BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Modal
Modal adalah sesuatu yang sangat penting dalam perjalanan suatu perusahaan, dibidang
apapun Suatu perusahaan bergerak pasti memerlukan modal. Selain itu modal juga
merupakan suatu faktor yang sangat berkaitan dengan berbagai aspek kegiatan dari
perusahaan. Besar maupun kecilnya modal yang dibutuhkan perusahaan dipengaruhi oleh
besar dan kecilnya perusahaan itu sendiri. Berikut adalah pengertian modal berdasarkan
pendapat para ahli.
Menurut Munawir (2004:19) sebagai berikut :
Modal merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang
ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang ditahan. Atau
kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh hutang –
hutangnya.
Menurut pendapat Bambang Riyanto (2001:19) pengertian modal ada dua yaitu :
1. Modal aktif adalah modal yang tertera disebelah debit dari neraca, yang
menggambarkan bentuk – bentuk di mana seluruh dana yang diperoleh perusahaan
ditanamkan.
2. Modal pasif adalah modal yang tertera di sebelah kredit dari neraca yang
menggambarkan sumber – sumber dari mana dana diperoleh.
Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik sebuah pengertian bahwa modal adalah
kolektivitas barang – barang atau sumber kekayaan yang masih ada dalam perusahaan dan
digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan pendapatan atau laba. Selain itu dari
pengertian yang dijabarkan oleh Munawir dapat kita simpulkan bahwa modal itu sendiri
terbagi menjadi dua yaitu modal aktif, dimana modal aktif tersebut adalah kekayaan suatu
6
7
perusahaan yang terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap. Perbandingan antara kedua aktiva
tersebutlah yang kita gunakan untuk menentukan struktur kekayaan perusahaan. Sedangkan
modal pasif dibedakan menjadi modal sendiri dan modal asing, dan perbandingan antara
kedua jenis modal tersebut ( sendiri dan asing ) yang akan menentukan struktur modal.
2.2 Pengertian Struktur Modal
Pendanaan dari kegiatan perusahaan dibagi menjadi dua yaitu pendanaan internal dan
pendanaan eksternal. Pendanaan
internal dapat diperoleh dari laba ditahan, sedangkan
pendanaan eksternal dapat diperoleh dari para kreditur yang kita kenal istilahnya sebagai
hutang. Proporsi antara bauran dari penggunaan modal sendiri dan hutang dalam memenuhi
kebutuhan dana perusahaan desebut struktur modal perusahaan. Dengan demikian jika
dirumuskan adalah sebagai berikut :
Hutang_____ x 100%
Modal Sendiri
Telah kita singgung sedikit dibagian pengertian modal tentang struktur modal. Bahwa
struktur modal adalah perbandingan dari modal asing dan modal sendiri dalam suatu
perusahaan. Hal tersebut mengacu pada pendapat Bambang Riyanto (2001:22) yaitu sebagai
berikut :
1.
Struktur kekayaan adalah perimbangan atau perbandingan baik dalam artian absolut
maupun dalam artian relatif antara aktifa lancar dengan aktiva tetap.
2.
Struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana mencerminkan perimbangan
antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur finansial mencerminkan cara
bagaimana aktiva-aktiva perusahaan dibelanjai.
Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dari sumber modal sendiri berasal dari modal
saham, laba ditahan, dan cadangan. Jika dalam pendanaan perusahaan yang berasal dari
modal sendiri masih mengalami kekurangan (defisit) maka perlu dipertimbangkan pendanaan
8
perusahaan yang berasal dari luar, yaitu dari hutang (debt financing). Namun dalam
pemenuhan kebutuhan dana, perusahaan harus mencari alternatif – alternatif pendanaan yang
efisien. Pendanaan yang efisien akan terjadi bila perusahaan mempunyai struktur modal yang
optimal. Struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat
meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata, sehingga
akan memaksimalkan nilai perusahaan.
2.3
Komposisi Struktur Modal
Seperti yang sudah disinggung diatas, bahwa struktur modal adalah kombinasi antara
hutang jangka panjang dan modal sendiri.
2.3.1 Hutang jangka panjang
Jumlah hutang di dalam neraca akan menunjukkan besarnya modal pinjaman yang
digunakan dalam operasi perusahaan. Modal pinjaman ini dapat berupa hutang jangka pendek
maupun hutang jangka panjang, tetapi pada umumnya pinjaman jangka panjang jauh lebih
besar dibandingkan dengan hutang jangka pendek.
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003, p.324), “Hutang jangka panjang merupakan salah
satu dari bentuk pembiayaan jangka panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun,
biasanya 5 – 20 tahun”. Pinjaman hutang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka
(pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk
melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan obligasi (hutang
yang diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi, dalam surat obligasi ditentukan nilai
nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut).
Mengukur besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur (debt ratio)
dilakukan dengan cara membagi total hutang jangka panjang dengan total asset. Semakin
tinggi debt ratio, semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan di dalam
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
9
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan manajemen sehingga memilih untuk
menggunakan hutang menurut Sundjaja at. Al (2003) adalah sebagai berikut:
1. Biaya hutang terbatas, walaupun perusahaan memperoleh laba besar, jumlah
bunga yang dibayarkan besarnya tetap.
2. Hasil yang diharapkan lebih rendah dari pada saham biasa.
3. Tidak ada perubahan pengendalian atas perusahaan bila pembiayaan memakai
hutang.
4. Pembayaran bunga merupakan beban biaya yang dapat mengurangi pajak
5. Fleksibilitas dalam struktur keuangan dapat dicapai dengan memasukkan
peraturan penebusan dalam perjanjian obligasi.
Kreditur (investor) lebih memilih menanamkan investasi dalam bentuk hutang jangka
panjang karena beberapa pertimbangan. Menurut Sundjaja at. Al (2003), pemilihan investasi
dalam bentuk hutang jangka panjang dari sisi investor didasarkan pada beberapa hal berikut :
1. Hutang dapat memberikan prioritas baik dalam hal pendapatan maupun likuidasi
kepada pemegangnya.
2. Mempunyai saat jatuh tempo yang pasti.
3. Dilindungi oleh isi perjanjian jangka panjang (dari segi resiko).
4. Pemegang memperoleh pengembalian yang tetap (kecuali pendapatan obligasi).
2.3.2 Modal Sendiri
Menurut Wasis (1981), dalam struktur modal konservatif, susunan modal
menitikberatkan pada modal sendiri karena pertimbangan bahwa penggunaan hutang dalam
pembiayaan perusahaan mengandung resiko yang lebih besar dibandingkan dengan
penggunaan modal sendiri. Menurut Sundjaja at al. (2003, p.324), “Modal sendiri/equity
capital adalah dana jangka panjang perusahaan yang disediakan oleh pemilik perusahaan
10
(pemegang saham), yang terdiri dari berbagai jenis saham (saham preferen dan saham biasa)
serta laba ditahan”.
Pendanaan dengan modal sendiri akan menimbulkan opportunity cost. Keuntungan dari
memiliki saham perusahaan bagi owner adalah kontrol terhadap perusahaan. Modal sendiri
atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik perusahaan untuk
jangka waktu yang tidak terbatas sedangkan modal pinjaman memiliki jatuh tempo. Ada 2
(dua) sumber utama dari model sendiri yaitu :
a.
Modal Saham Preferen
Saham preferen memberikan para pemegang sahamnya beberapa hak istimewa yang
menjadikanya lebih senior atau lebih diprioritaskan daripada pemegang saham biasa. Oleh
karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah yang banyak.
Beberapa keuntungan penggunaan saham preferen bagi manajemen menurut Sundjaja at. Al
(2003) adalah sebagai berikut :
1)
Mempunyai kemampuan untuk meningkatkan pengaruh keuangan.
2)
Fleksibel karena saham preferen memperbolehkan penerbit untuk tetap pada posisi
menunda tanpa mengambil resiko untuk memaksakan jika usaha sedang lesu yaitu
dengan tidak membagikan bunga atau membayar pokoknya.
3)
Dapat digunakan dalam restrukturisasi perusahaan, merger, pembelian saham oleh
perusahaan dengan pembayaran melalui hutang baru dan divestasi.
b.
Modal Saham Biasa
Pemilik perusahaan adalah pemgang saham biasa yang menginvestasikan uangnya
dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan datang. Pemegang saham biasa
kadang – kadang disebut pemilik residual sebab mereka hanya menerima sisa setelah seluruh
tuntutan atas pendapatan dan asset telah dipenuhi.
11
Ada beberapa keunggulan pembiayaan dengan saham biasa bagi kepentingan
manajemen (perusahaan), menurut Sundjaja at. Al (2003), yaitu :
1)
Saham biasa tidak memberi dividen tetap. Jika perusahaan dapat memperoleh
laba, pemegang saham biasa akan memperoleh dividen. Tetapi berlawanan
dengan bunga obligasi yang sifatnya tetap (merupakan biaya tetap bagi
perusahaan), perusahaan tidak diharuskan oleh hukum untuk selalu membayar
dividen kepada pemgang saham biasa.
2)
Saham biasa tidak memiliki tanggal jatuh tempo.
3)
Karena saham biasa menyediakann landasan penyangga atas rugi yang diderita
para kreditornya, maka penjualan saham biasa akan meningkatkan kredibilitas
perusahaan.
4)
Saham biasa dapat, pada saat-saat tertentu, dijual lebih mudah dibandingkan
bentuk hutang lainnya. Saham biasa mempunyai daya tarik tersendiri bagi
kelompok-kelompok investor tertentu karena :
(a)
dapat memberi pengembalian yang lebih tinggi dibanding bentuk hutang
lain atau saham preferen; dan
(b)
mewakili kepemilikan perusahaan, saham biasa menyediakan para
investor benteng proteksi terhadap inflasi secara lebih baik dibanding
saham preferen atau obligasi. Umumnya, saham biasa meningkat nilainya
jika nilai aktiva riil juga meningkat selama periode inflasi.
5)
Pengembalian yang diperoleh dalam saham biasa dalam bentuk keuntungan
modal merupakan obyek tarif pajak penghasilan yang rendah. (Weston &
Copeland) Menurut Wasis (1981, p.81), “Pemilik yang menyetorkan modal akan
menjadi penanggung resiko yang pertama. Artinya bahwa pihak non pemilik
tidak akan menderita kerugian sebelum kewajiban dari pemilik ditunaikan
12
seluruhnya. Kerugian perusahaan pertama-tama harus dibebankan kepada
pemilik. Dari segi investor (Sundjaja, 2003), keuntungan menggunakan saham
(modal sendiri) adalah sebagai berikut :
a)
Memiliki hak suara (hak kendali) dalam perusahaan.
b)
Tidak ada jatuh tempo.
c)
Karena menanggung resiko yang lebih besar, maka kompensasi bagi
pemegang modal sendiri lebih tinggi dibanding dengan pemegang modal
pinjaman.
2.4 Teori - Teori Struktur Modal
Kebijakan Kebijakan pembelanjaan yang harus dilakukan oleh manajer keuangan adalah
menentukan bagaimana seluruh aktiva perusahaan dibiayai, apakah dengan hanya
menggunakan modal sendiri, pinjaman atau menggunakan kombinasi dari keduanya.
Komponen struktur modal dapat dilihat di sisi kanan laporan neraca perusahaan, dimana yang
merupakan pembiayaan pembelanjaan permanen bagi perusahaan adalah hutang jangka
panjang, saham preferen dan modal biasa. Berbagai teori struktur modal telah dikembangkan
para pakar untuk menentukan struktur modal yang optimal dengan menganalisis komposisi
dari hutang dan modal.
Kecenderungan perusahaan yang makin banyak menggunakan hutang, tanpa disadari
secara berangsur-angsur, akan menimbulkan kewajiban yang makin berat bagi perusahaan
saat harus melunasi (membayar kembali) hutang tersebut. Tidak jarang perusahaanperusahaan yang akhirnya tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut, dan bahkan
dinyatakan pailit. Hingga kini belum ada rumus matematik yang tepat untuk menentukan
jumlah optimal dari hutang dan ekuitas dalam struktur modal (Seitz,1984: 301). Pedoman
umum hanyalah: mencari hutang sebanyak mungkin tanpa meningkatkan risiko atau
menurunkan fleksibilitas perusahaan.
13
2.4.1 Teori Tradisional
Dalam pendapat tradisional berpendapat bahwa dalam pasar modal yang sempurna dan
tidak ada pajak, nilai perusahaan (biaya modal perusahaan) bisa dirubah dengan merubah
struktur modalnya. Pendapat ini dominan sampai dengan awal tahun 1950–an. Keadaan
perusahaan menjadi lebih baik setelah perusahaan menggunakan hutang karena nilai
perusahaan meningkat (biaya modal perusahaan menurun). Pendekatan ini mengasumsikan
bahwa hingga leverage tertentu, resiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga
baik k e maupun k d relatif konstan (R.Agus 2001). Namun demikian setelah leverage rasio
tertentu, biaya hutang dan biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal ini
sendiri akan semakin besar dan bahkan akan semakin besar dari penggunaan hutang yang
lebih murah. Akibatnya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah
leverage tertentu akan meningkat. Oleh karena itu nilai perusahaan mula–mula meningkat
dan akan menurun sebagai akibat dari penggunaan hutang yang semakin besar. Dengan
demikian menurut pendekatan tradisional ini, terdapat struktur modal yang optimal untuk
setiap perusahaan. Struktur modal yang optimal tersebut terjadi pada saat nilai perusahaan
maksimum atau struktuur modal yang mengakibatkan biaya modal rata–rata tertimbang
minimum.
