terhadap Agribisnis florikultura sangat besar.
2
Binaukm. 2010. Peluang usaha bunga potong bisnis buat ukm. http://binaukm.com.
[23 Nopember 2010]
2
Berikut perkembangan produksi tanaman hias di Indonesia periode 2003-2007
pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi Tanaman Hias di Indonesia Periode 2003-2007
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Komoditas
Anggrek
Anthurium
Anyelir
Gerbera(Herbras)
Gladiol
Heliconia
Krisan
Mawar
Sedap Malam
JUMLAH
Dracaena 1)
Melati 2)
Palem 3)
2003
6.904.109
1.263.770
2.391.113
3.071.903
7.114.382
681.920
27.406.464
50.766.656
16.139.563
115.739.880
2.553.020
15.740.955
668.154
Produksi (tangkai)
2004
2005
2006
8.027.720
7.902.403
10.903.444
1.285.061
2.615.999
2.017.534
1.566.931
2.216.123
1.781.046
3.411.126
4.065.057
4.874.098
16.686.134
14.512.619
11.195.483
804.580
1.131.568
1.390.117
27.683.449
47.465.794
63.716.256
61.540.963
60.719.517
40.394.027
37.516.879
32.611.284
30.373.679
158.522.843 173.240.364 166.645.684
1.082.596
1.131.621
905.039
29.313.103
22.552.537
24.795.996
530.325
751.505
986.340
2007
9.484.393
2.198.990
1.901.509
4.931.441
11.271.385
1.427.048
66.979.260
59.492.699
21.687.493
179.374.218
2.041.962
15.775.751
1.171.768
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura
www.hortikultura.go.id (23 Nopember 2010)
Ket
: 1) Satuan Produksi dalam Batang
2
) Satuan Produksi dalam Kg
3
) Satuan Produksi dalam pohon
Kota Bandung adalah salah satu kota yang akan dijadikan sebagai
Kawasan Percontohan Agribisnis Perkotaan (Dispertan Kota Bandung 2008) yang
diharapkan pada masa yang akan datang mampu menjadi suatu Kawasan
Pengembangan
Tanaman
Hias
yang
representatif,
sehingga
mampu
meningkatkan produksi, kualitas, dan pendapatan bagi masyarakat di Kota
Bandung. Harapannya adalah mampu memiliki fasilitas pengembangan tanaman
hias yang lengkap seperti sentra penjualan yang dilengkapi dengan adanya jasa
konsultasi, pelatihan dan pendidikan, ruang pameran, klinik tanaman hias, Jasa
dekorasi, landscaping, jasa pembuatan taman dan pusat informasi tanaman hias
yang dikelola oleh petani.
Kota Bandung merupakan ibu kota propinsi Jawa Barat yang memiliki
luas wilayah 16.729,65 hektar dengan jumlah penduduk mencapai 2.339.928 jiwa
(BPS Kota Bandung 2007) dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata 16.524
jiwa per km2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bandung mengalami
3
peningkatan 77,15 pada tahun 2003 menjadi 78,09 pada tahun 2007. Salah satu
komponen penentu IPM tersebut adalah daya beli, yang dapat digunakan untuk
meninjau
tingkat
kesejahteraan
masyarakat
juga
tingkat
pemerataan
kesejahteraannya. Sedangkan nilai indeks daya beli masyarakat Kota Bandung
tahun 2005 sebesar 63,84 poin atau setara dengan 574.120 rupiah. Angka daya
beli ini sedikit lebih tinggi dari angka daya beli Propinsi Jawa Barat.
Menurut Dinas Pertanian Kota Bandung, salah satu strategi yang tepat
dalam pengembangan pertanian di Kota Bandung ialah dengan mengembangkan
pertanian perkotaan melalui pemilihan komoditas pertanian unggulan yang
memiliki produktivitas tinggi, mempunyai nilai ekonomis tinggi, memiliki
peluang pasar terbuka dan berdaya saing, salah satunya adalah komoditas
florikultura.
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang diikuti oleh peningkatan
pendapatan dan gaya hidup menuju ke alam (green living movement),
menciptakan perkembangan pola konsumsi masyarakat yang tidak terpaku lagi
pada pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan sudah menuntut suasana lingkungan
nyaman, sehat, dan menarik (keindahan/estetika) serta kebutuhan saling
menghargai antar individu3.
Di kota-kota besar seperti Bandung, persepsi
masyarakat terhadap produk bunga semakin positif, sehingga penggunaan produk
bunga khususnya bunga potong tidak hanya terbatas untuk sekedar hiasan, tetapi
dapat difungsikan sebagai ucapan dalam bentuk karangan bunga (ucapan selamat
dan bela sungkawa).
Selain itu, produk bunga juga dapat digunakan sebagai bahan dekorasi
dalam berbagai acara, seperti pesta pernikahan, khitanan, peresmian gedung,
ulang tahun, dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut, daya beli masyarakat
untuk mengkonsumsi bunga di kota-kota besar semakin meningkat, prospek usaha
rangkaian bunga cukup cerah bila dikelola secara intensif dan komersial. Hal
tersebut selaras dengan meningkatnya PDB tanaman hias pada tahun 2008 (Tabel
1), oleh karena itu pemerintah perlu memperhatikan komoditas florikultura
tersebut.
3
Asbindo. 2009. Bunga dan Pernak-pernik Bisnis Politiknya. http://saribincang.wordpress.com
[Mei 2010]
4
Salah satu produk bunga potong yang memiliki nilai tambah adalah
produk karangan bunga. Produk karangan bunga difungsikan sebagai perwakilan
ucapan atau penyampaian isi hati si pengirim kepada si penerima.
Produk
karangan bunga biasanya dijual oleh toko bunga (florist) dengan merubah bentuk
bunga potong segar menjadi sebuah bentuk karangan disertai dengan tulisan pada
papan bunga. Pada perkembangan selanjutnya dalam usaha dan budidaya produkproduk
florikultura,
mampu
meningkatkan
pendapatan
petani
sehingga
berpengaruh besar terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga petani. Selain itu
dapat memberikan dampak positif yang lebih luas yaitu terciptanya Kawasan
Agrowisata.
Banyaknya
kegiatan-kegiatan
resmi
seperti
pernikahan
membutuhkan berbagai produk-produk bunga, sehingga pasokan produk bunga
cukup tinggi. Industri tanaman hias yang juga dikembangkan adalah pelayanan
jasa konsultasi pembuatan taman/landscaping, penataan dekorasi ruangan, rental
tanaman, produk-produk karangan dan rangkaian bunga, pelatihan perbanyakan
tanaman dengan penerapan teknologi kultur jaringan, dan toko-toko bunga
(florist).
Menurut data dari Dinas Pertanian Kota Bandung (2008), total jumlah
petani dan pedagang masih sekitar 512 orang dengan total luas areal usaha
tanaman hias 9,14 hektar, masih memiliki potensi pengembangan areal sekitar 16
hektar. Omzet penjualan tanaman hias dan produk-produk bunga lainnya di Kota
Bandung berkisar 1.972.450.000 rupiah per bulan atau setara dengan
23.669.400.000 rupiah per tahun.
Selain itu, keragaan tanaman hias Kota Bandung tersebar di seluruh
wilayah Kota Bandung. Tanaman Anggrek berada di Kecamatan Ujungberung,
Kiaracondong, Cibeunying Kaler, Cibeunying Kidul, dan Buah Batu. Produksi
tanaman hias daun berada di Kecamatan Rancasari, Arcamanik, dan Sukasari.
Sedangkan sentra produksi tanaman Sedap Malam berada di Kecamatan
Gedebage, Ujungberung, dan Kiaracondong.
Selain itu kawasan sentra
perdagangan tanaman hias yang ada di wilayah Kota Bandung berada di
Kecamatan Bandung Wetan, Regol, Cibeunying Kaler, Sukasari, Wastukencana
serta beberapa titik jalur utama jalan-jalan di Kota Bandung. Pada Tabel 3 dapat
5
menunjukkan data pedagang tanaman hias dan kelembagaan kelompok tani di
Kota Bandung tahun 2008 beserta luas lahan usahanya.
Tabel 3. Jumlah Pedagang Tanaman Hias dan Jumlah Kelompok Tani di Kota
Bandung Tahun 2008
No
Kecamatan
1
Arcamanik
1
4
Luas
Lahan
Usaha
(m2)
1.950
2
Bandung
Wetan
2
88
4.385,5
Buahbatu
Cibeunying
Kaler
Cibeunying
Kidul
1
9
1.049
1
10
1.045
1
15
1.045
6
Cibiru
3
12
3.203
7
8
Gedebage
Kiaracondong
1
1
10
10
10.000
1.122
9
Lengkong
1
10
1.622
10
Rancasari
1
25
6.125
11
Regol
1
43
1.670
12
Ujungberung
3
23
2.896
3
4
5
Jumlah
Kelompok
Tani
Jumlah
Petani/
Pedagang
Keterangan
Kelompok Tani Kebon Cisaranten
Kelompok Pedagang Tanaman Hias
dan Bunga Potong Taman
Cibeunying dan Pasar Bunga
Wastukencana
Kelompok Tani Pertiwi
Kelompok Tani Anggrek
Bozongkenong
Kelompok Pedagang Tanaman Hias
Puspa Yudha
Kelompok Tani Mandiri, Pemuda
Tani Jamur Manglayang, dan Sabila
Lestari
Kelompok Tani Gotong Royong
Kelompok Tani Javanica
Perkumpulan Pedagang tanaman
Hias Turangga
Kelompok Tani Kembang
Rancasari
Kelompok Pedagang Bunga dan
Tanaman Hias Tegalega
Kelompok Tani Cattleya, Mitra
Asri, dan Paci 07
Sumber : Dinas Pertanian Kota Bandung (2008)
Pasar Bunga Wastukencana merupakan salah satu pusat perdagangan
tanaman hias, bunga potong dan produk-produk bunga lainnya di Kota Bandung.
Produk karangan bunga merupakan produk yang paling banyak diperjual-belikan
dan menjadi produk unggulan bagi Pasar Bunga Wastukencana. Pasar Bunga
Wastukencana memiliki 30 toko bunga (florist) yang melakukan usaha penjualan
produk karangan bunga yang memiliki karakteristik usaha yang sama (homogen)
dan sudah menjadi ikon di Kota Bandung sebagai tempat penjualan produk
karangan bunga terlengkap, seperti produk bunga papan ucapan (krans, standing
flower stik bahagia, stik sukses, stik duka cita). Pada Tabel 3 disebutkan bahwa
Pasar Bunga Wastukencana merupakan salah satu pasar bunga terbesar di Kota
Bandung yang mempunyai jumlah pedagang dan petani yang banyak. Pasar
6
Bunga Wastukencana dapat dijadikan sampel untuk menganalisis bagaimana
gambaran risiko dari usaha penjualan produk karangan bunga di Kota Bandung.
1.2 Perumusan Masalah
Pasar Bunga Wastukencana merupakan pasar bunga terbesar di Kota
Bandung yang berdiri sejak tahun 1950 dalam usaha penjualan produk karangan
bunga.
Pasar Bunga Wastukencana memiliki 28 kios bunga (florist) yang
memiliki kesamaan dalam usahanya yaitu dari jenis dan bentuk produk yang
dijual, harga produk, status usaha, teknik pemasaran, dan pasokan bahan baku dari
masing-masing florist. Studi kasus dalam penelitian ini adalah Florist X yang
merupakan florist yang berdiri paling lama sejak tahun 1970 di Pasar bunga
Wastukencana. Usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar
Bunga Wastukencana tidak bisa lepas dari risiko usaha dalam setiap kegiatannya.
Risiko terjadi pada tiap aktivitas usahanya.
Produk karangan bunga berbeda
dengan produk bunga potong lainnya. Produk karangan bunga biasanya dijual
pada florist-florist yang berskala usaha kecil, namun omzet penjualan dapat
dikatakan sangat tinggi karena produk karangan bunga memiliki nilai tambah
yang besar.
Permintaan produk ini tergantung dari banyaknya konsumen yang
membutuhkan karangan bunga sebagai perwakilan ucapan dalam suatu kegiatan
perayaan atau acara. Oleh karena itu, permintaan produk karangan bunga setiap
hari tidak dapat diprediksi jumlahnya. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut
Florist X membutuhkan manajemen risiko yang baik untuk meminimalisir
dampak dari risiko tersebut, terutama yang berkaitan dengan pasokan bahan baku
yang akan digunakan.
Berdasarkan observasi studi pendahuluan di lapangan, diperoleh bahwa
kegiatan penjualan produk karangan bunga bagi setiap florist di Pasar Bunga
Wastukencana memiliki karakteristik. Karakteristik penjualan produk karangan
bunga, terlihat pada jumlah permintaan yang tidak menentu, karena bergantung
dari banyak sedikitnya acara. Karakteristik lain adalah bentuk usaha penjualan
produk karangan bunga yang homogen antara satu florist dengan florist lainnya.
Selain itu, konsumen produk karangan bunga memiliki latar belakang ekonomi
dan sosial tertentu. Biasanya dari kalangan pejabat, pengusaha, instansi negeri
7
maupun swasta, perusahaan, dan lain sebagainya.
Karakteristik selanjutnya
adalah bahan baku utama berupa bunga potong yang bersifat perishable/mudah
rusak serta adanya sistem perjanjian pengiriman bahan baku (abodemen).
Dari beberapa karakteristik di atas, usaha penjualan produk karangan
bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana memiliki risiko. Risiko yang
dihadapi oleh Florist X, salah satunya adalah risiko yang terjadi pada bahan baku
utama seperti bunga potong segar (Crysant, Gladiol, Suyok, Dahlia, Hebras, Rose,
dan Baby Aster) yang bersifat mudah rusak dan terikat dalam sistem perjanjian
abodemen, yaitu pengiriman bahan baku yang waktu, harga, dan jumlahnya tetap
dan kontinyu setaip periode pengiriman. Tabel 4 memperlihatkan pemakaian
bahan baku selama 18 periode pada bulan Juni-Juli 2010 pada Florist X.
Tabel 4. Data Penggunaan Bahan Baku Setiap Periode Abodemen pada Florist X
Periode Juni-Juli 2010 (Ikat)
Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Pasokan Bahan
Baku
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Penggunaan
Bahan Baku
96
69
77
82
64
95
54
81
70
116
54
153
71
121
115
51
83
76
Bahan Baku
Terbuang
4
31
23
18
36
5
46
19
30
46
29
49
17
24
Tambahan
Bahan Baku
16
53
21
15
-
Dari tabel di atas, pemakaian bahan baku terlihat tidak menentu, tidak
semua pasokan bahan baku setiap periodenya terpakai 100 persen. Penggunaan
8
bahan baku yang ideal adalah sebesar 100 ikat setiap periode pengiriman, namun
dalam kenyataanya penggunaan bahan baku bisa lebih kecil atau lebih besar dari
jumlah pasokan bahan baku. Apabila bahan baku yang terpakai lebih kecil dari
100 ikat, maka bahan baku menjadi bersisa atau tidak terpakai. Sedangkan pada
saat pemakaian bahan baku lebih besar dari 100 ikat, maka Florist X mencari
pasokan bahan baku di luar pasokan abodemen yang harganya dua kali lipat dari
harga normal. Keadaan ini mengakibatkan adanya risiko kerugian yang dihadapi
Florist X dan dapat berpengaruh pada pendapatan yang berfluktuasi. Fluktuasi
tersebut dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 1. Pendapatan Usaha Penjualan Produk Karangan Bunga pada Florist X
di Pasar Bunga Wastukencana Periode Juni-Juli 2010
Grafik di atas diperoleh dari data pendapatan usaha penjualan produk
karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana per periode
pengiriman barang dari bulan Juni sampai bulan Juli 2010 sebanyak 18 periode,
secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 1. Fluktuasi pendapatan dapat
terlihat secara jelas pada Gambar 1. Pendapatan terendah terjadi di periode 16
yaitu sebesar Rp 2.300.000,00.-, sedangkan pendapatan tertinggi terjadi di periode
12 sebesar Rp 8.080.000,00.-.
9
Pada penelitian ini, pengukuran risiko dan strategi penanganannya dapat
membantu Florist X untuk mengetahui seberapa besar tingkat risiko dari
pemakaian bahan baku yang dihadapi sehingga risiko dapat dikendalikan dan
diantisipasi oleh Florist X dengan melakukan strategi-strategi penanganan risiko.
Risiko di atas hanyalah salah satu dari sekian banyak risiko yang dihadapi Florist
X dalam menjalankan usahanya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Sumber-sumber risiko apa saja yang terdapat pada usaha penjualan produk
karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana?
2.
Bagaimana dampak risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga?
3.
Bagaimana alternatif strategi usaha penjualan produk karangan bunga dalam
mengantisipasi risiko yang terjadi?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.
Mengidentifikasi risiko yang terdapat pada usaha penjualan produk karangan
bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana.
2.
Menganalisis probabilitas dan dampak risiko bahan baku.
3.
Menyusun alternatif strategi pada usaha penjualan produk karangan bunga
pada Florist X dalam mengantisipasi risiko yang terjadi.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi
berbagai pihak, diantaranya :
1.
Bagi florist X dapat memberikan manfaat dalam menganalisis risiko
penjualan yang terjadi untuk produk-produk karangan bunga pada kondisi
saat ini, terutama risiko bahan baku, sehingga dapat mendukung kemajuan
usaha.
10
2.
Bagi pembaca, penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai acuan dan
perbandingan mengenai analisis risiko usaha untuk penelitian selanjutnya,
serta dapat memberikan ide bisnis produk karangan bunga (florist).
3.
Bagi penulis, penelitian ini merupakan pengalaman, informasi, dan wawasan
baru sekaligus untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama
perkuliahan pada kondisi aktual di masyarakat.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Beberapa ruang lingkup penelitian analisis risiko penjualan produk-produk
karangan bunga adalah:
1.
Produk yang dikaji adalah produk karangan bunga yang jenisnya terdiri dari
papan bunga ucapan (krans, standing flower, stik bahagia, stik sukses, stik
duka cita). Komoditas ini adalah produk unggulan dari sebagian besar florist
di Pasar Bunga Wastukencana.
2.
Pengamatan dan identifikasi risiko pada usaha penjualan produk karangan
bunga dilakukan pada proses produksi (penyediaan bahan baku, penanganan
bahan baku, dan perangkaian produk karangan bunga) sampai pada
pemasarannya.
3.
Penelitian ini akan difokuskan pada analisis risiko bahan baku terhadap
pendapatan usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar
Bunga Wastukencana.
4.
Penelitian ini mengambil studi kasus pada Florist X yang terdapat pada Pasar
Bunga Wastukencana.
5.
Abodemen adalah suatu kesepakatan bersama antara pemilik florist dengan
pemasok/petani mengenai pengadaan bahan baku (bunga potong) dalam
kurun waktu, harga dan jumlah tertentu yang bersifat tetap dan kontinyu.
6.
Periode abodemen yang disepakati oleh pihak florist dan pemasok terbagi
menjadi dua kali periode, yakni Periode I dan Periode II dalam satu
minggunya; Periode I; Rabu, Kamis, dan Jumat dengan pengiriman barang
terjadi pada hari Selasa, sedangkan Periode II; Sabtu, Minggu, Senin, dan
Selasa dengan pengiriman barang terjadi pada hari Jumat.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agribisnis Florikultura
Agribisnis secara umum adalah suatu sistem yang terdiri dari empat subsistem yang terintegrasi secara fungsional. Sub-sistem pertama adalah agribisnis
hulu (up-streem agribusiness) berupa ragam kegiatan industri dan perdagangan
sarana produksi pertanian. Kedua adalah pertanian primer (on-farm agribusiness)
yang menghasilkan komoditas pertanian primer dengan menggunakan saprotan.
Ketiga, agribisnis hilir (down-stream agribusiness) berupa ragam kegiatan
industri pengolahan hasil pertanian dan perdagangan. Sub-sistem keempat adalah
lembaga jasa. Satu dari sub-sistem tersebut saling tergantung secara fungsional,
sehingga keterbelakangan salah satu sub-sistem akan menghambat perkembangan
sub-sistem lainnya (Sitorus 2001). Uraian tersebut menunjukkan bahwa kegiatan
agribisnis saling terkait dan saling mempengaruhi. Kegiatannya berbasis pada
keunggulan sumberdaya alam (on-farm agribusiness) yang berhubungan dengan
penerapan teknologi dan keunggulan sumberdaya manusia untuk perolehan nilai
tambah (off-farm agribusiness), serta memiliki lingkup yang sangat luas, mulai
dari skala usaha kecil dan rumah tangga hingga skala usaha raksasa, atau dari
yang berteknologi sederhana hingga yang berteknologi tinggi.
