II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame (Osphronemus goramy) Ikan gurame (Osphronemus goramy) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, bentuk badan pipih lebar, bagian punggung berwarna merah sawo dan bagian perut berwarna kekuningan/keperak-perakan (Gambar 1). Jenis ikan gurame yang biasa dikenal ada dua jenis, yaitu soang dan Jepang, tapi saat ini ada beberapa strain baru, seperti gurame porsalin, gurame blusafir, dan gurame paris. Gambar 1. Ikan gurame (Osphronemus goramy) Ikan gurame banyak dijual dengan berbagai ukuran mulai dari telur yang biasa disebut telur muter, ukuran kwaci, kuku, jempol, silet, korek, dan rokok, hingga ukuran daging/konsumsi (Dinas Perikanan Jakarta, 1997). Ikan gurame ukuran konsumsi banyak dipasarkan ke beberapa daerah di Pulau Jawa, seperti Jakarta dengan permintaan mencapai 22,5 ton/hari pada tahun 2010 dengan tujuan restoran dan pasar swalayan (KKP, 2010). Pada tahun 2009 produksi ikan gurame mencapai 46.452 ton dan ditargetkan akan meningkat 48.900 ton pada tahun 2014. Harga ikan gurame yang relatif tinggi mencapai Rp 25.000-Rp 30.000/kg disebabkan oleh permintaan pasar tinggi, sedangkan produksi masih rendah. Setiap bulannya, petani ikan gurame mampu memasok ikan gurame ukuran konsumsi untuk daerah Jakarta dan sekitarnya serta Banten sebanyak 2-3 ton (Dinas Perikanan Jakarta, 1997). Tingginya harga ikan gurame disebabkan karena ikan gurame merupakan ikan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat, untuk membesarkannya hingga ukuran konsumsi 500 g dibutuhkan waktu sekitar 1,5 tahun dari ukuran benih 2-3 cm (Dinas Perikanan Jakarta, 1997). Selain itu jumlah petani ikan gurame masih terbatas, hal ini disebabkan karena petani masih merasa kesulitan dalam hal waktu dan biaya produksi yang harus dihabiskan selama pemeliharaan benih dengan risiko yang cukup tinggi. 2.2 Rekombinan Hormon Pertumbuhan Hormon pertumbuhan merupakan polipeptida yang terdiri dari rangkaian asam amino rantai tunggal dengan ukuran sekitar 22 kDa yang dihasilkan di kelenjar pituitari dengan fungsi pleiotropik pada setiap hewan vertebrata (Rousseau & Dufour, 2007 dalam Acosta et al., 2009). GH berfungsi mengatur pertumbuhan, reproduksi, sistem imun, dan mengatur tekanan osmosis pada ikan teleostei, serta mengatur metabolisme. Menurut Forsyth (2002) bahwa hormon pertumbuhan merupakan suatu polipeptida yang penting dan diperlukan agar pertumbuhan normal. Selain itu efek dari hormon pertumbuhan pada pertumbuhan somatik pada hewan vertebrata memiliki peranan dalam sistem reproduksi, metabolisme (Gomez et al., 1998), dan osmoregulasi pada ikan euryhaline (ikan yang mampu beradaptasi pada kisaran salinitas yang luas) (Mancera et al., 2002). Rekombinan hormon pertumbuhan (rGH) merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengkombinasi gen-gen yang diinginkan secara buatan (klon) di luar tubuh dengan bantuan sel tranforman, dalam hal ini gen pertumbuhan dari ikan target diisolasi dan ditransformasikan dengan bantuan mikroba, seperti Escherichia coli, Bacillus, Streptomyces, dan Saccharomyces (Brown, 2006). Pembuatan rGH di Indonesia sudah dilakukan dengan membuat konstruksi dari ikan mas (Cc-GH), ikan gurame (Og-GH), dan ikan kerapu kertang (El-GH), yang selanjutnya diujikan pada beberapa jenis ikan seperti ikan nila, ikan gurame, dan ikan mas (Alimuddin et al., 2010). Beberapa penelitian aplikasi rekombinan hormon pertumbuhan, seperti pemberian rGH ikan mas sebesar 0,1 µg/g pada benih ikan nila dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 53,1% dibandingkan dengan kontrol (Li et al., 2003). Perlakuan rGH pada ikan rainbow trout juga dapat meningkatkan pertumbuhan 50% lebih tinggi dibandingkan dengan ikan kontrol (Sekine et al., 1985). Peningkatan pertumbuhan sebesar 20% dari kontrol juga dilaporkan pada ikan beronang dengan pemberian rGH sebanyak 0,5 µg/g selama 1 kali per minggu hingga 4 minggu. Pemberian rGH dapat meningkatkan kelangsungan hidup ikan melalui peningkatan sistem kekebalan terhadap penyakit dan stres (McCormick, 2001). Selain itu, penggunaan protein rGH ikan juga merupakan prosedur yang aman dalam meningkatkan produktivitas atau pertumbuhan ikan budidaya, selain itu organisme hasil perlakuan rekombinan hormon pertumbuhan bukan merupakan genetically modified organism (GMO) (Acosta et al., 2007). GMO adalah produk yang diturunkan dari tanaman atau hewan yang dihasilkan melalui proses rekayasa genetika, di mana sifat-sifat dari suatu makhluk hidup diubah dengan cara memindahkan gen dari satu spesies mahluk hidup ke spesies yang lain, ataupun memodifikasi gen dalam satu spesies (Koswara, 2007). Pemberian rekombinan hormon pertumbuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode seperti dengan penyuntikan, melalui pakan, pemberian langsung melalui oral dan perendaman. Pemberian rGH pada ikan nila melalui teknik penyuntikan dilaporkan meningkatkan bobot hingga 20,94% dengan rGH ikan kerapu kertang (El-GH), 18,09% dengan rGH ikan mas (Cc-GH), dan 16,99% dengan rGH ikan gurame (Og-GH) (Alimuddin et al., 2010). Selain dengan penyuntikan, pemberian rGH melalui pakan alami telah dilaporkan Rahmawati (2011) mampu meningkatkan pertumbuhan ikan gurame sebesar 13% dari kontrol. Penggunaan metode perendaman juga telah diterapkan oleh Acosta et al., (2009) dengan frekuensi perendaman rGH sebanyak 3 kali dalam seminggu dapat meningkatkan bobot tubuh ikan nila sebesar 3,5 kali lipat dari kontrol setelah 15 hari pemeliharaan. Penerapan metode perendaman rGH pada ikan gurame mampu meningkatkan bobot hingga 75% dari kontrol pada dosis rGH 30 mg/L (Putra, 2011). Selanjutnya, Syazili et al., (2011b) menyatakan bahwa pada frekuensi pemberian yang berbeda membuktikan perendaman rGH 4 kali lipat dari dosis optimum (30 mg/L) sebesar 120 mg/L lebih baik daripada 3 kali pemberian pada satu kali perendaman dan juga memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan perendaman setiap minggu selama 4 minggu pada ikan gurame, dan dapat meningkatkan bobot hingga 70% dari kontrol. Penggunaan metode perendaman juga dianggap lebih efisien diterapkan pada fase benih karena dapat menurunkan tingkat stres pada ikan perlakuan (Moriyama dan Kawauchi, 1990), sehingga diharapkan dapat meningkatkan laju penyerapan rGH ke dalam tubuh ikan.