BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam era perdagangan bebas sekarang ini, persaingan di dunia industri maupun konsumsi menjadi semakin meningkat, bertambah majunya teknologi dan berbagai macam keinginan masyarakat mengharuskan pengusaha untuk dapat melakukan kegiatan pemasaran yang sesuai dengan kondisi pemasaran yang ada. Selain itu, melakukan pembelian bukan merupakan hal yang baru, namun sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan masing-masing individu memiliki perilaku yang berbeda-beda dalam hal pembelian. Tiap-tiap individu dapat memilih berbagai macam keputusan pembeliannya. Hampir setiap orang dihadapkan pada suatu pilihan untuk menentukan pengambilan keputusan pembelian. Keputusan pembelian biasanya dibuat melalui suatu proses dari pengenalan kebutuhan hingga evaluasi setelah pembelian. Sebelum melakukan pembelian suatu produk biasanya konsumen selalu merencanakan terlebih dahulu tentang barang apa yang akan dibelinya, jumlah, anggaran, tempat pembelian, dan lain sebagainya. Namun, ada kalanya proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen timbul begitu saja saat melihat suatu barang atau jasa, karena ketertarikannya, selanjutnya konsumen melakukan pembelian pada barang atau jasa yang bersangkutan. Tipe pembelian tersebut dinamakan tipe pembelian yang tanpa direncanakan (impulse buying). Prastia (2013). 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Pembelian tidak terencana (impulsive buying) adalah tindakan membeli yang sebelumnya tidak diakui secara sadar sebagai hasil dari suatu pertimbangan, atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Prastia (2013) berpendapat pembelian impulsif bisa dikatakan sebagai desakan hati secara tiba-tiba dengan penuh kekuatan, bertahan dan tidak direncanakan untuk membeli secara langsung, tanpa memperhatikan akibatnya. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Nielsen (2007), ternyata 85% pembelanja di ritel modern Indonesia cenderung untuk berbelanja sesuatu yang tidak direncanakan (Impulse buying: tantangan baru pemilik merek,2009). Hal ini menunjukkan bahwa pembelian tanpa rencana memiliki porsi yang sangat besar dalam pengambilan keputusan pembelian konsumen. Bagi konsumen berbelanja hal yang sudah menjadi life style mereka adalah mereka akan rela mengorbankan sesuatu demi mendapatkan produk yang mereka senangi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prastia (2013), menyebutkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi impulse buying yaitu stimulus pemasaran yang disajikan oleh perusahaan seperti periklanan atau diskon. Bagaimanapun fenomena perilaku impulse buying merupakan hal yang biasa dalam kehidupan kita sehari-hari, dan penelitian tentang topik ini sudah dimulai tahun 1950. Pengaruh yang besar dari impulse pada pembelian konsumen membuat hal tersebut penting untuk diteliti. Beberapa hal yang mempengaruhi impulse buying dapat didasari oleh Shopping Life Style, Fashion Involvement dan Hedonic Shopping Value. Prastia (2013). 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Gaya hidup atau life style dalam pembelian konsumen dikenal dengan istilah shopping life style. Shopping life style merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian tanpa rencana. Prastia (2013). Menurut Japarianto dan Sugiharto (2011) menyatakan bahwa shopping life style mengacu pada pola konsumsi yang mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana cara menghabiskan waktu dan uang. Dalam arti ekonomi, shopping life style menunjukkan cara yang dipilih oleh seseorang untuk mengalokasikan pendapatan, baik dari segi alokasi dana untuk berbagai produk dan layanan, serta alternatif-alternatif tertentu dalam pembedaan kategori serupa. Hal ini menunjukkan bahwa shopping life style mencerminkan pilihan seseorang dalam menghabiskan waktu dan uang. Dalam perubahan gaya hidup tersebut konsumen akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen untuk memenuhi kebutuhannya akan berkaitan dengan perilaku belanja konsumen. Menurut Prastia (2013), Shopping life style didefinisikan sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh pembeli sehubungan dengan serangkaian tanggapan dan pendapat pribadi tentang pembelian produk mereka menemukan bahwa shopping life style dan impulse buying berkaitan erat. Fashion involvement digunakan secara utama untuk memprediksi variabel perilaku yang berhubungan dengan produk pakaian seperti keterlibatan produk, perilaku pembelian, dan karakteristik konsumen. Fashion involvement mempunyai efek positif pada impulse buying konsumen yang berorientasi fashion. 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Faktor kedua yang mempengaruh pembelian tanpa rencana menurut Prastia (2013) adalah keterlibatan konsumen (Involvement). Keterlibatan konsumen pada pembelian produk-produk fashion (fashion Involvement) dimana salah satunya adalah produk-produk pakaian memberikan kontribusi pada pengambilan keputusan pembelian tanpa rencana. Fashion involvement mengacu pada keterlibatan seseorang terhadap suatu produk fashion yang di dorong oleh kebutuhan dan ketertarikan terhadap produk tersebut. Involvement dapat dipandang sebagai motivasi untuk memproses informasi. Celsi dan Olson (1988) seperti dikutip Japarianto dan Sugiharto (2011), menyatakan bahwa saat keterlibatan konsumen meningkatkan, konsumen akan memperhatikan iklan yang berhubungan dengan produk tersebut, memberikan lebih banyak upaya untuk memahami iklan tersebut dan memfokuskan perhatian pada informasi produk yang terkait di dalamnya, di sisi lain, seseorang mungkin tidak akan mau repot untuk memperhatikan informasi yang diberikan. Begitu pula dengan produk pakaian, banyak orang terlibat dengan produk pakaian, menghabiskan waktu dan uang untuk gaya terbaru, sedangkan yang lain (sering kali pria memenuhi syarat di kategori ini) menemukan bahwa berbelanja produk fashion (pakaian) adalah sebuah tugas. O’Cass (2004) seperti dikutip Prastia (2013) dalam penelitiannya menemukan bukti yang nyata bahwa keterlibatan pada mode fashion (seperti pakaian) berkaitan sangat erat dengan karakteristik pribadi (yaitu perempuan dan kaum muda) dan pengetahuan fashion, yang pada gilirannya akan mempengaruhi kepercayaan konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian. 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Faktor ketiga yang mempengaruhi pembelian tanpa rencana adalah faktor hedonis Rachmawati (2009) mendefinisikan hedonis sebagai ajaran yang berorientasi pada kesenangan atas suatu produk atau gaya hidup yang mengutamakan atau mencari kesenangan. Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia hedonis didefinisikan sebagai pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup (Wikipedia, 2011). Dengan berbagai faktor internal yang dimiliki konsumen akan berhubungan pula dengan suasana hati dan kebiasaan mereka berbelanja apakah didorong sifat hedonis yang biasa disebut dengan hedonic shopping value atau tidak. Sejak pengalaman berbelanja bertujuan untuk mencukupi kebutuhan hedonis, produk yang akan di beli nampak seperti terpilih tanpa perencanaan dan konsumen menghadirkan suatu peristiwa impulse buying. Dalam kasus pembelian tak terencana, konsumen akan masuk dulu ke dalam toko untuk mencari dan mengevaluasi informasi yang ada di dalamnya seperti informasi adanya produk baru. Kadang kosumen akan mencoba dan membandingkan produk-produk yang menjadi pusat perhatiannya. Pemahaman mengenai perilaku impulse buying dapat memberikan pedoman bagi retailer dalam mengembangkan strategi yang menimbulkan peluang dalam berbelanja. Park (2006). Hal ini dapat kita rasakan dengan semakin banyaknya perusahaan baik yang memproduksi barang ataupun jasa yang menyebabkan persaingan dalam dunia usaha semakin ketat. Oleh karena itu perusahaan harus dapat mencari strategi, peluang dan tantangan pada masa yang akan datang dimana produsen berlomba memperebutkan pangsa pasar barang dan jasa yang dihasilkan, sehingga perusahaan dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen salah satu caranya adalah dengan melalui penyaluran dengan menggunakan 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ satu perantara yang disebut saluran perdagangan eceran atau ritel. (http://tempo.co/, 2014). Salah