Pendekatan Pembelajaran Bahasa Inggris Untuk Anak Usia Dini A

advertisement
Pendekatan Pembelajaran Bahasa Inggris Untuk Anak Usia Dini
Oleh: Muhammad Husen Db1
Abstrak: Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan dalam rangka
bersosialisasi dengan lingkungan, baik keluarga maupun masyarakat luas. Salah
satu bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi di tingkat lokal dan global adalah
bahasa Inggris. Di berbagai belahan bumi bahasa inggris menjadi bahasa
penghantar dalam melaksanakan rutinitas sehari-hari. Untuk mengetahui dan
menggunakan bahasa khususnya Inggris perlu ada strategi untuk menguasai.
Salahsatunya adalah melalui pembelajaran sejak anak usia dini. Anak usia dini
memiliki masa yang dinamakan golden age (masa keemasan)2, yang pada masa itu
tingkat kecakapan dan pemahaman yang tidak pernah hilang seumur hidupnya.
Fase kata demi kata, fase lebih dari satu kata, fase pengembangan adalah tahapan
dasar penguasaan bahasa. Empat kemampuan pembelajaran bahasa Inggris yaitu
reading (membeca), writing (menulis), speaking (berbicara), dan listening
(mendengar) menjadi mutlak untuk dilalui semua orang yang ingin menguasai
bahasa inggris, khususnya anak usia dini. Untuk melakukan pembelajaran sejatinya
seorang guru harus mengetahui betul situasi dan kondisi anak. Semakin tau cara
pendekatan dan perkembangan anak maka semakin mudah pula guru memberikan
internalisasi bahasa Inggris terhadap anak. Bahasa adalah alat. Oleh karena itu
untuk menyuguhkan terhadap anak perlu malakukan pendekatan yang sesuai
dengan saat-saat mereka senang. Bermain, bernyanyi, olahraga adalah salah cara
untuk melakukan pendekatan pembelajaran bahasa inggris terhadap anak. Dalam
berkomunikasi, bahasa merupakan alat yang penting bagi setiap orang. Melalui
berbahasa seseorang atau anak akan dapat mengembangkan kemampuan bergaul
(social skill) dengan orang lain.
Kata Kunci: Rekomendasi, Pendekatan, Pembelajaran
A. Pendahuluan
Bahasa Inggris merupakan bahasa penghantar diberbagai belahan dunia dalam
berkomunikasi, interaksi, bisnis, diplomasi dan hal-hal sederhana lainnya.
Betapapun bahasa Inggris adalah bahasa asing bagi Bangsa Indonesia, tapi dapat
dilihat diberbagai interaksi sosial masyarakat indonesia baik formal dan informal
selalu diselingi dengan bahasa Inggris. Bahkan bisa kita saksikan presiden Susilo
Bambang Yudoyono sering sekali menggunakan bahasa inggris ketika
menyampaikan pidato-pidato kenegaraan dan pidato-pidato ketika menyampaikan
pesan kepada rakyatnya. Pada intinya bahasa inggris saat ini menjadi bahasa
1
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dosen STIE Ahmad Dahlan Jakarta,
Dosen Fakultas Sastra Universitas Pamulang.
2
Pada masa keemasan, terjadi transformasi yang luar biasa pada otak dan fisiknya, tetapi sekaligus masa
rapuh. Oleh karena itu masa keemasan ini sangat penting bagi perkembangan intelektual, emosi dan sosial
anak dimasa datang dengan memperhatikan dan menghargai keunikan setiap anak. (Asmani, Jamal M. 2009.
Manajemen Strategi Pendidikan Anak Usia Dini hal 39)
komunikatif baik tingkal lokal dan global. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan
pembelajaran terhadap anak untuk memudahkan anak dalam berkomunikasi dan
bisa berinteraksi kepada masyarakat. Selanjutnya harus di lakukan startegi
pembelajaran bahasa Inggris terhadap anak.
a. An understanding of children and their development
Memulai mengajarkan bahasa inggris anak penting untuk mengetahui
perkembangan anak. Semakin mampu guru melakukan pendekatan semakin
mudah juga guru mengajarkan bahasa inggris kepada anak. Karena anak
cenderung dengan pendekatan secara persuasif atau secara perseorangan.
