Juni 2014 Tinjauan Kebijakan Moneter Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Jln. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 - Indonesia w w w.bi.go.id TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER 1 STATEMENT KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12 Juni 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menilai proses penyesuaian ekonomi berjalan cukup baik, meskipun terdapat sejumlah risiko yang perlu diwaspadai, dan menempuh langkah-langkah antisipatif guna memastikan sasaran inflasi dapat dicapai dan kinerja transaksi berjalan terus membaik. Untuk itu, Bank Indonesia akan senantiasa memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN korporasi. Selain itu, Bank Indonesia juga akan meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan. Perekonomian global terus membaik, meskipun dengan kecepatan yang moderat. Perbaikan ekonomi dunia terutama didorong oleh pulihnya ekonomi negara maju, sejalan dengan stimulus moneter yang berkelanjutan. Hal itu tercermin pada indikator penjualan dan kinerja manufaktur di Eropa dan AS yang terus membaik. Perbaikan ekonomi AS dan Eropa tersebut diperkirakan akan mendorong peningkatan volume perdagangan dunia. Sejalan dengan hal tersebut, harga komoditas mulai menunjukkan perbaikan. Ke depan, terdapat sejumlah risiko perekonomian global yang perlu untuk terus diwaspadai, antara lain, perlambatan ekonomi Tiongkok dan normalisasi kebijakan the Fed. Moderasi perekonomian domestik masih terus berlangsung. Konsumsi rumah tangga diperkirakan melambat, meskipun masih tumbuh cukup kuat (resilience). Hal ini didukung oleh perbaikan pendapatan dan penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden 2014. Ke depan, investasi juga diprakirakan melambat, didorong oleh melambatnya investasi bangunan sebagai dampak kebijakan stabilisasi perekonomian. Sementara itu, investasi nonbangunan cenderung mengalami peningkatan, tercermin dari meningkatnya pertumbuhan impor barang modal dan penjualan alat berat. Kinerja sektor eksternal diprakirakan masih melemah, terkait dengan melambatnya ekspor batubara dan ekspor mineral sejalan dampak temporer implementasi UU Minerba. Namun, ekspor manufaktur diperkirakan akan terus membaik seiring dengan pemulihan ekonomi global. Sejalan dengan kinerja sektor eksternal, neraca perdagangan mengalami defisit sesuai dengan pola musimannya, sementara neraca finansial membaik. Neraca perdagangan Indonesia pada April 2014 mengalami defisit sebesar 1,96 miliar dolar AS. Defisit tersebut sesuai dengan pola musimannya, antara lain terkait dengan meningkatnya permintaan menjelang bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri. Impor nonmigas mencatat peningkatan, didorong oleh kenaikan impor barang utama seperti mesin dan peralatan mekanik serta mesin dan peralatan listrik. Sementara itu, ekspor nonmigas berbasis sumber daya alam, seperti batubara dan minyak nabati, mencatat pertumbuhan negatif, seiring dengan melemahnya permintaan dari Tiongkok dan India. Di sisi lain, ekspor manufaktur | 1 masih mengalami peningkatan. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan neraca perdagangan akan kembali membaik, didorong oleh aktivitas ekspor manufaktur sejalan dengan perbaikan ekonomi global serta terkendalinya impor sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Sementara itu, dari neraca finansial, aliran masuk modal asing diperkirakan terus membaik dipengaruhi prospek ekonomi domestik yang semakin sehat. Hingga Mei 2014, aliran masuk portfolio asing ke pasar keuangan Indonesia telah mencapai 11,04 miliar dolar AS. Dengan perkembangan tersebut, pada akhir Mei 2014, cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi 107,0 miliar dolar AS, setara 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi pada bulan Mei 2014. Rupiah secara ratarata melemah 0,81% (mtm) dari bulan sebelumnya menjadi Rp.11.532 per dolar AS. Secara point to point (ptp), rupiah terdepresiasi sebesar 0,97% dan ditutup pada level Rp.11.675 per dolar AS. Tekanan terhadap nilai tukar dipengaruhi oleh permintaan korporasi yang cenderung meningkat sesuai dengan pola musimannya untuk pembayaran ULN dan repatriasi dividen/kupon. Selain itu, pergerakan nilai tukar juga dipengaruhi oleh perilaku investor yang menunggu hasil Pemilihan Umum Presiden pada bulan Juli mendatang. Namun, tekanan lebih lanjut terhadap rupiah tertahan oleh berlanjutnya aliran modal masuk pada aset keuangan rupiah. Inflasi pada Mei 2014 masih terkendali, didukung oleh masih berlangsungnya koreksi harga beberapa bahan pangan dan stabilnya inflasi inti. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Mei mencatat inflasi sebesar 0,16% (mtm) atau 7,32% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar -0,02% (mtm) atau 7,25 % (yoy). Inflasi inti mencapai 0,23% (mtm), relatif stabil seperti bulan lalu, didukung oleh masih menurunnya harga global di tengah depresiasi Rupiah. Inflasi volatile food masih mencatat deflasi, meskipun dengan intensitas yang berkurang dari bulan sebelumnya. Hal ini didorong oleh melimpahnya panen komoditas cabai merah dan cabai rawit serta masih berlangsungnya panen beras di beberapa daerah. Sementara itu, inflasi administered prices pada bulan Mei sedikit meningkat, karena kenaikan tarif angkutan umum, khususnya angkutan udara dan kereta api, seiring dengan banyaknya hari libur. Bank Indonesia menilai inflasi sampai dengan Mei 2014 masih sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1% pada 2015. Ke depan, Bank Indonesia mencermati risiko inflasi yang berasal dari pola musiman perayaan hari besar keagamaan dan risiko lainnya seperti potensi tekanan penyesuaian administered prices dan peningkatan harga pangan akibat dampak El Nino. Dalam mengantisipasi risiko tersebut, Bank Indonesia akan memperkuat langkah-langkah penguatan koordinasi pengendalian inflasi, khususnya melalui forum TPI dan TPID. Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dengan baik, ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang kuat. Pertumbuhan kredit kepada sektor swasta pada April 2014 melambat menjadi 18,5% (yoy) dari bulan sebelumnya 19,1% (yoy), sejalan dengan proses penyesuaian dalam perekonomian. Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan OJK untuk mengarahkan pertumbuhan kredit ke depan agar dapat menopang pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Sementara itu, kinerja bursa saham pada Mei 2014 semakin baik, tercermin pada IHSG yang meningkat 1,1% dari bulan sebelumnya ke level 4.893,91. Di sisi lain, kinerja pasar SBN menurun seiring dengan perilaku investor yang menunggu hasil Pemilihan Umum Presiden bulan Juli mendatang. | 2 2 PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER Perkembangan Ekonomi Global Perbaikan ekonomi global berlangsung dengan kecepatan moderat Perbaikan ekonomi global masih terus berlanjut, meskipun dengan kecepatan yang moderat. Perbaikan tersebut terutama didorong oleh semakin baiknya kondisi ekonomi di negara-negara maju (advanced countries) seperti AS dan Eropa, sejalan dengan stimulus moneter yang berkelanjutan. Hal itu tercermin pada indikator penjualan dan kinerja manufaktur di Eropa dan AS yang terus membaik. Sebaliknya, kondisi ekonomi di negara-negara berkembang cenderung menurun. Secara keseluruhan, perekonomian global pada tahun 2014 masih diperkirakan membaik dari tahun sebelumnya. Ke depan, terdapat sejumlah risiko perekonomian global yang perlu untuk terus diwaspadai, antara lain, perlambatan ekonomi Tiongkok dan normalisasi kebijakan the Fed. Volume perdagangan internasional mulai membaik meski harga komoditas masih tumbuh negatif Seiring dengan perbaikan ekonomi global, khususnya di negara-negara maju, volume perdagangan internasional dan harga komoditas global mulai menunjukkan perbaikan. Volume perdagangan masih terus menunjukkan tren yang meningkat, sementara harga komoditas global mulai mengalami perbaikan meski masih tumbuh negatif. Perkiraan tersebut didukung oleh beberapa indikator, diantaranya pergerakan harga futures tembaga dan batubara yang pada bulan laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan bulan lalu. Selain itu, harga nikel juga tercatat naik cukup signifikan karena terbatasnya pasokan sejalan dengan pelarangan ekspor mineral yang diterapkan Indonesia. Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi domestik mengalami moderasi Moderasi perekonomian domestik masih terus berlangsung. Konsumsi rumah tangga diprakirakan melambat, meskipun masih tumbuh cukup kuat (resilience). Investasi juga diprakirakan melambat, khususnya investasi bangunan. Kinerja sektor eksternal diprakirakan masih lemah, khususnya terkait dengan perlambatan ekspor batubara dan mineral. Namun, ekspor manufaktur diperkirakan akan terus membaik seiring dengan pemulihan ekonomi global. Konsumsi masih cukup kuat didukung antara lain oleh penyelenggaraan pilpres dan peningkatan keyakinan konsumen Meskipun melambat, konsumsi rumah tangga diprakirakan masih cukup kuat pada triwulan II 2014. Masih kuatnya konsumsi rumah tangga didukung oleh perbaikan pendapatan, penyelenggaraan Pilpres 2014, dan peningkatan keyakinan konsumen. Secara umum, pendapatan rumah tangga penduduk kaya maupun miskin terus meningkat, terlihat dari jumlah penduduk miskin yang menurun (Grafik 1.1). Tingginya konsumsi rumah tangga kaya diperkirakan berkontribusi pada resiliensi pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, masih kuatnya konsumsi juga didukung oleh belanja terkait Pilpres 2014. Di samping itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada triwulan II 2014 menunjukkan tren peningkatan (Grafik 1.2). Hasil survei Danareksa menunjukkan bahwa optimisme masyarakat terhadap prospek ekonomi enam bulan mendatang meningkat, sehingga rencana konsumen untuk membeli barang-barang tahan lama juga meningkat pada bulan Mei 2014. | 3 Grafik 1.1 Tingkat Kemiskinan Grafik 1.2 Indeks Keyakinan Konsumen Investasi pada triwulan II 2014 juga diprakirakan melambat, khususnya investasi bangunan. Investasi bangunan masih akan termoderasi sebagai efek dari kebijakan stabilisasi perekonomian. Hal ini tercermin pada tren pertumbuhan KPR yang melambat, target penjualan developer yang lebih rendah dari tahun 2013, serta penjualan semen yang melambat (Grafik 1.3). Realisasi belanja modal pemerintah masih terbatas sehingga realisasi