Menurut Saragih (2001) prospek agribisnis florikultura di Indonesia dapat
dilihat dari sisi penawaran (potensi sumberdaya) maupun dari sisi permintaan
(potensi pasar). Dari sisi potensi sumberdaya, prospek agribisnis florikultura di
Indonesia antara lain ditunjukkan hal-hal berikut:
1.
Indonesia merupakan wilayah tropis yang memiliki agroklimat tropis
(wilayah dataran rendah dengan ketinggian di bawah 500 meter dari
permukaan laut) dan agroklimat (mirip) sub tropis (wilayah dataran tinggi
dengan ketinggian di atas 500 meter dari permukaan laut). Dengan kedua
agroklimat yang demikian hampir seluruh komoditas agribisnis florikultura
yang terdapat di dunia, dapat dikembangkan di Indonesia.
2.
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumberdaya
florikultura yang cukup besar baik jenis florikultura dataran rendah maupun
dataran tinggi.
Dengan keragaman florikultura yang ada memungkinkan
untuk memenuhi hampir semua segmen pasar florikultura Internasional
memungkinkan dimasuki Indonesia.
3.
Indonesia masih memiliki lahan yang relatif luas sehingga ruang gerak
pengembangan agribisnis yang relatif bersifat land based seperti florikultura
pada umumnya masih cukup besar.
4.
Teknologi dan sumberdaya manusia untuk pengembangan florikultura relatif
tersedia. Pusat-pusat teknologi florikultura baik di lembaga penelitian
pemerintah maupun di perguruan tinggi telah berkembang. Demikian juga
sumberdaya manusia, keberagaman sunberdaya manusia di Indonesia (mulai
dari “pekerja otot” sampai “pekerja otak”) bukan kendala bagi pengembangan
agribisnis melainkan potensi karena setiap kualifikasi tenaga kerja memiliki
relung pada agribisnis florikultura.
Selanjutnya Saragih (2001) juga menjelaskan dari segi potensi pasar,
prospek agribisnis florikultura masih cukup cerah, baik pasar domestik maupun
internasional:
1.
Jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dengan kecenderungan
peningkatan pendapatan ke depan, merupakan pasar yang besar bagi produk
agribisnis florikultura. Saat ini Indonesia masih tergolong negara dimana
konsumsi per kapita florikultura terendah di dunia.
Sehingga pasar
florikultura di dalam negeri masih merupakan emerging market.
2.
Terdapat sejumlah perubahan di masa yang akan datang yang membuka
kesempatan bagi agribisnis florikultura Indonesia baik di pasar domestik
maupun pasar internasional.
Perubahan yang dimaksud adalah sebagai
berikut : (1) Kawasan Asia Pasifik khususnya kawasan ASEAN dan Asia
Timur di masa yang akan datang merupakan lokomotif perekonomian dunia
menggeser kawasan atlantik saat ini. Pertumbuhan kawasan tersebut akan
merupakan kawasan pemukiman, perkantoran, dan real estate lainnya yang
cukup besar.
Pertumbuhan real estate tersebut akan meningkatkan
permintaan tanaman bunga; dan (2) Meningkatnya pendapatan masyarakat
serta meningkatnya pengetahuan masyarakat akan kesegaran dan keindahan
juga akan meningkatkan permintaan akan bunga potong.
13
2.2 Karakteristik Komoditas Florikultura
Menurut Soekartawi dalam Syarif (2005) Komoditas bunga potong secara
umum dicirikan oleh karakteristik agribisnis yang berbeda dengan bisnis lainnya.
Karakteristik alami komoditas pertanian yang umumnya bulky dan perishable
mengakibatkan agribisnis bunga potong menjadi usaha yang memerlukan
penanganan yang cepat dan tepat waktu, bersifat musiman dan memiliki biaya tata
niaga serta risiko tingkat usaha (pengembalian investasi) yang tinggi akibat
ketergantungan yang besar terhadap faktor eksternal seperti iklim dan kondisi
alam.
Oleh karena itu, dalam agribisnis bunga potong diperlukan kegiatan
pengelolaan yang baik agar tuntutan kualitas dapat dipenuhi.
Menurut Purba (2010), ada beberapa hal yang terkait dalam menguasai
perilaku pasar dan trend terhadap tanaman hias (florikultur) yaitu:
1.
Perilaku pasar sangat dinamis sehingga memaksa kita untuk tetap proaktif
mengikutinya.
2.
Data dan Informasi untuk tanaman hias, perlu sosialisasi antar sesama pelaku
pasar sejenis.
3.
Trend masyarakat terhadap tanaman cepat berubah.
4.
Channel Distribution di dalam pengembangan pasar tanaman hias.
Perilaku pasar terhadap tanaman hias terbukti cepat berubah karena hal ini
terkait dengan selera konsumen, misalnya mengenai informasi tentang manfaat
dan harga pasarannya. Terkait trend masyarakat yang cepat berubah sehingga
perlunya sosialisasi antar sesama pelaku pasar tanaman hias. Budidaya tanaman
hias menuntut penanganan yang spesifik dan berbeda-beda. Oleh karena itu,
usaha agribisnis tanaman hias ini akan lebih baik bila dikelola dalam suatu
lembaga khusus dan secara berkelompok misal seperti Koperasi Bunga dan
sejenisnya.
2.3 Produk Karangan Bunga
Pusat Pengembangan Pasar Wilayah Eropa (2004) dalam Anwari (2006),
memberikan batasan ruang lingkup florikultura menjadi empat kelompok yaitu
akar/bonggol (roots/tubers), tanaman hias (live-plants), bunga potong (cutflower), serta daun dan tanaman (foliage, branch of plants). Bunga potong adalah
14
bunga yang biasa digunakan untuk keperluan dekorasi, acara perkawinan, dan
hari-hari khusus, seperti Idul Fitri, hari Kemerdekaan, hari Valentine, Peresmian
gedung dan lain-lain. Sedangkan bunga hias adalah bunga yang biasa digunakan
untuk keperluan taman (Hanapi 2006).
Menurut Syarif (2005), diversifikasi
produk dari komoditas florikultura yang mempunyai nilai tambah salah satunya
adalah produk-produk karangan bunga seperti papan bunga ucapan, bouquet,
standing flower, mobil hias, dan dekorasi taman. Fungsi dari produk-produk
karangan bunga adalah sebagai karangan bunga ucapan pada hari-hari besar atau
perayaan hari nasional, kampanye, peresmian gedung dan kantor, perayaan
keagamaan, acara pernikahan, kematian, kelahiran, dan sebagainya.
Hasil
rangkaian yang terpadu antara warna dan jenis bunga serta dekor seni yang bagus
dan ditata menarik dapat digunakan untuk mengungkapkan perasaan hati, pujian,
simpati kepada yang berduka, ucapan selamat, perayaan dan sebagainya.
Pemanfaatan berbagai jenis bunga potong dalam berbagai fungsi kegiatan atau
acara dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pemanfaatan Jenis Bunga Potong dalam Berbagai Kegiatan
No
Kegiatan
1 Perkawinan
2
3
4
5
6
7
Jenis Bunga yang Digunakan
Anggrek, Gladiol, Mawar, Krisan, Melati, Sedap
Malam, Anyelir, Aster, Lily, Garbera
Upacara/Peresmian
Anggrek, Melati, Krisan, Gladiol, Mawar, Aster,
dan Garbera
Ucapan Selamat
Anggrek, Mawar, Krisan, Gladiol, Sedap Malam,
Aster, dan Garbera
Hari Besar Islam
Anggrek, Mawar, Gladiol, Sedap Malam, Aster,
dan Garbera
Natal dan Tahun Baru Anggrek, Mawar, Krisan, Sedap Malam, Lily, dan
Garbera
Imlek
Anggrek, Gladiol, Sedap Malam, Mawar, Lily,
dan Garbera
Kematian
Anggrek, Krisan, Aster, Melati, Gladiol, Sedap
Malam, dan Garbera
Sumber: Buletin Penelitian Tanaman Hias 2 (2);12 (1994) dalam Syarif (2005)
15
2.4 Definisi dan Peran Florist
Menurut Soekartawi dalam Syarif (2005) florist adalah orang yang aktif
menggeluti bidang usaha bunga dan dapat berupa pengusaha atau perangkai
bunga. Florist dikategorikan sebagai pedagang pengecer karena merupakan mata
rantai terakhir yang menghubungkan produsen tanaman hias dan bunga potong
dengan konsumennya. Peranan pedagang pengecer dalam konteks pemasaran
komoditas bunga potong sangatlah strategis, yaitu mempercepat penyampaian
produk ke konsumen.
Sesuai dengan sifatnya yang sangat mudah rusak
(perishable) maka pemanfaatan bunga potong oleh konsumen diupayakan secepat
mungkin agar masa penggunaan menjadi cukup lama.
Florist dalam kegiatan usahanya lebih banyak menggunakan kios atau
toko untuk memasarkan produknya. Produk-produk florist diantaranya berupa
papan bunga ucapan (stik), buket meja, buket besar (pakai kaki), standing flower
(krans), mobil hias, dan dekorasi taman serta juga melayani pembelian eceran per
tangkai. Nilai tambah produk bunga potong yang didapatkan florist cukup besar,
karena dengan mengolah atau mengubah bunga potong menjadi beberapa produk
yang dirangkai menarik sebagai hiasan ataupun ucapan (Syarif 2005).
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang diperlukan untuk penelitian analisis risiko
penjualan produk-produk karangan bunga di Florist X adalah penelitian yang
berhubungan dengan manajemen risiko dan florist. Oleh karena itu, beberapa
penelitian terdahulu yang berhubungan dengan kedua topik tersebut diantaranya
adalah penelitian yang dilakukan Arfah (2009), Lubis (2009), Safitri (2009),
Tarigan (2009), dan Wisdya (2009). Persamaan dengan penelitian ini adalah
terletak pada topik tanaman hias pada penelitian Arfah (2009), Safitri (2009), dan
Wisdya (2009). Sedangkan alat analisis yang dipakai sama dengan penelitian
Lubis (2009) yaitu Z-score yang digunakan untuk menentukan probabilitas dan
Value at Risk untuk menentukan dampak risiko. Sedangkan perbedaanya adalah
terletak pada risiko yang dianalisis.
Penelitian ini diharapkan mampu
memperkaya penelitian mengenai risiko. Penelitian ini menganalisis risiko usaha
16
dari penjualan produk karangan bunga dari florist-florist yang terdapat di Pasar
Bunga Wastukencana.
Arfah (2009) menganalisis tentang risiko penjualan anggrek Phalaenopsis
pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat. Variabel-variabel yang
diambil dalam penelitian ini adalah mengenai anggrek Phalaenopsis dan
bagaimana risiko penjualannya. Analisis data yang digunakan adalah dengan
menghitung expected return, ragam (variance), simpangan baku (standard
deviation), dan koefisien variasi (coefficient variance) pada kegiatan spesialisasi
dan analisis pendapatan, selain itu juga menggunakan analisis deskriptif yang
digunakan untuk menganalisis manajemen risiko.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa risiko penjualan pada kegiatan
spesialisasi berdasarkan realisasi penjualan anggrek Phalaenopsis pada pasar
lokal dan ekspor diperoleh risiko tertinggi yaitu pasar ekspor sebesar 0,114832332
yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan
sebesar 0,114832332. Sedangkan risiko yang terendah adalah pada pasar lokal
sebesar 0,099549102 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko
yang dihadapi akan sebesar 0,099549102. Hal ini dikarenakan penjualan anggrek
Phalaenopsis pada pasar ekspor sangat rentan terhadap klaim penjualan yang
mengakibatkan pengembalian dan pemusnahan tanaman serta kerusakan mekanis
dibandingkan dengan pasar lokal. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko
yang tertinggi yaitu pasar lokal sebesar 0,249112134 yang artinya setiap satu
rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,249112134.
Sedangkan yang terendah adalah pasar ekspor yaitu 0,170427671 yang artinya
setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar
0,170427671. Hal ini dikarenakan perbedaan harga yang terjadi dan biaya yang
dikeluarkan untuk pasar lokal relatif besar meskipun realisasi penjualannya tinggi.
Alternatif manajemen risiko dalam mengatasi risiko penjualan anggrek
Phalaenopsis yaitu dengan melakukan peningkatan teknologi pengaturan cahaya
green house, penerapan teknologi biopestisida sebagai pengendali hama dan
penyakit, bimbingan manajemen mutu dan pasca panen, penerapan sistem SOP
(standar operasional) terhadap kebijakan mutu produk, serta menciptakan fungsifungsi manajemen yang terarah dengan baik.
17
Lubis (2009) menganalisis manajemen risiko produksi dan penerimaan
Padi Semi Organik (studi kasus Gabungan Kelompok Tani Silih Asih di Desa
Ciburuy, Bogor). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber-sumber
risiko produksi dan risiko penerimaan, menganalisis dampak risiko, serta
menganalisis strategi penanganan risiko pada Gapoktan Silih Asih. Alat analisis
yang digunakan adalah menggunakan alat analisis sekuen, identifikasi sumbersumber risiko dan teknik pendukung lainnya, dengan alat analisis ini akan
diperoleh daftar risiko yang akan digunakan untuk mengetahui ukuran risiko dan
kemudian dilanjutkan untuk mengetahui status risiko dan peta risiko.
Analisis selanjutya adalah analisis probabilitas dan dampak dari risiko
produksi padi semi organik.
Pengukuran probabilitas atau kemungkinan
terjadinya kerugian dapat dilakukan dengan analisis nilai standar yang dikenal
dengan analisis z-score.
Pengukuran dampak risiko dilakukan dengan
menggunakan analisis Value at Risk (VaR). Analisis dilakukan menggunakan
data produksi dan harga produk.
Hasil analisis menunjukkan bahwa risiko
penerimaan memiliki dampak besar dan probabilitas kecil, sedangkan rsisiko
produksi memiliki probabilitas dan dampak yang besar. Strategi penanganan
risiko diklasifikasikan pada dua kelompok yaitu preventif (penghindaran risiko)
dan mitigasi (pencegahan risiko). Alternatif penanganan risiko penerimaan adalah
monitor, sedangkan untuk kerugian produksi dengan prevent at source. Monitor
akan menurunkan tingkat risiko yang disebabkan serangan hama dan penyakit
maupun adanya kecelakaan kerja. Prevent at source ditujukan untuk mengurangi
risiko penggunaan pupuk kimia dan pengaturan musim tanam sesuai dengan
iklim.
Safitri (2009) menganalisis risiko produksi daun potong di PT Pesona
Daun Mas Asri, Ciawi, Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko
produksi yang dihadapi oleh PT PDMA dan menganalisis strategi yang dilakukan
untuk mengatasi risiko produksi daun potong di PT PDMA. Produk yang dikaji
adalah daun potong jenis Asparagus bintang dan Philodendron marble. Hal ini
disebabkan karena jenis tersebut merupakan komoditas unggulan perusahaan dan
banyaknya permintaan, selain itu luasan lahan yang diusahakan untuk komoditas
ini lebih besar daripada jenis yang lain.
Data yang digunakan adalah data
18
produksi dari tahun 2007-2008. Penelitian ini difokuskan pada analisis risiko
produksi pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Analisis data pada penelitian
ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif dilakukan
melalui pendekatan deskriptif yang digunakan untuk mengetahui gambaran
mengenai keadaan umum perusahaan dan manajemen risiko yang diterapkan
perusahaan. Analisis kuantitatif terdiri dari analisis risiko yang meliputi analisis
risiko pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi.
Hasil analisis risiko menunjukkan adanya risiko produksi pada usaha daun
potong. Adanya risiko produksi disebabkan oleh faktor iklim atau cuaca, tingkat
kesuburan lahan serta serangan hama penyakit. Penilaian risiko produksi pada
kegiatan spesialisasi dilihat berdasarkan produktivitas dan pendapatan bersih yang
diperoleh dari Asparagus bintang dan Philodendron marble. Philodendron marble
mempunyai nilai variance yang lebih tinggi dibandingkan dengan Asparagus
bintang yaitu 0.48.
Demikian halnya dengan nilai standart deviation pada
Philodendron marble mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan
Asparagus bintang yaitu 0.69. Koefisien variasi diukur dari rasio standar deviasi
dengan Expected return. Nilai coefficient variation menunjukkan bahwa
Asparagus
bintang
mempunyai
nilai
yang
lebih
rendah
dibandingkan
Philodendron marble. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk setiap satu satuan
yang dihasilkan ternyata Philodendron marble menghadapi risiko produksi yang
lebih tinggi dibandingkan Asparagus bintang.
Berdasarkan informasi di atas
terlihat bahwa Asparagus bintang memiliki risiko produksi paling tinggi
berdasarkan pendapatan bersih dibandingkan dengan Philodendron marble.
PT Pesona Daun Mas Asri melakukan diversifikasi dari beberapa kegiatan
usahanya yaitu risiko yang dihadapi perusahaan dengan melakukan diversifikasi
Asparagus bintang dan Philodendron marble, ternyata lebih rendah jika
dibandingkan risiko produksi tunggal yaitu produksi Asparagus bintang atau
Philodendron marble.
Strategi yang dilakukan oleh PT PDMA untuk dapat
mengatasi risiko yang ada yaitu dengan diversifikasi dan pola kemitraan.
Tarigan (2009) menganalisis tentang risiko produksi sayuran organik pada
Permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis risiko produksi dalam pengelolaan sayuran organik pada kegiatan
19
spesialisasi dan diversifikasi dan juga menganalisis alternatif dalam mengatasi
risiko produksi tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan expected return.
Risiko produksi diukur berdasarkan penilaian hasil perhitungan variance,
standard deviation, dan coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan
portofolio. Komoditas yang dianalisis pada spesialisasi adalah brokoli, bayam
hijau, tomat, dan cabai keriting.
Sedangkan komoditas yang dianalisis pada
portofolio adalah tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko
produksiberdasarkan produktivitas pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai
keriting diperoleh risiko yang paling tinggi dari keempat komoditas adalah bayam
hijau yaitu 0,225 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang
dihadapi akan sebesar 0,225. Sedangkan yang paling rendah adalah cabai keriting
yakni 0,048. Hal ini dikarenakan bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit
terutama pada musim penghujan. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko
yang paling tinggi dari keempat komoditas adalah cabai keriting yaitu 0,80.
Sedangkan yang paling rendah adalah brokoli yakni 0,16. Hal ini dikarenakan
penerimaan yang diterima lebih kecil sedangkan biaya yang dikeluarkan tinggi.
Penanganan untuk mengatasi risiko produksi Permata Hati Organic Farm
dapat dilakukan dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada.
Dengan adanya diversifikasi, maka kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani
masih dapat ditutupi dari kegiatan usahatani lainnya.
Oleh karena itu,
diversifikasi usahatani merupakan alternatif yang tepat untuk meminimalkan
risiko sekaligus melindungi dari fluktuasi produksi. Sealin itu, untuk penanganan
risiko juga dapat dilakukan kemitraan produksi dengan petani sekitar yang
memproduksi sayuran organik serta kemitraan dalam penggunaan input serta
perlu adanya peningkatan manajemen pada perusahaan dengan melakukan fungsifungsi manajemen yang terarah dengan baik.
Wisdya (2009) menganalisis risiko Anggrek Phalaenopsis pada PT
Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis risiko produksi Anggrek Phalaenopsis pada kegiatan spesialisasi
dan diversifikasi menggunakan bibit mericlone dan seedling, selain itu tujuan
lainnya adalah menganalisis alternatif untuk mengatasi risiko produksi Anggrek
20
tersebut. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak perusahaan
dan data sekunder yang diperoleh dari PT EGF yang meliputi luas lahan, harga
produk, biaya-biaya yang dikeluarkan selama produksi berlangsung, jumlah
produksi serta data pendukung lainnya.
Analisis yang dilakukan dengan
menggunakan Variance, Standard deviation, dan Coefficient variation pada
kegiatan spesialisasi dan portofolio. Komoditas yang dianalisis pada spesialisasi
adalah tanaman Anggrek yang menggunakan bibit teknik seedling dan tanaman
Anggrek teknik mericlone, sedangkan kegiatan portofolio adalah tanaman
Anggrek menggunakan bibit teknik seedling dan mericlone.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko
produksi berdasarkan produktivitas pada tanaman Anggrek menggunakan bibit
teknik seedling dan mericlone diperoleh risiko yang paling tinggi adalah tanaman
Anggrek teknik seedling yaitu sebesar 0,078 yang artinya setiap satu satuan yang
dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,078.
