BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kinerja aparat pemerintah daerah Penilaian kinerja adalah proses organisasi mengevaluasi/menilai kinerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka (Hani Handoko, 1996). Kinerja pada dasarnya adalah segala seuatu yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Sedangkan kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan efektivitas kinerja organisasional. Menurut Mahoney dkk, (1963) yang dimaksud dengan kinerja manajerial adalah kinerja indvidu anggota organisasi dalam kegiatan – kegiatan manajerial, antara lain : perencanaan, investigasi, koordinasi, supervise, pengaturan staf, negosiasi dan representasi. Pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik atau pimpinan perangkat daerah dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem Universitas Sumatera Utara pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system. Anggaran yang telah disusun memiliki peranan sebagai perencanaan dan sebagai kriteria kinerja, yaitu anggaran digunakan sebagai sistem pengendalian untuk mengukur kinerja manajerial. Seiring dengan peranan anggaran tersebut, Argyris (1952) juga menyatakan bahwa kunci dari kinerja yang efektif adalah apabila tujuan dari anggaran tercapai dan partisipasi dari bawahan memegang peranan penting dalam mencapai tujuan tersebut. Michael dan Troy (2000) menjelaskan untuk mengukur kinerja sebuah pemerintah lokal dalam perbandingannya dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan maka diperlukan akuntabel oleh pemerintah lokal. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah para pembuat kebijakan dan profesional harus merumuskan visi dan tujuan dari rencana strategis mereka dengan menggunakan input dari masyarakat/publik. Jika input dari masyarakat ini tidak diakomodasi maka akan mengundang kritikan, walaupun pemerintahan lokal sudah melaksanakannya secara efisien sekalipun. Sadjiarto Arja (2000) menyebutkan lima manfaat adanya pengukuran/penilaian kinerja suatu entitas pemerintahan yaitu: a. Peningkatan kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan. Seringkali keputusan yang diambil pemerintah dilakukan dalam keterbatasan data dan berbagai pertimbangan politik serta tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Proses pengembangan pengukuran kinerja ini akan memungkinkan pemerintah untuk menentukan misi dan menetapkan tujuan pencapaian hasil tertentu. Di samping itu dapat juga dipilih metode pengukuran Universitas Sumatera Utara kinerja untuk melihat kesuksesan program yang ada. Di sisi lain, adanya pengukuran kinerja membuat pihak legislatif dapat memfokuskan perhatian pada hasil yang didapat, memberikan evaluasi yang benar tehadap pelaksanaan anggaran serta melakukan diskusi mengenai usulan-usulan program baru. b. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal. Dengan adanya pengukuran kinerja ini, secara otomatis akan tercipta akuntabilitas di seluruh lini pemerintahan, dari lini terbawah sampai teratas. Lini teratas pun kemudian akan bertanggungjawab kepada pihak legislatif. Dalam hal ini disarankan pemakaian sistem pengukuran standar seperti halnya management by objectives untuk pengukuran outputs dan outcomes. c. Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik. Meskipun bagi sebagian pihak, pelaporan evaluasi kinerja pemerintah kepada masyarakat dirasakan cukup menakutkan, namun publikasi laporan ini sangat penting dalam keberhasilan sistem pengukuran kinerja yang baik. Keterlibatan masyarakat terhadap pengambilan kebijakan pemerintah menjadi semakin besar dan kualitas hasil suatu program juga semakin diperhatikan. d. Pengukuran kinerja mendukung perencanaan strategi dan penetapan tujuan. Proses perencanaan strategi dan tujuan akan kurang berarti tanpa adanya kemampuan untuk mengukur kinerja dan kemajuan suatu program. Tanpa ukuran-ukuran ini, kesuksesan suatu program juga tidak pernah akan dinilai dengan obyektif. e. Pengukuran kinerja memungkinkan suatu entitas