Anak akan lebih mudah menerima guru yang penyayang dan tidak
mempersulitkan anak, maka semakin baik guru memberikan perhatian
semakin mudah juga anak menerima apa yang diajarkan
b. Celebrating Play
Merayakan permainan adalah salah satu tipe anak untuk mengekspresikan
semua kegembiraan dan kesenangan anak ketika dia belajar dan bermain.
c. Opportunities to Play
Memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain sambil sedikit demi
sedikit diselipkan materi yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa seperti
kosa kata. Permulaan bahasa dimulai dari pengenalan kosa kata dan kalimat
sederhana.
d. Into Practice for Guiding young children
Sampai pada penerapan pemanfaatan bahasa pada anak, penting untuk di
mulai dengan Guiding (pendampingan atau pemanduan) anak untuk belajar
bahasa inggris sesuai dengan tingkat kemampuan dan kecakapan mereka.
Ada baiknya jika belajar bahasa inggris anak tatap dimulai dari tingkat
ekspresi kegembiraan mereka sehingga internalisasi pembelajaran bahasa
lebih diterima.
e. Family Partnership (Working with parents, families, and communities)
Pembelajaran dan penguasaan bahasa akan berkembang baik jika diikuti
dengan lingkungan sekitar. Keajegan pemanfaatan dan penggunaan bahasa
yang didukung oleh lingkungan akan memberikan efek yang sangat positif
ketika berinteraksi dengan orang tua, keluarga dan komunitas akan
memberikan pengaruh terhadap perkembangan bahasa anak, semakin sering
anak dirangsang untuk berbahasa dan belajar bahasa Inggris semakin mudah
anak memahami dan mengerti bahasa yang anak pelajari.
B. Pembahasan
Dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Inggris terhadap anak, perlu melakukan
Approach (pendekatan) dan Need analysis (analisis kebutuhan) anak sehingga
mudah melakukan internalisasi mata pelajaran bahasa Inggris kepada anak.
a. Perspektif Bahasa pada Psikologi Perkembangan Anak
Pada akhir abad ke-19 mulailah timbul perhatian umum kepada pribadi dan
hakekat anak, sehingga anak dijadikan “objek” yang dipelajari secara ilmiah.
Masa baru ini dipelopori antara lain Wilhelm Preyer, seorang tabib yang menulis
buku “Die Seele des Kindes” (Jiwa Anak) pada tahun 1882. 3
b. Fase Perkembangan bahasa anak
1. Fase kata demi kata
Pada fase ini anak mulai mencoba membuat dan menemukan satu kata dan
diucapkan setiap hari sesuai dengan pengucapannya (Pronunciationnya). Anak
pada dasarnya mampu mengucapkan kata demi kata, dan terus mengulangulang. Semakin sering anak mengulang-ulang kosa kata semakin baik cara
pengucapannya. Bahasa inggris sangat di tentukan cara pengucapannya, karena
jika salah mengucapkan cara pengucapannya maka salah juga artinya.
2. Fase lebih dari satu kata
Fase ini anak mulai merangkai lebih dari satu kata dan membentuk kalimatkalimat untuk memulai melakukan interaksi, baik formal maupun informal. Secara
naluri anak harus di Drill untuk terus melakukan pengembangan merangkai kata
demi kata untuk membentuk kalimat. Dari kalimat itulah anak mulai terlatih untuk
mengucapkan apa yang sudah ia pahami, sehingga anak mulai mengerti
bagaimana melakukan komunikasi secara baik menggunakan bahasa Inggris.
3. Fase ketiga adalah fase Pengembangan
Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Dalam
berbicara anak bukan saja menambah kosakatanya yang mengagumkan akan
tetapi anak mulai mampu mengucapkan kata demi kata sesuai dengan jenisnya,
terutama dalam pemakaian kata benda dan kata kerja. Anak telah mampu
mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya, mampu
mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran dan berkomunikasi
lebih lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya,
menjawab, memerintah, memberi tahu dan bentuk-bentuk kalimat lain yang umum
untuk satu pembicaraan “gaya” dewasa.