Anggrek teknik
seedling sangat rentan terjadi reject yang dikategorikan ke dalam adanya mutan,
serangan hama penyakit dan kerusakan mekanis dibandingkan dengan tanaman
Anggrek teknik mericlone, karena tanaman Anggrek dengan teknik seedling
memiliki banyak variasi dalam pertumbuhannya sehingga tidak seragam dan
seringkali terjadi mutasi genetik atau kelainan dari bentuk yang diinginkan
perusahaan oleh karena itu harus dimusnahkan dan menyebabkan persentase
keberhasilan produksi menurun. Selain itu serangan hama dan penyakit juga
rentan terjadi pada musim penghujan atau peralihan sehingga banyak serangga
yang menyerang tanaman Anggrek.
Penanganan untuk mengatasi risiko produksi PT EGF dapat dilakukan
dengan pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada.
Dengan adanya
diversifikasi, maka kegagalan pada salah satu kegiatan usahatani masih dapat
ditutupi dari kegiatan usahatani lainnya. Selain itu untuk penanganan risiko juga
dapat dilakukan kerjasama penyediaan bibit dengan konsumen, dan usaha
pembungaan berupa rangkaian bunga dalam pot sehingga tanaman dengan
kategori rusak mekanis masih dapat dimanfaatkan.
21
Daftar penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Daftar Penelitian Terdahulu
No
Nama
1.
Arfah
(2009)
2.
Lubis
(2009)
3.
Safitri
(2009)
4.
Tarigan
(2009)
5.
Wisdya
(2009)
Topik
Metode
RISIKO
Analisis Risiko Penjualan Expected Return, Ragam
Anggrek Phalaenopsis
(Variance), Simpangan Baku
(Standard Deviation), dan
Koefisien
Variasi
(Coefficient Variance)
Analisis manajemen Produksi Z-Score dan Value at Risk
dan Penerimaan Padi Semi (VaR)
Organik
Analisis Risiko Produksi Daun Expected Return, Variance,
Potong
Standard Deviation, dan
Coefficient Variation
Analisis
Risiko
Produksi Variance,
Standard
Sayuran Organik
Deviation, dan Coefficient
Variation
Analisis
Risiko
Produksi Variance,
Standard
Anggrek Phalaenopsis
Deviation, dan Coefficient
Variation
22
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Definisi dan Konsep Risiko
Secara sederhana, risiko diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang
merugikan, sedangkan ketidakpastian merupakan situasi yang tidak dapat
diprediksi sebelumnya. Ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya ketersediaan
informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Apabila suatu kejadian terjadi
dan kejadian tersebut mengandung unsur kerugian maka kejadian tersebut disebut
sebagai masalah, bukan risiko. Ada perbedaan yang sangat jelas antara masalah
dan risiko. Masalah adalah kejadian yang sudah terjadi, sedangkan risiko adalah
kejadian yang belum terjadi, yang bisa saja terjadi bisa juga tidak terjadi (Kountur
2008).
Ketidakpastian yang dihadapi oleh perusahaan dapat berdampak
merugikan atau menguntungkan.
berdampak
menguntungkan
maka
Apabila ketidakpastian yang dihadapi
disebut
dengan
istilah
kesempatan
(opportunity), sedangkan ketidakpastian yang berdampak merugikan disebut
sebagai risiko. Oleh sebab itu, risiko adalah sebagai suatu keadaan yang tidak
pasti yang dihadapi seseorang atau perusahaan yang dapat memberikan dampak
yang merugikan.
Kountur (2008) juga menyebutkan terdapat tiga unsur penting dari sesuatu
yang dianggap sebagai risiko yaitu: (1) Merupakan suatu kejadian (2) Kejadian
tersebut masih merupakan kemungkinan, bisa terjadi atau tidak terjadi dan (3) Jika
terjadi, akan menimbulkan kerugian. Risiko (risk) adalah kemungkinan merugi
(possibility of loss or injury). Oleh karena itu, peluang akan terjadinya suatu
kejadian telah diketahui terlebih dahulu yang diadasarkan pada pengalaman.
Ketidakpastian (uncertainty) adalah sesuatu yang tidak bisa diramalkan
sebelumnya (the quality or state of being uncertain; something that is uncertain)
sehingga peluang terjadinya merugi belum diketahui sebelumnya (Robinson &
Barry 1987).
3.1.2 Sumber Risiko
Menurut Harwood, et al (1999), risiko yang sering terjadi pada pertanian
dan dapat menurunkan tingkat pendapatan petani yaitu:
1.
Risiko produksi
Risiko yang terjadi dalam bidang pertanian yang dapat menurunkan hasil
produksi diantaranya adalah gagal panen, rendahnya produktivitas, kerusakan
produk, mutu produk yang tidak sesuai, biasanya disebabkan karena kejadian
yang tidak terkontrol, misalnya kondisi alam yang ekstrim, curah hujan,
cuaca, iklim, dan serangan hama dan penyakit.
2.
Risiko harga atau pasar (penjualan)
Risiko harga dapat disebabkan oleh naiknya harga karena dampak inflasi,
biasanya kenaikan harga input akan mempengaruhi harga produksi, sehingga
berdampak pada kenaikan harga jual produk (output). Sedangkan risiko pasar
diantaranya permintaan menurun (rendah), mutu produk yang tidak sesuai,
kekuatan daya tawar pembeli, ketatnya persaingan, strategi pemasaran yang
tidak baik, dan ketidakpastian penjualan produk.
3.
Risiko institusi (kelembagaan)
Institusi juga dapat mempengaruhi kondisi pertanian melalui kebijakan dan
peraturan, misalnya kebijakan pemerintah dalam menjaga kestabilan proses
produksi, distribusi, dan harga input-output. Terkadang kebijakan-kebijakan
tersebut dapat mempersulit para pelaku pertanian, seperti pembatasan impor
bibit.
4.
Risiko manusia
Risiko ini disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia dalam melakukan
pekerjaanya. Sumberdaya manusia yang terlibat dalam keseluruhan proses
produksi perlu diperhatikan untuk menghasilkan output yang optimal. Risiko
yang disebabkan oleh manusia dapat menimbulkan kerugian seperti kelalaian
sehingga menimbulkan kebakaran, pencurian, dan rusaknya fasilitas produksi.
5.
Risiko keuangan
Risiko keuangan biasanya berkaitan dengan modal, modal yang dimiliki
dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan output. Risiko yang
muncul seperti sumber modal dari pinjaman, piutang tak tertagih, aliran uang
24
yang rendah sehingga perputaran usaha terhambat, laba yang menurun akibat
krisis, dan lain-lain.
Menurut Kountur (2008), risiko dilihat dari beberapa sudut pandang,
diantaranya risiko adalah dari sudut pandang:
1.
Penyebab timbulnya risiko
2.
Akibat yang ditimbulkan
3.
Aktivitas yang dilakukan
4.
Kejadian yang terjadi
3.1.2.1 Risiko dari Sudut Pandang Penyebab
Apabila dilihat dari sudut pandang sebab terjadinya risiko, ada dua macam
risiko yaitu: (1) Risiko Keuangan, dan (2) Risiko Operasional. Risiko keuangan
adalah risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti harga, tingkat
bunga, dan mata uang asing.
Jadi, risiko yang disebabkan oleh terjadinya
perubahan harga, perubahan tingkat bunga, atau perubahan mata uang asing
disebut sebagai risiko-risiko keuangan.
Sedangkan risiko operasional adalah
risiko-risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor non-keuangan.
Faktor-faktor
non-keuangan tersebut yaitu manusia, teknologi, dan alam.
3.1.2.2 Risiko dari Sudut Pandang Akibat
Risiko bisa dilihat dari akibat yang ditimbulkan. Ada dua kategori risiko
jika dilihat dari akibat yang ditimbulkan: (1) Risiko Murni, dan (2) Risiko
Spekulatif. Risiko murni adalah suatu kejadian berakibat hanya merugikan saja
dan tidak memungkinkan adanya keuntungan. Sedangkan risiko spekulatif adalah
risiko yang tidak saja memungkinkan terjadinya kerugian tetapi juga
memungkinkan terjadinya keuntungan.
3.1.2.3 Risiko Dari Sudut Pandang Aktivitas
Ada berbagai macam aktivitas yang dapat menimbulkan risiko. Misalnya
risiko pemberian kredit oleh bank, risikonya disebut risiko kredit. Demikian juga
seseorang yang melakukan perjalanan menghadapi risiko yang disebut risiko
25
perjalanan. Banyaknya risiko dari sudut pandang aktivitas yaitu sebanyak jumlah
aktivitas yang ada.
3.1.2.4 Risiko Dari Sudut Pandang Kejadian
Risiko sebaiknya dinyatakan berdasarkan kejadiannya.
Misalnya,
kejadiannya adalah kebakaran maka disebut risiko kebakaran. Jika kejadiannya
adalah nilai tukar mata uang rupiah dibandingkan dengan mata uang asing yang
anjlok maka disebut risiko anjloknya nilai tukar rupiah, dan lain-lain.
Perlu
diketahui bahwa dalam suatu aktivitas pada umunya terdapat beberapa kejadian,
sehingga kejadian adalah salah satu bagian dari aktivitas.
Seseorang yang ahli dalam bidang Enterprise Risk Management harus
dapat memahami beberapa kategori risiko sehingga dapat mengetahui dan bisa
menjelaskan mengapa begitu banyak istilah risiko yang ada dan memahami bahwa
sebenarnya istilah-istilah tersebut dikatakan demikian oleh karena dilihat dari
sudut pandang yang berbeda.
Namun, agar risiko dapat dikelola dengan baik seharusnya dinyatakan
berdasarkan kejadiannya. Hanya dengan menyatakan risiko berdasarkan kejadian
baru dapat diketahui cara-cara apa yang dapat dilakukan untuk mengelola risiko
tersebut (Kountur, 2008).
3.1.3 Sikap Individu Terhadap Risiko
Menurut Moschini dan Hennessy (1999), analisis risiko berhubungan
dengan teori pengambilan keputusan (decision theory). Individu diasumsikan
bertindak rasional dalam pengambilan keputusan. Alat analisis yang digunakan
untuk menganalisis mengenai pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
risiko yaitu expected utility model.
Model ini digunakan karena adanya
kelemahan yang terdapat pada expected return model, yang ingin dicapai oleh
seseorang yaitu bukan nilai (return) tetapi kepuasan (utility).
Menurut Debertin (1986), kepuasan atau utilitas yang diterima petani
(manajer) dari setiap pengeluaran dalam skala besar menentukan strategi yang
akan dijalankan. Maksimisasi utilitas menjadi kriteria pilihan yang dibuat oleh
manajer. Tujuan yang ingin dicapai manajer adalah maksimisasi utilitas dan
26
bukan peningkatan pendapatan semata. Hubungan antara fungsi kepuasan dan
pendapatan (income) serta ukuran tingkat kepuasan dapat dilihat pada Gambar 2.
Utility (U)
Margin Utility (MU)
Income (I)
Expected Income (EI)
Gambar 2. Hubungan Fungsi Kepuasan dengan Pendapatan
Sumber: Debertin, 1986
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa hubungan fungsi kepuasan
dengan pendapatan adalah positif, dimana jika kepuasan meningkat maka
pendapatan yang akan diperoleh juga meningkat.
Menurut Robinson dan Barry (1987), sikap pembuat keputusan dalam
menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu :
1.
Risk Aversion
Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko akan menunjukkan bahwa jika
terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan
akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan dan
merupakan ukuran tingkat kepuasan.
2.
Risk Taker
Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko akan menunjukkan bahwa
jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat
keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang
diharapkan.
27
3.
Risk Neutral
Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko akan menunjukkan bahwa jika
terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan
tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan
yang diharapkan.
Risiko adalah konsekuensi dari setiap kegiatan yang dilakukan. Seluruh
kegiatan baik perorangan atau perusahaan juga mengandung risiko. Risiko dalam
kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan besarnya return yang akan diterima oleh
pengambil risiko.
Semakin besar risiko yang dihadapi umumnya dapat
diperhitungkan bahwa return yang diterima juga akan lebih besar.
Pola
pengambilan risiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan
risiko. Hubungan antara risiko dengan return dapat dilihat pada Gambar 3.
Return
Expected Return
Risk
Gambar 3. Hubungan Risk dan Return
Sumber: Barron’s, 1993
Gambar 3 dapat memperlihatkan bahwa semakin besar risiko yang
dihadapi maka semakin besar pula return yang diperoleh yaitu high risk high
return. Begitu pula sebaliknya semakin kecil risiko yang diterima semakin kecil
pula return yang dihasilkan.
28
3.1.4 Manajemen Risiko
Menurut Kountur (2008), Manajemen risiko perusahaan atau yang sangat
dikenal dengan istilah Enterprise Risk Management (ERM) adalah suatu cara
(proses atau metode) yang digunakan perusahaan untuk menangani risiko-risiko
yang dihadapi dalam usaha mencapai tujuannya atau cara bagaimana menangani
semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih risiko-risiko tertentu
saja.
Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi dari
manajemen.
Ada beberapa fungsi manajemen yang sudah dikenal yaitu
perencanaan, mengorganisasi, mengarahkan dan melakukan pengendalian atau
planning, organizing, actuating, controlling (POAC).
Dengan demikian
ditambahkan satu fungsi lagi yang sangat penting yaitu menangani risiko.
Ada beberapa alasan mengapa penanganan risiko dapat dianggap sebagai
salah satu fungsi manajemen:
1.
Manajer adalah orang yang harus bertanggung jawab atas risiko-risiko yang
terjadi di unitnya. Semua manajer bertanggung jawab atas risiko di unitnya
masing-masing. Itu sebabnya manajemen risiko merupakan pekerjaan yang
harus dilakukan oleh setiap manajer sehingga menjadi salah satu fungsi
manajemen yang tidak boleh diabaikan.
2.
Walaupun ada unit di dalam perusahaan yang melakukan pekerjaan
manajemen risiko, bukan berarti tanggung jawab risiko lepas dari setiap
manajer. Manajer yang membawahi suatu unit bertanggung jawab atas risiko
yang terjadi pada unitnya. Manajemen risiko adalah pekerjaan yang harus
dilakukan oleh setiap manajer.
3.1.5 Proses Pengelolaan Risiko
Kountur (2008) menjelaskan bahwa pengelolaan risiko dapat dilakukan
dengan mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dihadapi perusahaan, untuk
mendapatkan suatu daftar risiko. Setelah daftar risiko dibuat, proses selanjutnya
adalah mengukur risiko-risiko yang telah diidentifikasi untuk mengetahui
seberapa besar kemungkinan terjadinya risiko dan seberapa besar konsekuensi
dari risiko tersebut. Maksud dari pengukuran risiko ini adalah supaya dapat
menghasilkan apa yang disebut dengan status risiko dan peta risiko. Status risiko
29
sebenarnya adalah ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko, sehingga kita bisa
mengetahui mana risiko yang lebih berisiko dan mana risiko yang tidak terlalu
berisiko dari yang lain. Sedangkan peta risiko adalah gambaran sebaran risiko
dalam suatu peta sehingga kita bisa mengetahui dimana risiko berada dalam suatu
peta.
Berdasarkan peta risiko dan status risiko, manajemen malakukan
penanganan risiko. Penanganan risiko dimaksudkan untuk memberikan usulan
apa yang akan dilakukan untuk menangani risiko-risiko yang telah terpetakan.
Usulan penanganan risiko ini kemudian dilaporkan kepada manajemen risiko
perusahaan yang akan digunakan untuk memonitor pelaksanaan usulan-usulan
tersebut. Evaluasi merupakan aktivitas selanjutnya dari proses manajemen risiko
perusahaan. Proses pengelolaan atau manajemen risiko perusahaan berlangsung
terus-menerus, setelah selesai satu proses kembali lagi melakukan proses awal,
dan seterusnya.Proses pengelolaan risiko perusahaan dapat dilihat pada Gambar 4.
PROSES
Identifikasi Risiko
Evaluasi
OUTPUT
Daftar Risiko
Pengukuran Risiko
Peta Risiko
Status Risiko
Penanganan Risiko
Usulan
(Penanganan Risiko)
Gambar 4. Proses Pengelolaan Risiko Perusahaan dan Output yang Dihasilkan
Sumber : Kountur (2008)
30
3.1.5.1 Lingkup Identifikasi Risiko
Identifikasi dilakukan pada setiap unit di dalam perusahaan. Mulai dari
unit yang terkecil, kemudian unit yang lebih besar, seterusnya sampai unit yang
paling besar yaitu perusahaan.
Dengan demikian lingkup identifikasi risiko
adalah unit atau bagian di dalam organisasi. Identifikasi risiko dimulai dari unit
dimana ada seseorang yang mengepalai bagian unit tersebut di dalam perusahaan
(Kountur, 2008).
Ada begitu banyak risiko dan tidak mungkin dapat diidentifikasi
seluruhnya. Menurut hukum Pareto yang sering dikenal dengan hukum 80:20
atau 20:80, aplikasi hukum Pareto pada risiko ialah bahwa 80 persen kerugian
perusahaan disebabkan oleh hanya 20 persen risiko yang krusial. Krusial apabila
unit risiko tidak dapat menghasilkan produk atau jasa oleh karena aktivitas yang
bersangkutan terganggu atau tidak berjalan dengan semestinya.
Jika dapat
menangani 20 persen risiko yang krusial saja maka dapat menghindari 80 persen
kerugian.
Langkah-langkah dalam proses identifikasi risiko adalah sebagai
berikut:
1.
Menentukan unit risiko
2.
Memahami proses bisnis dari unit tersebut
3.
Menentukan satu atau beberapa aktivitas yang krusial dari unit tersebut
4.
Menentukan barang dan orang yang ada pada aktivitas krusial tersebut
5.
Mencari tahu kerugian yang dapat terjadi pada barang dan orang dari aktivitas
krusial tersebut
6.
Menentukan penyebab terjadinya kerugian atau risiko
7.
Membuat daftar risiko
3.1.5.2 Pengukuran Risiko
Menurut Kountur (2008), ada beberapa metode pengukuran kemungkinan
terjadinya risiko diantaranya: Metode Poisson, Metode Binomial, Metode Nilai
Standar (z-score), dan Metode Aproksimasi.
31
1.
Metode Poisson
Metode Poisson digunakan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: Ada
data historis tentang kejadian yang serupa sebelumnya, Datanya dalam bentuk
diskrit (data berangka bulat), dan Ada periode waktu ke depan yang
ditetapkan.
2.
Metode Binomial
Metode Binomial diguanakan untuk mengetahui kemungkinan atau
probabilitas terjadinya risiko apabila menghadapi situasi-situasi sebagai
berikut: Ada data historis tentang peristiwa yang terjadinya pada suatu lokasi,
Datanya dalam bentuk diskrit, dan Diketahui sesuai dengan data historis ada
probabilitas berhasil dan gagal.
3.
Metode Nilai Standar (Z-score)
Metode nilai standar (Z-score) digunakan apabila: Ada data historis, dan Data
dalam bentuk kontinus.
4.
Metode Aproksimasi
Metode Aproksimasi adalah cara untuk mengetahui probabilitas dan dampak
risiko dengan cara menanyakan kira-kira berapa probabilitas dan dampak dari
suatu risiko kepada orang lain. Pengumpulan informasi pada metode ini
dapat dilakukan dengan salah satu dari tiga cara berikut ini: Expert opinion,
Consensus, atau Delphy.
3.1.5.3 Pemetaan Risiko
Hasil pengukuran risiko tersebut dapat dimasukkan ke dalam peta risiko
(Kountur,2008). Pemetaan risiko ini akan membantu memperlihatkan posisi risiko
yang dievaluasi dan membantu perusahaan untuk merancang tindakan yang tepat
untuk menghadapi risiko tersebut.
Menurut Kountur (2008) peta risiko ini dikelompokkan ke dalam empat
kuadran dan alternatif penganannya, yaitu :
1.
Dampak kecil dan probabilitas kecil (kuadran 4) = low control
2.
Dampak kecil dan probabilitas besar (kuadran 2) = detect and monitor
3.
Dampak besar dan probabilitas kecil (kuadran 3) = monitor
4.
Dampak besar dan probabilitas besar (kuadran 1) = prevent at source
32
Probabilitas merupakan kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang dari
suatu sumber risiko yang dapat merugikan perusahaan dan biasanya dihitung
dalam satuan persentase (%), sedangkan dampak adalah jumlah kerugian yang
ditanggung perusahaan akibat terjadinya risiko tersebut.
3.1.5.4 Penanganan Risiko
Berdasarkan peta risiko kemudian dapat diketahui strategi penanganan
risiko seperti apa yang paling tepat untuk dilaksanakan.