untuk menentukan penggunaan sumber daya secara efektif. Universitas Sumatera Utara Masyarakat semakin kritis untuk menilai program-program pokok pemerintah sehubungan dengan meningkatnya pajak yang dikenakan kepada mereka. Evaluasi yang dilakukan cenderung mengarah kepada penilaian apakah pemerintah memang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dalam hal ini pemerintah juga mempunyai kesempatan untuk menyerahkan sebagian pelayanan publik kepada sektor swasta dengan tetap bertujuan untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Pengukuran kinerja tentunya tidak sebatas pada masalah pemakaian anggaran, namun lebih dari itu. Pengukuran kinerja mencakup berbagai aspek sehingga dapat memberikan informasi yang efisien dan efektif dalam pencapaian kinerja tersebut. Sesuai dengan pendekatan kinerja yang digunakan dalam penyusunan anggaran, maka setiap alokasi biaya yang direncanakan harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai. Kinerja pemerintah daerah dapat diukur melalui evaluasi terhadap pelaksanaan anggaran (Kepmendagri No 29 Tahun 2002). 2.1.2 Sikap Sikap (attitude) didefinisikan oleh Robbins (2007) sebagai pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan seseorang tentang sesuatu. Sementara Kreitner dan Kinicki (2005) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan merespon sesuatu secara konsisten untuk mendukung atau tidak mendukung dengan memperhatikan objek tertentu. Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, tetapi dalam kehidupan organisasi difokuskan pada beberapa jenis sikap yang berkaitan dengan kerja. Sikap kerja Universitas Sumatera Utara berisi evaluasi positif atau negatif yang dimiliki seseorang tentang aspek-aspek lingkungan kerja mereka. Dalam ilmu manajemen sumber daya manusia, sebagian besar penelitian difokuskan pada tiga sikap yaitu kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan dan komitmen organisasional (Robbins, 2007). Pada kategori usia para karyawan yang berbeda menunjukkan aksentuasi loyalitas yang berbeda pula seperti yang diuraikan berikut ini: a. Angkatan kerja yang usianya di atas lima puluh tahun menunjukkan loyalitas yang tinggi pada organisasi. Mungkin alasan–alasan yang menonjol ialah bahwa mereka sudah mapan dalam kekaryaannya, penghasilan yang memadai, memungkinkan mereka menikmati taraf hidup yang dipandangnya layak. Banyak teman dalam organisasi, pola karirnya jelas, tidak ingin pindah, sudah “terlambat” memulai karier kedua, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan memasuki usia pensiun. b. Tenaga kerja yang berada pada kategori usia empat puluhan menunjukkan loyalitas pada karir dan jenis profesi yang selama ini ditekuninya. Misalnya, seseorang yang menekuni karir di bidang keuangan akan cenderung “bertahan” pada bidang tersebut meskipun tidak berarti menekuninya hanya dalam organisasi yang sama. Karena itu pindah ke profesi lain, tetapi bergerak di bidang yang sama, bukanlah merupakan hal yang aneh. Barangkali alasan pokoknya terletak pada hasrat untuk benar – benar mendalami bidang tertentu itu karena latar belakang pendidikan dan pelatihan yang pernah ditempuh, bakat, minat, dan pengalaman yang memungkinkannya menampilkan kinerja yang memuaskan yang pada gilirannya membuka peluang untuk promosi, menambah penghasilan, dan meniti karir secara mantap. Universitas Sumatera Utara c. Tenaga kerja dalam kategori 30 – 40 tahun menunjukkan bahwa loyalitasnya tertuju pada diri sendiri. Hal ini dapat dipahami karena tenaga kerja dalam kategori ini masih terdorong kuat untuk memantapkan keberadaannya, kalau perlu berpindah dari satu organisasi ke organisasi lain dan bahkan mungkin juga dari satu profesi ke profesi lain. Di samping itu pula didukung oleh tingkat kebutuhan yang semakin lama semakin meningkat tetapi tidak diimbangi dengan pemasukan yang cukup sehingga banyak para pekerja yang mencari pekerjaan lain yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari. d. Bagi mereka yang lebih muda dari itu, makna loyalitas belum diserapi dan kecenderungan mereka masih lebih mengarah kepada gaya hidup santai, apabila mungkin disertai dengan kesempatan “berhura – hura”. Pada kenyataan sehari – hari banyak sekali terjadi kecurangan – kecurangan yang dilakukan oleh para karyawan yang umumnya mempunyai umur relatif muda. Hal itu juga dipicu oleh tingkat angan – angan yang tinggi, tetapi tidak diiringi oleh tingkat kerajinan yang tinggi dari dalam dirinya sendiri, oleh karena itu tingkat penganggguran semakin lama semakin meningkat (Nitisemito S. Alex, 1991). 