10 BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A.
Kajian Pustaka
1.
Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)
Teori legitimasi meyakini suatu gagasan bahwa terdapat “kontrak
sosial” antara organisasi dengan lingkungan dimana organisasi tersebut
beroperasi. Konsep “kontrak sosial” digunakan untuk menunjukan harapan
masyarakat tentang cara yang seharusnya dilakukan organisasi dalam
melakukan aktivitas. Harapan masyarakat terhadap perilaku perusahaan
dapat bersifat implisit dan eksplisit. Bentuk eksplisit dari kontrak sosial
adalah persyaratan legal, sementara bentuk implisitnya adalah harapan
masyarakat yang tidak tercantum dalam peraturan legal. Pengungkapan dan
pelaporan sosial dan lingkungan menjadi salah satu cara perusahaan untuk
mewujudkan kinerja yang baik kepada masyarakat dan investor. Dengan
pengungkapan tersebut, perusahaan akan mendapatkan image dan
pengakuan yang baik serta akan memiliki daya tarik dan penanaman modal
atau investor dalam negeri maupun asing.
Ketika ada perbedaan antara nilai-nilai yang di anut perusahaan
dengan nilai-nilai masyarakat, legitimasi perusahaan akan berada pada
posisi terancam. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai
sosial masyarakat
sering dinamakan “legitimacy gap” dan dapat
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melanjutkan kegiatan
10
11
usahanya. Ketika suatu organisasi bertemu dengan ancaman legitimasi,
maka organisasi dapat melegitimasi aktivitas-aktivitasnya dengan jalan
seperti :
1.
Organisasi dapat menyesuaikan output, tujuan dan metode-metode
operasinya agar sesuai dengan definisi legitimasi yang berlaku.
2.
Organisasi dapat berusaha lewat komunikasi untuk mengubah definisi
legitimasi sosial sehingga hal tersebut sesuai dengan praktik-praktik,
output, dan nilai-nilai organisasi saat ini.
3.
Organisasi dapat berusaha lewat komunikasi untuk di kenali lewat
simbol-simbol, nilai-nilai atau institusi yang memiliki dasar legitimasi
kuat.
Secara jelas, konsep tersebut menganggap bahwa kelangsungan
organisasi akan terancam jika masyarakat menganggap kontrak sosial
organisasi dengan masyarakat telah di langgar. Legitimasi perusahaan dapat
di lihat sebagai sesuatu yang di berikan masyarakat kepada perusahaan dan
sesuatu yang di inginkan atau dicari perusahaan.
Teori legitimasi dapat menjelaskan alasan dibalik pengungkapan CSR
oleh perusahaan, karena teori legitimasi meyakini bahwa sebuah organisasi
(khususnya
perusahaan)
akan
mampu
untuk
bertahan
lama
dan
berkelanjutan jika komunitas disekitarnya memiliki persepsi dan keyakinan
bahwa organisasi tersebut beroperasi dalam sistem nilai yang sama dan
diterima
oleh komunitas tersebut. Teori legitimasi juga memfokuskan
perusahaan terhadap interaksinya dengan masyarakat, sehingga sebuah
12
organisasi mampu untuk menciptakan keselarasan antara nilai-nilai sosial
yang melekat pada kegiatannya dengan norma-norma perilaku yang ada
dalam sistem sosial masyarakat dimana organisasi adalah bagian dari sistem
tersebut, Hadi Nor (2011 : 88).
Keterkaitan teori legitimasi dalam penelitian ini adalah berkaitan
dengan wilayah sosial dan akuntansi lingkungan. Berkaitan dengan hal
tersebut semakin besar ukuran perusahaan, independensi dewan komisaris,
kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial serta independensi
komite audit diharapkan mampu meningkatkan aktivitas sosial dan
pertanggungjawaban akuntansi lingkungan. Apabila perusahaan melakukan
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaannya, maka perusahaan
merasa keberadaan dan aktifitasnya akan mendapat “status” dari masyarakat
atau lingkungan dimana perusahaan tersebut beroperasi atau dapat di
katakan terlegitimasi.
2.
Corporate Social Responsibility (CSR)
a. Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)
Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social
Responsibility (CSR) merupakan mekanisme bagi suatu organisasi
untuk
secara
sukarela
mengintegrasikan
perhatian
terhadap
lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan
stakeholder, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang
hukum.