Ada dua strategi
penanganan risiko (Kountur 2008) yaitu:
1.
Preventif; dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko
Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif
dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : (1) membuat atau
memperbaiki sistem dan prosedur (2) mengembangkan sumber daya manusia,
dan (3) memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.
2.
Mitigasi; strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil
dampak yang ditimbulkan dari risiko
Strategi mitigasi dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak
yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi
mitigasi adalah:
a) Diversifikasi
Diversifikasi adalah cara menempatkan aset atau harta di beberapa
tempat sehingga jika salah satu kena musibah maka tidak akan
menghabiskan semua aset yang dimiliki. Diversifikasi merupakan salah
satu cara pengalihan risiko yang paling efektif dalam mengurangi
dampak risiko.
b) Penggabungan
Penggabungan ini merupakan salah satu cara penanganan risiko yang
dilakukan oleh perusahaan dengan melakukan kegiatan penggabungan
dengan pihak perusahaan lain, contoh strategi ini adalah perusahaan yang
melakukan merger atau dengan melakukan akuisisi.
33
c) Pengalihan risiko
Pengalihan risiko (transfer of risk) merupakan cara penanganan risiko
dengan mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Cara ini bertujuan
untuk mengurangi kerugian yang dihadapi oleh perusahaan. Cara ini
dapat dilakukan melalui asuransi, leasing, autosourcing, dan hedging.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana
memiliki karakteristik. Karakteristik penjualan terlihat pada jumlah permintaan
yang tidak menentu, karena bergantung dari banyak sedikitnya acara.
Karakteristik lain adalah bentuk usaha penjualan produk karangan bunga yang
homogen antara satu florist dengan florist lainnya. Kesamaan usaha dapat terlihat
dari jenis dan bentuk produk yang dijual, harga produk, status usaha, teknik
pemasaran, dan pasokan bahan baku dari masing-masing florist.
Selain itu,
konsumen produk karangan bunga memiliki latar belakang ekonomi dan sosial
tertentu, seperti pengusaha, kalangan pejabat, instansi baik negeri maupun swasta,
perusahaan, dan lain sebagainya. Karakteristik selanjutnya adalah bahan baku
utama berupa bunga potong yang bersifat perishable serta adanya sistem
perjanjian abodemen, untuk itu perlu penanganan khusus dalam merawat bahan
baku agar kualitasnya tetap terjaga.
Studi kasus dalam penelitian ini adalah Florist X yang merupakan florist
yang berdiri paling lama sejak tahun 1970 di Pasar bunga Wastukencana. Dari
beberapa karakteristik di atas, usaha penjualan produk karangan bunga memiliki
risiko. Langkah awal dalam menganalisis risiko pada Florist X adalah dengan
mengidentifikasi risiko-risiko yang terjadi pada aktivitas di setiap unit di dalam
perusahaan tersebut. Mulai dari unit produksi, unit pemasaran (penjualan), unit
pasar, unit SDM, dan unit keuangan. Salah satu risiko yang paling besar pada
Florist X terjadi pada bahan baku utama yaitu bunga potong segar (Crysant,
Gladiol, Suyok, Dahlia, Hebras, Rose, dan Baby Aster). Penggunaan bahan baku
yang ideal adalah sebesar 100 ikat setiap periode pengiriman, namun dalam
kenyataanya penggunaan bahan baku bisa lebih kecil atau lebih besar dari 100 ikat
(jumlah pasokan bahan baku tiap periode pengirimannya).
Keadaan ini
34
berdampak pada pemakaian bahan baku yang tidak menentu, sehingga apabila
pemakaian bahan baku kurang dari 100 ikat per periodenya, maka sisa bahan baku
terbuang. Sedangkan apabila pemakaian bahan baku lebih besar dari 100 ikat per
periodenya, maka florist terpaksa mencari bahan baku dari luar pasokan
abodemen yang harganya dua kali lipat dari harga normal.
Kondisi ini
mengakibatkan adanya risiko kerugian yang dihadapi Florist X dan dapat
berpengaruh pada pendapatan yang berfluktuasi.
Analisis yang akan dilakukan adalah
dengan
menghitung nilai
kemungkinan (probabilitas) dengan menggunakan Z-score, tujuannya adalah
untuk melakukan pengukuran pertama yang dilakukan secara kuantitas sehingga
mengungkapkan seberapa besar probabilitas risiko terjadi atas pengambilan
keputusan.
Dengan mengetahui Z-score kita bisa mengetahui besarnya
kemungkinan suatu ukuran atau suatu nilai yang berbeda lebih besar atau lebih
kecil dari rata-ratanya.
Setelah menganalisis nilai probabilitas, kemudian
dilakukan analisis dampak, tujuannya adalah untuk mengetahui besarnya akibat
atau dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Metode yang akan digunakan adalah
metode Value at Risk, yaitu kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang
waktu/periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu.
Setelah dilakukan analisis probabilitas dan analisis dampak dari risiko,
selanjutnya dilakukan pemetaan. Manajemen akan mampu menilai suatu risiko
dengan adanya pengelompokkan terhadap risiko dalam pemetaan ini. Prinsip
pemetaan adalah menyusun risiko berdasarkan kelompok-kelompok tertentu
sehingga manajemen dapat mengidentifikasi karakter masing-masing risiko
hingga menetapkan tindakan yang sesuai terhadap masing-masing risiko,
misalnya dengan preventif, mitigasi, dan strategi alternatif.
Alur kerangka
pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.
35
Karakteristik Usaha Penjualan Produk Karangan Bunga
di Pasar Bunga Wastukencana
Florist X
Identifikasi Sumber Risiko
Risiko Bahan Baku
Pendapatan Berfluktuasi
Analisis Probabilitas
(Z-score)
Analisis Dampak
(Value at Risk)
Peta Risiko



Strategi
Preventif
Mitigasi
Strategi Alternatif
Gambar 5. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
36
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pasar Bunga Wastukencana, Bandung dengan
studi kasus pada Florist X yang beralamat di Jl.Wastukencana 34 b.7, Babakan
Ciamis, Sumur Bandung, Bandung, Jawa Barat, 40117.
Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa Pasar Bunga Wastukencana
merupakan salah satu sentra perdagangan bunga terbesar di Kota Bandung dan
Florist X merupakan florist yang berdiri paling lama sejak tahun 1970 di Pasar
bunga Wastukencana. Waktu pengumpulan data dimulai pada bulan Juli 2010
sampai Agustus 2010.
Pemilihan lokasi penelitian di Pasar Bunga Wastukencana berdasarkan
sejarah dan perannya sebagai pasar yang konsisten dalam menjual produk
karangan bunga dan juga sebagai pelopor berdirinya pasar-pasar sejenis dari tahun
sebelum masa kemerdekaan sampai saat ini. Pasar Bunga Wastukencana terdiri
dari toko bunga-toko bunga (florist) yang semuanya bergerak dalam perangkaian
dan penjualan produk-produk karangan bunga untuk wilayah Bandung, Jakarta,
dan sekitarnya.
4.2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data-data tersebut berbentuk data kualitatif dan data kuantitatif.
Analisis risiko bahan baku pada usaha penjualan produk karangan bunga di Pasar
Bunga Wastukencana memerlukan sejumlah data-data pendukung yang berasal
dari florist X yang terdapat dalam Pasar Bunga Wastukencana. Dalam penelitian
ini data-data yang diperlukan dapat diperoleh dengan menggunakan dua macam
cara pengumpulan data, yaitu :
1.
Data Primer
Data primer diantaranya berupa teknik pengelolaan risiko atau manajemen
risiko yang dilakukan oleh perusahaan. Data diperoleh dari :
1) Observasi (pengamatan), yaitu mengamati secara langsung semua
kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Observasi dilakukan selama sebulan di tempat penelitian dengan
mengikuti dan mencatat beberapa aktivitas florist dari mulai produksi
sampai pemasarannya.
2) Wawancara, yaitu mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan dengan
pihak florist dilengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan yang dibuat secara
tertulis dan sistematis.
Proses wawancara dilakukan dengan pemilik
florist, karyawan dan pihak yang terkait dengan topik penelitian.
2.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki
oleh pihak lain, yaitu berupa data dan informasi perusahaan (Profil perusahaan,
laporan penjualan, dan pemasaran perusahaan), studi pustaka dari perpustakaan,
lembaga-lembaga pemerintahan dan institusi yang terkait seperti Badan Pusat
Statistika (BPS), Dinas Pertanian (Deptan), Perpustakaan LSI IPB baik skripsi,
disertasi, buku-buku ekonomi, risiko, dan pertanian, serta informasi atau berita
elektronik yang diperoleh dari internet.
4.3 Metode Pengolahan Data
Data primer dan data sekunder akan diolah dan dianalisis untuk dijadikan
ukuran dalam penelitian ini. Metode analisis yang digunakan adalah analisis
kuantitatif
dan kualitatif (deskriptif).
Analisis kuantitatif digunakan untuk
menjawab tujuan penelitian yang pertama dan kedua, yaitu menganalisis risikorisiko yang terdapat pada usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X
di Pasar Bunga Wastukencana.
Analisis kualitatif atau deskriptif digunakan untuk menjawab tujuan
penelitian yang ketiga, yaitu menganalisis alternatif strategi penanganan risiko
pada usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga
Wastukencana.
4.3.1 Analisis Deskriptif
Analisi deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu
peristiwa pada masa sekarang.
Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi,
38
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis manajemen risiko
perusahaan, baik risiko operasional maupun risiko pasar yang diterapkan oleh
usaha penjualan produk karangan bunga. Analisis deskriptif juga dilakukan untuk
mengetahui sumber-sumber yang menjadi penyebab risiko yang muncul pada
aspek teknis maupun ekonomis.
Analisis dilakukan berdasarkan penilaian
pengambil keputusan di Florist X secara subjektif yang dilakukan untuk melihat
apakah manajemen risiko yang diterapkan efektif untuk meminimalkan risiko.
Metode analisis deskriptif untuk menganalisis manajemen risiko yang diterapkan
Florist X dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan diskusi dengan
pemilik Florist X, karyawan, dan pihak yang terkait.
4.3.2 Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko dilakukan setelah tahapan identifikasi. Risiko dapat
diketahui dengan menentukan probabilitas terjadinya risiko dan mengetahui
dampak risiko tersebut terhadap usaha penjualan produk karangan bunga.
Pengukuran risiko selalu mengacu pada dua ukuran. Ukuran pertama adalah
probabilitas dan juga digunakan istilah kemungkinan (likelihood). Kesemuanya
tersebut mengacu kepada seberapa besar probabilitas (P) risiko tersebut terjadi
atau akan terjadi. Ukuran kedua adalah dampak (D) atau akibat, dan juga disebut
sebagai ukuran kuantitas risiko. Dampak adalah ukuran seberapa besar akibat
yang ditimbulkan bila risiko tersebut benar-benar terjadi.
4.3.2.1 Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko (Probabilitas)
Kemungkinan terjadinya risiko dapat ditentukan oleh data historis yang
ada pada masa sebelumnya. Data historis yang digunakan adalah data bahan baku
dan data pendapatan yang dimiliki oleh Florist X.
Probabilitas merupakan
pengukuran pertama yang dilakukan secara kuantitas sehingga mengungkapkan
seberapa besar probabilitas risiko terjadi atas pengambilan keputusan. Metode
yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah dengan
metode nilai standar (z-score).
39
Z-score adalah suatu angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu nilai
menyimpang dari rata-ratanya pada distribusi normal. Dengan mengetahui zscore kita bisa mengetahui besarnya kemungkinan suatu ukuran atau suatu nilai
yang berbeda lebih besar atau lebih kecil dari rata-ratanya. Pada penelitian ini
yang akan dihitung adalah kemungkinan terjadinya risiko bahan baku pada usaha
penjualan produk karangan bunga pada Florist X di Pasar Bunga Wastukencana.
Data yang digunakan untuk menghitung kemungkinan terjadinya risiko
bahan baku pada usaha penjualan produk karangan bunga adalah data bahan baku
yang tidak terpakai dan data pendapatan selama bulan Juni-Juli 2010. Menurut
Kountur (2008), langkah yang dilakukan untuk menghitung kemungkinan
terjadinya risiko menggunakan metode:
1.
Menghitung Rata-Rata
Rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata adalah:
Dimana:
i = periode pengiriman bahan baku (bunga potong)
Rata-rata kerugian dari pemakaian bahan baku selama 18 periode
Data pemakaian bahan baku periode ke-i
n = Jumlah data (total 18 periode)
Rata-rata yang dimaksud pada rumus ini adalah rata-rata terjadinya risiko
yang dianggap dapat menimbulkan risiko ketidakpastian dalam penggunaan bahan
baku pada usaha penjualan produk karangan bunga, sehingga dapat menimbulkan
kerugian bagi florist.
Data-data kuantitatif diperoleh dari florist X melalui
wawancara dan pengisian tabel pertanyaan.
2.
Menghitung Nilai Standar Deviasi (s)
40
3.
Menghitung Nilai Standar (Z-Score) risiko
Dimana:
x = Batas risiko yang dianggap masih ditolerir Florist X dan nilainya
ditentukan oleh Florist X
4.
Menghitung Probabilitas Terjadinya Risiko
Probabilitas diperoleh dari tabel distribusi z dengan pencarian nilai z pada sisi
kiri dan bagian atas, pertemuan antara nilai z pada sisi tabel merupakan
probabilitas yang dicari.
4.3.2.2 Pengukuran Dampak Risiko
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui besarnya akibat
atau dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Metode-metode tersebut diantaranya
adalah metode Value at Risk (VaR), pendapat individu, konsensus, dan Delphy.
Namun metode yang dipakai pada penelitian ini menggunakan metode VaR dan
Expert Opinion. Value at Risk adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi
dalam rentang waktu/periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat
kepercayaan tertentu. Konsep VaR berdiri di atas observasi statistik atas data-data
historis. Metode ini dianggap sebagai metode standar yang digunakan untuk
mengukur risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga karena adanya
fluktuasi pendapatan yang diakibatkan oleh adanya risiko bahan baku yang tidak
terpakai.
Tahapan dalam perhitungan VaR antara lain:
1.
Menentukan kejadian yang akan diamati.
2.
Pengumpulan data historis tentang besarnya kerugian yang dialami selama
jangka waktu tertentu dari kejadian tersebut.
3.
Menghitung rata-rata kerugian dan standar deviasi kerugian dari rangkaian
kejadian tersebut.
Pada penelitian ini, VaR digunakan untuk mengukur besarnya kerugian
yang ditimbulkan jika risiko terjadi. Pengukuran dampak dari risiko pada usaha
penjualan produk karangan bunga menggunakan data bahan baku yang terbuang
41
atau tidak terpakai dan data pendapatan yang diperoleh dari florist X pada bulan
Juni-Juli 2010.
Menurut Kountur (2008), rumus yang digunakan untuk
menghitung VaR adalah:
Dimana:
VaR = Besarnya kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya risiko
Rata-rata kejadian merugikan x
z = Nilai z diperoleh dari tabel distribusi normal dengan nilai alfa 5%
s = Standar deviasi
n = Frekuensi kejadian merugikan
Untuk menghitung probabilitas dan dampak risiko pada risiko-risiko yang
tidak memiliki data historis akan dilakukan dengan menggunakan metode
Aproksimasi, yaitu dengan menggunakan metode expert opinion. Metode ini
dilakukan dengan melakukan wawancara pada beberapa orang yang dianggap
expert/ahli pada bidangnya.
Penggunaan metode ini juga dilengkapi dengan
observasi langsung di lapangan dari Bulan Juli sampai Agustus 2010.
4.3.3 Pemetaan Risiko
Pengukuran risiko selanjutnya adalah pemetaan risiko. Manajemen akan
mampu menilai suatu risiko dengan adanya pengelompokkan terhadap risiko
dalam pemetaan ini. Prinsip pemetaan merupakan penyusunan risiko berdasarkan
kelompok-kelompok tertentu sehingga manajemen dapat mengidentifikasi
karakter masing-masing risiko hingga menetapkan tindakan yang sesuai terhadap
masing-masing risiko.
Pemetaan risiko dapat dilakukan dengan menggunakan matriks frekuensi
atau kemungkinan dan signifikansi (dampak) risiko. Teknik ini cukup sederhana
karena tidak melibatkan kuantifikasi yang rumit. Risiko dapat dikelompokkan
pada dua dimensi, yaitu dimensi frekuensi dan dampak. Nilai probabilitas dan
dampak digunakan dalam pemetaan risiko operasional pada matriks frekuensi dan
42
signifikansi.
Probabilitas terjadinya risiko dibagi menjadi dua bagian yaitu
probabilitas besar dan probabilitas kecil. Batas antara kemungkinan besar dan
kemungkinan kecil ditentukan oleh manajemen, tetapi pada umunya risiko yang
probabilitasnya 20 persen atau lebih dianggap sebagai kemungkinan besar,
sedangkan di bawah 20 persen dianggap sebagai kemungkinan kecil. Demikian
pula dengan batas dampak besar dan kecil dari risiko. Batas ini ditentukan oleh
perusahaan (Kountur, 2008).
Pada usaha penjualan produk karangan bunga,
florist X menetapkan nilai standar yang membatasi antara probabilitas kecil dan
besar adalah sebesar 20 persen. Nilai yang membatasi antara dampak besar dan
kecil yang disebabkan oleh terjadinya risiko adalah sebesar Rp 120.000,00.- .
Peta risiko adalah suatu grafik yang menggambarkan kedudukan risiko
diantara dua sumbu dimana sumbu vertikal dan grafik tersebut menggambarkan
kemungkinan, dan sumbu horizontal menggambarkan akibat. Diagram pemetaan
yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 6.
Pada kuadran 1 didefinisikan
sebagai area yag memiliki tingkat probabilitas dan dampak besar. Risiko yang
terdapat pada kuadran ini termasuk ke dalam prioritas I (utama). Kuadran 2,
merupakan area yang dihuni oleh risiko-risiko dalam prioritas II. Risiko yang
terdapat pada kuadran ini memiliki tingkat dampak kejadian kecil, namun
probabilitasnya besar bila risiko tersebut menjadi kenyataan. Kuadran 3, memiliki
tingkat dampak kejadian yang besar namun probabilitas (frekuensi kejadiannya)
rendah.
Kejadian risiko yang terdapat pada kuadran ini akan menyebabkan
gangguan yang tidak signifikan untuk mempengaruhi kegiatan penjualan produk
karangan bunga. Sedangkan kuadran 4 memuat risiko dengan tingkat probabilitas
yang rendah. Risiko yang ada pada kuadran ini memiliki dampak kecil pada
pencapaian tujuan dan target perusahaan.
43
Probabilitas (%)
Besar
Kuadran 2
Kuadran 1
Kuadran 4
Kuadran 3
20%
Kecil
Kecil
Rp 120.000
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 6. Diagram Pemetaan Risiko
Sumber: Kountur, 2006
Keterangan: -Dampak: jumlah ditentukan risiko
-Probabilitas: besarannya ini ditentukan oleh florist
4.3.4 Strategi Penanganan Risiko
Penanganan risiko dilakukan karena adanya dampak yang akan terjadi
pada aktivitas Florist X. Proses ini disebut juga dengan manajemen risiko yang
berupa strategi perusahaan dalam pengambilan kebijakan usaha. Pola pengelolaan
Florist X dalam menghadapi risiko memiliki dua pemilihan umum. Kedua pilihan
itu adalah penghindaran risiko (preventif) dan mitigasi (mengurangi) risiko.
4.3.4.1 Penghindaran Risiko (Preventif)
Strategi yang dapat dilakukan pada saat pertama kali berhadapan dengan
risiko adalah strategi menghindar.
Kountur (2008), menjelaskan bahwa
penghindaran risiko dilakukan apabila:
1.
Risiko yang dihadapi terlalu besar yaitu kemungkinan terjadinya besar dan
akibat yang ditimbulkan juga besar. Ini adalah risiko-risiko yang sangat besar
atau yang berada pada kuadran kanan-atas pada peta risiko, walaupun tidak
semua risiko yang tinggi atau yang berada pada kuadran kanan-atas harus
dihindari.
44
2.
Risiko yang dihadapi tidak dapat dikendalikan manajemen dan tidak dapat
ditangani dengan strategi-strategi penanganan risiko yang lain.
