Produksi dan Perubahan Fisiologi Rambutan Binjai

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Habitat Pohon Rambutan
Rambutan (Nephelium lappaceurn L.) merupakan tanaman asli daerah panas
dan lembab tropis di sekitar garis khatulistiwa pulau Sumatera (Indonesia) dan
Malaya (Malaysia) (Laksmi et al. 1987). Tanaman ini termasuk dalam farnili
Sapindaceae, satu famili dengan buah leci, lengkeng, dan kapulasan (Davidson
1995).
Morton (1987) mengatakan, kultivar rambutan dataran rendah Asia tropik
beragam akibat adanya kombinasi pengaruh budidaya dan seleksi. Penyebaran
rambutan dapat ditemukan dari Srilanka hingga Papua New Guinea dan pada skala
kecil di dataran rendah tropik humid Amerika termasuk Colombia, Equador,
Honduras, Costa Rica, Trinidad dan Cuba.
Pohon rambutan ditemukan tumbuh pada 18" equator, tetapi budidaya
tanamannya biasa dilakukan pada 12" equator (Tindall, Menini, dan Hodder 1994).
Ditumbuhkan secara komersial pada 15' equator (Erickson dan Atmowidjoyo
2001). Di Australia, rambutan mampu tumbuh dan berbuah pada daerah sekitar
Darwin dan daerah Selatan hingga Sungai Adelaide di 12'2 hingga 12'7 Lintang
Selatan yang dibatasi oleh adanya suhu malam yang dingin berasal dari daerah
kering selatan sungai Adelaide (Lim dan Diezbalis 1995).
Rambutan dapat tumbuh baik pada daerah dengan suhu udara minimum 15°C
dan maksimum 3 5°C (Tankard 1990), kebanyakan ditemukan di dataran rendah
tropis dengan lingkungan lembab, pada ketinggian tempat 0-600 dpl (Davidson
1995; Morton 1987). Cull (1995) mengatakan, rambutan memerlukan lingkungan
tumbuh yang lembab, dengan CH tinggi berkisar antara 2 000-5 000 mm per tahun
,.
(Tindal et al. 1994). Morton (1987) melaporkan, rambutan mampu tumbuh
dengan baik pada daerah dengan CH 1800 mrn per tahun yang terdistribusi secara
merata, sekitar 165 hari hujan dengan musim kering tidak lebih dari 3 bulan.
Tankard (1990) mengatakan, daun rambutan akan menunjukkan gejala
terbakar dan mengering pada pinggir daunnya bila tidak tahan terhadap angin
kencang dan kekurangan air. Rambutan memerlukan irigasi yang cukup dan adanya
wind-breaking jika tumbuh pada lingkungan yang berangin kencang. Selanjutnya
Lim dan Diezbalis (1995) mengatakan, 80% akar rambutan berada pada sekitar 15
cm dari permukaan tanah, sehingga bersifat sensitif terhadap kekeringan. Perakaran
rambutan tidak dalam menembus tanah, meskipun ujung akar utamanya memanjang
hingga beberapa meter dari permukaan tanah, namun akar-akar lateralnya
kebanyakan didapati tumbuh pada area relatif dekat pemukaan tanah. Hasil
penelitian Liferdi, Poemanto, dan Darusman (2000) menunjukkan, kedalaman
perakaran rambutan beragam tergantung kultivarnya, pada rambutan Binjai antara
10-80 cm dengan akar serabut sedang; rambutan Rapiah 30-70 cm dengan akar
serabut sedikit; rambutan Garuda 0-40 cm dengan akar serabut sangat banyak; dan
rambutan Lebak Bulus 0-45 cm dengan akar serabut banyak.
Menurut Diezbalis, Wicks, dan McMahon (1996), laju fotosintesis rarnbutan
akan menurun bila terjadi defisit air yang mengakibatkan menurunnya pertumbuhan
dan kemampuannya dalam perkembangan buah. Rambutan memerlukan air cukup
saat periode pembungaan, pembentukan buah hingga buah membesar (Cull 1995).
Rambutan tumbuh baik pada beragam jenis tanah, tetapi untuk dapat tumbuh
optimum dan berhasil membentuk buah diperlukan tanah yang subur dan
7
berdrainase bagus. Rambutan menyukai tanah bertipe lempung berpasir atau
lempung liat yang kaya bahan organik, dengan pH berkisar antara 5-6.5 (Tankard
1990). Pertumbuhan rambutan kurang baik jika ditumbuhkan pada tanah alkaline
yang mengandung bikarbonat dan kalsium dalam konsentrasi tinggi (Lim dan
Diezbalis 1995). Tipe tanah yang biasa digunakan adalah tanah alluvial dari batuan
balsatic, namun dernikian pada tanah laterik merah juga dapat tumbuh baik asalkan
diberi kombinasi pupuk organik dan an organik yang cukup (Tindall et al. 1994).