13
Corporate Social Responsibility pada intinya adalah suatu upaya
tanggung jawab perusahaan atau organisasi secara berkelanjutan atas
dampak yang ditimbulkan dari keputusan dan aktivitas yang telah
diambil dan dilakukan oleh organisasi tersebut, dimana dampak itu
pastinya akan dirasakan atau berpengaruh kepada pihak-pihak yang
terkait terutama masyarakat dan lingkungan. Pengungkapan kinerja
lingkungan, sosial dan ekonomi di dalam laporan tahunan atau laporan
terpisah
adalah
untuk
mencerminkan
tingkat
akuntabilitas,
responsibility dan transparansi perusahaan kepada investor dan
stakehoders lainnya.
Dengan melakukan praktik dan pengungkapan CSR, perusahaan
akan
mendapatkan
manfaat
tersendiri.
Ismail
(2008:92)
menyebutkan bahwa perusahaan akan terdorong untuk melakukan
praktik dan pengungkapan CSR, karena memperoleh beberapa manfaat
seperti peningkatan penjualan dan market share, memperkuat brand
positioning, meningkatkan citra perusahaan, menurunkan biaya
operasi, serta meningkatkan daya tarik perusahaan di mata investor
dan analis keuangan.
Menurut Taridi (2009:21) ada beberapa manfaat dari praktik dan
pengungkapan CSR bagi perusahaan, antara lain :
a. Pengelolaan
sumber
daya
korporasi
secara
amanah
dan
bertanggungjawab, yang akan meningkatkan kinerja korporasi
secara sustainable.
14
b. Perbaikan
citra
bertanggungjawab
korporasi
(good
sebagai
agen
corporate
ekonomi
citizen)
yang
sehingga
meningkatkan nilai perusahaan (value of the firm).
c. Meningkatkan keyakinan investor terhadap korporasi sehingga
menjadi lebih atraktif sebagai target investasi.
d. Memudahkan akses terhadap investasi domestik dan asing.
b. Corporate Social Responsibility Disclosure (Pengungkapan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan)
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan adalah proses
yang digunakan oleh perusahaan untuk mengungkapan informasi
perusahaan berkaitan dengan kegiatan perusahaan dan pengaruhnya
terhadap kondisi sosial masyarakat dan lingkungan. Salah satu jenis
pengungkapan CSR adalah Global Reporting Index (GRI) dari Global
Reporting Initiatives. Global Reporting Initiatives adalah sebuah
organisasi nirlaba yang bekerja kearah ekonomi global yang
berkelanjutan dengan memberikan panduan pelaporan berkelanjutan.
Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut
sebagai Corporate Sosial Responsibility Disclosure adalah proses
pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakantindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu
dalam
masyarakat
dan
pada
masyarakat
secara
keseluruhan
Prasojo (2011). Kontribusi negatif perusahaan terhadap lingkungan
15
sekitarnya telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat,
Oleh
karena
itu
dengan
mengungkapkan
informasi-informasi
mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan lingkungan sebagai
tanggung jawab perusahaan diharapkan dapat mengembalikan
kepercayaan masyarakat. Jadi agar bentuk tanggung jawab sosial yang
telah dilakukan oleh perusahaan dapat diketahui oleh berbagai pihak
yang berkepentingan, maka hal itu diungkapakan dalam laporan
tahunan perusahaan.
Dalam standar GRI, dibagi menjadi 6 indikator yaitu kinerja
ekonomi, kinerja lingkungan, praktek tenaga kerja dan pekerjaan yang
layak, hak asasi manusia, masyarakat sosial, dan tanggung jawab
sosial. Global Reporting Intiative (GRI) adalah sebuah jaringan yang
berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia,
paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan
berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan di seluruh
dunia (www.globalreporting.org).
Pengukuran Corporate Social Diclosure Index (CSDI) dengan
membagi jumlah item pengungkapan CSR yang diukur berdasarkan
hasil laporan GRI. Dimana laporan GRI dibagi menjadi 6 indikator
yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan, praktek tenaga kerja dan
pekerjaan yang layak, hak asasi manusia, masyarakat sosial, dan
tanggung jawab sosial. Misalnya total item yang diungkapkan pada
laporan GRI.
