BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) Teori legitimasi meyakini suatu gagasan bahwa terdapat “kontrak sosial” antara organisasi dengan lingkungan dimana organisasi tersebut beroperasi. Konsep “kontrak sosial” digunakan untuk menunjukan harapan masyarakat tentang cara yang seharusnya dilakukan organisasi dalam melakukan aktivitas. Harapan masyarakat terhadap perilaku perusahaan dapat bersifat implisit dan eksplisit. Bentuk eksplisit dari kontrak sosial adalah persyaratan legal, sementara bentuk implisitnya adalah harapan masyarakat yang tidak tercantum dalam peraturan legal. Pengungkapan dan pelaporan sosial dan lingkungan menjadi salah satu cara perusahaan untuk mewujudkan kinerja yang baik kepada masyarakat dan investor. Dengan pengungkapan tersebut, perusahaan akan mendapatkan image dan pengakuan yang baik serta akan memiliki daya tarik dan penanaman modal atau investor dalam negeri maupun asing. Ketika ada perbedaan antara nilai-nilai yang di anut perusahaan dengan nilai-nilai masyarakat, legitimasi perusahaan akan berada pada posisi terancam. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai sosial masyarakat sering dinamakan “legitimacy gap” dan dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melanjutkan kegiatan 10 11 usahanya. Ketika suatu organisasi bertemu dengan ancaman legitimasi, maka organisasi dapat melegitimasi aktivitas-aktivitasnya dengan jalan seperti : 1. Organisasi dapat menyesuaikan output, tujuan dan metode-metode operasinya agar sesuai dengan definisi legitimasi yang berlaku. 2. Organisasi dapat berusaha lewat komunikasi untuk mengubah definisi legitimasi sosial sehingga hal tersebut sesuai dengan praktik-praktik, output, dan nilai-nilai organisasi saat ini. 3. Organisasi dapat berusaha lewat komunikasi untuk di kenali lewat simbol-simbol, nilai-nilai atau institusi yang memiliki dasar legitimasi kuat. Secara jelas, konsep tersebut menganggap bahwa kelangsungan organisasi akan terancam jika masyarakat menganggap kontrak sosial organisasi dengan masyarakat telah di langgar. Legitimasi perusahaan dapat di lihat sebagai sesuatu yang di berikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang di inginkan atau dicari perusahaan. Teori legitimasi dapat menjelaskan alasan dibalik pengungkapan CSR oleh perusahaan, karena teori legitimasi meyakini bahwa sebuah organisasi (khususnya perusahaan) akan mampu untuk bertahan lama dan berkelanjutan jika komunitas disekitarnya memiliki persepsi dan keyakinan bahwa organisasi tersebut beroperasi dalam sistem nilai yang sama dan diterima oleh komunitas tersebut. Teori legitimasi juga memfokuskan perusahaan terhadap interaksinya dengan masyarakat, sehingga sebuah 12 organisasi mampu untuk menciptakan keselarasan antara nilai-nilai sosial yang melekat pada kegiatannya dengan norma-norma perilaku yang ada dalam sistem sosial masyarakat dimana organisasi adalah bagian dari sistem tersebut, Hadi Nor (2011 : 88). Keterkaitan teori legitimasi dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan wilayah sosial dan akuntansi lingkungan. Berkaitan dengan hal tersebut semakin besar ukuran perusahaan, independensi dewan komisaris, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial serta independensi komite audit diharapkan mampu meningkatkan aktivitas sosial dan pertanggungjawaban akuntansi lingkungan. Apabila perusahaan melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaannya, maka perusahaan merasa keberadaan dan aktifitasnya akan mendapat “status” dari masyarakat atau lingkungan dimana perusahaan tersebut beroperasi atau dapat di katakan terlegitimasi. 2. Corporate Social Responsibility (CSR) a. Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholder, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum. 13 Corporate Social Responsibility pada intinya adalah suatu upaya tanggung jawab perusahaan atau organisasi secara berkelanjutan atas dampak yang ditimbulkan dari keputusan dan aktivitas yang telah diambil dan dilakukan oleh organisasi tersebut, dimana dampak itu pastinya akan dirasakan atau berpengaruh kepada pihak-pihak yang terkait terutama masyarakat dan lingkungan. Pengungkapan kinerja lingkungan, sosial dan ekonomi di dalam laporan tahunan atau laporan terpisah adalah untuk mencerminkan tingkat akuntabilitas, responsibility dan transparansi perusahaan kepada investor dan stakehoders lainnya. Dengan melakukan praktik dan pengungkapan CSR, perusahaan akan mendapatkan manfaat tersendiri. Ismail (2008:92) menyebutkan bahwa perusahaan akan terdorong untuk melakukan praktik dan pengungkapan CSR, karena memperoleh beberapa manfaat seperti peningkatan penjualan dan market share, memperkuat brand positioning, meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya operasi, serta meningkatkan daya tarik perusahaan di mata investor dan analis keuangan. Menurut Taridi (2009:21) ada beberapa manfaat dari praktik dan pengungkapan CSR bagi perusahaan, antara lain : a. Pengelolaan sumber daya korporasi secara amanah dan bertanggungjawab, yang akan meningkatkan kinerja korporasi secara sustainable. 