2.4.2 Teori MM
Franco Modigliani dan Merton Miller adalah bapak dari teori struktur modal (Groth and
Anderson, 1997). Pada tahun 1958, dalam American Economic Review 48 (1958, June) yang
berjudul The Cost of Capital, Corporate Finance, and the Theory of Investment, mereka
mengemukakan teori struktur modal dengan berbagai asumsi yang tidak mungkin terjadi,
akan tetapi sangat membantu dalam memahami bagaimana perusahaan menentukan bauran
pendanaan yang berasal dari hutang dan ekuitas secara benar (Siaw, 1999). Asumsi-asumsi
yang mendasari adalah (Megginson, 1997:316):
14
a. Semua aktiva berwujud dimiliki oleh perusahaan.
b. Pasar modal sempurna (tidak ada pajak, tidak ada biaya transaksi, dan tidak ada biaya
kebangkrutan).
c. Perusahaan hanya dapat menerbitkan dua macam sekuritas, yakni ekuitas yang berisik dan
hutang bebas (tanpa) risiko.
d. Individu maupun perusahaan dapat meminjam atau meminjamkan uang dengan tingkat
suku bunga bebas risiko.
e. Para investor mempunyai ekspektasi yang sama (homogen) terhadap keuntungan
perusahaan di masa mendatang.
f. Semua perusahaan tidak mengalami pertumbuhan (arus kas diasumsikan konstan dan
perpetual, dan semua laba dibagikan dalam bentuk dividen).
g. Semua perusahaan dapat dikelompokkan dalam satu kelompok kembalian, dan kembalian
saham dari semua perusahaan dalam kelompok tersebut adalah proporsional.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka nilai perusahaan yang tidak menggunakan
hutang (unlevered firm) sama persis dengan perusahaan yang menggunakan hutang (levered
firm). Apabila nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang diberi notasi VU dan nilai
perusahaan yang menggunakan hutang diberi notasi VL, maka VU = VL.
Sumber: Siaw, 1999
Keterangan:
EBIT = Laba sebelum bunga dan pajak
rS,U
= Kembalian (return) saham unlevered firm
SU
= Nilai saham unlevered firm
rD
= Suku bunga hutang
DL
= Nilai hutang levered firm
15
rS,L
= Kembalian (return) saham levered firm
SL
= Nilai saham levered firm
Ketika nilai unlevered firm sama persis dengan levered firm, menurut model MM
(tanpa pajak), biaya modal rata-rata tertimbang (WACC = weighted average cost of capital)
kedua perusahaan juga identik. Hal ini mengarahkan pada Proposisi 2 dari model MM tanpa
pajak:
Sumber: Siaw, 1999
Apa yang disampaikan oleh Proposisi 2 dari model MM tanpa pajak? Untuk mengetahui apa
yang disampaikan, perlu dilihat dahulu apa pengaruh perubahan keputusan pendanaan
terhadap perilaku pemegang saham. Penambahan penggunaan hutang biasanya diikuti dengan
bertambahnya beban keuangan berupa biaya bunga. Sesuai dengan Proposisi 1, perubahan
keputusan pendanaan (struktur modal) tidak akan mempengaruhi nilai perusahaan. Dengan
kata lain, pemegang saham dihadapkan pada peningkatan risiko keuangan tanpa kompensasi
dari meningkatnya nilai perusahaan. Jadi, pemegang saham akan menuntut kembalian
(= return) yang lebih tinggi sebagai kompensasi dari meningkatnya risiko, dan hal ini disebut
biaya penggunaan saham biasa yang lebih tinggi bagi levered firm. Pernyataan tersebut dapat
dijabarkan dalam bentuk persamaan berikut:
Sumber: Siaw, 199
Pada umumnya biaya hutang lebih murah daripada biaya saham biasa, sehingga perusahaan
memperoleh “penghematan” ketika perusahaan mengalihkan pendanaan ekuitas ke
16
pendanaan hutang. Mengacu pada Proposisi 1 bahwa WACC unlevered firm dan levered firm
adalah identik, maka “penghematan” dari penggunaan hutang tercermin pada peningkatan
biaya saham biasa.
Gambar 2.1: Biaya Modal dan Nilai Perusahaan Menurut Model MM-1 (1958)
Sumber
: Brigham, and Ehrhardt, 2005:590
Dari model MM-1 (model MM tanpa pajak) yang dikemukakan oleh Franco Modigliani dan
Merton Miller, dapat dipetik dua hal utama yaitu:
1. Dalam situasi tanpa pajak, nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh struktur modal. Jadi,
nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh jumlah hutang, sehingga WACC juga tidak
dipengaruhi oleh struktur modal.
2. Kecenderungan perusahaan yang makin banyak menggunakan hutang akan lebih
berisiko, sebab harus membayar biaya bunga yang lebih banyak pula.Perusahaan tidak
dapat mengabaikan pembayaran biaya bunga, sehingga pemegang saham “menuntut”
kembalian yang lebih tinggi yang tercermin pada biaya ekuitas yang lebih tinggi. Dalam
kondisi demikian, perusahaan memperoleh “penghematan” yang makin banyak dengan
menggunakan hutang yang lebih banyak karena lebih murah daripada ekuitas. Meskipun
demikian, biaya ekuitas akan meningkat selaras dengan penambahan hutang.
17
“Penghematan” yang dihasilkan dari penggunaan hutang otomatis akan meningkatkan
biaya ekuitas, sehingga WACC tidak berubah.
Para akademisi dan praktisi mengembangkan sejumlah teori, dan teori-teori tersebut bersifat
subyektif sesuai dengan kondisi empirik saat dilakukannya pengujian. Secara umum, teoriteori struktur modal dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni: teori-teori trade-off, dan
teori-teori yang didasarkan pada perilaku manajemen. Berikut ini akan dikemukakan
beberapa teori struktur modal yang diawali dengan pengembangan model MM-1 yang
dilakukan oleh Modigliani dan Miller pada tahun 1963.
2.4.3 Teori Trade off
Model, Brealey and Myer (hal 445, tahun 1991). Struktur modal optimal dapat diperoleh
dengan adanya keseimbangan antara keuntungan tax shield dengan financial distress dan
agency cost, karena penggunaan leverage. Dengan kata lain terjadi trade-off antara benefit
dengan biaya. Financial distress terjadi jika perusahaan mengalami kesulitan dalam melunasi
kewajiban hutangnya, dimana perusahaan terancam kebangkrutan. Karena itu financial
distress perlu diperhitungkan karena mengurangi nilai perusahaan.