16
c. Konsep Corporate Social Responsibility
Awal
mula
munculnya
konsep
CSR
adalah
adanya
ketidakpercayaan masyarakat terhadap perusahaan. Perusahaan yang
dimaksud disini tidak terbatas pada Perseroan Terbatas saja, tetapi
setiap kegiatan usaha yang ada, baik berbadan hukum maupun tidak
berbadan hukum. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat
semakin sadar akan pentingnya perlindungan atas hak-hak mereka.
Masyarakat menuntut perusahaan untuk lebih peduli pada masalahmasalah yang terjadi dalam komunitas mereka. Lebih jelasnya,
masyarakat menuntut tanggung jawab sosial perusahaan, Reza
(2009:90).
CSR itu seharusnya bersifat terpadu dengan seluruh bangunan
perusahaan, bukan sekedar tempelan sebagaimana yang banyak
dipraktikan oleh kebanyakan perusahaan (termasuk di Indonesia) yang
mengaku sudah menjalankan CSR-nya, Joko Miftachul (2011:8). Bagi
pengusaha, hal ini harus diperhatikan dengan baik, agar tidak menjadi
bumerang pada akhirnya. Dengan semakin baiknya kesadaran
masyarakat akan hak-hak mereka dan kepedulian mereka terhadap
lingkungan mereka, perusahaan harus mewujudkan tanggung jawab
sosialnya. Konsep CSR memuat komponen-komponen berikut :
1. Economic responsibilities
Tanggungjawab
sosial
perusahaan
yang
utama
adalah
tanggungjawab ekonomi karena lembaga bisnis terdiri dari aktivitas
17
ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa bagi masyakarat
secara menguntungkan.
2. Legal responsibilities
Masyarakat berharap bisnis dijalankan dengan mentaati hukum dan
peraturan yang berlaku yang pada hakikatnya dibuat oleh
masyarakat melalui lembaga legislatif.
3. Ethical responsibilities
Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis
yaitu menunjukan refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis
secara perorangan maupun kelembagaan untuk menilai suatu isu
dimana penilaian ini merupakan pilihan terhadap nilai yang
berkembang dalam suatu masyarakat.
4. Discretionary responsibilities
Masyarakat
mengharapkan
keberadaan
perusahaan
dapat
memberikan manfaat bagi mereka.
d. Good Corporate Governance
Good Corporate Governance (GCG) terjemahan bebasnya
adalah tata kelola perusahaan yang baik. GCG berasal dari istilah
“Corporate Governance” adalah sistem dan struktur yang baik untuk
mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang
saham serta mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan
dengan perusahaan (stakeholder) seperti kreditur, pemasok, asosiasi
18
bisnis, konsumen, pekerja, pemerintah dan masyarakat lain Gunawan
(2008:29).
Sebagaimana telah diuraikan, stakeholder perusahaan adalah
setiap pihak, baik individu maupun kelompok, yang dapat terkait atau
berpengaruh
terhadap
aktivitas
perusahaan.
Jadi,
stakeholder
merupakan setiap pihak yang memiliki kepentingan dengan kinerja
suatu perusahaan. Pada akhirnya dapat dinyatakan bahwa prinsip good
corporate
governance
memiliki
korelasi
yang
kuat
dengan
kepentingan para pemegang saham, bahkan dikatakan bahwa prinsipprinsip
GCG
adalah
penopang
utama
pemenuhan
beragam
kepentingan para pemegang saham suatu perusahaan. Tentunya,
semua itu harus didukung dengan pemahaman yang menyeluruh dari
para pemegang saham terhadap hak-hak yang dimiliki.
1.
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan adalah suatu skala di mana dapat
diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara,
antara lain : total aktiva, log size, nilai pasar saham dan lain-lain.
Ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu
perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium
firm) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran
perusahaan ini didasarkan kepada total aset perusahaan.
Size
perusahaan
merupakan
variabel
yang
banyak
digunakan untuk menjelaskan pengungkapan sosial yang
19
dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan yang dibuat.
Secara umum, perusahaan besar akan mengungkapkan informasi
yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal
ini karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis
yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang lebih kecil.
Secara teoritis perusahaan besar tidak akan terlepas dari tekanan
politis yaitu tekanan untuk melakukan pertanggungjawaban
sosial. Dengan mengungkapkan kepedulian kepada lingkungan
melalui laporan keuangan, maka perusahaan dalam jangka
panjang bisa terhindar biaya yang sangat besar akibat tuntutan
dari masyarakat.
Ukuran perusahaan
merupakan ukuran dari kondisi
perusahan dengan melihat pada besar kecilnya suatu perusahaan
yang di gunakan dalam penelitian ini, variabel ini di ukur dari
total
aset
perusahaan
yang
dihitung
melalui
menstransformasikan total aktiva dalam bentuk logaritma
dengan formula.
2.
Independensi Dewan Komisaris
Independensi dewan komisaris merupakan pihak yang tidak
mempunyai
hubungan
bisnis
dan
kekeluargaan
dengan
pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan
komisaris, serta perusahaan itu sendiri. Keberadaan komisaris
independen dapat mendorong dewan komisaris mengambil
20
keputusan secara objektif yang melindungi seluruh pemangku
kepentingan dari tindakan agen yang menyimpang. Jika
pengawasan telah dilakukan dengan efektif, maka pengelolaan
perusahaan akan dilakukan dengan baik pula, dan manajemen
akan mengungkapkan semua informasi yang ada, termasuk
tanggung jawab sosial perusahaan.
Penelitian oleh Nike (2011) yang menyebutkan bahwa
komisaris independen dapat memonitoring secara lebih baik
pengelolaan perusahaan sehingga akan meningkatkan jumlah
informasi yang akan dilaporkan dalam pengungkapan sukarela.
21
3.
Kepemilikan Institusional
Laila (2011) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
memiliki perananan yang sangat penting dalam meminimalisasi
konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang
saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu
menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap
keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan
investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis
sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi
laba.
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham
perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti
perusahaan (Wien Ika, 2010). Kepemilikan institusional
memiliki arti penting dalam memonitor manajemen, karena
dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Monitoring
tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang
saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen
pengawas di tekan melalui investasi mereka yang cukup besar
dalam pasar modal.
22
4.
Kepemilikan Manajerial
Waryanto
(2010)
menyatakan
bahwa
kepemilikan
manajerial adalah presentasi kepemilikan saham yang dimiliki
oleh direksi, manajer, dan dewan komisaris. Amanti Lutfiah
(2011) mengatakan bahwa peningkatan kepemilikan manajerial
dalam perusahaan mendorong manajer untuk menciptakan
kinerja perusahaan secara optimal dan memotivasi manajer
bertindak secara hati-hati, karena mereka ikut menanggung
konsekuensi
atas
tindakannya.
Dengan
begitu,
adanya
kepemilikan manajerial dalam sebuah perusahaan menimbulkan
dugaan akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Kepemilikan manajerial adalah proporsi pemegang saham
dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan
keputusan perusahaan Wien Ika (2010). Dengan adanya
kepemilikan
manajerial
dalam
sebuah
perusahaan
akan
menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan
meningkat sebagai akibat kepemilikan manajemen yang
meningkat. Dan dengan adanya kepemilikan manajerial terhadap
saham perusahaan maka akan dipandang dapat menyelaraskan
potensi
perbedaan
kepentingan
antara
manajemen
dan
pemegang saham lainnya sehingga permasalahan antara agen
dan prinsipal diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer
juga sekaligus sebagai pemegang saham.
23
5.
Independensi Komite Audit
Telah diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja
secara tepat guna dalam suatu lingkungan usaha yang kompleks,
dewan komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka
kepada komite-komite. Adanya komite-komite ini merupakan
suatu sistem yang bermanfaat untuk dapat melaksanakan
pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih
rinci dengan
memusatkan perhatian Dewan Komisaris kepada bidang khusus
perusahaan atau cara pengelolaan yang baik (Good Governance)
oleh manajemen.
Komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara
independen. Independensi komite audit tidak dapat dipisahkan
moralitas yang melandasi integritasnya, hal ini perlu disadari
karena komite audit merupakan pihak yang menjembatani antara
eksternal
auditor
dan
perusahaan
yang
juga
sekaligus
menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris
dengan internal auditor Indra, Ivan (2006:30).
B.
Penelitian Terdahulu
Dasar atau acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan melalui hasil
berbagai penelitian sebelumnya, merupakan hal yang sangat perlu dan dapat
dijadikan sebagai data pendukung. Salah satu data pendukung yang menurut
peneliti dapat dijadikan bagian tersendiri adalah penelitian terdahulu yang relevan
24
dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini,
fokus penelitian terdahulu yang dijadikan acuan adalah terkait dengan masalah
Corporate Social Responsibility Disclosure.
Oleh karena itu, peneliti melakukan langkah kajian terhadap beberapa hasil
penelitian berupa tesis dan jurnal-jurnal melalui internet. Selanjutnya peneliti
membuat skematis hasil penelitian tersebut dalam sebuah tabel yang disusun
berdasarkan tahun penelitian, judul penelitian, serta hasil penelitian. Penelitian
yang berkaitan dengan pengungkapan Corporate Social Responsibility, telah
dilakukan oleh para peneliti sebelumnya antara lain oleh Machmud dan Djakman
(2008) dalam
penelitian
mengenai Struktur Kepemilikan terhadap Luas
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) pada Laporan Tahunan
Perusahaan, yang menguji bahwa kedua struktur kepemilikan yaitu kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan corporate social
responsibility di Indonesia.
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Abdur Rouf (2011) menyatakan
bahwa Size of the firm does not effect the level of Corporate Social Responsibility
Disclosure. Control variables suggest that Board Leadership Structure, Audit
Committee are positively associated with company’s Corporate Social
Responsibility Disclosure. The Result shows that a higher proportion of
independent non-executive directors on a board is positively related to the level of
Corporate Social Responsibility Disclosure but the extent of Corporate Social
Responsibility Disclousre is negatively related for firm’s size.
25
Selain itu, Nike Nur Aini (2011) yang menguji penelitian Pengaruh
Karakteristik Good Corporate Governance terhadap Pengungkapan Corporate
Social Responsibility yang pada dasarnya, ukuran perusahaan memiliki pengaruh
signifikan terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility di Indonesia.
Marzully Nur dan Denies Priantinah (2012) yang juga menguji penelitian,
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social
Responsibility di Indonesia yang menemukan bukti empiris yaitu ukuran
perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR
tetapi,
Dewan
komisaris
berpengaruh
negatif
dan
signifikan
terhadap
pengungkapan CSR.
Mohd Asri dan Mohd Ali (2013) dalam penelitian ini mengenai The
Relationship Between Corporate Governance and CSRD (a Case Of High
Malaysian Sustainability Companies and Global Sustainability Companies), The
result indicated that board size, board independen and owner concentration show
significant positively with CSRD. Control variables found not significantly to the
extent of CSR Disclosure.
Putri Melati (2014) yang menguji Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pengungkapan Corporate Social Responsibility, yang menunjukan variabel
Kepemilikan Asing, Independensi Komite Audit dan Kinerja Keuangan
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, sedangkan Dewan
Komisaris dan Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap Pengungkapan CSR.
26
Untuk memudahkan pemahaman terhadap bagian ini dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti
dan
Tahun
1.
Machmud
dan
Djakman
(2008)
2.
3.
4.
5.
6.
Judul
Hasil Penelitian
Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap
CSR Disclosure pada Laporan Tahunan
Perusahaan.
Struktur kepemilikan institusional
tidak berpengaruh terhadap luas
pengungkapan CSR di Indonesia.
The Corporate Social Responsibility
Disclosure ( a Study of Listed Companies
in Bangladesh.
Nike Nur
Aini
(2011)
Pengaruh Karakteristik GCG Terhadap
CSR Disclosure(Studi Empiris pada
Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia).
The result shows a firm size doesn’t
affect of CSRD. Independence of the
board of comissioners is positively of
CSRD. Control variabels suggest
that leadership structure,audit
commitee are positively related of
CSRD.
Ukuran perusahaan memiliki
pengaruh signifikan terhadap
pengungkapan Corporate Social
Responsibility di Indonesia.
Marzully
Nur dan
Denies
Priantinah
(2012)
Analisis Faktor - Faktor Yang
Mempengaruhi Pengungkapan Corporate
Social Responsibility Di Indonesia (Studi
Empiris Pada Perusahaan Berkategori
High Profile yang Listing Di Bursa Efek
Indonesia).
Ukuran perusahaan berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
pengungkapan CSR. Dewan
komisaris berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap pengungkapan
CSR.
The Relationship Between Corporate
Governance and CSRD (a Case Of High
Malaysian Sustainability Companies and
Global Sustainability Companies).
The result indicated that board size,
board independen and owner
concentration show significant
positively with CSRD. Control
variables found not significantly to
the extent of CSR Disclosure.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (Studi Empiris pada
Perusahaan Industri Dasar dan Kimia
Yang Terdaftar di BEI Periode 2010-2012
Variabel Kepemilikan Asing,
Independdensi Komite Audit dan
Kinerja Keuangan berpengaruh
signifikan terhadap Pengungkapan
CSR, Sedangkan Dewan Komisaris
dan Kepemilikan Manajerial tidak
berpengaruh terhadap Pengungkapan
CSR.
Abdur
Rouf
(2011)
Mohd Asri
dan
Mohd Ali
(2013)
Putri
Melati
(2014)
Sumber: Dari beberapa jurnal
27
Tabel penelitian terdahulu diatas menunjukan bahwa penelitian mengenai
Corporate Social Responsibility Disclosure menunjukan hasil pengamatan yamg
bervariasi. Oleh karena itu, Dalam penelitian ini saya menguji kembali pengaruh
Ukuran Perusahaan, Independensi Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional,
Kepemilikan manajerial dan Independensi Komite Audit terhadap Corporate
Social Responsibility Disclosure.
C.
Rerangka Pemikiran
Beberapa tahun terakhir banyak perusahaan yang makin menyadari bahwa
dunia usaha saat ini harus memperhatikan aspek keuangan, sosial dan lingkungan.
Oleh karena itu, pengungkapan Corporate Social Responsibility digunakan
perusahaan untuk memenuhi hal tersebut. Maka berdasarkan landasan teori dan
beberapa penelitian terdahulu bagaimana pengaruh variabel ukuran perusahaan,
independensi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial
dan independensi komite audit berpengaruh terhadap Corporate Social
Responsibility Disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
28
Rerangka penelitian dari pola hubungan antara variabel dapat digambarkan
sebagai berikut :
Variabel Independen
ggggg
Variabel Dependen
Ukuran Perusahaan
H₁
Independensi Dewan Komisaris
H₂
Kepemilikan Institusional
H₃
₁
Corporate Social
Responsibility Disclosure
H₄
Kepemilikan Manajerial
H₅
Independensi Komite Audit
Gambar 2.1 Model Konseptual
Dari rerangka pemikiran di atas terlihat bahwa variabel ukuran perusahaan,
independensi dewan komisaris, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial
dan independensi komite audit yang mempengaruhi hubungan antara Corporate
Social Responsibility Disclosure.
29
D.
Hipotesis
Hipotesis pada dasarnya suatu dugaan atau jawaban sementara terhadap
permasalahan yang akan diteliti. Pernyataan hipotesis mungkin saja benar atau
mungkin saja salah, sehingga hasil dari penelitian ini dapat mendukung atau
menolak hipotesis yang akan diajukan. Hipotesis yang akan diuji dalam
penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidaknya hubungan antara variabel
Pengaruh Ukuran Perusahaan, Independensi Dewan Komisaris, Kepemilikan
Institusional, Kepemilikan Manajerial, dan Independensi Komite Audit dengan
Corporate Social Responsibility Disclosure pada perusahaan pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga dapat di susun suatu hipotesa
sebagai berikut :
1.
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Corporate Social
Responsibility Disclosure.
Ukuran perusahaan (firm size) merupakan variabel penduga yang
banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan
tahunan perusahaan. Menurut Nofandrilla (2008), semakin besar ukuran
perusahaan,
maka
informasi yang tersedia
untuk investor
dalam
pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi saham semakin
banyak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Machmud dan Djakman (2008) menemukan hasil bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat ditarik
hipotesis pertama sebagai berikut ini.
30
H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh terhadap Corporate Social
Responsibility Disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di
BEI.
2.
Pengaruh Independensi Dewan Komisaris Terhadap Corporate
Social Responsibility Disclosure
Komisaris independen merupakan suatu mekanisme untuk mengawasi
dan memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan atau pihak
manajemen. Dalam hal ini, manajemen bertanggung jawab untuk
meningkatkan efesiensi dan daya saing perusahaan, sedangkan dewan
komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen.
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan positif antara
independensi dewan komisaris dengan tingkat pengungkapan tanggung
jawab sosial oleh perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nike
(2011) yang menyatakan bahwa independensi dewan komisaris berpengaruh
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini berarti
keberadaan komisaris independen dapat mendorong dewan komisaris
mengambil keputusan secara objektif yang melindungi seluruh pemangku
kepentingan.
H2 : Independensi Dewan Komisaris berpengaruh terhadap corporate social
responsibility disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di
BEI.
31
3.
Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Corporate Social
Responsibility Disclosure.
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh
institusi (badan). Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan
menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor
sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Beberapa
penelitian menunjukan adanya hubungan positif antara Kepemilikan
Institusional dengan tingkat
pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Machmud dan Djakman (2008) menyatakan bahwa kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan. Namun berbeda dengan hasil penelitian Nofandrilla
(2008) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan menemukan bahwa
kepemilikan institusional dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas
pengungkapan sukarela. Hal ini berarti dengan jumlah kepemilikan yang
cukup signifikan akan dapat memonitor manajemen sehingga dapat
mengurangi masalah keagenan dan dengan kepemilikan institusional yang
besar dan dapat mendorong meningkatkan luas pengungkapan CSR yang
dilakukan oleh perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka
dapat ditarik hipotesis ketiga sebagai berikut ini.
32
H3 : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap Corporate Social
Responsibility Disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di
BEI.
4.
Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Corporate Social
Responsibility Disclosure.
Dalam
teori
keagenan,
dijelaskan
bahwa
ada
kemungkinan
permasalahan akan timbul antara pemegang saham dan manajer. Masalah
tersebut dapat disebabkan karena kecilnya kepemilikan oleh agen di
perusahaan. Hal ini dapat menjadi penyebab tindakan oportunis yang
dilakukan oleh
manajer,
dimana
manajer
bertindak
hanya untuk
mementingkan dan menguntungkan diri sendiri. Dengan kata lain, manajer
tidak dapat mengelola perusahaan sesuai dengan yang diinginkan oleh
prinsipal.
Beberapa
penelitian
menunjukkan
bahwa
kepemilikan
saham
manajerial perusahaan oleh manajer dapat berpengaruh terhadap luas
pengungkapan CSR. Penelitian Waryanto (2010) yang menemukan adanya
hubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan luas pengungkapan
CSR. Begitu pula menurut Waryanto (2010) yang menyatakan semakin
besar kepemilikan saham oleh manajerial maka semakin luas pengungkapan
informasi sosial yang dilakukan perusahaan. Hal ini berarti dengan adanya
kepemilikan saham oleh pihak manajemen, maka manajemen akan ikut serta
aktif dalam pengambilan keputusan. Mereka akan memperoleh manfaat
langsung atas keputusan-keputusan yang diambilnya, namun juga akan
33
menanggung resiko secara langsung bila keputusan itu salah. Dengan
demikian, manajemen tidak akan bertindak yang akan merugikan
perusahaan, sehingga dapat mengurangi pengawasan dan agency cost.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis
keempat sebagai berikut ini.
H4 : Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap corporate social
responsibility disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di
BEI.
5.
Pengaruh Independensi Komite Audit Terhadap Corporate Social
Responsibility Disclosure.
Komite audit merupakan komite yang bertugas membantu Dewan
Komisaris dalam melakukan mekanisme pengawasan terhadap manajemen.
Adanya anggota independen dalam komite audit dapat menjadi alat yang
efektif
untuk
melakukan
mekanisme
pengawasan
sehingga
dapat
mengurangi biaya agensi, meningkatkan pengendalian internal dan akan
meningkatkan kualitas pengungkapan informasi perusahaan.
Anggota independen dapat menjaga independensinya dari pihak
manajemen, sehingga dapat secara objektif membantu dewan komisaris
melaksanakan tugas pengawasan terhadap manajemen. Dengan tercapainya
pengawasan yang efektif, maka dapat dipastikan pengendalian internal
dilakukan dengan baik. Sehingga akan mengurangi konflik dan biaya agensi
yang pada akhirnya dapat mendorong agen untuk mengungkapkan seluruh
informasi perusahaan. Nike (2011) menemukan bahwa komposisi komite
34
audit sangat berhubungan dengan kualitas laporan keuangan. Dengan
tercapainya pengawasan yang efektif, maka dapat dipastikan pengendalian
internal dilakukan dengan baik. Sehingga akan mengurangi konflik dan
biaya agensi yang pada akhirnya dapat mendorong agen untuk
mengungkapkan seluruh informasi perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian
terdahulu, maka dapat ditarik hipotesis kelima sebagai berikut ini :
H5 : Independensi Komite Audit berpengaruh terhadap corporate social
responsibility disclosure pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di
BEI.
Download