14 b. Perbaikan citra bertanggungjawab korporasi (good sebagai agen corporate ekonomi citizen) yang sehingga meningkatkan nilai perusahaan (value of the firm). c. Meningkatkan keyakinan investor terhadap korporasi sehingga menjadi lebih atraktif sebagai target investasi. d. Memudahkan akses terhadap investasi domestik dan asing. b. Corporate Social Responsibility Disclosure (Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah proses yang digunakan oleh perusahaan untuk mengungkapan informasi perusahaan berkaitan dengan kegiatan perusahaan dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial masyarakat dan lingkungan. Salah satu jenis pengungkapan CSR adalah Global Reporting Index (GRI) dari Global Reporting Initiatives. Global Reporting Initiatives adalah sebuah organisasi nirlaba yang bekerja kearah ekonomi global yang berkelanjutan dengan memberikan panduan pelaporan berkelanjutan. Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai Corporate Sosial Responsibility Disclosure adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakantindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan Prasojo (2011). Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan 15 sekitarnya telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat, Oleh karena itu dengan mengungkapkan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat. Jadi agar bentuk tanggung jawab sosial yang telah dilakukan oleh perusahaan dapat diketahui oleh berbagai pihak yang berkepentingan, maka hal itu diungkapakan dalam laporan tahunan perusahaan. Dalam standar GRI, dibagi menjadi 6 indikator yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan, praktek tenaga kerja dan pekerjaan yang layak, hak asasi manusia, masyarakat sosial, dan tanggung jawab sosial. Global Reporting Intiative (GRI) adalah sebuah jaringan yang berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan di seluruh dunia (www.globalreporting.org). Pengukuran Corporate Social Diclosure Index (CSDI) dengan membagi jumlah item pengungkapan CSR yang diukur berdasarkan hasil laporan GRI. Dimana laporan GRI dibagi menjadi 6 indikator yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan, praktek tenaga kerja dan pekerjaan yang layak, hak asasi manusia, masyarakat sosial, dan tanggung jawab sosial. Misalnya total item yang diungkapkan pada laporan GRI. 16 c. Konsep Corporate Social Responsibility Awal mula munculnya konsep CSR adalah adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap perusahaan. Perusahaan yang dimaksud disini tidak terbatas pada Perseroan Terbatas saja, tetapi setiap kegiatan usaha yang ada, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat semakin sadar akan pentingnya perlindungan atas hak-hak mereka. Masyarakat menuntut perusahaan untuk lebih peduli pada masalahmasalah yang terjadi dalam komunitas mereka. Lebih jelasnya, masyarakat menuntut tanggung jawab sosial perusahaan, Reza (2009:90). CSR itu seharusnya bersifat terpadu dengan seluruh bangunan perusahaan, bukan sekedar tempelan sebagaimana yang banyak dipraktikan oleh kebanyakan perusahaan (termasuk di Indonesia) yang mengaku sudah menjalankan CSR-nya, Joko Miftachul (2011:8). Bagi pengusaha, hal ini harus diperhatikan dengan baik, agar tidak menjadi bumerang pada akhirnya. Dengan semakin baiknya kesadaran masyarakat akan hak-hak mereka dan kepedulian mereka terhadap lingkungan mereka, perusahaan harus mewujudkan tanggung jawab sosialnya. Konsep CSR memuat komponen-komponen berikut : 1. Economic responsibilities Tanggungjawab sosial perusahaan yang utama adalah tanggungjawab ekonomi karena lembaga bisnis terdiri dari aktivitas 17 ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa bagi masyakarat secara menguntungkan. 2. Legal responsibilities Masyarakat berharap bisnis dijalankan dengan mentaati hukum dan peraturan yang berlaku yang pada hakikatnya dibuat oleh masyarakat melalui lembaga legislatif. 3. Ethical responsibilities Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis yaitu menunjukan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara perorangan maupun kelembagaan untuk menilai suatu isu dimana penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai yang berkembang dalam suatu masyarakat. 