Model ini juga menarik, karena adanya pendapat bahwa perusahaan yang tidak
menggunakan leverage dengan perusahaan yang menggunakan leverage 100% (extrim)
adalah buruk, sedangkan keputusan yang terbaik adalah diantaranya. Perkembangan lebih
lanjut, para ahli membuktikan bahwa trade off model bukanlah semata-mata teori struktur
modal yang paling sempurna, karena dalam keputusan struktur modal perlu juga
dipertimbangkan perilaku pembelanjaan perusahaan.
18
2.4.4 Modigliani-Miller Model 2 (MM Model with corporate taxes)
Pada tahun 1963, Modigliani dan Miller mempublikasikan sebuah artikel dalam
American Economic Review 53 (1963, June) yang berjudul Corporate Income Taxes an the
Cost of Capital: A Correction, untuk memperbaiki model awal mereka dengan
memperhitungkan adanya pajak perseroan (akan tetapi tetap mengabaikan pajak perorangan).
Untuk selanjutnya model tersebut dikenal dengan sebutan model MM-2 atau model MM
dengan pajak perseroan (Brigham, and Ehrhardt, 2005:588 - 592). Kehadiran pajak perseroan
(diberi notasi tc)mempengaruhi kedua proposisi awal pada model MM-1 sebagai berikut:
Proposisi 1:
Sumber: Siaw, 1999
Sebagai alasan bahwa nilai unlevered firm (VU) berubah adalah kebutuhan perusahaan untuk
membayar pajak perseroan atas laba yang diperoleh sebelum membayarkan dividen kepada
pemegang saham.
Proposisi 2:
Sumber: Siaw, 1999
19
Gambar 2.2 : Biaya Modal dan Nilai Perusahaan Menurut Model MM-2 (1963)
Sumber
: Brigham, and Ehrhardt, 2005:590
Dari model MM-2, dapat dipetik dua hal utama yang berbeda dengan model MM-1
sebelumnya adalah :
1. Dalam Proposisi 1, struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Dalam
kenyataan, struktur modal mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan:
bertambahnya penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan kata lain,
pajak memberi manfaat dalam pendanaan yang berasal dari hutang, sebesar:
Manfaat pajak dari penggunaan hutang diperoleh dari beban biaya bunga hutang yang
dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya yang mengurangi besaran laba kena pajak,
sedangkan pembayaran dividen tidak dapat diperhitungkan sebagai elemen biaya. Jadi,
perusahaan (seperti) menerima subsidi dari pemerintah atas penggunaan hutang untuk
menambah modal.
2. Dengan adanya pajak perseroan, diperoleh dua manfaat penggunaan hutang yakni: hutang
merupakan sumber modal yang lebih murah daripada ekuitas, dan biaya bunga menjadi
elemen pengurang pajak. Dari model MM-1, diketahui bahwa penghematan dari
20
penggunaan hutang yang lebih murah sepenuhnya digantikan oleh peningkatan biaya
penggunaan ekuitas. Meskipun demikian, dalam situasi dengan adanya pajak perseroan,
keuntungan yang diperoleh perusahaan dari penggunaan hutang lebih besar daripada
peningkatan biaya ekuitas. Dengan demikian, biaya ekuitas dari levered firm dalam situasi
ada pajak perseroan pertambahannya lebih lamban daripada bila situasinya tanpa pajak
perseroan. Dengan kata lain, pemegang saham memperoleh kompensasi untuk risiko
keuangan yang lebih kecil dalam situasi ada pajak perseroan. “Penghematan” dari
penggunaan hutang yang lebih besar daripada peningkatan biaya ekuitas, menghasilkan
WACC yang makin kecil seturut dengan bertambahnya hutang.
2.4.5 Miller Model with Personal Taxes
Model MM-2 yang dipublikasikan tahun 1963 memperlihatkan situasi perpajakan yang
dihadapi perusahaan dengan lebih baik, akan tetapi belum memperlihatkan situasi perpajakan
yang dihadapi oleh para investor. Pada tahun 1977, dalam Journal of Finance volume 32
nomor 2 tahun 1977 dengan judul Debt and Taxes, Miller mengemukakan sebuah model yang
memperhitungkan pajak perorangan (Ogden, Jen, and O’Connor, 2003:172). Dalam model
tersebut, investor dihadapkan pada dua kemungkinan jenis pajak: Pajak perorangan atas
ekuitas atau Pendapatan Deviden (tS), dan pajak perorangan atas hutang atau pendapatan
bunga (tD). Bagaimana pengaruh pajak perorangan terhadap nilai unlevered firm maupun
levered firm yang memperhitungkan pajak perseroan? Dalam model MM-2, dividen yang
diperoleh pemegang saham sebesar:
Akan tetapi, dengan adanya pajak perorangan, dividen yang diperoleh pemegang saham
menjadi:
21
Dengan demikian, terjadi pajak ganda atas pendapatan ekuitas (deviden) yang diterima oleh
investor. Laba perusahaan dikenai pajak perseroan sebelum dibagikan menjadi deviden
kepada investor, dan selanjutnya ketika investor memperoleh deviden, dikenai pajak
perorangan. Jadi, nilai unlevered firm yang memperhitungkan pajak perseroan dan pajak
perorangan adalah:
Untuk levered firm, sebelum mengetahui berapa nilainya, perlu diketahui dahulu arus kas
yang ada. Ada dua kategori arus kas, yaitu:
a. Arus kas untuk pemegang saham
b. Arus kas untuk kreditur
Jadi, arus kas total dari levered firm dapat dihitung dengan cara berikut:
Sumber: Siaw, 1999
Penentuan nilai levered firm dilakukan dengan cara mendiskontokan arus kas seperti pada
unlevered firm dengan biaya ekuitas unlevered firm, ditambah pendiskontoan arus kas yang
terkait dengan pendapatan bunga (bagi kreditur) dengan biaya hutang setelah pajak, menjadi
persamaan berikut:
22
Sumber: Siaw, 1999, dan Brigham, and Ehrhardt, 2005:593
2.4.6
Biaya Beban Keuangan dan Biaya Keagenan
Setelah model MM dan Miller, muncul model-model lain yang memperhitungkan
biaya-biaya yang ditanggung perusahaan dan dapat mempengaruhi struktur modalnya. Ada
dua jenis biaya yang ditanggung perusahaan atas penggunaan hutang, yaitu biaya beban
keuangan dan biaya keagenan (Siaw, 1999, dan Megginson,1997:323-338).
a. Biaya Beban Keuangan
Perusahaan memang dapat menikmati bertambahnya penghematan pajak yang
diperoleh dari bertambahnya hutang, akan tetapi pendanaan yang berasal dari hutang juga
dapat
meningkatkan
kemungkinan
perusahaan
mengalami
kebangkrutan
karena
bertambahnya beban bunga. Perusahaan bisa menangguhkan (mengabaikan) pembayaran
dividen, tetapi pembayaran bunga tetap harus dipenuhi tepat waktu dan jumlahnya.