Bunga Rambutan
Pada saat memasuki fase generarif, rambutan mampu menghasilkan banyak
bunga. Malai bunganya kaku dengan banyak percabangan, dalam setiap cabang
muncul banyak bunga. Bunga muncul pada ujung-ujung ranting dan seringkali
ditemukan muncul bersamaan dengan munculnya daun baru (Davidson 1995).
Pohon rambutan berumur 7 tahun mampu menghasilkan 600-800 malai bunga per
pohon, dalam satu malai terdapat sekitar 17-28 anak malai (Liferdi et al. 2000).
Kosiyachinda dan Salma (1987) mengatakan, dalam satu malai bisa mengandung
sekitar 500-1700 individu bunga, hanya 1-3 persen yang mampu berkembang
menjadi buah.
Terdapat tiga tipe bunga rambutan, yaitu: pohon berbunga jantan, hanya
menghasilkan bunga berstaminate tanpa stigma, menghasilkan sekitar 5000 individu
bunga per malai, rata-rata terbuka 500 bunga per hari pada saat blooming; pohon
berbunga sempurna yang berfungsi sebagai bunga betina rata-rata mengandung
sekitar 200-800 individu bunga per malai, pada saat blooming rata-rata terbuka
100 bunga per harinya; pohon berbunga sempurna yang behngsi sebagai bunga
betina dan ada yang befingsi sebagai bunga jantan, dimana persentase bunga yang
8
berfbngsi sebagai bunga jantan rendah, berkisar antara 0.05 -0.9% (Valmayor et
al. 1970 dalam Tindall et al. 1994; Erickson, Atmowidjoyo 2001).
Sasipalin dan Sompee (1964) dalam Kosiyachinda dan Salma (1987)
mengatakan, pada awalnya bunga rarnbutan tampak sebagai spot kecil yang
memerlukan waktu sekitar 6 hari untuk tumbuh menjadi suatu tunas bunga dan
diperlukan waktu tambahan 4 hari untuk berkembang penuh. Dari stadia ini hingga
buah terbentuk diperlukan waktu sekitar 3 hari.
Bunga rambutan terbuka pada
pagi hari dengan masa reseptif 1 hari (Erickson dan Atmowidjoyo 2001).
Selanjutnya Tongumpai et al. (1980) diacu dalam Kosiyachinda dan Salma (1987)
mengatakan, secara umum diperlukan waktu sekitar 24 hari untuk dapat mekar
semua dalam satu malai bunga. Dari bunga mekar hingga panen buah diperlukan
waktu 15-18 rninggu (Erickson dan Atmawidjaya 2001).
Hasil pengamatan Tindall et al. (1994) menunjukkan, bunga rambutan
memungkinkan untuk berkembang menjadi buah secara apomiktik. Kesimpulan ini
dikemukakan setelah dilakukan pengamatan pada perkebunan rambutan berbunga
betina tanpa serbuk sari dan tidak ditemukan adanya pohon bunga jantan di lokasi
tersebut selama musim berbunga, ternyata mampu berbuah dengan baik. Dengan
tidak adanya polen pada anther dari bunga betina dan tidak adanya pohon bunga
jantan pada area tersebut maka buah tersebut merupakan buah apomiktik.
Faktsr yang Berpengaruh pada Pembentukan Bunga dan Buah
Lingkungan Tumbuh Tanaman
Kondisi cuaca lokal dan status cadangan makanan dalam tanaman
berpengaruh kuat terhadap pembungaan dan pembuahan rambutan. Di Indonesia,
rambutan hanya berbunga satu kali dalam setahun, dengan musim panen buah
9
berkisar antara bulan Desember-Februari (Davidson 1995). Pada area dengan pola
musim hujan relatif kontinyu, waktu pembungaan tidak teratur. Intensitas
pembungaannya berhubungan dengan tingkat dan lamanya tanaman mengalami
stres air. Periode stres air penting dalam mengatur periode pembungaan rambutan.
Di Malaysia, pada daerah yang mengalami musim kering dua kali dalam setahun,
rambutan mampu berbuah dua kali setahun, yaitu sekitar bulan Maret-Mei dan
Agustus-Oktober, dengan puncak hasil hanya terjadi satu kali dalam satu tahun.