Bicara merupakan salah satu alat komunikasi yang paling efektif. bagi anak bicara
tidak sekedar merupakan prestasi akan tetapi juga berfungsi untuk mencapai
tujuannya, misalnya:
a. Sebagai pemuas kebutuhan dan keinginan
Dengan berbicara anak mudah untuk menjelaskan kebutuhan dan
keinginannya tanpa harus menunggu orang lain mengerti. Dengan demikian
kemampuan berbicara dapat mengurangi frustasi anak yang disebabkan oleh
teman atau lingkungannya.
b. Sebagai alat untuk menarik perhatian orang lain
Pada umumnya setiap anak merasa senang menjadi pusat perhatian orang
lain. Dengan melalui keterampilan berbicara anak berpendapat bahwa
3
Kartini, DR. Kartono. 2007. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Mandar Maju, Bandung. hal. 4
c.
d.
e.
f.
perhatian orang lain terhadapnya mudah diperoleh melalui berbagai
pertanyaan yang diajukan kepada orang tua misalnya apabila anak dilarang
mengucapkan kata-kata yang tidak pantas. Di samping itu berbicara juga
dapat untuk menyatakan berbagai ide, sekalipun sering kali tidak masuk akalbagi orang tua, dan bahkan dengan mempergunakan keterampilan berbicara
anak dapat mendominasi situasi, sehingga terdapat komunikasi yang baik
antara anak dengan teman bicaranya.
Sebagai alat untuk membina hubungan sosial
Kemampuan anak berkomunikasi dengan orang lain merupakan syarat
penting untuk dapat menjadi bagian dari kelompok di lingkungannya. Dengan
keterampilan berkomunikasi anak-anak Iebih mudah diterima oleh kelompok
sebayanya dan dapat memperoleh kesempatan Iebih banyak untuk mendapat
peran sebagai pemimpin dari suatu kelompok, jika dibandingkan dengan anak
yang kurang terampil atau tidak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan
baik.
Sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri
Dari pernyataan orang lain anak dapat mengetahui bagaimana perasaan dan
pendapat orang tersebut terhadap sesuatu yang telah dikatakannya. Di
samping anak juga mendapat kesan bagaimana lingkungan menilai dirinya.
Dengan kata lain anak dapat mengevaluasi diri melalui orang lain.
Untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain
Anak yang suka,berkomentar, menyakiti atau mengucapkan sesuatu yang
tidak menyenangkan tentang orang lain dapat menyebabkan anak tidak
populer atau tidak disenangi lingkungannya. Sebaliknya bagi anak yang suka
mengucapkan kata-kata yang menyenangkan dapat merupakan modal utama
.bagi anak agar diterima dan mendapat simpati dari lingkungannya.
Untuk mempengaruhi perilaku orang lain
Dengan kemampuan berbicara dengan baik dan penuh rasa percaya diri anak
dapat mempengaruhi orang lain atau teman sebaya yang berperilaku kurang
baik menjadi teman yang bersopan santun. Kemampuan dan keterampilan
berbicara dengan baik juga dapat merupakan modal utama bagi anak untuk
menjadi pemimpin di lingkungan karena teman sebayanya menaruh
kepercayaan dan simpatik kepadanya.
c. Potensi Anak Berbicara Didukung oleh Beberapa Hal
1.
2.
Kematangan alat berbicara
Kemampuan berbicara juga tergantung pada kematangan alat-alat
berbicara. Misalnya tenggorokan, langit-langit, lebar rongga mulut dan
Iain-lain dapat mempengaruhi kematangan berbicara. Alat-alat tersebut
baru dapat berfungsi dengan baik setelah sempi’rpa dan dapat
membentuk atau memproduksi suatu kata dengan baik scbagai
permulaan berbicara.
Kesiapan berbicara
Kesiapan mental anak sangat berganrung pada pertumbuhan dan
kematangan otak. Kesiapan dimaksud biasanya dimnlai sejak anak
berusia antara 12-18 bulan, yang discbut teachable moment dari
perkembangan bicara. Pada saat inilah anak betul-betul sudah siap
untuk belajar. bicara yang sesungguhriya. Apabila tidak ada gangguan
anak akan segera dapat berbicara sekalipun belum jelas maksudnya.
3.
4.
5.
6.
Adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak
Anak dapat membutuhkan suatu model tertentu -agar dapat
melafalkan kata dengan tepat untuk dapat dikombinasikan dengan
kata lain sehingga menjadi suatu kalimat yang berarti. Model
tersebut dapat diperoleh dari orang lain, misalnya orang tua atau
saudara, dari radio yang sering didengarkan atau dari TV, atau aktor
film yang bicaranya jelas dan berarti. ^Anak akan mengalami
kesulitan apabila tidak pernah memperoleh model sebagaimana
disebutkan diatas. Dengan sendirinya potensi anak tidak dapat
berkembang sebagaimana mestinya.
Kesempatan berlatih
Apabila anak kurang mendapatkan latihan keterampilan berbicara akan
timbul frustasi dan bahkan sering kali marah yang tidak dimengerti
penyebabnya oleh orang tua atau lingkungannya: Pada gilirannya anak
kurang memperoleh motivasi untuk belajar berbicara yang pada
umumnya disebut “anak ini lamban” bicaranya.
Motivasi untuk belajar dan berlalih
Memberikan motivasi dan melatih anak untuk berbicara sangat penting
bagi anak karena untuk memenuhi kebutuhannya untuk memanfaatkan
potensi anak. Orang tua hendaknya selalu berusaha agar motivasi
anak untuk berbicara jangan terganggu atau tidak mendapatkan
pengarahan.
Bimbingan
Bimbingan bagi anak sangat. penting untuk mengembangkan
potensinya. Oleh karena itu hendaknya orang tua suka memberikan
contoh atau model bagi anak, berbicara dengan pelan yang mudah
diikuti oleh anak dan orang tua siap memberikan kritik atau
mcmbetulkan apabila dalam berbicara anak berbuat suatu kesalahan.
Bimbingan tersebut sebaiknya selalu dilakukan secara terus menerus
dan konsisten sehingga anak tidak mengalami kesulitan apabila
berbicara dengan orang lain.
d. Gangguan dalam Perkembangan Berbicara
Di samping berbagai faktor tersebut terdapat beberapa gangguan yang harus diatasi
oleh anak dalam rangka belajar berbicara.Perkembangan berbicara merupakan
suatu proses yang sangat sulit dan rumit. Terdapat beberapa kendala yang sering
kali dialami oleh anak, antara lain anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.
Sering kali anak tidak dapat memahami isi pembicaraan lawan bicara. Hal ini
disebabknn kurangnya perbendaharaan kata pada anak. Di samping itu juga
dikarenakan lawan bicara sering kali berbicara sangat cepat dengan
mempergunakan kata-kata yang belum dikenal oleh .anak. Bagi keluarga yang
menggunakan dua bahasa (bilingual) anak akan. lebih banyak mengalami kesulitan
untuk memahami pembicaraan orang tuanya atau saudaranya yang tinggal dalam
satu rumah. Orang tua hendaknya selalu berusaha mencari penyebab kesulitan
anak dalam memahami pembicaraan tersebut agar dapat memperbaiki atau
membetulkan apabila anak kurang mengerti dan bahkan salah mengintepretasikan
suatu pembicaraan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Secara rinci dapat
diidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu:
a. Kognisi (Proses Memperoleh Pengetahuan)
Tinggi rendahnya kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi cepat
lambatnya perkembangan bahasa individu. Ini relevan dengan pembahasan
sebelumnya bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara pikiran dengan
bahasa seseorang.
b. Pola Komunikasi Dalam KeluargaDalam suatu keluarga yang pola
komunikasinya banyak arah akan mempercepat perkembangan bahasa
keluarganya.
c. Jumlah Anak Atau Jumlah Keluarga
Suatu keluarga yang memiliki banyak anggota keluarga, perkembangan
bahasa anak lebih cepat, karena terjadi komunikasi yang bervariasi
dibandingkan dengan yang hanya memiliki anak tunggal dan tidak ada
anggota lain selain keluarga inti.
d. Posisi Urutan Kelahiran
Perkembangan bahasa anak yang posisi kelahirannya di tengah akan lebih
cepat ketimbang anak sulung atau anak bungsu. Hal ini disebabkan anak
sulung memiliki arah komunikasi ke bawah saja dan anak bungsu hanya
memiliki arah komunikasi ke atas saja.