satunya adalah Matahari Department store, dengan adanya department store seperti ini keinginan konsumen untuk memiliki suatu barang akan semakin meningkat, dengan banyaknya jenis dan model pakaian yang di jual membuat mata para konsumen dimanjakan hal ini dapat menimbulkan seseorang melakukan pembelian tidak terencana (impulse buying) karena yang sebelumnya datang untuk melihat-lihat akhirnya memutuskan untuk melakukan pembelian, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku pembelian tidak terencana seperti spontan melakukan pembelian, teringat ketika melihat suatu barang, adanya stimulus akan rasa ingin untuk memiliki sesuatu yang dilihat saat itu. Dibandingkan dengan outlet ataupun distro department store lebih memiliki banyak sekali jenis - jenis pakaian mulai dari pakaian anak - anak sampai dengan pakaian dewasa serta promosi yang dilakukan lebih menarik, hal ini yang banyak membuat para konsumen tertarik untuk membeli ataupun sekedar datang untuk melihat- lihat dan dapat melakukan perilaku pembelian tidak terencana. Prastia (2013). Namun jumlah pembeli pada Matahari Department store mengalami fluktuasi dari waktu ke waktu, sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah pusat perbelanjaan dan pertumbuhan jumlah penduduk. Untuk melihat perkembangan jumlah pembeli Matahari Department store kota tangerang, dapat di lihat table berikut ini : 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 1.1 Data pembeli 2015 di Matahari Department store No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Sumber : Surya Rahmat (2016) Jumlah Pembeli 2.334 2.366 2.579 2.446 3.257 3.877 3.976 2.471 3.090 2.245 2.669 2.587 33.897 Berdasarkan Tabel 1.1 jumlah data pembeli di Matahari Department store pada bulan Januari sampai bulan Maret mengalami kenaikan setiap bulannya, sedangkan pada bulan April sampai desember mengalami peningkatan dan penurunan pembeli di Matahari Department store. Hal ini menunjukan tidak semua masyarakat melakukan pembelian, maka upaya yang dilakukan terlebih dahulu adalah membuat masyarakat itu mau berkunjung ke lokasi ritel. Untuk itu peritel harus menerapkan strategi pemasaran yang tepat, karena kebutuhan konsumen yang bervariasi juga sangat berpengaruh terhadap perubahan pola gaya hidup atau lifestyle terutama dalam hal berbelanja (shopping lifestyle) dan pada saat ini kegiatan rutin berbelanja merupakan gaya hidup seseorang dan mempunyai perencanaan secara periodik untuk berbelanja, untuk sebagian orang sebuah tempat berbelanja akan menunjukkan status sosial di masyarakat, serta berbelanja diyakini merupakan kegiatan sosial. Menurut Zablocki dan Kanter (1976) dalam Japarianto dan Sugiharto (2011). Shopping lifestyle mengacu pada pola konsumsi 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/ yang mencerminkan pilihan seseorang tentang bagaimana cara menghabiskan waktu dan uang. Dalam arti ekonomi, shopping lifestyle menunjukkan cara yang dipilih oleh seseorang untuk mengalokasikan pendapatan, baik dari segi alokasi dana untuk berbagai produk dan layanan, serta alternatif-alternatif tertentu dalam pembedaan kategori serupa. Dengan ketersediaan waktu konsumen akan memiliki banyak waktu untuk berbelanja dan dengan uang konsumen akan memiliki daya beli yang tinggi. Untuk membuktikan itu semua penulis melakukan pra survey kepada konsumen Matahari Departement Store CBD Ciledug sebagai berikut : Tabel 1.2 Fenomena Shopping Lifestyle Shopping Lifestyle (X1) Jawaban Pernyataan Saya sering membeli berbagai merek produk pakaian yang berbeda-beda Ya Tidak 21 9 70 % 30 % 19 Saya cenderung membeli produk pakaian model terbaru ketika saya melihatnya 63,3 % 11 36,7 % Indikator : Merek, Pengaruh Iklan.Total Responden : 30 Dari 30 kuesioner awal yang disebarkan, peneliti menemukan fenomena yaitu sebanyak 70% responden merasa membeli merek produk pakaian yang berbeda-beda karena adanya pengaruh diskon sehingga mempengaruhi minat dalam proses pengambilan keputusan. Sebanyak 30% responden menjawab tidak ingin membeli 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ merek produk pakaian yang berbeda-beda alasannya karena, mereka selalu mempertimbangkan kualitas, harga dan produk yang sudah dikenal oleh konsumen. dan sebanyak 63,3% responden sangat cenderung dalam membeli model pakaian terbaru, hal ini dikarenakan adanya hobi, konsumen ingin selalu mengikuti perkembangan mode fashion terbaru dalam penampilannya. 