BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.
Stres Kerja
2.1.1. Pengertian Stres
Menurut Vaughan dan Hogh (2002) stres adalah suatu kondisi psikologis
yang terjadi ketika suatu stimulus diterima sebagai suatu hambatan atau rintangan
yang ditanggulangi atau ditanggapi dengan menggunakan sumber-sumber yang
tidak tepat. Stres juga merupakan interaksi individu dengan lingkungan, namun
secara lebih terperinci stres merupakan suatu respon adaptif yang dihubungkan
oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi
tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan
tuntutan psikologi dan atau fisik secara berlebihan (Ivancevich dalam Luthans,
2005).
Haber dan Runyon (1984) menyatakan bahwa stres merupakan konflik,
tekanan internal dan eksternal, dan kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan.
Setiap orang memiliki penilaian yang berbeda terhadap situasi yang secara
potensial menyebabkan stres. Menurut Handoko (2001) dalam bukunya yang
berjudul Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia stres adalah suatu
kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi
seseorang. Pada penelitian lain stres didefinisikan sebagai bentuk dari perasaan
tertekan, ketidaknyamanan, ketidakmudahan, dan hambatan yang dirasakan secara
emosional menurut Barone et. al (dalam Nugroho, 2008). Pada dasarnya, terdapat
7
8
tiga hal penting yang merupakan sumber dari munculnya stres yaitu pekerjaan dan
organisasi, faktor sosial, dan sektor intrafisik (Pestonjee, 1999). Stres akibat
pekerjaan dan organisasi merujuk pada tugas-tugas dalam pekerjaan, atmosfir
tempat bekerja, hubungan dengan kolega, kompensasi yang didapatkan, kebijakan
tempat bekerja, dan lain-lain.
Tidak semua keadaan atau peristiwa dianggap menekan bagi setiap orang
(Lazarus dalam Taylor, 1991). Suatu kejadian dapat dianggap mengancam, namun
belum tentu mengancam bagi orang lain. Untuk menentukan suatu keadaan
dianggap menyebabkan stres atau tidak, tergantung cara individu menilai keadaan
tersebut. Dalam melakukan penilaian tersebut dapat melalui dua tahap, yaitu:
1. Primary Appraisal
Terjadi saat seseorang menilai arti peristiwa yang terjadi. Penilaian yang
dilakukan adalah apakah yang terjadi berkaitan dengan kesejahteraan
orang yang bersangkutan. Jika peristiwa tersebut berkaitan dengan
kesejahteraan seseorang, maka pertanyaan yang muncul adalah apakah
peristiwa tersebut merupakan threat, harm, ataukah challenge. Suatu
peristiwa dianggap sebagai threat jika mengakibatkan kerusakan bagi
seseorang. Suatu peristiwa dianggap sebagai harm jika peristiwa tersebut
merupakan ancaman dan dapat mengakibatkan kerusakan di masa depan.
Sedangkan suatu peristiwa dianggap sebagai challenge jika terdapat
potensi untuk mengatasinya dan manfaat dari situasi tersebut.
9
2. Secondary Appraisal
Merupakan penilaian yang diberikan seseorang tentang kemampuan dan
sumber daya yang dimiliki untuk mengatasi peristiwa stresful seperti
threat, harm, maupun challenge. Saat seseorang memiliki sumber daya
dan kemampuan yang lebih besar, maka stres yang terjadi tidak akan
tinggi, namun sebaliknya jika peristiwa stresful lebih besar dari sumber
daya dan kemampuan, maka stres yang terjadi akan tinggi.
2.1.2. Stres Kerja
Gibson et al (dalam Yulianti, 2000) mengemukakan bahwa stres kerja
dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres
sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon. Stres sebagai stimulus
merupakan pendekatan yang menitik beratkan pada lingkungan. Definisi stimulus
memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk
memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai
konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu.
Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari
interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang
tidak sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil
interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu
untuk memberikan tanggapan.
Luthans (dalam Yulianti, 2000) mendefinisikan stres sebagai suatu
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu
10
dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau
peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik
seseorang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena
tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat
berbeda. Masalah stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang
penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan.
Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi gelisah, merasakan
kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berpikir dan
kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja, karyawan
mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu
pelaksanaan kerja mereka, seperti: mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks,
emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu
terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.
Kalangan para pakar sampai saat ini belum memperoleh kata sepakat dan
kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg (Margiati, 1999),
mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi
pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa
mengatasinya. Aamodt (Margiati, 1999) memandangnya sebagai respon adaptif
yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dari tindakan eksternal,
situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis. Berbeda
dengan pakar di atas, Landy (Margiati, 1999) memahaminya sebagai
ketidakseimbangan
keinginan
dan
kemampuan
memenuhinya
sehingga
menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya. Robbins (Dwiyanti, 2001)
11
memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu
dihadapkan pada kesempatan, hambatan, keinginan dan hasil yang diperoleh
sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya, yang dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Adanya bcberapa atribut tertentu dapat rnempengaruhi daya
tahan stres seorang karyawan.
2.1.3. Dampak Stres Kerja
Akibat yang ditimbulkan stres bisa menjangkau jauh dan berdampak
terhadap seluruh aspek kehidupan kita. Berbagai kondisi akibat stres (William,
1997) yaitu denyut jantung meningkat, nafas bertambah cepat, suplai darah ke
otak meningkat, pupil mata melebar, mulut kering, berkeringat, dan suplai darah
ke bagian-bagian tubuh yang kurang vital menurun. Jika perubahan-perubahan
fisik itu berlangsung terus menerus, berbagai penyakit yang berkaitan dengan stres
akan timbul. Berbagai penyakit ringan yang diketahui berkaitan dengan stres
dalam buku Living with Stres professor Cary Cooper (dalam Williams, 1997)
yaitu hipertensi atau tekanan darah tinggi, pembekuan pembuluh darah koroner
atau serangan jantung, migren, alergi dan demam, asma, rasa gatal-gatal yang
kuat, sembelit terus-menerus, radang usus besar, rasa nyeri atau reumatik pada
persendian, nyeri haid, gangguan pencernaan, perut kembung, kencing manis,
penyakit kulit, TBC, depresi, dan sebagainya.
12
Gejala-gejala stres yang bersifat fisik yaitu perubahan pola tidur, lelah,
lesu, sakit kepala, sesak nafas, gangguan pencernaan, mual, otot tegang, terjadi
perubahan kebiasaan, misalnya nafsu makan berkurang, sering minum, dorongan
seksual menurun, dan banyak merokok. Sedangkan gejala-gejala yang bersifat
mental misalnya mudah marah, lekas tersinggung, cemas, gelisah, sulit
mengambil keputusan, perhatian lebih tercurah ke hal-hal sepele, kehilangan
kemampuan menyusun skala prioritas, sulit menyelesaikan persoalan, suasana hati
mudah berubah atau labil, sulit berkonsentrasi, sulit mengingat bahkan hal-hal
yang baru saja didengar, merasa gagal, merasa kehilangan harga diri dan suka
menyendiri atau mengurung diri.
Perubahan dalam penampilan juga terjadi yaitu kurang memperhatikan
penampilan, murung, tampak lelah, tampak gelisah, cemas akan masa depan, dan
tampak tidak senang. Perubahan dalam kebiasaan yang dapat terjadi misalnya
makan lebih banyak atau lebih sedikit, minum lebih banyak daripada biasanya,
merokok lebih banyak, lebih sering tidak masuk kerja, dan semakin sering
melakukan kesalahan atau kecelakaan.
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi
perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan
diharapkan akan rnemacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan
scbaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis
maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang mengalami stres akan
menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia
sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku
Download