Kegagalan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pembayaran bunga disebabkan oleh kas
yang dimiliki tidak cukup dan dapat mengakibatkan perusahaan menanggung beban
keuangan, dan wujud beban keuangan yang paling berat adalah kebangkrutan. Biaya beban
keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua: Biaya beban keuangan langsung dan Biaya
beban keuangan tidak langsung.
1) Biaya beban keuangan langsung
Biaya beban keuangan langsung yang ditanggung perusahaan adalah biaya pengesahan
secara hukum (legal) dan biaya administrasi yang berkaitan dengan kebangkrutan atau
reorganisasi.
23
2) Biaya beban keuangan tidak langsung
Biaya ini biasanya bersifat implisit yang ditanggung oleh perusahaan dalam situasi yang
sangat berat (tetapi tidak bangkrut), antara lain: biaya modal lebih tinggi, penurunan
penjualan dan hilangnya kepercayaan pelanggan, manajer dan pekerja melakukan
tindakan-tindakan drastis (mengurangi kapasitas, menekan biaya secara drastis, atau
menjual aktiva) yang dapat menyusutkan nilai perusahaan, dan perusahaan tidak dapat
mempertahankan keberadaan manajer-manajer dan para pekerjanya yang berkualitas.
b. Biaya Keagenan
Teori yang memperhitungkan biaya keagenan pertama kali dikemukakan oleh
Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976 yang dipublikasikan dalam
Journal of Financial Economics volume 3 nomor 4 pada bulan Oktober 1976 dengan judul
Theory of the Firm: Managerial Behaviour, Agency Costs and Ownership Structure. Teori
tersebut menegaskan bahwa struktur keuangan dipengaruhi oleh insentif dan perilaku dari
pembuat keputusan (pihak manajemen). Jensen dan Meckling mengemukakan adanya dua
potensi konflik, yaitu konflik antara pemegang saham dengan kreditur, dan konflik antara
pemegang saham dengan pihak manajemen.
a.
Konflik antara Pemegang Saham dengan Kreditur
Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari perusahaan (bunga hutang), sedangkan
pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba perusahaan. Dalam situasi
ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali
hutangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikan kemampuan perusahaan dalam
meraih laba yang banyak. Cara perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar
adalah melakukan investasi pada proyek-proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan
proyek yang berisiko itu berhasil, kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut,
24
tetapi bila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian
akibat dari ketidak-mampuan pemegang saham memenuhi kewajibannya.
Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, kreditur mengenakan biaya keagenan hutang (debt
agency cost), dalam bentuk pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu
pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru
(seperti capital rationing).
b.
Konflik antara Pemegang Saham dengan Pihak Manajemen Pihak manajemen tidak
selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemegang saham, tetapi agak mengarah
kepada kepentingan dirinya sendiri. Akibatnya, pemegang saham menanggung biaya
keagenan ekuitas (equity agency cost) untuk memantau kegiatan pihak manajemen. Salah
satu biaya keagenan adalah kompensasi bagi akuntan publik untuk mengaudit
perusahaan.
Kedua macam biaya keagenan mempunyai sifat yang berlawanan. Tindakan pihak
manajemen mengarah pada pemenuhan kepentingan dirinya sendiri, bila kepemilikannya atas
perusahaan mengecil. Untuk mengatasi hal itu, kepemilikan manajerial dapat ditingkatkan
dengan cara mengubah sebagian ekuitas perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham
menjadi hutang. Tindakan tersebut tentunya akan meningkatkan risiko kreditur karena
perusahaan harus menanggung beban biaya bunga yang lebih banyak, yang berarti, biaya
keagenan hutang meningkat.
25
Management’s Levered increases in this direction
Gambar 2.3: Biaya Keagenan
Sumber
: Siaw, 1999
Ketika perusahaan menggunakan hutang dalam memenuhi kebutuhan modalnya, dia
menikmati manfaat pajak berupa penghematan pajak, tetapi juga harus menanggung biaya
beban keuangan dan biaya keagenan. Oleh sebab itu, nilai levered firm dapat ditentukan
sebagai berikut:
Nilai Perusahaan dengan Hutang = Nilai Perusahaan tanpa Hutang + Penghematan Pajak
– Biaya Beban Keuangan – Biaya Keagenan
Nilai perusahaan maksimum ketika struktur modal optimal tercapai karena pada saat
itu biaya modalnya paling rendah. Keadaan tersebut tercermin pada Gambar 7 berikut ini :
26
Gambar 2.4: Struktur Modal Optimal
Sumber: Siaw, 1999
2.4.7 Signaling Effects
Teori ini didasarkan pada premis bahwa manajer dan pemegang saham tidak
mempunyai akses informasi perusahaan yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya
diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut. Jadi, ada
informasi yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham.
Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa
informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah.
Dengan kata lain, terjadi pertanda atau sinyal (signaling).
Stephen A. Ross pada tahun 1977 dalam Bell Journal of Economics volume 8 dengan
judul The Determinants of Financial Structure: the Incentive Signaling Approach,
menyatakan bahwa ketika perusahaan menerbitkan hutang baru, menjadi tanda atau sinyal
bagi pemegang saham dan investor potensial tentang prospek perusahaan di masa mendatang
mengalami peningkatan (Megginson, 1997, 342). Dasar pertimbangannya adalah:
penambahan hutang berarti keterbatasan arus kas dan biaya-biaya beban keuangan juga
meningkat, dan manajer hanya akan menerbitkan hutang baru yang lebih banyak bila mereka
yakin perusahaan kelak dapat memenuhi kewajibannya. Penelitian lain memperlihatkan
bahwa penerbitan saham baru akan menjurus pada tanggapan harga saham negatif, dan
27
pembelian kembali saham yang beredar akan menjurus pada tanggapan harga saham positif
(Siaw, 1999). Dasar pertimbangannya adalah: pemegang saham dan investor potensial
menganggap penerbitan saham baru merupakan cara manajer untuk mengurangi
kepemilikannya atas perusahaan yang peruntungannya jelek (bad fortune), sedangkan
pembelian kembali saham yang beredar dianggap sebagai cara manajer untuk menikmati
kepemilikannya yang besar atas perusahaan yang peruntungannya bagus (good fortune).
2.4.8 Pecking Order Theory
Pada tahun 1984, Stewart C. Myers dalam Journal of Finance volume 39 dengan judul
The Capital Structure Puzzle, menyatakan bahwa ada semacam tata urutan (pecking order)
bagi perusahaan dalam menggunakan modal (Ogden, Jen, and O’Connor, 2003, 116).