Muculnya bunga tersebut di atas erat hubungannya dengan adanya musim kering
yang diikuti turunnya hujan sekali-kali (Tindall et al. 1994). Hal ini didukung oleh
pendapat Lim dan Diezbalis (1995), bahwa rambutan memberikan respon positif
terhadap periode kekeringan singkat yang diperlukan untuk pembentukan bunga.
Berdasarkan pengamatan selama 7 tahun di Serdang, Shaari (1983) dalam Tindall
et al. (1994) melaporkan diperlukan waktu sedikitnya satu bulan untuk dapat
terjadinya stimulasi pembentukan bunga rambutan. Hasil pengamatan Liferdi et al.
(2000) menunjukan, rambutan memerlukan periode kering sebelum berbunga.
Setelah mengalami musim kering selama satu bulan, bunga rambutan muncul
sekitar dua rninggu setelah mendapat hujan kembali (<30 rnm per bulan).
Flush rambutan segera terbentuk setelah panen pada ranting yang tidak
berbuah, sedangkan pada ranting yang sudah menghasilkan buah, flush dihasilkan
oleh tunas lateral yang berada di bawahnya. Masing-masing ranting rata-rata
menghasilkan empat tunas lateral. Pada ranting yang belum berbuah sebelumnya,
flush muncul pada ujung ranting saja. Rata-rata 57% dari tunas daun yang tumbuh
dari ranting yang tidak menghasilkan buah, mampu berbunga pada periode
berikutnya. Namun pada ranting yang sudah pernah berbuah sebelumnya, hanya
10
22%-nya saja yang mampu menghasilkan bunga (Tindall et al. 1994). Pemangkasan
ranting berbuah setelah panen, tunas air, ranting dan cabang kering serta ranting
dalam tajuk yang tumbuh terlalu banyak diperlukan untuk menstimulasi
pertumbuhan pucuk-pucuk baru pada pohon rambutan (Cull 1995).
Adanya stres air mampu mengurangi laju pertumbuhan vegetatif dengan
menstimulasi hidrolisis protein dan pati yang mengarah pada meningkatnya asam
amino dan karbohidrat terlarut. Nisbah C/N meningkat saat tanaman mengalami
stres air, dimana kadar karbohidrat meningkat dan kadar nitrogen sedang, sehingga
mampu merangsang inisiasi pembungaan dan perkembangannya (Tindall et al,
1994).
Hasil pengamatan Liferdi et al. (2000) menunjukkan saat rambutan
memasuki pertumbuhan generatif terjadi peningkatan nisbah C/N daun,
dikarenakan adanya penurunan kandungan nitrogen dalam daun.
Hormon Endogen pada Pembungaan
Hasil percobaan Lavee et al. (1993) menunjukkan, level aktifitas GA
endogen di daun dan bakal bunga dari tanaman anggur yang tumbuh sangat subur
dan sedang aktif tumbuh, besarnya lebih dari dua kali lipat organ yang sama pada
tingkat pertumbuhan sedang. Peningkatan level GA yang melampaui batas optimal
ini, menyebabkan munculnya gejala nekrosis pada bakal bunga. Hal ini dapat
dibuktikan dengan perlakuan GA3 pada tanaman anggur cv. Queen yang sedang
tumbuh sangat subur. Gejala nekrosis yang muncul merniliki kesamaan pola secara
morfologi maupun sitologi dengan tanaman tersebut di atas. Hasil yang sama juga
terlihat pada tanaman peach yang diteliti oleh Gur et al. (1993), dimana perlakuan
GA3 dosis tinggi pada tunas bunga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan
inisiasi bunga dan peningkatan dormansi tunas bunga. Hal ini didukung oleh
11
Bangerth (1993), dimana fitohormon GA, sering didapati menghambat inisiasi
tunas bunga saat disemprotkan selama periode induksi.
Reece et al. (1946, 1949) dalam Nunez-Elisea, Davenport dan Caldeira
(1996) memperkirakan, induksi bunga terjadi sebagai akibat adanya 'floral
stimulus' yang ada selama terjadinya proses pertumbuhan bunga secara aktif
(pembelahan sel), tetapi 'floral stimulus' tidak menstimulasi pembelahan kuncup
bunga, yaitu tidak melepaskan tunas-tunas bunga dari dormansi. Hal ini didukung
oleh pengamatan Nunez-Elisea et al. (1996) pada pohon mangga, dimana bunga
hanya diinisiasi saat daun yang berada di dekat bunga tumbuh tersebut dibiarkan
tidak digugurkan selama empat hari lebih setelah batang dikerat. Bila daun
dihilangkan setelah batang dikerat, maka hanya akan muncul tunas-tunas daun
baru.
Peran KN03 dalam Pembungaan dan Pembuahan
Poenvanto et al. (2000) mengatakan, KN03 mampu berperan sebagai zat
pemecah dormansi pada rambutan Binjai. Bunga rambutan muncul lebih awal
setelah disemprot
KN03 satu bulan setelah diberi perlakuan ringrng (kerat
batang). Menurut Marschner (1998) ion K' mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan translokasi sukrosa dari daun ke mata tunas, baik pada peningkatan
sintesis sukrosa, laju transportasi sukrosa pada apoplas dari mesofil daun, muatan
floem, maupun pengaruh langsung dari peningkatan tekanan osmosis sel. Diduga
ha1 ini yang menyebabkan pecahnya dormansi tunas bunga rambutan setelah
perlakuan KN03.
Subhadrabandhu dan Yapwattanaphun (2000) mengatakan, potasium
chlorate dapat menginduksi pembungaan lengkeng di luar musim. Potassium
13
Pergerakan assimilasi memerankan peranan penting selama periode perkembangan
buah. Ketidakseimbangan pembagian assimilat ke organ yang sedang berkembang,
terutama pada buah yang sedang berkembang dan pucuk daun dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan produksi dan kualitas buah yang dihasilkan.
Untuk mencegah meningkatnya aktifitas flush daun, maka penyaluran assimilat ke
pucuk daun harus dikurangi (Chandraparnik et al. 1992).
Aplikasi 5% K N 0 3 minggu setelah pembungaan, meningkatkan ukuran jeruk
'Shamouti' dan jeruk 'Valencia' hingga 20-25 % lebih besar dibandingkan kontrol.
Pengaruh meningkatnya ukuran buah setelah perlakuan KN03 erat hubungannya
dengan kemampuan unsur K' dalam mempengaruhi proses metabolisme dalam
tubuh tanaman, bukan karena pengaruh unsur N03- nya (Erner et al. 1993).
Periakuan KN03 40 g/l, 6 minggu sebelum bunga mekar meningkatkan produksi
buah 'Ellendale tangor', namun total buah pecahnya juga meningkat (Rabe dan
Van Rensburg 1996).
Peran Karbohidrat pada Pembungaan dan Pembuahan
Karbohidrat utama yang disimpan pada sebagian besar tanaman adalah pati
Di daun pati terhimpun di kloroplas, tempat terbentuknya secara langsung dari
proses fotosintesis. Di organ penyimpanan, karbohidrat terhimpun dalam bentuk
arniloplas, yang terbentuk sebagai hasil translokasi sukrosa atau karbohidrat lain
dari daun. Pada tanaman tahunan, sebagian besar pati disimpan di ranting muda, di
pepagan (sel parenkima floem), di sel parenkim xilem hidup, dan juga di beberapa
sel penyimpan (parenkima) akar.
Penyimpanan pati menunjukkan kelebihan
produk fotosintesis, sedangkan sukrosa menunjukkan produk yang lebih tersedia,
yang mudah diangkut (Salisbury dan Ross 1992). Sintesis pati dan sukrosa dalam
14
daun merupakan suatu reaksi yang bersifat kompetisi, kondisi yang menstimulasi
pembentukan sukrosa akan menghambat reaksi pembentukan pati dan sebaliknya.
Sintesis pati distimulasi oleh tingginya konsentrasi 3PGA dalam kloroplas dan
dihambat oleh tingginya konsentrasi orthofosfat di sitosol (Teiz dan Zeiger 1991).
Laju reaksi sintesis pati meningkat 10-20 kali dengan meningkatnya konsentrasi
3PGA (Lawlor (1987).
Pemutusan jaringan floem di batang utama dapat menghentikan pasokan
karbohidrat tajuk ke akar. Poenvanto et al. (2000) mengatakan, terhentinya
translokasi karbohidrat ke akar dapat menyebabkan akar kekurangan energi untuk
melakukan aktivitasnya dan berakibat pada:
-
Berkurangnya sintesis hormon termasuk gibberellin. Dengan adanya penurunan
sintesis gibberelin, diduga akan mengakibatkan terjadinya penurunan
kandungan gibberellin pada tajuk tanarnan.
-
Menurunnya kemampuan tanaman dalam mengabsorbsi air, sehingga tanaman
mengalami stres air. Pada saat tanaman mengalami stres air, maka terjadi
hidrolisis pati dan protein di tajuk yang mengakibatkan adanya peningkatan
kadar gula bebas dan asam amino terutama proline yang dipercaya sebagai zat
yang ikut berperan dalam induksi pembungaan.
-
Menurunnya kemarnpuan akar dalarn mengabsorbsi nitrogen (N). Hal ini dapat
menurunkan nisbah C/N dalam tanaman akibat menurunnya kadar N dan
meningkatnya kandungan karbohidrat dalam tanaman.
Garcia-Luis et al. (1995) mengatakan terdapat korelasi positif antara
akumulasi karbohidrat dan pembungaan. Perlakuan kerat batang dapat
meningkatkan pembentukan bunga d m akumulasi pati di daun pohon jeruk. Pada
15
awalnya, tidak terdeteksi adanya perbedaan kandungan pati pada tanaman jeruk
yang sedang berbuah hingga waktu buah dipanen. Namun setelah buah dipanen,
terjadi laju peningkatan akumulasi pati di daun secara cepat dari tanaman yang
dikerat dibandingkan yang tidak dikerat. Pada pembuahan yang kedua, perlakuan
kerat dapat dengan segera menyebabkan terjadinya akumulasi pati dan gula
tereduksi pada daun serta merubah waktu akumulasi karbohidrat menjadi lebih
cepat dibandingkan kontrol. Perlakuan kerat batang mampu meningkatkan induksi
bunga dan tanaman menjadi berbunga lebih awal dibandingkan tanaman yang tidak
dikerat. Menzel et al. (1995) mengatakan, kadar pati pada jaringan di atas keratan
meningkat, sedangkan kadar pati dibawah keratan menurun setelah perlakuan kerat
batang pada tanaman yang mengakhiri masa flush setelah panen buah leci berakhir.
Hasil percobaan Schechter et al. (1994) memperlihatkan, perlakuan kerat
cabang pada tanaman apel yang berbuah mampu meningkatkan bobot kering buah
apel dan kadar Zn serta Fe dalam daun. Kerat batang yang dilakukan saat buah
berada pada stadia kerontokan buah tinggi secara fisiologik, mampu memperbaiki
warna, total padatan terlarut, dan rasio total padatan terlarut dengan asam tertitrasi
pada buah jeruk Satsuma pada musim berbuah pertama, namun dapat menyebabkan
terjadinya penurunan ukuran buah dan hasil buah per pohon pada tahun kedua
(Peng dan Rabe 1996).
Hasil percobaan Teng et al. (1998) menunjukkan, perlakuan kerat batang
pada tanaman pear dapat mengakibatkan menurunnya ukuran buah, bobot buah
segar pada tanaman yang baru berumur 1-3 tahun, sedangkan pada tanaman yang
berumur 5-7 tahun tidak terpengaruh. Sedangkan pada tanaman jeruk, perlakuan
kerat batang dapat mengakibatkan adanya peningkatan jumlah buah yang dihasilkan
16
jeruk Valencia 'Ellendale', namun jurnlah buah pecahnya juga meningkat (Rabe dan
Rensburg 1996).
Hasil percobaan Menzel et al. (1995) menunjukkan kandungan pati dalam
tanaman leci berfluktuasi secara seasonal, fluktuasi terbesar terjadi pada cabangcabang kecil dengan perbedaan hingga 2-10 kali antara tanaman yang sedang
tumbuh vegetatif dengan tanaman yang sedang dalam fase generatif Sedangkan
kandungan pati pada daun, batang dan akar-akar utama relatif stabil. Kadar pati
umurnnya rendah saat tanaman sedang aktif memunculkan tunas daun baru, fase
pembentukan buah dan selama fase perkembangan buah. Akumulasi pati dalam
batang mulai meningkat setelah buah matang. Kandungan pati akar pohon leci saat
on year lebih rendah dibandingkan saat offyear.
Richardson, Mcaneney, dan Dawson (1997) mengatakan, akumulasi pati
dalam buah kiwi dimulai 50 hari setelah anthesis dan mencapai puncaknya satu
bulan sebelum buah mencapai stadia matang panen. Sedangkan konsentrasi padatan
terlarut menurun secara nyata selama fase awal pertumbuhan buah dan meningkat
secara perlahan selama periode akumulasi pati terjadi.
Selektifitas buah secara alarni dapat terjadi akibat adanya kontrol dari luar
dan kompetisi antar buah untuk mendapatkan hasil assirnilat. Dalam keadaan ini
akan terjadi mekanisme kontrol, buah yang besar akan lebih mampu berkompetisi
tumbuh membesar dan bertahan di pohon, sedangkan buah yang kecil
pertumbuhannya menjadi terhambat dan akhirnya rontok (Zucconi dan Neri 1993).
Gugur buah rambutan banyak terjadi pada tiga minggu pertama setelah
fertilisasi, persentase buah gugur rendah menjelang buah mencapai stadia matang
(Kosiyachinda dan Salma 1987).
Download