pembangunan infrastruktur juga terbatas. Sementara itu, investasi nonbangunan cenderung mengalami peningkatan, tercermin pada meningkatnya pertumbuhan impor barang modal dan penjualan alat berat. Hal tersebut didukung oleh Indeks Tendensi Bisnis BPS yang diprakirakan meningkat memasuki triwulan II 2014 (Grafik 1.4). Utilisasi kapasitas industri pengolahan di triwulan I 2014 yang meningkat ke kisaran atas historis yaitu 75% juga diperkirakan mampu menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk berinvestasi. Grafik 1.3 InIndikator Investasi Bangunan Namun kinerja eksternal masih lemah terkait perlambatan ekspor batubara dan mineral Grafik 1.4 Indeks Tendensi Bisnis Kinerja sektor eksternal diprakirakan masih lemah, khususnya terkait dengan perlambatan ekspor batubara dan mineral. Sejak Februari 2014, ekspor komoditas mineral seperti tembaga, nikel dan bauksit belum terealisasi akibat terkendalanya implementasi UU Minerba. Proses perizinan ekspor (SPE) untuk beberapa perusahaan belum dapat dikeluarkan oleh Kementerian terkait. Kontraksi ekspor pertambangan juga didorong oleh turunnya ekspor batubara seiring moderasi perekonomian di Tiongkok. Selain itu kontraksi ekspor batubara juga disebabkan oleh peningkatan produksi domestik dan upaya dari Tiongkok untuk mengurangi pemakaian batubara terkait isu polusi. Ke depan, permintaan batubara dari Tiongkok diperkirakan akan terus melemah sejalan dengan meningkatnya produksi batubara domestik dan rencana pengurangan batubara dalam bauran energi. Namun demikian, terdapat potensi peningkatan permintaan batubara dari India dan negara-negara ASEAN karena meningkatnya kebutuhan listrik. Sementara | 4 itu, ekspor Crude Palm Oil (CPO) diperkirakan juga masih melemah akibat kebijakan mandatory biofuel dalam negeri, faktor kebijakan negara pengimpor, dan lemahnya permintaan dari Tiongkok, India dan Pakistan. Bila tanpa CPO, ekspor manufaktur masih cukup solid sejalan dengan perkembangan eksternal yang membaik Di sisi lain, ekspor manufaktur non-CPO diprakirakan masih cukup solid sejalan dengan perkembangan eksternal yang membaik. Ekspor komoditas manufaktur nonCPO, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), logam dasar, karet olahan, bahan kimia, makanan olahan dan alas kaki tumbuh meningkat pada April 2014. Ke depan, seiring dengan membaiknya perekonomian negara maju, ekspor manufaktur non-CPO diprakirakan akan meningkat. Grafik 1.5 Ekspor Nonmigas Riil Impor pada triwulan II 2014 diprakirakan meningkat didorong oleh investasi nonbangunan yang meningkat. Perkembangan tersebut sejalan dengan data realisasi impor nonmigas riil pada April 2014 yang menunjukkan peningkatan, meskipun masih dalam teritori negatif. Impor nonmigas meningkat didorong oleh impor bahan baku dan barang modal, sementara impor barang konsumsi mengalami penurunan (Grafik1.6). Impor bahan baku yang meningkat adalah bahan mentah olahan untuk industri seiring aktivitas produksi dalam negeri. Impor suku cadang untuk mesin industri juga meningkat, sejalan dengan peningkatan barang modal. Sementara itu, peningkatan impor barang modal ditopang oleh impor mesin, alat komunikasi dalam bentuk telepon seluler, dan base station (modem dan alat transmisi untuk radio dan televisi). Namun demikian, impor mobil penumpang dan peralatan transportasi untuk industri masih terkontraksi, mengkonfirmasi terbatasnya potensi pertumbuhan investasi pada sisi alat angkut dari luar negeri. Dari sisi barang konsumsi, kontraksi pertumbuhan disebabkan oleh berlanjutnya kontraksi impor mobil penumpang, durable dan semi durable goods, serta impor bahan makanan untuk rumah tangga. Grafik 1.6 Impor Nonmigas Riil | 5 Kinerja ekonomi pada triwulan II 2014 diprakirakan tumbuh terbatas sebagaimana tercermin pada sektor pertambangan. kinerja sektor pertambangan diperkirakan masih lemah seiring produksi minyak dan kinerja subsektor nonmigas yang menurun. Kinerja sektor bangunan dan sektor keuangan juga masih lemah terkait dengan kebijakan stabilisasi makroekonomi. Sementara itu, sektor manufaktur masih tumbuh terbatas di triwulan II 2014 terkait pemulihan ekonomi domestik. Di sisi lain, kinerja sektor pertanian diprakirakan tumbuh membaik didorong oleh pergeseran sebagian panen tabama dari triwulan I 2014. Sektor penghasil jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), serta sektor pengangkutan dan komunikasi juga tumbuh membaik pada triwulan II 2014 karena dorongan Pemilu Presiden. Neraca Pembayaran Indonesia Defisit neraca perdagangan pada April 2014 merupakan tekanan temporer Sejalan dengan kinerja sektor eksternal, neraca perdagangan mengalami defisit sesuai dengan pola musimannya, sementara neraca finansial membaik. Neraca perdagangan Indonesia pada April 2014 mengalami defisit sebesar 1,96 miliar dolar AS. Defisit tersebut sesuai dengan pola musimannya, antara lain terkait dengan meningkatnya permintaan menjelang bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri. Kinerja neraca perdagangan tersebut dipengaruhi oleh neraca perdagangan nonmigas April 2014 yang berbalik dari surplus menjadi defisit, meskipun defisit neraca perdagangan migas tercatat lebih rendah dibandingkan kondisi