4. Discretionary responsibilities Masyarakat mengharapkan keberadaan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi mereka. d. Good Corporate Governance Good Corporate Governance (GCG) terjemahan bebasnya adalah tata kelola perusahaan yang baik. GCG berasal dari istilah “Corporate Governance” adalah sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham serta mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholder) seperti kreditur, pemasok, asosiasi 18 bisnis, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat lain Gunawan (2008:29). Sebagaimana telah diuraikan, stakeholder perusahaan adalah setiap pihak, baik individu maupun kelompok, yang dapat terkait atau berpengaruh terhadap aktivitas perusahaan. Jadi, stakeholder merupakan setiap pihak yang memiliki kepentingan dengan kinerja suatu perusahaan. Pada akhirnya dapat dinyatakan bahwa prinsip good corporate governance memiliki korelasi yang kuat dengan kepentingan para pemegang saham, bahkan dikatakan bahwa prinsipprinsip GCG adalah penopang utama pemenuhan beragam kepentingan para pemegang saham suatu perusahaan. Tentunya, semua itu harus didukung dengan pemahaman yang menyeluruh dari para pemegang saham terhadap hak-hak yang dimiliki. 1. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan adalah suatu skala di mana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain : total aktiva, log size, nilai pasar saham dan lain-lain. Ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total aset perusahaan. Size perusahaan merupakan variabel yang banyak digunakan untuk menjelaskan pengungkapan sosial yang 19 dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan yang dibuat. Secara umum, perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Secara teoritis perusahaan besar tidak akan terlepas dari tekanan politis yaitu tekanan untuk melakukan pertanggungjawaban sosial. Dengan mengungkapkan kepedulian kepada lingkungan melalui laporan keuangan, maka perusahaan dalam jangka panjang bisa terhindar biaya yang sangat besar akibat tuntutan dari masyarakat. Ukuran perusahaan merupakan ukuran dari kondisi perusahan dengan melihat pada besar kecilnya suatu perusahaan yang di gunakan dalam penelitian ini, variabel ini di ukur dari total aset perusahaan yang dihitung melalui menstransformasikan total aktiva dalam bentuk logaritma dengan formula. 2. Independensi Dewan Komisaris Independensi dewan komisaris merupakan pihak yang tidak mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris, serta perusahaan itu sendiri. Keberadaan komisaris independen dapat mendorong dewan komisaris mengambil 20 keputusan secara objektif yang melindungi seluruh pemangku kepentingan dari tindakan agen yang menyimpang. Jika pengawasan telah dilakukan dengan efektif, maka pengelolaan perusahaan akan dilakukan dengan baik pula, dan manajemen akan mengungkapkan semua informasi yang ada, termasuk tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian oleh Nike (2011) yang menyebutkan bahwa komisaris independen dapat memonitoring secara lebih baik pengelolaan perusahaan sehingga akan meningkatkan jumlah informasi yang akan dilaporkan dalam pengungkapan sukarela. 21 3. Kepemilikan Institusional Laila (2011) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki perananan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan (Wien Ika, 2010). Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen, karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas di tekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. 22 4. Kepemilikan Manajerial Waryanto (2010) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial adalah presentasi kepemilikan saham yang dimiliki oleh direksi, manajer, dan dewan komisaris. Amanti Lutfiah (2011) mengatakan bahwa peningkatan kepemilikan manajerial dalam perusahaan mendorong manajer untuk menciptakan kinerja perusahaan secara optimal dan memotivasi manajer bertindak secara hati-hati, karena mereka ikut menanggung konsekuensi atas tindakannya. Dengan begitu, adanya kepemilikan manajerial dalam sebuah perusahaan menimbulkan dugaan akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Kepemilikan manajerial adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan Wien Ika (2010). Dengan adanya kepemilikan manajerial dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan meningkat sebagai akibat kepemilikan manajemen yang meningkat. Dan dengan adanya kepemilikan manajerial terhadap saham perusahaan maka akan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham lainnya sehingga permasalahan antara agen dan prinsipal diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham. 23 