Teorinya menjelaskan bahwa perusahaan lebih mengutamakan pendanaan ekuitas internal
(menggunakan laba yang ditahan) daripada pendanaan ekuitas eksternal (menerbitkan saham
baru). Hal itu disebabkan penggunaan laba yang ditahan lebih murah dan tidak perlu
mengungkapkan sejumlah informasi perusahaan (yang harus diungkapkan dalam prospektus
saat menerbitkan obligasi dan saham baru). Apabila perusahaan membutuhkan pendanaan
eksternal, pertama kali akan menerbitkan hutang sebelum menerbitkan saham baru.
Penerbitan saham baru menduduki urutan terakhir sebab penerbitan saham baru merupakan
tanda atau sinyal bagi pemegang saham dan calon investor tentang kondisi perusahaan saat
sekarang dan prospek mendatang yang tidak baik.
2.5 Faktor – Faktor yang Menentukan Struktur Modal
Terlepas dari pendekatan mana yang akan diambil untuk menentukan struktur modal
yang optimal, para manajer keuangan perlu mempertimbangkan beberapa faktor yang
menentukan struktur modal.
28
Adapun faktor – faktor tersebut antara lain :
a.
Tingkat Penjualan
Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil berarti aliran kas yang relatif stabil pula,
maka dapat menggunakan hutang lebih besar dari pada perusahaan dengan penjualan
tidak stabil (R. Agus 2001). Sebagai contoh perusahaan yang bergerak dibidang
agrobisnis, dimana harga produknya sangat berfluktuasi, maka aliran kasnya tidak stabil.
Oleh karena itu sebaiknya tidak dibiayai oleh hutang dalam jumlah yang besar. Hal
tersebut didukung oleh Suad Husnan (1996) yang mengatakan stabilitas penjualan, yang
pada akhirnya mempengaruhi stabilitas penjualan, yang pada akhirnya mempengaruhi
rasio hutang yang dipergunakan perusahaan.
b.
Struktur Aktiva
Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah yang besar dapat menggunakan
hutang dalam jumlah besar. Hal ini disebabkan karena dari skalanya perusahaan besar
akan lebih mudah mendapatkan akses ke sumber dana dibandingkan dengan perusahaan
kecil. Kemudian aktiva tetap dapat digunakan sebagai jaminan atau kolateral hutang
perusahaan. Memang penggunaan hutang dalam jumlah besar akan mengakibatkan
financial risk meningkat, sementara aktiva tetap dalam jumlah besar tentu akan
memperbesar business risk dan pada akhirnya berarti total risk meningkat.
c.
Tingkat Pertumbuhan Perusahaan
Semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar kebutuhan dana untuk
pembiayaan ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang maka
semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba. Jadi perusahaan yang sedang
tumbuh sebaiknya tidak membagikan laba sebagai deviden tetapi lebih baik digunakan
untuk pembiayaan investasi. Potensi pertumbuhan ini dapat diukur dari besarnya R&D
cost suatu perusahaan.
29
d.
Profitabilitas
Profitabilitas periode sebelumnya merupakan faktor penting dalam menentukan struktur
modal. Dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan lebih senang menggunakan
laba ditahan sebelum menggunakan hutang. (R. Agus 2001). Hal ini sesuai dengan
pecking order theory uang menyarankan bahwa manajer lebih senang menggunakan
pembiayaan dari berturut–turut, laba ditahan, kemudian hutang, dan terakhir penjualan
saham baru. Meskipun secara teoritis sumber modal yang biaya paling murah adalah
hutang, kemudian, saham preferen dan yang paling mahal adalah saham biasa serta laba
ditahan. Pertimbangan lain adalah bahwa direct cost untuk pembiayaan eksternal lebih
tinggi dibanding dengan pembiayaan internal. Selanjutnya penjualan saham baru justru
merupakan signal negatif karena pasar menginterprestasikan perusahaan dalam keadaan
sulit likuiditas. Penjualan saham baru tidak jarang mengakibatkan delusi dan pemegang
saham akan mempertanyakan kemana laba yang akan diperoleh selama ini? Hal ini juga
tidak terlepas adanya informasi yang tidak simetri atau asymetric information antara
manajemen dengan pasar. Manajemen jelas memiliki informasi yang lebih tentang
prospek perusahaan dibandingkan dengan pasar. Dengan demikian jika tidak ada alasan
kuat seperti untuk diversivikasi misalnya, maka penjualan saham baru justru akan
mengakibatkan harga saham turun. Hal tersebut juga didukung oleh Brigham yang
mengatak perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi cenderung untuk
membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan
secara internal (Brigham 2000).
30
e.
Pajak
Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan
pengurangan tersebut akan sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang
tinggi. Karena itu makin tinggi tarif pajak perusahaan, makin besar manfaat penggunaan
hutang (Brigham 2000). Ada kecenderungan bahwa penggunaan hutang akan
memberikan manfaat berupa perlindungan pajak (R. Agus 2001).
f.
Skala Perusahaan
Perusahaan besar yang sudah mapan akan lebih mudah memperoleh modal di pasar
modal dibanding dengan perusahaan kecil. Adanya kemudahan akses tersebut berarti
perusahaan besar memiliki fleksiberlitas yang lebih besar pula (R.Agus 2001).
g.
Pengendalian
Pemilik perusahaan mungkin memilih menggunakan hutang hanya karena tidak ingin
kehilangan kendali atas perusahaan tersebut. Perhatikan bahwa apabila perusahaan
menerbitkan saham baru maka proporsi kepemilikan pemegang saham yang lama akan
berkurang, kecuali ia juga dapat membeli saham baru tersebut dengan proporsi yang
sama. Masalahnya adalah bahwa mungkin sekali pemegang saham lama memang tidak
mempunyai uang yang cukup, padahal perusahaan memerlukan tambahan dana. Dalam
situasi ini mungkin saja pemilik memutuskan untuk
menerbitkan obligasi dengan
maksud agar tidak kehilangan kendali atas perusahaan.
h.
Resiko Kebangkrutan
Apabila perusahaan dihadapkan pada meningkatnya tingkat bunga pinjaman sewaktu
perusahaan akan menggunakan hutang yng makin besar, maka hal ini berarti bahwa
(calon) pembeli obligasi mulai memasukkan resiko kebangkrutan dalam analisis mereka.
Dengan demikian perusahaan mungkin berpendapat untuk lebih baik tidak melanggar
batas pinjaman yang masih dirasa aman (Husnan 1996).
31
i
Sikap Manajemen
Tidak seorang pun dapat membuktikan bahwa struktur modal yang satu akan membuat
harga saham lebih tinggi dari pada struktur modal yang lainnya. Oleh karena itu
manajemen dapat melakukan pertimbangan sendiri terhadap struktur modal yang tepat.