Maret 2014 (Grafik 1.7). Sementara itu, membaiknya neraca finansial tercermin dari meningkatnya aliran masuk modal asing pada Mei 2014. Ke depan, neraca perdagangan diperkirakan kembali membaik, didorong oleh aktivitas ekspor manufaktur sejalan dengan perbaikan ekonomi global serta terkendalinya impor sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Grafik 1.7 Neraca Perdagangan Indonesia Neraca perdagangan nonmigas pada April 2014 mencatat defisit 0,90 miliar dolar AS dibandingkan dengan surplus 2,02 miliar dolar AS pada Maret 2014. Defisit tersebut dipengaruhi ekspor nonmigas yang terkontraksi 7,09% (mtm) dan impor nonmigas yang meningkat 19,32% (mtm). Pertumbuhan negatif ekspor nonmigas terutama terjadi pada komoditas utama yang berbasis sumber daya alam seperti batubara dan minyak nabati (CPO) seiring dengan melemahnya permintaan dari Tiongkok dan India. Di sisi lain, ekspor manufaktur (seperti mesin/pesawat mekanik, pakaian jadi bukan rajutan, dan alas kaki) mengalami peningkatan, meski belum mampu menopang kinerja ekspor nonmigas. Sementara itu, pertumbuhan impor nonmigas mengalami peningkatan terutama didorong oleh kenaikan impor pada barang utama seperti mesin dan peralatan mekanik, mesin & peralatan listrik, dan besi baja. | 6 Neraca perdagangan migas turut mengalami defisit pada April 2014, meskipun turun menjadi 1,06 miliar dolar AS dari 1,35 miliar dolar AS pada Maret 2014. Menyempitnya defisit neraca perdagangan migas tersebut didorong oleh kontraksi impor migas yang lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi ekspor migas. Impor migas terkontraksi 7,55% (mtm) akibat penurunan impor hasil minyak dan minyak mentah, sedangkan ekspor migas hanya mengalami penurunan sebesar 0,35% (mtm) akibat turunnya ekspor minyak mentah sebagai dampak turunnya produksi minyak dalam negeri. Aliran masuk dana asing terus berlanjut seiring kondisi ekonomi yang terjaga dan persepsi positif investor Di sisi neraca finansial, aliran masuk dana asing masih terus berlanjut. Kondisi perekonomian yang relatif terjaga mendorong persepsi investor terhadap ekonomi dalam negeri tetap positif. Positifnya persepsi investor tersebut mendorong investor asing pada Mei 2014 mencatat net beli 3,06 miliar dolar AS, melanjutkan net beli 2,20 miliar dolar AS pada bulan sebelumnya. Akumulasi kepemilikan asing tersebut terjadi di semua instrumen keuangan rupiah, baik saham, SUN maupun SBI (Grafik 1.8). Dengan perkembangan tersebut, hingga Mei 2014 aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan telah mencapai 11,04 miliar dolar AS. Grafik 1.8 Aliran Dana Nonresiden di Aset Rupiah Cadangan devisa pada akhir Mei 2014 meningkat menjadi 107 miliar dolar AS Dengan berbagai perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir Mei 2014 tercatat sebesar 107,0 miliar dolar AS. Posisi cadangan devisa tersebut meningkat dari bulan sebelumnya sebesar terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa hasil ekspor migas Pemerintah dan aliran masuk modal portofolio asing yang masih terus berlanjut. Dengan posisi tersebut, cadangan devisa dapat membiayai 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, jauh berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Nilai Tukar Rupiah Rupiah melemah namun volatilitas tetap terjaga Nilai tukar rupiah pada Mei 2014 mengalami pelemahan namun dengan tingkat volatilitas yang tetap terjaga. Secara rata-rata, nilai tukar pada Mei 2014 melemah 0,81% (mtm) ke level Rp11.532 per dolar AS dari level Rp11.439 per dolar AS pada bulan sebelumnya. Sejalan dengan itu, secara point-to-point rupiah terdepresiasi sebesar 0,97% dan ditutup di level Rp11.675 per dolar AS pada akhir bulan laporan (Grafik 1.9). Namun demikian, pelemahan rupiah tersebut disertai dengan tingkat volatilitas yang tetap terjaga bahkan menurun dari bulan sebelumnya. Di samping itu, pelemahan rupiah juga sejalan dengan beberapa pergerakan mata uang di kawasan (Grafik 1.10). | 7 Rp/USD Harian Rata2 Bulanan Grafik 1.9 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Grafik 1.10 Apre/Depre Mata Uang Regional & Euro Pergerakan rupiah yang melemah pada bulan laporan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tekanan terhadap nilai tukar dipengaruhi oleh permintaan korporasi yang cenderung meningkat sesuai dengan pola musimannya untuk pembayaran ULN dan repatriasi dividen/kupon. Selain itu, pergerakan nilai tukar juga dipengaruhi oleh perilaku investor yang menunggu hasil Pemilihan Umum Presiden pada bulan Juli mendatang. Namun, tekanan lebih lanjut terhadap rupiah tertahan oleh berlanjutnya aliran modal masuk pada aset keuangan rupiah. Pada bulan laporan, investor asing membukukan net beli di semua instrumen keuangan rupiah, khususnya SUN diikuti saham dan SBI. Meski mengalami pelemahan, faktor risiko rupiah secara umum tetap terjaga. Terjaganya risiko tersebut sebagaimana ditunjukkan indikator risiko Credit Default Swap (CDS) yang berada pada tren menurun (Grafik 1.11). Selain itu, dari sisi likuiditas, beberapa indikator juga menunjukkan perbaikan sebagaimana tercermin pada meningkatnya volume transaksi serta terjaganya spread bid-ask dan spread kurs kuotasi-transaksi (Grafik 1.12). Grafik 1.11 CDS & VIX Indeks Grafik 1.12 Selisih Bid/Ask Rupiah Inflasi Inflasi Mei 2014 terkendali didukung koreksi bahan pangan dan inflasi inti yang stabil Inflasi Mei 2014 terkendali didukung masih berlangsungnya koreksi harga beberapa bahan pangan dan stabilnya inflasi inti. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Mei mencatat inflasi sebesar 0,16% (mtm) atau 7,32% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar -0,02% (mtm) atau 7,25 % (yoy). Inflasi inti relatif stabil seiring dengan moderatnya tekanan yang berasal dari eksternal maupun domestik. Inflasi volatile food mencatat deflasi, meskipun dengan intensitas yang berkurang dari bulan sebelumnya. Inflasi administered prices sedikit meningkat terkait kenaikan tarif angkutan udara dan kereta api (Grafik 1.13). | 8 Grafik 1.13 Disagregasi Inflasi Mei 2014 Kelompok bahan pangan kembali mengalami deflasi didorong oleh panen yang sedang berlangsung. Deflasi bahan pangan tercatat sebesar - 0,22% (mtm) atau 7,09% (yoy), lebih rendah dari deflasi bulan sebelumnya sebesar -1,26% (mtm) atau 6,57% (yoy). Deflasi yang terjadi disebabkan oleh pasokan komoditas cabai dan beras yang meningkat seiring datangnya musim panen (Grafik 1.14). Cabai rawit menjadi penyumbang deflasi terbesar yakni -0,11%, seiring dengan panen raya di sentra-sentra produsen seperti Temanggung, Magelang, Wonosobo, Jeneponto & Gowa (Sulawesi Selatan), Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sementara itu, beras di sejumlah daerah diperkirakan masih akan mengalami panen sampai dengan Juni 2014 karena pergeseran masa panen akibat banjir di awal tahun. Namun, deflasi yang lebih dalam dari kelompok bahan pangan tertahan oleh inflasi pada daging ayam dan telur ayam. Kenaikan harga antara lain disebabkan oleh kenaikan harga DOC (Day Old Chicken), kondisi cuaca yang tidak menentu, dan respon terhadap kebijakan Pemerintah terkait pembatasan produksi yang diatur secara periodik (Tabel 1.1) Tabel 1.1 Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food No. Grafik 1.14 Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food Volatile Food Deflasi 1 Cabai Rawit 2 Cabai Merah 3 Beras 4 Bayam 5 Buncis 6 Kacang Panjang Inflasi 1 Dg. Ayam Ras 2 Telur Ayam Ras 3 Tomat Sayur 4 Bawang Merah %, mtm Contribution (%, mtm) (40.21) (13.06) (0.80) (5.45) (11.41) (9.63) (0.11) (0.05) (0.03) (0.01) (0.01) (0.01) 5.84 6.15 10.56 3.00 0.07 0.04 0.02 0.01 Tekanan inflasi dari kelompok administered price meningkat. Inflasi administered prices tercatat sebesar 0,30% (mtm) atau 16,85% (yoy), meningkat jika dibandingkan bulan lalu sebesar 0,28% (mtm) atau 17,64% (yoy) (Grafik 1.15). Kenaikan inflasi administered prices disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan, khususnya angkutan udara dan kereta api. Peningkatan harga tiket pesawat dan kereta api tersebut terkait dengan kenaikan permintaan akibat banyaknya hari libur. Selanjutnya, kenaikan inflasi administered juga didorong oleh peningkatan harga komoditas rokok. Hal ini sehubungan dengan harga | 9 pasar rokok yang masih lebih rendah dari Harga Jual Eceran (HJE) sehingga harga masih berpotensi meningkat (Tabel 1.2). Sementara itu, dampak penyesuaian tarif listrik untuk kelompok Rumah Tangga dengan daya > 6600 VA terhadap inflasi diperkirakan kecil. Hal ini mengingat porsi rumah tangga dengan daya >6600 VA yang hanya sebagian kecil dari total rumah tangga. Tabel 1.2 Penyumbang Inflasi Kelompok Adimistered Prices Grafik 1.15 Inflasi Administered Prices Sementara itu, inflasi inti relatif stabil seiring dengan moderatnya tekanan baik yang bersumber dari eksternal maupun domestik. Inflasi inti tercatat sebesar 0,23 (mtm) sedikit menurun dari bulan lalu sebesar 0,24% (mtm). Dari sisi eksternal, tekanan relatif moderat seiring dengan terkendalinya nilai tukar rupiah dan masih menurunnya harga komoditas global. Hal ini tercermin dari inflasi inti traded yang stabil (Grafik 1.16). Sementara itu, dari sisi domestik, tekanan inflasi relatif melambat. Hal ini tercermin dari inflasi inti nontraded yang melambat seiring dengan koreksi harga bahan pangan semenjak bulan lalu akibat melimpahnya pasokan domestik (Grafik 1.17). Di sisi lain terdapat sedikit tekanan inflasi inti sebagaimana terlihat pada jasa perumahan akibat kenaikan sewa rumah yang dipicu oleh penyesuaian tarif listrik pelanggan Rumah Tangga dengan daya di atas 6600 VA. Grafik 1.16 Inflasi Core Traded dan Faktor Eksternal Grafik 1.17 Inflasi Inti Nontraded Inflasi inti yang stabil juga ditopang oleh ekspektasi inflasi yang terjaga. Di pasar barang, meski ekspektasi inflasi jangka pendek (3 bulan) sedikit meningkat seiring kenaikan permintaan lebaran, namun masih lebih rendah dibandingkan saat terjadi cost-push kenaikan harga BBM dan nilai tukar (Grafik 1.18). Sementara itu, hasil survei Consensus Forecast (CF) bulan Mei menunjukkan ekspektasi inflasi sampai dengan akhir tahun 2014 | 10 masih stabil, namun di tahun 2015 sedikit meningkat dari 5,50% (yoy) menjadi 5,70% (yoy) (Grafik 1.19). Grafik 1.18 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Secara spasial, inflasi inti Sumatera dan Jawa terkendali, sementara inflasi inti di Kawasan