e. Kedwibahasaan(Pemakaian dua bahasa)
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menggunakan bahasa lebih dari
satu atau lebih bagus dan lebih cepat perkembangan bahasanya ketimbang
yang hanya menggunakan satu bahasa saja karena anak terbiasa
menggunakan bahasa secara bervariasi. Misalnya, di dalam rumah dia
menggunakan bahasa sunda dan di luar rumah dia menggunakan bahasa
Indonesia. Dalam bukunya “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja”
Syamsu Yusuf mengatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh 5
faktor, yaitu: faktor kesehatan, intelegensi, statsus sosial ekonomi, jenis
kelamin, dan hubungan keluarga.
Karakteristik perkembangan bahasa remaja sesungguhnya didukung oleh
perkembangan kognitif yang menurut Jean Piaget telah mencapai tahap
operasional formal. Sejalan dengan perkembangan kognitifnya, remaja mulai
mampu mengaplikasikan prinsip-prinsip berpikir formal atau berpikir ilmiah
secara baik pada setiap situasi dan telah mengalami peningkatan
kemampuan dalam menyusun pola hubungan secara komperhensif,
membandingkan secara kritis antara fakta dan asumsi dengan mengurangi
penggunaan simbol-simbol dan terminologi konkrit dalam
mengomunikasikannya.
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak teori belajar yang
bersumber dari aliran-aliran psikologi. Dalam tautan di bawah ini akan dikemukakan
empat jenis teori belajar, yaitu: (A) teori behaviorisme; (B) teori belajar kognitif
menurut Piaget; (C) teori pemrosesan informasi dari Gagne, dan (D) teori belajar
gestalt.
e. Implementasi teori pengembangan bahasa
a. Teori Behaviorist oleh Skinner, mendefinisikan bahwa pembelajaran
dipengaruhi oleh prilaku yang dibentuk oleh lingkungan eksternalnya.
b. Teori Nativist oleh Chomsky, Mengutarakan bahwa bahasa sudah ada dalam
diri anak. Pada saat seorang anak lahir, dia telah memiliki seperangkat
kemampuan berbahasa yang disebut ‘Tata bahasa umum’ (Universal
Grammar).
c. Teori Constructive oleh piaget, Vigotsky dan Gardner, menyatakan bahwa
perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain
sehingga pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang.
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek–aspek mental.
Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat
dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini,
diantaranya :
a. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya:
1. Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus-Respons akan semakin kuat.
Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka
semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus-Respons.
2. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
3. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons
akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin
berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut.
Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut.
Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya
akan menurun.
c. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya
terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap
lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh
stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan
timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai
pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
d. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah
sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori
belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura
memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas
stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil
interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip
dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam
belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian
contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya
conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu
akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori
belajar behavioristik ini, seperti: Watson yang menghasilkan prinsip
kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut
Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method),
metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi
(The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori
pengurangan dorongan.
2. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori
tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan
kognitif individu meliputi empat tahap yaitu: (1) sensory motor; (2) pre operational;
(3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget
tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi.
James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by
which a person takes material into their mind from the environment, which may
mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah
“the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan
dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik
agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan
berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temanya.
3. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor
yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil
kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi
proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya
interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu.
Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai
hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi
eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam
proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1)
motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali;
(6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.
4. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk
atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa
tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.
Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu
menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure
(bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran,
potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang.
Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan
penafsiran antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu
maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu
bentuk tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung
akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan
yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu
figure atau bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang
pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung
membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan
keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan
suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku
“Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot
atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam
keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah,
bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih
mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara
lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis
adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral
merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari
jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal
kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang
lebat (lingkungan geografis).
3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu
bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau
peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius,
virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh
lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan
suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis.