2.1.3 Karakteristik tujuan anggaran Proses anggaran seharusnya diawali dengan penetapan tujuan, target dan kebijakan. Kesamaan persepsi antar berbagai pihak tentang apa yang akan dicapai dan keterkaitan tujuan dengan berbagai program yang akan dilakukan, sangat krusial bagi kesuksesan anggaran. Di tahap ini, proses distribusi sumber daya mulai dilakukan. Pencapaian konsensus alokasi sumber daya menjadi pintu pembuka bagi pelaksanaan anggaran. Proses panjang dari penentuan tujuan ke pelaksanaan anggaran seringkali melewati tahap yang melelahkan, sehingga Universitas Sumatera Utara perhatian terhadap tahap penilaian dan evaluasi sering diabaikan. Kondisi inilah yang nampaknya secara praktis sering terjadi (Bastian, 2006). Sesuai dengan amanat UU RI No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dijelaskan bahwa anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen dan kebijakan ekonomi. Sebagai kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang-undang juga disebutkan bahwa belanja negara/belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD. Dalam kajian teoritis sebagai dasar untuk penelitian ini masih banyak menggunakan kajian teoritis pada sektor privat yang berhubungan dengan variabel-variabel yang diteliti. Hal ini dikarenakan variabel-variabel yang diteliti juga masih menggunakan variabel yang diteliti pada sektor privat. Namun tidak mengurangi kajian-kajian teoritis yang berhubungan dengan sektor publik sebagai dasar/acuan dalam penelitian pada sektor publik. Menurut Kenis (1979) ada 5 karakteristik tujuan anggaran (Budgetary Goal Characteristics) yaitu: a. Partisipasi Anggaran Universitas Sumatera Utara Partisipasi penyusunan anggaran merupakan pendekatan yang secara umum dapat meningkatkan kinerja yang pada akhirnya meningkatkan efektivitas organisasi. Partisipasi penyusunan anggaran yang begitu luas menunujukkan betapa luasnya partisipasi bagi aparat pemerintah untuk memahami anggaran yang diusulkan oleh unit kerjanya sehingga berpengaruh terhadap tujuan pusat pertanggunjawaban anggaran mereka. Partisipasi anggaran pada sektor publik terjadi pada saat pembahasan anggaran, dimana eksekutif dan legislatif saling beradu argumen dalam pembahasan RAPBD. Anggaran yang dibuat oleh eksekutif dalam hal ini kepala daerah melalui usulan dari unit kerja yang disampaikan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah, dan setelah itu kepala daerah bersama-sama DPRD menetapkan anggaran. b. Kejelasan Tujuan Anggaran Anggaran daerah menjadi tolak ukur pencapaian kinerja yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran daerah dapat menggambarkan sasaran kinerja secara jelas. Menurut Kenis (1979), kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Oleh karena itu, sasaran anggaran daerah harus dinyatakan secara jelas, spesifik dan dapat dimengerti oleh mereka yang bertanggungjawab untuk menyusun dan melaksanakannya. Kenis (1979) menemukan bahwa pelaksana anggaran memberikan reaksi positif secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan sasaran anggaran. Reaksi tersebut adalah peningkatan kepuasan kerja, penurunan ketegangan kerja, Universitas Sumatera Utara peningkatan sikap karyawan terhadap anggaran, kinerja anggaran dan efesiensi biaya pada pelaksana anggaran secara signifikan, jika sasaran anggaran dinyatakan secara jelas. Kenis (1979) menyatakan bahwa penetapan tujuan spesifik akan lebih produktif daripada tidak menetapkan tujuan spesifik. Hal ini akan mendorong karyawan untuk melakukan yang terbaik bagi pencapaian tujuan yang dikehendaki. Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Kenis (1979) mengatakan kejelasan sasaran anggaran disengaja untuk mengatur perilaku karyawan. Karena begitu luasnya kejelasan tujuan anggaran, maka tujuan anggaran harus dinyatakan secara spesifik, jelas dan dapat dimengerti oleh siapa saja yang bertanggung jawab. c. Evaluasi Anggaran Dari aspek pelaksanaan, evaluasi adalah keseluruhan kegiatan pengumpulan data dan informasi, pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan. Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk mengukur dan selanjutnya menilai sampai sejauh mana tujuan yang telah dirumuskan sudah dapat dilaksanakan. Evaluasi adalah proses memahami atau memberi arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi bagi petunjuk pihak-pihak pengambil keputusan. Evaluasi anggaran menunjukan luasnya perbedaan anggaran yang digunakan kembali oleh individu pimpinan departemen dan digunakan dalam evaluasi kinerja mereka. Universitas Sumatera Utara d. Umpan Balik Anggaran Umpan balik terhadap tingkat dimana tujuan anggaran dicapai merupakan suatu variabel motivasional yang penting. Apabila anggota suatu organisasi tidak dapat mengetahui hasil yang mereka capai, mereka tidak akan mempunyai dasar untuk merasakan kesuksesan atau kegagalan dan tidak memberikan insentif pada kinerja yang tinggi, yang pada akhirnya mereka dapat mengalamai ketidakpuasan (Kenis, 1979). Hal ini dapat memperkuat atau mencegah perilaku-perilaku karyawan. Invancevich (1976) mengemukakan bahwa orang akan melakukan dengan lebih baik bila mereka memperoleh umpan balik mengenai betapa mereka maju kearah tujuan karena umpan balik membantu mengidentifikasi penyimpangan antara apa yang mereka kerjakan dan apa yang mereka ingin kerjakan. Salah satu konsep yang dapat digunakan dalam melakukan umpan balik atas hasil yang menguntungkan maupun tidak yang dicapai baik oleh manajer menengah atau bawah adalah konsep penguatan yang positif (Polimeni dkk, 1986). Jika terjadi varian yang menguntungkan, manajemen menengah atau bawah harus menerima pujian, promosi, dan/atau reward yang maksimal. Jika terjadi varian yang merugikan, maka manajer tingkat menengah dan bawah tidak boleh dihukum tetapi harus dibimbing untuk memperbaiki hasil yang telah dicapai. Hal ini didasarkan pada temuan Skinner (1959) bahwa perilaku yang mengarah kepada konsekuensi-konsekuensi yang positif meningkatkan kinerja dan cenderung terulang kembali, sedangkan yang sifat negatif tidak efektif dalam meningkatkan kinerja. Universitas Sumatera Utara Kepuasan kerja dan motivasi anggaran ditemukan signifikan dengan hubungan yang agak lemah dengan umpan balik anggaran. Umpan balik mengenai tingkat pencapaian tujuan anggaran tidak efektif dalam memperbaiki kinerja dan hanya efektif secara marginal dalam memperbaiki sikap manajer (Kenis, 1979). e. Kesulitan Tujuan Anggaran Tujuan anggaran adalah range dari "sangat longgar dan mudah dicapai" sampai "sangat ketat dan tidak dapat dicapai". Tujuan yang mudah dicapai gagal untuk memberikan suatu tantangan untuk partisipan, dan memiliki sedikit pengaruh motivasi. Tujuan yang sangat ketat dan tidak dapat dicapai, mengarahkan pada perasaan gagal, frustrasi, tingkat aspirasi yang rendah, dan tujuan partisipan. (Munawar dkk, 2006) Locke (1968) juga menyatakan bahwa kesulitan sasaran tugas mengakibatkan rendahnya kinerja dibandingkan sasaran yang mudah. Apabila manajer secara terus menerus merasa gagal mencapai sasaran anggaran menyebabkan manajer kehilangan minat kerja, mengurangi prestasi dan hilangnya percaya diri. Anthony dan Govindajaran (1995) berpandangan bahwa anggaran yang ideal adalah anggaran yang ketat namun manajer yakin dapat mencapainya. Manajer yang melaporkan mempunyai sasaran anggaran yang terlalu ketat juga dilaporkan secara signifikan mengakibatkan tingginya ketegangan kerja (job tension) dan rendahnya