Timur Indonesia cenderung meningkat Grafik 1.19 Ekspektasi Inflasi Consensus Forecast Tahunan Secara spasial, inflasi di Sumatera dan Jawa cukup terkendali didukung koreksi harga pangan yang masih terjadi di daerah tersebut. Hal ini juga tercermin pada deflasi komoditas beras di seluruh daerah di Jawa dengan deflasi terbesar terjadi di Yogyakarta. Namun, inflasi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) cenderung meningkat terutama di sebagian Kalimantan dan Papua. Peningkatan inflasi ini dipicu terutama oleh kenaikan tarif angkutan udara dan beberapa komoditas bahan makanan seperti beras, daging ayam dan ikan segar. Gambar 1.1. Peta Sebaran Inflasi Ke depan, Bank Indonesia mencermati risiko inflasi yang berasal dari pola musiman perayaan hari besar keagamaan dan risiko lainnya seperti potensi tekanan penyesuaian administered prices dan peningkatan harga pangan akibat dampak El Nino. Dalam mengantisipasi risiko tersebut, Bank Indonesia akan memperkuat langkah-langkah penguatan koordinasi pengendalian inflasi, khususnya melalui forum TPI dan TPID. | 11 Perkembangan Moneter Perkembangan suku bunga dan besaran moneter masih sejalan dengan kebijakan stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia. Selama Mei 2014, suku bunga PUAB cenderung stabil sementara suku bunga perbankan masih terus meningkat. Di sisi lain, kredit yang merupakan bagian dari M2, mencatat pertumbuhan yang terus melambat sejalan dengan moderasi perekonomian. Suku bunga PUAB O/N sepanjang Mei 2014 relatif stabil disertai penurunan volume PUAB. Rata-rata tertimbang suku bunga PUAB O/N pada bulan Mei relatif stabil sebesar 5,86% dibandingkan 5,87% pada bulan sebelumnya, sejalan dengan tertahannya kenaikan BI rate (Grafik 1.20). Namun demikian, spread suku bunga PUAB O/N terhadap DF O/N sedikit menyempit menjadi 10bps dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 12bps dan mendorong suku bunga PUAB O/N semakin ke bawah koridor suku bunga. Di sisi lain, spread suku bunga PUAB O/N terhadap BI rate melebar menjadi 165bps dari 163bps (Grafik 1.21). Sementara itu, rata-rata volume PUAB total menurun menjadi Rp11,1 triliun dari Rp12,1 triliun pada bulan sebelumnya seiring meredanya keketatan likuditas perbankan. Indikasi terjaganya likuiditas perbankan juga tercermin dari spread max-min yang relatif stabil dan rendah. 9 % rPUAB O/N rLending rate rDF O/N rBI Rate % 9 8 8 7 7 6 6 5 5 8.0 Vol DF O/N (RHS) Vol PUAB O/N (RHS) Rp T 7.5 rBI Rate rPUAB O/N 120 7.0 rDF O/N Jan‐14 Apr‐14 Jul‐13 Grafik 1.20 Suku Bunga PUAB O/N Oct‐13 Jan‐13 Apr‐13 Jul‐12 Oct‐12 Jan‐12 Apr‐12 Jul‐11 Oct‐11 Jan‐11 Apr‐11 3 Jul‐10 3 Oct‐10 4 Jan‐10 4 % rPUAB : 5.86% 6.5 100 80 6.0 60 5.5 5.0 Apr‐10 Suku bunga PUAB cenderung stabil disertai penurunan volume PUAB Avg Vol DF: Rp 88.8T RRT Vol PUAB : Rp 11.1T 40 4.5 20 4.0 3.5 Jan‐12 Apr‐12 Jul‐12 Oct‐12 Jan‐13 Apr‐13 Jul‐13 Oct‐13 Jan‐14 Apr‐14 ‐ Grafik 1.21 Suku Bunga PUAB O/N & Vol DF O/N Suku bunga perbankan masih dalam tren meningkat. Pada April 2014, rata-rata tertimbang suku bunga kredit meningkat 3 bps menjadi 12,59% dari 12,56% sementara suku bunga deposito 1 bulan naik lebih tinggi sebesar 11 bps ke level 8,10% dari 7,99%. Berdasarkan jenis penggunaannya, kenaikan suku bunga kredit utamanya didorong oleh kenaikan suku bunga Kredit Investasi (KI) yang naik 6 bps menjadi 12,06%, sementara suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Konsumsi (KK) naik masing-masing 1 bps dan 4 bps menjadi 12,38% dan 13,25% (Grafik 1.22). Dengan perkembangan ini, spread antara suku bunga kredit dan suku bunga simpanan pada bulan April menyempit menjadi 449bps dari 457bps (Grafik 1.23). | 12 % % % 15 16 12.59 13 9 12.59 7 12.38 5 13 Sb. Kredit Sb. Kredit Modal Kerja Sb. Kredit Investasi Grafik 1.22 Suku Bunga KMK, KI dan KK Sb Dep 1 bln Jul‐12 Jul‐11 Jan‐12 Jul‐10 Jan‐11 Jul‐09 Jan‐10 Jul‐08 Jan‐09 Jul‐07 Jan‐08 Jul‐06 Jan‐07 Sb Kredit BI rate Sb LPS Grafik 1.23 Selisih Suku Bunga Perbankan Berdasarkan komponennya, likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2) tumbuh lebih tinggi terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan dana pihak ketiga di perbankan. Pada April 2014, M2 tercatat sebesar Rp3.732,1 triliun, tumbuh 11,0% (yoy) atau meningkat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 10,0% (yoy). Berdasarkan komponennya, pertumbuhan M2 yang meningkat tersebut bersumber baik dari komponen M1 (Uang Kartal dan Giro Rupiah) maupun komponen Uang Kuasi (Dana Pihak Ketiga yang terdiri dari simpanan berjangka dan tabungan baik rupiah maupun valas serta simpanan giro valas) (Grafik 1.24 dan Grafik 1.25). 