36,7% responden tidak cenderung membeli pakaian dengan model terbaru dalam berbelanja, namun mereka lebih memilih membeli pakaian yang sedang dicari dengan mode yang diinginkan. Dalam perubahan gaya hidup tersebut konsumen akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen untuk memenuhi kebutuhannya akan berkaitan dengan perilaku belanja konsumen. Hal ini juga di dukung dari penelitian Cobb dan Hoyer (1986) dalam Tirmizi (2009) Shopping lifestyle sebagai perilaku yang ditunjukkan oleh pembeli sehubungan dengan serangkaian tanggapan dan pendapat pribadi tentang pembelian produk. Mereka menemukan bahwa shopping lifestyle dan impulse buying berkaitan erat dan penelitian yang dilakukan penulis dalam gaya hidup belanja berhubungan positif dengan perilaku pembelian impulsif, keseluruhan yang jelas dari kenyataan bahwa sebagian besar konsumen mempunyai gaya hidup belanja yang tinggi. Belakangan ini strategi in-store promotion banyak dilakukan oleh para peritel termasuk Matahari Department Store. Hal ini dapat dilihat dengan memberikan tawaran khusus dan disertai frekuensi belanja yang tinggi, semakin banyaknya yang dibuat berupa 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ periklanan / diskon. Menurut Buchari Alma (2011) keinginan membeli sesuatu, yang tidak didorong oleh sesuatu, yang tidak didorong oleh seseorang, tetapi di dorong oleh daya tarik, atau penglihatan ataupun oleh perasaan lainnya. Dengan adanya iklan atau promosi di dalam toko diharapkan akan menarik minat konsumen untuk membeli produk tersebut. Sehingga akan menimbulkan perilaku impulse buying. Tabel 1.3 Fenomena Fashion Involvement Fashion Involvement (X2) Jawaban Pernyataan Ya Tidak Saya memilih beberapa alternatif produk pakaian terlebih dahulu sebelum membelinya 24 Saya mengetahui lebih dulu adanya produk pakaian terbaru di bandingkan orang lain. 16 14 53,3% 46,7% 80 % 7 20% Indikator : Karakteristik Konsumen, Pengetahuan Tentang Fashion. Total Responden : 30 Dari 30 kuesioner awal yang disebarkan, peneliti menemukan fenomena yaitu sebanyak 80% selalu mempunyai alternative sebelum melakukan pembelian, hal ini disebabkan karena konsumen memiliki rasa takut dengan pilihan produk pakaian yang telah dibelinnya. Sebanyak 20% konsumen tidak memilih beberapa alternatif produk pakaian sebelum melakukan keputusan pembelian. Hal ini menunjukan cara konsumen dalam minat dan familiaritas dengan produk sebagai suatu kesatuan dan untuk jangka 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ waktu yang lama. Sebanyak 53,3% konsumen sangat mengetahui adanya produk pakaian terbaru dibandingkan orang lain, hal ini membuktikan bahwa pengetahuan konsumen tentang fashion sangat tinggi. 46,7% konsumen menyatakan tidak mengetahui lebih dulu adanya produk pakaian terbaru di bandingkan orang lain, alasannya karena konsumen tidak mau repot untuk memperhatikan informasi yang diberikan melalui iklan. Menurut Celsi dan Olson (1988) seperti dikutip Japarianto dan Sugiharto (2013), menyatakan bahwa saat keterlibatan konsumen meningkatkan, konsumen akan memperhatikan iklan yang berhubungan dengan produk tersebut, memberikan lebih banyak upaya untuk memahami iklan tersebut dan memfokuskan perhatian pada informasi produk yang terkait di dalamnya, di sisi lain, seseorang mungkin tidak akan mau repot untuk memperhatikan informasi yang diberikan. Begitu pula dengan produk pakaian, banyak orang terlibat dengan produk pakaian, menghabiskan waktu dan uang untuk gaya terbaru, sedangkan yang lain (sering kali pria memenuhi syarat di kategori ini) menemukan bahwa berbelanja produk fashion (pakaian) adalah sebuah tugas. O’Cass (2004) seperti dikutip Prastia (2013) dalam penelitiannya menemukan bukti yang nyata bahwa keterlibatan pada mode fashion (seperti pakaian) berkaitan sangat erat dengan karakteristik pribadi (yaitu perempuan dan kaum muda) dan pengetahuan fashion, yang pada gilirannya akan mempengaruhi kepercayaan konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian. 