Sejumlah manajemen cenderung lebih konservatif daripada manajemen lainnya,
sehingga menggunakan jumlah hutang yang lebih kecil dari pada rata – rata perusahaan
dalam industri yang bersangkutaan, sementara manajemen lain lebih cenderung
menggunakan banyak hutang dalam usaha mengejar laba yang lebih tinggi (Brigham
2000).
j
Kondisi Internal Perusahaan
Kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap struktur modal yang
ditargetkannya. Misalnya, suatu perusahaan baru saja menyelesaikan program litbangnya
dan perusahaan tersebut meramalkan laba yang lebih tinggi dalam waktu dekat. Namun
kenaikan laba tersebut belum diantisipasi oleh investor, karena belum tercermin dalam
harga saham. Perusahaan ini tidak ingin menerbitkan saham, ia lebih menyukai
pembiayaan dengan hutang sampai kenaikan laba tersebut terealisasi dan tercermin pada
harga saham. Kemudian pada saat itu perusahaan akan menerbitkan saham biasa,
mellunasi hutang, dan kembali pada struktur modal yang ditargetkan (Brigham 2000).
2.6 Pengertian Rentabilitas
Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu tujuan dari perusahaan adalah memperoleh
laba sesuai dengan yang telah direncanakan. Untuk itu diperlukan penjelasan yang efektif dan
efisien atas sumber daya yang ada. Menurut Bambang Riyanto (2001:35) :
“Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva
atau modal yang menghasilkan laba tersebut”.
32
Rentabilitas adalah pencerminan kemampuan modal perusahaan yang bersangkutan untuk
memperoleh keuntungan. Oleh karena rentabilitas merupakan pencerminan efisiensi suatu
perusahaan di dalam menggunakan modal kerjanya, maka cara menggunakan tingkat
rentabilitas untuk ukuran efisiensi suatu perusahaan merupakan cara yang baik. Dengan
demikian maka jelaslah bahwa rentabilitas merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
suatu perusahaan, sebagai suatu usaha efisiensi di mana setiap perusahaan dalam operasinya
selalu berusaha meningkatkan labanya agar asset rentabilitas sesuai dengan standar.
2.6.1 Rentabilitas Modal Sendiri (ROE)
Rentabilitas modal sendiri menunjukkan perbandingan antara laba bersih sesudah
pajak (net profit after taxes), yang tersedia bagi pemegang saham, dengan jumlah modal pada
perusahaan. Menurut Bambang Riyanto (2001:44) :
“Rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan suatu perusahaan dengan modal
sendiri yang bekerja didalamnya untuk menghasilkan keuntungan”.
Return on equity (ROE) diperlakukan demikian penting, karena return on equity (ROE)
merupakan ukuran efisiensi yang dicapai perusahaan dalam menggunakan modal para
pemiliknya.
Rentabilitas Modal Sendiri =
a.
EAT
Owner Equity
x 100 %
Komponen-komponen Rentabilitas Modal Sendiri
Dibawah ini akan dijelaskan mengenai komponen-komponen rentabilitas modal sendiri
(return on equity) yaitu:
33
1. Return On Investment (ROI)
Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2002:74) mengemukakan bahwa :
“Rentabilitas Ekonomi (return on equity) adalah rasio yang mengukur seberapa
banyak laba bersih yang diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan.”
Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan
menggunakan seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan.
2. Leverage (Rasio Utang)
Lukman Syamsudin (2007:70) mengemukakan bahwa :
“Rasio utang digunakan untuk mengukur jumlah aktiva perusahan yang dibiayai
oleh hutang atau modal yang berasal dari kreditur.”
Rasio ini menggambarkan sejauh mana perusahaan dalam menggunakan hutanghutangnya.
b.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Rentabilitas Modal Sendiri
Untuk meningkatkan atau menaikkan rasio rentabilitas sendiri (ROE) sebuah
perusahaan menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2003:91), maka perusahaan harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Perusahaan harus meningkatkan/ menaikan Return On Invesment (ROI), yang dapat
dilakukan dengan cara menaikan profit margin atau menaikan perputaran aktiva dan
keduanya sambil mempertahankan tingkat hutang.
2. Perusahaan harus meningkatkan / menaikan financial leverage, yang berarti
menaikan hutang dengan tetap mempertahankan ROI.
3. Perusahaan harus meningkatkan/ menaikan ROI dan hutang secara bersamaan.
34
2.6.2 Rentabilitas Ekonomis (ROI)
Rentabilitas ekonomis adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan
modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut yang dinyatakan dalam
prosentase. Oleh karena pengertian rentabilitas sering digunakan untuk mengukur efisiensi
suatu perusahaan maka rentabilitas ekonomis dimaksudkan sebagai kemampuan suatu
perusahaan dengan seluruh modalnya yang ada untuk menghasilkan laba.
Menurut Alex S. Nitisemito, Rentabilitas Ekonomis adalah sebagai berikut:
“ Rentabilitas ekonomis adalah membandingkan laba/rentabilitas yang diperoleh
perusahaan tersebut dengan seluruh modalnya, baik modal asing maupun modal
sendiri. Dalam menghitung rentabilitas ekonomis ini modal sendiri maupun modal
asing tidak diadakan perbedaan dan dianggap sebagai suatu kesatuan.”
Menurut Bambang Riyanto, bahwa tinggi rendahnya rentabilitas ekonomis ditentukan oleh
2 (dua) faktor yaitu:
1. Profit margin yaitu perbandingan antara net operating income dengan net sales,
perbandingan mana dinyatakan dengan persentase.
2. Turnover of operating assets (tingkat perputaran aktiva usaha) yaitu kecepatan
perputarannya operating assets dalam suatu periode tertentu. Turnover tersebut
dapat ditentukan dengan membagi antara net sales dengan operating assets.
Untuk dapat menaikkan rentabilitas ekonomis atau earning power dari suatu perusahaan,
maka baiklah penulis mengemukakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi earning power
adalah sebagai berikut:
a. Profit margin
Yang dimaksud dengan profit margin adalah perbandingan antara net operating
income dengan sales atau penjualan bersih dan dinyatakan dalam persentase, yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
35
Profit margin =
Net Operating income x 100%
Net sales
b. Turnover operating asset (Tingkat perputaran modal usaha)
Yaitu dengan cara membandingkan antara net sales atau penjualan bersih dengan
operating asset atau modal usaha, dan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Turnover operating asset =
Dapat juga digunakan rumus =
Net Sales __ x 1 kali
Operating asset
EBIT
x 100%
Total Asset
Dengan dasar kedua faktor di atas, maka secara matematis dapat diketahui besarnya
Rentabilitas ekonomis yaitu hasil kali antara profit margin dan turnover of operating
assets. Apabila ingin memperbesar rentabilitas ekonomis dengan memperbesar profit
margin, ini berarti hubungan dengan usaha untuk mempertinggi efisiensi di bidang
produksi, penjualan dan pembenahan administrasi. Sedangkan untuk memperbesar
rentabilitas ekonomis dengan memperbesar turnover of operating assets, dan berhubungan
dengan kebijaksanaan investasi dana dalam berbagai aktiva, baik aktiva lancar maupun
aktiva tetap.
