INFORMASI SINGKAT BENIH No.125, Nopember 2011 Antidesma bunius (L.) Spreng. Taksonomi dan Tatanama Famili : Euphorbiaceae Sinonim : Antidesma crassifolium (Elmer) Merr., Antidesma dallachyanum Baillon., Antidesma rumphii Tulase. Nama lokal : Buni (Indonesia), Wuni ( Jawa), Huni (Sunda), Buné, Sadipe (Makassar), Katakuti (Maluku). berbentuk bulir (spicata) atau rasemosa yang sempit,memiliki banyak bunga, panjangnya 6 – 20 cm. Penyebaran Buni tumbuh liar di daerah-daerah basah di India, Sri Lanka, Burma, Semenanjung Malaysia Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, New Guinea. Tanaman Buni telah dibudidayakan di banyak tempat di Indonesia, terutama di Jawa dan Indo-Cina. Di Indonesia terutama di Jawa, buni dapat tumbuh di daerah kering di bagian timur Jawa atau pun di bagian barat Jawa yang beriklim lembab. Tumbuhan ini biasanya proses suksesi tahap awal sebuah hutan sekunder. Kegunaan Penggunaan kayu Buni untuk pertukangan masih terbatas dikarenakan kebanyakan pohon buni kecil/pendek atau karena tinggi bebas cabang yang rendah selain itu kayunya tidak tahan lama dan mudah terserang rayap. Buni berperan penting dalam proses reklamasi lahan-lahan terdegradasi. Buah buni yang matang dapat dimakan segar. Cairan buahnya meninggalkan bekas warna di jari dan mulut. Buah ini juga berpotensi dijadikan minuman serta mengandung pigmen antosianin dan digunakan sebagai pewarna alami pada makanan. Daun, kulit batang dan akarnya mengandung alkaloida yang berguna untuk pengobatan tekanan darah tinggi. Daun dan buah dapat digunakan sebagai obat kurang darah, darah kotor, raja singa dan kencing nanah. Deskripsi Botani Habitus : Tumbuhan berupa pohon, berbatang sedang dengan tinggi dapat lebih dari 20 meter. Daun, bunga, buah dan biji : Daun tunggal, berseling berbentuk lanset memanjang. Panjang daun 19 - 25 cm. Pertulangan menyirip, tulang utama daun tampak jelas di permukaan bawah daun. Bunga: Majemuk, diketiak daun, berbentuk tandan, bunga jantan bertangkai pendek, kelopak berbentuk cawan, bunga betina bertangkai, benangsari kuning kemerahan, 3-4. Perbungaan terminal atau aksiler, Bentuk Daun Buni (Foto : BPTH Sulawesi) Buah: Buah basah berdaging (drupe) berbentuk bulat telur atau bulat berkendaga dan beruang tiga, bergaris tengah 8-10 mm, masih muda berwarna hijau setelah matang merah kekuningan hingga violet kebiruan dan berair. Rasanya asam agak kemanis-manisan. Biji batu berbentuk bulat telur memanjang/lonjong, berukuran panjang 6-8 mm dan lebar 4.5-5.5 mm, berwarna putih kotor. Biji: biji buni berbentuk bulat telur memanjang/ lonjong (oval), berukuran panjang 6 – 8 mm dan lebar 4,5 – 5,5 mm berwarna putih kotor. Akar dan batang: Akar tunggang, putih kecoklatan, batang tegak, berkayu, berwarna kemerah-merahan dengan tipe percabangan simpodial. Diameter dapat mencapai 60 cm. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan Perbanyakan Buni dapat dibudidayakan melalui biji, stek, cangkok atau sambungan. Cangkokan cabang yang berdimeter 2-5 cm umumnya dapat berakar setelah 95 hari. Tunas yang agak tua, panjangnya 3-4 cm, licin dan berwarna hijau, bertangkai daun dan berlentisel hendaknya digunakan untuk usaha penempelan. Umur batang bawah tidak terlalu berpengaruh. Penanaman di lapangan dianjurkan menggunakan jarak tanam 6 x 8 m. Pohon jantan mungkin saja tidak diperlukan, sebab sebagian besar pohon betina menghasilkan banyak bunga sempurna yang dapat melaksanakan penyerbukan secukupnya. Biji buni yang kering dapat disimpan 2-5 tahun pada wadah yang kedap udara tanpa mengalami penurunan viabilitas yang berarti. Benih segar memerlukan perlakuan pendahuluan dengan pemberian asam sulfat selama 15 menit diikuti dengan perendaman dalam air selama 24 jam. Buni dapat berkecambah dalam selang waktu sekitar 30-60 hari. Keberhasilan perbanyakan di alam melalui biji rendah, karena itu perbanyakan buni melalui vegetatif lebih disukai. Bentuk Kulit Batang Pohon Buni. (Foto : BPTH Sulawesi) Pohon yang berasal dari semai dapat berbuah pada umur 4 – 5 tahun setelah ditanam. Untuk perbanyakan melalui vegetatif dapat mulai berbuah pada umur 1 – 2 tahun. Di Indonesia, priode pembungan jatuh pada bulan September hingga Oktober dengan waktu panen bulan Februari hingga Maret. Daftar Pustaka Anonymous. 2011. Antidesma Bunius. tnalaspurwo.org./kea_wuni_antidesma_bunius.pdf. Diakses 2 April 2011. P. Hoffman. 2006. Flora Malesiana: Antidesma bunius. www.nationalherbarium.nl. Diakses 5 Mei 2011. Sosef, M.S.M., L.T. Hong dan S. Prawirohatmojo. (Editors), 1998. Plant Resources of South East Asia No. 5 (3). Timber trees : Lesser-known timbers. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. Hal 75-78. Sutomo Budi. 2009. Buah Langka yang Ada di Nusantara. Wikiberita.net. Diakses 8 Mei 2011. DISIAPKAN OLEH BPTH SULAWESI Penulis : Dwi Wulandari (BPTH Sulawesi) Bentuk Buah Buni (Sumber Foto: Budi Sutomo-wikiberitanet) Pencangkokan dilakukan pada cabang yang berdiameter 2–5 cm dan pada umumnya dapat berakar setelah 95 hari. Tunas yang sudah agak tua dengan panjang 3 – 4 cm, licin dan berwarna hijau, bertangkai daun dan berlentisel hendaknya digunakan untuk perbanyakan melalui penempelan. Untuk penanaman di lapangan dianjurkan untuk menggunakan jarak tanam 6 x 8 m. BPTH SULAWESI Jl.Perintis Kemerdekaan Km.17,5 Makassar Telepon/Fax : (0411) 550076/554501 Website : www.bpthsulawesi.net Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan