Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 SUSUNAN PENGURUS JURNAL LUXNOS STT PELITA DUNIA PEMBINA Ketua STT PELITA DUNIA Yunus Selan, M.Th. PENANGGUNG JAWAB Adi Putra, M.Th. MITRA BESTARI Dr. Djulius Th. Bilo, M.Th. (STT SETIA Jakarta) Stenly Paparang, D.Th. (STT SETIA Jakarta) Decky H.Y. Nggadas, M.Th. (STT GRACIA Batam) James A. Lola, M.Th. (STAKN Toraja) EDITOR DAN PENYUNTING AHLI Adi Putra, M.Th. KETUA DEWAN REDAKSI Dr. Kembong Mallisa’, M.Th. ANGGOTA DEWAN REDAKSI Sri Dwi Harti, M.Th. Abraham Tefbana, M.Pd.K. REDAKSI PELAKSANA Adi Putra, M.Th. Alamat Redaksi : JI. Kelapa Gading Selatan Blok AH 10 No. 24-26; Gading Serpong, Kabupaten Tangerang Propinsi Banten 15810 Telp. 021-54203719 e-mail redaksi : [email protected] Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Mengapa λύχνος ? K ata λύχνος diartikan pelita. Berdasarkan kemunculannya dalam Alkitab, kata ini digunakan atau dapat dipahami secara literal dan secara metafora. Dalam konteks Perjanjian Lama, istilah pelita merupakan metafora yang digunakan secara umum untuk menunjukkan: (1) kehidupan keturunan yang terpelihara (2 Sam. 21:17 - LXX); (2) sumber bantuan ilahi (Ayb. 29: 3 - LXX), dan (3) Hukum (Mzm. 119:105 - LXX). Sedangkan dalam Perjanjian Baru, Yesus menggunakan kiasan dari sebuah realitas: untuk memberikan cahayanya, pelita harus diletakkan di atas kaki dian. Pada Matius 5:15 tampaknya menegaskan tentang para murid harus memberikan kesaksian di depan umum, meskipun referensi untuk pelayanan Yesus sendiri tidak dikecualikan. Dalam Lukas 11:34, Yesus menyebut “mata adalah pelita tubuh”. Mata harus terbuka bersama terang Injil supaya dapat berdampak baik kepada semua anggota tubuh yang lain. Nasihat dalam Lukas 12:35 menyajikan pelita menyala sebagai simbol kesiapan. Pada Lukas 15: 8, wanita yang kehilangan sepuluh koin memerlukan pelita untuk mencarinya. Dalam Yohanes 5:35, Yesus menghormati Yohanes Pembaptis dengan menyebutnya “pelita yang menyala”; meskipun dia tidak bisa disebut cahaya itu sendiri (lih. 1: 8), tetapi ia telah memberikan kesaksian tentang itu. Wahyu 11: 4 menjelaskan dua saksi kaki dian (pelita) (lih. Zak 4:. 2, 11), sedangkan ketujuh jemaat, tujuh kaki dian (pelita) yang terbuat dari emas di 1: 12-13 dll (lih. Zak 4 dan Gunung 5.: 15), dan Anak Domba sendiri adalah pelita kota surgawi di 21:23. Di Ibrani 9: 2 mengacu pada kaki dian (pelita) dalam “Kemah Suci”, dan 2 Petrus 1:19 menyebut kata profetik tentang pelita yang bersinar di tempat gelap hingga fajar menyingsing. Melihat penggunaan kata λύχνος dalam Alkitab, maka dapat kita mengerti bahwa kata ini tidak hanya berarti pelita dalam pengertian harfiahnya. Akan tetapi secara metafora juga dapat berarti Firman Tuhan, Kesaksian, dan hal-hal yang memiliki kaitan dengan Penyataan Ilahi. Sehingga ketika nama λύχνος dipilih untuk JURNAL SEKOLAH TINGGI TEOLOGI PELITA DUNIA, maka diharapkan bahwa setiap tulisan yang termuat di dalam jurnal ini dapat menjadi kesaksian atau kabar baik bagi dunia, menjadi peringatan untuk tetap waspada terhadap pengajaran serta ajaran sesat, menjadi hukum yang akan terus membimbing setiap pembaca untuk berjalan di jalan yang benar dan menjadi pelita yang senantiasa memancarkan cahayanya di dalam kegelapan, baik kegelapan rohani maupun kegelapan pengetahuan. Seperti yang tertulis dalam Lukas 12: 35, “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala”. Adi Putra Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 DAFTAR ISI Susunan Pengurus Mengapa “Luxnos”? Daftar Isi i ii iii Artikel-artikel: Tafsiran Kitab Yoel Dr. Sri Dwi Harti, M.Th. 1-4 “Tou.j avgge,louj” dalam 1 Korintus 11:10 Decky H.Y. Nggadas, M.Th. 5-28 Peran Pendidikan Agama Kristen bagi Pertumbuhan Gereja Abraham Tefbana, M.Pd.K 20-59 Ecclesia via Contemplativa versus Ecclesia via Gratia Dr. Daud Anfons Pandie, M.Th. 60-75 Berbagai Sistem, Fungsi, Peranan dan Tanggung Jawab Keluarga Dr. Dyulius Thomas Bilo, M.Th. 76-93 Filsafat Trinitas Dr. Stenly R. Paparang, M.Th. 94-120 Dekatnya Kedatangan Kristus yang Kedua Adi Putra, M.Th. 121-133 Hubungan Antara Allah – Manusia – Tanah Berdasarkan Kejadian 2 : 4b-7 Yane Octavia Rismawati Wainarisi, M.Th (c). 135-149 Ulasan Buku Para Kontributor Aturan Penulisan 150-156 157-158 159-161 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 SUMBANGSIH PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI PERTUMBUHAN GEREJA Abraham Tefbana Abstraksi: Dalam artikel ini penulis konsen membahas tentang sumbangsih Pendidikan Agama Kristen bagi pertumbuhan gereja, karena mustahil gereja bertumbuh secara seimbang antara kualitas dan kuantitas tanpa pengajaran firman Tuhan yang Alkitabiah oleh para pemimpin gereja. Kata kunci: Pendidikan Agama Kristen, Peranan Pemimpin Gereja dan Pertumbuhan Gereja. A. Pendahuluan ereja yang bertumbuh secara seimbang antara kuliatas dan kuantitas merupakan harapan setiap gembala jemaat. Bahkan Tuhan Yesus pun mengharapkan supaya setiap gereja dapat bertumbuh secara kualitas dan kuantitas. Namun tidak semua gembala jemaat memahami metodologi pertumbuhan gereja yang alkitabiah. G B. Pendidikan Agama Kristen 1. Legalitas Hukum Pendidikan Agama Kristen di Indonesia Pendidikan Agama Kristen sangat penting untuk dipelajari di gereja-gereja maupun lembaga-lembaga misi kristen non gereja, karena pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen dan kedudukannya di Indonesia diakui dan dilindungi. Sejak awal berdirinnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, telah mengakui adanya lima agama resmi di Indonesia sebagai agama negara yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha. Kemudian sejak awal zaman reformasi pada tahun 1998 yaitu masa pemerintahan presiden Abdurahman Wahid (Gusdur) dan Megawati Sukarno Putri, mengakui dan meresmikan agama Kong Hu Cu sebagai agama negara yang ke enam di Indonesia. Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 penduduknya untuk memeluk agama1. Dalam pengertian bahwa keberadaan agama kristen baik itu penganutnya, ajarannya, tempat ibadahnya dan berbagai jenis kegiatan pelayanannya telah diakui dan dilindungi secara hukum di Indonesia. Karena itu, Pendidikan Agama Kristen penting untuk dipelajari dan dipraktekan oleh setiap penganutnya secara bebas di Indonesia. Berdasarkan dasar hukum jaminan negara atas kemerdekaan tiap-tiap warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaannya, maka pemerintah melalui kemetrian Pendidikan dalam hal ini Ditjen. Dikti. Mengeluarkan surat keputusan dalam SK. Ditjen. Dikti No. 38/Dikti/Kep./2002 tanggal 18 Juli 2002 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. 2 Dan Keputusan Mentri Pendidikan Nasional RI No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi.3 Melalui ke surat keputusan ini yang merujuk bahwa Pendidikan Agama Kristen merupakan salah satu Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) di tingkat perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, di universitas, Sekolah Tinggi maupun akademi-akademi. Tujuan diajarkannya Pendidikan Agama Kristen di Perguruan Tinggi sebagai salah satu Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian yaitu supaya mahasiswa/i mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan dalam pengalaman kesehariannya dan dengan demikian dapat mengalami transformasi nilai-nilai kehidupan mahasiswa kristen yang hidup di masa kini yang berhadapan dengan berbagai tawaran nilai-nilai kehidupan yang positif maupun negatif. Oleh karena itu, para mahasiswa Kristen membutuhkan nilai-nilai Kristiani untuk jadikan landasan dalam berpikir, berbicara dan bertindak. Diharapkan seluruh subtansi kajian Pendidikan Agama Kristen di Perguruan tinggi dapat memperlengkapi mahasiswa/i dalam proses penemuan diri dan pembentukan karakter sebagai intelektual Kristen yang mampu mewujudkan nilai-nilai agama dan imannya dalam seluruh kehidupan.4 Dengan belajar Pendidikan Agama Kristen, mahasiswa kristen mempunyai pengetahuan dan pengalaman hidup secara pribadi dengan Tuhan, sehingga dalam kehidupan bangsa yang mengalami krisis multi dimensi yang berkepanjangan, mereka terpanggil untuk memberitakan Injil dan menjadi pembawa damai sejahtera dimanapun mereka berada. Pendidikan Agama Kristen kini merupakan pengajaran yang semakin dianggap penting oleh gereja Kristen di seluruh dunia. Gereja-gereja tua bergumul dengan soal ini, karena insaf bahwa surutnya pengaruh Pendidikan Agama Kristen dalam masyarakat modern, berkurangnya semangat Kristen sejati dalam lingkungannya sendiri, antara lain dibebaskan oleh kelemahan dalam mendidik jemaat dengan baik. Begitu pula gerejahttp://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6556/ham-dan-kebebasan-beragama-diindonesia. 2 http://bpa.uad.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/KEP.Dirjen-DIKTI-No.-38.pdf. 3http://www.fti.itb.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/Kepmendiknas-045-Tahun-2002tentang-Kurikulum-Inti-PT.pdf. 4 Ibid., hlm. 2. 1 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 gereja muda, yang berkembang daan berjuang di tengah-tengah masyarakat yang bukan Kristen, tak kurang menghadapi masalah Pendidikan Agama Kristen itu. Anggotaanggotanya merupakan golongan kecil saja di antara masyarakat yang berideologi dan beragama lain, perlu mempunyai pengetahuan dan pengertian yang luas dan mendalam tentang Injil Yesus Kristus, agar mereka dapat mempertahankan kepercayaannya sendiri, dan supaya mereka sanggup menyiarkan berita Injil itu dengan jelas kepada yang belum mengenal Tuhan Yesus Kristus.5 Kalau kita memperhatikan masyarakat tradisional sekali, selalu ada usaha sadar ataau tidak sadar untuk mewariskan indentitas kultural mereka dengan tujuan untuk mempertahankan identitas kultural tersebut agar tetap terpelihara untuk generasigenerasi berikutnya. Nilai yang kita kenal dengan istilah umum (tranmisi) atau penerus. Dalam ilmu antropologi kita mengenal istilah ‘enkultugsil’. Sesuai dengan perkembangan masyarakat tugas pendidikan tidak hanya bertujuan untuk mempertahankan warisan dan identitas kultural tersebut, namun juga berkaitan dengan pembaruan (transformasi) diri identitas kultural agar generasi muda dari masyarakat itu berfungsi lebih baik dalam konteks masyarakat yang berubah dan berkembang. Demikian halnya dengan komunitas agama, selalu melekat dalam dirinya tugas mendidik baik yang sifatnya ‘tranmisi’ maupun ‘transformatif. Sifat transmisi ini sangat penting dalam komunitas apapun. Karena ada keyakinan bahwa ada ajaran yang diyakini bersifat ilahi dan kebenarannya patut dipertahankan dan dilanggengkan menyangkut identitas dari agamawi tersebut. Namun sejauh teologi dan ajaran moral itu merupakan usaha manusia menangkap apa yang dipercayai sesuatu yang transendental, maka teologi dan rumusan ajaran moral belum sepenuhnya menggambarkan kebenaran ilahi tersebut. Respon manusia pun selalu mempunyai kekurangan dan keterbatasan dalam setiap zaman perkembangan komunitas iman tersebut. Oleh karena itu dimensi transformatif selalu dibutuhkan, karena pemahaman baru dan perkembangan pemikiran teologis mau pun rumusan moral yang diyakini kebenarannya perlu dirumuskan lagi. Dengan demikian, selalu ada hubungan ketegangan yang bersifat kreatif antara transmisi dan transformasi, antara ‘reproduksi’ dan ‘rekonstruksi’. Intinya, pendidikan selalu berkaitan dengan dua dimensi tersebut yaitu; tranmisi dan transformasi, antara ‘reproduksi’ dan ‘rekontruksi’. Demikianlah hal tugas Pendidikan Agama Kristen selalu menyangkut ‘tranmisi’ dan ‘reproduksi’ maupun ‘transformasi’ atau ‘rekontruksi’. Tugas kita adalah bagaimana menjaga hubungan yang kreatif antara keduanya demi memajukan hubungan perkembangan individu maupun komunitas iman agar lebih berfungsi dalam konteks masyarakat.6 Penjelasan ini menunjukkan bahwa Pendidikan Agama Kristen menjadi sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk diajarkan dalam khidupan Kristen. Sangat E.G. Hombrighousen dan I.H. Enklaar; Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2007), hlm. 7. 6 Daniel Nahumara, Pembimbing PAK (bandung: Jurnal Info Media, 2007), hlm. 1-2. 5 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 jelas bahwa lemahnya pengaruh Pendidikan Agama Kristen dalam kehidupan bermasyarakat itu disebabkan oleh lemahnya Pendidikan Agama Kristen bagi jemaat. Pendidikan Agama Kristen bagi jemaat untuk menanamkan dan memperdalam pemahaman dan nilai-nilai iman Kristen bagi jemaat, sehingga perlu adanya faktor transmisi atau reproduksi dan transformasi atau rekontruksi. 2. Pengertian a. Pengertian Pendidikan secara Umum Istilah pendidikan secara umum diterjemahkan dari bahasa Inggris yaitu kata ‘education’. Kata ‘education’ berasal dari bahasa Latin yaitu kata ‘ducere’ yang berarti membimbing ‘to lead’ ditambah awalan ‘e’ yang berarti ‘out’. Dapat disimpulkan bahwa pengertian dasar dari kata ‘Pendidikan’ adalah suatu tindakan untuk membimbing keluar. Lawrence Cremin dalam Daniel Nuhamara yang mendefenisikan pendidikan sebagai usaha sadar, tersistematis dan berkesinambungan untuk mewariskan, membangkitkan atau memperoleh baik pengetahuan maupun sikap-sikap, nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan atau kepekaan, maupun hasil apapun dari usaha tersebut.7 b. Pengertian Pendidikan Agama Kristen Pengertian Pendidikan Agama Kristen menurut para tokoh, yaitu: 1. Paulus Lilik Kristianto menjejelaskan bahwa dalam bahasa Indonesia pendidikan Kristen diterjemahkan sebagai “Pendidikan Agama Kristen” karena istilah Pendidikan Agama Kristen mempunyai arti yang agak berbeda dengan istilah ”Pendidikan Kristen.”8 2. E.G.Homrighausen dan I.H. Enklaar, mengatakan bahwa; Istilah pendidikan Kristen berasal dari bahasa Inggris ”christian education”. Oleh sebab itu, Gereja Protestan Ortodok di Amerika lebih sering memakai istilah pendidikan Kristen, atau pendidikan Agama Kristen.9 Pengertian pendidikan berasal dari kata “didik” dan pendidikan itu adalah proses. Pengubahan sikap dan tata laku seorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan proses perbuatan, cara mendidik.”10 Pendidikan Agama Kristen merupakan istilah yang harus dipegang untuk membedakan dari nama-nama lain, seperti pendidikan Kristen, pengajaran Kristen dan pendidikan agama yang berbeda artinya. Ibid, hlm. 16. I, ilik Kristiano, Prinsip dan PraktikPAK, Penuntun Bagi Mahasiswa teologi dan PAK, Pelayan Gereja, Guru Agama, dan Keluarga Kristen ( Yogyakarta: Andi Offset, 2006), 1 9E. G.Homrighausen dan I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 20. 10Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 204 7 8Paulus Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 3. Hieronimus (345-426), Pendidikan Agama Kristen adalah Pendidikan yang tujuannya mendidik jiwa sehingga menjadi Bait Tuhan (I Korintus 3 :16). Haruslah kamu sempurna sama seperti Bapamu yang di Sorga sempurna11. 4. Agustinus (345-430), Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang bertujuan mengajar orang supaya “melihat Allah’ dan ‘hidup bahagia’. Dalam pendidikan ini para pelajar sudah diajar secara lengkap dari ayat pertama Kejadian “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” sampai “arti penciptaan itu pada masa gereja sekarang ini”. Pelajaran Alkitab difokuskan pada perbuatan Allah.12 3. Martin Luther (1483-1548), Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang melibatkan warga jemaat untuk belajar teratur dan tertib agar semakin menyadari dosa mereka serta bersukacita dalam firman Tuhan yang memerdekakan. Di samping itu Pendidikan Agama Kristen memperlengkapi mereka dengan sumber iman, khususnya yang berkaitan dengan pengalaman berdoa, firman tertulis (Alkitab) dan rupa kebudayaan sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk masyarakat dan negara serta mengambil bagian dengan bertanggungjawab dalam persekutuan kristen.13 Marthin Luther berkotbah dan sering menulis tentang pentingnya pendidik. Dengan keras Luther menantang para orang tua agar mendidik anak-anaknya, juga menantang pemerintah untuk mendukung program wajib belajar. Luther mengatakan, seseorang jangan menikah sampai mereka mampu untuk mengajar anak-anak mereka dalam keagamaan dan menjadikan mereka orang-orang Kristen sejati. Untuk negara Luther berpendapat bahwa negara harus menjadi agen pendidikan yang memajukan pengajaran-pengajaran gereja14. 4. Jhon Calvin (1509-1664), Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang bertujuan mendidik semua putra-putri gereja (kaum muda) agar mereka: a. Terlibat dalam penelaahan Alkitab secara cerdas, sesuai dengan bimbingan Roh Kudus. b. Mengambil bagian dalam kebaktian dalam puji-pujian dan memahami keesaan gereja. c. Diperlengkapi untuk memilih cara mengejawantahkan pengabdian diri kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus dalam pekerjaan sehari-hari serta hidup bertanggung jawab di bawah kedaulatana Allah demi kemuliaan-Nya sebagai Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek PAK dari Plato sampai Ig. Loyola, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2001), hlm. 111. 12 Ibid, hlm. 128. 13 Ibid, hm., 414. 14 Ibid, hm., 414. 11 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 lambang ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus. 15 Pendidikan Agama Kristen merupakan pemupukan akal orang percaya dengan firman Allah dibawa bimbingan roh Kudus melalui sejumlah pengalaman belajar yang dilaksanakan di gereja, sehingga menghasilkan pertumbuhan rohani yang berkesinambungan dan semakin mendalam melalui pengabdian diri kepadda Allah Bapa di dalam Tuhan Yesus Kristus berupa tindakan kasih terhadap sesama. 5. Campbell Wyckoff (1957), Pendidikan Agama Kristen adalah Pendidikan yang menyadarkan setiap orang akan Allah dan kasih-Nya dalam Yesus Kristus, agar mereka mengetahui diri mereka yang sebenarnya, keadaannya, berfungsi sebagai anak Allah dalam persekutuan Kristen, memenuhi panggilan bersama sebagai murid Yesus di dunia dan tetap percaya pada pengharapan Krsiten.16 6. E. G. Homrighausen, dalam konfrensi kajian Pendidikan Agama Kristen di Sukabumi (1955) mengatakan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah yang menerima pendidikan itu semua pelajar, muda dan tua memasuki persekutuan iman dan oleh dia terhisap pula pada persekutuan jemaat yang mengakui dan mempermuliakan nama-Nya di segala waktu dan tempat.17 7. Werner C. Graendorf (1976), Pendidikan Agama Kristen adalah proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung pada kuasa Roh Kudus yang membimbing setiap pribadi pada tingkat pertumbuhan, ke arah pengenalan dan pengalaman rencana dan kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan, dan memperlengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif yang berpusat pada Kristus sang guru Agung dan perintah yang mendewasakan para murid.18 Paulus Lilik Kristianto, menyimpulkan defenisi Pendidikan Agama Kristen menurut Werner C. Granedorf ke dalam tiga aspek utama Pendidikan Agama Kristen, yaitu: a. Aspek deskriptif, yaitu Pendidikan Agama Kristen merupakan pengajaran dan pembelajaran berdasarkan Alkitab, berpusat pada kristus dan bergantug pada roh Kudus. Pembelajaran berarti pembangunan pribadi menuju kedewasaan. Sedangkan pengajaran berarti penyajian dan dorongan bagi pembelajaran efektif. b. Aspek fungsional, yaitu Pendidikan Agama Kristen berusaha membimbing setiap pribadi ke semua tingkat pertumbuhan melalui pengajaran Pendidikan Agama Ibid, hlm., 314 Ibid hlm., 314. 17 Lop Cit. E.G. Homrighausen dan I.H. Enklaar, hlm. 26 18Werner C. Graendorf, Introduction to Biblical Christian Education (Chicago: Moody Pres, 1988), hlm. 15 16 16. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Kristen masa kini. Proses Pendidikan Agama Kristen ditujukan kepada setiap pelayanan seperti Kristus (Yohanes 1:43). Pendidikan Agama Kristenberfungsi sebagai penyedia, pendorong dan fasilitatot seperti dalam pembimbingan. c. Aspek Filosofi Pendidikan Agama Kristen, yaitu Pendidikan Agama Kristen pembelajaran dan pengajaran yang berpusat pada Kristus, sang guru Agung dan perintah untuk mendewasakan murid. Jadi dapat dikatakan Pendidikan Agama Kristen yang Alkitabiah harus berdasarkan diri pada Alkitab sebagai firman Allah dan menjadi Kristus sebagai pusat beritanya, dan harus bermuara pada hasilnya yaitu mendewasakan murid.19 8. Menurut Werner C. Graendorf dalam Hardi Budiyana memberikan pengertian bahwa; Pendidikan Agama Kristen adalah Panduan proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus dan bergantung pada kuasa Roh Kudus.20 Tujuan pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di gereja untuk membimbing setiap pribadi pada tingkat pertumbuhan, melalui pengajaran firman Tuhan ke arah pengenalan dan pengalaman akan Allah melalui Yesus Kristus dalam setiap aspek kehidupan. Pendidikan Agama Kristen merupakan pendidikan yang berorientasi kepada nilainilai Kristiani yang bersumber dari Alkitab. Pendidikan Agama Kristen ini merujuk kepada kehidupan manusia untuk memfokuskan diri dan memiliki iman yang teguh serta percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat Dunia. Oleh sebab itu, Pendidikan Agama Kristen yang berorientasi pada Alkitab menyadarkan manusia supaya memiliki hidup yang berkenan kepada Tuhan. Karena, Pendidikan Agama Kristen merupakan salah satu tugas dari gereja dalam membina anggota-anggota gereja agar hidup dengan berpegang teguh kepada kebenaran Ilahi yang datangnya dari Allah. 9. Oditha R. Hutabarat dan Janse Belandina Non-Soerrano mengatakan bahwa hakikat Pendidikan Agama Kristen seperti tercantum dalam hasil loka karya Strategi Pendidikan Agama Kristen di Indonesia 1999 sebagai berikut: Usaha yang dilakukan secara perencanaan dan terus-menerus dalam rangka mengembangkan kemampuan pada siswa agar dengan pertolongan Roh Kudus dapat memahami dan menghayati kasih Allah dalam Yesus Kristus yang dinyatakan dalam kehidupan sehari-hari, terhadap sesama dan lingkungan hidupnya. 21 Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di gereja jemaat belajar untuk memahami dan 19 Paulus Lilik Kristianto, Prinsip dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: Andi, 2006), 20 Hardi Budiyana, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: ANDI Offset, 2011), hlm. 6- hlm. 5. 7. 21Oditha R. Hutabarat dan Jense Belandina Non-Soerrano, Pedoman Untuk Guru PAK SD-SMA Dalam Melakukan Kurikulum Baur, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 2006),10. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 menghayati kasih Allah dan berupaya mempraktekannya di dalam persekutuan jemaat agar tercipta hubungan yang harmonis sebagai kelaurga Allah. Dengan demikian setiap orang yang terlibat dalam Pendidikan Agama Kristen di gereja termasuk anak-anak dan remaja, emiliki panggilan untuk mewujudkan tandatanda Kerajaan Allah dalam kehidupan pribadinya maupun sebagai bagian dari komunitas sebagai keluarga Allah agar menjadi garam dan terang dunia. c. Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen untuk mengajarkan firman Tuhan kepada umat Tuhan dapat diadakan di: a. Keluarga Keluarga merupakan lembaga pertama di dunia yang diciptakan Allah untuk memuliakan Allah. Selain untuk memuliakan Allah, kelurga juga sebagai tempat pelaksanaan pendidikan pertama di dunia. Penting untuk menggunakan rumah sebagai sarana untuk mempengaruhi orang-orang yang berpengaruh dalam hidup mereka. Setiap orang setidaknya telah menghabiskan sebagian besar waktunya bersama orangtua di rumah atau keluarga”.22 Oleh karena itu, pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di keluarga akan lebih aman dan nyaman bagi anggota keluarga. Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga merupakan warisan pengajaran agama dalam Perjanjian Lama (Ul. 6:4-9). Karena sebelum seorang anak memulai sekolah adalah masa yang sangat penting untuk ia dididik oleh orangtuanya dirumah. Karena orangtua hendaknya mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan jalan arah kehidupan anak-anak mereka dan juga di dalam menolong membentuk watak dan kepribadian mereka.23 Keluarga merupakan tempat pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen bagi anak-anak, karena itu Orangtua bertanggungjawab penuh terhadap pertumbuhan iman anak-anaknya. Selain itu, orangtua juga sangat penting perannya dalam menentukan masa depan anak-anaknya. Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan atau perkembangan pribadi seorang anak, sebab keluarga dalam lingkungan pertama dari tempat kediamannya dan mempunyai fungsi untuk menerima, merawat, dan mendidik seorang anak.24 Selain mengajarkan firman Tuhan, orangtua juga wajib untuk menerima dan merawat anak-anaknya sebagai harta tak ternilai yang dititipkan Tuhan kepadanya untuk mendidik agar hidup memuliakan Tuhan. b. Sekolah 22John O. Maxwill, Terobosan Menjadi orang Tua (Jakarta: Yayasan Pelayanan Tuaian Indonesia, 1997), 55. 23Lessin Roy, Disiplin Keluarga, ( Malang: Gunung Mas, 1978), 130. Mulyiono, Mengatasi Kenakalan Remaja (Yogyakarta: Yayasan Andi, 1986), 48 24Bambang Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Sekolah sebagai lembaga pendidikan sebenarnya juga sebagai unit social tersendiri, yang untuk jangka waktu cukup lama terjadi proses saling mempengaruhi antara berbagai pihak yang ada di lingkungan sekolah seperti antara anak yang satu dengan yang lain, antara siswa sengan guru dengan kepala sekolah. 25 Sekolah selain sebagai tempat pelaksanaan pendidikan, juga merupakan wadah untuk bersosialisasi antara guru dengan peserta didik dan antar sesama peserta didik dalam berinteraksi dan saling mempengaruhi dalam komunitas sekolah. Oleh karena itu, pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di sekolah, bertujuan agar: 1. Peserta didik Kristen mampu mempengaruhi para peserta didik non-kristen dengan karakter Kristus (buah roh – Gal. 5:22-23) melalui sikap hidupnya dalam bersosialisasi di sekolah. 2. Peserta didik Kristen mampu mempertahankan imannya dari pengaruh pergaulan dalam bersosialisasi di sekolah. Guru merupakan orang yang berpengaruh kuat dalam kehidupan peserta didik 26. Peranan guru dalam pelasksanaan pendidikan (Pendidikan Agama Kristen) di sekolah sangat besar. Maka selain orangtua, guru juga sangat berpengaruh dalam kehidupan para peserta didik dalam mengajarkan firman Tuhan sekolah. Karena sekolah merupakan tempat untuk anak-anak belajar semua ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya Firman Tuhan melalui Pendidikan Agama Kristen. Dalam mengajarkan Pendidikan Agama Kristen, guru wajib memperhatikan dan menegur para peserta didiknya bila sikap atau prilakunya tidak sesuai firman Tuhan. Orang yang paling bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas disekolah adalah guru. Selain mengajar dan mendidik, guru berperan dalam mengembangkan kepribadian anak didiknya disamping orang tua. Guru dipandang serba tahu oleh murid-murid, apa yang dikatakan guru dianggap pasti benar.27 Sebagai wujud dari tanggungjawab dalam pembentukan sikap dan prilaku para peserta didik, maka guru menegur dan mendisiplin agar peserta didik mentaati peraturan yang telah ditetapkan oleh sekolah. Karena orang-orang yang sukses dalam hidupnya ialah orang-orang yang hidup tertib dan disiplin dalam hidupnya sejak usia dini. c. Gereja Pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di gereja merupakan tindakan regenerasi dari generasi tua ke generasi baru. Kesinambungan pengajaran Pendidikan Agama Kristen kepada jemaat merupakan tanggung jawab pemimpin gereja dalam 25Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta BPK Gunung Mulia, 1986), 60 26John C. Maxwill, Terobosan Menjadi Orang Tua (Jakarta: Yayasan Pelayanan Tuaian Iandonesia, 1997), 55 27Ibid, 109 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 mengupayakan pertumbuhan gereja. Pendidikan Agama Kristen haruslah merupakan salah satu kepedulian pokok dari setiap gereja di Indonesia. 28 Pendidikan Agama Kristen tidak hanya diajarkan sebagai bidang studi atau mata pelajaran di sekolah, atau dijadikan kegiatan persekutuan keluarga kristen di rumah, dan kegiatan pendalaman Alkitab kepada jemaat pada setiap jenjang usia di gereja. Namun pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen merupakan kebutuhan umat Tuhan yang dapat diadakan disegala tempat dan segala waktu untuk pengetahuan yang berdampak pada pertumbuhan iman umat Tuhan. Tujuan pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen adalah untuk menanamkan citacita yang akan berkesan terhadap pikiran dan hati umat Tuhan dengan pengetahuan akan Allah dan Yesus Kristus sebagai penebus. Pendidikan Agama Kristen yang demikian akan memperbaharui pikiran serta membawa perubahan dalam tabiat. Akan menguatkan dan meneguhkan pikiran melawan pikiran-pikiran tipu daya musuh jiwa, serta membuat kita bisa mengerti suara Tuhan, yaitu akan menjadi seseorang atau orangorang yang terpelajar untuk menjadi teman sekerja Kristus. 29 Gereja sebagai tempat persekutuan umat Kristen, merupakan lingkungan sosial untuk pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen bagi semua kalangan usia di gereja. Pendidikan Agama Kristen dapat diajarkan dalam lingkungan persekutuan kristen atau gereja melalui Pendalaman Alkitab dan interaksi rohani antara anggota gereja yang sangat mempengaruhi pertumbuhn iman jemaat. Jemaat mula-mula disukai semua orang karena sikap hidup anggotanya yang sarat pembaharuan karakter sebagai cerminan imannya karena pengajaran firman Allah. Oleh karena itu, gereja harus mampu memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuna iman jemaat melalui pembelajaran Alkitab, agar mampu hidup lebih takut akan Tuhan dalam menghadapi perkembangan zaman yang semakin modern. Jadi, pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di rumah, di sekolah ataupun di gereja, merupakan proses pembelajaran yang tetap dan bertujuan untuk saling mendukung dan saling melengkapi dalam upaya mengajarkan firman Tuhan kepada umat Tuhan. C. Peranan Pemimpin Gereja bagi Pertumbuhan Gereja Pada bagian ini pembahasan difokuskan pada dua point utama yaitu (a). Pemimpin Gereja dan (b). Peranan Pemimpin Gereja. Tujuan pembahsan untuk meletakan dasar teologis bagi pemimpin gereja dan memperlengkapi jemaat. 1. Pemimpin Gereja a. Panggilan Pemimpin Gereja Setiap pemimpin gereja landasannya adalah karena panggilan Allah. Allah berdaulat atas semua manusia, untuk menetapkan, memilih, memanggil, menguduskan dan memperlengkapi setiap orang yang dikehendakiNya untuk memuliakan namaNya. 28Sairin 29Ellen Weinata, Partisipasi Kristen dalam Pembangunan Pendidikan Di Indonesia, Jakarta,2000,27 White G. Amanat Kepada Orang Muda, (Bandung: Indonesia Publushing Hause), 156 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Pemimpin gereja adalah seseorang yang telah dipanggil sebagai pemimpin yang ditandai oleh kapasitas memimpin, tanggung jawab pemberian Allah, untuk memimpin suatu kelompok umat Allah (gereja) mencapai tujuan bagi, serta melalui kelompok ini.30 Seorang pemimpin gereja harus sadar bahwa dirinya ditebus dan dipanggil Allah untuk tanggung jawab sebagai pemimpin dalam mengajar, mendidik dan memperlengkapi umat Tuhan bagi pertumbuhan gereja Tuhan. Pemimpin gereja harus menyadari bahwa dirinya dianugrahkan Allah kemampuan untuk memimpin gereja Tuhan, baik secara organisasi maupun persekutuan orang-orang percaya dalam persekutuan dengan Tuhan dan sesama. Seorang pemimpin gereja berperan sebagai pelayan atau hamba Allah (Mrk. 10:42-45). Jadi tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin gereja merupakan kepercayaan Allah untuk melayani Allah dan jemaatNya. Motifasi dasar pelayanan seorang pemimpin gereja untuk membina umat Tuhan agar hidup dalam persekutuan dengan Tuhan dan sesama umat Tuhan sebagai pengabdian. 1. Pemimpin Umat Tuhan Dalam Perjanjian Lama Pemimpin gereja bila ditinjau dari Alkitab Perjanjian Lama, maka ada dua sisi yaitu pemimpin bangsa dan pemimpin umat. Sejarah pemimpin bangsa bagi bangsa Israel mulai dari Musa, Yosua, para hakim dan para raja Israel dan Yehuda mulai dari raja Saul. Raja-raja pada permulaan kerajaan Israel yang sangat terkenal yaitu dari raja Saul, raja Daud dan Salomo. Saat itu kerajaan Israel sebagai kerajaan yang utuh dibawah kepemimpinan seorang raja. Setelah kepemimpinan raja Salomo, kerajaan Israel terpecah menjadi dua kerajaan yaitu kerajaan Israel dibagian selatan yang berpusat di kota Yerusalem dan kerajaan Yehuda dibagian utara yang berpusat di kota Samaria. Abdi Allah betapa berartinya nama itu! Ini menjelaskan seseorang yang datang dari Allah, yang dipilih dan diutus;“31. Dalam pengertian bahwa para pemimpin umat Allah, mulai dari Musa adalah pemimpin yang dipilih dan diutus oleh Allah, karena Musa hidup dihadapan Allah dalam persekutuan dan hadiratNya. Musa hidup dalam kehendak Allah dan dipimpin kemuliaan Allah untuk membawa umat Tuhan datang kepada Allah, karena Allah menempati hatinya yang benar. Setiap pemimpin gereja dituntut memilik motivasi untuk mengabdikan seluruh hidupnya bagi pelayanan dan kemuliaan Allah. Karena pemimpin gereja yang mampu mempengaruhi umat Tuhan untuk datang kepada Allah karena hidup dalam persekutuan pribadinya dengan Allah. Musa, pemimpin umat Israel mampu mempengaruhi Yosua, dan mempersiapkannya untuk menggantikannya sebagai pemimpin bangsa Israel, karena karena Musa hidup dalam persekutuan pribadi dengan Allah. Sebagai pemimpin umat-Nya, Musa tidak hanya diperlengkapi secara teknis 30 31 39. Yakob Tomatala, Kepemimpinan Dinamis, Malang: Gandum Mas, 1997, hlm. 45. Andrew Murray, Pembaharuan Hari demi Hari Bagi Orang Percaya, (Batam: Interaksara, 2011) hlm. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 dengan pertumbuhan dan pendidikannya di Mesir. Tapi dalam hal yang paling asasi. Ia juga dibina menjadi pemimpin yang ulung berkat kesetiaannya mengikuti Allah oleh imannya.32 Meskipun Musa dipersiapkan Allah secara khusus untuk memimpin umatNya Israel keluar dari Mesir tanah perbudakan, namun harus melewati proses yang panjang, dan tidak terlepas dari berbagai kendala. Pada saat keluar Yosua masih muda (Kel. 33:11). Musa memilih dia membantu pribadinya, dan memberinya perintah membentuk pasukan terdiri dari suku-suku Israel yang belum terorganisir, untuk memukul mundur bangsa Amalek yang datang menyerang.33 Musa memilih dan mempersiapkan Yosua sejak keluar dari Mesir. Waktu Musa menghadap Allah di gunung Sinai, Yosua siaga menanti di kemah pertemuan (Kel. 39:40; 40:2, 6, 7). Di dataran dekat sungai Yordan Yosua ditabiskan secara resmi sebagai pengganti Musa. Selama empat puluh tahun Musa mempersiapkan Yosua sebagai pemimpin yang untuk melanjutkan kepemimpinannya. Dalam kurun waktu empat puluh tahun, Yosua harus belajar dari kepemimpinan Musa yang panjang sabar, lemah lembut, melakukan perintah Tuhan dan belajar berhadapan dengan Allah. Pemimpin yang berkualitas, dan sukses adalah pemimpin yang dapat mempersiapkan bawahannya untuk pendelegasian tugas kepemimpinannya. Musa tidak hanya mempersiapkan dan mendeligasikan tugas kepemimpinan kepada Yosua. Namun atas nasehat Jitro mertuanya, Musa memilih pemimpin seribu orang, seratus orang, lima puluh orang dan sepuluh orang dari orang-orang gagah perkasa, yang terkenal bijaksana untuk membantu Musa dalam menangani seluruh permasalahan kehidupan bangsa Israel, selama perjalanan di padang gurun (Kel. 18:2123). Sedang pemimpin umat yang dimulai dari Harun dan anak-anaknya kemudian imam-imam dan nabi-nabi Allah. Pada point ini pembahasan akan difokuskan pada kepemimpinan umat Israel yaitu imam-imam dan nabi-nabi Allah. Para imam bertugas untuk mengelola ibadah di Kemah suci atau Bait Allah, sedangkan para nabi adalah penyambung lidah Allah yang bertugas untuk berbicara dan bertindak atas nama Allah. Tidak semua pemimpin umat merasa layak dipakai untuk memimpin orang lain, karena kesadaran pribadi akan kehidupannya yang tidak luput dari dosa, seperti nabi Yeremia. Namun kesadaran dan perasaan berdosa tidak dapat membatasi panggilan Tuhan bagi setiap orang pilihan-Nya. Nabi Yeremia adalah salah seorang dari nabi besar dalam Alkitab, yang ketika dipanggil Tuhan merasa tidak layak menerima panggilan itu karena kehidupan yang berdosa. Tugas utama seorang nabi ialah memaklumkan Firman Allah kepada umatNya. Reaksi awalnya adalah perasaan tidak memadai. Ia tidak merasa sanggup melaksanakan 32 Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid II, (Jakarta: Yayasan Bina Komunikasi Bina Kasih, 1997) hlm. 33 Ibid., hlm. 227. 107. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 tugas tersebut”34. Setiap pemimpin umat Tuhan harus menyadari bahwa peranannya sebagai pemimpin adalah panggilan Tuhan. Dalam panggilan pemimpin umat, peranan Tuhan yang sangat dominan karena hidupnya ada dalam ketetapan Tuhan. Ketetapan, pemilihan dan panggilan Allah bagi seorang pemimpin umat adalah kehendak dan rencana Allah. 2. Pemimpin Umat Tuhan Dalam Perjanjian Baru Panggilan pemimpin umat ditinjau menurut Alkitab Perjanjian Baru, tidak ada perbedaan mendasar dalam proses panggilan pemimpin umat dalam Perjanjian Lama. Pada zaman Perjanjian Baru para pemimpin gereja bukan lagi imam-imam dan nabinabi, tetapi diganti oleh oleh Tuhan Yesus, para rasul, penilik-penilik jemaat, penatuapenatua, para gembala jemaat dizaman ini. Pada masa hidup dan pelayanan Tuhan Yesus ke dua belas rasul-Nya dipilih, dipanggil, dipersiapkan dan diutus untuk melaksanakan tugas yang dideligasikan Tuhan Yesus yaitu Amanat Agung (Mat. 28:1820). Setelah kembali ke Sorga Tuhan Yesus memilih, memanggil, dan mengutus Paulus sebagai rasul terakhir-Nya. Tetapi firman Tuhan kepadanya: "Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel, (Kis. 9:15). Jadi, Rasul Paulus dikhususkan Tuhan untuk melayani bangsa-bangsa bukan Yahudi. Kepemimpin gereja pada zaman Perjanjian Baru bermuara pada pribadi Tuhan Yesus kepala gereja. Sebab hidup, karakter, keteladanan, visi dan pelayanan-Nya yang menjadi landasan pelayanan gereja sampai saat ini. Tokoh pemimpin yang paling memperkaya orang lain termasuk memperkaya pemimpin dunia ialah “Yesus Kristus”. Semua sifat dan sikap yang sempurna yang kita perlukan hanya ada di dalam pribadi Yesus Kristus35. Oleh sebab itu kualifikasi seorang pemimpin rohani, yang terutama adalah ketergantungan kepada kepribadian, kerohanian, mental dan siafat-sifat sosial yang meneladani Yesus Kristus. Disusul dengan wibawa, intelektual, pengetahuan dan kebijaksanaanNya. Pemimpin gereja harus memanifestasikan seluruh eksistensi kehidupan Tuhan Yesus di dalam hidup dengan kekuatan kuasa Roh Kudus, di dalam pelayanannya untuk menuntun orang lain datang kepada Tuhan Yesus. Yesus meninggalkan suatu teladan dalam hal membimbing dan pemuridan. PelayananNya diperagakan dihadapan dihadapan kedua belas muridNya. Mereka mendengar Yesus mengajar, melihat Ia melakukan mujizat, mendengar Ia berdoa dan mereka melihat Ia tergantung di kayu salib.36 Dalam pelayanan dan kepemimpinan 34 35 LeRoy Eims, Jadilah Pemimpin Sejati, (Batam: Gospel Press, 2001) hlm. 21. Petrus Oktavianus, Manajemen dan Kepemimpinan Menurut Wahyu Allah, (Malang: YPPII, 1997) hlm. 191. 36 hlm. 28. Jerry C. Woffrod, Kepemimpinan Kristen Yang Mengubahkan, (Yogyakarta: Yayasan Andi, 2001) Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Tuhan Yesus, murid-murid-Nya dilatih, diberdayakan dan dikembangkan karuniakarunia rohani dan diperlengkapi Tuhan melanjutkan visi dan pelayanan-Nya. Tuhan Yesus tidak hanya mentransfer pengetahuan, namun menjadi teladan dalam karakter kepada para murid-Nya. Pemimpin terbesar sepanjang masa yang pernah hidup sebagai manusia di dunia ini ialah Tuhan Yesus, yang kepemimpinan dan kehidupan-Nya sanggup mengubah dunia. Saat bersama para murid-Nya, Tuhan Yesus menunjukkan bahkan memberikan semua unsure kepemimpinan gereja mengubahkan dalam kepenuhanNya. Alkitab mencatat bahwa para murid belajar banyak tentang kehidupan, keteladanan, karakter, pelayanan sampai kepemimpinan Tuhan Yesus. Semuanya itu dilakukan Tuhan Yesus agar setiap pemimpin gereja mengekspresikan dalam pelayanan Tuhan Yesus agar visiNya dalam Amanat Agung tercapai. Di saat seorang pemimpin gereja yang menyerahkan hati dan hidupnya kepada Tuhan, ia hidup dibawah pengawasan Allah. Karena anugerah Allah seseorang dapat melayani Allah, dan respons terhadap anugerah Allah adalah keterbukaan hidup dihadapan Allah. Hal ini terjadi dalam kehidupan rasul Paulus, yang sebelum dipanggil Tuhan adalah seorang penganiaya jemaat. Namun latar belakang hidupnya tidak hambat Tuhan untuk memilihnya menjadi rasulNya. Rasul Paulus mengakui membuka hidupnya dihadapan Tuhan dengan mengakui rencana dan tindakkannya untuk menganiaya jemaat Tuhan (I Kor. 15:9). Seandainya ada orang yang latar belakang yang seharusnya menjadikannya tak terpakai oleh Allah, ialah rasul Paulus. Namun menjadi rasul terbesar bagi bangsa bukan Yahudi dan digunakan oleh, dan untuk menulis sebagian besar kitab Perjanjian Baru37. Dari latar belakang kisah hidup rasul Paulus, dapat dipelajari bahwa hak prerogative Tuhan memanggil dan memilih seseorang, untuk melayani-Nya dan pekerjaanNya tanpa melihat masa lalunya. Panggilan Tuhan adalah panggilan tertinggi untuk menerima tugas mulia dari bagi kemuliaan nama-Nya. Dengan anugerah kita dapat menjadi seorang abdi Allah! Orang yang mengetahui dan membuktikan tiga hal; Allah adalah segala sesuatu, Allah menuntut segalanya dan Allah mengerjakan semuanya38. Orang yang melihat Tuhan ditengah alam ciptaan-Nya dan didalam diri sesamanya manusia, mengerti bahwa Tuhan menuntun untuk memberikan kemuliaan hanya bagi Tuhan. Karena itu, manusia dituntut terus berusaha agar menjadi seperti Anak Allah, untuk hidup di dalam ketergantungan yang tanpa hentinya kepada Allah didalam Yesus Kristus yang berfirman dan mengerjakan segalanya. Kedewasaan rohani sangat diperlukan seorang pemimpin gereja. Sebab seorang pemimpin gereja bukan seorang pemarah, seorang yang baik hati dan bertindak 37Op. 38 Cit, LeRoy Eims, Jadilah Pemimpin Sejati, hlm 25. Andrew Murray, Perubahan Hari Demi Hari Bagi Orang Percaya, hlm. 42 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 berdasarkan akal sehat; seorang pendamai yang selalu membawa damai, pelayan yang didalam pelayanan itu diterima sebagai anugerah sebab pelayanan adalah kepercayaan Tuhan untuk kerjakan bagi kemuliaan Tuhan. Di samping kekayaan pengalamannya sendiri, ia diterangi dan diberi inspirasi oleh Roh Kudus. Tiada ada satu sifatpun yang diperintahkan rasul Paulus merupakan sekedar tambahan, melainkan keharusan yang sangat perlu39. Persyaratan kepemimpin dari rasul Paulus kepada Timotius dan Titus adalah peraturan-peraturan baku yang dijadikan standart untuk pemimpin gereja masa kini. Karena itu seorang pemimpin gereja tidak cukup dengan teori akademis tapi harus disertai pengalaman terlebih hidup dalam tuntunan Roh Kudus lewat persekutuan dan kualifikasi pribadi dengan Tuhan. Rasul Paulus adalah pemimpin gereja yang benar-benar hidup meneladani dan mencerminkan kepemimpinan Yesus Kristus. Karena keharmonisan hidupnya yang terpelihara dengan Tuhan, maka kadang-kandang kelihatan sebagai manusia dan kadang-kadang wajahnya seperti malaikat. Seharusnya para pemimpin gereja diakhir zaman ini dapat mencerminkan kehidupan Yesus didalam hidupnya seperti rasul Paulus. 2. Peranan Pemimpin Gereja Pembahasan tentang landasan teologis peranan pemimpin gereja memperlengkapi jemaat bagi pembangunan pertumbuhan gereja maka penulis menyoroti dari dua sudut pandang Alkitab, yaitu: a. Dasar Teologi Perjanjian Lama Dasar Alkitab Perjanjian Lama tentang peranan pemimpin umat dalam memperlengkapi umat Tuhan adalah tujuan penciptaan oleh Allah. Sebelum menciptakan manusia, Allah Tritunggal bermusyawarah dan bermufakat, untuk tujuan penciptaan manusia. Tuhan Allah menjadikan makluk-makluk lain hanya berfirman saja; ‘jadilah ini’ dan ‘jadilah itu’. Tetapi ketika Tuhan menjadikan manusia, Ia bermusyawarah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya penciptaan manusia direncanakan diantara Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus, “Baiklah Kita menjadikan manusia” (Kej. 1:26). Rencana itu menyatakan bahwa pekerjaan menjadikan manusia itu lebih penting dari pada menjadikan manusia 40. Lalu Allah yang menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya baik laki-laki dan perempuan. Kemudian Allah memberkati manusia untuk beranak cucu dan berkuasa atas ciptaan Allah yang lainnya (Kej. 1:26-28). Tujuan Allah menciptakan manusia dijelaskan lagi dalam (Kej. 2:15; 20). Manusia dijadikan Allah sebagai rekan sekerja-Nya. Kesepakatan Allah Tri-tunggal dalam menciptakan manusia, menunjukkan bahwa manusia itu sangat berharga dimata Tuhan, sehingga diciptakan pada hari terakhir sebagai puncak penciptaan Allah. Waktu Allah menjadikan manusia tidak hanya berfirman, tetapi dengan kasih Allah membentuk manusia dari tanah liat menurut 39 J.Oswald Sanderns, Kepemimpinan Rohani, (Bandung: Kalam Hidup, 1997) hlm. 32. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 rencana kasihNya, kemudian Allah menghembuskan nafas hidupNya kedalam tubuh manusia. Kata gambar dan rupa Allah secara etimologi dapat didefenisikan terpisah yaitu kata ‘gambar’ berarti yang menjadi pokoknya, sedangkan ‘rupa’ berarti’ bahwa gambar itu sudah mirip. Jadi kalimat gambar dan rupa Allah berarti secara khusus berarti pada manusia ada pengetahuan, kebenaran dan kesucian Allah. Sedangkan secara umum berarti segala sifat manusia yang membedakan manusia dengan makluk lain yaitu pikiran, kemauan, jiwa, dan roh. Menjadi gambar atau dijadikan menurut gambar dan rupa Allah berarti, bahwa manusia dipanggil untuk mencerminkan hidup ilahi di dalam hidupnya. Dan penggilannya hanya mungkin dilaksanakan jikalau manusia mentaati kehendak Allah, mengarahkan wajahnya kepada Allah. 41 Kejatuhan manusia ke dalam dosa, tidak lagi mencerminkan kehidupan ilahi sebagai gambar dan rupa Allah di dalam kehidupannya. Kerusakkan gambar dan rupa Allah di dalam pribadi manusia, karena manusia lebih memilih untuk menjadi dirinya sendiri. b. Dasar Teologi Perjanjian Baru Dasar Alkitab upaya memperlengkapi manusia merupakan mandat karya penebusan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus bagi manusia. Sejak dari taman Firdaus Tuhan telah beri janji kepada manusia yang telah jatuh kedalam dosa itu. Janji itu adalah pemberitahuan tentang rencana penyelamatan oleh Tuhan. Janji itu disebut: Injil pertama, janji induk yaitu seorang penolong akan datang kelak, dilahirkan dari si perempuan dan Ia akan menginjak-injak kepala si ular.42 Seorang penebus yang dilahirkan dari keturunan perempuan yaitu Tuhan Yesus Kristus, karena karunia Roh Kudus yang mampu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Allah. Kristus adalah manusia sejati, yang lahir dari seorang perempuan, seperti halnya dengan manusia yang lain, yang selanjutnya mengalami perkembangan jasmanidan rohani seperti halnya dengan segala mnusia, akan tetapi dilain pihak Alkitab juga menceritakan bahwa Kristus adalah Allah sejati, yang bersama-sama dengan Allah dan Allah adanya, yang menjadikan segala makluk serta menghidupinya yang membaharui segala yang telah dijadikanNya.43 Jadi Yesus Kristus adalah pribadi Allah yang menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia dari kuasa dosa, sesuai dengan janji Allah dalam Kejadian 3:15. Maka Rasul Paulus mengatakan bahwa: Tuhan Yesus Kristus adalah Allah, yang sudah mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia (Flp. 2:6-8). D. Pertumbuhan Gereja. Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK: Gunung Mulia, 1992, hlm. 204. J.Verkuyl, Aku Percaya, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1995) hlm. 106. 43 Harun Hadiwijono, Iman Kristen, hal. 307-308. 41 42 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 1. Pengertian gereja Pengertian gereja yang sesungguhnya, dari pandangan yang Alkitabiah. Gereja adalah persekutuan orang-orang yang dipilih, dipanggil keluar dari kegelapan (dosa) kepada terang yang ajaib (Yesus Kristus) dan ditempatkan di dunia ini untuk melayani Allah dan manusia dengan memberitakan perbuatan-perbuatan Allah yang besar (I Ptr. 2:9-10). Dari ayat ini Rasul Petrus mendefenisikan gereja sebagai persekutuan orangorang percaya yang sudah ditebus Allah dengan darah Yesus Kristus untuk mengerjakan Amanat Agung Yesus Kristus agar semua manusia diselamatkan bagi kemuliaan Allah. Sedangkan pengertian gereja menurut tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: 1. Gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara orang Kristen, 2. Badan (organisasi) umat Kristen yang sama kepercayaan, ajaran dan tata cara ibadahnya.44 Maksudnya bahwa Gereja selalu dipandang dari bangunan fisik gedung untuk tempat persekutuan atau ibadah orang-orang tebusan Kristus, dan juga organisasi yang berfungsi member jaminan kepastian hukum serta mengelola atau memagement petalayanan gereja Tuhan. Sedang menuruta Christ Marantika, pengertian gereja adalah: Gereja adalah orangorang yang telah dipanggil keluar dari dunia oleh Injil Yesus Kristus disatukan oleh iman dalam Yesus Kristus untuk melakukan kehendak Allah. 45 Pengertian dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa menurut ajaran Alkitab, arti gereja tidak menunjuk kepada gedung tempat ibadah, atau suatu aliran tertentu. Karena gereja yang sesungguhnya adalah kumpulan orang-orang percaya yang telah ditebus oleh Allah dengan darah Kristus. Dengan demikian gedung gereja boleh dihancurkan, organisasi gereja boleh dibubarkan, gereja akan tetap ada sebab gereja itu organisme yang walau semakin dihambat akan semakin merambat. Untuk menegaskan bahwa fungsi gedung gereja juga penting manfaatnya dalam pelaksanaan kegiatan gereja, maka Dr.J.Verkuyl mengatakan, Gereja adalah lahir dari Allah. Buah tangan pekerjaan Roh Kudus. Yang terpenting dalam gereja ialah penyataan Allah, pemilihan oleh Allah, kehendak Allah untuk mengumpulkan orang-orang beriman.46 Dari pendapat kedua teolog tersebut dapat dipahami, bahwa gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya membutuhkan tempat dan organisasi untuk beribadah sebagai wujud persekutuan denagan Allah dan sesame juga menata pelayanan gereja kearah kesempurnaan yang dikendaki Kristus Yesus. Gereja adalah suatu perkumpulan manusia biasa, yang mempunyai kesamaankesamaan tertentu dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan di dunia seperti Negara, partai politik, perkumpulan social dan lain-lain. Tetapi kalau kita melihat dari sisi hakekat, ia pada lain pihak adalah suatu persekutuan rohani dengan Yesus Kristus 44Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Marantika, Kepercayaan dan Kehidupan Kristen, (Jakarta, BPK. Gunung Mulia, 1984) hlm. 45Christ 183. 46Dr.J.Verkuyl, Aku Percaya, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1995) hlm. 199. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 sebagai kepala. Sebagai persekutuan rohani, ia adalah “objek dari percaya ataui iman Kristen”.47 Bila dipandang dari sisi hukum, maka gereja adalah organisasi yang penatalayanannya tidak berbeda dengan organisasi pada umunya. Perbedaan hanya pada objektivitas gereja yang berfokus pada pembinaan iman Kristen, untuk mencerminkan kehidupan dan karakter Yesus Kristus agar menjadi kitab yang terbuka, untuk dapat dibaca oleh semua orang. Dari pandangan-pandang dan uraian tersebut diatas, dapat dipahami dan diberi kesimpulan sementara bahwa ada tiga pengertian gereja, sebagai berikut: 1. Gereja dalam pengertian sebagai persekutuan orang-orang yang dipanggila keluar dari kegelapan dosa kepada terang yang ajaib yaitu Tuhan Yesus Kristus. 2. Gereja dalam pengertian sebagai bangunan atau gedung tempat persekutuan orangorang tebusan Tuhan Yesus Kristus dengan Allah dan dengan sesama. 3. Gereja dalam pengertian organisasi yaitu badan hukum untuk mengatur pelayanan gereja dalam mencapai fungsi gereja. a. Pengertian gereja dalam Perjanjian Lama Pembahasan tentang gereja tidak ditemukan di daalam Alkitab Perjanjian Lama. Walaupun demikian, kegiatan gereja sudah ada dan berjalan dengan baik, meskipun mungkin berbeda tata ibadah dan penatalayanannya dalam organisasinya. Kegiatan gereja dalam Alkitab Perjanjian Lama terlihat dalam tempat peribadahan orang Yahudi yaitu kemah suci atau Tabernakel pada zaman Musa, Kemah atau pondok Daud pada zaman raja Daud dan Bait Allah di Yerusalem pada zaman raja Salomo. 1. Kemah Suci Sebelum Allah Abraham, Ishak dan Yakub memerintahkan Musa membuat Kemah Suci atau Tabernakel, para leluhur bangsa Israel mempersembahkan korban bakaran kepada Allah diatas tugu berupa susunan batu yang disebut mesbah (Kej. 22:9). Kata Tabernakel tidak terdapat dalam Alkitab bahasa Indonesia. Kata ini berasal dari kata Tabernacle dalam Alkitab bahasa Inggris. Kata Tabernacle berasal dari dua kata bahasa Ibrani yaitu kata Ohel yang berarti tanda/kemah dan kata Mishkan yang berarti tempat kediaman. Dalam perjalanan bangsa Israel dari Mesir menuju ke negeri Kanaan, Allah memerintahkan Musa untuk membangunkan Kemah Suci (Kel. 25:8). Perlunya Allah berada ditengah-tengah bangsa Israel, ialah supaya ada persekutuan antara Allah dengan umat-Nya.48 Kemah Suci atau Tabernakel adalah tempat kediaman Allah di antara umatNya, yang merupakan upaya Allah untuk membangun persekutuan dengan umatNya. Inilah rahasia kekuatan hidup bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah. Karena tanpa 47J.L.Ch. Abineno, Garis-garis Besar Hukum Gereja, (Jakarta, BPK. Gunung Mulia, 1994) hlm.2. B.S., Kemah Suci, (Surabaya, n.p. 1994), hlm. 17-18 48Jusuf Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 kehadiran dan persekutuan Allah dengan bangsa Israel tidak mungkin bangsa itu bertahan hidup selama empat tahun di padang gurun. Jadi begitu pentingnya makna dan kehadiran Kemah suci, untuk kegiatan persekutuan atau ibadah bagi bangsa Israel. Karena di dalam Kemah Suci bangsa Israel bertemu dengan Allah, memperoleh petunjuk Allah dan mendapatkan kekuatan baru dalam perjalanan menuju ke tanah Kanaan yang telah dijanjikan Allah dengan sumpah kepada nenek moyangnya. Sebelum Kemah suci didirikan, kita membaca tentang Kemah Pertemuan, yakni suatu tempat perjumpaan sementara dari Allah dengan umatNya (Kel. 33:7-11). Sarana ‘Kemah Suci’ yang berarti tempat kudus, dapat dibawa-bawa, dan itulah tempat tinggal Allah ditengah-tengah bangsa Israel di padang gurun. Sarana itu masih dipakai lama sesudah bangsa Israel masuk tanah Kanaan. Pada zaman Hakim-hakim tempat kudus itu ada di Silo (Yosua 18:1), pada pemerintah Saul di Nob (I Sam. 21:1-9; Mrk. 2:25-26), dan kemudian hari di Gibeon (I Taw. 16:39). Akhirnya ditempatkan oleh Salomo di Bait Suci (I Raj. 4:8).49 Kemah Suci dibangun karena tujuan Allah yaitu untuk Allah berjumpa dan bersekutu dengan umatNya Israel. Karena itu Kemah suci terus ada bagi orang Israel sampai pada zaman Salomo membangun rumah khusus sebagai pengganti Kemah Suci yang dikenal sebagai Bait Allah. Kemah Suci yang kemudian menjadi Bait Allah tidak hanya sebagai tempat persekutuan Allah dengan umat-Nya, tapi juga merupakan nillai perlambangan bagi zamannya, karena Kemah Suci adalah gambaran dari Sorga (Ibr. 8:5; 9:9,24). 2. Bait Allah Pada Zaman raja Salomo tempat ibadah bangsa Israel yang disebut Kemah suci diganti dengan membangun rumah khusus untuk perjumpaan dan persekutuan bagi Allah dan umat-Nya disebut Bait Allah yang didirikan oleh raja Salomo di Yerusalem, maka dikenal sebagai Bait Allah Yerusalem. Namun pada masa bangsa Babel raja Nebukadnezar menguasai bangsa Yehuda pada tahun 586 SM Bait Allah tersebut dihancurkan oleh tentara-tentara Babel. Tetapi setelah bangsa Yehuda kembali dari pembuangan, Bait Allah dibangun kembali dibawah pimpinan Zerubabel pada tahun 515 SM. Pengertian Bait Allah menurut kamus Alkitab ialah: Bait Suci itu menjadi pusat hidup keagamaan umat Yahudi, juga pada zaman Tuhan. Orang-orang Kristen pertama masih turut beribadah disitu, tetapi karena kelamaan terjadi perpisahan antara mereka dengan orang-orang Yahudi (bdk. Kis.). Bait Suci itu dimusnahkan pada tahun 70 SM. Oleh tentara Romawi di bawah Jenderal Titus. 50 Bait Allah selain sebagai pusat berbagai kegiatan keagamaan Yahudi, yang menjadi kebanggaan orang Israel setelah Tabut Allah, 49Tim 50Tim Penyusun, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, (Jakarta, OMF, 2002), hlm. penyusun Alkitab, Kamus Alkitab, (Bogor, LAI, 2007), hlm 424 539. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 karena merupakan tempat kehadiran Allah diantara umatNya. Namun perlu dipahami bahwa kehancuran bangsa Yehuda bermula dari penyimpangan fungsi Bait Allah. Sesudah Israel berkembang menjadi suatu bangsa dirasakanlah perlunya suatu tempat ibadah pusat, dan merupakan keharusan sebagai tempat berkumpul bagi seluruh umat itu, sebagai lambang kesatuan mereka beribadah kepada Allah mereka. Kebutuhan dipenuhi oleh Kemah Suci selama pengembaraan di padang gurun, dan tempat-tempat ibadah yang diakui selama zaman para hakim51. Betapa pentingnya kebutuhan akan tempat persekutuan dengan Allah bagi bangsa Israel, yang dilambangkan dengan Kemah Suci dan tempat-tempat ibadah yang diakui selama zaman para hakim seperti di Silo. Hal ini tercermin dalam kehidupan Daud raja Israel kedua. Alpanya suatu tempat ibadah bagi Yahweh serasa menggelisahkan hati, tatkala Daud sudah mempersatukan seluruh kekuasaannya dan sudah membangun baginya sendiri istana besar dan menetap, Raja Daud berkata; Lihatlah, aku ini diam dalam rumah kayu aras, padahal Tabut Allah diam dibawah tenda (II Sam. 2:7). Tapi ijin tidak diberikan kepadanya untuk membangun Bait Suci sebab tangannya dinodai oleh darah musuh-musuhnya, namun bahan-bahan dikumpulkannya, harta ditumpuknya dan tanah untuk tempat Bait Allah dibelinya (I Taw. 22:8; II Sam. 24:18-25). Pembangunan Bait Suci dimulai oleh raja Salomo. 52 Pernyataan ini menggambarkan bahwa walaupun dosa berkuasa atas manusia, namun kerinduan manusia akan persekutuan dengan Allah penciptanya tetap ada. Ini karena adanya kekosongan dihati manusia yang harus dipenuhi dengan kuasa yang lebih tinggi dari dirinya. Dalam hal ini, gereja sebagai lanjutan dari kemah suci dan bait Allah, harus mampu memberi pemahaman yang Alkitabiah kepada orang-orang percaya agar memberi kekosongan hatinya untuk diisi oleh Tuhan. Adanya penyembahan berhala dan agamaagama suku, merupakan gambaran dari gereja tidak mampu memberi pemahaman yang alkitabiah juga gaya hidup yang tidak menjadi kesaksian bagi masyarakat di luar gereja. b. Pengertian gereja dalam Perjanjian Baru Dalam Alkitab Perjanjian Baru, Yesus Kristus menyebut para pengikutNya dengan sebutan “Jemaat-Ku” (Mat. 16:18) dalam pengertian bahwa gereja adalah milik Yesus Kristus. Karena itu gereja di dalam Perjanjian Baru diartikan sebagai tubuh Kristus, dan Kristus adalah kepala gereja atau jemaat. Di dalam kitab Kisah Para Rasul 2:41-47, dokter Lukas dengan jelas memaparkan pilar-pilar kehidupan dan pelayanan gereja mula-mula yaitu hidup dalam kesaksian (Marturia), hidup dalam persekutuan (Koinonia) dan hidup dalam kasih (Diakonia) dan kehidupan dalam pengajaran (Didaskalia). 51 Tim Penyusun, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid I, (Jakarta: OMF, 1994), hlm. 136. hlm. 136. 52Ibid, Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Pendapat beberapa teolog tentang pengertian gereja secara universal dalam Perjanjian Baru. Charles C Ryrei mengatakan: Gereja secara universal adalah semua orang percaya di Surga dan di bumi.53 A. H. Strong mengatakan: Gereja secara universal adalah semua kumpulan dari orang-orang percaya, disemua masa dan abad, di bumi dan di Sorga.54 Menurut Henry Thiessen: Gereja secara universal sebagai mempelai perempuan Kristus.55 Sedangkan Tom Jacobs mengatakan: semua orang percaya adalah jemaat Allah.56 Dari pendapat para teolog mengenai gereja universal dapat dipahami bahwa gereja adalah persekutuan semua orang yang percaya kepada Allah dalam Yesus Kristus, yang ada pada segala waktu dan segala tempat yang digambarkan sebagai mempelai perempuan yang menantikan kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali sebagai sang mempelai laki-laki Sorga untuk menjemput gereja ke Surga. Gereja lokal adalah perhimpunan tertentu, tempat bersekutu terus-menerus57. Gereja lokal adalah mereka selalu bersama secara sukarela berkenaan dengan hukumhukum Kristus dengan tujuan mendapatkan penegakan yang sempurna dari kerajaanNya didalam diri mereka dan dunia 58. Gereja lokal adalah orang-orang percaya di suatu tempat tertentu59. Jadi pengertian gereja lokal adalah persekutuan orang-orang percaya, yang dilakukan dengan senang hati dalam kasih Kristus yang terkonsentrasi disuatu tempat tertentu secara berkesinambungan. 2. Pengertian Pertumbuhan Gereja Pembahasaan tentang pertumbuhan gereja merupakan topik menarik yang sudah, sedang akan terus dibahas sebagai upaya di dalam gereja Tuhan untuk menggenapi Amanat Agung Yesus Kristus didalam gereja. Pengertian atau defenisi mengenai istilah pertumbuhan gereja secara teologis yakni sebagai manifestasi atau perwujudan Amanat Agung Yesus Kristus dalam (Matius 28:19-20; Markus 16:15; Lukas 24:47-48; Yohanes 20:21; Kisah Para Rasul 1:8) untuk membangun gereja (bukan gedung) dalam segala jenis pertumbuhan.60 Maksudnya, pertumbuhan gereja merupakan kegerakan Allah melalui gerejaNya untuk membawa keluar sebanyak mungkin orang yang masih berada dalam kegelapan dosa kepada terangNya yang ajaib yaitu Yesus Kristus. Jadi essensi kegerakan gereja adalah perintah Allah untuk; “ … pergilah menjadikan semua bangsa muridKu dan …” (Mat. 28:19-20); …”pergilah keseluruh dunia beritakan Injil …” (Mrk. 16:15); “… berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan, …” (Lukas 24:47-48); “… Sama seperti Bapa mengutus Aku, … Aku mengutus kamu.” (Yoh. Charles C Ryei, Teologi Dasar II, (Yogjakarta: Yayasan Andi, 1992), hlm. 186. A.H. Strong, Systimatic Theology, (Valley Forge PA. Judson Press, 1979), hlm. 891. 55 Henry Theissen, Teologi Sistematika, (Malang: Gamdum Mas, 1992), hlm. 477. 56 Tom Jacobs, Gereja Menurut Perjanjian Baru, (Yogjakarta: Kanisius, 1998), hlm. 45. 57 Lop. Cit. Charles C Ryei, Teologi Dasar II, hlm. 186. 58 Lop. Cit. A.H. Strong, Systimatic Theology, hlm. 890. 59 Lop. Cit. Tom Jacobs, Gereja Menurut Perjanjian Baru, hlm. 45 60 John Virgil, Kompleksitas Pengembangan Gereja, (Jakarta: Yayasan Kasih Imanuel, 2001), hlm. 6. 53 54 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 20:21); “ … dan kamu akan menjadi saksiKu … sampai ke ujung bumi.” (Kis. 1:8). Kondisi pertumbuhan gereja seperti inilah yang menyebabkan gereja dapat eksis secara dinamis. Jadi pertumbuhan gereja harus dalam segala segi/jenis atau hal yang memanifestasikan Amanat Agung Yesus Kristus. Pertumbuhan gereja adalah segala sesuatu yang mencakup soal membawa orangorang yang tidak memiliki hubunggan dengan Yesus Kristus ke dalam persekutuan dengan Dia dan membawa mereka menjadi anggota gereja yang bertanggung jawab 61. Berhubungan dengan defenisi diatas, maka Ron Jenson dan Jim Steven, defenisikan pertumbuhan gereja sebagai berikut: Pertumbuhan gereja adalah kenaikan yang seimbang dalam kuantitas, kualitas dan kompleksitas organisasi sebuah gereja lokal 62. Defenisi ini merupakan kunci untuk memahami proses penyebab pertumbuhan gereja. Apabila ketiga komponen kenaikan dimaksud ini tidak terjadi secara seimbang, maka sebuah gereja tidak akan mempertahankan kesehatan yang baik. Pertumbuhan gereja ialah perkembangan dan perluasan tubuh Kristus (orang Percaya), yang mencakup kuantitas, kualitas, maupun organik. 63 Pertumbuhan gereja harus seimbang antara kuantitas, kualitas dan organik atau struktural organisasi, karena pertumbuhan kuantitas merupakan dampak dari pertumbuhan kualitas yang secara otomatis akan mempengaruhi pertumbuhan struktural dalam organisasi. Mengenai essensi pertumbuhan gereja George W Peters mengatakan: Gereja juga harus bertumbuh (Ef. 4:16) sehingga anggotanya berlibat ganda dari tiap-tiap suku dan kaum dan bahasa dan bangsa (Why. 5:9).64 Maksudnya gereja merupakan alat Tuhan di dunia ini untuk melaksanakan rencana dan maksud yang telah ditetapkan Allah yaitu Amanat Agung Yesus Kristus umat menjangkau seluruh umat manusia menjadi umatNya. Bruce Milne mengatakan: seharusnya gereja lebih merupakan organisme dari pada organisasi, karena gereja adalah sesuatu yang hidup dan bertumbuh dalam kualitas dan kuantitas.65 Pengertian gereja sebagai organisme yang hidup dan sehat adalah gereja yang terus mengikuti kegerakan Allah sesuai pola Alkitab. Gereja sebagai organisme yang hidup dan bertumbuh sesuai kegerakan Allah akan berpengaruh bagi dunia sesuai essensi gereja sebagai garam dan terang dunia. Pola pertumbuhan gereja yang Alkitabiah adalah pola pelayanan dan pertumbuhan gereja mula-mula (Kis. 2:41-47) sesuai kegerakan Allah yang selalu berkembang sesuai perkembangan zaman. B. Dasar Teologis Pertumbuhan Gereja C.Peter Wagner, Strategi Perkembangan Gereja, (Malang: Gandum Mas), hlm. 24. Ron Jenson dan Jim Steven, Dinamika Pertumbuhan Gereja, (Malang: Gandum Mas, 1996) hlm. 8. 63 John Virgil, Kompleksitas Pengembangan Gereja, hlm. 10. 64 George W. Peters, Strategi Pertumbuhan Gereja, (Malang: Gandum Mas, 2002). hlm.25. 65 Bruce Milne, Mengenali Kebenaran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1996) hlm. 316. 61 62 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Alkitab sebagai dasar pertumbuhan gereja yang sangat prinsip dan fundamental karena merupakan program Allah. Sebab tujuan utama Allah menciptakan dunia serta segala isinya adalah untuk kemuliaanNya melalui manusia. Namun rencana Allah tertunda ketika manusia jatuh dalam dosa dan terpisah dari Allah. Tetapi saat itu juga, Allah menjanjikan seorang penyelamat memulihkan hubungan manusia dengan Allah (Kej. 3:15). Kemudian janji pemulihan ini tergenapi di dalam Yesus Kristus, untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Luk. 19:10). Sebagai upaya untuk menyukseskan program tersebut Allah membangun gereja-Nya dan melibatkan manusia melalui Amanat Agung yang disampaikan Yesus Kristus saat sebelum terangkat kembali ke Surga. Mengenai Dasar pertumbuhan gereja John Virgil mengatakan: Gerakan pertumbuhan gereja yang baik dan utuh harus berdasarkan dan menyatakan, bahwa pertumbuhan gereja itu merupakan kehendak Allah yang Maha Tinggi. 66. Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa Allah menginginkan agar domba-dombaNya yang hilang ditemukan dan mempergandakan jumlahnya. Gereja merupakan wadah Allah untuk mengembalikan manusia kepada tujuan Allah yang semula yaitu untuk hidup bersama Allah, memuliakan Allah dan menjadi rekan sekerja Allah. Sedangkan menurut Rick Warren mengatakan bahwa: “Pertumbuhan gereja tidak dapat dihasilkan oleh manusia! Hanya Allah yang dapat membuat gereja bertumbuh.” 67 Pernyataan yang bertolak dari segudang pengalaman dan prestasi ini, bermula dari pemahaman yang Alkitabiah tentang gereja sebagai milik Allah maka Allah yang memberi pertumbuhan. Jadi pertumbuhan gereja sebagai organisme tubuh Yesus Kristus yang hidup akan terus bergerak secara dinamis dan inovatif sesuai kegerakan Allah dari zaman ke zaman kearah kesempurnaan Kristus harus tetap berpijak pada Alkitab. Berhubungan dengan dasar pertumbuhan gereja, maka sebutan gereja dalam hubungannya dengan orang-orang Kristen dipergunakan pertama kali oleh Yesus sendiri waktu Ia berkata kepada Petrus, “Di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu….(Mat. 16:18).”68 Jadi Yesus Kristus sendiri yang mencetuskan dan mendirikan gerejaNya diatas diriNya sebagai dasar yang teguh. Karena itu pertumbuhan gereja harus sesuai dengan konsep dasar pertumbuhan gereja yang sudah diletak Tuhan Yesus. Pedoman pelayanan pertumbuhan berdasarkan Alkitab dapat ditinjau berdasarkan kedua perjanjian dalam Alkitab, yaitu: 1. Konsep Pertumbuhan Gereja Menurut Perjanjian Lama 66John Virgil, Kompleksitas Pengembangan Gereja, hlm. 5. Rick Warren; The Purpose Driven Church, (Malang, Gandum Mas, 2005), hlm. 18. 68 Billy Graham, Damai Dengan Allah, (Jakarta: YKBK, 1988) hlm. 233. 67 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Konsep pertumbuhan gereja menurut Perjanjian Lama adalah: a. Mandat Allah kepada Adam, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhlah bumi dan ..” (Kej. 1:28). b. Panggilan Allah kepada Abraham, … “Pergilah dari negerimu … ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, …” (Kej. 12:1-3). Berdasarkan kedua ayat Alkitab ini, maka Allah memandatkannya kepada manusia yang diawali dengan ungkapan perjanjian Lama dalam Kejadian 1, Allah menciptakan dunia serta isinya dan memberkatinya, serta memandatkannya kepada manusia untuk mengelolah dan memeliharanya 69. Manusia diberikan tanggung jawab untuk berkembang dan mengembangkan dunia. Inilah berkat Allah dan panggilan fungsional kepada Adam untuk bertambah banyak dan memenuhi bumi. Kemudian secara spesifik Allah memanggil Abraham untuk menjadi bangsa yang besar dan menjadi berkat. Panggilan Allah kepada Abraham merupakan mandat bagi pertumbuhan gereja. Jika Allah yang memandatkan pertumbuhan gereja, maka Allah bertanggung jawab atasnya. Berita Alkitab mengenai sejarah Israel dimulai dengan panggilan Allah kepada Abraham untuk menjadi bapa dari suatu bangsa baru. 70 Karena gereja bermula dari agama Yahudi yang adalah keturunan Abraham, maka dapat disimpulkan bahwa Amanat Agung dan dasar Alkitab Perjanjian Lama pertumbuhan gereja dimulai dari panggil Allah kepada Abraham. Karena itu Allah menetapkan bahwa dari keturunan Abraham semua bangsa di bumi akan diberkati. yaitu diselamatkan dari perbudakan dosa, dan nubuatan ini tergenapi didalam Tuhan Yesus Kristus (Kej. 12:1-3; Mat. 1:1-17; Gal. 3:29). 2. Konsep Pertumbuhan Gereja Menurut Perjanjian Baru Konsep dasar teologis pertumbuhan gereja menurut Perjanjian Baru adalah: Yesus Kristus meninstruksikan murid-muridNya untuk pergi memberitakan Inji, (Mat. 28:1920; Mrk. 16:15; Luk. 24:47-48; Yoh. 20:21; Kis. 1:8). Yesus Kristus menginstruksikan kepada murid-murid-Nya untuk pergi memberitakan Injil dan menjadi semua bangsa muridNya. Allah menginjili Abraham dan memandatkan penginjilan kepada manusia. Hal ini terungkap jelas dalam Mat. 28:19-20. Penginjilan ini dimulai di hati Allah. Oleh karena itu penginjilan bukan sekedar kabar baik, melainkan perjanjian Allah dengan manusia untuk membawa shalom.71 Allah memulai pertumbuhan gereja dengan mengadakan penginjilan kepada Abraham (Kej. 12:1-3 dan Gal. 3:8) kemudian Allah 69John Virgil, Kompleksitas Pengembangan Gereja, hlm. 13. David F. Hinson, Sejarah Israel Pada zaman Alkitab, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1996), hlm. 30. 71John Virgil, Kompleksitas Pengembangan Gereja, hlm. 14 70 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 menjadi manusia untuk menyelamatkan dan melibatkan manusia dalam proyek penyelamatan. Jadi, Amanat Agung sebagai bukti Allah melibatkan manusia dalam proyek penyelamatan itu. Karena itu pertumbuhan gereja hanya akan cocok, bila melihat penduduk dunia di bawa kepada Kristus. Disinilah Allah ingin melihat hasil nyata dari pelayanan umatNya. Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus, dicatat dari perspektif yang berbeda-beda oleh para penulis Injil, namun dalam satu kerangka tujuan sesuai maksud Tuhan Yesus Kristus yaitu agar Injil diberitakan sampai ke ujung-ujung bumi dan semua bangsa dijadikan muridNya. C. Pertumbuhan Gereja Menurut Kisah para Rasul 2:41-47 Pertumbuhan Gereja dapat terjadi dalam dua jenis yakni: pertumbuhan kualitative dan kuantitative. Kedua jenis pertumbuhan tersebut akan diuraikan sesuai pertumbuhan gereja menurut kitab Kisah Para Rasul 2:41-47, sebagai berikut: 1. Pertumbuhan Gereja secara Kualitative Pertumbuhan kualitative berhubungan dengan kedewasaan jemaat dalam Kristus. Perhatikan jemaat mula-mula di Yerusalem yang bertumbuh secara kualitative melalui empat pilar pelayanan para murid yang kemudian dikenal dengan istilah empat pilar utama pelayanan gereja, sebagai berikut: a. Pertumbuhan Gereja Melalui Pelayanan persekutuan (Koinonia) Pelayanan pertumbuhan Gereja mula-mula dimulai dari pelayanan persekutuan yang di dalam bahasa Yunani dikenal dengan istilah Koinonia. Jemaat mula-mula atau jemaat Kristen pertama berdiri di Yerusalem. Jemaat ini terdiri dari orang-orang yang sejak semula mengikut Tuhan Yesus (Kis. 1:12-26). Bersama para rasul orang-orang ini bertekun, sehati dalam doa bersama-sama menantikan janji Bapa (Kis. 1:14).”72 Maksudnya gereja mula-mula dimulai oleh para rasul melalui pelayanan persekutuan yang beranggotakan murid-murid bersama seratus dua puluh (120) orang pengikut Yesus lainnya (Kis. 1:15). Orang-orang pada masa itu menyukai persekutuan satu dengan yang lain.” 73 Selanjutnya “ … gambaran masyarakat Kristen pertama, berkumpul setiap hari di rumah-rumah jemaat untuk belajar firman Tuhan, makan bersama (memecahkan roti) dan berdoa bersama. “Mereka berkumpul secara umum di tempat-tempat tertentu di kompleks Bait Allah (menurut 3:11 dan 5:12 di Serambi Salomo)”. 74 Persekutuan merupakan warisan dari gereja mula-mula. Adapun tujuan persekutuan ialah untuk Dr. Tom Jacobs SJ, Gereja Menurut Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanasius, 1992), hlm. 83. F. Pfeiffer dan Evertt F. Harrison, Tafsiran Alkitab Wycliffe Volume 3 Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas, 2008), hlm. 410 74 Tim penyusun, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius – Wahyu (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2010) hlm.344. 72 73Charles Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 belajar Firman Tuhan, makan bersama dan berdoa bersama secara teratur. Kehidupan Kristen yang demikian menjadi kesaksian bagi semua orang disekitar komunitas Kristen pertama tersebut. Dengan kehidupan demikian, maka disenangi orang-orang yang menyaksikannya, sehingga “… tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan” (Kis. 2:47). b. Pertumbuhan Melalui Pelayanan pengajaran (Didaskalia) Gereja mula-mula kuat dalam pengajaran Firman Tuhan oleh rasul-rasul. Pengajaran Tuhan, bersama dengan pemberitaan tentang kehidupan, kematian dan kebangkitan Yesus serta maknanya bagi keselamatan manusia. Pengajaran ini merupakan tradisi resmi di gereja mula-mula dan kemudian dimasukkan dalam Perjanjian Baru.”75 Kemudian dilaporakan bahwa “Mereka menuruti ajaran dan persekutuan para rasul, setiap hari jumlah mereka bertambah, mereka memuji Allah dan disukai semua orang.”76 Dalam ibadah Kristen mula-mula Alkitab dibacakan didepan umum (Kol. 4:16; 1Tes. 5:27) dan diuraikan (Kis. 2:42-43; 6:2).77 Adapun Fokus pengajaran para rasul adalah tentang kehidupan Yesus Kristus yaitu; kelahiran, kematian, kebangkitan, kenaikanNya dan pencurahan Roh Kudus sebagai penggenapan janjiNya serta maknanya bagi keselamatan manusia. Maka tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan (2:47), karena orang-orang dengan terus-menerus, satu per satu, menerima keselamatan dari pengajaran para rasul. Jadi betapa pentingnya pengajaran Firman Tuhan bagi jemaat sebagai gereja Tuhan, karena gereja tidak akan bertumbuh tanpa pengajaran firman Tuhan yang benar. Dampak fokus pengajaran Firman Tuhan oleh para rasul adalah gereja mula-mula bertumbuh secara kualitas karena ada pelayanan khusus tentang pengajaran firman Tuhan secara fokus oleh para rasul. Supaya konsentrasi pelayanan firman Tuhan tidak terganggu, maka para rasul memilih ketujuh orang diaken untuk pelayanan kasih atau pelayanan meja (Kis. 6:1-4). Jadi pertumbuhan gereja secara kualitas merupakan dampak pengajaran Firman Tuhan yang Alkitab oleh para pemimpin gereja. c. Pertumbuhan Melalui Pelayanan kasih (Diakonia) Selain pelayanan lewat persekutuan dan pengajaran para rasul, jemaat mula-mula juga kuat dalam pelayanan kasih (Diakonia). “Persekutuan ditunjukkan dalam memecahkan roti dan berdoa dan juga dalam memiliki harta bersama (2:45).” 78 Pelayanan kasih jemaat mula-mula merupakan aplikasi nyata dari betapa saling mengasihinya orang-orang dalam persekutuan pertama sehingga orang percaya yang kaya menjual harta milik mereka untuk membantu memenuhi kebutuhan orang percaya 75 Ibid. Charles F. Pfeiffer dan Evertt F. Harrison, Tafsiran Alkitab WYCLIFFE Volume 3 Perjanjian Baru, hlm 410 76Tim penyusun, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius – Wahyu, hlm.344. 77 Bruce Milne, Mengenal Kebenaran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), hlm 307. 78 Tim penyusun, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 Matius – Wahyu, hlm.345. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 yang miskin.79 Jadi pelayanan kasih jemaat mula-mula dipraktekan lewat dukungan keuangan bagi anggota jemaat yang kurang mampu dalam keuangan. Saling berbagi kesulitan diantara orang jemaat mula-mula, merupakan gambaran kehidupan Kristen yang disenangi semua orang, karena mampu membangun keharmonisan sesama orang percaya sekalipun di masa sulit. d. Pertumbuhan Melalui Pelayanan kesaksian (Marturia) Dampak dari kehidupan jemaat mula-mula dalam persekutuan (Koinonia), pengajaran (Didaskalia) para rasul, dan pelayanan kasih (Diakonia) adalah jemaat mulamula hidup dalam kesaksian (Marturia). Keberanian jemaat mula-mula bersaksi tentang Yesus Kristus sebagai dampak dari pencurahan Roha Kudus. Hari kelahiran gereja ialah hari keturunan Roh Kudus pada pesta Pentakosta. Murid-murid dipenuhi Roh Kristus, sehingga mereka berani bersaksi tentang kelepasan yang dikaruniakan Tuhan kepada dunia. Dimana orang menyambut Injil dengan percaya kepada Yesus Kristus.” 80 Gereja lahir dan bertumbuh karena peranan Roh Kudus dalam orang-orang percaya untuk bersaksi. Hal ini merupakan fenomena yang Alkitabiah dan berkesinambungan dalam pertumbuhan gereja. Tercerai-berainya para pengikut gereja ini, melahirkan pelbagai proyek misi; beberapa diantaranya diceritakan dalam bagian berikutnya tentang masa transisi (8:411:8).”81 Pertumbuhan gereja melalui kesaksian, berdampak pada penganiayaan gereja yang diijinkan Tuhan agar gereja pergi bersaksi, membuka ladang misi yang baru. Tugas gereja bukan saja menjaga kebenaran Firman Tuhan, tetapi juga memberitakannya keseluruh dunia selain juga diberitakan dalam persekutuan umat Allah supaya orang berdosa bertobat dan orang kudus dididik dalam kebenarannya. Gereja mempunyai tugas untuk memberitakan Injil di dunia ini.” 82 Tugas gereja di bumi adalah bersaksi agar gereja bertumbuh atau bertambah jumlah bilangan orang percaya. Jadi bagi gereja kesaksian merupakan pelaksanaan Amanat Agung Yesus Kristus yang wajib dilaksanakan tanpa kompromi oleh gereja Tuhan. Kewajiban untuk bersaksi ini, harus dimulai dari dalam persekutuan umat Tuhan yaitu gereja itu sendiri, supaya ada pertobatan dan juga mempersiapkan generasi yang mau bersaksi untuk pertumbuhan gereja. Kualitas orang Kristen mencakup kehidupan Kristus yang diperolehnya. Oleh karena itu, ketaatan dari hasil penginjilan dan kesaksian hidup orang Kristen harus dinyatakan dalam bilangan. 83 Pertumbuhan gereja yang sehat diawali dengan pertumbuhan kualitas atau kedewasan rohani jemaat Tuhan 79 Ibid. Charles F. Pfeiffer dan Evertt F. Harrison, Tafsiran Alkitab WYCLIFFE Volume 3 Perjanjian Baru, hlm 410. 80 Dr.H.Berkhof dan Dr.I.H.Enklaar, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010) hlm 7. 81 Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru, hlm 297. 82 Louis Berkhof, Teologi Sistimatika Volume 5 Doktrin Gereja, (Surabaya: Momentum, 2010) hlm. 83. 83John Virgil, Kompleksitas Pengembangan Gereja, hlm. 22 Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 dengan menerapkan pengajaran Firman Tuhan yang Alkitabiah. Karena bila dicermati dengan seksama, maka Kisah Para Rasul 2:47 menunjukkan dampak pertumbuhan kualitas jemaat mula-mula lewat ketekunan para rasul mengajarkan Firman Tuhan. Jadi pertumbuhan gereja secara kualitative pasti akan berdampak bagi bertumbuh secara kuantitative. Gereja Tuhan harus berpegang teguh pada keempat pilar dasar pelayanan gereja yaitu Pelayanan Koinonia, Pelayanan Didaskalia, Pelayanan Diakonia, dan Pelayanan Maturia, agar gereja mengalami pertumbuhan yang sehat dan seimbang. Pelaksanaan keempat pilar dasar pelayanan gereja tersebut merupakan tugas dan tanggungjawab pimpin gereja agar gereja bertumbuh seimbang. 2. Pertumbuhan Gereja secara Kuantitative Pertumbuhan gereja secara kuantitative adalah pertumbuhan secara jumlah anggota jemaat. Gereja mula-mula berawal pada hari Pentakosta (Kis. 2:41-47) dengan anggota jemaat sebanyak seratus dua puluh orang (Kis. 1:15). Pada hari Pentakosta sebanyak tiga ribu orang mengambil keputusan untuk mengakui Yesus adalah Kristus dan Tuhan, setelah mendengarkan khotbah rasul Petrus (Kis. 2:41). Selanjutnya tiap-tiap hari Tuhan menambahkan jumlah orang yang diselamatkan (Kis. 2:41-47). Angka pertumbuhan jemaat terus bertambah karena pengajaran Firman Tuhan, sehingga bertambah menjadi kira-kira lima ribu laki-laki orang (Kis. 4:4). Bahkan bilangan orang percaya semakin bertambah (Kis. 5:14) melalui kesaksian orang percaya, pengajaran Firman Tuhan oleh para rasul. Bilangan menunjukkan jumlah atau kuantitas adalah tanda dari kualitas. 84 Pertumbuhan gereja secara kuantitas merupakan dari pertumbuhan gereja secara kualitas. Sebaliknya pertumbuhan gereja secara kuantitas merupakan barometer untuk mengetahui pertumbuhan gereja secara kualitas. Adapun faktor-faktor pertumbuhan gereja secara kuantitave sebagai dampak pertumbuhan gereja secara kualitative adalah: 1. Pertumbuhan Gereja karena Pertobatan Pengertian pertumbuhan gereja secara kuantitative karena pertobatan adalah pertambahannya jumlah jemaat karena pertobatan orang-orang berdosa. Pertumbuhan ini karena pelayanan marturia atau pemberitaan Injil, kepada orang-orang yang belum mengenal dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya dan menjadi anggota gereja (Yoh. 1:12; Rm. 10:9-10). Agar gereja anda sangat efektif dalam penginjilan, anda harus menentukan suatu target.85 Karena itu, harus ketahui jenis orangorang yang tinggal di daerah pelayanan, dan putuskan kelompok-kelompok yang 84 85 Ibid, hlm. 21 Rick Warren, The Purpose Driven Church, hlm. 163. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 sanggup dijangkau oleh gereja. Kemudian temukan gaya penginjilan yang penting dan tepat dengan target yang hendak dijangkau. Walaupun gereja tidak pernah menjangkau semua orang, tetapi gereja khususnya cocok untuk menjangkau beberapa jenis orang tertentu, karena itu harus mengetahui orang-orang yang hendak dijangkau agar lebih mudah pelayanan penginjilan. Dengan kata lain bahwa dalam pelayanan penginjilan, gereja harus mempunyai target, metode dan sasaran yang tepat. Karena itu gereja harus mengetahui kebutuhan masyarakat dilingkungan gereja terlebih dahulu, agar gereja dapat menentukan gaya penginjilan yang cocok untuk menjangkau dan memenangkan sebanyak mungkin jiwa bagi Yesus Kristus. Hal ini merupakan tugas tanggung jawab dari pemimpin gereja sebagai pribadi yang menerima visi Allah, yang kemudian memperlengkapi anggota jemaat dan melibatkan seluruh komponen gereja dalam pelayanan penginjilan. Pertumbuhan gereja karena pertobatan melalui penginjilan, merupakan pertumbuhan gereja yang sungguh sangat sehat sebab menggenapi Amanat Agung Yesus Kristus, (Mat. 28:18-20; Mrk. 16:15-18; Luk. 24:47-48; Yoh. 20:21 dan Kis. 1:8). Artinya pertumbuhan gereja yang demikian dimaksudkan Yesus Kristus dalam Amanat Agung-Nya kepada para murid khususnya dan semua orang percaya pada umumnya. 2. Pertumbuhan Gereja Karena Biologis Pengertian pertumbuhan gereja secara biologis terjadi karena anak-anak dari keluarga-keluarga Kristen yang bertumbuh menjadi dewasa, dilayani oleh gereja, di bawa kepada Kristus dan menjadi anggota gereja yang bertanggung jawab. Kemudian berkeluarga lalu memilih untuk menjadi anggota jemaat tetap di gereja tersebut. Sebagian besar gereja-gereja diseluruh dunia bertumbuh dalam pertumbuhan secara biologis. Pertumbuhan gereja secara biologis merupakan pertumbuhan secara alami yang juga pasti terjadi pada setiap gereja Tuhan dalam pertambahan jumlah bilangan jemaat Tuhan atau pertumbuhan kuantitas. John Virgil mengatakan: “Pertumbuhan biologis adalah pertumbuhan kuantitas anggota gereja Tuhan melalui keturunan orang percaya. Pertumbuhan jenis ini penting karena sesuai dengan mandat misi Allah.” 86 Jadi pertumbuhan gereja secara biologis merupakan penggenapan mandat Allah kepada manusia melalui Adam dan Abraham untuk beranak cucu (Kejadian 1:28; 12: 2 dan 17:6). Pertumbuhan gereja secara biologis juga penting, karena merupakan mandat Allah dan pasti tergenapi dalam kehidupan manusia. Namun pertumbuhan gereja secara biologis bukan pertumbuhan gereja yang sehat. 3. Pertumbuhan Gereja Karena Perpindahan 86 John Virgil, Kompleksitas Pengembangan Gereja, hlm. 27. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Pertumbuhan gereja karena perpindahan anggota gereja terjadi ketika orang-orang percaya meninggalkan keanggotanya pada satu gereja dan pindah ke gereja lain dengan alasan-alasan tertentu. Misalnya karena urbanisasi yaitu perpindahan anggota gereja dari desa ke kota atau sebaliknya karena alasan pekerjaan dan alasan-alasannya. Pertumbuhan gereja karena perpindahan anggota gereja juga terjadi karena perpindahan anggota jemaat antar denominasi gereja. Contohnya perpindahan dari denominasi gereja protestan ortodoks ke denominasi gereja protestan injil atau karismatik, dengan berbagai alasan, diantaranya karena pertumbuhan iman atau karena alasan-alasan lainnya. Pertumbuhan yang demikian pasti ada, namun bukan pertumbuhan gereja yang sehat, karena tidak ada pelipatgandaan jiwa atau Amanat Agung Yesus Kristus tidak berjalan sesuai rencana Allah. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 ULASAN BUKU Hoekema, Anthony A. Diselamatkan Oleh Anugerah. Surabaya: Penerbit Momentum, 2010. Berbicara tentang pokok keselamatan, maka dapat dipastikan bahwa hanya di dalam kekristenan sebuah konsep yang berbeda bahkan unik. Mengapa? Oleh karena mayoritas agama di dunia mempercayai bahwa keselamatan seseorang hanya dimungkinkan melalui perbuatan baik manusia atau amal ibadah. Tentunya, hal ini tidak sama dengan pandangan iman Kristen. Karena iman Kristen meyakini bahwa keselamatan mutlak inisiatif Allah Tritunggal. Inisiatif yang dipahami berawal dari pemilihan, pengutusan Yesus Kristus untuk mati di salib, dan pemateraian keselamatan itu di dalam setiap hati orang pilihan oleh Roh Kudus. Apabila keselamatan merupakan inisiatif Allah, maka keselamatan harus dipahami sebagai sebuah anugerah. Bahkan manusia tidak memiliki kekuatan untuk menolak (irresistible grace) apabila keselamatan tersebut dianugerahkan kepada-Nya. Itulah sebabnya setiap orang yang telah ditetapkan untuk selamat, pasti akan selamat. Dalam buku ini, Anthony A. Hoekema sebenarnya hendak mempertegas tentang kehendak dan kedaulatan Allah dalam keselamatan manusia berdosa. Maksudnya, semata-mata karena anugerah sajalah manusia dapat diselamatkan atau beroleh keselamatan. Meskipun memang harus diakui bahwa posisi teologi yang ditawarkan oleh Hoekema dalam buku ini adalah berdasarkan kekristenan Injili atau perspektif Reformed atau Calvinis. Hoekema tidak membedakan pandangan Injili dengan pandangan Reformed, meskipun pada penekanannya memiliki perbedaan pada beberapa aspek, yakni: 1. Faktor utama yang menentukan siapa yang akan diselamatkan dari dosa bukanlah keputusan orang yang bersangkutan, melainkan kedaulatan anugerah Allah – walaupun keputusan manusia itu memainkan peranan yang signifikan dalam proses tersebut. 2. Penerapan keselamatan kepada umat Allah berakar di dalam ketetapan kekal (eternal decree) Allah, di mana berdasarkan hal tersebut Ia telah memilih umat-Nya untuk memperoleh hidup yang kekal, bukan berdasarkan kebaikan manusia itu, tetapi semata-mata berdasarkan kerelaan kehendak-Nya. 3. Walaupun semua manusia yang telah mendengar berita Injil diundang untuk menerima Kristus dan keselamatan-Nya, dan dengan sungguh-sungguh dipanggil untuk menerimanya, tetapi anugerah Allah yang menyelamatkan dalam arti yang sebenarnya tidak bersifat universal, tetapi partikuler (tertentu), yaitu dikaruniakan hanya kepada kaum pilihan Allah (mereka yang telah dipilih-Nya di dalam Kristus untuk beroleh keselamatan). Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 4. Karena itu, anugerah keselamatan Allah bersifat efektif dan tidak akan hilang. Akan tetapi hal itu bukan berarti orang-orang percaya, jika dibiarkan bersandar pada kemampuan mereka sendiri,tidak akan pernah menjauh dari Allah, tetapi apa yang dimaksudkan adalah bahwa Allah tidak akan membiarkan kaum pilihan-Nya kehilangan keselamatannya. Karena itu, jaminan rohani orang-orang percaya tergantung terutama pada pegangan Allah terhadap mereka, dan bukannya atas pegangan mereka pada Allah. 5. Walaupun penerapan keselamatan dalam diri umat Allah meliputi berbagai aspek kehendak dan karya manusia – selain regenerasi dalam pengertian sempit – akan tetapi penerapan ini terutama adalah karya Roh Kudus. Dalam buku ini, Hoekema melihat dan menjelaskan doktrin keselamatan berdasarkan perspektif biblika. Itulah sebabnya tidak terelakkan bahwa kita nantinya akan diperhadapkan pada konsep yang paradoks. Bahkan Hoekema merasa seolah-olah mustahil untuk menyelaraskan dua konsep yang paradoks ini. Akan tetapi kemudian dia mengajak kita untuk meyakini bahwa kedua-duanya benar, oleh karena kedua-duanya diajarkan dalam Alkitab. Alkitab mengajarkan mengenai kedaulatan Allah tentang keselamatan. Namun di sisi yang lain, Alkitab juga dengan jelas mengajarkan mengenai tanggung jawab manusia di dalamnya. Bagi Hoekema, kedua konsep di atas benar. Bahkan menurutnya, apabila hendak memahami Alkitab, kita harus menerima konsep paradoks ini, mempercayai bahwa apa yang tidak dapat kita selaraskan dalam otak kita yang terbatas ini mendapatkan keselarasannya di dalam pikiran Allah. Hoekema menambahkan, Karenanya kita harus menegaskan baik kedaulatan Allah maupun tanggung jawab manusia; baik anugerah Allah yang berdaulat maupun partisipasi aktif kita di dalam proses keselamatan. Kita baru dapat dikatakan bersikap setia kepada ajaran Alkitab jika kita dengan tegas berpegang kepada kedua sisi yang paradoks. Tetapi karena Allah adalah Pencipta dan kita adalah ciptaan-Nya, maka Allah pasti lebih utama. Karenanya kita harus mempertahankan bahwa faktor yang paling menentukan di dalam proses keselamatan kita adalah anugerah Allah yang berdaulat. Itulah sebabnya dalam buku ini, Hoekema membahas tentang ordo keselamatan tersebut secara gamblang, sistematis, biblis dan sangat baik. Diawali dengan menjelaskan tentang ordo keselamatan itu sendiri. Dan kemudian secara berturut-turut membahasa tentang: Peran Roh Kudus, Kesatuan dengan Kristus, Panggilan Injil, Panggilan Efektif, Regenerasi, Konversi, Pertobatan, Iman, Pembenaran, Pengudusan, dan Ketekunan Orang-orang Percaya Sejati. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Menurut Hoekema, panggilan efektif adalah panggilan Injil yang dijadikan efektif di dalam hati dan kehidupan umat Allah bagi keselamatan mereka. Atau dapat didefinisikan sebagai tindakan Allah yang berdaulat melalui Roh Kudus-Nya, di mana Dia memampukan pendengar panggilan Injil untuk menanggapi panggilan-Nya dengan pertobatan, iman, dan ketaatan. Sedangkan regenerasi dipahami oleh Hoekema dalam tiga komentar berikut ini: (1) Regenerasi merupakan perubahan yang terjadi secara seketika; (2) Regenerasi merupakan perubahan supranatural; (3) Regenerasi merupakan perubahan yang radikal. Pada poin yang ketiga dipahami dalam dua hal, yakni: (a) Regenerasi berarti pemberian atau ‘penanaman’ kehidupan rohani yang baru; (b) Regenerasi merupakan suatu perubahan yang mempengaruhi keseluruhan pribadi. Konversi mencakup sikap berbalik ganda: menjauhi dosa dan mengarahkan diri kepada Allah dalam pelayanan. Di dalam pengertiannya yang paling penuh, konversi seharusnya mencakup unsur-unsur berikut: (1) iluminasi pada pikiran, di mana dosa dikenali dalam pengertian yang sesungguhnya, sebagai perilaku yang tidak dikenankan oleh Allah; (2) penyesalan yang sungguh atas dosa, bukan sekadar kesedihan karena akibat dosa yang pahit; (3) pengakuan yang rendah hati akan dosa, baik kepada Allah maupun kepada sesama yang dilukai karena dosa kita; (4) membenci dosa, yang mencakup keputusan yang tegas untuk meninggalkannya; (5) kembali kepada Allah yang adalah Bapa yang penuh rahmat di dalam Kristus, dalam iman bahwa Dia dapat dan akan mengampuni dosa; (6) sukacita yang penuh di dalam Allah melalui Kristus; (7) kasih yang murni kepada Allah dan sesama beserta kesukaan di dalam di dalam melayani Allah. Pertobatan dapat didefinisikan sebagai tindakan yang secara sadar dilakukan oleh seorang yang telah diregenerasikan untuk berbalik dari dosa kepada Allah di dalam suatu perubahan kehidupan sepenuhnya, yang dinyatakan di dalam bentuk suatu cara berpikir, merasa, dan berkehendak yang baru. Iman adalah sarana yang dengannya kita diselamatkan, dan jalan menuju pengharapan yang pasti. Sampai saat kebangkitan kita, kita dijaga oleh kuasa Allah melalui iman. Paulus mengatakan, di dalam kehidupan Kristen satu-satunya hal yang berharga adalah iman yang berkarya melalui kasih (Gal. 5:6). Lukas menggarisbawahi arti penting dari iman dengan menggunakan satu kata untuk mendeskripsikan orangorang Kristen: “orang-orang percaya” (Kis.2:44). Pembenaran harus dipahami dengan beberapa penjelasan berikut ini: (1) Pembenaran mempresuposisikan adanya pengakuan atas realitas dari murka Allah; (2) Pembenaran merupakan suatu tindakan deklaratif atau yudisial dari Allah dan bukan merupakan suatu proses; (3) Pembenaran diterima hanya oleh iman, dan tidak pernah merupakan pahala bagi perbuatan kita; (4) Pembenaran berakar dalam kesatuan dengan Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Kristus; (5) Pembenaran didasarkan kepada karya subtitusi Kristus bagi kita; (6) Pembenaran meliputi pengimputasian kebenaran Kristus kepada kita; (7) Di dalam pembenaran, kasih karunia dan keadilan Allah dinyatakan bersama-sama. Pengudusan merupakan karya yang penuh anugerah diri Roh Kudus, yang melibatkan tanggung jawab kita untuk berpartisipasi, yang dengannya Roh Kudus melepaskan kita dari pencemaran dosa, perbarui keseluruhan natur kita menurut gambar Allah, dan memampukan kita untuk menjalankan kehidupan yang diperkenan oleh Allah. Ketekunan Orang-orang Percaya Sejati adalah mereka yang memiliki iman sejati tidak akan kehilangan iman itu secara total atau pada akhirnya. Orang-orang percaya sejati bertekun bukan karena kekuatan mereka sendiri, melainkan karena kasih setia Allah yang tidak berubah. Pokok-pokok inilah yang saya jumpai ketika membaca buku ini, dan kemudian saya laporkan sebagai tugas wajib untuk mengikuti mata kuliah ini. Buku ini sangat bagus karena memberikan kepada kita pemahaman yang biblis tentang doktrin keselamatan. Ridolf R. Manggoa Pratt, Richard L., Dirancang Bagi Kemuliaan (Designed For Dignity). Surabaya: Momentum 2002. 235 halaman Richard L. Pratt adalah seorang Profesor Perjanjian Lama dari Reformed Theological Seminary di Orlando. Setelah membaca beberapa buku yang telah ditulis oleh Pratt, maka disimpulkan bahwa penulis sangat baik dalam memaparkan setiap narasi dalam Alkitab khususnya setiap narasi dalam Perjanjian Lama. Sehingga walaupun penulis adalah seorang akademisi akan tetapi setiap tulisannya, termasuk buku ini disajikan dengan bahasa yang relatif ‘ringan’ serta dengan contoh-contoh yang praktis. Hal ini sangat jelas dijumpai dalam buku ini. Pada bagian pertama buku ini, penulis menjelaskan tentang posisi kita dalam Kerajaan Allah. Menurutnya, manusia diciptakan untuk menjadi sarana utama yang melaluinya Kerajaan Allah akan dinyatakan di atas bumi. Manusia memiliki peran yang unik dalam menghadirkan Kerajaan Allah dan manusia juga telah ditetapkan untuk berbagi di dalam kemuliaan ini. Berdasarkan peran manusia untuk menghadirkan kemuliaan Allah di dunia ini, maka Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Menurutnya, kita adalah gambar Allah yang hina sekaligus yang mulia. Sebagai gambar Allah yang hina mengindikasikan bahwa manusia bukanlah Allah serta manusia hanyalah ciptaan yang memiliki keterbatasan. Namun manusia juga adalah ciptaan yang mulia, oleh karena manusia menjadi representatif pemerintahan Allah di bumi. Bahkan menurutnya, manusia merupakan simbol kehadiran Allah di bumi. Meskipun pada Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 akhirnya, itu dirusak oleh dosa. Sehingga membuat gambar itu rusak total dan tidak lagi dengan sempurna dapat mewakili Allah di dunia. Dalam bagian kedua, penulis mendeskripsikan tugas manusia di bumi sebagai gambar dan rupa Allah. Menurutnya, manusia memiliki tugas ganda, yakni: berlipat ganda dan menguasai bumi. Berlipat ganda bukan hanya berkaitan dengan pelipat-gandaan secara fisik, meskipun hal ini juga merupakan panggilan kita yang mulia. Oleh karena pelipat-gandaan dalam hal ini juga menyangkut tentang pelipat-gandaan secara spiritual – sehingga klimaksnya nanti adalah Amanat Agung. Sedangkan berkuasa berarti menguasai dunia demi kemuliaan Allah. Manusia harus memiliki relasi yang baik dengan alam sekitar, sesama, dan diri sendiri. Sehingga kemuliaan bagi Allah dapat terwujud melalui penaklukan bumi dengan kehadiran gambar-gambar Allah yang baik. Bagian ketiga penulis mendeskripsikan tentang kejatuhan manusia yang merupakan gambar Allah ke dalam dosa. Menurut penulis, keputusan manusia untuk memberontak melawan Allah didahului oleh sebuah proses muslihat yang licik dari Iblis. Dan strategi Iblis adalah menyerang atau fokus kepada ‘kebanggaan manusia’. Namun meskipun manusia telah jatuh dalam dosa sama sekali tidak merubah manusia menjadi binatang. Manusia tetaplah menjadi gambar dan rupa Allah yang telah rusak. Sehingga gambar yang rusak inilah nantinya akan dikonstruksi ulang oleh Yesus Kristus melalui pengorbanan-Nya di salib. Pada bagian keempat, penulis mendeskripsikan tentang situasi dunia pasca kejatuhan manusia dalam dosa. Kejahatan menjadi sebuah ancaman bagi bumi ini. Mengapa? Oleh karena seperti yang sudah dijelaskan di awal bahwa semua ciptaan Allah bertujuan untuk mempermuliakan-Nya. Namun sekarang hal itu tidak kelihatan lagi oleh karena kejahatan yang semakin merajalela di bumi. Dalam bab ini, penulis mengambil contoh dari kisah Nuh untuk menjelaskan bahwa sebenarnya Allah sudah memberikan banyak waktu kepada manusia untuk bertobat. Akan tetapi manusia tidak menggunakan kesempatan itu, sehingga Allah harus menghukum manusia karena dosa. Bagian kelima penulis mendeskripsikan tentang pokok-pokok yang harus diperhatikan guna dapat kembali meraih tujuan hidup kita. Menurut penulis, dalam hal ini kita harus memperhatikan tiga pokok, yakni: (1) beriman kepada kuasa Allah yang sedang memimpin kita ke sana; (2) bersabar menantikan waktu Allah; dan (3) bertekun dengan setia kepada Tuhan. Untuk menjelaskan ketiga pokok di atas, maka penulis mengambil contoh dari kehidupan Abraham dalam pergumulan iman untuk meyakini dan menantikan realisasi janji Allah. Bagian keenam penulis membawa kita untuk melihat situasi pada zaman Musa guna kita dapat menggali setiap berkat Tuhan yang ada di sana. Dahulu Tuhan mengutus Musa dan umat-Nya untuk berperang agar bisa merebut tanah perjanjian. Akan tetapi sekarang kita harus melakukan perang rohani dengan senjata Firman Allah, oleh karena dalam Firman Allah dapat ditemukan kekuatan dan keteguhan untuk menghadapi peperangan melawan Iblis. Semua ini harus kita lakukan guna membawa pemulihan gambar dan rupa Allah dalam diri manusia supaya dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Pada bagian ketujuh, penulis mendeskripsikan tentang gambar Allah yang telah jatuh dan rusak total, diberikan oleh Allah kemuliaan yang lebih tinggi. Hal ini tampak dengan jelas dalam kerajaan Daud. Penulis mendeskripsikan bahwa sama seperti Daud yang diliputi oleh kegirangan dan syukur yang luar biasa kepada Allah atas berkat-berkatNya yang melimpah, maka demikian juga kita yang telah memperoleh berkat yang luar biasa dalam Kristus harus lebih bersyukur lagi bahkan lebih dari pada syukur Daud. Oleh karena melalui kebangkitan Kristus, memungkinkan kita untuk mengecap mahkota kemuliaan bersama dengan Kristus. Pada bagian kedelapan, penulis menjelaskan tentang dua efek dari berkat Allah. Di mana menurutnya, apabila berkat tersebut digunakan seturut dengan maksud dan rencana Allah maka hal itu akan berdampak positif bagi hidup kita. Namun apabila dipergunakan dengan tidak benar maka hal itu akan berdampak secara negatif kepada kita. Hal ini dijelaskan penulis berkaitan dengan Hukum Taurat. Hukum Taurat dapat menolong kita untuk mengenal dosa sehingga kita merasa perlu seorang juruselamat. Akan tetapi Hukum Taurat sendiri bukanlah juruselamat. Sehingga apabila kita sudah mengenal dosa melalui Hukum Taurat, maka kita menghindari dosa. Namun justru membuat kita semakin giat melakukannya. Bukankah hal ini menjadi lumrah dalam kehidupan gereja Tuhan? Dalam bagian sembilan dan sepuluh, penulis mendeskripsikan tentang peran sentral dari Yesus Kristus sendiri dalam pemulihan gambar dan rupa Allah itu. Sehingga pemulihan yang utuh terhadap gambar dan rupa Allah dalam diri manusia tergantung pada upaya satu orang yang kepada-Nya kita menyandarkan segala harapan kita – Yesus Kristus. Ia menjadi langkah terakhir menuju kemuliaan. Namun dalam menunggu kondisi tersebut, terlebih dahulu kita dipanggil untuk menderita bagi-Nya. Setiap orang percaya menanggung penderitaan dan kesukaran demi Kristus. Kelebihan. Penulis mendeskripsikan buku ini dengan sangat sistematis, bahasa yang mudah dipahami, meskipun nilai akademis dan alkitabiahnya tetap tinggi. Sehingga menjadi kerugian besar bagi setiap orang Kristen yang tidak membaca buku ini. Oleh karena buku ini dapat menghantar kita mengerti ‘siapakah kita?’, ‘apa yang seharusnya kita perbuat?’, dan ‘mengapa kita harus eksis di dunia ini?’ Pekerjaan yang sulit adalah mencari kelemahan buku ini. Buku ini nyaris sempurna. Meskipun sudah dua kali selesai membaca habis buku ini, akan tetapi kelemahan isi nyaris tidak ada. Richard L. Pratt memang seorang ahli Perjanjian Lama yang extra ordinary. Buku ini sangat bagus, serta pesan yang disampaikan sangat urgen, sehingga menurut saya buku ini dibaca semua kalangan orang percaya. Sangat disayangkan apabila dibaca oleh kelompok mahasiswa teologi saja. Oleh karena bahasanya pun sangat mudah dipahami. Adi Putra Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 PARA KONTRIBUTOR: 1. Dr. Sri Dwi Harti, M.Th., menyelesaikan Studi Doktoral pada bidang Teologi di Sekolah Tinggi Agama Kriten Apollos Manado (STAKAM). Sekarang menjabat sebagai Puket III Bidang Kemahasiswaan dan Pelayanan di STT Pelita Dunia, dan sebagai dosen tetap pada Program Studi Teologi. 2. Abraham Tefbana, M.Pd.K., menyelesaikan Studi Magister Pendidikan Agama Kristen (M.Pd.K) pada STT IKAT tahun 2012. Sekarang menjabat sebagai Puket 1 Bidang Akademik STT Pelita Dunia dan dosen Tetap pada Program Studi PAK. 3. Adi Putra, M.Th., menyelesaikan Studi Magister Teologi (M.Th.) keahlian Biblika Perjanjian Baru di Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar (SETIA) Jakarta pada tahun 2014. Sekarang menjadi dosen tetap pada STT Pelita Dunia. 4. Deky Hidnas Yan Nggadas, M.Th., Meraih gelar Sarjana Teologi dari SETIA Jakarta (2003); gelar Magister Divinitas dari STT Amanat Agung Jakarta (2008); dan gelar Master of Theology in Theological and Biblical Studies dari Institut Injil Indonesia Batu, Malang, setelah mempertahankan tesis berjudul: “Dari ‘Mesir’ ke Mesir: Analisis terhadap Penggunaan Hosea 11:1 dalam Matius 2:15 dengan Pendekatan Kristotelik” (2013). Beliau adalah penulis buku-buku: Pengantar Praktis Studi Kitabkitab Injil (2011); Paradigma Eksegetis: Penting dan Harus (2013); dan Dari ‘Mesir’ ke Mesir: Telaah Kristotelik Hosea 11:1 dalam Matius 2:15 (2015). Saat ini beliau bekarja sebagai dosen Biblika PB di Gracia Theological Seminary dan anggota Komisi Pengajaran di GBI Mandarin Service. 5. Dr. Dyulius Thomas Bilo, M.Th., lahir 15 Maret 1975 di Tala, Mamuju-Sulawesi Barat. Menyelesaikan studi Sarjana Teologi konsentrasi PAK pada tahun 2003 dan Magister Teologia konsentrasi PAK tahun 2006 di Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar (SETIA) Jakarta dan Doktor Teologi konsentrasi PAK pada tahun 2011 di Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia (STBI) Semarang. Saat ini menjadi Dosen Tetap di SETIA Jakarta. Ditabiskan menjadi Pendeta Sinode Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Jakarta pada November 2013. Menikah dengan Lisna Novalia 8 Desember 2012 dan sekarang dikaruniai putra dan putri yang diberi nama Great Heart dan Shine Heart Hephzibah Octaviani. 6. Stenly R. Paparang, D.Th., Ketua Departemen Literatur dan Media Arastamar (DELIMA) STT Injili Arastamar Jakarta; Pendeta Sinode Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI); Kepala Departemen Literatur dan Penerbitan BPS-GKSI periode 2011-2016; Ketua Tim Editor Jurnal Arastamar STT Injili Arastamar Jakarta; Sekretaris Program Pascasarjana STT Injili Arastamar Jakarta; Dosen Tetap Pascasarjana STT Injili Arastamar Jakarta; Menyelesaikan S-1 Teologi di STT Injili Arastamar Jakarta tahun 2007; Menyelesaikan S-2 Teologi di STT Injili Arastamar Jakarta tahun 2012; Menyelesaikan S-3 Teologi di STT Injili Arastamar Jakarta tahun 2015. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 7. Dr. Daud Alfons Pandie, M.Th. menyelesaikan S3 pada tahun 2011 di STAKN Sulawesi Utara. Saat ini menjabat sebagai Ketua STT Apolos Jakarta dan sekaligus menjadi dosen tamu di STT Pelita Dunia. Melayani di IECC gereja bagian mandiri dari Gereja Protestan di Indonesia (GPI AM). 8. Yane Octavia Rismawati Wainarisi, M.Th.(c), Asisten Dosen di STT Pelita Dunia. Sementara menyelesaikan studi Magister Teologi spesifikasi Perjanjian Lama di STT Cipanas. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 ATURAN PENULISAN JURNAL LUXNOS STT PELITA DUNIA A. Syarat Penulisan: 1. Penulis harus mengikuti format penulisan yang diberikan dari Tim Redaksi. 2. Untuk menjaga kualitas Jurnal, penulis harus mengikuti kaidah penulisan ilmiah: sesuai antara judul dan isi tulisan; menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta mudah dipahami; menggunakan bahasa Inggris (bila ada) yang baik dengan memperhatikan grammar dan spelling kata dengan cermat sebelum memasukan tulisan ke meja redaksi. 3. Tulisan bukan duplikasi dan belum pernah dimuat atau dipublikasikan. 4. Referensi harus jelas (nama, tahun dan dicantumkan dalam daftar referensi) untuk menghindari tuduhan plagiat (pencurian tulisan). 5. Redaksi Jurnal memiliki hak dan wewenang penuh untuk: mengoreksi; mengembalikan untuk diperbaiki; dan menolak tulisan yang masuk meja redaksi bila dirasa perlu. Penilaian akan dilakukan secara objektif. 6. Tulisan yang dikembalikan untuk diperbaiki kalau mau diterbitkan harus diperbaiki terlebih dahulu sesuai dengan koreksi yang dilakukan oleh Redaksi. 7. Tulisan yang diterbitkan menjadi milik STT Pelita Dunia selaku penerbit Jurnal Luxnos. 8. Tulisan dan gambar dibuat dalam hitam putih. 9. Tulisan yang dimasukkan untuk diseleksi oleh Redaksi dalam bentuk hard copy dan bila tulisan terpilih untuk diterbitkan harus memberikan flashdisc yang berisi tulisan tersebut. 10. Untuk dapat diterbitkan pada edisi terdekat, tulisan harus masuk paling lambat dua bulan sebelumnya. 11. Penulis harus menuliskan biodata penulis secara singkat dan jelas. B. Format Penulisan: 1. Judul (center, bold, Font 14, Book Antiqua, semua huruf capital) 2. Gunakan kertas A4 dengan margin sebagai berikut: Atas 2 cm dan Bawah 2 cm Kiri 3 cm; dan Kanan 2 cm. Badan tulisan ditulis dalam satu kolom dan line spacing adalah satu. 3. Penulis (center, Italic, Font 10, Book Antiqua, bukan huruf capital semua, dua spasi di bawah judul). 4. Footnote menggunakan font Book Antiqua dengan ukuran 9. 5. Tulisan: maksimal 10 halaman per penulis dengan format dua kolom. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 6. 7. 8. 9. Abstract (center, bold, font 10, Book Antiqua, tiga spasi di bawah penulis). Abstract tulisan maksimum 100-250 kata (Justified, italic, font 10, Book Antiqua). Untuk memenuhi aturan dari LIPI, abstrak ditulis dalam dua bahasa yaitu Inggris dan Indonesia. Bila makalah ditulis dalam bahasa Indonesia, Abstract dalam bahasa Inggris. Jika makalah dalam bahasa Inggris, Abstrac dalam bahasa Indonesia. Kata Kunci : Tulis kata kunci yang berhubungan dengan tulisan maksimum 5 kata kunci (Justified, normal, font 10, Book Antiqua, tiga spasi dibawah abstract). Isi Tulisan: a. PENDAHULUAN (Semua judul Chapter/Bab ditulis dengan format seperti ini, Justified, Bold, font 12, Book Antiqua, huruf kapital semua). Jumlah Chapter/Bab disesuaikan dengan kebutuhan tulisan. Isi tulisan ditulis dengan format Justified, normal, font 12, Book Antiqua, dan dimulai satu spasi dibawah judul chapter/bab. Jika memungkinkan, judul chapter/bab mempunyai urutan sebagai berikut: 1) Pendahuluan 2) Metode Penelitian 3) Isi 4) Pembahasan 5) Kesimpulan a) Sub Chapter/Bab (Justified, Bold italic, font 12, Book Antiqua, dua spasi di bawah akhir kalimat). Isi tulisan ditulis dengan format Justified, normal, font 10, Book Antiqua, dan dimulai satu spasi di bawah judul sub chapter/bab. b) Sub Sub Chapter/Bab (Justified, italic, font 12, Book Antiqua, dua spasi di bawah kalimat terkahir). Isi tulisan ditulis dengan format Justified, normal, font 10, Book Antiqua, dan dimulai satu spasi dibawah judul sub-sub chapter/bab. b. GAMBAR DAN TABEL: Jika Gambar atau Tabel cukup dalam format dua kolom, gambar atau tabel harus diletakkan dekat dengan tulisan yang menjelaskan gambar atau tabel tersebut. Jika gambar atau tabel yang akan ditampilkan cukup banyak, maka gambar atau tabel sebaiknya diletakan di akhir tulisan secara terpisah. Keterangan gambar di letakan di bawah gambar, sedangkan keterangan tabel diletakan di atas tabel. Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016 Jika gambar atau tabel tidak cukup dalam format dua kolom, gambar atau tabel dapat dibuat dalam satu kolom dan diletakkan di bagian bawah halaman atau di bagian atas halaman sehingga tidak mengganggu alur tulisan. c. DAFTAR PUSTAKA / REFERENSI 1) Buku/Jurnal Bardhan, P dan D. Mookeherjee, 2000. Capture and Government at Local and National Levels. American Economic Review 90 (2): 135-139. Booth, A, 2000. Survey of Recent Development. Buletin Kajian Ekonomi Indonesia, 35 (3): 3-39 Fabozzi, F., da I. Pollack, eds., 1987. The Handbook of Fixed Income Securities. 2d ed. Homewood, IL: Dow Jones-Irwin. Kahneman, D., P, Slovic, dan A. Tversky, eds., 1992, Judgment Under Uncertainty: Heuristic and Biases. Cambridge, United Kingdom: Cambridge University Press. 2) Tulisan sebagai bagian dari sebuah buku (artikel dalam karya kolektif) Damury, Y.R, 2003, Indonesia’s New Fiscal Relations: Issues and Problems in a More Decentralized Fiscal System dalam: Legowo, T. A. dan M. Takahashi , Regional autonomy and Socio-Economic Development in Indonesia-A Multidimentional Analysis (Eds), Chiba, Japan: Institute of Developing Economies Japan External Trade Organisation: 115-145 3) Majalah, media massa (koran) Untuk majalah, koran, makalah tidak diterbitkan, disertasi/tesis/skripsi, makalah seminar dan sebagainya, menyesuaikan dengan pedoman di atas. 4) Internet Copykan alamat website secara lengkap di mana Anda mendapatkan karya acuan tersebut untuk memudahkan penelusuran. Dan jangan lupa mencantumkan tanggal dan waktu pengutipan. http://akta.wordpress.com/2007/06/13/merealisasikan-agenda-mendaulatkan-islamdalam-masyarakat-majmuk/ Jurnal Luxnos Vol.1, No.1, Edisi Januari-Juli 2016