2.7
Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini, penulis meneliti mengenai pengaruh struktur modal terhadap
rentabilitas pada perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI periode 2006 – 2010. Karena
rentabilitas terbagi menjadi dua yaitu rentabilitas ekonomis (ROI) dan rentabilitas modal
sendiri (ROE) maka peneliti menganalisis pengaruh struktur modal terhadap masing – masing
rentabilitas tersebut, yaitu pengaruh struktur modal terhadap rentabilitas ekonomis dan
pengaruh struktur modal terhadap rentabilitas modal sendiri.
a.
Pengaruh Struktur Modal Terhadap Rentabilitas Ekonomis pada Perusahaan Farmasi
yang Go Public
36
Kerangka Pemikiran pada penelitian tentang pengaruh struktur modal terhadap
rentabilitas ekonomis dapat digambarkan sebagai berikut :
Perusahaan
farmasi yang
terdaftar di BEI
Laporan
Keuangan
Laporan
Keuangan
Neraca
Debts
Ekuitas
Laporan L/R
Neraca
EBIT
Total Aktiva
ROI
Struktur Modal
Analisis Pooled
Least Square
Struktur modal berpengaruh
signifikan dan negatif
terhadap ROI
Gambar 2.5: Kerangka Pemikiran Pengaruh Struktur Modal terhadap Rentabilitas Ekonomis
pada Perusahaan Farmasi yang Go Public
Sumber
: Hasil olah data.
b.
Pengaruh Struktur Modal Terhadap Rentabilitas Modal Sendiri pada Perusahaan Farmasi
yang Go Public
Kerangka Pemikiran pada penelitian tentang pengaruh struktur modal terhadap
rentabilitas ekonomis dapat digambarkan sebagai berikut :
37
Perusahaan
farmasi yang
terdaftar di BEI
Laporan
Keuangan
Laporan
Keuangan
Neraca
Debts
Ekuitas
Laporan L/R
Neraca
EAT
Ekuitas
ROE
Struktur Modal
Analisis Pooled
Least Square
Struktur modal
berpengaruh signifikan dan
negatif terhadap ROE
Gambar 2.6: Kerangka Pemikiran Pengaruh Struktur Modal terhadap Rentabilitas Modal
Sendiri pada Perusahaan Farmasi yang Go Public
Sumber
: Hasil olah data.
2.8
Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan sumber pendanaan terhadap rentabilitas,
diantarDnya adalah sebagai berikut :
a. Andriani (2009) dengan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Modal Sendiri dan Modal
Pinjaman Terhadap Tingkat Rentabilitas pada Koperasi Serba Usaha (KSU) di Kabupaten
Blora”. Pengukuran variabel dengan menggunakan metode Debt Equity Ratio (DER) dan
rentabilitas modal sendiri. Sampel penilitian berjumlah 30 koperasi yang terdapat di
Kabupaten Blora selama tahun 2004 – 2006. Variabel yang diuji antara lain modal sendiri,
modal pinjaman dan tingkat rentabilitas. Hasil dari penelitian secara parsial bahwa modal
sendiri dan modal pinjaman mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat
38
rentabilitas dan secara simultan modal sendiri dan modal pinjaman mempunyai pengaruh
terhadap rentabilitas.
b. Astuti (2005) dengan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Hutang Terhadap
Profitabilitas”. Pengukuran variabel dengan menggunakan metode Debt Ratio (DR) dan
Return on Investment (ROI). Sampel penelitian berjumlah 10 perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2001-2005. Variabel yang diuji antara lain
hutang dengan profitabilitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara hutang terhadap tingkat keuntungan.
c. Rianti (2004) dengan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Pengelolaan Hutang
Terhadap Tingkat Keuntungan”. Pengukuran variabel dengan menggunakan metode Debt
Ratio(DR) dan Return on Investment (ROI). Sampel penelitian berjumlah 8 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEJ selama tahun 2002 – 2006. Variabel yang diuji antara
lain hutang dan tingkat keuntungan. Hasil dari penelitian in menunjukan bahwa hutang
berpengaruh terhadap tingkat keuntungan secara signifikan.
2.9
Pengaruh Perubahan Struktur Modal Terhadap Rentabilitas
Berikut ini Penulis akan mencoba menjabarkan tentang pengaruh perubahan struktur
modal terhadap rentabilitas.
2.9.1 Pengaruh Perubahan Struktur Modal Terhadap Rentabilitas Modal Sendiri
(ROE)
Berdasarkan anlisis awal penulis, struktur modal memiliki pengaruh yang negatif
terhadap rentabilitas modal sendiri. Dimana kenaikkan struktur modal akan menyebabkan
penurunan rentabilitas modal sendiri.
Struktur modal :
Hutang
x 100%
Modal Sendiri
39
Rentabilitas Modal Sendiri =
EAT
Owner Equity
x 100 %
Dari perbandingan kedua rumus diatas, antara struktur modal dan rentabilitas modal
sendiri, kenaikkan hutang menimbulkan kenaikkan prosentase struktur modal, yang
menimbulkan penurunan earning after tax. Hal ini dapat terlihat di laporan keuangan
perusahaan. Dimana dengan banyaknya hutang, secara otomatis akan meningkatkan bunga
yang harus dibayar oleh perusahaan. Semakin meningkatnya hutang maka meningkat pula
bunga. Dengan demikian bunga yang harus dibayarkan tersebut adalah faktor pengurang
keuntungan bagi perusahaan.
2.9.2 Pengaruh Perubahan Struktur Modal Terhadap Rentabilitas Ekonomis (ROI)
Berdasarkan anlisis awal Penulis, struktur modal memiliki pengaruh yang negatif
terhadap rentabilitas ekonomis. Dimana kenaikkan struktur modal akan menyebabkan
penurunan rentabilitas ekonomis.
Struktur modal :
Rentabilitas Ekonomis =
Hutang
x 100%
Modal Sendiri
EBIT
x 100%
Total Asset
Dari perbandingan kedua rumus diatas, antara struktur modal dan rentabilitas
ekonomis, kenaikkan hutang menimbulkan kenaikkan prosentase struktur modal, yang
menimbulkan penurunan earning before interest and tax (keuntungan sebelum bunga dan
pajak). Semangkin tinggi hutang semakin tinggi semakin tingginya hutang menyebabkan
pembatasan dan pengawasan biaya oleh pemegang obligasi kepada manajer untuk melakukan
investasi. Hal ini menyebabkan penurunan ROI.
Download