Proses pengamatan merupakan suatu proses yang
memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
dinamis
dalam
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting
dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik
memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsurunsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsurunsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses
pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif
sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan
masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki
makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (purposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses
pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang
ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai
arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami
tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan
dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan
hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan
kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer
belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam
situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan
pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran
dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer
belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip
pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian
digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu,
guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsipprinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Rekomendasi
Percaya Terhadap Perkembangan Anak
Sebagai bahan refleksi dan penguatan terhadap pemahaman dalam pengajaran
bahasa Inggris anak, guru menjadi pusat sekaligus perantara untuk anak dalam
pengembangan bahasa Inggris. Keseharian, kegiatan serta aktifitas rutinitas anak
menjadi salah satu faktor pengembangan bahasa bagi anak. Kecerdasan guru, tutor,
pembina dalam memahami kemampuan anak dalam mengikuti pembelajaran adalah
kunci keberhasilan pembelajaran.
Beliefs About Child Development
Our beliefs about children are often so ingrained that we’re not even aware of
them; in a sence, they have gone “underground”. They do, however,
frequently surface in everyday behaviors (Olson & Bruner, 1996). For
example, one prevalent belief about teaching is that it is primarily a process
of communicating information (perhaps about history, geology, or
mathematics) in a simplified manner to willing and attentive learners
(Brookhrat dan Freeman, 1992). This belief often translete into relatively
ineffective teaching strategies (Beatty, 1996). It implies that teaching is litte
more than “telling” and ignores chldren’s existing understadings, reasoning
abilities, interests and needs. It may also lend itself to an overly simple focus
on teahing and assesing basic skills.4
C. Penutup
Empat kemampuan pembelajaran bahasa inggris yaitu reading (membeca), writing
(menulis), speaking (berbicara), dan listening (mendengar) menjadi mutlak untuk
dilalui semua orang yang ingin menguasai bahasa inggris, khususnya anak usia dini.
Untuk melakukan pembelajaran sejatinya seorang guru harus mengetahui betul
situasi dan kondisi anak. Semakin tau cara pendekatan dan perkembangan anak
maka semakin mudah pula guru memberikan internalisasi bahasa Inggris terhadap
anak. Pada akhirnya kemahiran berbahasa khususnya bahasa Inggris pada anak
usia dini menjadi tujuan kecakapan berbahasa anak.
Dalam rangka peningkatan penguasaan bahasa inggris dibutuhkan cara, metode,
pendekatan (approach), analisa kebutuhan (Need Analysis) dan alat yang sesuai
untuk melakukan pembelajaran di dalam dan diluar kelas. Keceriaan anak untuk
mengikuti pembelajaran juga terus dijaga sehingga nilai dasar dalam pembelajaran
bahasa Inggris anak terus berkembang. Pada akhirnya pembelajaran bahasa Inggris
menjadi idola bagi anak usia dini. Semakin mereka senang dan ceria anak mengikuti
pembelajaran bahasa inggris diluar dan didalam kelas maka semakin mudah anak
memahami dan harapannya anak mampu menggunakannya didalam kesehariannya
‘Practice and Aplicative’.
4
Teresa M. McDevitt and Jeanne Elis Ormrod. Child development (second edition) Pearson, Merril Prentice Hall. P. 38
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta
didik),
Jakarta;
PT.
Bumi
Aksara,
2004
Asmani, Jamal M. 2009. Manajemen Strategi Pendidiakan Anak Usia Dini. Diva
Press. Jogjakarta
Chaer, Abdul, Psikolingustik Kajian Teoretik, Jakarta; Rineka Cipta, 2003
Davidof,
Henry
Linda
Guntur
L,
Psikologi
Tarigan,
Suatu
Pengantar,
Psikolingustik,
Bandung;
Jakarta;
Erlangga,
Angkasa,
cet-10,
1988
1986
Jauhari, Muhammad Idris, Generasi Robbi Rodliya (Keluarga Yang Mendapat
Rohmah dan Barokah Allah swt), Surabaya; Pustaka Hikmah Perdana, 2005
Kartini, DR. Kartono. 2007. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Mandar Maju,
Bandung. hal. 4
Rita L. Akitson, DKK, Pengantar Psikologi, Batam; Interaksara, tanpa tahun
Teresa M. McDevitt and Jeanne Elis Ormrod. Child development (second edition)
Pearson, Merril Prentice Hall. P. 38
Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung; PT. Rosda
Karya, cet-5, 2004
Download