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Tabel 1.4 Fenomena Hedonic Shopping Value Hedonic Shopping Value (X3) Jawaban Pernyataan Saya berbelanja karena adanya promosi penjualan. Saya dapat mengikuti trend/mode terbaru dengan berbelanja. Ya Tidak 18 12 60 % 40 % 20 10 66,7 % 33,3 % Indikator : Emosional. Total Responden : 30 Dari 30 kuesioner awal yang disebarkan, peneliti menemukan fenomena yaitu sebanyak 60% responden sangat senang dengan adanya promosi penjualan yang Matahari Department Store buat. 40% responden tidak berbelanja karena adanya promosi penjualan saja, tetapi kadang konsumen akan mencoba dan membandingkan produkproduk yang menjadi pusat perhatiannya. Sebanyak 66,7% alasan konsumen selalu berbelanja karena ingin terus mengikuti trend/mode terbaru karena kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. 33,3% responden tidak mengikuti trend/mode terbaru dengan berbelanja, kebanyakan konsumen kurang tertarik adanya model terbaru karena terkadang model terbaru belum tentu cocok di gunakan oleh konsumen dan konsumen sudah merencanakan terlebih dahulu barang apa saja yang akan mereka beli agar dapat menghemat biaya dan waktu. 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Iklan atau berbagai promosi yang dilakukan Matahari Department Store di dalam toko merupakan daya tarik yang secara langsung dapat mengingatkan konsumen terhadap suatu produk tertentu. Promosi tersebut dapat menimbulkan keinginan membeli produk atau merek tersebut. Cara para pemasar untuk menarik konsumen dengan melalui daya tarik penglihatan (visual) seperti menata suasana toko yang begitu nyaman membuat konsumen yang berbelanja didalamnya merasa nyaman dan melihat-lihat barang yang ada di toko sehingga memungkinkan konsumen untuk membeli barang-barang yang lain di luar yang di rencanakan, apalagi jika sedang ada diskon. Thoyib (2002) seperti dikutip Indra (2015). Tabel 1.5 Fenomena Impulse Buying Impulse Buying (Y) Jawaban Pernyataan Saya biasanya merencanakan apa yang saya beli, tetapi terkadang membeli item tambahan. Bila ada tawaran khusus (diskon/promosi penjualan) saya sering berbelanja banyak. Ya Tidak 27 3 90 % 10 % 18 12 60 % 40 % Indikator : Dorongan/Stimulus Rasa Ingin Memiliki Sesuatu, Spontanitas. Total Responden : 30 Dari 30 kuesioner awal yang disebarkan, peneliti menemukan fenomena yaitu sebanyak 90% responden menyatakan, jika mereka terbiasa dengan membuat rencana terlebih dahulu sebelum membeli barang, namun terkadang membeli item tambahan pada saat berada didalam toko, hal ini disebabkan sebagai suatu proses pembelian yang tidak 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ didasarkan pada rencana pembelian, dan bisannya terjadi begitu muncul stimulus akan rasa ingin untuk memiliki sesuatu yang di lihat saat itu. Sebanyak 10% konsumen merencanakan apa yang dibeli dan menahan diri untuk tidak membeli item tambahan, alasannya karena keuangan yang terbatas serta memikirkan dampak negatif yang akan dirasakan. Sebanyak 60% responden tertarik adanya tawaran khusus seperti diskon, hal ini membentuk perasaan konsumen merasa dipuaskan dengan situasi khusus, mengacu pada tingkat dimana konsumen merasa penuh bahagian yang berkaitan dengan situasi. Sebanyak 40% konsumen tidak tertarik adanya promosi, alasannya konsumen dapat menahan diri dan tidak membeli barang yang menarik perhatian di toko, karena sudah melakukan perencanaan sebelum pergi ke suatu tempat perbelanjaan. Gambar 1.1 Gerai Matahari Department Store CDB Ciledug Sumber: foto pribadi penulis (2016) 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ PT. Matahari Department Store Tbk yang di dirikan pada tahun 1958 dan didirikan oleh Bapak Hari Darmawan, yang reputasi dan pengalamannya sangat terkenal di pasar domestik dan internasional. Beliau adalah seorang pengusaha yang dihormati dalam industri ritel. Pada tahun 1996, pemegang saham mayoritas Matahari diubah tangan dari Bapak Hari Darmawan ke Lippo Group- Indonesia