kepuasan kerja (job satisfaction), kinerja anggaran (budgetary performance), dan efesiensi biaya dibandingkan dengan yang melaporkan mempunyai sasaran anggaran yang mudah dicapai atau yang ketat tetapi dapat dicapai. Hasil ini juga mengindikasikan bahwa “ketat (tight) tetapi Universitas Sumatera Utara dapat dicapai (attainable)” merupakan level optimum untuk kesulitan tujuan anggaran. Dampak tingkat kesulitan anggaran terhadap kinerja manajerial dengan implikasi bahwa apabila manajer merasa anggaran yang ditetapkan mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dan tidak mudah dicapai maka hal tersebut menurunkan kinerja manajer karena manajer merasa gagal dan frustasi sebelum mencapainya. Sedangkan apabila anggaran yang ditetapkan terlalu longgar dan mudah untuk dicapai maka manajer merasa tidak termotivasi dalam melaksanakannya karena untuk mencapainya tidak diperlukan usaha yang keras sehingga tidak menimbulkan suatu tantangan. 2.2 Review Peneliti Terdahulu (Theoritical Mapping) Munawar dkk (2006) melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik tujuan anggaran terhadap perilaku, sikap, dan kinerja aparat pemerintah daerah di kabupaten Kupang menemukan bahwa karakteristik tujuan anggaran secara simultan berpengaruh terhadap perilaku, sikap, dan kinerja. Kennis (1979) menemukan bahwa hubungan kejelasan sasaran anggaran dengan kinerja manajerial menunjukkan hasil yang signifikan. Darma E. S. (2004) melakukan penelitian tentang pengaruh kejelasan sasaran anggaran dan sistem pengendalian akuntansi terhadap kinerja manajerial dengan komitmen organisasi sebagai variabel pemoderasi menemukan bahwa komitmen organisasi merupakan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai organisasi. Hal ini didukung oleh penelitian Abdullah (2004) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan Universitas Sumatera Utara antara kejelasan sasaran anggaran dengan akuntabilitas kinerja instasi pemerintah daerah. Rangkuman hasil penelitian terdahulu ditunjukkan pada table berikut ini. No Nama Peneliti 1 Munawar dkk (2006) 2 Kennis (1979) 3 Darma, (2004) 4 Maryanti (2002) 5 Abdullah (2004) E.S. Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu Judul Penelitian Variabel yang Kesimpulan Digunakan Pengaruh Karakteristik Tujuan Anggaran Terhadap Perilaku, Sikap, dan Kinerja Aparat Pemerintah Daerah di Kabupaten Kupang The Effect of Budgetary Goal Characteristic on Managerial Attitudes and Performance Pengaruh Kejelasan Sasaran dan Sistem Pengendalian Akuntansi Terhadap Kinerja Manajerial dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Pemoderasi. Pengaruh Karakteristik Tujuan Anggaran Terhadap Perilaku, Sikap, dan Kinerja Pemerintah Daerah Di Propinsi NTT Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi Dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pada Kabupaten dan Kota Di DIY Karakteristik Tujuan Anggaran (X) Perilaku (Y1) Sikap (Y2) Kinerja (Y3) Menemukan bahwa Karakteristik Tujuan Anggaran secara simultan berpengaruh terhadap perilaku, sikap, dan kinerja. Budgetary Goal Characteristic (X) Managerial Attitudes (Y1) Performance (Y2) Kejelasan Sasaran (X1) Sistem Pengendalian Akuntansi (X2) Komitmen Organisasi (X3) Kinerja Manajerial (Y) Hubungan Kejelasan sasaran Anggaran dengan kinerja manajerial menunjukkan hasil yang signifikan. Karakteristik Tujuan Anggaran (X) Perilaku (Y1) Sikap (Y2) Kinerja (Y3) Kejelasan Sasaran Anggaran (X1) Pengendalian Akuntansi (X2) Sistem Pelaporan (X3) Akuntabilitas Kinerja (Y) Komitmen organisasi merupakan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai. Komitmen organisasi yang tinggi cenderung menurunkan senjangan anggaran dan signifikan terhadap kinerja Menemukan bahwa Karakteristik Tujuan Anggaran secara simultan berpengaruh terhadap perilaku dan sikap, serta tidak berpengaruh terhadap kinerja. Terdapat hubungan yang signifikan antara kejelasan sasaran anggaran dengan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Universitas Sumatera Utara