Strategi
penghindaran
terhadap
risiko
dapat
dianalisis
dengan
menggunakan peta preventif (penghindaran) risiko. Hasil pengambilan keputusan
dari data-data identifikasi risiko diperoleh dari pemetaan risiko. Untuk preventif
dapat dilakukan dengan cara memasukkan tiap-tiap faktor risiko ke dalam
kuadran-kuadran peta (Gambar 7). Penempatan besar dan kecilnya risiko yang
dialami Florist X berasal dari dua kondisi kerugian bagi florist yang terjadi pada
setiap periode abodemennya. Kondisi yang pertama adalah bahan baku yang
tidak terpakai dan kondisi yang kedua adalah Florist X menambah pasokan bahan
baku saat terjadi kekurangan bahan baku. Dimana apabila risiko menimbulkan
dampak di atas ambang batas yang terjadi, maka akan menimbulkan dampak yang
besar bagi Florist X. Hal ini dapat menyebabkan Florist X mengalami kerugian.
Dengan kegiatan preventif yang dilakukan florist, maka risiko yang
memiliki frekuensi kejadian besar akan pindah pada kuadran risiko dengan
frekuensi kejadian kecil.
Strategi untuk menangani risiko yang berada pada
kuadran 1 dan 2 adalah strategi preventif. Strategi ini akan membuat sedemikian
rupa sehingga risiko-risiko yang berada pada kuadran 1 bergeser ke kuadran 3 dan
risiko-risiko yang berada pada kuadran 2 bergeser ke kuadran 4.
Probabilitas (%)
Besar
Kecil
Kuadran 2
Kuadran 1
Kuadran 4
Kuadran 3
Kecil
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 7. Peta Preventif Risiko
Sumber: Kountur, 2008
45
4.3.4.2 Mitigasi Risiko
Strategi ini juga disebut dengan mengurangi yang diperuntukkan dalam
memperkecil kemungkinan terjadinya risiko kerugian pada perusahaan. Sasaran
utamanya adalah bagaimana agar kemungkinan atau probabilitas terjadinya suatu
kejadian yang merugikan dapat diatur jadi sekecil mungkin. Strategi mitigasi
adalah strategi untuk membuat risiko yang berada kuadran kanan-atas bergeser ke
kuadran 2 atau risiko yang berada pada kuadran kanan-bawah untuk pindah ke
kuadran 4 seperti yang tampak pada Gambar 8. Dampak risiko yang sangat besar
pada pemetaan risiko dapat dianalisis dengan strategi mitigasi.
Beberapa mitigasi yang dapat dilakukan oleh Florist X untuk memperkecil
kerugian akibat pengambilan risiko adalah diversifikasi, penggabungan atau
penahanan, pengalihan risiko dan pengendalian risiko.
Probabilitas (%)
Besar
Kecil
Kuadran 2
Kuadran 1
Kuadran 4
Kuadran 3
Kecil
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 8. Peta Mitigasi Risiko
Sumber: Kountur, 2008
Penanganan lain yang digunankan dalam menganalisis strategi untuk
menghadapi risiko adalah beberapa alternatif strategi yang dinilai mampu
memberikan solusi bagi masalah risiko. Alternatif strategi untuk menghadapi
risiko selain penanganan dengan cara preventif dan mitigasi.
Dengan
46
mengelompokkan risiko pada masing-masing kuadran yang tersedia, maka akan
diperoleh beberapa kemungkinan risiko yang dihadapi dan dampaknya bagi
perusahaan.
Proses analisis strategi ini digolongkan Hanafi (2004) dalam
Trangjiwani (2008) menjadi empat yaitu:
1.
Probabilitas kecil dan dampak kecil
Kelompok risiko ini berada pada kuadran 4 dengan alternatif strategi yang
diusulkan adalah low control. Perusahaan dapat menerapkan pengawasan
yang rendah terhadap risiko.
2.
Probabilitas kecil dan dampak besar
Posisi risiko yang berada pada pada kuadran ini dinamakan dengan monitor.
Deskripsi dari risiko-risiko yang berada pada kuadran 2 ini yaitu: apabila
risiko muncul perusahaan dapat mengalami kerugian yang sangat besar dan
bila dibiarkan akan menyebabkan kebangkrutan.
3.
Probabilitas besar dan dampak kecil
Probabilitas besar dengan dampak kecil terdapat pada kuadran 3 dengan
deskripsi detect and monitor. Risiko yang dapat menimbulkan kerugian pada
kuadran ini mewajibkan petani untuk melakukan pengamatan terhadap
kejadian-kejadian yang menimbulkan risiko. Risiko-risiko yang berada pada
daerah ini diharapkan tetap dalam kondisi normal.
Dimana tidak
mempengaruhi pada aktivitas usaha penjualan pada Florist X.
4.
Probabilitas besar dan dampak besar
Kejadian ini menyebabkan perusahaan tidak dapat lagi mengendalikan risiko
yang dapat menimbulkan kerugian pada Florist X.
Kondisi seperti ini
dideskripsikan sebagai prevent at source. Alternatif strategi untuk mengatasi
risiko-risiko yang dikelompokkan pada kuadran 1 ini hanya dapat dilakukan
dengan penghindaran.
47
Seluruh proses pendeskripsian risiko-risiko hingga dapat diketahui
alternatif strategi bagi pihak manajemen di atas dapat dilihat pada Gambar 9.
Probabilitas (%)
Besar
Kecil
Kuadran 2
Kuadran 1
Detect and monitor
Prevent at source
Kuadran 4
Kuadran 3
Low control
Monitor
Kecil
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 9. Alternatif Strategi Menghadapi Risiko
48
V. GAMBARAN UMUM
5.1 Pasar Bunga Wastukencana
Pasar Bunga Wastukencana (PBW) sudah berada lebih dari 60 tahun
dalam memasarkan produk-produk bunga. Awalnya terdapat lebih dari 50-60
kios bunga (florist) yang berukuran kecil, kemudian terjadi perubahan dimana
beberapa kios kecil menginginkan tambahan kios.
Beberapa kios bergabung
untuk menjadi satu ukuran yang lebih besar dalam satu kepemilikan usaha,
sehingga jumlah kios yang berada di PBW sekarang sebanyak 28 kios bunga.
Florist-florist yang terdapat pada Pasar Bunga Wastukencana cenderung bersifat
homogen dalam usahanya, baik dari sisi bentuk dan jenis produk, harga produk,
pasokan bahan baku, sistem perjanjian abodemen dan bentuk kerjasamanya
dengan PEMDA Kota Bandung. Beberapa dari florist di PBW merupakan usaha
turun temurun, sebagian dari florist tersebut meneruskan usaha ini dari
sepeninggalan orang tuanya. Sedangkan tanah dan bangunan kios di PBW adalah
milik PEMDA Kota Bandung, sehingga pemilik usaha kios-kios tersebut hanya
menggunakan hak guna pakai. Hak guna pakai dapat diperpanjang kembali jika
sudah habis waktunya. Perpanjangan bangunan oleh pengusaha/pedagang bunga
di PBW dengan Kota Bandung ini dilakukan setiap 20 tahun sekali.
Perdagangan bunga di PBW ini merupakan usaha perdagangan bunga
yang pertama kali mempelopori pemasarannya melalui penjualan online di Kota
Bandung. Namun tidak semua pengusaha bunga yang ada di PBW ini melakukan
pemasarannya melaui penjualan online, banyak dari mereka juga masih
melakukan penjualan yang sederhana.
Florist-florist yang belum melakukan
penjualan secara online, biasanya melakukan penjualannya secara langsung via
telepon dan fax.
5.2 Karakteristik Florist X
Studi kasus dalam penelitian ini adalah Florist X yang dapat mewakili
populasi seluruh florist di Pasar Bunga wastukencana. Florist X merupakan salah
satu florist yang sejak tahun 1970 sudah memulai usahanya di PBW. Bapak
Tardjo Rusmana sebagai penerus sekaligus pemilik Florist X hingga saat ini.
Status tanah dan bangunan usaha penjualan produk karangan bunga yang terdapat
pada Florist X sama seperti florist-florist lainnya yaitu kontrak dengan pihak
PEMDA Kota Bandung dengan membayar Hak Guna Usaha (HGU). Jumlah
karyawan Florist X sebanyak 7 orang, diantaranya laki-laki 6 orang dan 1 orang
perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan, karyawan Florist X terdiri dari 3
orang di tingkat SMP, 2 orang di tingkat SMA dan 2 orang di tingkat S1.
Usaha penjualan produk karangan bunga pada Florist X memiliki unit-unit
dalam kegiatan usahanya. Unit-unit tersebut merupakan pembagian pekerjaan
(job description) untuk masing-masing unit, diantaranya: unit produksi, unit
pemasaran, unit pasar, unit SDM, dan unit keuangan.
Semua unit tersebut
langsung berada di bawah pemilik florist. Berikut gambar struktur organisasi
pada Florist X.
Pemilik
Unit Produksi
Unit Pasar
Unit Pemasaran
Unit Keuangan
Unit SDM
Gambar 10. Struktur Organisasi Florist X
5.3 Produk Karangan Bunga
Produk karangan bunga yang terdapat di Pasar Bunga Wastukencana
memiliki beragam bentuk, ukuran, dan harga.
Berikut uraian mengenai
keterangan produk masing-masing karangan bunga dan juga proporsi pemakaian
bahan baku utama (bunga potong) dalam satuan ikat pada masing-masing
produknya:
50
Tabel 7. Jenis, Kualifikasi, dan Pemakaian Bahan Baku Produk Karangan Bunga
pada Florist X
Jenis Produk
Kualifikasi
Pemakaian Bahan
Baku
STIK MERK SUKSES
bunga papan s.003
2x1m
6 ikat
Rp 400.000,00
Bunga
Ucapan
Peresmian
Papan
Event
bunga papan s.002
1x1m
5 ikat
Rp 300.000,00
bunga papan ulang
tahun
bunga papan s.005
2x1,25m
9 ikat
Rp 600.000,00
Bunga Papan
bunga papan s.006
2x1,25m
10 ikat
Rp 700.000,00
bunga papan
51
Tabel 7. Lanjutan
bunga papan s.008
2x1,5m
12 ikat
Rp 900.000,00
Bunga
sukses
papan
bunga papan s.009
2x1,5m Semi Full
20 ikat
Rp 1.750.000,00
Bunga papan semi
full bunga
bunga papan s.010
2x2m Full Bunga
35 ikat
Rp 2.500.000,00
Bunga Papan Full
Bunga
bunga papan b.005
2x1m
7 ikat
Rp 450.000,00
bunga
papan
pernikahan
bunga papan b.018
full bunga
30 ikat
Rp 2.000.000,00
Bunga
Papan
Pernikahan
full
bunga
52
Tabel 7. Lanjutan
STANDING FLOWER
standing
001
flower
7 ikat
Rp 450.000,00
standing
wedding
flower
standing
004
flower
8 ikat
Rp 500.000,00
standing
flower
sukses,
gabrera,
lily, anthurium
KRANS
Krans
001
duka cita
6 ikat
Rp 400.000,00
Standing Flower
Duka Cita tripel
krans
003
duka
cita
4 ikat
Rp 250.000,00
standing
duka cita
krans
004
flower
duka
cita
5 ikat
Rp 300.000,00
krans duka cita
53
5.4 Kegiatan Penjualan Produk Karangan Bunga
Kegiatan
penjualan
produk
karangan
bunga
pada Pasar Bunga
Wastukencana melalui tiga tahap, yaitu penyediaan bahan baku, dekorasi (proses
produksi), dan pemasaran.
5.4.1 Penyediaan Bahan Baku
Bahan baku yang dibutuhkan dalam memproduksi produk karangan bunga
terbagi menjadi dua, yaitu: bahan baku utama dan bahan baku pendukung. Bahan
baku utama terdiri dari bunga potong segar yang terdiri dari berbagai macam
bunga, seperti; Crysant, Suyok, Bunga daun dan Baby Aster. Sedangkan bahan
pendukung yang dibutuhkan untuk produk karangan bunga terdiri dari: floral
foam (oasis), sterofoam, spon, kawat, paku, vas, dan rangka dari bambu.
Sebagian besar bahan baku utama (bunga potong segar) dipasok atau
didatangkan sebagian besar dari daerah Lembang, Bandung. Sistem dari pasokan
bunga potong ini biasanya kontrak (abodemen) dalam hal pengiriman, baik
kuantitas maupun harga antara pihak florist dengan petani penghasil bunga potong
atau pemasok. Kontrak pengiriman bunga potong dilakukan seminggu dua kali,
yang terbagi dalam dua periode, yaitu:

Periode I adalah pengiriman bahan baku untuk hari Rabu, Kamis, dan Jumat
yaitu pada hari Selasa.

Periode II adalah pengiriman bahan baku untuk hari Sabtu, Minggu, Senin,
dan Selasa yaitu pada hari Jumat.
Jumlah bahan baku utama (bunga potong) pada setiap periode pengiriman
bahan baku tetap, yaitu sebanyak 100 ikat dengan harga Rp 300.000,00.- yang
jenis bunganya adalah Baby Aster, Crysant, Suyok, dan Bunga daun, dengan
harga setiap ikatnya sama dari keempat jenis bunga di atas. Kontrak penyediaan
bahan baku ini telah disepakati antara kedua belah pihak sebelumnya. Sedangkan
bahan baku pendukung dipasok dari koperasi bahan baku yang terdapat di Pasar
Bunga Wastukencana dengan sistem jual beli biasa (bukan kontrak).
54
5.4.2
Dekorasi (Proses produksi)
Pada proses mendekor, keahlian karyawan (SDM) sangat berperan.
Dibutuhkan ketelitian, kesabaran, dan kreativitas dalam menghasilkan dekorasi
produk karangan bunga.
Waktu yang dibutuhkan dalam mendekor produk
karangan bunga berbeda-beda mulai dari 30 menit sampai 2 jam, tergantung
produk karangan bunga yang dikerjakan (produk bunga papan ucapan (krans,
standing flower, stik bahagia, stik sukses, dan stik duka cita).
5.4.3 Pemasaran
Setelah produk karangan bunga selesai didekorasi, proses selanjutnya
adalah pengiriman barang.
Untuk pengiriman produk yang berada di Kota
Bandung dan sekitarnya (kabupaten), pengiriman dilakukan oleh karyawan
khusus pengantar produk karangan bunga dari Pasar Bunga Wastukencana yang
dikenal dengan istilah “Loper”. Sedangkan pengiriman produk untuk wilayah
Jakarta dan kota-kota besar lainnya dilakukan dengan pengiriman khusus (paket)
dengan biaya charge atau tambahan khusus untuk biaya pengiriman luar kota.
55
VI. ANALISIS RISIKO BAHAN BAKU
PRODUK KARANGAN BUNGA
6.1 Identifikasi Sumber Risiko
Langkah pertama manajemen risiko adalah mengidentifikasi mengenai
sumber-sumber risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga, mulai dari
risiko produksi, risiko harga atau pasar, risiko institusi, risiko manusia, dan risiko
keuangan. Identifikasi dilakukan pada setiap unit di perusahaan, unit-unit pada
Florist X dalam usaha penjualan produk karangan bunga diantaranya adalah unit
produksi, unit pemasaran (penjualan), unit pasar, unit SDM, dan unit keuangan.
Untuk memperoleh informasi mengenai penyebab risiko dan kejadian-kejadian
yang menyebabkan kerugian bagi pengambil keputusan, setiap unit berperan
dalam mengidentifikasi risiko-risiko yang terjadi pada unit itu sendiri. Sumber
risiko yang diidentifikasi pada usaha penjualan produk karangan bunga adalah
kegiatan-kegiatan yang krusial bagi Florist X. Kegiatan yang memiliki nilai
krusial adalah kegiatan yang harus dilaksanakan oleh Florist X dalam usahanya,
bila tidak berjalan dengan baik maka produk karangan bunga tidak dapat
diproduksi.
Pada usaha penjualan produk karangan bunga terdapat beberapa
risiko yang dihadapi di setiap unit pada Florist X, diantaranya adalah sebagai
berikut:
6.1.1 Unit Produksi
Pada unit produksi dimulai dari proses pengadaan bahan baku, dan proses
produksi (dekorasi).
Beberapa risiko yang terjadi pada unit produksi adalah
sebagai berikut:
1.
Risiko terjadi pada saat permintaan produk karangan bunga menurun,
sedangkan kuantitas pasokan bahan baku dari petani atau pemasok kontinyu
tiap minggunya (sesuai perjanjian abodemen), hal ini akan mengakibatkan
penimbunan pasokan bahan baku yang tidak terpakai dan menjadi busuk.
Sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi florist.
2.
Risiko lainnya terjadi pada saat permintaan pasar terhadap produk karangan
bunga tinggi karena banyaknya acara, florist membutuhkan bahan baku lebih
banyak, sedangkan kuantitas pasokan bahan baku utama dari petani tetap
(sesuai perjanjian abodemen), hal ini menyebabkan kurangnya bahan baku
sehingga beberapa permintaan tidak bisa terpenuhi atau terpaksa mencari
pemasok atau petani lain dengan harga yang lebih tinggi.
Hal tersebut
menyebabkan adanya tambahan biaya yang tak terduga untuk membeli bahan
baku dalam upaya melancarkan proses produksi.
3.
Selain risiko di atas, risiko juga terjadi karena belum adanya sistem quality
control yang baik dari petani pemasok bahan baku, sehingga menyebabkan
pasokan bahan baku tidak 100 persen berkualitas baik dan memenuhi standar,
akibatnya tidak semua bahan baku bisa terpakai dan membutuhkan
penyortiran ulang bagi pihak florist, yang hasilnya hanya 75-90 persen yang
berkualitas baik dan bisa digunakan.
4.
Risiko juga terjadi apabila florist tidak dapat menangani bahan baku (bunga
potong) dengan baik tiap harinya, maka dapat mengakibatkan bahan baku
menjadi busuk dan tidak dapat terpakai.
Oleh karena itu, florist
membutuhkan manajemen penanganan bahan baku yang baik dan
terstandardisasi agar bahan baku tetap terjaga kualitasnya.
5.
Jika terjadi penumpukkan bahan baku, terpaksa bahan baku itu dibuang,
karena biasanya bahan baku yang menumpuk mengakibatkan banyaknya
bakteri pembusukan yang dapat menyebar ke bahan baku yang baru, sehingga
dapat mengakibatkan pembusukkan massal.
6.1.2 Unit Pemasaran (Penjualan)
Pada unit pemasaran terjadi beberapa risiko yang dapat teridentifikasi
dalam usaha penjualan produk karangan bunga ini. Beberapa risiko diantaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Karena harga produk karangan bunga sudah standar pada seluruh florist di
Pasar Bunga wastukencana, maka tidak terjadi persaingan yang berarti.
Akibatnya tidak ada florist yang melakukan terobosan atau ide-ide marketing,
sehingga usaha penjualan produk karangan bunga cenderung konvensional.
2.
Keberadaan Pasar Bunga Tegalega memberi dampak yang cukup besar bagi
Pasar Bunga Wastukencana, karena secara tidak langsung memberi
57
persaingan dalam hal penjualan produk karangan bunga, padahal Pasar Bunga
Tegalega dulunya hanya terfokus pada penjualan tanaman hias saja.
3.
Risiko juga terjadi pada beberapa florist di Pasar bunga Wastukencana yang
pemasarannya belum menggunakan website, florist-florist ini cenderung
melakukan pemasaran hanya di pasar saja, artinya konsumen yang datang
langsung ke Pasar Bunga Wastukencana, sehingga kurang efektif dalam
melakukan penawaran produk kepada konsumen luas.
6.1.3 Unit Pasar
Unit pasar adalah sistem yang mengatur hubungan antara pihak Dinas
Pasar dengan florist-florist yang terdapat di Pasar Bunga Wastukencana.
Beberapa risiko yang terjadi adalah sebagai berikut:
1.
Adanya monopoli bahan baku pendukung dari koperasi bahan baku di Pasar
Bunga Wastukencana, seperti: floral foam (oasis), sterofoam, spon, kawat,
paku, vas, dan rangka dari bambu, sehingga florist secara tidak langsung
terpaku pada harga yang sudah ditetapkan oleh koperasi pasar.
2.
Sistem kontrak antara pihak florist dengan pemerintah Kota Bandung yang
berupa Hak Guna Usaha (HGU), menyebabkan adanya biaya tanggungan
yang besar bagi florist. Besar biaya HGU adalah 50 juta per 20 tahun untuk
setiap florist, biaya ini harus dibayarkan di awal pendirian usaha dan
selanjutnya setiap 20 tahun sekali.
6.1.4 Unit Sumber Daya Manusia
Unit SDM mengidentifikasi beberapa risiko, salah satunya adalah risiko
karyawan florist, baik dari sisi kualitasnya maupun kuantitasnya. Risiko tersebut
diantaranya sebagai berikut:
1.