5. Independensi Komite Audit Telah diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu lingkungan usaha yang kompleks, dewan komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada komite-komite. Adanya komite-komite ini merupakan suatu sistem yang bermanfaat untuk dapat melaksanakan pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih rinci dengan memusatkan perhatian Dewan Komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau cara pengelolaan yang baik (Good Governance) oleh manajemen. Komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen. Independensi komite audit tidak dapat dipisahkan moralitas yang melandasi integritasnya, hal ini perlu disadari karena komite audit merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan yang juga sekaligus menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal auditor Indra, Ivan (2006:30). B. Penelitian Terdahulu Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya, merupakan hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan sebagai data pendukung. Salah satu data pendukung yang menurut peneliti dapat dijadikan bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan 24 dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini, fokus penelitian terdahulu yang dijadikan acuan adalah terkait dengan masalah Corporate Social Responsibility Disclosure. Oleh karena itu, peneliti melakukan langkah kajian terhadap beberapa hasil penelitian berupa tesis dan jurnal-jurnal melalui internet. Selanjutnya peneliti membuat skematis hasil penelitian tersebut dalam sebuah tabel yang disusun berdasarkan tahun penelitian, judul penelitian, serta hasil penelitian. Penelitian yang berkaitan dengan pengungkapan Corporate Social Responsibility, telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya antara lain oleh Machmud dan Djakman (2008) dalam penelitian mengenai Struktur Kepemilikan terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) pada Laporan Tahunan Perusahaan, yang menguji bahwa kedua struktur kepemilikan yaitu kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan corporate social responsibility di Indonesia. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Abdur Rouf (2011) menyatakan bahwa Size of the firm does not effect the level of Corporate Social Responsibility Disclosure. Control variables suggest that Board Leadership Structure, Audit Committee are positively associated with company’s Corporate Social Responsibility Disclosure. The Result shows that a higher proportion of independent non-executive directors on a board is positively related to the level of Corporate Social Responsibility Disclosure but the extent of Corporate Social Responsibility Disclousre is negatively related for firm’s size. 25 Selain itu, Nike Nur Aini (2011) yang menguji penelitian Pengaruh Karakteristik Good Corporate Governance terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility yang pada dasarnya, ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility di Indonesia. Marzully Nur dan Denies Priantinah (2012) yang juga menguji penelitian, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility di Indonesia yang menemukan bukti empiris yaitu ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR tetapi, Dewan komisaris berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Mohd Asri dan Mohd Ali (2013) dalam penelitian ini mengenai The Relationship Between Corporate Governance and CSRD (a Case Of High Malaysian Sustainability Companies and Global Sustainability Companies), The result indicated that board size, board independen and owner concentration show significant positively with CSRD. Control variables found not significantly to the extent of CSR Disclosure. Putri Melati (2014) yang menguji Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility, yang menunjukan variabel Kepemilikan Asing, Independensi Komite Audit dan Kinerja Keuangan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, sedangkan Dewan Komisaris dan Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pengungkapan CSR. 26 Untuk memudahkan pemahaman terhadap bagian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No. Peneliti dan Tahun 1. Machmud dan Djakman (2008) 2. 3. 4. 5. 6. Judul Hasil Penelitian Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap CSR Disclosure pada Laporan Tahunan Perusahaan. Struktur kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR di Indonesia. The Corporate Social Responsibility Disclosure ( a Study of Listed Companies in Bangladesh. Nike Nur Aini (2011) Pengaruh Karakteristik GCG Terhadap CSR Disclosure(Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). The result shows a firm size doesn’t affect of CSRD. Independence of the board of comissioners is positively of CSRD. Control variabels suggest that leadership structure,audit commitee are positively related of CSRD. Ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility di Indonesia. Marzully Nur dan Denies Priantinah (2012) Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility Di Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan Berkategori High Profile yang Listing Di Bursa Efek Indonesia). Ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Dewan komisaris berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. The Relationship Between Corporate Governance and CSRD (a Case Of High Malaysian Sustainability Companies and Global Sustainability Companies). The result indicated that board size, board independen and owner concentration show significant positively with CSRD. Control variables found not significantly to the extent of CSR Disclosure. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Studi Empiris pada Perusahaan Industri Dasar dan Kimia Yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2012 Variabel Kepemilikan Asing, Independdensi Komite Audit dan Kinerja Keuangan berpengaruh signifikan terhadap Pengungkapan CSR, Sedangkan Dewan Komisaris dan Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh terhadap Pengungkapan CSR. Abdur Rouf (2011) Mohd Asri dan Mohd Ali (2013) Putri Melati (2014) Sumber: Dari beberapa jurnal 27 Tabel penelitian terdahulu diatas menunjukan bahwa penelitian mengenai Corporate Social Responsibility Disclosure menunjukan hasil pengamatan yamg bervariasi. Oleh karena itu, Dalam penelitian ini saya menguji kembali pengaruh Ukuran Perusahaan, Independensi Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan manajerial dan Independensi Komite Audit terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. C. Rerangka Pemikiran Beberapa tahun terakhir banyak perusahaan yang makin menyadari bahwa dunia usaha saat ini harus memperhatikan aspek keuangan, sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, pengungkapan Corporate Social Responsibility digunakan perusahaan untuk memenuhi hal tersebut. Maka berdasarkan landasan teori dan beberapa penelitian terdahulu bagaimana pengaruh variabel ukuran perusahaan, independensi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan independensi komite audit berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 28 Rerangka penelitian dari pola hubungan antara variabel dapat digambarkan sebagai berikut : Variabel Independen ggggg Variabel Dependen Ukuran Perusahaan H₁ Independensi Dewan Komisaris H₂ Kepemilikan Institusional H₃ ₁ Corporate Social Responsibility Disclosure H₄ Kepemilikan Manajerial H₅ Independensi Komite Audit Gambar 2.1 Model Konseptual Dari rerangka pemikiran di atas terlihat bahwa variabel ukuran perusahaan, independensi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan independensi komite audit yang mempengaruhi hubungan antara Corporate Social Responsibility Disclosure. 29 D. Hipotesis Hipotesis pada dasarnya suatu dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan yang akan diteliti. Pernyataan hipotesis mungkin saja benar atau mungkin saja salah, sehingga hasil dari penelitian ini dapat mendukung atau menolak hipotesis yang akan diajukan. Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidaknya hubungan antara variabel Pengaruh Ukuran Perusahaan, Independensi Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, dan Independensi Komite Audit dengan Corporate Social Responsibility Disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga dapat di susun suatu hipotesa sebagai berikut : 1. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. Ukuran perusahaan (firm size) merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Menurut Nofandrilla (2008), semakin besar ukuran perusahaan, maka informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi saham semakin banyak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Machmud dan Djakman (2008) menemukan hasil bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis pertama sebagai berikut ini. 30 H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI. 2. Pengaruh Independensi Dewan Komisaris Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure Komisaris independen merupakan suatu mekanisme untuk mengawasi dan memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan atau pihak manajemen. Dalam hal ini, manajemen bertanggung jawab untuk meningkatkan efesiensi dan daya saing perusahaan, sedangkan dewan komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen. Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan positif antara independensi dewan komisaris dengan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial oleh perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nike (2011) yang menyatakan bahwa independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini berarti keberadaan komisaris independen dapat mendorong dewan komisaris mengambil keputusan secara objektif yang melindungi seluruh pemangku kepentingan. H2 : Independensi Dewan Komisaris berpengaruh terhadap corporate social responsibility disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI. 31 3. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi (badan). Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan positif antara Kepemilikan Institusional dengan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Machmud dan Djakman (2008) menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Namun berbeda dengan hasil penelitian Nofandrilla (2008) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan menemukan bahwa kepemilikan institusional dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pengungkapan sukarela. Hal ini berarti dengan jumlah kepemilikan yang cukup signifikan akan dapat memonitor manajemen sehingga dapat mengurangi masalah keagenan dan dengan kepemilikan institusional yang besar dan dapat mendorong meningkatkan luas pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis ketiga sebagai berikut ini. 32 H3 : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI. 4. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. Dalam teori keagenan, dijelaskan bahwa ada kemungkinan permasalahan akan timbul antara pemegang saham dan manajer. Masalah tersebut dapat disebabkan karena kecilnya kepemilikan oleh agen di perusahaan. Hal ini dapat menjadi penyebab tindakan oportunis yang dilakukan oleh manajer, dimana manajer bertindak hanya untuk mementingkan dan menguntungkan diri sendiri. Dengan kata lain, manajer tidak dapat mengelola perusahaan sesuai dengan yang diinginkan oleh prinsipal. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan saham manajerial perusahaan oleh manajer dapat berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR. Penelitian Waryanto (2010) yang menemukan adanya hubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan luas pengungkapan CSR. Begitu pula menurut Waryanto (2010) yang menyatakan semakin besar kepemilikan saham oleh manajerial maka semakin luas pengungkapan informasi sosial yang dilakukan perusahaan. Hal ini berarti dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen, maka manajemen akan ikut serta aktif dalam pengambilan keputusan. Mereka akan memperoleh manfaat langsung atas keputusan-keputusan yang diambilnya, namun juga akan 33 menanggung resiko secara langsung bila keputusan itu salah. Dengan demikian, manajemen tidak akan bertindak yang akan merugikan perusahaan, sehingga dapat mengurangi pengawasan dan agency cost. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis keempat sebagai berikut ini. H4 : Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap corporate social responsibility disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI. 5. Pengaruh Independensi Komite Audit Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. Komite audit merupakan komite yang bertugas membantu Dewan Komisaris dalam melakukan mekanisme pengawasan terhadap manajemen. Adanya anggota independen dalam komite audit dapat menjadi alat yang efektif untuk melakukan mekanisme pengawasan sehingga dapat mengurangi biaya agensi, meningkatkan pengendalian internal dan akan meningkatkan kualitas pengungkapan informasi perusahaan. Anggota independen dapat menjaga independensinya dari pihak manajemen, sehingga dapat secara objektif membantu dewan komisaris melaksanakan tugas pengawasan terhadap manajemen. Dengan tercapainya pengawasan yang efektif, maka dapat dipastikan pengendalian internal dilakukan dengan baik. Sehingga akan mengurangi konflik dan biaya agensi yang pada akhirnya dapat mendorong agen untuk mengungkapkan seluruh informasi perusahaan. Nike (2011) menemukan bahwa komposisi komite 34 audit sangat berhubungan dengan kualitas laporan keuangan. Dengan tercapainya pengawasan yang efektif, maka dapat dipastikan pengendalian internal dilakukan dengan baik. Sehingga akan mengurangi konflik dan biaya agensi yang pada akhirnya dapat mendorong agen untuk mengungkapkan seluruh informasi perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis kelima sebagai berikut ini : H5 : Independensi Komite Audit berpengaruh terhadap corporate social responsibility disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI.