laporan praktek kerja profesi apoteker di suku dinas kesehatan kota

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA UTARA
JL. YOS SUDARSO 27-29
PERIODE 7 JANUARI – 18 JANUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
WISNU AJENG RAKHMANINGTYAS, S.Farm
1106153574
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA UTARA
JL. YOS SUDARSO 27-29
PERIODE 7 JANUARI – 18 JANUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
WISNU AJENG RAKHMANINGTYAS, S.Farm
1106153574
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
ii
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh :
Nama
: Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas
NPM
: 1106153574
Program Studi
: Farmasi
Judul Laporan
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara
Jalan Yos Sudarso 27-29
Periode 7- 18 Januari 2013
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada
Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
iii
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan ini. Penulisan laporan ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dr. Bambang Suheri, selaku Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Utara
(2) Drg. Leny Ariyani, selaku Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara
(3) Drs. Kusnaedi, Apt., selaku pembimbing PKPA dan kepala sub seksi farmasi,
makanan dan minuman yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada
penulis selama PKPA berlangsung.
(4) Prof. Dr. Endang Hanani MS., Apt, selaku pembimbing di program profesi apoteker
fakultas farmasi UI yang telah memberikan arahan dan bimbingan pada penulis
selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Utara
(5) Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia
(6) Dr. Harmita, Apt., sebagai ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA
(7) Seluruh staf Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Utara yang telah menerima dan
membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA
(8) Seluruh staf pengajar, tata usaha dan karyawan di program apoteker fakultas farmasi
UI atas segala ilmu pengetahuan, didikan serta bantuan dan masukan selama ini
(9) Keluarga tercinta, Papa, Mama, Mas Agung dan Mutia atas kesabaran, kasih sayang,
dukungan material dan moral, perhatian dan doanya yang luar biasa untuk
menyelesaikan pendidikan di farmasi dengan sebaik mungkin.
(10)
Arif Rakhman Hakim atas segala dukungan, kesabaran dan doanya.
(11)
Rekan-rekan mahasiswa apoteker angkatan 76 yang telah berjuang bersama
dalam menyelesaikan studi di program profesi apoteker di Universitas Indonesia
iv
Universitas Indonesia
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat
bagi semua yang memerlukannya.
Penulis
2013
v
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. vii
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................................1
1.1
Latar Belakang.................................................................................................1
1.2
Tujuan .............................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN UMUM SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA UTARA .................................................................................................3
2.1
Instansi kesehatan ............................................................................................3
2.2
Suku dinas kesehatan kota................................................................................4
2.3
Suku dinas kesehatan kota Jakarta Utara ..........................................................6
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SUMBER DAYA KESEHATAN ............................... 13
3.1
Seksi sumber daya kesehatan ......................................................................... 13
3.2
Dasar hukum ................................................................................................. 13
3.3
Ruang lingkup ............................................................................................... 16
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 46
4.1
Suku dinas kesehatan Jakarta Utara ................................................................ 46
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 51
5.1
Kesimpulan.................................................................................................... 51
5.2
Saran ............................................................................................................. 51
DAFTAR ACUAN....................................................................................................... 52
vi
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara ............................ 55
Lampiran 2 Formulir Permohonan Izin Apotek .............................................................. 56
Lampiran 3 Surat Izin Apotek ....................................................................................... 57
Lampiran 4 Berita Acara Pemeriksaan Apotek .............................................................. 59
Lampiran 5 Berita Acara Pemusnahan Resep ................................................................. 63
Lampiran 6 Berita Acara Pemusnahan Perbekalan Farmasi ............................................ 64
Lampiran 7 Formulir Permohonan Izin Toko Obat ........................................................ 65
Lampiran 8 Berita Acara Pemeriksaan Toko Obat ......................................................... 66
Lampiran 9 Formulir Permohonan Izin Prinsip IKOT .................................................... 67
Lampiran 10 Formulir Permohonan Izin Usaha IKOT ................................................... 68
Lampiran 11 Formulir Permohonan SPP-IRT ................................................................ 70
Lampiran 12 Formulir Permohonan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)/Surat Izin Kerja
Apoteker (SIKA) ........................................................................................................... 71
Lampiran 13 Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) .......................................................... 72
Lampiran 14 Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) ............................................................. 73
vii
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi setiap manusia dan merupakan salah satu
parameter yang dapat menilai keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Derajat
kesehatan yang tinggi dapat menghasilkan sumber daya manusia yang produktif.
Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan suatu upaya kesehatan secara
menyeluruh agar terwujud masyarakat yang sehat, mandiri dan berkeadilan.
Undang- undang tentang pemerintahan daerah yaitu Undang-Undang Nomor 22
tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan
pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom menjelaskan bahwa
sistem pemerintahan saat ini adalah sistem desentralisasi.
Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada Peraturan Daerah DKI Jakarta No.
10 tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta. Dalam
pelaksanaan Peraturan Daerah ini dibentuklah perangkat daerah, dengan Dinas
Kesehatan sebagai salah satu perangkat yang mengurusi masalah kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta No. 58 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta mendirikan Suku Dinas Kesehatan di setiap
kotamadya yang berada di DKI Jakarta, yaitu Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta
Timur, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan.
Suku Dinas Kesehatan Kota merupakan bagian dari struktur organisasi Dinas
Kesehatan pada tingkat kota di Provinsi DKI Jakarta yang dipimpin oleh seorang
Kepala Suku Dinas. Suku Dinas Kesehatan merupakan perpanjangan tangan dari
Dinas Kesehatan Provinsi dalam mengelola bidang kesehatan. Suku Dinas Kesehatan
secara teknis administratif bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Kesehatan dan
secara teknis operasional bertanggungjawab kepada Walikota administrasi yang
bersangkutan.
Suku Dinas Kesehatan terdiri dari lima bagian, yaitu sub bagian tata usaha, seksi
pengendalian masalah kesehatan, seksi kesehatan masyarakat, seksi sumber daya
kesehatan dan seksi pelayanan kesehatan. Sub bagian dipimpin oleh seorang kepala
sub bagian dan setiap seksi dipimpin oleh seorang kepala seksi yang dalam
1
Universitas Indonesia
2
melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas.
Seksi sumber daya kesehatan memiliki tiga bagian, yaitu bagian standarisasi
mutu kesehatan, bagian tenaga kesehatan dan bagian farmasi,makanan dan minuman.
Bagian farmasi, makanan dan minuman merupakan salah satu sarana bagi apoteker
dalam menjalankan tugas profesinya di masyarakat. Apoteker merupakan salah satu
tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya
pelayanan kefarmasian (Presiden RI, 2009). Untuk mengetahui peran dan fungsi
apoteker tersebut di pemerintahan, maka calon apoteker membutuhkan suatu
program praktek kerja yang dapat memberikan pengalaman kerja, pengetahuan dan
gambaran tentang apoteker di pemerintahan. Oleh karena itu, fakultas farmasi
Universitas Indonesia bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara
dalam mengadakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
berlangsung dari tanggal 7 Januari hingga 18 Januari 2013 untuk memberikan
wawasan kepada calon apoteker mengenai perannya di Suku Dinas Kesehatan.
1.2
Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan
Kota Jakarta Utara adalah agar mahasiswa program profesi apoteker fakultas farmasi
UI:
1.2.1 Memahami tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Utaa
1.2.2 Memahami tugas pokok dan fungsi bagian tenaga kesehatan, bagian
standarisasi mutu kesehatan dan bagian farmasi, makanan dan minuman
yang termasuk di dalam seksi sumber daya kesehatan (SDK)
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
SUKU DINAS KESEHATAN KOTA JAKARTA UTARA
2.1
Instansi kesehatan
Beberapa instansi pemerintah yang khusus menangani bidang kesehatan.
Secara hirarki instansi tersebut dapat dibagi menjadi:
a. Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan (dahulu dikenal sebagai Departemen Kesehatan)
merupakan badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh
Menteri Kesehatan. Kementerian kesehatan berada di bawah Presiden,
bertanggung jawab kepada Presiden, bertugas membantu Presiden dan
menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan yang
berfungsi sebagai regulator di tingkat nasional.
b. Dinas Kesehatan (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009)
Dinas Kesehatan adalah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang
kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat
dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Dinas dalam
melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur
melalui Sekretaris Daerah yang berfungsi sebagai regulator di tingkat daerah DKI
Jakarta.
c. Suku Dinas Kesehatan (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009)
Suku
Dinas
Kesehatan
adalah
Suku
Dinas
Kesehatan
Kota
Administrasi/Dinas Kesehatan Kabupaten Administrasi sebagai perangkat pada
tingkat kota administrasi/kabupaten administrasi di Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas
yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara
teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis operasional
kepada Walikota Administrasi yang berfungsi sebagai auditor di wilayahnya.
3
Universitas Indonesia
4
d. Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan
organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat,
dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh
pemerintah dan masyarakat. Fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan
yang menyeluruh dan terpadu dengan tujuan untuk meningkatkan hidup sehat dan
derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
perorangan.
2.2
Suku dinas kesehatan kota (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009)
Adanya perubahan sistem pemerintahan tahun 1999 dari sistem
sentralisasi menjadi otonomi daerah mengakibatkan sebagian wewenang
pemerintah pusat dilimpahkan
kepada
pemerintah
daerah,
sehingga
pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI
Jakarta No. 58 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan
DKI Jakarta yang mengawali berdirinya Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan
Suku Dinas Kesehatan Masyarakat di tingkat Kotamadya dan pada tahun 2009
dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 10 Tahun 2008 tentang Perubahan
Organisasi Suku Dinas Kesehatan pasca restrukturisasi perihal peningkatan
efisiensi dimana Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dengan Suku Dinas Kesehatan
Masyarakat dilebur menjadi satu yaitu Suku Dinas Kesehatan.
Suku dinas kesehatan kota merupakan unit kerja dinas kesehatan pada
kota dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan
masyarakat. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas
yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara operasional berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi
mempunyai
tugas
melaksanakan kegiatan pembinaan dan
Universitas Indonesia
5
pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
mempunyai fungsi :
a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) Suku Dinas
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas
c. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan
lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan,
khusus, tradisional dan keahlian.
d. Pengendalian penanggulangan kegawatdaruratan, bencana dan Kejadian Luar
Biasa (KLB).
e. Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular atau tidak
menular.
f. Pengawasan dan pengendalian ketersediaan kefarmasian
g. Pelaksanaan surveilans kesehatan.
h. Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan.
i.
Pengendalian pencapaian standarisasi prasarana dan sarana pelayanan
kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
j.
Pelaksanaan
pemungutan,
penatausahaan,
penyetoran,
pelaporan
dan
pertanggungjawaban penerimaan retribusi kesehatan yang diterima Suku
Dinas.
k. Pemberian,
pengawasan,
pengendalian
dan
evaluasi
perizinan
atau
rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan.
l.
Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup
Kota Administrasi.
m. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan
gizi dan kesehatan masyarakat.
n. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan dan
pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan
lingkungan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan
khusus, tradisional dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi.
o. Penyediaan,
penatausahaan,
penggunaan,
pemeliharaan
dan
perawatan prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.
Universitas Indonesia
6
p. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang.
q. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan.
r. Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas.
s. Penyiapan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
dan fungsi Suku Dinas.
t. Pelaporan
dan
pertanggungjawaban
pelaksanaan
tugas
dan
fungsi
Suku Dinas.
2.3
Suku dinas kesehatan kota Jakarta Utara
2.3.1. Visi dan misi
Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara yaitu “Menjadi Suku Dinas
Kesehatan yang profesional menuju Jakarta Utara sehat untuk semua”. Untuk
mewujudkan visi tersebut, misi yang ditetapkan yaitu (Suku dinas kesehatan
Jakarta utara, 2010):
1. Meningkatkan kompetensi seluruh sumber daya manusia (SDM) di jajaran
Suku dinas kesehatan Jakarta utara.
2. Mengembangkan pelayanan perizinan berbasis teknologi informasi.
3. Menciptakan dan meningkatkan kenyamanan lingkungan kerja.
4. Meningkatkan
sistem
informasi
yang
cepat,
tepat,
dan
dapat
dipertanggungjawabkan berbasis komputer.
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang bersih.
6. Memberdayakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih sehat serta untuk
penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana.
7. Meningkatkan kualitas dan waktu respon pelayanan kesehatan gawat darurat
dan bencana.
8. Meningkatkan kerjasama lintas program, lintas sektoral dengan organisasi
profesi, organisasi masyarakat dan institusi lainnya dalam mengatasi masalahmasalah kesehatan masyarakat di Jakarta utara.
9. Menindaklanjuti pengaduan masyarakat.
2.3.2. Struktur organisasi (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009)
Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan, organisasi Suku Dinas Kesehatan
Universitas Indonesia
7
Kota Administrasi Jakarta Utara terdiri dari :
a. Kepala Suku Dinas
Kepala Suku Dinas mempunyai tugas sebagai berikut :
1) Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku
Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33.
2) Mengkoordinasikan
pelaksanaan
tugas
Subbagian,
Seksi
dan
Subkelompok Jabatan Fungsional.
3) Melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan atau Instansi
pemerintah atau swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi
Suku Dinas.
4) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan
fungsi Suku Dinas.
b.
Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha merupakan Satuan Kerja staf Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan.
Subbagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang
berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas.
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas:
1) Menyusun bahan rencana kerja dan anggaran (RKA) dan dokumen
pelaksanaan anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2) Melaksanakan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
3) Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerjadan anggaran (RKA) dan
dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) Suku Dinas.
4) Melaksanakan monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan dokumen
pelaksanaan anggaran (DPA) suku dinas
5) Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang suku dinas
6) Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan Suku Dinas.
7) Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan
prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.
8) Memelihara kebersihan, keindahan, keamanan dan ketertiban kantor.
Universitas Indonesia
8
9) Melaksanakan pengelolaan ruang rapat atau pertemuan Suku Dinas.
10) Melaksanakan publikasi kegiatan, upacara dan pengaturan acara Suku Dinas.
11) Menerima, mencatat, membukukan, menyetorkan dan melaporkan penerimaan
retribusi Suku Dinas Kesehatan.
12) Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas yang terkait dengan tugas Subbagian
Tata Usaha.
13) Mengkoordinasikan penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja dan
akuntabilitas) Suku Dinas.
14) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Subbagian
Tata Usaha.
c. Seksi Kesehatan Masyarakat
Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan
masyarakat. Seksi Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Suku Dinas.
Seksi Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas :
1) Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2) Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
3) Melaksanakan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga
termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, kesehatan anak prasekolah, usia
sekolah, remaja, kesehatan reproduksi, usia lanjut, keluarga berencana, pekerja
wanita dan asuhan keperawatan.
4) Mengkoordinasikan sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan
dan pengendalian program kesehatan masyarakat.
5) Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dan informasi.
6) Melaksanakan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan
masyarakat.
7) Melaksanakan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat
Kota Administrasi.
Universitas Indonesia
9
8) Melaksanakan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi
manajemen kesehatan yang terintegrasi.
9) Melaksanakan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM.
10) Menerapkan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).
11) Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
Seksi Kesehatan Masyarakat.
12) Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Kesehatan Masyarakat.
d.
Seksi pelayanan kesehatan
Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi Pelayanan Kesehatan
dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pelayanan Kesehatan
mempunyai tugas:
1) Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2) Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
3) Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian tata
laksana pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan.
4) Menghimpun,
mengolah,
menyajikan,
memelihara,
mengembangkan,
memanfaatkan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan.
5) Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar
pelayanan kesehatan.
6) Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan akreditasi sarana pelayanan
kesehatan.
7) Memberikan rekomendasi atau perizinan sarana pelayanan kesehatan.
8) Memberikan tanda daftar kepada pengobat tradisional.
9) Melaksanakan siaga 24 jam/ Pusat Pengendali Dukungan Kesehatan
(Pusdaldukkes).
10) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal
pelayanan kesehatan.
Universitas Indonesia
10
11) Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
Seksi Pelayanan Kesehatan.
12) Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Pelayanan Kesehatan.
e. Seksi sumber daya kesehatan
Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi
Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan
di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Sumber Daya
Kesehatan mempunyai tugas:
1) Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2) Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya
3) Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan
minuman.
4) Memberikan rekomendasi atau perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan
dan minuman.
5) Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan.
6) Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan.
7) Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas
kesehatan terhadap standar pelayanan.
8) Melaksanakan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem
manajemen mutu.
9) Melaksanakan survey kepuasan pelanggan kesehatan.
10) Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penetapan
sistem manajemen mutu kepada Puskesmas.
11) Melaksanakan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator.
12) Melaksanakan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur,
assessor dan auditor mutu pelayanan kesehatan.
Universitas Indonesia
11
13) Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan
sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang
penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri
makanan minuman rumah tangga.
14) Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan
persediaan cadangan obat esensial.
15) Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada
lingkup Kota Administrasi.
16) Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan.
17) Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
Seksi Sumber Daya Kesehatan.
18) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi Sumber
Daya Kesehatan.
f. Seksi pengendalian masalah kesehatan
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku
Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan.
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas.
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan mempunyai tugas:
1) Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
2) Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
3) Melaksanakan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular,
kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah
atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kesehatan lingkungan.
4) Melaksanakan kegiatan pembinaan pelaksanaan kesehatan haji.
5) Menyiapkan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit
menular atau tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat.
6) Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan teknis
peningkatan
kompetensi
surveilans
epidemiologi,
tenaga
kesehatan
Universitas Indonesia
12
pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa
masyarakat.
7) Melaksanakan kegiatan koordinasi, kerja sama dan kemitraan pengendalian
penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah
(UKPD) dan atau instansi pemerintah / swasta / masyarakat.
8) Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan
imunisasi.
9) Menghimpun, mengolah, menyajikan, memelihara, mengembangkan dan
memanfaatkan data dan informasi surveilens epidemiologi sebagai Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) pada lingkup Kota
Administrasi.
10) Melaksanakan kegiatan investigasi penyakit potensial Kejadian Luar Biasa
(KLB) dan dugaan wabah serta keracunan makanan.
11) Meningkatkan sistem jaringan informasi wabah atau Kejadian Luar Biasa
(KLB) dan surveilans.
12) Melaksanakan kegiatan pengendalian surveilans kematian.
13) Melaksanakan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan
wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans.
14) Melaksanakan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan
lingkungan meliputi penyehatan air minum / air bersih, penyehatan makanan
dan minuman, pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian
radiasi, penyehatan pemukiman kumuh, penyehatan di tempat-tempat umum,
tempat kerja, tempat pengeloalaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), upaya pengelolaan
lingkungan / upaya pemantauan lingkungan.
15) Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang
kesehatan lingkungan.
16) Menyiapkan materi pelatihan teknis dalam Bidang Kesehatan Lingkungan dan
Kesehatan Kerja.
17) Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan.
Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN
3.1
Seksi sumber daya kesehatan (Gubernur Provinsi DKI Jakarta, 2009)
Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan satuan kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi
Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan
di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas.
Deskripsi kerja Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan antara lain:
a. Menyusun rencana kerja program: Standarisasi Mutu Kesehatan, Tenaga
Kesehatan dan Farmasi, Makanan dan Minuman selama 1 tahun.
b. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Standarisasi Mutu Kesehatan.
c. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Tenaga Kesehatan.
d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Farmasi, Makanan dan
Minuman.
e. Membantu melaksanakan tugas-tugas dari Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Utara.
f. Pemantauan Pemberantasan Sarang Nyamuk di wilayah kecamatan binaan.
3.2
Dasar hukum
3.2.1. Dasar Hukum Perizinan Sarana Kesehatan
Dasar hukum yang mengatur perizinan sarana kesehatan farmasi makanan
dan minuman adalah sebagai berikut:
a. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
c. Undang-undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
d. Undang-undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
e. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
f. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan.
13
Universitas Indonesia
14
g. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
h. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
i.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1191/Menkes/PER/VIII/2010 tentang
Penyaluran Alat Kesehatan.
j.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/Menkes/PER/III/2007 tentang Apotek
Rakyat.
k. Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
1184/Menkes/Per/X/2004
tentang
Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
l.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
1332/Menkes/SK/X/2002
tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
m. Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha
Industri Kecil Obat Tradisional.
n. Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
1331/Menkes/SK/X/2002
tentang
Perubahan Peraturan Menkes Nomor 167/Kab/B.VII/1972 tentang Pedagang
Eceran Obat.
o. Keputusan
Perubahan
Menteri
Atas
Kesehatan
PerMenKes
No.
149/MenKes/Per/II/1998
No.184/MenKes/Per/II/1995
tentang
Tentang
Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker.
p. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
q. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2006 tentang Retribusi Sarana Kesehatan.
r. Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 150
Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi
DKI.
s. Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 58
Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Provinsi DKI
Jakarta.
Universitas Indonesia
15
t. Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 970
Tahun 1990 tentang Ketentuan Penyelenggaraan Usaha Pedagang Eceran Obat
di wilayah DKI Jakarta.
u. Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No. 8981
Tahun 2006 tanggal 14 Desember 2006 tentang Pemberlakuan Tata Cara
Perizinan Cabang Penyalur Alat Kesehatan.
v. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No. 7687 Tahun
2002 tentang Pemberlakuan Pedoman Perizinan Sarana Farmakmin di
Provinsi DKI Jakarta.
w. Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No. 0160 Tahun
2002 tentang Penyerahan Wewenang Pengurusan Perizinan Sarana Kesehatan
tertentu kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan.
3.1.1. Dasar Hukum Perizinan Tenaga Kesehatan
Dasar hukum yang mengatur perizinan tenaga kesehatan adalah sebagai
berikut:
a. Peraturan Menteri Kesehatan No.161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan.
b. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1464/Menkes/per/XI/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktek Bidan.
c. Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktek Bidan.
d. Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.317/Menkes/Per/III/2010
tentang
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warganegara Asing di Indonesia
e. Peraturan Menteri Kesehatan No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 20 tahun 2011 tentang Pedoman
Penelitian dan Pengembangan Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah.
g. Pemerintah RI No. 48 Tahun 2009 tentang Perizinan dan Pelaksanaan
Kegiatan Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu dan Teknologi yang
Beresiko Tinggi dan Berbahaya.
3.2.2. Dasar Hukum mengenai standarisasi mutu kesehatan
Dasar hukum mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan menyangkut
Undang-Undang Pelayanan Publik. Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang
Universitas Indonesia
16
Pelayanan Publik mengatur tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang
dilaksanakan di Negara ini sehingga menjamin kepastian hukum dalam hubungan
antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik.
Menurut undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan pelayanan
publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan
publik tersebut adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen, yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan
publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan
pelayanan publik.
Pelayanan administratif yang dimaksud oleh undang-undang ini meliputi:
a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur
dalam
peraturan
perundang-undangan
dalam
rangka
mewujudkan
perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga
negara.
b. Tindakan administratif oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh
negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan
berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan. Undang-undang ini
mengatur segala aspek penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk yang
paling utama ialah kewajiban bagi setiap penyelenggara pelayanan publik
untuk menetapkan standar pelayanan mengenai standar pelayanan publik yang
diberikan dan hal ini diatur lagi oleh peraturan pemerintah.
Dengan demikian, undang-undang ini menjamin adanya diberikannya
pelayanan publik yang berkualitas bagi seluruh masyarakat.
3.3
Ruang lingkup
3.3.1. Bagian farmasi, makanan dan minuman
Bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas:
a. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan
minuman.
Universitas Indonesia
17
b. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan
sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang
penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri
makanan minuman rumah tangga.
c. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan
persediaan cadangan obat esensial.
d. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada
lingkup Kota Administrasi.
Ruang lingkup perizinan sarana kesehatan farmasi, makanan, dan
minuman di wilayah DKI Jakarta yang proses perizinannya telah didelegasikan ke
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah:
3.3.1.1. Apotek (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002 ; Menteri Kesehatan RI, 2002)
Berdasarkan
Permenkes
No.
1332/MenKes/SK/X/2002
tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, apotek adalah suatu tempat
tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Sedangkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker.
Khusus di DKI Jakarta perizinan apotek dibagi menjadi 4, yaitu:
a. Apotek Kerja sama, adalah apotek dimana apoteker hanya sebagai apoteker
pengelola apotek (APA), sedangkan pemilik sarana apotek (PSA) adalah dari
pihak lain (bisa perorangan, PT, dan lain-lain).
b. Apotek Profesi, adalah apotek yang apoteker pengelola apotek (APA) juga
sebagai pemilik sarana apoteknya (PSA).
c. Depo Farmasi/Depo Obat, adalah apotek yang berada di klinik, dan hanya
boleh menerima resep dari klinik tersebut.
d. Apotek Rakyat (apotek sederhana) adalah sarana kesehatan tempat
dilaksanakannya pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat
dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan, serta tidak menjual
obat
golongan
ditetapkannya
narkotika dan psikotropika,
Peraturan
Menteri
dimana
Kesehatan
terhitung
RI
sejak
No.
Universitas Indonesia
18
284/MenKes/PER/III/2007, seluruh izin dan status apotek yang berasal dari
apotek sederhana akan disesuaikan menjadi apotek rakyat.
Standar penanggung jawab teknis apotek adalah apoteker. Apoteker adalah
sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan Apoteker. Apoteker berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
Sebelum melaksanakan kegiatannya, APA wajib memiliki Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA), SIPA (Surat Izin Praktek Apoteker), dan Surat Izin Apotek
(SIA).
SIPA wajib dimiliki oleh apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian
di apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit. Selain itu SIPA juga
wajib dimiliki apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker
pendamping. SIA berlaku seterusnya selama apotek yang bersangkutan masih
aktif melakukan kegiatan dan tidak ada perubahan fisik dan nonfisik. SIA harus
diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan non fisik dari sarana apotek.
Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi pergantian apoteker
pengelola sarana apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya),
terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan apotek (baik karena meninggal dunia
maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan apotek, terjadi
perubahan alamat sarana kesehatan apotek tanpa pemindahan lokasi, dan/atau
terjadi karena surat izin sarana kesehatan apotek hilang atau rusak. Sedangkan
perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah sarana kesehatan apotek
dan terjadi perubahan pindah lokasi apotek.
Untuk mendapatkan SIA, APA harus menyiapkan tempat (lokasi dan
bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan farmasi lain yang
merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek harus
mempunyai luas yang memadai, sehingga dapat
menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi apotek, serta memelihara mutu perbekalan
kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek minimal terdiri dari ruang tunggu,
ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja
apoteker, tempat pencucian alat dan toilet/WC. Bangunan apotek harus dilengkapi
sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat
Universitas Indonesia
19
pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, serta ventilasi dan sistem
sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama apotek berukuran
minimal 40x60 cm dengan tulisan berwarna hitam (ukuran 5 cm) di atas dasar
berwarna putih yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA dan alamat
apotek.
Apotek harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan,
mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan obat, termasuk lemari khusus
narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Apotek harus melaporkan
pemakaian narkotika setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM di DKI
Jakarta sedangkan pemakaian psikotropika harus dilaporkan maksimal setahun
sekali.
SIA
dapat
dicabut
jika
terdapat
pelanggaran-pelanggaran
yang
menyebabkan pencabutan SIA tersebut yang diatur menurut Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 25 adalah :
a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola
Apotek (APA).
b. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.
c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terusmenerus.
d. Terjadi pelanggaran terhadap UU tentang narkotika, psikotropika, kesehatan,
dan ketentuan perundang-undangan yang lain.
e. Surat izin kerja APA dicabut.
f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat.
Secara umum persyaratan izin apotek yang bekerja sama dengan pihak lain
adalah:
a. Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan
setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap,1 (satu) rangkap di atas materai Rp.
6000,00.
b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum
dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang
disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI.
Universitas Indonesia
20
c. Fotokopi KTP DKI dari APA.
d. Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/ Surat Penugasan (SP) apoteker, dengan
lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai
negeri.
e. Fotokopi surat status kepemilikan tanah: Fotokopi sertifikat, bila gedung milik
sendiri; fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua) tahun dan
KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun, bila
kontrak/sewa.
f.
Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG).
g. Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
h. Surat keterangan domisili dari kelurahan setempat.
i.
Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh kepada
peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6000,00.
j.
Peta lokasi dan denah ruangan.
k. Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak
akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak
akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6000,00.
l.
Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada bidang
farmasi lain di atas materai Rp. 6000,00.
m. Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu
tanpa resep di atas materai Rp.6000,00.
n. Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk Organogram).
o. Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan.
p. SIK Asisten Apoteker/D3 farmasi.
q. Rencana jadwal buka apotek.
r.
Daftar peralatan peracikan obat.
s. Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi.
t.
Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika.
u. Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir).
v. Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.
Secara umum persyaratan izin apotek praktek profesi:
Universitas Indonesia
21
a. Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku
Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas
materai Rp.6000,00.
b. Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek profesi
yang diterbitkan setiap tahun sekali.
c. Fotokopi KTP DKI apoteker apotek praktek profesi.
d. Status kepemilikan bangunan, IMB dan surat sewa menyewa minimal 2 tahun.
e. Denah bangunan beserta peta lokasi.
f. Daftar peralatan peracikan, etiket dan lain-lain.
g. Fotokopi NPWP apoteker.
h. SIK/SP apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan
surat selesai masa bakti apoteker.
i.
Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada
apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup).
j.
Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut
melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI Jakarta.
Secara umum persyaratan Izin depo obat/farmasi:
a. Surat permohonan apoteker penanggung jawab depo ditujukan kepada Suku
Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas
materai Rp.6000,00.
b. Fotokopi izin klinik yang masih berlaku.
c. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum
dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk badan hukum.
d. Fotokopi KTP DKI APA.
e. Ijasah/SIK/SP Apoteker dengan melampirkan surat selesai masa bakti
apoteker.
f.
Surat pengangkatan apoteker sebagai karyawan/penanggung jawab depo
obat/farmasi.
g. Proposal untuk mendirikan depo obat/farmasi.
h. Ijazah/SIK asisten apoteker.
Universitas Indonesia
22
i.
Peta lokasi dan denah bangunan seatap/sepekarangan dengan klinik serta
denah bangunan tertutup.
j.
NPWP perusahaan.
k. UUG.
l.
Status gedung/sertifikat gedung sewa minimal dua tahun.
m. Surat pernyataan apoteker hanya melayani resep dari klinik perusahaannya
(bukan dari resep umum), kecuali atas nama pasien perusahaan.
Apabila apotek memberikan pelayanan 24 jam, maka apotek tersebut harus
memiliki apoteker pendamping, dan apabila APA dan apoteker pendamping
berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti.
Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi setempat. APA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan oleh apoteker pendamping maupun apoteker pengganti/supervisor,
dalam pengelolaan apotek. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih
dari dua tahun secara terus-menerus, maka harus menunjuk apoteker pengganti,
sedangkan jika APA berhalangan melakukan tugasnya dalam waktu 1 – 3 bulan,
maka harus menunjuk apoteker supervisor. (Menteri Kesehatan RI, 2002).
Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan
karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah
terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci tempat
penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan
pembuatan berita acara.
Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka dapat diberikan teguran
secara lisan untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari
apotek tersebut, maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan
pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis
kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu
masingmasing dua bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selamalamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali apabila
apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan
Universitas Indonesia
23
ketentuan
yang
berlaku.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
332/MenKes/SK/X/2002, 2002).
3.3.1.2. Apotek rakyat (Dinkes Provinsi, 2002 ; Menteri Kesehatan RI, 2007)
Apotek rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannya
pelayanan kefarmasian, dimana dilakukan penyerahan obat dan perbekalan
kesehatan, dan tidak melakukan peracikan dan pelayanan resep narkotik dan
psikotropik.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
284/MenKes/PER/III/2007, ketentuan yang harus dipenuhi oleh Apotek rakyat
adalah:
a. Apotek rakyat dalam pelayanan kefarmasian harus mengutamakan obat
generik.
b. Apotek rakyat dapat menyimpan dan menyerahkan obat-obatan yang termasuk
golongan obat keras, obat bebas terbatas , obat bebas, dan perbekalan
kesehatan rumah tangga.
c. Apotek rakyat dilarang menyediakan narkotika dan psikotropika, meracik obat
dan menyerahkan obat dalam jumlah besar.
d. Setiap apotek rakyat harus memiliki satu orang apoteker sebagai penanggung
jawab, dan dapat dibantu oleh asisten apoteker.
e. Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, apotek rakyat yang melanggar
ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan dapat
dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan, tertulis, sampai dengan
pencabutan izin.
f. Pedagang eceran yang statusnya sudah berubah menjadi apotek sederhana
dianggap telah menjadi apotek rakyat.
Secara umum persyaratan izin apotek yang berasal dari toko obat/apotek
sederhana (apotek rakyat) :
a. Surat permohonan APA ditujukan kepada kepala Suku Dinas Kesehatan
setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap diatas materai
Rp.6.000,00.
b. Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum
dari Departemen Kehakiman dan HAM bila bentuk PT.
Universitas Indonesia
24
c. Salinan/fotokopi KTP DKI dari APA.
d. Fotokopi izin domisili dari lurah.
e. Status bangunan milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa, foto kopi
perjanjian kontrak bangunan dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku
minimal 2 (dua) tahun.
f. Pernyataan pemilik sarana lokasi hanya untuk pada sentra pasar tempat toko
obat dan tidak pindah diluar pasar diatas materai Rp.6000,00.
g. Surat pernyataan kepala pasar yang menyatakan pihaknya ikut mengawasi
kegiatan apotek terhadap ketentuan per UU Farmasi yang berlaku di atas
materai Rp. 6000,00.
h. Surat keterangan domisili dari lurah atau kepala pasar.
i.
Surat pernyataan pemohon dan pemilik yang menyatakan akan tunduk serta
patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp.6000,00.
j.
Peta lokasi dan denah bangunan.
k. Surat pernyataan pemilik sarana apotek tidak terlibat lagi dalam pelanggaran
peraturan di bidang Farmasi/obat di atas materai Rp.6000,00.
l.
Surat pernyataan APA sanggup mengelola apotek/toko obat diatas materai
Rp.6000,00.
m. Surat pernyataan dari APA dan PSA tidak melakukan peracikan dan
penjualan obat Narkotik, OKT baik dengan resep dokter maupun tanpa resep
dari pemilik dan apoteker diatas materai Rp.6000,00.
n. Struktur organisasi apotek dan tata kerja/tata laksana.
o. Daftar
ketenagaan
berdasarkan
pendidikan
dilampiri
sengan
SK
pengangkatan dan daftar gaji yang disetujui oleh apoteker, pemilik dan tenaga
kerja tersebut diatas materai Rp.6000,00.
p. Surat izin kerja/surat penugasan apoteker.
q. Surat izin kerja AA/D3 Farmasi.
r. Rencana jadwal buka apotek.
s. Daftar peralatan lainnya.
t. Daftar buku wajib peraturan per UU di bidang Farmasi.
u. Surat peryataan APA dan pemilik bersedia bila diperiksa ke apotek oleh
petugas kesehatan yang berwenang di atas materai Rp.6000,00.
Universitas Indonesia
25
3.3.1.3. Toko obat (DinKes Provinsi DKI Jakarta, 2002)
Pedagang eceran obat didefinisikan sebagai orang/badan hukum di
Indonesia yang mempunyai izin untuk menyimpan obat-obat bebas (label hijau)
dan obat-obat bebas terbatas (label biru) untuk dijual secara eceran di tempat
tertentu sebagai tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat harus menjaga
agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi
atau pedagang besar farmasi yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan RI. Surat
izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan surat
permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan
Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali
dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker.
Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha
toko obat antara lain :
a. Surat permohonan izin toko obat yang ditujukan kepada Kepala Sudinkes
Kotamadya setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas
materai Rp. 6000,00.
b. Fotokopi KTP DKI Jakarta pemilik toko obat.
c. Akte pendirian perusahaan bila bentuk badan hukum yang terdaftar pada
Menteri Kehakiman dan HAM.
d. Gambar denah lokasi tempat usaha dan denah ruangan.
e. Ijazah dan SIK AA, foto 2x3 2 lembar.
f. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai AA penanggung jawab teknis
pada toko obat di atas materai Rp. 6000,00.
g. Status bangunan tempat usaha milik sendiri (lampirkan sertifikat) dan bila
sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP
pemilik. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
h. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Setiap perubahan fisik maupun non fisik yang terjadi, pihak toko obat harus
mengajukan permohonan tertulis kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan yang
membawahi bagian Farmasi Makanan dan Minuman Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi setempat. Perubahan non fisik meliputi:
Universitas Indonesia
26
a. Terjadi pergantian asisten apoteker penanggung jawab teknis sarana kesehatan
toko obat (baik karena meninggal dunia maupun hal lainnya).
b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan toko obat.
c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan toko obat tanpa pemindahan
lokasi.
d. Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan toko obat (baik karena meninggal
dunia maupun hal lainnya).
e. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan toko obat hilang atau rusak.
Perubahan fisik meliputi:
a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan toko obat.
b. Terjadi perpanjangan izin sarana kesehatan toko obat.
Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan
perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan
pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun
sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan,
penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin,
sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan.
3.3.1.4. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) (Dinkes Provinsi DKI Jakarta, 2002;
Menteri Kesehatan RI, 1990)
Menurut Permenkes No. 246/MenKes/Per/V/1990, Industri Kecil Obat
Tradisional (IKOT) adalah perusahaan yang memproduksi obat tradisional dengan
total aset tidak lebih dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), tidak
termasuk harga tanah dan bangunan. Persyaratan yang harus dilengkapi untuk
memperoleh Izin Prinsip Industri Kecil Obat Tradisional, antara lain:
a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan perusahaan/perorangan, ditujukan
kepada Sudinkes setempat sebanyak 2 (dua) rangkap dan 1 (satu) rangkap di
atas materai Rp. 6000,00.
b. Rencana denah bangunan industri IKOT.
c. Jadwal rencana pendirian bangunan dan pemasangan mesin produksi.
d. UUG, dengan melihat lokasi yang sesuai denah industri
e. Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).
Universitas Indonesia
27
Izin Prinsip berlaku selama 3 (tiga) tahun dengan mewajibkan sebagai
penanggung jawab teknis satu orang Asisten Apoteker yang bekerja penuh.
Tujuan Prinsip IKOT agar pemohon dapat langsung melakukan persiapanpersiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi-instalasi
peralatan dan lain-lain yang diperlukan pada lokasi yang disetujui sedangkan izin
IKOT berlaku selama perusahaan tersebut masih beroperasi. Persyaratan yang
harus dilengkapi untuk memperoleh Izin Industri Kecil Obat Tradisional, antara
lain:
a. Permohonan izin prinsip atau izin tetap dari pimpinan
perusahaan/
perorangan, ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak tiga rangkap
beserta lampirannya dan satu rangkap di atas materai Rp. 6000,00.
b. Akte pendirian perusahaan bila dalam bentuk PT yang disahkan oleh Menteri
Kehakiman dan HAM.
c. Ijazah apoteker penanggung jawab teknis.
d. KTP DKI Jakarta dari penanggung jawab teknis.
e. Surat perjanjian kerjasama antara apoteker dengan pihak perusahaan di atas
materai Rp. 6000,00.
f. Undang-Undang Gangguan.
g. Peta lokasi dan IMB.
h. Denah ruangan produksi, kantor, gudang bahan baku, dan gudang produk jadi.
i.
Bentuk obat tradisional yang akan diproduksi.
j.
Peralatan dan pengolahan serta pengemasan.
k. Peralatan laboratorium.
l.
Sumber daya/energi yang dipakai.
m. Jumlah tenaga kerja.
n. Nilai investasi.
o. Rencana pemasaran.
p. Buku peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dan lain-lain.
q. Status gedung (sewa/milik sendiri) lampirkan fotokopi sertifikat, bila sewa,
lampirkan surat sewa minimal lima tahun beserta fotokopi KTP pemilik.
r. Analisis dampak lingkungan/Surat Pernyataan Pengelolahan Limbah (SPPL).
s. Peralatan pengendalian pencemaran.
Universitas Indonesia
28
Perubahan fisik maupun non fisik juga dapat terjadi pada Industri Kecil Obat
Tradisional. Setiap perubahan fisik maupun non fisik yang terjadi harus
dilaporkan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas
Kesehatan seksi SDK yang membawahi bagian Farmasi Makanan dan Minuman
setempat.
Perubahan non fisik meliputi:
a. Terjadi pergantian direktur/pimpinan sarana kesehatan IKOT (baik karena
meninggal dunia maupun hal lainnya).
b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan IKOT.
c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan IKOT tanpa pemindahan lokasi.
d. Terjadi pergantian penanggung jawab teknis sarana kesehatan IKOT (baik
karena meninggal dunia maupun hal lainnya).
e. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan IKOT hilang atau rusak.
Perubahan fisik meliputi :
a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan IKOT.
b. Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan IKOT.
c. Terjadi perluasan atau penambahan jenis produksi dari sarana kesehatan
IKOT.
3.3.1.5. Cabang penyalur alat kesehatan
Cabang Penyalur Alat Kesehatan adalah badan hukum atau badan usaha
yang telah memperoleh izin usaha untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran
alat kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) merupakan sarana yang legal yang
dapat menyalurkan alkes berbeda fungsi dari Penyalur Alkes (PAK) dimana
perusahaan yang sama namanya yang telah mendapat izin dari Depkes RI. Izin
Cabang Penyalur Alkes belaku sesuai dengan penunjukkan yang diberikan oleh
PAK pusat dan paling lama adalah 3 (tiga) tahun.
Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin, alat untuk
ditanamkan, reagen/produk diagnostik in vitro atau barang lain yang sejenis atau
yang terkait komponen, bagian dan perlengkapan yang dimaksudkan untuk
mendiagnosis penyakit, menyembuhkan, merawat, memulihkan atau mencegah
penyakit pada manusia.
Universitas Indonesia
29
Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin Cabang
Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), antara lain:
a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan Usaha Penyalur Alat Kesehatan
(UPAK), bukan dari CPAK, yang ditujukan kepada Sudinkes setempat
sebanyak tiga rangkap dan satu rangkap di atas materai Rp. 6000,00.
b. Surat penunjukkan dari UPAK sebagai CPAK di atas materai Rp. 6.000,00.
c. Fotokopi izin UPAK.
d. Akte perusahaan CPAK bila bentuk PT dan terdaftar pada Menteri Kehakiman
dan HAM.
e. Denah bangunan/ruangan dari CPAK.
f. Peta lokasi CPAK.
g. SIUP CPAK.
h. NPWP CPAK.
i.
UUG.
j.
Domisili perusahaan.
k. Status bangunan bila milik sendiri, lampirkan sertifikat dan bila sewa minimal
dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik.
l.
Penanggung jawab teknis (AA atau SMU yang mempunyai sertifikat
pengelolaan alat kesehatan).
Perubahan fisik maupun non fisik pada sarana CPAK juga harus
dilaporkan dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Sudinkes Seksi
Sumber Daya Kesehatan yang membawahi bagian Farmasi Makanan dan
Minuman.
Perubahan non fisik meliputi:
a. Terjadi pergantian pemilik sarana kesehatan CPAK (baik meninggal dunia
maupun lainnya).
b. Terjadi pergantian nama sarana kesehatan CPAK.
c. Terjadi perubahan alamat sarana kesehatan CPAK tanpa pemindahan lokasi.
d. Terjadi karena surat izin sarana kesehatan CPAK hilang atau rusak.
Perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan), meliputi:
a. Terjadi pemindahan lokasi sarana kesehatan CPAK.
b. Terjadi perluasan lokasi sarana kesehatan CPAK.
Universitas Indonesia
30
Izin CPAK berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang
kembali bila semua persyaratan telah dipenuhi.
3.3.1.6. Izin toko alat kesehatan (Menteri Kesehatan RI, 2010)
Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh
perorangan atau badan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan,
penyaluran alat kesehatan tertentu secara eceran sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Toko alat kesehatan hanya dapat menyalurkan alat
kesehatan tertentu dan dalam jumlah yang terbatas.
Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin, dan atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan, dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan
kesehatan pada manusia, dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh. Persyaratan memperoleh izin toko alat kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Berbentuk badan usaha atau perorangan yang baik memperoleh izin usaha
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Memiliki toko dengan status milik sendiri, kontrak, atau sewa, paling singkat
2 (dua) tahun.
Izin toko alat kesehatan dapat dicabut apabila:
a. Mendistribusikan alat kesehatan yang tidak mempunyai izin edar.
b. Mengadakan alat penyaluran kesehatan yang bukan dari Penyalur Alat
Kesehatan atau dari Cabang Penyalur Alat Kesehatan.
c. Pencabutan izin ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3.3.1.7. Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) (DinKes Provinsi DKI Jakarta)
Berdasarkan UU No. 28 tahun 2004 pasal 1 disebutkan bahwa perusahaan
Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) adalah perusahaan pangan yang memiliki
tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual
hingga semi otomatis. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat
Makanan (BPOM) RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003 tentang
Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga
(SPP-IRT), maka SPP-IRT bertujuan untuk:
a. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan
pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan.
Universitas Indonesia
31
b. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang
pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap
keselamatan konsumen.
c. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang
dihasilkan PIRT.
Syarat-syarat Sertifikasi Penyuluhan Keamanan Pangan, yaitu:
a. Permohonan di atas materai Rp. 6000,00.
b. Fotokopi KTP.
c. Pasfoto berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak dua lembar.
Syarat-syarat Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, antara
lain:
a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan perusahaan/perorangan yang
ditujukan kepada Sudinkes setempat sebanyak 2 (dua) rangkap dan 1 (satu)
rangkap di atas materai Rp. 6000,00.
b. Data perusahaan bila dalam bentuk CV lampirkan akte notarisnya.
c. Peta lokasi dan IMB.
d. Denah ruangan produksi.
e. Rancangan etiket.
f. Fotokopi KTP pemilik (DKI Jakarta).
g. Pasfoto pemilik berwarna ukuran 3 x 4 cm sebanyak dua lembar.
h. Surat izin perindustrian dari Dinas/SuDin Perindustrian.
i.
Data produk makanan yang akan diproduksi.
j.
Khusus untuk pengemasan kembali, harus disertai dengan surat keterangan
dari asal produk.
k. Status bangunan (sewa/milik sendiri) lampirkan fotokopi sertifikat , dan bila
sewa lampirkan surat sewa minimal 2 (dua) tahun beserta fotokopi KTP
pemilik.
Tata cara penyelenggaraan SPP-IRT yaitu:
a. Pengajuan permohonan
1) Permohonan untuk mendapatkan SPP-IRT ditujukan kepada Pemerintah
Daerah atau Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2) Permohonan tidak dapat dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa:
Universitas Indonesia
32
a) Susu dan hasil olahan.
b) Daging, ikan, unggas dan hasil olahannya yang memerlukan proses
dan atau penyimpanan beku.
c) Pangan kaleng.
d) Pangan bayi.
e) Minuman beralkohol.
f) Air minum dalam kemasan.
g) Pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI (contoh : SL,
coklat bubuk, garam yodium, AMDK, dan tepung).
h) Pangan lain yang ditetapkan oleh BPOM.
3) Pemohon diwajibkan mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) dan
telah melewati tahap pemeriksaan sarana produksinya oleh Sudinkes
Kotamadya.
b. Penyelenggaraan dan pelaksanaan penyuluhan keamanan pangan
Penyelenggaraan dan penyuluhan keamanan pangan dalam rangka SPP-IRT
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Suku Dinas Kesehatan di
DKI Jakarta. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara bersama-sama oleh
beberapa Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Materi penyuluhan keamanan pangan
yang diberikan, meliputi:
1) Berbagai jenis bahaya biologis, kimia, fisik, cara menghindari dan
memusnahkannya serta pengawetan pangan.
2) Higienis dan sanitasi sarana perusahaan pangan industri rumah tangga.
3) Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB).
4) Peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan
Tambahan Pangan (BTP), label dan iklan pangan.
Materi pelengkap dapat dikembangkan sesuai kebutuhan perusahaan
pangan industri rumah tangga, misalnya:
1) Pengemasan dan penyimpanan produk pangan industri rumah tangga.
2) Pengembangan usaha perusahaan pangan industri rumah tangga termasuk
etika bisnis.
Universitas Indonesia
33
d. Pemeriksaan sarana produksi
Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas
Kesehatan Kotamadya melakukan pemeriksaan ke sarana produksi PIRT. Petugas
yang melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikasi Inspektur
Pangan. Laporan pemeriksaan sarana produksi PIRT dengan hasil minimal cukup
merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT.
e. Sertifikasi produksi pangan IRT
Sertifikasi yang diterbitkan dari kegiatan ini terdiri dari dua jenis, yaitu:
1) Sertifikasi penyuluhan keamanan pangan
Sertifikasi ini diberikan kepada peserta yang telah lulus mengikuti
penyuluhan keamanan pangan, dimana semua PIRT harus mempunyai
minimal satu orang tenaga yang telah memiliki sertifikat penyuluhan
keamanan pangan.
Apabila PIRT tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat yang
dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai
dengan tugasnya untuk mengikuti penyuluhan keamanan pangan.
2) Sertifikasi produksi pangan
Sertifikat ini diberikan pada PIRT yang mempunyai tenaga yang lulus
Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan
hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk satu jenis pangan
produk PIRT. PIRT berlaku untuk selamanya selama PIRT tersebut masih
tetap beroperasi.
f. Sistem pendataan dan pelaporan
Penyelenggaraan SPP-IRT di Sudinkes Kota Administrasi setempat
melaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Badan POM
atau Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat Penyuluhan
Keamanan Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan PIRT yang selambatlambatnya satu bulan setelah penyelenggaraan. Balai Besar POM melaporkan
rekapitulasi penerbitan SPP-IRT kepada Badan POM. Sistem pendataan dan
pelaporan SPP-IRT dilakukan oleh Sudinkes Kota Administrasi setempat.
Universitas Indonesia
34
3.3.2. Bagian tenaga kesehatan
Ruang lingkup perizinan tenaga kesehatan di wilayah DKI Jakarta yang
proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi adalah :
a. Surat Izin Praktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
b. Surat Izin Praktek Dokter (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Gigi dan Dokter
gigi spesialis).
c. Surat Izin Kerja Perawat.
d. Surat Izin Kerja Perawat Gigi.
e. Surat Izin Praktek Bidan.
f. Surat Izin Kerja Radiografer.
g. Surat Izin Kerja Refraksionis Optisien.
h. Surat Izin Praktek Fisioterapis.
i.
Surat Izin Praktek Terapis Wicara
3.3.2.1. Izin Praktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Menteri Kesehatan RI,
2011)
Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian,
yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis
Kefarmasian dapat berupa Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi
atan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Setiap tenaga kefarmasian
yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan memiliki izin
kerja/praktek. Sebelumnya, Apoteker dan Asisten Apoteker yang melakukan
pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat Penugasan atau
Surat Izin Kerja bagi Apoteker atau SIAA dan SIKAA bagi Asisten Apoteker.
Namun sejak tanggal 1 juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 889/Menkes/PerV/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktek, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan Permenkes ini, setiap
Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi.
Surat Tanda Registrasi tersebut berupa STRA bagi Apoteker dan STRTTK
bagi Tenaga Teknis Kefarmasian. Setelah memiliki STRA atau STRTTK,
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat
tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut dapat berupa SIPA atau SIKA bagi
Universitas Indonesia
35
Apoteker dan SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker yang telah
memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK dengan STRA dan
SIPA/SIKA dengan cara mendaftar melalui website KFN (Komite Farmasi
Nasional). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib mengurus SIPA dan
SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilakukan. Sementara bagi Asisten Apoteker yang telah memiliki SIAA dan/atau
SIKAA harus menggantinya dengan STRTTK dengan cara mendaftar melalui
Dinas Kesehatan Provinsi. Setelah mendapat STRTTK, Tenaga Teknis
Kefarmasian wajib mengurus SIKTTK di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
STRA dan STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan
mendelegasikan pemberian STRA kepada Komite Farmasi Nasional dan STRTTK
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. STRA dan STRTTK berlaku selama
lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan.
Untuk
memperoleh
STRTTK,
Tenaga
Teknis
Kefarmasian
harus
mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi. Surat
permohonan STRTTK harus melampirkan:
a. Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis
Farmasi atan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP;
c. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian;
d. Surat rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki
STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang
menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
e. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm dua lembar dan ukuran 2 x 3 cm
dua lembar.
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian
wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin
tersebut berupa SIPA bagi Apoteker penanggung jawab atau Apoteker
pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian, SIKA bagi Apoteker yang
melakukan
pekerjaan
kefarmasian
di
fasilitas
produksi
atau
fasilitas
distribusi/penyaluran, atau SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang
Universitas Indonesia
36
melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian. SIPA bagi apoteker
penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan
untuk satu tempat fasilitas kefarmasian sementara SIPA bagi apoteker
pendamping dapat diberikan untuk paling banyak tiga tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian. SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak tiga tempat fasilitas
kefarmasian. SIPA, SIKA, atau SIKTTK dikeluarkan oleh Kepala DinKes
Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.
Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN;
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi
atau distribusi/penyaluran;
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi;
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus
dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua,
atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA
atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan diterima dan
dinyatakan lengkap. Permohonan SIKTTK harus melampirkan:
a. Fotokopi STRTTK;
b. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan
pekerjaan kefarmasian;
c. Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian; dan
d. Pas foto berwarna berukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Dalam mengajukan permohonan SIKTTK harus dinyatakan permintaan
SIKTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala
Universitas Indonesia
37
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIKTTK paling lama dua
puluh hari sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
3.3.2.2. Surat izin praktek dokter (Menteri Kesehatan RI, 2011)
Praktek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
Dokter dan dokter gigi yang dimaksud meliputi dokter, dokter spesialis, dokter
gigi dan dokter gigi spesialis. Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan
praktek kedokteran wajib memiliki Surat Izin Praktek (SIP). SIP adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan
dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktek
kedokteran. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan SIP
harus mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah dokter dan dokter gigi
dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Dokter atau dokter gigi mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktek kedokteran dilaksanakan untuk
memperoleh SIP. Dokumen yang harus terlampir dalam permohonan SIP tersebut
meliputi:
a. Fotokopi Surat Tanda Registrasi (STR) dokter atau STR dokter gigi yang
diterbitkan dan dilegalisasi asli oleh Konsil Kedokteran Indonesia yang masih
berlaku;
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek, atau surat keterangan dari sarana
pelayanan kesehatan sebagai tempat prakteknya;
c. Surat persetujuan dari atasan langsung bagi dokter dan dokter gigi yang
bekerja pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah atau pada
instansi/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara purna waktu;
d. Surat rekomendasi asli dari organisasi profesi sesuai tempat praktek;
e. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak tiga lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Selain dokumen tersebut, Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur
menambahkan persyaratan dokumen sebagai berikut:
a. Fotokopi SIP yang telah dimiliki;
b. Surat keterangan aktif bekerja dari atasan langsung; dan
Universitas Indonesia
38
c. Fotokopi KTP.
Fotokopi KTP ditambahkan untuk menghindari kesalahan penulisan nama
pada SIP karena terkadang tulisan dari para dokter sulit untuk dibaca oleh
petugas. Fotokopi SIP yang telah dimiliki dan surat keterangan aktif bekerja dari
atasan langsung ditambahkan sebagai tambahan pertimbangan bagi Suku Dinas
Administrasi Kota Administrasi Jakarta Utara dalam pengambilan keputusan
apakah izin akan dibuatkan atau tidak.
Dokter atau dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan tersebut
diberikan SIP untuk satu tempat praktek. SIP dokter atau dokter gigi diberikan
paling banyak untuk tiga tempat praktek, baik pada sarana pelayanan kesehatan
milik pemerintah, swasta maupun praktek perorangan. Oleh karena itu, dalam
pengajuan permohonan SIP harus dinyatakan permintaan SIP tersebut untuk
tempat praktek pertama, kedua, atau ketiga. SIP yang diberikan berlaku selama 5
tahun sepanjang STR masih berlaku dan tempat praktek masih sesuai dengan yang
tercantum dalam SIP.
3.3.2.3. Surat izin praktek bidan (Menteri Kesehatan RI, 2010)
Bidan dapat menjalankan praktek pada fasilitas pelayanan kesehatan
yang meliputi, fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau
praktek mandiri. Setiap bidan yang menjalankan praktek wajib memiliki Surat
Izin Praktek Bidan (SIPB), kecuali bagi bidan yang menjalankan praktek pada
fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktek mandiri atau bidan yang menjalankan
tugas pemerintah sebagai bidan desa. Surat Izin Praktek Bidan adalah bukti
tertulis yang diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk
menjalankan praktek kebidanan. Untuk memperoleh SIPB, bidan harus
mengajukan permohonan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan
melampirkan:
a. Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir;
b. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktek;
c. Surat pernyataan memiliki tempat praktek;
d. Pas foto berwarna terbaru ukuran 4 x 6 cm sebanyak tiga lembar; dan
e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi.
SIPB hanya diberikan untuk satu tempat praktek. Bidan dalam
Universitas Indonesia
39
menjalankan praktek mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi tempat
praktek dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan.
3.3.2.4. Surat izin praktek perawat (Menteri Kesehatan RI, 2010)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/148/I/2010, Perawat adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Perawat dapat melaksanakan praktek
keperawatan pada fasilitas pelayanan kesehatan, baik fasilitas pelayanan
kesehatan di luar praktek mandiri dan/atau praktek mandiri. Perawat yang
melaksanakan praktek pada wajib memiliki Surat Izin Praktek Perawat (SIPP),
kecuali untuk perawat yang menjalankan praktek pada fasilitas pelayanan
kesehatan di luar praktek mandiri. SIPP hanya diberikan untuk satu tempat
praktek. SIPP dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan melampirkan:
a. Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir;
b. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SIP;
c. Surat pernyataan memiliki tempat praktek;
d. Pas foto berwana ukuran 4x6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; dan
e. Rekomendasi dari Organisasi Profesi
Pelaksanaan perizinan perawat
di Suku Dinas
Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur pada tahun 2011 belum dilaksanakan sesuai dengan
Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010 tersebut karena belum terbentuknya
Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI) yang bertugas melaksanakan registrasi tenaga kesehatan di
setiap provinsi. MTKI dan MTKP baru terbentuk pada akhir tahun 2011. Dengan
demikian registrasi tenaga kesehatan masih dilakukan di Dinas Kesehatan dan
pemberian Surat Izin Kerja Perawat pada tahun 2011 dilaksanakan oleh Suku
Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur sesuai dengan Permenkes No.
1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat.
3.3.2.5. Surat izin kerja perawat gigi (Menteri Kesehatan RI, 2001)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1392/Menkes/SK/XII/2001 Perawat Gigi adalah setiap orang yang lulus
Universitas Indonesia
40
pendidikan perawat gigi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Surat Izin Kerja (SIK) adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
perawat gigi untuk melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut di
sarana kesehatan. SIK sebagaimana dimaksud diperoleh dengan mengajukan
permohonan
kepada
Kepala
Suku
Dinas
Kesehatan
setempat
dengan
melampirkan:
a. Foto kopi ijazah pendidikan perawat gigi.
b. Foto kopi SIPG (surat izin perawat gigi) yang masih berlaku.
c. Surat keterangan sehat dari dokter.
d. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
e. Surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan yang menyebutkan tanggal
mulai bekerja sebagai perawat gigi.
f. Rekomendasi dari organisasi profesi ( PPGI).
SIK berlaku sepanjang SIPG belum habis masa berlakunya dan
selanjutnya dapat diperbaharui. SIPG berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbarui
kembali serta merupakan dasar untuk memperoleh SIK.
3.3.2.6. Surat izin kerja radiografer (Menteri Kesehatan RI, 2006).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
357/Menkes/Per/2006 Radiografer adalah tenaga kesehatan lulusan akademi
penata rontgen, diploma III radiologi, pendidikan ahlimadya/akademi/diploma III
teknik radiodiagnostik dan radioterapi yang telah memiliki ijazah sesuai dengan
ketentuan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Setiap
radiografer
untuk
menjalankan pekerjaan radiografi pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah
maupun swasta wajib memilki Surat Izin Kerja Radiografer (SIKR). Untuk
memperoleh SIKR, maka radiografer yang bersangkutan mengajukan permohonan
kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat dengan melampirkan :
a. Fotokopi Surat Izin Radiografer (SIR) yang masih berlaku.
b. Fotokopi ijazah radiografer yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara
pendidikan radiographer.
c. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP.
d. Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2(dua) lembar.
Universitas Indonesia
41
e. Surat keterangan telah melaksanakan tugas dari pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
SIK berlaku sepanjang SIR belum habis masa berlakunya dan dapat
diperbaharui. SIR berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui kembali serta
merupakan dasar untuk memperoleh SIK.
3.3.2.7. Surat izin kerja refraksionis optisien (Menteri Kesehatan RI, 2002).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
544/Menkes/VI/2002 Refraksionis Optisien adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan refraksionis optisien minimal program pendidikan diploma, baik di
dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Setiap refraksionis optisien untuk melakukan pekerjaan
pada sarana kesehatan wajib memiliki SIK. SIK diperoleh dengan mengajukan
permohonan
kepada
Kepala
Suku
Dinas
Kesehatan
setempat
dengan
melampirkan:
a. Fotokopi Surat Izin Refraksionis Optisien (SIRO) yang masih berlaku.
b. Surat keterangan sehat dari dokter.
c. Pasfoto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar.
d. Surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan yang menyatakan tanggal
mulai bekerja.
e. Rekomendasi dari organisasi profesi.
SIK berlaku sepanjang SIRO belum habis masa berlakunya dan dapat
diperbaharui kembali. SIRO berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui serta
merupakan dasar untuk memperoleh SIK.
3.3.2.8. Surat izin praktek fisioterapis (Menteri Kesehatan RI, 2001).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1363/Menkes/SK/XII/2001 Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan fisioterapi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu
dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak
dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan
secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan
mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi. Fisioterapis dapat melaksanakan praktek
Universitas Indonesia
42
fisioterapi pada sarana pelayanan kesehatan, praktek perorangan dan/atau
berkelompok. Fisioterapis yang melaksanakan praktek fisioterapi harus memiliki
Surat Izin Praktek Fisioterapis (SIPF). SIPF dapat diperoleh dengan
mengajukan permohonan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat dengan
melampirkan:
a. Fotokopi ijazah pendidikan fisioterapis.
b. Fotokopi SIF (surai izin fisioterapis) yang masih berlaku.
c. Surat keterangan sehat dari dokter.
d. Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
e. Surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan
tanggal mulai bekerja.
f. Surat keterangan menyelesaikan adaptasi, bagi lulusan luar negeri SIPF
berlaku sepanjang SIF belum habis masa berlakunya dan selanjutnya dapat
diperbaharui. SIF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui kembali serta
merupakan dasar untuk memperoleh SIPF.
3.3.2.9. Surat izin praktek terapis wicara (Menteri Kesehatan RI, 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
867/Menkes/Per/VIII/2004 Terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan terapis wicara baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terapis wicara dapat
melaksanakan praktek terapis wicara pada sarana pelayanan terapi wicara, praktek
perorangan dan/atau berkelompok. Terapis wicara yang melakukan praktek pada
sarana pelayanan terapi wicara, praktek perorangan dan/atau berkelompok harus
memiliki Surat Izin Praktek Terapis Wicara (SIPTW). SIPTW dapat diperoleh
dengan megajukan permohonan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan setempat
dengan dengan tembusan kepada Ikatan Terapis Wicara yang terdekat dengan
wilayah tersebut. Permohonan tersebut diajukan dengan melampirkan :
a. Fotokopi ijazah yang disahkan oleh pimpinan penyelenggara pendidikan
terapis wicara.
b. Fotokopi SITW yang masih berlaku.
c. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP.
Universitas Indonesia
43
d. Surat keterangan dari pimpinan sarana yang menyatakan tanggal mulai
bekerja, untuk yang bekerja di sarana pelayanan terapi wicara.
e. Pas foto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar SIPTW berlaku sepanjang
SITW belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali. SITW
berlaku selama 5 tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk
memperoleh SIPTW.
3.3.3. Bagian standarisasi mutu kesehatan
Ruang lingkup kebijakan mutu Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Timur adalah sebagai berikut:
a. Orientasi pada kepuasan pelanggan.
b. Perbaikan/peningkatan terus menerus dan berkesinambungan (continous and
sustainable improvement).
c. Mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
d. Memberikan jasa pelayanan dan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian
(Binwasdal) bidang kesehatan yang profesional dan responsif.
Adapun sasaran mutu yang ingin dicapai dalam jasa pelayanan dan
Binwasdal yang diselenggarakan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Utara adalah sebagai berikut.
a. Binwasdal Sumber Daya Manusia (SDM) Sudinkes 100 % terlaksana secara
baik, benar, dan tepat waktu.
b. Binwasdal program 100 % terlaksana secara baik, benar, dan tepat waktu.
c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan 12 hari kerja.
d. Pelayanan sarana kesehatan 12 hari kerja.
e. Keluhan pelanggan 100 % ditindaklanjuti.
f. Kepuasan pelanggan 85 % dipenuhi.
g. Tanggungjawab pencapaian sasaran mutu terdistribusi sampai Subbag dan
Seksi pemilik program pencapaian sasaran mutu.
h. Pencapaian sasaran mutu Sistem Manajemen Mutu di Sudinkes Jakut
dilakukan secara bertahap sesuai tabel pencapaian sasaran mutu dan dilakukan
evaluasi periodik dalam rapat-rapat tinjauan manajemen.
Dokumen mutu merupakan dokumen yang ditetapkan oleh Sudinkes
Jakut sebagai bentuk penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Ada
Universitas Indonesia
44
beberapa level dokumen mutu, berdasarkan tingkatan penggunaannya di
lingkungan Sudinkes Jakut.
a. Dokumen level pertama (I), yaitu manual mutu (quality manual) yang
merupakan dokumen mutu induk yang menjadi dasar dan rujukan bagi semua
dokumen mutu lainnya dan berlaku bagi seluruh bagian Sudinkes Jakut.
b. Dokumen level kedua (II), yaitu prosedur mutu (quality procedure) yang
merupakan penjelasan lebih rinci mengenai hal-hal tertentu yang disebutkan
dalam manual mutu serta terbagi atas prosedur yang berlaku bersama untuk
seluruh bagian Sudinkes Jakut dan prosedur yang hanya berlaku untuk satu
seksi/subbagian saja.
c. Dokumen level ketiga (III), yaitu instruksi kerja merupakan penjelasan
mendetail mengenai hal-hal tertentu dalam prosedur mutu yang perlu
dijelaskan lebih lanjut.
d. Dokumen level keempat (IV), yaitu format gambar dan dokumen pendukung
lainnya yang dipakai dalam sistem manajemen mutu dalam berbagai kegiatan
yang berhubungan dengan kegiatan kendali mutu.
Manual mutu Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Utara merupakan
suatu dokumen mutu yang menjadi pedoman dan acuan dasar pelaksanaan sistem
manajemen mutu di lingkungan Sudinkes Jakarta Utara. Hal-hal pokok yang
tercantum dalam Manual Mutu Sudinkes Jakarta Utara adalah sebagai berikut.
a. Pengantar Sistem Manajemen Mutu Sudinkes Jakut.
b. Profil Organisasi Sudin.
c. Sistem Manajemen Mutu Sudin.
d. Persyaratan Umum Sistem Manajemen Mutu.
e. Komitmen Mutu.
f. Manjemen Sumber Daya.
g. Realisasi Pelayanan.
h. Pengukuran, Analisa, dan Implementasi Sistem Manajemen Mutu.
Beberapa kegiatan implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes
Jakut adalah sebagai berikut:
a. Audit Mutu Internal, yaitu suatu kegiatan pemeriksaan/audit yang dilakukan
oleh bagian Standarisasi Mutu Kesehatan dari Seksi Sumber Daya Kesehatan
Universitas Indonesia
45
untuk memastikan tercapainya sasaran mutu yang telah ditetapkan untuk
dicapai oleh Sudinkes Jakut. Audit ini dilakukan minimal dua kali dalam
setahun.
b. Audit Surveilans, yaitu suatu kegiatan pemeriksaaan/audit yang dilakukan
oleh pihak luar, yakni badan sertifikasi independen yang memberikan
sertifikat terhadap implementasi Sistem Manajemen Mutu berdasarkan ISO
9001:2008 kepada Sudinkes Jakut, untuk memastikan terpeliharanya
implementasi Sistem Manajemen Mutu tersebut. Audit ini dilakukan minimal
satu kali dalam setahun.
c. Tinjauan Manajemen, yaitu suatu kegiatan rapat seluruh bagian Sudinkes
Jakut guna membahas hasil evaluasi pemeliharaan implementasi sistem
manajemen mutu di Sudinkes Jakut sehingga dapat dilakukan langkah-langkah
yang diperlukan untuk memperbaiki hal tersebut sehingga implementasi
sistem manajemen mutu di Sudinkes Jakut dapat lebih baik lagi. Tinjauan
manajemen dilakukan minimal 1 tahun sekali.
d. Survei Kepuasan Pelanggan, yaitu survei untuk menilai terpenuhinya
kepuasan pelanggan Sudinkes terhadap pelayanan yang diberikan oleh semua
bagian (Seksi dan Subbagian) Sudinkes Jaktim. Survei ini dilaksanakan
melalui pengisian angket oleh pelanggan yang datang dan menerima
pelayanan Sudinkes, misalnya pihak yang mengurus sarana perizinan seperti
apotek dan toko obat. Selanjutnya, hasil pengisian angket ini dianalisis
sehingga nilai pemenuhan kepuasan pelanggan dapat diperoleh dan dapat
ditingkatkan lagi apabila hasil analisis menunjukkan kekurangan.
e. Pelatihan-pelatihan, misalnya pelatihan auditor pemimpin (lead auditor) dan
pelatihan kepuasan pelanggan, yang berguna untuk membantu implementasi
sistem manajemen mutu oleh segenap karyawan Sudinkes Jakut
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Suku dinas kesehatan Jakarta Utara
Suku Dinas Kesehatan didirikan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No.
58 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi DKI
Jakarta. Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom menunjukkan adanya perubahan
sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi otonomi daerah sehingga
sebagian kewenangan dan tugas pemerintah pusat dilimpahkan ke daerah
termasuk masalah pelayanan kesehatan.
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Utara dilaksanakan pada seksi sumber daya kesehatan karena
pelaksanaan teknis kebijakan tentang kefarmasian terpusat pada subseksi farmasi,
makanan dan minuman (farmakmin) yang berada di bawah seksi tersebut.
Subseksi farmakmin secara umum bertanggungjawab mengurus perizinan,
melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (binwasdal) serta
menyediakan obat buffer yang disimpan di gudang. Perizinan yang dilaksanakan
di Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Utara meliputi perizinan sarana kesehatan
seperti apotek, toko obat, industri kecil obat tradisional, sertifikasi produksi
pangan industri rumah tangga (SPP-IRT) dan cabang/sub penyalur alat kesehatan
serta tenaga kerja. Perizinan surat izin praktek atau kerja apoteker dilimpahkan ke
suku
dinas
kabupaten/kota
sejak
diberlakukannya
permenkes
No.
889/Menkes/Per/V/2011 pada tanggal 1 Juni 2011. Selain itu, surat izin kerja
asisten apoteker (SIKAA) berubah penamaannya menjadi Surat Izin Tenaga
Teknis Kefarmasian (SIKTTK).
Pelayanan perizinan dilaksanakan melalui sistem satu pintu dimulai dari
front line officer (FLO) di pelayanan prima dan pelaksanaan perizinan selanjutnya
dilaksanakan oleh petugas sudinkes di bidang farmakmin. Setiap perizinan yang
46
Universitas Indonesia
47
masuk di monitoring pelaksanaannya. Melalui sistem manajemen mutu, setiap
pelaksanaan didokumentasikan dengan rapi. Perizinan yang melalui beberapa
tahap pelaksanaan dicatat alur proses yang telah dilalui, tanggal pelaksanaan dan
diparaf oleh petugas yang bersangkutan untuk mencegah keterlambatan proses
perizinan dan menjaga kualitas pelayanan di Sudin Kesehatan Jakarta utara.
Alur proses perizinan dimulai dengan pemohon izin menyerahkan berkas
permohonan yang sudah lengkap kepada FLO (Front Line Officer) di Pelayanan
Prima. FLO akan menerima dan memeriksa kelengkapan berkas serta mengisi
check list sesuai dengan persyaratan permohonan izin. Jika berkas tidak lengkap,
kekurangan akan diberitahukan kepada pemohon dan berkas akan langsung
dikembalikan. Check list hasil pemeriksaan berkas disimpan oleh FLO. Jika
berkas permohonan lengkap dan benar, FLO akan membuat tanda terima (rangkap
2, asli untuk pemohon dan fotokopi untuk arsip), mencatat pada buku register, dan
menginput data pemohon melalui software. Selanjutnya, berkas permohonan akan
diserahkan ke Bagian Tata Usaha (TU). Oleh bagian TU, berkas akan dicatat dan
diberi penomoran pada buku agenda masuk. Data akan diteruskan ke seksi melalui
software dan berkas akan diserahkan ke Seksi Sumber Daya Kesehatan (yaitu
Koordinator Farmakmin) dengan menulis tanggal penerimaan di buku agenda
keluar dan paraf penerima di Status Kendali Mutu. Seksi Sumber Daya Kesehatan
(SDK) menerima berkas permohonan dari TU dan mencatatnya pada register
seksi. Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan akan melakukan verifikasi kebenaran
dan keabsahan berkas permohonan. Jika hasil verifikasi tidak memenuhi
persyaratan, Seksi SDK akan membuat surat penolakan yang ditandatangani oleh
Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Berkas permohonan dan surat
penolakan akan diserahkan kembali ke FLO. Jika hasil verifikasi memenuhi
persyaratan, Seksi SDK akan membuat perjanjian waktu pemeriksaan lapangan.
Seksi SDK membuat Surat Tugas yang ditanda tangani oleh Kepala Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Utara dan mempersiapkan Berkas Pemeriksaan
Lapangan. Setelah pemeriksaan lapangan dilaksanakan, BAP lapangan akan dikaji
dan hasil pemeriksaan lapangan dilaporkan ke Kepala Seksi Sumber Daya
Kesehatan dan atau Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. Bila memenuhi
persyaratan di lapangan, pembuatan Surat Izin/SK/Sertifikat akan dilakukan. Bila
Universitas Indonesia
48
tidak memenuhi persyaratan di lapangan, surat penolakan izin berserta alasannya
akan dibuat dan ditanda tangani oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Surat penolakan dan berkas permohonan diserahkan kembali ke FLO untuk
dikembalikan ke pemohon. Selanjutnya dilakukan pemberian nomor Surat
Izin/Sertifikat Sarana dan Nomor Agenda Surat Keluar TU untuk Surat
Izin/Sertifikat
Sarana serta Nomor SK untuk SK izin sarana. Surat
Izin/SK/Sertifikat akan dicetak dan ditempelkan foto lalu diteruskan ke Kepala
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara untuk ditandatangani. Selanjutnya, Surat
Izin/SK/Sertifikat akan digandakan dan dibubuhkan stempel Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Utara. Sebagai arsip, foto ditempelkan di buku register
perizinan dan fotokopi Surat Izin/SK/Sertifikat didokumentasikan pada berkas
permohonan.
Seksi SDK menyerahkan Surat Izin/SK/Sertifikat asli ke FLO dengan berita
acara serah terima dan menginformasikan kepada pemohon untuk mengambil
Surat Izin/SK/Sertifikat tersebut. FLO mengisi blangko retribusi pembayaran dan
menyerahkannya ke pemohon untuk segera membayar ke Kas Daerah. FLO akan
memberikan Surat Izin/SK/Sertifikat asli kepada pemohon dengan menerima surat
tanda terima dan Surat Ketetapan Restribusi Daerah (SKRD) dari pemohon.
Untuk bukti, SKRD warna putih dipegang pemohon dan yang berwarna merah
disimpan FLO sebagai arsip. Selajutnya, pemohon menandatangani buku register
FLO sebagai bukti Surat Izin/SK/Sertifikat telah diambil. Keseluruhan proses ini
harus dilakukan dan selesai dalam waktu tidak lebih dari 16 hari kerja.
Pada saat pemeriksaan lapangan apotek, dilakukan pemeriksaan meliputi
bangunan, perlengkapan apotek, dan personalia (terutama Apoteker dan Tenaga
Teknis Kefarmasian). Pada saat pemeriksaan juga dilakukan penyuluhan
mengenai pentingnya pelaporan narkotika, kelengkapan sarana apotek seperti
kartu stok, penaraan timbangan, dan pentingnya kehadiran Apoteker di apotek,
serta keharusan apotek untuk membeli obat pada Pedagang Besar Farmasi.
Untuk penanggung jawab toko obat dilakukan oleh Tenaga Teknis
Kefarmasian dan daftar obat yang dapat dijual di toko obat hanya obat bebas dan
obat bebas terbatas. Toko Obat tidak boleh melayani resep atau memberikan obat
Universitas Indonesia
49
yang termasuk dalam daftar obat keras maupun DOWA (Daftar Obat Wajib
Apotek).
Berbeda dengan perizinan tenaga kerja kefarmasian, pengeluaran izin bagi
sarana kesehatan kefarmasian dilakukan setelah pemeriksaan fisik terhadap sarana
tersebut. Khusus IKOT, perizinannya terdiri dari 2 jenis yaitu izin prinsip dan izin
usaha sedangkan izin edar produk menjadi wewenang BPOM. Pada IKOT,
dilakukan pemeriksaan terhadap peralatan untuk pengolahan serta pengemasan
produk, peralatan laboratorium, peralatan pengendalian pencemaran sarana
produksi, serta sumber daya/energi yang digunakan.
Fungsi farmakmin lainnya adalah sebagai penyedia obat buffer puskesmas
dan untuk bakti sosial atau jika ada Kejadian Luar Biasa (KLB). Pengadaan obat
ini dilakukan setiap tahun dengan menghitung anggaran, jumlah dan jenis obat
yang diperlukan berdasarkan kebutuhan obat tahun sebelumnya dan disesuaikan
dengan pola penyakit di Jakarta Utara. Setelah perencanaan disetujui, farmakmin
melakukan pengadaan obat. Pengadaan obat dilakukan dengan cara lelang oleh
tim lelang. Obat diperiksa oleh tim pemeriksa untuk dan diterima oleh tim
penerima yang terdiri dari petugas sudinkes farmakmin di instalasi farmasi sudin.
Sejak 2 tahun terakhir, farmakmin tidak melaksanakan pengadaan buffer
obat karena bidang pengendalian masalah kesehatan ikut mengadakan pengadaan
obat, dan terdapat permintaan obat paten dalam proses lelang. Binwasdal juga
menjadi bagian kegiatan farmakmin. Binwasdal pada sarana pelayanan kesehatan
dan produk IRT disesuaikan dengan anggaran yang ada. Binwasdal dilakukan
secara acak pada saryankes yang belum dilakukan berdasarkan data tahun lalu.
Saat pelaksanaan binwasdal ditemukan banyak pelanggaran di sarana kesehatan.
Pelanggaran tersebut diantaranya merupakan temuan langsung sudin saat
peninjauan langsung ke lapangan ataupun temuan Balai POM. Temuan dari balai
POM ditindaklanjuti oleh sudinkes dengan memeriksa sarana kesehatan tersebut.
Pelanggaran yang sering terjadi di apotek yakni tidak ada asisten apoteker ataupun
apoteker, tidak rapinya administrasi, penjualan obat tanpa resep dokter dan lainlain.
Penertiban toko obat oleh sudinkes dilakukan setahun sekali dengan
mengecek ketersediaan obat bebas dan obat bebas terbatas, serta kemungkinan
Universitas Indonesia
50
dijualnya obat keras. Pengawasan juga dilakukan terhadap industri pangan rumah
tangga.
Jika diketahui terjadi pelanggaran atau penyimpangan, Koordinator
Farmakmin dapat memberikan peringatan dan pembinaan agar sarana tersebut
dapat memperbaiki kesalahannya. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kembali
untuk mengetahui apakah perbaikan telah dilakukan atau belum. Jika suatu sarana
tidak juga memperbaiki kesalahannya atau tetap melanggar peraturan,
Koordinator Farmakmin berwenang untuk mencabut izin sarana tersebut.
Selain sarana kesehatan, sudinkes juga melaksanakan pengawasan terhadap
produk IRT. Tahun 2012 lalu menjelang natal dan idul fitri, sudinkes melakukan
binwasdal terhadap produk parsel dan IRT di pasar swalayan dan pasar tradisional
yang kadaluwarsa ataupun tanpa no.izin edar. Setiap pelaksanaan binwasdal
dibuat berita acara dan dilanjutkan dengan pembinaan terhadap saryankes yang
melakukan pelanggaran sedangkan produk dan obat yang tidak layak serta terkait
dengan pelanggaran diamankan oleh BPOM.
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara merupakan perpanjangan tangan
Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam
memberikan pelayanan perizinan,
perencanaan,
pengendalian dan
penilaian efektifitas pelayanan kesehatan.
2. Tugas pokok Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara yaitu melaksanakan
kegiatan pembinaan dan pengembangan masyarakat.
3. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara memiliki beberapa fungsi yaitu
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), Pelaksanaan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas dan pembinaan,pengawasan,
serta pengendalian penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan kesehatan
masyarakat.
4. Subseksi farmasi makanan dan minuman berperan dalam pengadaan buffer
obat, pengelolaan perizinan tenaga kerja kefarmasian (SIPA, SIKA dan
SIKTTK), memberikan layanan perizinan, pembinaan, pengawasan, dan
pengendalian terhadap sarana apotek, toko obat, dan industri kecil obat
tradisional (IKOT), dan industri rumah tangga pangan (IRTP).
5.2
Saran
1. Kegiatan binwasdal sarana farmasi, makanan dan minuman yang telah
dilakukan perlu ditingkatkan lagi dalam rangka sosialisasi informasi dan
untuk meningkatkan kesadaran
serta pengetahuan tenaga kesehatan dan
pemilik sarana kesehatan
2. Perlu adanya peningkatan jumlah SDM di bidang subseksi farmakmin
untuk mempermudah pelaksanaan binwasdal terhadap sarana kesehatan.
3. Peningkatan kompetensi petugas Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK)
melalui pelatihan yang sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing
bagian.
51
Universitas Indonesia
52
DAFTAR ACUAN
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002). Pedoman Perizinan Sarana
Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI Jakarta. Jakarta : Suku
Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
Gubernur Provinsi DKI Jakarta. (2009). Peraturan Daerah DKI Jakarta No.4
Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah Jakarta: Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta.
Gubernur Provinsi DKI Jakarta. (2009). Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas
Kesehatan. Jakarta : Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan No.
2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktek dan Pelaksanaan Praktek
Kedokteran. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan RI. (2007). Peraturan Menteri Kesehatan No
284/MenKes/PER/III/2007, tentang Apotek Rakyat. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan RI. (2006). Peraturan Menteri Kesehatan No.
357/Menkes/Per/2006 Tentang Registrasi dan Izin Radiografer. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan RI. (2004). Peraturan Menteri Kesehatan No.
867/Menkes/Per/VIII/2004 tentang Registrasi dan Praktek Terapis Wicara.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan RI. (2002). Peraturan Menteri Kesehatan No.
1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan RI. (2002) Peraturan Menteri Kesehatan No.
544/Menkes/VI/2002 Tentang Registrasi dan IzinKerja Refraksionis
Optisien. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan RI. (2001). Peraturan Menteri Kesehatan No.
1392/Menkes/SK/XII/2001 tentang Registrasi dan Izin Kerja Perawat Gigi.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan RI. (2001). Peraturan Menteri Kesehatan No.
1363/Menkes/SK/XII/2001 Tentang Registrasi dan Izin Praktek Fisioterapis
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Universitas Indonesia
53
Menteri Kesehatan RI. (1991). Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
142/MenKes/PER/III/1991 tentang Penyalur Alat Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan RI. (1990). Peraturan Menteri Kesehatan No.
246/Menkes/PER/V/1990 Tentang Izin Usaha Industri Kecil Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan RI. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan No.
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan RI. (2011).Keputusan Menteri Kesehatan H.K.
02.02/Menkes/149/ I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktek
Bidan. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan RI .(2011). Keputusan Menteri Kesehatan H.K.
02.02/Menkes/148/ I/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktek
Perawat. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan RI. (2003). Keputusan Menteri Kesehatan No.
1202/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Presiden RI . (2009). Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Presiden RI . (1999). Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Kesehatan.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Presiden RI. (2009). Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
Presiden RI. (2000). Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah
Otonom Presiden RI. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara. (2011). Prosedur Pemberian Izin Sarana
dan Praktik Tenaga Kesehatan Farmasi Makanan Minuman Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Utara. Jakarta: Dinas Kesehatan Jakarta Utara.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
55
Lampiran 1 Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara
Kepala
Suku
Dinas Kesehatan
Sub
Bagian
Tata Usaha
Seksi Pengendalian
Masalah Kesehatan
Seksi Kesehatan
Masyarakat
Seksi
Sumber
Daya Kesehatan
Seksi Pelayanan
Kesehatan
Penyehatan
Lingkungan
Pembinaan
Kesehatan
Keluarga
Standarisasi
Manajemen
Kesehatan
Gawat Darurat
dan Bencana
Penyakit
Menular
dan
Tidak Menular
Gizi
dan
Pemberdayaan Peran
Serta Masyarakat
Tenaga
Kesehatan
Pelayanan
Kesehatan Dasar
Wabah
dan
Surveillance
Promosi Kesehatan
dan
Informasi
Kesehatan
Farmasi,
makanan
minuman
Pelayanan Kesehatan
Keahlian
dan
Tradisional
dan
Universitas Indonesia
56
Lampiran 2 Formulir Permohonan Izin Apotek
Universitas Indonesia
57
Lampiran 3 Surat Izin Apotek
Universitas Indonesia
58
Lanjutan
Universitas Indonesia
59
Lampiran 4 Berita Acara Pemeriksaan Apotek
Universitas Indonesia
60
Lanjutan
Universitas Indonesia
61
Lanjutan
Universitas Indonesia
62
Lanjutan
Universitas Indonesia
63
Lampiran 5 Berita Acara Pemusnahan Resep
Universitas Indonesia
64
Lampiran 6 Berita Acara Pemusnahan Perbekalan Farmasi
Universitas Indonesia
65
Lampiran 7 Formulir Permohonan Izin Toko Obat
Universitas Indonesia
66
Lampiran 8 Berita Acara Pemeriksaan Toko Obat
Universitas Indonesia
67
Lampiran 9 Formulir Permohonan Izin Prinsip IKOT
Universitas Indonesia
68
Lampiran 10 Formulir Permohonan Izin Usaha IKOT
Universitas Indonesia
69
Lanjutan
Universitas Indonesia
70
Lampiran 11 Formulir Permohonan SPP-IRT
Universitas Indonesia
71
Lampiran 12 Formulir Permohonan Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)/Surat Izin Kerja
Apoteker (SIKA)
Universitas Indonesia
72
Lampiran 13 Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)
Universitas Indonesia
73
Lampiran 14 Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA)
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA UTARA
JL. YOS SUDARSO 27-29
PERIODE 7 JANUARI – 18 JANUARI 2013
PEMETAAN TENAGA KESEHATAN NON-MEDIS
BERDASARKAN JUMLAH PENDUDUK PADA RUMAH
SAKIT DAN PUSKESMAS DI WILAYAH KOTA
ADMINISTRASI JAKARTA UTARA
WISNU AJENG RAKHMANINGTYAS, S.Farm
1106153574
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Tenaga kesehatan ................................................................................... 3
2.2 Sarana/fasilitas kesehatan....................................................................... 5
2.3 Profil wilayah Jakarta Utara ................................................................... 8
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 11
3.1 Waktu dan tempat pelaksanaan tugas khusus ....................................... 11
3.2 Metode pengumpulan data ................................................................... 11
3.3 Analisis rasio tenaga medis per 100000 penduduk di kota administrasi
Jakarta Utara periode 2012 ............................................................................. 11
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 12
4.1 Analisis rasio dan pemetaan tenaga kesehatan di kota administrasi
Jakarta Utara periode 2012 ............................................................................. 12
4.2 Tenaga keperawatan ............................................................................ 12
4.3 Apoteker .............................................................................................. 14
4.4 Gizi...................................................................................................... 14
4.5 Kesehatan masyarakat .......................................................................... 14
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 16
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 16
5.2 Saran ................................................................................................... 16
DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 17
ii
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 RasioTenaga Kesehatan Per 100.000 Penduduk ................................... 5
Tabel 2. 2 Daftar Rumah Sakit di Wilayah Jakarta Utara ...................................... 9
Tabel 2. 3 Jumlah Penduduk di 6 Kecamatan Wilayah Kota Administrasi Jakarta
Utara per tanggal 11 Januari 2013 jam 13:42 .................................................... 10
iii
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah Tenaga Kesehatan Non Medis Di Wilayah Kota Administrasi
Jakarta Utara.................................................................................... 19
Lampiran 2 Perbandingan Rasio Tenaga Kesehatan Non Medis Dengan Standar
Rasio Ideal Menurut Indikator Indonesia Sehat ................................ 25
iv
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana yang termaksud dalam Pancasila dan pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, keinginan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis (Undang-undang No. 36 Tahun 2009). Peningkatan derajat
kesehatan dilakukan dengan upaya – upaya dan pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh pemerintah di berbagai sarana pelayanan kesehatan, baik sarana
pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta ataupun perorangan. Beberapa
sarana pelayanan kesehatan yang dapat menyelenggarakan upaya dan pelayanan
kesehatan antara lain rumah sakit, puskesmas, klinik, poliklinik dan praktek
pribadi.
Rumah sakit dan puskesmas menjadi ujung tombak pembangunan dan
pelayanan kesehatan masyarakat, namun tidak semua rumah sakit yang ada di
Indonesia memiliki standar pelayanan dan kualitas yang sama. Rumah sakit
mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh
karena itu, masing-masing rumah sakit dituntut untuk memperbaiki manajemen,
dan meningkatkan mutu pelayanan dan melakukan pemberdayaan terhadap semua
potensi yang ada termasuk sumber daya manusia karena mutu pelayanan sangat
tergantung pada kemampuan dan ketersediaan sumber daya manusia. Sumber
daya
manusia
yang
dimaksud
adalah
tenaga
kesehatan
bertugas
menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang
keahlian dan kewenangan tiap tenaga kesehatan yang bersangkutan (Undang
Undang No. 23 Tahun 1992).
1
Universitas Indonesia
2
Standar kuantitas beberapa tenaga kesehatan yang vital telah ditetapkan
oleh kementerian kesehatan. Standar kuantitas tersebut dinyatakan sebagai rasio
tenaga kesehatan per 100.000 penduduk (Keputusan Menteri Kesehatan
No.1202 tahun 2003). Sedangkan standar sarana/prasarana kesehatan dan
pendayagunaan tenaga kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menetapkan
standar pelayanan kesehatan dan standar minimal jumlah tenaga kesehatan di
pusat/sarana kesehatan masyarakat terutama rumah sakit yang ditentukan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.340/MENKES/PER /III/2010.
Berdasarkan keputusan menteri tersebut perlu dilakukan adanya analisis
mengenai kesesuaian jumlah tenaga kesehatan beserta profil tenaga kesehatan di
sarana pelayanan kesehatan dan untuk menjamin pemenuhan standar pelayanan
yang telah ditetapkan. Jumlah tenaga kesehatan ini sangat menentukan kualitas
dari pelayanan yang diberikan, dimana tenaga kesehatan yang dimaksud antara
lain tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan
masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis. Dalam
tugas ini dilakukan analisis untuk tenaga kesehatan dimana tenaga kesehatan ini
dipilih berdasarkan kebutuhan utama yang ada di rumah sakit, puskesmas dan
sarana pelayanan kesehatan lainnya di tiap kecamatan di Wilayah Kota
Administrasi Jakarta Utara.
Analisis dilakukan dengan cara mengolah data-data sekunder yang telah
dikumpulkan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Seksi Sumber Daya
Kesehatan Koordinator Tenaga Kesehatan dan dilihat kesesuaiannya dengan
standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tugas khusus ini diharapkan dapat
mempermudah Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Seksi Sumber Daya
Kesehatan Bagian Tenaga Kesehatan untuk memetakan dan mengawasi
ketersediaan tenaga non medis di setiap rumah sakit, puskesmas dan sarana
pelayanan kesehatan lainnya di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara.
1.2
Tujuan
Untuk mengetahui pemenuhan standar jumlah tenaga kesehatan serta
pemetaan tenaga kesehatan di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan pemerintah.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tenaga kesehatan
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
mengatur tentang jenis tenaga kesehatan di Indonesia beserta persyaratan yang
berlaku, sistem pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan, standar profesi,
serta mekanisme pembinaan dan pengawasan tenaga kesehatan agar sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan (Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996).
Menurut Peraturan Pemerintah tersebut, yang dimaksud dengan Tenaga
Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
Adapun jenis tenaga kesehatan yang diakui di Indonesia yaitu Peraturan
Pemerintah No. 32 Tahun 1996):
1. Tenaga medis, meliputi dokter dan dokter gigi
2. Tenaga keperawatan, meliputi perawat dan bidan
3. Tenaga kefarmasian, meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker
4. Tenaga kesehatan masyarakat, meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan,
mikrobiolog kesehatan,
penyuluh kesehatan,
administrator
kesehatan dan sanitarian.
5. Tenaga gizi, meliputi nutrisionis.
6. Tenaga keterapian fisik, meliputi fisioterapis, okupasi terapis, dan terapis
wicara
7. Tenaga keteknisian medis, meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisi, otorik prostetik,
teknisi transfusi dan perekam medis
Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan oleh
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yang merata bagi
seluruh masyarakat. Penempatan tenaga kesehatan dalam masa bakti dilaksanakan
dengan memperhatikan kondisi wilayah dimana tenaga kesehatan yang
3
Universitas Indonesia
4
bersangkutan ditempatkan, lama penempatan, jenis pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan masyarakat, dan prioritas sarana kesehatan.
Sedangkan dalam proses perencanaan nasional tenaga kesehatan selain
jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat, harus diperhatikan pula
faktor sarana kesehatan serta jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan pelayanan kesehatan (Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun
1996).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996, selanjutnya
ditetapkan Kepmenkes No. 81/Menkes/SK/I/2004 tentang pedoman penyusunan
perencanaan sumber daya kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten/kota, serta
rumah sakit. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan disebutkan bahwa dalam
perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan terdapat empat metode penyusunan yang
dapat
digunakan,
yaitu
(Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
81/Menkes/SK/I/2004,2004):
a. Health Need Method, yaitu perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan yang
didasarkan atas epidemiologi penyakit utama yang ada pada masyarakat.
b. Health Service Demand, yaitu perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan yang
didasarkan atas permintaan akibat beban pelayanan kesehatan.
c. Health Service Target Method, yaitu perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan
yang didasarkan atas sarana pelayanan kesehatan yang ditetapkan, misalnya
Puskesmas dan Rumah Sakit.
d. Rasio Method, yaitu perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan yang didasarkan
pada standar/rasio terhadap nilai tertentu.
Pelaksanaan penyusunan peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan, serta
melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan di Kota
Administrasi yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta merupakan tugas Seksi
Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kota Administrasi (Peraturan Gubernur DKI
Jakarta Nomor 150 tahun 2009).
Berdasarkan Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 Pasal 23
yang menyebutkan bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga
kesehatan wajib memilki izin dari pemerintah. Perizinan praktek tenaga kesehatan
Universitas Indonesia
5
di Provinsi DKI Jakarta diberikan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administras
dengan keluarnya Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 150 tahun 2009. Dasar
hukum yang mengatur perizinan tenaga kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Permenkes
No.1796/Menkes/Per/VIII/2011
tentang
Registrasi
Tenaga
Kesehatan.
2. Kepmenkes No.889/MenKes/ Per/V/2011 tentang Izin Praktek dan izin Kerja
Tenaga Kefarmasian.
3. Kepmenkes
No.2052/Menkes/Per/X/2011
tentang
Izin
Praktek
dan
Pelaksanaan Praktek Kedokteran.
4.
Kepmenkes No.H.K 02.02/Menkes/148/ I/2001 tentang Registrasi dan
Praktek Perawat.
5. Kepmenkes No.H.K 02.02/Menkes/149/ I/2001 tentang Registrasi dan Praktek
Bidan.
6. Kepmenkes No.357/Menkes/Per/2006 tentang Registrasi dan Izin Radiografer.
7. Surat Edaran Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No.3026/1.777.12
tanggal 12 April 2012.
Rasio tenaga kesehatan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202
/Menkes/sk/VIII/2003:
Tabel 2. 1 RasioTenaga Kesehatan Per 100.000 Penduduk
Tenaga Kesehatan
Rasio per 100.000 penduduk
Dokter
40
Dokter spesialis
6
Dokter gigi
11
Perawat
117,5
Bidan
100
Apoteker
10
Gizi
22
Sanitasi
40
Kesehatan masyarakat
40
Sumber: keputusan menteri kesehatan No 1202/Menkes/SK/VIII/2003
2.2
Sarana/fasilitas kesehatan
Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
Universitas Indonesia
6
upaya kesehatan (Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996). Sedangkan yang
dimaksud dengan fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan menurut
jenisnya dibedakan menjadi fasilitas pelayanan perseorangan dan fasilitas
pelayanan masyarakat, yang diselenggarakan baik oleh pihak pemerintah,
pemerintah daerah maupun pihak swasta. Sedangkan dalam menentukan jenis dan
jumlah fasilitas kesehatan merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dengan
mempertimbangkan (Undang-Undang No. 36 Tahun 2009):
a. Luas wilayah
b. Kebutuhan kesehatan
c. Jumlah dan persebaran penduduk
d. Pola penyakit
e. Pemanfaatannya
f. Fungsi sosial
g. Kemampuan dalam memanfaatkan teknologi
2.2.1
Rumah sakit
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009
tentang rumah sakit, definisi rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009
rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, rumah sakit mempunyai
fungsi :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberianpelayanan kesehatan
Universitas Indonesia
7
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.2.2
Pusat kesehatan masyarakat
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau
kota yang bertanggung jawab melaksanakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan puskesmas memiliki
fungsi
sebagai
berikut
(Keputusan
Menteri
kesehatan
No.
128/Menkes/SK/II/2004):
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Puskesmas
selalu
berupaya
menggerakkan
dan
memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan
dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung
pembangunan kesehatan.
2. Pusat pemberdayaan masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan
dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat
berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau
pelaksanaan program kesehatan.
3. Pusat pelayanan kesehatan
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab
puskesmas meliputi :
a. Pelayanan kesehatan perorangan
Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi
dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan
perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit pelayanan perseorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk
puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.
Universitas Indonesia
8
b. Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan kesehatan yang
bersifat publik dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat antara
lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana,
kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
2.3
Profil wilayah Jakarta Utara
Jakarta Utara merupakan salah satu Kotamadya yang berada di Daerah
Khusus Ibukota Jakarta yang terbagi dalam 6 kecamatan dengan masing-masing
kelurahannya, yaitu (Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2010):
1. Kecamatan Penjaringan
4. Kecamatan Koja
a. Kelurahan Kamal Muara
a. Kelurahan Rawabadak Selatan
b. Kelurahan Kapuk Muara
b. Kelurahan Tugu Selatan
c. Kelurahan Penjagalan
c. Kelurahan Tugu Utara
d. Kelurahan Penjaringan
d. Kelurahan Lagoa
e. Kelurahan Pluit
e. Kelurahan Rawabadak Utara
2. Kecamatan Pademangan
a. Kelurahan Pademangan Barat
f. Kelurahan Koja
5. Kecamatan Kelapa Gading
b. Kelurahan Pademangan Timur
a. Kelurahan Kelapa Gading Barat
c. Kelurahan Ancol
b. Kelurahan
3. Kecamatan Tanjung Priok
a. Kelurahan Sunter Agung
b. Kelurahan Sunter Jaya
Kelapa
Gading
Timur
c. Kelurahan Pegangsaan Dua
6. Kecamatan Cilincing
c. Kelurahan Papanggo
a. Kelurahan Sukapura
d. Kelurahan Warakas
b. Kelurahan Rorotan
e. Kelurahan Sungai Bambu
c. Kelurahan Marunda
f. Kelurahan Kebon Bawang
d. Kelurahan Cilincing
g. Kelurahan Tanjung Priok
e. Kelurahan Semper Timur
f. Kelurahan Semper Barat
g. Kelurahan Kalibaru
Universitas Indonesia
9
Kota Administrasi Jakarta Utara memiliki 6 Puskesmas Kecamatan, 43
Puskesmas Kelurahan dan 19 rumah sakit yang tersebar di berbagai wilayah
Jakarta Utara, yaitu:
Tabel 2. 2 Daftar Rumah Sakit di Wilayah Jakarta Utara
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Rumah Sakit
Jumlah
Tempat
Tidur
Klasifikasi
Kecamatan
Rumah Sakit Akademik Atma
149
Umum
Jaya
Rumah Sakit Pluit
192
Umum
Penjaringan
Rumah Sakit Ibu dan Anak
90
Khusus (C)
Family
Rumah Sakit Indah Kapuk
209
Umum
RSTP TP Ancol
48
Pademangan
Rumah SakitPenyakit Infeksi
167
Khusus (B)
Prof. Dr. Sulianti
Rumah Sakit Ibu dan Anak
53
Khusus (B)
Hermina Podomoro
Rumah Sakit Sunter Agung
Rumah Sakit Royal Progress
Tanjung Priok
Rumah Sakit Puri Medika
50
Khusus
Rumah Sakit Port Medical
50
Umum
Centre
Rumah Sakit Sukmul
98
Umum (C)
Rumah Sakit Satya Negara
14
Umum
Rumah Sakit Medika Griya
105
Umum (C)
Rumah Sakit Umum Daerah
456
Umum (B)
Koja
Koja
Rumah Sakit Pelabuhan
221
Umum (C)
Tanjung Priok
Rumah Sakit Mitra Keluarga
164
Umum (B)
Kelapa
Gading
Rumah Sakit Gading Pluit
50
Umum (B)
Rumah Sakit Islam Jakarta
179
Umum
Cilincing
Utara
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta,2012
Berdasarkan hasil sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Jakarta Utara
adalah 1.657.509 jiwa. Dari hasil sensus penduduk tahun 2011 tersebut bahwa
penyebaran penduduk di Jakarta Utara dengan 3 kecamatan terbesar yaitu :
- Kecamatan Tanjung Priok yakni sebesar 24,74%
- Kecamatan Cilincing yakni sebesar 24,34%
- Kecamatan Koja yakni sebesar 19,42%
Universitas Indonesia
10
Kecamatan dengan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah
Kecamatan Kelapa Gading yang berjumlah 131.354 jiwa.
Tabel 2. 3 Jumlah Penduduk di 6 Kecamatan Wilayah Kota Administrasi Jakarta
Utara per tanggal 11 Januari 2013 jam 13:42
Kecamatan
Kelurahan
Akhir Tahun 2010
Akhir Tahun 2011
(Districs)
(Villages)
Total
%
Total
%
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Penjaringan
5
306.456
18,62
228.190
13,76
Pademangan
3
149.809
9,10
162.616
9,82
Tanjung Priok
7
375.276
22,80
410.103
24,74
Koja
6
288.091
17,51
321.840
19,42
Kelapa Gading
3
154.692
9,41
131.354
7,92
Cilincing
7
371.335
22,56
403.406
24,34
Jakarta Utara
31
1.645.659
100,00
1.657.509
100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Utara, 2013
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan tempat pelaksanaan tugas khusus
Tugas khusus dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker periode
07– 21 Januari 2013 di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara Seksi Sumber Daya
Kesehatan, Bagian Tenaga Kesehatan.
3.2
Metode pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang diperoleh dari seksi
Sumber Daya Kesehatan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, serta data dan
informasi dari beberapa literatur yang berasal dari Buku Profil Kesehatan dan
publikasi online yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
3.3
Analisis rasio tenaga medis per 100000 penduduk di kota administrasi
Jakarta Utara periode 2012
Dalam analisis ini akan dilakukan perhitungan dengan metode rasio yang
membandingkan antara jumlah tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk di
wilayah kota administrasi Jakarta Utara
yang dinyatakan dalam 100.000
penduduk.
Analisis rasio dihitung dengan menggunakan rumus :
Rasio yang diperoleh dibandingkan dengan target kementerian kesehatan
yang
tercantum
dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No
1202/Menkes/SK/VIII/2003.
11
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Analisis rasio dan pemetaan tenaga kesehatan di kota administrasi
Jakarta Utara periode 2012
Analisis rasio dan pemetaan tenaga kesehatan di tiap Kecamatan yang ada di
Kota Administrasi Jakarta Utara dilakukan dengan menggunakan data dari seluruh
sarana pelayanan kesehatan yang ada di tiap Kecamatan. Perhitungan rasio
dilakukan dengan membandingkan jumlah tenaga kesehatan dengan jumlah
penduduk di tiap Kecamatan di wilayah Jakarta Utara dan dinyatakan dalam
100.000 penduduk. Analisis rasio dihitung dengan menggunakan rumus :
Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh badan pusat statistik,
jumlah penduduk di wilayah Jakarta Utara pada tahun 2011 terakhir adalah
1.657.509 penduduk. Dengan penduduk terbanyak berada di Kecamatan Tanjung
Priok sejumlah 410.103 jiwa dan wilayah dengan penduduk paling sedikit adalah
Kecamatan Kelapa Gading.
Jenis tenaga kesehatan yang dianalisis adalah tenaga yang memiliki indikator
tenaga kesehatan menurut target standar rasio yaitu dokter, dokter spesialis, dokter
gigi, apoteker, bidan, perawat, gizi, sanitarian dan tenaga kesehatan masyarakat.
Rasio yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan target standar rasio minimal
yang ditetapkan Kementerian Kesehatan yang tercantum dalam Keputusan
Menteri Kesehatan No. 1202 /MENKES /SK /VIII /2003.
4.2
Tenaga keperawatan
Tenaga keperawatan yang dimaksud adalah tenaga perawat, perawat gigi, dan
tenaga bidan berdasarkan PP No. 32 Tahun 1996. Tenaga keperawatan ini
dihitung dari jumlah semua tenaga perawat yang berada di puskesmas kecamatan,
kelurahan dan rumah sakit di wilayah Jakarta Utara. Data rekapan jumlah tenaga
keperawatan di masing-masing puskesmas kecamatan dan kelurahan dapat dilihat
pada Lampiran 2.
12
Universitas Indonesia
13
Analisis untuk tenaga perawat yang bekerja di puskesmas dan rumah sakit di
wilayah Jakarta Utara, tenaga perawat yang memiliki nilai rasio tertinggi
berada di wilayah Kecamatan Penjaringan dengan nilai rasio 656,47 dan terendah
terdapat di wilayah Kecamatan Cilincing dengan nilai rasio sebesar 136. Jumlah
tenaga perawat di kecamatan Cilincing sebanyak 550 orang dengan jumlah
penduduk 403.406 jiwa sedangkan jumlah tenaga perawat di kecamatan
Penjaringan sebanyak 1.498 orang dengan jumlah penduduk 228.190 jiwa. Dari
data tersebut dapat terlihat bahwa jumlah perawat yang ada belum tersebar merata
jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada pada daerah tersebut. Untuk
wilayah Kecamatan Pademangan tidak dapat dilakukan analisis karena pada
wilayah ini hanya terdapat 1 rumah sakit yaitu RSTP Ancol namun tidak terdapat
data jumlah tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut.
Untuk tenaga perawat gigi, kecamatan Koja memiliki jumlah tenaga perawat
gigi terbanyak yaitu dengan jumlah perawat gigi sebanyak 11 orang. Sedangkan
tenaga perawat gigi yang ada di Kecamatan Cilincing hanya sebanyak 6 orang.
Dari analisis ini didapatkan kesimpulan bahwa tenaga perawat gigi juga belum
merata karena wilayah kecamatan cilincing memiliki penduduk yang lebih banyak
dibandingkan dengan kecamatan koja namun jumlah tenaga perawat gigi yang ada
lebih sedikit jika dibandingkan dengan kecamatan koja. Dari hasil analisis untuk
tenaga perawat dan perawat gigi, hanya kecamatan Penjaringan yang memenuhi
rasio tenaga perawat berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan No. 1202 /
Menkes/sk/VIII/2003. Sedangkan untuk jumlah tenaga perawat gigi, tidak ada
kecamatan yang memenuhi syarat.
Untuk tenaga bidan yang terdapat di puskesmas dan rumah sakit, kecamatan
penjaringan memiliki rasio yang paling besar yaitu sebesar 39,44 per 100.000
penduduk dengan jumlah bidan sebanyak 90 orang. Kecamatan Cilincing dengan
nilai rasio sebesar 16,61 per 100.000 penduduk dengan jumlah bidan sebanyak 67
orang. Jumlah penduduk di Kecamatan Cilincing lebih banyak dari jumlah
penduduk di kecamatan penjaringan dengan jumlah bidan yang lebih banyak di
kecamatan penjaringan sehingga dapat dikatakan tenaga bidan juga belum merata
di setiap wilayah.
Universitas Indonesia
14
4.3
Apoteker
Jumlah apoteker dihitung dari jumlah apoteker yang bekerja di puskesmas
kecamatan, kelurahan dan rumah sakit di wilayah Jakarta Utara. Data rekapan
apoteker dan asisten apoteker dapat dilihat pada Lampiran 1. Puskesmas dan
rumah sakit dengan nilai rasio tertinggi untuk tenaga apoteker per 100.000
penduduk adalah Puskesmas dan rumah sakit di Kecamatan Kelapa Gading
dengan nilai rasio sebesar 5,33 per 100.000 penduduk dengan jumlah apoteker
sebanyak 7 orang . Sedangkan nilai rasio apoteker terendah terdapat di wilayah
kecamatan Cilincing dengan nilai rasio sebesar 1,24 dengan jumlah apoteker
sebanyak 5 orang. Perbedaan jumlah apoteker antara kedua kecamatan tersebut
tidak terlalu banyak karena banyaknya jumlah penduduk yang berada di
kecamatan Cilincing mempengaruhi nilai rasio tenaga apoteker. Dari 6 kecamatan
yang berada di wilayah Jakarta Utara, tidak satupun kecamatan yang dapat
memenuhi rasio apoteker per 100.000 penduduk.
4.4
Gizi
Jumlah ahli gizi yang digunakan dihitung dari jumlah ahli gizi yang bekerja
di puskesmas kecamatan, kelurahan dan rumah sakit wilayah Jakarta Utara. Data
rekapan ahli gizi dapat dilihat di Lampiran1. Dari hasil analisis, kecamatan
dengan nilai rasio ahli gizi tertinggi adalah kecamatan Kelapa Gading yaitu
sebesar 35,78 dan kecamatan dengan nilai rasio ahli gizi terendah adalah
kecamatan Cilincing yaitu 0,50. Rendahnya nilai rasio ini menunjukkan
kurangnya tenaga ahli gizi di wilayah Jakarta Utara,khususnya kecamatan
Cilincing yang hanya memiliki 2 orang tenaga ahli gizi. Dari 6 kecamatan di
wilayah Jakarta Utara, hanya kecamatan Kelapa Gading yang memenuhi rasio
tenaga ahli gizi per 100.000 penduduk.
4.5
Kesehatan masyarakat
Tenaga kesehatan masyarakat mencakup sarjana kesehatan masyarakat dan
tenaga sanitarian. Pada laporan ini, jumlah tenaga kesehatan masyarakat dihitung
dari jumlah tenaga sarjana kesehatan masyarakat yang berada di kelurahan,
Universitas Indonesia
15
kecamatan dan rumah sakit di wilayah Jakarta Utara. Data rekapan tenaga
sanitarian dan tenaga kesehatan masyarakat dapat dilihat di Lampiran 1.
Rumah sakit dan puskesmas wilayah Kecamatan Kelapa Gading memiliki
rasio tenaga kesehatan masyarakat tertinggi yaitu sebesar 12,94 serta wilayah
kecamatan Cilincing memiliki nilai rasio terendah yaitu sebesar 2,73. Dilihat dari
jumlah penduduk pada kecamatan Cilincing yang lebih besar daripada kecamatan
Kelapa Gading, dapat dinilai bahwa jumlah tenaga kesehatan masyarakat masih
sangat minim.
Untuk tenaga sanitarian, kecamatan Penjaringan memiliki nilai rasio paling
tinggi yaitu sebesar 4,38 sedangkan kecamatan Tanjung Priok memiliki nilai
rasio terendah yaitu sebesar 0,49. Rendahnya nilai rasio tenaga sanitarian di
wilayah Jakarta Utara menunjukkan kurangnya jumlah tenaga sanitarian
dibandingkan jumlah masyarakat yang ada.
Dari analisis jumlah tenaga kesehatan non medis di wilayah Jakarta Utara,
sebagian besar wilayah masih belum memenuhi jumlah tenaga kesehatan sesuai
dengan rasio yang ditetapkan keputusan Menteri Kesehatan No. 1202 /
Menkes/sk/VIII/2003. Khususnya kecamatan Tanjung Priok dimana jumlah
penduduknya terbanyak namun jumlah tenaga kesehatan yang ada di puskesmas
dan rumah sakitnya belum memenuhi standar yang ideal.
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa jumlah tenaga kesehatan yang berada di Kota
Administrasi Jakarta Utara masih belum merata. Hal ini terlihat dari rasio tenaga
kesehatan terhadap jumlah penduduk, dimana kecamatan yang memiliki jumlah
penduduk lebih banyak memiliki jumlah tenaga kesehatan yang lebih sedikit
ataupun sebaliknya. Terutama di kecamatan Tanjung Priok yang merupakan
kecamatan yang paling banyak penduduknya, semua tenaga medis di kecamatan
ini belum memenuhi standar rasio minimal menurut Keputusan Menteri
Kesehatan No 1202/ MENKES /SK /VIII /2003.
5.2
Saran
5.2.1 Diperlukan pemerataan jumlah tenaga kesehatan di wilayah Kota
Administrasi Jakarta Utara berdasarkan jumlah penduduk di
masing-
masing kecamatan. Pemerataan jumlah tenaga kesehatan dapat dilakukan
dengan cara mendata dan menganalisis kebutuhan masing-masing tenaga
kesehatan pada setiap kecamatan dan memberi usulan kepada Dinas
Kesehatan untuk dapat menambah jumlah tenaga kesehatan di setiap
kecamatan yang masih kekurangan tenaga kesehatan agar rasio indikator
jumlah tenaga kesehatan mendekati standar rasio minimal untuk mencapai
derajat kesehatan yang tinggi.
5.2.2 Pada kecamatan dengan jumlah penduduk yang tinggi dan belum terdapat
banyak sarana kesehatan rumah sakit, Pemerintah sebaiknya meningkatkan
pelayanan dan jumlah tenaga kesehatan yang berada di puskesmas baik
kecamatan maupun kelurahan serta memperhatikan penyebaran jumlah
tenaga kesehatan di tiap-tiap kecamatan
16
Universitas Indonesia
17
DAFTAR ACUAN
Badan Pusat Statistik. (2012). Hasil Sensus Penduduk 2012. Jakarta: Badan Pusat
Statistik Kota Administrasi Jakarta Utara.
Daris, A. (2008). Himpunan Peraturan Perundang – Undangan Kefarmasian.
Jakarta: ISFI.
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2010). Profil Sumber Daya Manusia
Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Edisi 2012. Jakarta: Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 128/MENKES/SKII/2004. (2004). Keputusan
Menteri Kesehatan No. 128/MENKES/SKII/2004 tentang Kebijakan Dasar
Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Jakarta: Kementrian
Kesehatan Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003. (2003).
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202/MENKES/SK/VIII/2003 tentang
Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Kementrian Kesehatan Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996. (1996). Peraturan Pemerintah No. 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009. (2009). Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok
dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009. (2009). Undang-Undang No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan. Jakarta.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah Tenaga Kesehatan Non Medis Di Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara
Tenaga Keperawatan
No
Unit Kerja
Perawat
1
2
Tenaga Kefarmasian
KECAMATAN PENJARINGAN
Puskesmas Kec. Penjaringan
RS Akademik Atma Jaya
RS Pluit
RSIA Family
RS Indah Kapuk
Sub total
KECAMATAN PADEMANGAN
Puskesmas Kec. Pademangan
RSTP Ancol
Sub total
Perawat
Gigi
Bidan
30
244
552
92
580
1498
3
0
0
0
4
7
25
13
18
20
14
90
9
1
9
1
Asisten
Apoteker
0
14
60
5
29
108
Apoteker
Tenaga Kesehatan
Masyarakat
Tenaga
Kesehatan
Masyarakat
Sanitarian
Tenaga
Gizi
1
1
2
2
4
10
2
9
7
0
6
24
2
1
7
0
0
10
3
6
26
0
4
39
12
0
0
Tidak ada data
1
2
4
12
0
1
2
4
0
19
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 1.
Tenaga Keperawatan
No
Unit Kerja
Perawat
3
Universitas Indonesia
4
Tenaga Kefarmasian
KECAMATAN TANJUNG PRIOK
Puskesmas Kec. Tanjung Priok
RSPI Prof. Dr. Sulianti
RSIA Hermina Podomoro
RS Sunter Agung
RS Royal Progress
RS Puri Medika
RS Port Medical Centre
RS Sukmul
RS Satya Negara
RS Medika Griya
Sub Total
KECAMATAN KOJA
Puskesmas Kec. Koja
RSUD Koja
RS Pelabuhan Tanjung Priok
Sub total
Perawat
Gigi
Bidan
Asisten
Apoteker
38
7
34
226
0
35
100
106
132
358
132
1092
0
1
0
0
0
8
8
0
16
13
11
117
6
8
7
21
8
68
28
295
288
611
3
3
5
11
33
21
11
65
9
14
0
23
Apoteker
2
2
Tidak ada data
16
1
Tidak ada data
Tidak ada data
Tenaga Kesehatan
Masyarakat
Tenaga
Kesehatan
Masyarakat Sanitarian
Tenaga
Gizi
0
0
0
2
0
23
1
0
2
7
2
15
15
10
0
2
13
42
1
0
0
0
1
2
1
1
2
6
12
45
2
5
2
9
6
2
6
14
2
4
0
6
2
7
2
11
20
Lanjutan Lampiran 1.
Tenaga Keperawatan
No
Unit Kerja
Perawat
5
6
Tenaga Kefarmasian
KECAMATAN KELAPA GADING
Puskesmas Kec. Kelapa Gading
RS Mitra Keluarga
RS Gading Pluit
Sub total
KECAMATAN CILINCING
Puskesmas Kec. Cilincing
RS Islam Jakarta Utara
Sub total
Perawat
Gigi
Bidan
Asisten
Apoteker
Apoteker
Tenaga Kesehatan
Masyarakat
Tenaga
Kesehatan
Masyarakat Sanitarian
Tenaga
Gizi
28
516
404
948
2
0
0
2
18
12
14
44
5
50
48
103
1
3
3
7
5
4
8
17
0
4
0
4
4
12
31
47
34
516
550
6
0
6
50
17
67
4
49
53
2
3
5
3
8
11
3
0
3
2
0
2
21
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 1
Tenaga Keterapian Fisik
No
1
2
Unit Kerja
KECAMATAN
PENJARINGAN
Puskesmas Kec. Penjaringan
RS Akademik Atma Jaya
RS Pluit
RSIA Family
RS Indah Kapuk
Sub total
KECAMATAN
PADEMANGAN
Puskesmas Kec.
Pademangan
RSTP Ancol
Sub total
Fisioterapi
0
2
4
Terapi
Okupasi
Terapi
Wicara
Tenaga Keteknisan Medis
Akup
untur
Radio
grafer
Radio
terapis
Teknisi
Elektro
medis
Teknisi
Gigi
0
1
3
0
4
8
0
0
0
0
0
0
0
9
35
4
27
75
0
0
Tidak ada data
0
0
0
0
3
3
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
0
8
0
11
20
0
3
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2
11
19
0
0
Ortotik
Prostetik
Rekam
Medis
Teknisi
Transfusi
Darah
0
0
0
0
2
2
0
0
0
0
0
0
0
1
3
2
9
15
1
1
4
0
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Analis
Kesehatan
Refraksionis
Optisien
Universitas Indonesia
22
Lanjutan Lampiran 1
Tenaga Keterapian Fisik
No
Unit Kerja
Fisioterapi
3
KECAMATAN
TANJUNG PRIOK
Puskesmas Kec. Tanjung
Priok
RSPI Prof. Dr. Sulianti
RSIA Hermina Podomoro
RS Sunter Agung
RS Royal Progress
RS Puri Medika
RS Port Medical Centre
RS Sukmul
RS Satya Negara
RS Medika Griya
Sub Total
KECAMATAN KOJA
Puskesmas Kec. Koja
RSUD Koja
RS Pelabuhan Tanjung Priok
Sub total
Terapi
Okupasi
Terapi
Wicara
Akup
untur
Radio
grafer
Radio
terapis
Teknisi
Elektro
medis
Analis
Kesehatan
Teknisi
Gigi
Refraksionis
Optisien
Ortotik
Prostetik
Rekam
Medis
Teknisi
Transfusi
Darah
0
0
0
0
1
0
0
Tidak ada data
0
3
0
0
0
4
5
3
2
0
0
2
1
Tidak ada data
Tidak ada data
0
0
0
0
2
0
1
0
0
0
5
0
0
0
4
0
0
0
0
2
2
3
8
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
5
0
10
0
0
2
0
4
1
1
0
0
0
0
0
0
6
5
24
5
0
0
0
1
0
0
0
0
0
3
3
3
0
0
0
21
4
2
0
21
8
3
0
47
1
0
11
4
0
4
4
8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
8
0
9
0
0
7
7
0
2
0
2
0
0
1
1
6
22
2
30
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
8
10
6
0
0
6
23
Universitas Indonesia
4
Tenaga Keteknisan Medis
Lanjutan Lampiran 1
Tenaga Keterapian Fisik
No
Unit Kerja
Fisioterapi
5
KECAMATAN KELAPA
GADING
Puskesmas Kec. Kelapa
Gading
RS Mitra Keluarga
RS Gading Pluit
6
Tenaga Keteknisan Medis
Sub total
KECAMATAN
CILINCING
Puskesmas Kec. Cilincing
RS Islam Jakarta Utara
Sub total
Terapi
Okupasi
Terapi
Wicara
Akup
untur
Radio
grafer
Radio
terapis
Teknisi
Elektro
medis
Analis
Kesehatan
Teknisi
Gigi
Refraksionis
Optisien
Ortotik
Prostetik
Rekam
Medis
Teknisi
Transfusi
Darah
0
16
3
19
0
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
13
9
22
0
0
5
5
0
1
1
2
0
0
0
0
1
34
26
61
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
7
14
2
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
13
13
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
4
0
0
0
0
0
0
0
2
2
1
0
1
Universitas Indonesia
24
Lampiran 2 Perbandingan Rasio Tenaga Kesehatan Non Medis Dengan Standar Rasio Ideal Menurut Indikator Indonesia Sehat
Keterangan: Tenaga Keterapian Fisik dan Tenaga Keteknisan Medis tidak dihitung rasionya.
Rasio Tenaga Keperawatan
No
Unit Kerja
Jumlah
Penduduk
1
2
3
4
5
6
Kecamatan Penjaringan
Kecamatan Pademangan
Kecamatan Tanjung Priok
Kecamatan Koja
Kecamatan Kelapa Gading
Kecamatan Cilincing
228190
162616
410103
321840
131354
403406
Perawat
Rasio Perawat
per 100.000
penduduk
1498
9
1092
611
948
550
656,47
5,53
266,27
189,85
721,71
136,34
Rasio perawat
minimal per
100.000
penduduk
Kesimpulan
117,5
Memenuhi
Tidak memenuhi
Memenuhi
Memenuhi
Memenuhi
Memenuhi
25
Universitas Indonesia
Lanjutan Lampiran 2
Rasio Tenaga Bidan
No
Unit Kerja
Jumlah
Penduduk
1
2
3
4
5
6
Kecamatan Penjaringan
Kecamatan Pademangan
Kecamatan Tanjung Priok
Kecamatan Koja
Kecamatan Kelapa Gading
Kecamatan Cilincing
228190
162616
410103
321840
131354
403406
Bidan
Rasio Bidan
per 100.000
penduduk
90
12
117
65
44
67
39,44
7,38
28,53
20,2
33,5
16,61
Rasio bidan
minimal per
100.000
penduduk
Kesimpulan
100,00
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Rasio Tenaga Apoteker
Unit Kerja
Jumlah
Penduduk
Apoteker
1
2
3
4
5
6
Kecamatan Penjaringan
Kecamatan Pademangan
Kecamatan Tanjung Priok
Kecamatan Koja
Kecamatan Kelapa Gading
Kecamatan Cilincing
228190
162616
410103
321840
131354
403406
10
0
15
9
7
5
4,38
0
3,66
2,8
5,33
1,24
Rasio
apoteker
minimal per
100.000
penduduk
Kesimpulan
10,00
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
26
Universitas Indonesia
No
Rasio
Apoteker per
100.000
penduduk
Lanjutan Lampiran 2
Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat
No
Unit Kerja
Jumlah
Penduduk
Kesehatan
Masyarakat
Rasio
Kesehatan
Masyarakat
per 100.000
penduduk
1
2
3
4
5
6
Kecamatan Penjaringan
Kecamatan Pademangan
Kecamatan Tanjung Priok
Kecamatan Koja
Kecamatan Kelapa Gading
Kecamatan Cilincing
228190
162616
410103
321840
131354
403406
24
1
42
14
17
11
10,52
0,61
10,24
4,35
12,94
2,73
Rasio
Kesehatan
Masyarakat
minimal per
100.000
penduduk
Kesimpulan
40,00
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Rasio Tenaga Sanitarian
Unit Kerja
Jumlah
Penduduk
Sanitarian
1
2
3
4
5
6
Kecamatan Penjaringan
Kecamatan Pademangan
Kecamatan Tanjung Priok
Kecamatan Koja
Kecamatan Kelapa Gading
Kecamatan Cilincing
228190
162616
410103
321840
131354
403406
10
2
2
6
4
3
4,38
1,23
0,49
1,86
3,05
0,74
Rasio
Sanitarian
minimal per
100.000
penduduk
Kesimpulan
40,00
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
27
Universitas Indonesia
No
Rasio
Sanitarian per
100.000
penduduk
Lanjutan Lampiran 2
Rasio Tenaga Gizi
No
Unit Kerja
Jumlah
Penduduk
1
2
3
4
5
6
Kecamatan Penjaringan
Kecamatan Pademangan
Kecamatan Tanjung Priok
Kecamatan Koja
Kecamatan Kelapa Gading
Kecamatan Cilincing
228190
162616
410103
321840
131354
403406
Gizi
Rasio Gizi
per 100.000
penduduk
39
4
45
11
47
2
17,09
2,46
10,97
3,42
35,78
0,5
Rasio Gizi
minimal per
100.000
penduduk
Kesimpulan
22,00
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Tidak memenuhi
Memenuhi
Tidak memenuhi
28
Universitas Indonesia
Download