Beberapa karyawan tidak selalu ada di tempat, baik saat ada poses produksi,
maupun tidak ada proses produksi. Hal ini mengakibatkan tidak adanya
kejelasan dalam hal deskripsi pekerjaan.
Kadang-kadang pada saat
permintaan banyak, Florist X kekurangan karyawan atau tidak ada yang
mengerjakan pesanan, sehingga menghambat proses produksi.
58
2.
Pada saat pemilik tidak ada di tempat, hanya karyawan yang menjaga florist.
Risiko dapat terjadi pada saat pemesanan yang terjadi lewat telepon atau
konsumen datang langsung ke florist, kadang-kadang karyawan tidak dengan
cermat menanyakan informasi atau keterangan lengkap identitas dari si
konsumen atau pemesan. Hal ini menyebabkan beberapa pesanan dibatalkan
secara sepihak.
3.
Belum adanya jobdesk yang jelas untuk masing-masing karyawan sehingga
karyawan bekerja secara tidak terkoordinir dengan jelas, yang mengakibatkan
pembagiaan pekerjaan tidak merata pada masing-masing karyawan.
6.1.5 Unit Keuangan
Unit keuangan pada penelitian ini berkaitan dengan biaya yang
dikeluarkan oleh florist untuk kelangsungan usaha. Beberapa risiko keuangan
yang muncul antara lain:
1.
Pada saat persediaan bahan baku (bunga potong) tidak mencukupi atau terjadi
penambahan bahan baku akibat pesanan meningkat, florist akan mencari
pasokan bahan baku tambahan dari luar pemasok abodemen dengan harga
dua kali lipat dari harga normal. Hal ini menyebabkan adanya tambahan
biaya untuk pembelian bahan baku.
2.
Adanya retribusi harian dari pihak pengelola pasar, sehingga adanya
pengeluaran dari sisi biaya bagi Florist X.
3.
Pada saat terjadi piutang, pihak florist kadang harus menunggu satu sampai
dua minggu untuk menerima pembayaran pesanan dari konsumen atau
pelanggan.
Seluruh sumber-sumber risiko yang teridentifikasi merupakan kegiatan
krusial dari usaha penjualan produk karangan bunga. Kegiatan-kegiatan yang
menghasilkan sumber risiko didapat dari kegiatan-kegiatan vital dari produksi
produk karangan bunga, mulai dari penyediaan bahan baku sampai pemasarannya.
Apabila kegiatan vital itu tidak dilaksanakan atau tidak dicari solusi dari risiko
yang ada, maka akan menyebabkan kerugian dan terancamnya masa depan usaha.
Identifikasi sumber-sumber risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga
dilanjutkan pengukuran risiko dengan analisis probabilitas dan dampak.
59
Pengukuran terbagi menjadi dua, yaitu pengukuran yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Pengukuran yang bersifat kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
Metode Nilai Standar (Z-score) dan Value at Risk. Sedangkan pengukuran yang
bersifat kualitatif dilakukan dengan menggunakan Metode Aproksimasi, yaitu
dengan menggunakan Expert Opinion, yaitu cara pengumpulan informasi dimana
seseorang yang dianggap ahli (pemilik, karyawan, dan pihak pasar) diwawancarai
untuk mendapatkan informasi tentang berapa besar kemungkinan/probabilitas dan
berapa besar dampak risiko yang terjadi dari suatu risiko. Setelah pengukuran
selesai, dilanjutkan dengan menempatkan risiko dalam peta risiko. Risiko-risiko
yang sudah diidentifikasi, yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak florist
dimasukkan ke dalam peta risiko sesuai dengan kemungkinan dan dampaknya
terhadap keberlanjutan usaha penjualan produk karangan bunga.
Penentuan besar kecilnya probabilitas adalah berdasarkan tingkat
persentase terjadinya sumber risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga.
Sementara untuk ukuran besar kecilnya dampak risiko digolongkan pada tingkat
kerugian yang diderita karena terjadinya risiko merugikan oleh Florist X pada
usaha penjualan produk karangan bunga.
Penggolongan risiko dari tingkat probabilitas dan dampak, selanjutnya
akan dituangkan dalam peta hasil identifikasi sumber risiko. Sumber-sumber
risiko yang telah teridentifikasi dapat diklasifikasikan kedalam empat kuadran
risiko berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya dan dampak yang ditimbulkan
oleh risiko tersebut.
Pendekatan yang digunakan untuk mengetahui posisi
masing-masing risiko pada penelitian ini adalah Top-down.
Pendekatan ini
menjelaskan wawancara yang dilakukan memiliki pendekatan pada bagian teratas
dari Florist X yaitu pemilik florist.
Wawancara yang dilakukan untuk menempatkan posisi masing-masing
risiko pada peta risiko berdasarkan pada perkiraan subjektif. Pemilik Florist X
diminta menentukan risiko yang dapat menyebabkan kerugian atau kebangkrutan.
Kriteria dan batasan yang digunakan untuk menentukan besar-kecilnya
probabilitas dan dampak ditetapkan oleh Florist X. Probabilitas yang kurang dari
20 persen dinyatakan sebagai probabilitas kecil, sedangkan probabilitas yang lebih
besar dari 20 persen dinyatakan sebagai probabilitas besar. Dampak yang lebih
60
kecil dari 120.000 rupiah dinyatakan sebagai dampak kecil, sedangkan dampak
yang lebih besar dari 120.000 rupiah dinyatakan sebagai dampak besar. Risiko
yang sering terjadi dan berdampak besar berada pada kuadran 1, kemudian risiko
yang sering terjadi namun memiliki tingkat kerugian kecil, yang diletakkan pada
kuadran 2. Sumber risiko yang memiliki frekuensi kecil dan dampak kecil bagi
florist diletakkan pada kuadran 4.
Sementara kuadran 3 berisi risiko yang
menurut florist jarang terjadi tapi berdampak besar.
Berikut hasil pemetaan
sumber-sumber risiko yang terjadi pada Florist X (Gambar 11).
Sumber risiko yang berada pada masing-masing kuadran disesuaikan
dengan identifikasi risiko terhadap florist.
Kuadran 1 yang terdiri dari
penimbunan pasokan bahan baku, kebutuhkan bahan baku lebih banyak saat
permintaan tinggi sehingga terpaksa mencari pemasok lain dengan harga yang
lebih tinggi, belum adanya sistem quality control dari petani pemasok bahan baku,
munculnya bakteri pembusukan yang dapat menyebar ke bahan baku yang baru
sehingga dapat mengakibatkan pembusukkan massal, dimana menurut florist
risiko ini memiliki probabilitas dan dampak besar. Pada kuadran 2 berisikan
persaingan dengan Pasar Bunga Tegalega, pemasaran beberapa florist kurang
efektif, ada yang sudah memakai website ada juga yang belum menggunakan
website, dan karyawan tidak berada di tempat saat proses produksi berlangsung,
dimana menurut florist sumber risiko ini memiliki probabilitas besar dan dampak
kecil. Piutang yang harus ditunggu satu sampai dua minggu untuk menerima
pembayaran dari konsumen, keteledoran karyawan yang tidak menanyakan
keterangan lengkap dari si pemesan, dan besar biaya HGU yang harus dibayarkan
di awal pendirian usaha dan diperbaharui setiap 20 tahun sekali berada pada
kuadran 3, yang menggambarkan probabilitas kecil namun dampaknya besar.
Kuadran 4 yang menggambarkan probabilitas kecil dan dampak kecil terdiri dari
adanya monopoli bahan baku pendukung dari koperasi pasar, usaha penjualan
produk karangan bunga cenderung konvensional sehingga tidak ada terobosan
atau ide-ide marketing yang baru, dan adanya retribusi harian dari pihak pengelola
pasar sebagai sumber risiko.
61
Probabilitas (%)
Besar
20 %
Kecil
Kuadran 2
Kuadran 1
 Keberadaan Pasar Bunga Tegalega
memberi
dampak persaingan
dalam usaha penjualan produk
karangan bunga
 Pemasaran beberapa florist kurang
efektif dalam melakukan penjualan
produk, ada yang sudah memakai
website ada juga yang belum
menggunakan website
 Beberapa karyawan tidak selalu
berada di tempat, Hal ini
mengakibatkan
pada
saat
permintaan
banyak,
florist
kekurangan karyawan atau tidak
ada yang mengerjakan pesanan,
sehingga harus menyewa karyawan
harian di pasar.
 Belum adanya jobdesk yang jelas
untuk masing-masing karyawan.
 Saat
permintaan
menurun,
mengakibatkan penimbunan pasokan
bahan baku yang tidak terpakai dan
menjadi busuk
 Saat permintaan tinggi, membutuhkan
bahan baku lebih banyak, menyebabkan
permintaan tidak bisa terpenuhi atau
terpaksa mencari pemasok lain dengan
harga dua kali lipat dari harga normal
 Belum adanya sistem quality control
dari petani pemasok bahan baku,
sehingga menyebabkan pasokan bahan
baku tidak 100 persen dapat terpakai
 Jika terjadi penumpukkan bahan baku,
terpaksa bahan baku itu dibuang karena
dapat mengakibatkan munculnya bakteri
pembusukan yang dapat menyebar ke
bahan baku yang baru sehingga dapat
mengakibatkan pembusukkan massal
Kuadran 4
Kuadran 3
 Usaha penjualan produk karangan
bunga cenderung konvensional
sehingga florist tidak melakukan
terobosan atau ide-ide marketing
 Adanya monopoli bahan baku
pendukung dari koperasi pasar
sehingga terpaku pada harga yang
sudah ditetapkan koperasi
 Adanya retribusi harian dari pihak
pengelola pasar, sehingga adanya
pengeluaran dari sisi biaya bagi
florist
 Pada saat terjadi piutang, pihak florist
kadang harus menunggu satu sampai dua
minggu untuk menerima pembayaran
pesanan dari konsumen atau pelanggan
 Keteledoran karyawan yang tidak
menanyakan keterangan lengkap dari si
konsumen atau pemesan.
Hal ini
menyebabkan beberapa pesanan di
batalkan secara sepihak
 Besar biaya HGU adalah 50 juta per 20
tahun untuk setiap florist, biaya ini harus
dibayarkan di awal pendirian usaha dan
diperbaharui setiap 20 tahun sekali
Kecil
Rp 120.000
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 11. Peta Hasil Identifikasi Risiko
6.2 Analisis Risiko Bahan Baku
Untuk risiko bahan baku, pengukuran nilai probabilitas dan dampak risiko
dilakukan dengan pengukuran yang bersifat kuantitatif, dimana data yang
diperoleh dari perusahaan adalah data pemakaian bahan baku tiap periode
62
pengiriman bahan baku selama 18 periode dari bulan Juli sampai Agustus 2010.
Berikut akan dihitung besarnya probabilitas dan dampak risiko bahan baku
dengan menggunakan Metode Nilai Standar (Z-score) an Value at Risk.
6.2.1 Analisis Probabilitas Risiko Bahan Baku
Analisis probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko pada usaha
penjualan produk karangan bunga pada Florist X, risiko terbesar terdapat pada
bahan baku, risiko ini dapat dihitung melalui penggunaan bahan baku selama
periode abodemen, baik yang terbuang/tidak terpakai dan data bahan baku
tambahan pada tiap periode abodemen (periode pengiriman bahan baku). Risiko
ini berada pada kuadran I, dimana memiliki probabilitas dan dampak yang tinggi
sehingga perusahaan harus mengetahui seberapa besar kemungkinan terjadinya
risiko ini agar risiko bahan baku dapat diperkecil atau bahkan dihilangkan.
Selama 18 periode abodemen, bahan baku yang terbuang dan tambahan setiap
periodenya cukup banyak dan menjadi risiko pada proses produksi produk
karangan bunga.
Bahan baku yang terbuang dan bahan baku tambahan
mengakibatkan pendapatan yang tidak menentu sehingga mengindikasikan adanya
risiko dalam usaha penjualan produk karangan bunga ini.
Pasokan bahan baku dalam satu periode pengiriman barang (abodemen)
adalah tetap dan kontinyu sebesar 100 ikat, namun dalam kenyataanya florist
sering mengalami bahan baku yang berlebih dan atau pernah juga mengalami
kekurangan bahan baku. Penggunaan bahan baku bisa kurang dari 100 ikat atau
bisa juga lebih dari 100 ikat per periodenya, ketidakpastian dalam penggunaan
bahan baku ini bisa disebabkan karena permintaan yang tidak sama setiap harinya.
Hal ini lebih disebabkan oleh karakteristik dari produk karangan bunga itu sendiri
yang penjualannya bergantung dari banyak sedikitnya acara eksternal. Dari data
historis selama 18 periode, didapatkan data penggunaan bahan baku per
periodenya ternyata penggunaan bahan baku tidak tepat 100 persen atau 100 ikat
tetapi bervariasi. Variasi yang bisa ditolerir adalah kurang lebih 20 persen atau
sebanyak 20 ikat (Ketentuan ini ditetapkan oleh Florist X dan sesuai dengan teori
Kountur), jadi selama penggunaan bahan baku diantara 80 dan 120 ikat dianggap
penyimpangannya tidak begitu besar. Data pemakaian bahan baku setiap
63
periodenya selama 18 periode abodemen, baik yang tidak terpakai/terbuang
maupun
bahan
baku
tambahan
per
periode
abodemen
menunjukkan
penyimpangan dari distribusi normal yang terlihat pada Tabel 4.
Kemungkinan terjadinya risiko dapat dihitung dengan menggunakan
distribusi normal atau biasa dikenal dengan istilah distribusi z yang menggunakan
nilai standar (Z-score). Hasil perhitungan pada data penggunaan bahan baku
setiap periode abodemen menunjukkan persen kemungkinan terjadinya risiko
pada usaha penjualan produk karangan bunga. Perhitungan probabilitas dibagi
pada dua keadaan. Keadaan pertama menunjukkan besarnya risiko yang terjadi
pada saat pemakaian bahan baku lebih kecil dari 80 ikat. Keadaan yang kedua
menunjukkan besarnya risiko yang terjadi pada saat pemakaian bahan baku lebih
besar dari 120 ikat.
Hasil perhitungan besarnya risiko pada pemakaian bahan baku untuk
memproduksi produk karangan bunga dalam 18 periode abodemen pada dua
keadaan/kondisi (x1=80 ikat dan x2=120 ikat) dapat dilihat pada tabel 8. Dari
hasil perhitungan pada Tabel 8, rata-rata dari pemakaian bahan baku dalam 18
periode abodemen sebesar 84,889. Sehingga dapat diketahui standar deviasinya
sebesar 26,97687221. Dalam menghitung Z-score dan nilai probabilitas terbagi
pada dua bagian/keadaan.
Keadaan pertama adalah mencari besarnya
kemungkinan terjadinya risiko apabila penggunaan bahan baku lebih kecil dari 80
ikat, dimana nilai x yang pertama (x1) adalah 80 ikat. Keadaan yang kedua
adalah mencari besarnya kemungkinan terjadinya risiko apabila penggunaan
bahan baku lebih besar dari 120 ikat, dimana x yang kedua (x2) adalah 120 ikat.
Pada keadaan yang pertama (x1) dapat diketahui besarnya z-score adalah 0,181225194. Angka z-score yg minus menunjukkan bahwa nilai z tabel berada
di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal.
Sedangkan nilai
probabilitas pada keadaan yang pertama sebesar 42,9 persen.
Pada keadaan yang kedua (x2) dapat diketahui besarnya z-score adalah
1,301526391. Angka z-score yg positif menunjukkan bahwa nilai z tabel berada
di sebelah kanan nilai rata2 pada kurva distribusi normal.
Sedangkan nilai
probabilitas pada keadaan yang kedua adalah sebesar 9,7 persen. Jadi dari hasil
perhitungan di atas, dapat diketahui nilai probabilitas penggunaan bahan baku
64
yang lebih kecil dari 80 ikat dan lebih besar dari 120 ikat pada Florist X adalah
52,6 persen.
Tabel 8. Hasil Analisis Probabilitas Risiko pada Usaha Penjualan produk
Karangan Bunga Florist X Periode Juni-Juli 2010
Periode
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Penggunaan
Bahan Baku
(ikat)
96
69
77
82
64
95
54
81
70
116
54
153
71
121
115
51
83
76
1528
84,889
Jumlah
Rata-rata
Standar deviasi
x1 (pemakaian bahan baku
lebih kecil dari 80 ikat)
z-score
z tabel
Probabilitas (%)
80
-0,181225194
0,429
42,9
x2 (pemakaian bahan baku
lebih besar dari 120 ikat)
z-score
z tabel
Probabilitas (%)
Probabilitas total (%)
120
1,301526391
0,097
9,7
52,6
(xi-x rata-rata)
11,111
(15,889)
(7,889)
(2,889)
(20,889)
10,111
(30,889)
(3,889)
(14,889)
31,111
(30,889)
68,111
(13,889)
36,111
30,111
(33,889)
(1,889)
(8,889)
(xi-x rata-rata)2
123,4567901
252,4567901
62,2345679
8,345679012
436,345679
102,2345679
954,1234568
15,12345679
221,6790123
967,9012346
954,1234568
4639,123457
192,9012346
1304,012346
906,6790123
1148,45679
3,567901235
79,01234568
12371,77778
26,97687221
65
Probabilitas risiko pada usaha penjualan produk karangan bunga sangat
dipengaruhi oleh beberapa risiko di atas. Risiko terbesar terdapat pada pemakaian
bahan baku yang berada pada kuadran 1. Oleh karena karakter produk karangan
bunga adalah permintaanya bergantung dari banyak sedikitnya acara atau
perayaan, bahan baku (bunga potong) yang bersifat mudah rusak, ditambah lagi
dengan adanya sistem kontrak abodemen (pengiriman barang) bahan baku yang
jumlah dan harganya sudah ditetapkan dalam kontrak sehingga menyebabkan
pemakaian bahan baku tidak menentu, bisa lebih dan tidak terpakai/terbuang, bisa
juga kekurangan bahan baku.
Hal ini menyebabkan risiko yang tinggi bagi
penjualan produk karangan bunga itu sendiri.
6.2.2 Analisis Dampak Risiko Bahan Baku
Metode yang paling efektif digunakan untuk mengukur dampak risiko
adalah Value at Risk (VaR). Setiap kali terjadi risiko akan memberikan dampak
kerugian. Pada umumnya kerugian dapat dihitung dalam satuan rupiah, sehingga
jika terjadi risiko, perusahaan dapat mengetahui besar kerugian yang diderita
dalam rupiah. Dampak risiko yang merugikan bagi Florist X terjadi akibat tidak
menentunya pemakaian bahan baku (bunga potong).
Hal ini terkait dengan
karakteristik produk karangan bunga yang perishable, konsumen berasal dari
kalangan tertentu, dan jumlah permintaan sesuai dengan banyak sedikitnya acara.
Pemakaian bahan baku yang tidak menentu, sedangkan pasokan bahan baku tetap
sesuai abodemen mengakibatkan timbulnya risiko kekurangan atau kelebihan
bahan baku pada saat berlangsungnya proses produksi. Risiko ini membutuhkan
manajemen persediaan bahan baku yang baik agar pemakaian bahan baku bisa
disesuaikan dengan banyaknya produksi dalam satu periode pengiriman bahan
baku (abodemen). Besarnya dampak merugikan akibat permasalahan di atas dapat
diketahui melalui Value at Risk.
Dampak risiko dengan tingkat keyakinan yang diinginkan sebesar 95
persen.
Dari hasil perhitungan, rata-rata kejadian merugikan sebesar
Rp
160.666,6667, di mana standar deviasi yang diperoleh sebesar 102.013,8399.
Nilai z dari tabel pada tingkat keyakinan 95 persen atau pada signifikansi 5 persen
(0,05) adaah 1,645.
Sehingga Value at Risk yang diperoleh sebesar Rp
66
200.220,515, artinya kerugian yang diderita maksimal Rp 200220,515 namun, ada
5 persen kemungkinan lebih besar dari Rp 200.220,515. Apabila terjadi kerugian
di atas nilai tersebut maka dinyatakan adanya risiko yang besar dari penggunaan
bahan baku. Besarnya dampak ataupun kerugian yang diderita oleh Florist X
disebabkan oleh pemakaian bahan baku yang tidak menentu sehingga
mengakibatkan bahan baku berlebih atau kekurangan bahan baku pada saat proses
produksi berlangsung. Berikut uraian dari hasil perhitungan dampak risiko bahan
baku pada Tabel 9.
Tabel 9. Dampak Risiko Bahan Baku pada Florist X Periode Juni-Juli 2010
(Rupiah)
Kerugian
(xi-x rata-rata) (xi-x rata-rata)2
(Rp)
1
4
24000 -136666,6667
18677777778
2
31
186000
160666,6667
25813777778
3
23
138000 -22666,66667
513777777,8
4
18
108000
160666,6667
25813777778
5
36
216000
55333,33333
3061777778
6
5
30000 -130666,6667
17073777778
7
46
276000
115333,3333
13301777778
8
19
114000 -46666,66667
2177777778
9
30
180000
19333,33333
373777777,8
10
16
96000 -64666,66667
4181777778
11
46
276000
115333,3333
13301777778
12
53
318000
157333,3333
24753777778
13
29
174000
13333,33333
177777777,8
14
21
126000 -34666,66667
1201777778
15
15
90000 -70666,66667
4993777778
16
49
294000
133333,3333
17777777778
17
17
102000 -58666,66667
3441777778
18
24
144000 -16666,66667
277777777,8
Total
482
2892000
176916000000
Rata-rata kejadian merugikan
160666,6667
Standar Deviasi
102013,8399
Tingkat keyakinan yg diinginkan 95% atau pada tingkat signifikansi 5%
z (5% atau 0,05)
1,645
VaR
200220,515
Periode
Kerugian
(ikat)
67
6.3 Pemetaan Risiko Bahan Baku
Besar atau kecilnya risiko dibatasi oleh sumbu horizontal berupa
probabilitas dan sumbu vertikal yang menggambarkan dampak risiko. Pada usaha
penjualan produk karangan bunga, Florist X menetapkan nilai standar yang
membatasi antara probabilitas kecil dan besar adalah sebesar 20 persen.
Pada penelitian ini nilai pembatas probabilitas sebesar 20 persen
ditentukan oleh pihak florist melalui wawancara dan menurut teori Kountur
(2008). Dengan ini berarti tingkat kemungkinan terjadinya risiko yang dapat
diterima oleh Florist X memiliki ambang batas 20 persen. Penentuan pada nilai
probabilitas sama dengan penentuan dampak risiko pada Florist X. Nilainya
adalah Rp 120.000,00.- yang didasarkan pada ambang batas kerugian dari bahan
baku yang tidak terpakai dan juga berdasarkan penambahan bahan baku jika
terjadi kekurangan bahan baku pada florist. Nilai ini diperoleh dari 20 persen dari
total pasokan bahan baku dalam satu kali abodemen dengan satuan ikat.
Penambahan dampak akan terjadi pada dua kondisi atau keadaan, yang pertama
pada saat bahan baku terbuang atau tidak terpakai, kondisi ini akan
mengakibatkan kerugian.
Keadaan yang kedua adalah pada saat florist
membutuhkan bahan baku lebih banyak dari pasokan abodemen (100 ikat), hal ini
akan mengakibatkan adanya biaya tambahan untuk bahan baku karena harga
bahan baku dari luar pemasok abodemen dua kali lipat harganya dari harga
normal pemasok abodemen.
Analisis mengenai besaran probabilitas dan dampak risiko yang terjadi,
menunjukkan besarnya risiko bagi usaha penjualan produk karangan bunga.
Risiko yang ditanggung oleh Florist X dalam 18 periode abodemen (periode
pengiriman barang) pada Bulan Juni-Juli 2010. Pemetaan risiko digolongkan atas
klasifikasi besarnya dampak dan probabilitas. Penempatan risiko didasarkan pada
hasil perhitungan dari dampak dan probabilitas risiko. Pada usaha penjualan
produk karangan bunga menunjukkan tingkat probabilitas sebesar 52,6 persen.
Sementara hasil dari analisis terhadap tingkat dampak yang diperoleh pada usaha
penjualan produk karangan bunga adalah Rp 200.220,515.
Faktor ini akan
menjadi penentu posisi risiko bahan baku dalam pemetaan (Gambar 12).
68
Probabilitas (%)
Besar
Kuadran 2
Kuadran 1
Risiko Bahan Baku
20%
Kecil
Kuadran 4
Kecil
Kuadran 3
Rp 120.000
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 12. Hasil Pemetaan Risiko Bahan Baku
Hasil pemetaan menunjukkan bahwa risiko bahan baku pada usaha
penjualan produk karangan bunga pada Florist X terdapat pada kuadran I.
Artinya bahwa risiko bahan baku memiliki kemungkinan terjadinya risiko
(probabilitas) dan dampak yang besar bagi perusahaan.
Risiko bahan baku
memiliki nilai probabilitas sebesar 52,6 persen dan dampak sebesar Rp
200.220,515.
Risiko yang telah dipetakan akan ditindaklanjuti dengan
penanganan risiko untuk mengubah posisi risiko pada kondisi minim akan
kerugian.
6.4 Strategi Penanganan Risiko
Perusahaan dapat melakukan strategi dalam penanganan risiko yang
dihadapi agar kerugian perusahaan menjadi seminimal mungkin. Pada umunya
cara untuk menangani risiko, dilakukan dengan dua cara, antara lain:
penghindaran risiko (preventif) dan mengurangi terjadinya risiko (mitigasi).
Beberapa strategi preventif yang secara umum dilakukan oleh florist dalam
mengatasi sumber-sumber risiko adalah sebagai berikut:
69
A. Penghindaran Risiko (Preventif)
Preventif dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Risiko-risiko yang
berada pada kuadran I dan II adalah risiko yang probabilitas atau kemungkinan
terjadinya besar, dengan demikian strategi untuk menangani risiko-risiko pada
kuadran I dan II adalah strategi preventif.
Strategi preventif akan membuat
sedemikian rupa sehingga risiko-risiko yang berada pada kuadran I bergeser ke
kuadran III dan risiko-risiko yang berada pada kuadran II bergeser ke kuadran IV.
Berikut sumber-sumber risiko yang berada pada kuadran I dan II:
1.
Risiko terjadi pada saat permintaan menurun, hal ini akan mengakibatkan
penimbunan pasokan bahan baku yang tidak terpakai dan menjadi busuk.
2.
Risiko lainnya terjadi pada saat permintaan pasar terhadap produk karangan
bunga tinggi, kebutuhan bahan baku akan lebih banyak, hal ini menyebabkan
kurangnya bahan baku sehingga beberapa permintaan tidak bisa terpenuhi
atau terpaksa mencari pemasok atau petani lain dengan harga yang lebih
tinggi dua kali lipat.
3.
Belum adanya sistem quality control yang baik dari petani pemasok bahan
baku, sehingga
hasilnya hanya 75-90 persen bahan baku yang bisa
digunakan.
4.
Jika tidak dapat menangani bahan baku (bunga potong) dengan baik tiap
harinya, maka dapat mengakibatkan bahan baku menjadi busuk dan tidak
dapat terpakai.
5.
Jika terjadi penumpukkan bahan baku akan mengakibatkan banyaknya bakteri
pembusukan yang dapat menyebar ke bahan baku yang baru, sehingga dapat
mengakibatkan pembusukkan massal.
6.
Keberadaan Pasar Bunga Tegalega memberi dampak yang cukup besar bagi
Pasar Bunga Wastukencana.
7.
Risiko juga terjadi pada beberapa florist di Pasar bunga Wastukencana yang
pemasarannya belum menggunakan website.
8.
Beberapa karyawan tidak selalu ada di tempat, baik saat ada poses produksi,
maupun tidak ada proses produksi.
9.
Belum adanya jobdesk yang jelas untuk masing-masing karyawan
70
Strategi preventif yang dilakukan Florist X terhadap sumber-sumber risiko
di atas antara lain:
1.
Memperbaiki sistem pasokan bahan baku (abodemen)
Sistem pasokan bahan baku florist-florist di PBW adalah menggunakan
sistem abodemen. Sistem abodemen merupakan suatu kesepakatan bersama
antara pemilik florist dengan pemasok/petani mengenai pengadaan bahan
baku (bunga potong) dalam kurun waktu, harga dan jumlah tertentu yang
bersifat tetap dan kontinyu. Pengiriman bahan baku dilakukan dua periode
dalam seminggu. Periode abodemen yang disepakati oleh pihak florist dan
pemasok terbagi menjadi dua kali periode, yakni Periode I dan Periode II
dalam satu minggunya; Periode I; Rabu, Kamis, dan Jumat dengan
pengiriman barang terjadi pada hari Selasa, sedangkan Periode II; Sabtu,
Minggu, Senin, dan Selasa dengan pengiriman barang terjadi pada hari Jumat.
Jumlah pengiriman bahan baku setiap periodenya sebanyak 100 ikat bunga
potong (Crysant, Gladiol, Suyok, Daun Potong dan Baby Aster).
Perbaikan sistem abodemen yang dilakukan adalah dari sisi waktu dan
kuantitasnya. Perbaikan dari sisi waktu pengiriman adalah pasokan dilakukan
tiap hari dengan penyesuaian kuantitas pasokan bahan baku setiap
pengirimannya, yaitu menghapus perjanjian tentang 100 ikat per pengiriman.
Penyesuaian ini dilakukan dengan memesan kuantitas bahan baku sesuai
dengan kebutuhan florist setiap harinya, sehingga bahan baku tidak banyak
bersisa.
Florist harus dapat memperkirakan berapa bahan baku yang
dibutuhkan dan disesuaikan dengan pesanan pada hari itu juga.
Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan peramalan terhadap
penjualan
periode
berikutnya.
Penjualan produk
karangan
bunga
mengandung unsur ketidakpastian, agar pemesanan bahan baku terencana
dengan baik maka pola dari penjualan harus diidentifikasi.
Identifikasi
kebutuhan bahan baku pada periode-periode mendatang dapat diketahui
dengan menghubungkan data penjualan selama satu tahun yang lalu dengan
data penggunaan bahan bakunya, kemudian menganalisis penyebab dari naik
turunnya permintaan. Selama satu tahun diperoleh data sebagai berikut.
71
Tabel 10. Data Penjualan dan Pemakaian Bahan Baku Florist X dari Agustus
2009-Juli 2010
Bulan
Agust-09
Sep-09
Okt-09
Nop-09
Des-09
Jan-10
Feb-10
Mar-10
Apr-10
Mei-10
Jun-10
Jul-10
Penjualan
(Rp)
15.035.000
6.495.000
14.885.000
6.320.000
2.700.000
5.540.000
Pemakaian
Bahan
Baku
(Ikat)
248
143
192
102
42
82
1.715.000
3.050.000
5.650.000
33.350.000
45.825.000
56.300.000
28
46
86
802
806
863
Bulan Islam
Sya'ban-Ramadhan
Ramadhan-Syawal
Syawal-Dzulqaidah
Dzulqaidah-Dzulhijjah
Dzulhijjah-Muharram
Muharram-Shafar
Shafar-Rabi'ul Awal
Rabi'ul Awal-Rabi'ul Akhir
Rabi'ul Akhir-Jumadil Awal
Jumadil Awal-Jumadil Akhir
Jumadil Akhir-Rajab
Rajab-Sya'ban
Status
Permintaan
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Keterangan
HUT RI
Ultah Bandung
Tidak bagus untuk
perkawinan/perayaan
acara
Perkawinan
Perkawinan
Perkawinan
Berdasarkan data yang tersedia di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pada bulan Mei sampai Agustus, permintaan cenderung tinggi. Dalam sistem
kalender Islam, bulam Mei sampai bulan Agustus jatuh pada bulan Jumadil Awal,
Jumadil Akhir, Rajab, dan Sya'ban. Pada bulan-bulan Islam tersebut, banyak
terjadi perayaan atau acara perkawinan, hal ini dikarenakan pada bulan bulan
Islam tersebut sangat dianjurkan untuk sebuah pesta perkawinan dan perayaan
lainnya, atau orang awam menyebutnya sebagai bulan baik untuk sebuah
perayaan. Pada bulan Agustus sendiri adalah terdapat perayaan HUT RI, oleh
karena itu, permintaan pada keempat bulan tersebut, dari Mei sampai Agustus
cenderung meningkat.
Selain keempat bulan berturut-turut itu, pada bulan
Oktober terdapat perayaan hari ulang tahun Kota Bandung, sehingga permintaan
pada bulan tersebut juga tinggi.
Penurunan permintaan terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari, dan
April. Dalam sistem kalender Islam, bulan-bulan tersebut masuk dalam bulan
Dzulhijjah, Muharram, Shafar, Rabi'ul Awal dan Rabi'ul Akhir. Pada bulan-bulan
Islam tersebut cenderung tidak banyak perayaan atau acara, sehingga permintaan
rendah. Pada Bulan Shafar terutama, masyarakat awam menyebutnya sebagai
bulan yang kurang baik untuk sebuah perayaan terutama acara perkawinan,
sehingga permintaan pada bulan Shafar menurun drastis.
72
Secara historis, Florist X dapat melakukan peramalan penjualan untuk
periode-periode berikutnya, sehingga dapat diturunkan dalam kebutuhan bahan
baku periode berikutnya, sehingga pemesanan bahan baku dapat diantisipasi agar
tidak bersisa maupun kekurangan bahan baku secara berlebihan. Dari keterangan
di atas, Florist X mampu mengidentifikasi penyebab dari tinggi rendahnya
permintaan pada bulan-bulan tertentu, sehingga Florist X akan mampu
memperkirakan kebutuhan bahan baku pada setiap bulannya berdasarkan data dan
kesimpulan dari Tabel 13. Hal ini akan mempermudah florist dalam melakukan
perubahan terhadap perjanjian abodemen dalam hal jumlah bahan baku yang
dipesan. Dalam penelitian ini hanya tersedia data penjualan selama satu tahun
kebelakang, sehingga data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan tidak
memenuhi syarat peramalan secara kuantitatif. Oleh karena itu, dalam penelitian
ini strategi peramalan hanya bersifat kualitatif.
2.
Strategi berikutnya adalah dengan melakukan penanganan yang baik dan
tepat dalam menjaga kesegaran dan kualitas bahan baku (bunga potong),
yaitu:
a.
Membuat tempat dan ruangan penyimpanan bahan baku yang baik dan
memenuhi standar.
b. Simpan dalam suhu normal dan konstan; simpan bunga dalam suhu 7-10
derajat Celcius atau 15-17 derajat Celcius.
c.
Hindari dari sinar matahari langsung.
d. Tidak menyemprotkan air dalam bunga; penyemprotan air pada bunga
akan membuat bunga cepat layu dan daya tahanhanya hanya satu hari.
e.
Memotong tangkai bawah 1 cm setiap hari; Saat bunga disimpan dalam
wadah berisi air, tangkai paling bawah akan menyerap air, semakin lama
disimpan dalam wadah, bunga akan menyerap lebih banyak air.
Memotong 1 cm tangkai bawah setiap hari, akan membuat bunga tidak
kebanyakan air.
f.
Mengatur volume air dalam wadah; air dalam wadah bunga sebaiknya
diisi setinggi 2 cm dari tangkai paling bawah dan mengganti air setiap 12 hari.
73
g. Memberi zat preservatif atau penyegar bunga; larutan penyegar bunga
berisi nutrisi yang dilarutkan dalam air. Penyegar umumnya berisi nutrisi
(glukosa, sukrosa atau gula pasir) dan antimikroba (hidrokuinon, phisan,
perak nitrat, hidrokuinolin sulfat, hidrokuinolin sitrat atau perak
tiosulfat) dan penambahan asam sitrat digunakan untuk mengasamkan
larutan agar penyerapan lebih mudah dan bersifat antiseptik.
h. Riset baru menemukan bahwa, potongan tanaman yang disemprot dengan
senyawa sintetik, Thidiazuron atau TDZ akan bertahan lebih lama dalam
beberapa hari.
3.
Mengembangkan sumber daya manusia
Karyawan merupakan salah satu kunci keberhasilan pada suatu usaha.
Wawasan, pengetahuan, dan ketrampilan sangat dibutuhkan untuk menunjang
kompetensi karyawan (SDM).
Oleh karena itu, pembinaan SDM pada
karyawan di Florist X sangat dibutuhkan.
Salah satu cara untuk
mengembangkan SDM adalah dengan melakukan pelatihan-pelatihan, baik
pelatihan on-the-job ataupun pelatihan eksternal. Hal ini sangat bagus untuk
merangsang karyawan agar memiliki tanggung jawab yang besar pada
pekerjaanya dan lebih kreatif.
4.
Memasang dan memperbaiki fasilitas fisik
Penggunaan website dalam mendukung penjualan dan pemasaran Florist X
sangat dibutuhkan.
Hal ini agar dapat menjaring konsumen yang lebih
banyak lagi, sehingga promosi tidak hanya dilakukan di dalam pasar saja
melainkan dapat dilakukan pada lingkup yang lebih luas.
5.
Membuat jobdesk yang jelas untuk masing-masing karyawan agar tugas dari
masing-masing karyawan dapat dipertanggungjawabkan.
Proses identifikasi terhadap sumber-sumber risiko yang kemudian
dilanjutkan dengan pemetaan sumber risiko. Proses penanganan risiko berupa
strategi preventif (penghindaran) risiko yang telah dijelaskan di atas. Hal ini akan
dilanjutkan dengan mengelompokkan strategi penanganan risiko berdasarkan
kuadran sumber risiko pada peta risiko berikut ini (Gambar 13).
74
Probabilitas (%)
Kuadran 2
Besar
1.
2.
3.
Kuadran 1
Mengembangkan
sumber
daya manusia
Memasang
dan
memperbaiki fasilitas fisik
(website)
Membuat jobdesk untuk
masing-masing karyawan
1. Menyesuaikan sistem pasokan
bahan baku (abodemen) serta
meramalkan pemakaian bahan
baku untuk periode mendatang
2. Melakukan penanganan yang
baik dan tepat dalam menjaga
kesegaran dan kualitas bahan
baku
Kecil
Kuadran 4
Kuadran 3
Kecil
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 13. Strategi Preventif Risiko
Strategi pereventif dilakukan untuk sumber-sumber risiko yang berada
pada kuadran I dan II. Penghindaran terhadap risiko yang terdapat pada kuadran I
adalah penanganan pada kejadian-kejadian dengan probabilitas dan dampak besar.
Penanganan preventif yang dilakukan berupa memperbaiki sistem pasokan bahan
baku (abodemen) serta meramalkan penggunaan bahan baku untuk periode
mendatang, melakukan penanganan yang baik dan tepat dalam menjaga kesegaran
dan kualitas bahan baku, dan melakukan kerjasama dengan florist-florist yang lain
dalam mengatasi kelebihan bahan baku.
Strategi ini akan menggeser posisi
kelompok kuadran I menuju kuadran III. Pada kuadran III digambarkan adanya
dampak besar dan probabilitas kecil. Kejadian berisiko merugikan yang awalnya
memiliki probabilitas besar akan menjadi kecil.
Penghindaran terhadap risiko yang terdapat pada kuadran II adalah
penanganan pada kejadian-kejadian dengan probabilitas besar dan dampak kecil.
Penanganan preventif yang dilakukan berupa mengembangkan sumber daya
manusia serta memasang dan memperbaiki fasilitas fisik serta membuat jobdesk
yang jelas untuk masing-masing karyawan. Strategi ini akan menggeser posisi
kelompok kuadran II menuju kuadran IV. Pada kuadran IV digambarkan adanya
75
probabilitas kecil dan dampak kecil. Sehingga kejadian berisiko merugikan yang
awalnya memiliki probabilitas besar akan menjadi kecil.
B. Mitigasi Risiko
Strategi mitigasi adalah cara yang dilakukan untuk meminimalkan dampak
yang ditimbulkan oleh sumber-sumber risiko. Sumber-sumber risiko yang berada
pada kuadran I dan III dimana dampak risikonya besar maka dilakukan cara
mitigasi.
Sumber risiko pada kuadran I tidak hanya menggunakan strategi
preventif tetapi juga menggunakan mitigasi. Hal ini dimaksudkan agar risiko
yang berada pada kuadran I dapat bergeser ke kuadran II dengan dampak yang
lebih kecil dan risiko-risiko yang berada pada kuadran III dapat bergeser pada
kuadran IV dengan dampak yang kecil juga. Dengan demikian, strategi mitigasi
adalah strategi penanganan risiko apabila dampak risiko sangat besar. Berikut
sumber-sumber risiko yang berada pada kaudaran I dan III:
1.
Risiko terjadi pada saat permintaan menurun, hal ini akan mengakibatkan
penimbunan pasokan bahan baku yang tidak terpakai dan menjadi busuk.
2.
Risiko lainnya terjadi pada saat permintaan pasar terhadap produk karangan
bunga tinggi, kebutuhan bahan baku akan lebih banyak, hal ini menyebabkan
kurangnya bahan baku sehingga beberapa permintaan tidak bisa terpenuhi
atau terpaksa mencari pemasok atau petani lain dengan harga yang lebih
tinggi dua kali lipat.
3.
Belum adanya sistem quality control yang baik dari petani pemasok bahan
baku, sehingga
hasilnya hanya 75-90 persen bahan baku yang bisa
digunakan.
4.
Jika tidak dapat menangani bahan baku (bunga potong) dengan baik tiap
harinya, maka dapat mengakibatkan bahan baku menjadi busuk dan tidak
dapat terpakai.
5.
Jika terjadi penumpukkan bahan baku akan mengakibatkan banyaknya bakteri
pembusukan yang dapat menyebar ke bahan baku yang baru, sehingga dapat
mengakibatkan pembusukkan massal.
6.
Pada saat terjadi piutang, pihak florist kadang harus menunggu satu sampai
dua minggu untuk menerima pembayaran pesanan dari konsumen atau
pelanggan.
76
7.
Keteledoran karyawan yang tidak menanyakan keterangan lengkap dari si
konsumen atau pemesan. Hal ini menyebabkan beberapa pesanan di batalkan
secara sepihak.
8.
Besar biaya HGU adalah 50 juta per 20 tahun untuk setiap florist, biaya ini
harus dibayarkan di awal pendirian usaha dan diperbaharui setiap 20 tahun
sekali.
Strategi mitigasi yang dilakukan Florist X terhadap sumber-sumber risiko
di atas antara lain:
1.
Strategi mitigasi dalam menangani bahan baku adalah melakukan kerjasama
dengan florist-florist yang lain dalam mengatasi kelebihan bahan baku,
caranya adalah dengan menawarkan kelebihan bahan baku untuk digunakan
oleh florist lain sebagai pasokannya. Dengan kata lain antar florist saling
bekerjasama dalam hal bahan baku yang berlebih atau kekurangan. Apabila
florist yang satu kekurangan bahan baku, maka florist lainnya akan
mensupplai bahan baku yang dimiliki dan tidak terpakai dalam proses
produksinya. Begitu juga sebaliknya pada saat terjadi kelebihan bahan baku.
Startegi ini disebut sebagai strategi pengalihan risiko.
2.
Melakukan penggabungan dengan beberapa florist dalam pemesanan bahan
baku dari pemasok bahan baku, sehingga risiko bahan baku yang berlebih
dapat diantisipasi kualitas dan kuantitasnya.
3.
Melakukan diversifikasi usaha, diantaranya dengan menciptakan unit usaha
sendiri yang melakukan penjualan bunga secara eceran dan juga bentuk
buket, dengan kata lain memperbanyak jenis dan bentuk produk.
4.
Kontrak dengan Koperasi Pasar Bunga Wastukencana dalam hal bantuan
pinjaman modal. Koperasi ini bergerak dalam usaha simpan pinjam dan
pengadaan bahan baku penunjang bagi kegiatan florist di PBW.
5.
Penggunaan bunga dari kertas sebagai pengganti sementara untuk bunga
potong apabila terjadi kelangkaan pada bunga potong.
Bunga kertas ini
berfungsi sebagai pembentuk huruf-huruf pada papan bunga yang
pemakaiannya cukup banyak dalam satu papan bunga. Bunga kertas atau
biasa disebut dengan suyok kertas yang dipasok dari Surabaya sebagai
alternatif apabila bunga potong tidak tersedia.
77
6.
Meningkatkan tanggungjawab kerja dan ketrampilan melalui briefing setiap
hari dan pembagian jobdesk yang jelas.
7.
Pada saat pemesanan, konsumen membayar uang muka sebesar 30-50 persen
dari harga produk, hal ini untuk memperkecil risiko piutang tak tertagih.
Proses identifikasi terhadap sumber-sumber risiko yang kemudian
dilanjutkan dengan pemetaan sumber risiko dalam strategi mitigasi.
Proses
penanganan risiko berupa strategi mitigasi risiko yang telah dijelaskan di atas.
Hal ini akan dilanjutkan dengan mengelompokkan strategi penanganan risiko
berdasarkan kuadran sumber risiko pada peta risiko berikut ini (Gambar 14).
Probabilitas (%)
Kuadran 1
Besar
1. Melakukan kerjasama dengan florist-florist
yang lain dalam mengatasi kelebihan bahan
baku
2. Melakukan penggabungan dengan beberapa
florist dalam pemesanan bahan baku dari
pemasok bahan baku
3. Melakukan diversifikasi usaha, diantaranya
dengan menciptakan unit usaha sendiri yang
melakukan penjualan bunga secara eceran dan
juga bentuk buket
4. Penggunaan bunga dari kertas sebagai
pengganti sementara untuk bunga potong
apabila terjadi kelangkaan pada bunga potong
Kuadran 2
Kuadran 3
1. Kontrak dengan Koppas Bunga Wastukencana
dalam hal bantuan pinjaman modal.
2. Meningkatkan tanggungjawab kerja dan
ketampilan melalui briefing dan jobdesk yang
jelas
3. Pada saat pemesanan, konsumen membayar
uang muka sebesar 30-50 persen dari harga
produk, hal ini untuk memperkecil risiko
piutang tak tertagih
Kuadran 4
Kecil
Kecil
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 14. Strategi Mitigasi Risiko
78
Strategi
penanganan
risiko
dengan
mitigasi
bertujuan
untuk
mengendalikan risiko-risiko merugikan dengan dampak besar. Strategi mitigasi
dilakukan untuk sumber-sumber risiko yang berada pada kuadran I dan III.
Strategi mitigasi terhadap risiko yang terdapat pada kuadran I adalah penanganan
pada kejadian-kejadian dengan probabilitas dan dampak besar.
Penanganan
mitigasi yang dilakukan berupa melakukan kerjasama dengan florist-florist yang
lain dalam mengatasi kelebihan bahan baku, melakukan penggabungan dengan
beberapa florist dalam pemesanan bahan baku dengan pemasok bahan baku,
melakukan diversifikasi usaha, diantaranya dengan menciptakan unit usaha
sendiri yang melakukan penjualan bunga secara eceran dan juga bentuk buket, dan
penggunaan bunga dari kertas sebagai pengganti sementara untuk bunga potong
apabila terjadi kelangkaan pada bunga potong. Strategi ini akan menggeser posisi
kelompok kuadran I menuju kuadran II. Pada kuadran II digambarkan memiliki
probabilitas besar dan dampak kecil. Kejadian berisiko merugikan yang awalnya
memiliki dampak besar akan berubah menjadi kecil.
Strategi mitigasi terhadap risiko yang terdapat pada kuadran III adalah
penanganan pada kejadian-kejadian dengan probabilitas kecil dan dampak besar.
Penanganan mitigasi yang dilakukan berupa melakukan kontrak dengan Koppas
Bunga Wastukencana dalam hal bantuan pinjaman modal, meningkatkan
tanggungjawab kerja dan ketampilan melalui briefing dan jobdesk yang jelas, dan
pada saat pemesanan, konsumen membayar uang muka sebesar 30-50 persen dari
harga produk, hal ini untuk memperkecil risiko piutang tak tertagih. Strategi ini
akan menggeser posisi kelompok kuadran III menuju kuadran IV. Pada kuadran
IV digambarkan adanya probabilitas kecil dan dampak kecil. Sehingga kejadian
berisiko merugikan yang awalnya memiliki dampak besar akan menjadi kecil.
Tindakan preventif dan mitigasi risiko oleh Florist X dapat dilengkapi
dengan alternatif strategi penanganan risiko.
Alternatif strategi yang dapat
digunakan oleh Florist X untuk penanganan risiko terdapat pada Gambar 15.
79
Probabilitas (%)
Kuadran 2
Besar
20 %
 Karyawan tidak selalu ada di
tempat
 Persaingan
dengan
PB
Tegalega
 Pemasaran yang kurang efektif
 Belum adanya jobdesk yang
jelas
Prevent at source
Detect and monitor
Kuadran 4
 Teknik pemasaran yang masih
konvensional
 Monopoli
bahan
baku
penunjang oleh PBW
 Adanya retribusi harian dari
PBW
Kecil
Kuadran 1
 Pemakaian bahan baku yang
tidak menentu
 Penenganan bahan baku yang
belum maksimal
 Belum adanya sistem quality
control pada pasoakan bahan
baku
Low control
Kecil
Kuadran 3
 Piutang tak tertagih
 Keteledoran karyawan
 Biaya HGU dibayarkan di awal
pendirian usaha dan diperbaharui
setiap 20 tahun sekali
Monitor
Rp 120.000
Besar
Dampak (Rp)
Gambar 15. Alternatif Strategi Penanganan Risiko pada Florist X
Pada kuadran I terdapat sumber risiko yang paling krusial dengan dampak
dan probabilitas besar, sehingga harus dilakukan strategi Prevent at Source.
Florist X harus selalu mencatat kebutuhan dan pemakaian bahan baku setiap
harinya dan selanjutnya menyesuaikan pesanan pada pihak pemasok, sehingga
dapat melakukan pencegahan terhadap kelebihan ataupun kekurangan bahan baku
serta melakukan penanganan yang tepat untuk terjaganya kualitas bahan baku.
Penanganan bahan baku dari sisi kualitas dengan melakukan quality control yang
baik, agar bahan baku yang ada dapat terhindar dari risiko rusak dan pembusukan
Pada kuadran II terdapat risiko yang menyebabkan dampak besar apabila terjadi
pada Florist X. Strategi yang dilakukan adalah dengan Detect and Monitor.
Penanganannya adalah dengan melakukan deteksi dan monitoring terhadap
kualitas karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Memperjelas jobdesk masingmasing karyawan sehingga tidak terjadi penumpukan pekerjaan.
80
Pada kuadran III yang memiliki probabilitas kecil dan dampak yang besar
harus dilakukan monitoring atau pengawasan terhadap tugas yang diemban
masing-masing karyawan, peneguran dilakukan apabila karyawan menyalahi
aturan kerja. Untuk piutang tak tertagih, dilakukan persyaratan pembelian dengan
membayar uang muka sebesar 30-50 persen dari harga produk, sehingga dapat
meminimalisir risiko piutang tak tertagih. Pengawasan yang rendah dilakukan
pada risiko yang memiliki dampak dan probabilitas kecil yang terjadi pada
kuadran IV yaitu mengenai teknik pemasaran yang masih konvensional dan
cenderung jarang melakukan terobosan atau ide-ide baru dalam pemasaran produk
karangan bunga sehingga Florist X harus melakukan pembaruan terhadap teknik
pemasaran, misalnya dengan memasang website atau bergabung dalam milis-milis
promosi produk (Yahoo, Facebook, Kaskus, dan lain-lain) dalam mengiklankan
produknya secara luas agar terjadi peningkatan terhadap penjualan.
Dengan
alternatif strategi yang dilakukan, Florist X dapat menghindari dan melakukan
penanganan terhadap kejadian-kejadian merugikan tersebut.
81
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Identifikasi sumber risiko yang dilakukan pada usaha penjualan produk
karangan bunga di Pasar Bunga Wastukencana ditemukan beberapa risiko yang
krusial diantaranya adalah pemakaian bahan baku yang tidak menentu,
penanganan bahan baku yang belum maksimal, belum adanya sistem quality
control yang baik dari petani pemasok bahan baku, teknik pemasaran yang kurang
efektif, keteledoran karyawan, dan belum adanya jobdesk yang jelas bagi
karyawan, serta piutang tak tertagih. Identifikasi dilakukan pada setiap unit usaha
yang terdapat pada florist, yaitu: unit produksi, unit pemasaran (penjualan), unit
pasar, unit SDM, dan unit keuangan.
Pengukuran risiko menggunakan analisis probabilitas dan dampak.
Pengukuran terbagi menjadi dua, yaitu pengukuran yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Pengukuran yang bersifat kuantitas dilakukan dengan menggunakan
Metode Nilai Standar (Z-score) dan Value at Risk. Sedangkan pengukuran yang
bersifat kualitatif dilakukan dengan menggunakan Metode Aproksimasi, yaitu
dengan menggunakan Expert Opinion. Untuk risiko bahan baku, pengukuran nilai
probabilitas dan dampak risiko dilakukan dengan pengukuran yang bersifat
kuantitatif selama 18 periode dari bulan Juli sampai Agustus 2010.
Nilai
probabilitas penggunaan bahan baku yang lebih kecil dari 80 ikat dan lebih besar
dari 120 ikat pada Florist X dengan menggunakan metode Z-score adalah 52,6
persen. Sedangkan dampak risiko yang dialami Florist X dengan menggunakan
metode Value at Risk adalah sebesar Rp 200.220,515.
Strategi penanganan risiko yang dilakukan terbagi menjadu dua, yaitu:
preventif dan mitigasi. Strategi preventif dilakukan untuk sumber risiko yang
berada pada kuadran I dan II. Strategi mitigasi diakukan untuk sumber risiko
yang berada pada kuadran I dan III. Penganganan preventif bertujuan untuk
menghindari terjadinya risiko.
Penanganan preventif yang dilakukan berupa
memperbaiki sistem pasokan bahan baku (abodemen), strategi yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan peramalan terhadap penjualan periode
berikutnya. Identifikasi kebutuhan bahan baku pada periode-periode mendatang
dapat diketahui dengan menghubungkan data penjualan selama satu tahun yang
lalu dengan data penggunaan bahan bakunya, kemudian menganalisis penyebab
dari naik turunnya permintaan.
Secara historis, Florist X dapat melakukan
peramalan penjualan untuk periode-periode berikutnya, kemudian diturunkan
dalam kebutuhan bahan baku untuk periode berikutnya, sehingga pemesanan
bahan baku dapat diantisipasi. Strategi selanjutnya adalah melakukan penanganan
yang baik dan tepat dalam menjaga kesegaran dan kualitas bahan baku. Selain
itu, mengembangkan sumber daya manusia serta memasang dan memperbaiki
fasilitas fisik. Sedangkan penanganan mitigasi bertujuan untuk meminimalkan
dampak yang ditimbulkan oleh sumber-sumber risiko. Penanganan mitigasi yang
dilakukan berupa melakukan kerjasama dengan florist-florist yang lain dalam
mengatasi kelebihan bahan baku, melakukan penggabungan dengan beberapa
florist dalam pemesanan bahan baku pada pemasok bahan baku, melakukan
diversifikasi usaha, diantaranya dengan menciptakan unit usaha sendiri yang
melakukan penjualan bunga secara eceran dan juga bentuk buket, dan penggunaan
bunga dari kertas sebagai pengganti sementara untuk bunga potong apabila terjadi
kelangkaan pada bunga potong. Selain itu, melakukan kontrak dengan Koppas
Bunga Wastukencana dalam hal bantuan pinjaman modal, meningkatkan
tanggung jawab kerja dan ketampilan melalui briefing dan jobdesk yang jelas, dan
pada saat pemesanan, konsumen membayar uang muka sebesar 30-50 persen dari
harga produk, hal ini untuk memperkecil risiko piutang tak tertagih. Sedangkan
alternatif strategi untuk penanganan risiko bahan baku pada kuadran I adalah
prevent at source.
Detect and monitor dilakukan untuk menghadapi
permasalahan karyawan, jobdesk dan pemasaran yang belum maksimal yang
terdapat pada kuadran II. Strategi alternatif untuk risiko pada kuadran III yaitu
piutang tak tertagih dan keteledoran karyawan dengan monitor, sedangkan Teknik
pemasaran yang masih konvensional pada kuadran IV dengan low control.
83
7.2 Saran
1.
Mengubah sistem perjanjian pengiriman bahan baku (abodemen) dari sisi
waktu pengiriman dan kuantitasnya. Pengiriman sebaiknya dilakukan setiap
hari dengan jumlah atau kuantitas yang disesuaikan dengan banyaknya
pesanan produk karangan bunga pada saat itu. Sehingga tidak akan terjadi
kelebihan ataupun kekurangan bahan baku.
2.
Mencari solusi bersama antara pihak florist-florist di Pasar Bunga
Wastukencana dengan Koperasi Pasar Bunga Wastukencana dalam
penyediaan pasokan bahan baku utama (bunga potong). Sehingga apabila
pasokan bahan baku utama dibawah pengawasan dan tanggung jawab
Koppas, maka dapat memperkecil risiko bahan baku bagi pihak florist.
3.
Bagi setiap florist, sebaiknya membentuk unit bahan baku untuk bertanggung
jawab dalam pasokan dan penanganan bahan baku. Apabila setiap florist
memiliki unit bahan baku maka jobdesk yang dimiliki karyawan dalam unit
ini jelas, sehingga karyawan lebih bertanggung jawab terhadap pengadaan
dan pemeliharaan bahan baku serta dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya risiko pada bahan baku.
4.
Masing-masing unit mencatat permasalahan apa saja yang terjadi dalam
setiap aktivitas usaha, baik itu masalah besar atau kecil, sehingga florist bisa
membuat daftar risiko yang akan mempermudah dalam penanganannya.
5.
Agar pelaksanaan manajemen risiko dilakukan dengan efektif, dianjurkan
untuk membentuk Enterprise Risk Management (bersifat permanen) atau Risk
Management Committee (bersifat non permanen), yaitu suatu unit yang
bertanggunga jawab atas pelaksanaan manajemen risiko dalam suatu
perusahaan.
84
DAFTAR PUSTAKA
Agrina. 2009. Prospek Agribisnis Florikultura. Jakarta: http://www.agrinaonline.com [21 Mei 2010]
Arfah S. 2009. Analisis risiko penjualan anggrek Phalaenopsis pada PT Ekakarya
Graha Flora di Cikampek Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Departemen
Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Barron’s. 1993. Mengatur Keuangan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Basyaib F. 2007. Manajemen Risiko. Jakarta: PT Grasindo.
Debertin D.L. 1986. Agricultural Production Economics. New York: Macmillan
Publishing Company.
Dinas Pertanian Kota Bandung. 2008. Profil Tanaman Hias Kota Bandung.
Bandung.
Direktorat Jendral Hortikultura. 2007-2008. Perkembangan PDB Komoditas
Hortikultura. Jakarta: http://www.hortikultura.go.id [21 Mei 2010]
Elton E.J, Gruber M.J. 1995. Modern Portofolio Theory and Investment Analysis.
Fifth Edition. New York: John Wiley and Sons Inc.
Harwood, et al. 1999. Market and Trade Economics Division and Resource
Economics Division. US Department of Agriculture.
Kountur R. 2008. Manajemen Risiko. Jakarta: Abdi Tandur.
Lam J. 2008. Enterprise Risk Management. Jakarta Pusat: PT Ray Indonesia.
Moschini G, Hennessy D.A. 1999. Uncertainty, Risk Aversion and Risk
Management for Agricultural Producers. Elsevier Science Publisher.
Amsterdam.
Muslich M. 2007. Manajemen Risiko Operasional. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Purba
F. 2010. Peluang Pasar Internasional Tanaman Hias. Jakarta:
http://agribisnis.net [21 mei 2010]
Robinson L.J, Barry P.J. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. London:
Macmillan Publisher.
Safitri N. 2009. Analisis risiko produksi daun potong di PT Pesona Daun Mas
Asri Ciawi Kabupaten Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Program Sarjana
Penyelenggaraan Khusus. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Saragih. 2001. Agribisnis (Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis
Pertanian). Bogor: PT Loji Grafika Griya.
Soekartawi, R dan E. Damaijati. 1995. Risiko dan Ketidakpastian dalam
Agribisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sugiyono, Dr., Prof. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Syarif A. 2005. Analisis kepuasan konsumen bunga potong dalam bentuk
rangkaian pada Florist S Bogor [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Trangjiwani W. 2008. Manajemen risiko operasional CV Bimandiri di Lembang
Kabupaten Bandung Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Program Sarjana
Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
90
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data pendapatan usaha penjualan produk karangan bunga pada
florist X di Pasar Bunga Wastukencana per periode pengiriman
barang dari bulan Juni sampai bulan Juli 2010
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Total Pendapatan
Periode
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
Pendapatan
4.185.000,00
4.000.000,00
4.050.000,00
4.250.000,00
3.160.000,00
5.100.000,00
2.500.000,00
4.285.000,00
3.285.000,00
6.100.000,00
2.510.000,00
8.080.000,00
3.090.000,00
6.200.000,00
5.440.000,00
2.300.000,00
4.285.000,00
2.465.000,00
75.285.000,00
Keterangan: Periode I Abodemen = Rabu-Kamis-Jumat
Periode II Abodemen = Sabtu-Minggu-Senin-Selasa
91
Lampiran 2. Peta Lokasi Pasar Bunga Wastukencana
92
Lampiran 3. Gambar Aktivitas di Pasar Bunga Wastukencana
93
Lampiran 3. Lanjutan
94
Lampiran 3. Lanjutan
95
Download