dan pada tahun 2010 PT. Matahari Department Store Tbk. menjadi milik Meadow Asia Co. Ltd. Matahari merupakan salah satu anak perusahaan dari Matahari Putra Prima yang merupakan salah satu anak perusahaan dari Meadow Asia Co. Ltd. (matahari.co.id). PT. Matahari Department Store Tbk adalah perusahaan ritel terkemuka di Indonesia yang menyediakan perlengkapan fashion, aksesori, hingga kecantikan dengan harga yang terjangkau. Matahari menghadirkan produk-produk stylish berkualitas tinggi serta pengalaman berbelanja yang istimewa, bekerja sama dengan pemasok lokal dan internasional yang terpercaya untuk menawarkan beragam produk terkini dari merek eksklusif dan merek internasional. PT. Matahari Putra Prima dimulai sejak tahun 1958 dan menjadi Mall modern sejak tahun 1972. Target market terbesar bagi Matahari adalah seorang remaja yang bergaya modern, fun, dan dinamis. Hal ini bertujuan untuk membebaskan para remaja dalam mengekspresi jiwa fashion mereka, serta memilih produk dari trend fashion yang ada. Matahari Department Store konsisten dalam mengikuti perkembangan fashion, terlihat dari usia eksistensinya yang sudah mencapai lebih dari satu decade sebagai brand local yang digemari oleh remaja di Indonesia dengan mengusung super family sale dalam berbelanja. Matahari Department Store berusaha untuk meningkatkan kualitas produk dan desain demi menjadi brand local yang dapat bersaing. (http://www.matahari.co.id/about). 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Para pemasar mencoba memahami perilaku pembelian konsumen agar mereka dapat memberikan kepuasan yang lebih besar kepada konsumen dan membuat para konsumen memutuskan untuk membeli suatu barang. Konsumen memiliki pendekatan yang berbeda terhadap pembelian dalam jumlah kecil atau jumlah besar yang rutin untuk dilakukan seperti membeli bahan makanan serta pakaian. Pengambilan keputusan ini juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan, budaya serta keluarga yang mengharuskan mereka (konsumen) membuat keputusan untuk membeli. Dibalik pengaruh tersebut pengaruh pisikologi serta karakteristik konsumenpun mempengaruhi seseorang dalam melakukan pembelian, faktor pisikologi juga di pengaruhi oleh tidak bisa mengontrol diri karena ingin segera membeli serta faktor emosi para konsumenpun berpengaruh pada keputusan pembelian seperti pengaruh keadaan ekonomi konsumen, perasaan yang cemas serta rasa bersalah dapat mempengaruhi keputusan pembelian seseorang namun dari hal positif dapat dipengaruhi oleh perasaan yang sedang senang dan gembira. Hal tersebut didukung dengan hasil pra survey yang dilakukan penulis dengan di temukannya hampir 94% bahwa konsumen Matahari Departement Store CBD Ciledug bisa dikatakan sebagai pembelian impulsif dengan desakan hati secara tiba-tiba, bertahan dan tidak direncanakan untuk membeli secara langsung, tanpa memperhatikan akibatnya. Perkembangan sebuah kota menjadi kota metropolis di antaranya ditandai dengan banyak berdirinya berbagai pusat perbelanjaan seperti mall-mall. Jumlah mall yang terus bertambah menunjukkan bahwa masyarakat perkotaan merespon positif keberadaan pusat perbelanjaan karena bisa memberikan manfaat sesuai dengan kebutuhan. Persaingan sesama pemilik ritelpun tidak dapat dihindari, kenyataan ini 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ menyebabkan banyak bermunculan toko yang menjual berbagai jenis produk fashion baik untuk pria maupun wanita, maka produk yang ditawarkan dipasaran akan semakin banyak. Dimana toko-toko tersebut memberikan fasilitas pelayanan dan mutu produk yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan konsumen yang berbeda-beda untuk merebut hati konsumen. Selain itu, kebutuhan konsumen yang bervariasi juga berpengaruh terhadap perubahan pola gaya hidup atau lifestyle. Hal terpenting saat ini, menurut Philip Kotler (2005) adalah kenyataan bahwa pasar berubah lebih cepat daripada pemasaran. Kegiatan pemasaran ini tidak bisa lepas dari perilaku konsumen yang menjadi target pasar suatu perusahaan. Momen-momen tertentu pun dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menarik konsumen sebanyak mungkin, dan pembelian yang dilakukan oleh konsumen sebanyak mungkin. Dalam perubahan gaya hidup tersebut konsumen akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen untuk memenuhi kebutuhannya akan berkaitan dengan perilaku belanja konsumen. Perilaku belanja konsumen akan muncul akibat adanya perencanaan atau tanpa perencanaan sebelumnya (impulse buying). Adanya perilaku impulsif memberikan dampak positif bagi para pelaku ritel. Dampak positifntya adalah pelaku ritel akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pada toko setiap bulannya. Impulse buying merupakan perhatian utama bagi perusahaan ritel untuk dapat meningkatkan penjualan karena hampir setengah dari total penjualan adalah hasil dari perilaku impulse buying yang dilakukan oleh konsumen. 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Masalah yang menjadi dasar penelitian ini adalah adanya penurunan perilaku belanja konsumen di toko ritel dan bagaimana perusahaan harus dapat menciptakan dan membuat calon konsumen melakukan kegiatan impulse buying. Oleh karena itu penting bagi perilaku ritel untuk mendapatkan informasi dalam menentukan strategi bersaing yang harus dilakukan terhadap perilaku impulse buying. Mengingat impulse buying sangat memberikan manfaat bagi perilaku ritel, penelitian ini berusaha mengkaji faktorfaktor yang dapat mempengaruhi konsumen meliputi shopping lifestyle, fashion involvement dan hedonic shopping value terhadap impulse buying behaviour. Ketiga jenis variabel itulah yang menjadi objek peneliti dalam melakukan penelitian. Berdasarkan argumentasi yang disajikan di atas, maka judul penelitian ini adalah “Pengaruh Shopping Life Style, Fashion Involvement dan Hedonic Shopping Value Terhadap Impulse Buying Behavior” (Studi Kasus pada Konsumen Matahari Departement Store CBD Ciledug). 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/ B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat diketahui beberapa rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah Shopping Lifestyle berpengaruh terhadap Impulse Buying Behavior pada konsumen Matahari Department Store CBD Ciledug? 2. Apakah Fashion Involvement berpengaruh terhadap Impulse Buying Behavior pada konsumen Matahari Department Store CBD Ciledug? 3. Apakah Hedonic Shopping Value berpengaruh terhadap Impulse Buying Behavior pada konsumen Matahari Department Store CBD Ciledug? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan di atas, tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1) Untuk mengetahui pengaruh faktor shopping lifestyle terhadap impulse buying behaviour pada konsumen Matahari Department Store CBD Ciledug. 2) Untuk mengetahui pengaruh faktor fashion involvement terhadap impulse buying behaviour pada konsumen Matahari Department Store CBD Ciledug. 3) Untuk mengetahui pengaruh faktor hedonic shopping value terhadap impulse buying behaviour pada konsumen Matahari Department Store CBD Ciledug. 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2. Kontribusi Penelitian 2.1 Kontribusi Praktik a. Bagi Penulis Selain sebagai syarat untuk memenuhi salah satu gelar Sarjana Ekonomi Strata (S1), penulis juga dapat memperoleh tambahan wawasan, pengetahuan serta mampu mengimplementasikan ilmu manajemen yang telah didapat selama di bangku kuliah. b. Bagi Masyarakat Luas Di harapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi mereka yang akan melakukan penelitian dan penyusunan tugas akhir, serta menambah pengetahuan dan informasi untuk penelitian selanjutnya, khususnya pada pihak-pihak yang terkait pada bidang yang sama. 2.2 Kontribusi Akademik a. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan yang bermanfaat bagi para peritel produk yang rentan terhadap perilaku impulse buying dan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peritel yang melakukan bisnis ritel terutama di bidang fashion dalam menyusun strategi pemasaran yang tepat. b. Bagi Konsumen Sebagai informasi bagi konsumen bahwa faktor-faktor yang berasal dari dalam diri mereka yang berpengaruh cukup kuat dalam menentukan kecendrungan pembelian implusif. 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/