35 50 Pertumbuhan M2 (%yoy) 30 M2 25 Pertumbuhan M1 (%yoy) 40 Kartal 30 20 M1 M1 20 15 10 10 Uang Kuasi 5 0 Grafik 1.24 Pertumbuhan M2 dan Komponennya Jan‐14 Apr‐14 Jul‐13 Oct‐13 Jan‐13 Apr‐13 Jul‐12 Oct‐12 Apr‐12 Jan‐12 Oct‐11 Jul‐11 Jan‐11 Jan‐14 Apr‐14 Jul‐13 Oct‐13 Jan‐13 Apr‐13 Jul‐12 Oct‐12 Jan‐12 Apr‐12 Jul‐11 Oct‐11 Apr‐11 0 Apr‐11 ‐10 Jan‐11 Likuiditas perekonomian (M2) tumbuh lebih tinggi Jul‐05 0 Spread‐rhs Sb. Kredit Konsumsi 3 1 Jan‐06 12.06 Jan‐08 Mar‐08 May‐08 Jul‐08 Sep‐08 Nov‐08 Jan‐09 Mar‐09 May‐09 Jul‐09 Sep‐09 Nov‐09 Jan‐10 Mar‐10 May‐10 Jul‐10 Sep‐10 Nov‐10 Jan‐11 Mar‐11 May‐11 Jul‐11 Sep‐11 Nov‐11 Jan‐12 Mar‐12 May‐12 Jul‐12 Sep‐12 Nov‐12 Jan‐13 Mar‐13 May‐13 Jul‐13 Sep‐13 Nov‐13 Jan‐14 Mar‐14 11 Data Per Apr 2014 4 2 8.10 Jan‐05 12 7 5 Selisih rKredit ‐ rDepo1: 449 bps Jul‐13 13.25 8 6 11 14 9 Jan‐14 15 Jan‐13 17 Grafik 1.25 Pertumbuhan M1 dan Komponennya Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, pertumbuhan M2 yang lebih tinggi tersebut disebabkan oleh meningkatnya Net Foreign Assets (NFA). NFA tumbuh lebih tinggi sejalan dengan kenaikan cadangan devisa. Pada April 2014, cadangan devisa tercatat meningkat menjadi USD105,6 miliar dari USD102,6 miliar pada Maret 2014. Di sisi lain, Net Domestic Assets (NDA) tumbuh lebih rendah seiring dengan penyaluran kredit perbankan yang masih mengalami perlambatan sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Kredit perbankan1 pada April 2014 tumbuh 18,5% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan Maret 2014 yang sebesar 19,1% (yoy) (Grafik 1.26). 1 Perhitungan pertumbuhan penyaluran kredit sebesar 18,5% (yoy) pada April 2014 menggunakan konsep moneter yaitu pinjaman rupiah dan valas yang diberikan oleh Bank Umum dan BPR (tidak termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) kepada penduduk (tidak termasuk Pemerintah Pusat). Sementara itu, pertumbuhan kredit menggunakan konsep perbankan pada April 2014 tercatat sebesar 19,0% (yoy). Kredit menurut konsep perbankan adalah pinjaman | 13 60 %yoy Pertumbuhan M2: Faktor (%yoy) 50 40 30 20 10 0 ‐10 NDA M2 NFA Jan‐11 Mar‐11 May‐11 Jul‐11 Sep‐11 Nov‐11 Jan‐12 Mar‐12 May‐12 Jul‐12 Sep‐12 Nov‐12 Jan‐13 Mar‐13 May‐13 Jul‐13 Sep‐13 Nov‐13 Jan‐14 Mar‐14 May‐14 ‐20 Grafik 1.26. Pertumbuhan M2 dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Industri Perbankan Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga ditopang oleh industri perbankan yang solid sehingga mendukung proses moderasi pertumbuhan ekonomi. Risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar di industri perbankan masih tetap terkendali. Selain itu, ketahanan industri perbankan juga terpelihara, ditopang oleh modal yang masih kuat. Pertumbuhan kredit masih dalam tren melambat, tumbuh 18,5% pada April 2014 Pertumbuhan kredit masih dalam tren melambat sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, pada April 2014 kredit tumbuh 18,5% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan Maret 2014 yang sebesar 19,1% (yoy) (Grafik 1.27). Perlambatan kredit utamanya disumbang oleh perlambatan Kredit Modal Kerja (KMK), yang memiliki pangsa hingga 48% dari total kredit, menjadi 15,5% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya 16,3% (yoy). Pertumbuhan Kredit Konsumsi (KK) juga tercatat menurun menjadi 11,9% (yoy) dari 13,0% (yoy), sementara Kredit Investasi (KI) tumbuh meningkat menjadi 34,8% (yoy) dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 33,5% (yoy). Secara sektoral, perlambatan kredit dikontribusi utamanya oleh perlambatan di sektor perdagangan hotel restauran dan sektor konstruksi. Pertumbuhan kredit pada sektor-sektor tersebut melambat menjadi masingmasing 22,4% (yoy) dan 24,3% (yoy) dari 23,5% (yoy) dan 25,2% (yoy) pada bulan sebelumnya (Grafik 1.28). Grafik 1.27. Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Grafik 1.28. Pertumbuhan Kredit Menurut Sektor Ekonomi rupiah dan valas yang diberikan Bank Umum (termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) kepada penduduk (termasuk Pemerintah Pusat) dan bukan penduduk. | 14 Sementara itu, pada April 2014, pertumbuhan DPK justru meningkat didukung oleh pertumbuhan deposito yang merespon terus meningkatnya suku bunga simpanan. DPK2 tercatat tumbuh 11,03% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 10,26% (yoy). Kenaikan pertumbuhan DPK ini utamanya dikontribusi oleh deposito yang tumbuh menjadi 14,12% (yoy) dari 12,29% (yoy) pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan giro juga naik sebesar 6,55% (yoy) dari 6,23% (yoy) sementara pertumbuhan tabungan melambat menjadi 10,02% (yoy) dari 10,23% (yoy) pada bulan sebelumnya (Grafik 1.29). Grafik 1.29. Pertumbuhan DPK Daya tahan perbankan masih terjaga. CAR = 19,35% dan NPL = 2% Di tengah tren moderasi permintaan domestik, ketahanan perbankan yang tercermin pada unsur permodalan perbankan tetap terjaga dan dibarengi risiko kredit yang terkendali. Pada April 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi sebesar 19,35%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Angka ini relatif stabil dibandingkan dengan CAR pada akhir bulan sebelumnya yang sebesar 18,83%. Kondisi ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih kuat untuk mengatasi tekanan dan gejolak termasuk berlanjutnya tren kenaikan suku bunga. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 2,00% (Tabel 1.3). Tabel 1.3 Kondisi Umum Perbankan Indikator Utama Total Aset (T Rp) DPK (T Rp) Kredit* (T Rp) LDR* (%) NPLs Bruto* (%) CAR (%) NIM (%) ROA (%) * tanpa channeling Apr 4,367.8 3,299.4 2,824.2 85.60 1.96 18.61 5.42 2.92 Mei 4,418.7 3,349.6 2,887.5 86.20 1.95 18.39 5.41 2.96 Jun 4,461.8 3,374.4 2,959.1 87.69 1.88 17.98 5.43 2.98 Jul 4,510.3 3,392.9 3,021.1 89.04 1.87 17.95 5.46 3.00 2013 Ags 4,581.1 3,440.2 3,067.4 89.16 1.99 17.89 5.46 2.99 Sep 4,737.3 3,526.2 3,147.2 89.25 1.86 18.00 5.48 3.01 Okt 4,717.0 3,520.9 3,159.5 89.74 1.91 18.36 5.50 3.03 Nov 4,817.8 3,563.4 3,214.4 90.21 1.88 18.60 5.51 3.04 Des 4,954.5 3,664.0 3,292.9 89.70 1.77 18.36 4.89 3.08 Jan 4,880.5 3,594.7 3,258.4 90.65 1.90 19.63 4.11 2.85 2014 Feb Mar 4,888.8 4,933.0 3,603.6 3,618.1 3,267.8 3,306.9 90.68 91.40 1.99 2.00 19.78 19.83 4.12 4.28 2.74 2.94 Apr 5,008.1 3,694.8 3,361.3 90.98 2.05 19.35 4.26 2.86 2 Perhitungan pertumbuhan DPK sebesar 11,03% (yoy) pada April 2014 menggunakan konsep moneter yaitu simpanan milik pihak ketiga, baik dalam rupiah maupun valas, pada Bank Umum dan BPR (tidak termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) dalam bentuk tabungan, giro, dan simpanan berjangka. DPK menurut konsep moneter tidak termasuk simpanan milik Pemerintah Pusat dan simpanan milik bukan penduduk. Sementara itu, DPK menurut konsep perbankan pada April 2014 mencatat pertumbuhan sebesar 12,0% (yoy). DPK menurut konsep perbankan adalah simpanan milik pihak ketiga, baik dalam rupiah maupun valas, pada Bank Umum (termasuk kantor cabang bank yang beroperasi di luar wilayah Indonesia) dalam bentuk tabungan, giro, dan simpanan berjangka. DPK menurut konsep perbankan meliputi pula simpanan milik Pemerintah Pusat dan simpanan milik bukan penduduk. | 15 Pasar Saham dan Pasar Surat Berharga Negara Sejumlah sentimen positif mendukung penguatan IHSG ke level 4.893,91 di akhir Mei 2014 Pasar saham domestik selama Mei 2014 menunjukkan kinerja positif seiring dengan perbaikan data ekonomi domestik dan sentimen positif di tingkat global. IHSG pada Mei 2014 mencapai level 4.893,91 (30 Mei 2014) atau naik 1,1% (yoy) dibandingkan April 2014 yang sebesar 4.840,15. IHSG bahkan sempat mencapai level tertinggi sepanjang 2014 yaitu 5.031,57 (16 Mei) meski kemudian mengalami koreksi akibat aksi wait and see investor yang menunggu hasil pemilihan umum Presiden di bulan Juli mendatang. Namun demikian, kinerja IHSG ini lebih tinggi dibandingkan bursa saham lain di kawasan (Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura) (Grafik 1.30). Sektor infrastruktur mengalami penguatan terbesar dengan naik 6,5% (mtm) diikuti sektor pertambangan yang menguat 4,7% (mtm). Sementara itu, sektor lainnya menguat di kisaran 0,9 - 2,0%. Sektor yang mengalami pelemahan adalah sektor aneka industri, pertanian, dan konsumsi (Grafik 1.31). Grafik 1.30. IHSG dan Indeks Bursa Global Mei 2014 Grafik 1.31. Indeks Sektoral Mei 2014 Kinerja positif pasar saham tidak terlepas dari pengaruh perilaku investor non residen. Selama Mei 2014, investor non residen terus menambah kepemilikannya di pasar saham seiring dengan positifnya kondisi global dan meningkatnya optimisme investor terhadap perekonomian domestik. Investor non residen tercatat melakukan net beli sebesar Rp8,09 triliun, relatif stabil dibandingkan April 2014 yang mengalami net beli sebesar Rp8,67 triliun. Sampai dengan Mei 2014, posisi kepemilikan saham oleh investor non residen adalah sebesar 64% dan investor lokal sebesar 36% (Grafik 1.32). Grafik 1.32. Kinerja IHSG dan Net Beli/Jual Asing | 16 Kinerja SBN sedikit menurun akibat perilaku “wait and see” investor. Hal ini tercermin dari yield SBN yang meningkat 4,25 bps. Berbeda dengan situasi di pasar saham, kinerja pasar SBN mengalami sedikit penurunan seiring dengan perilaku investor yang menunggu hasil Pemilihan Umum Presiden di bulan Juli mendatang. Selama Mei 2014, yield SBN meningkat 4,25 bps menjadi 7,91% dibandingkan April 2014 yang sebesar 7,86%. Peningkatan yield terjadi di seluruh tenor. Yield jangka pendek, menengah dan panjang meningkat masingmasing sebesar 0,25 bps, 5,97 bps dan 6,13 bps menjadi sebesar 7,29%, 7,95% dan 8,65% (Grafik 1.33). Pelemahan harga SBN dimanfaatkan oleh pelaku non residen untuk terus menambah kepemilikannya di pasar SBN. Investor non residen tercatat menambah eksposur mereka pada pasar SBN. Selama Mei 2014, investor non residen membukukan net beli sebesar Rp20,15 triliun, meningkat dibandingkan kondisi April 2014 yang membukukan net beli sebesar Rp16,10 triliun (Grafik 1.34). Dibandingkan posisi April 2014, kepemilikan SBN oleh perusahaan asuransi, investor non residen, dan dana pensiun mengalami peningkatan sementara kepemilikan SBN oleh bank dan Bank Indonesia menurun. Dengan perkembangan tersebut, porsi kepemilikan asing di SBN meningkat menjadi 34,64% dibandingkan posisi bulan April 2014 yang sebesar 33,50%. Pembelian SBN oleh investor non residen terjadi di seluruh tenor. Grafik 1.33. Perubahan Yield Bulanan (mtm) Grafik 1.34. Yield SBN dan Net Jual/Beli Asing Bulanan Pembiayaan Non Bank Pembiayaan ekonomi non bank tetap terjaga meski masih berada dalam tren menurun sejalan dengan dampak moderasi pertumbuhan ekonomi. Selama Mei 2014, total pembiayaan melalui penerbitan saham perdana, right issue, obligasi korporasi, medium term notes, promissory notes dan instrumen keuangan lainnya mencapai Rp9,0 triliun atau tumbuh negatif -0,61% (yoy), sedikit membaik dibandingkan dengan pertumbuhan April 2014 yang mencatat -0,69% (yoy) (Tabel 1.4). Berdasarkan komponennya, pembiayaan nonbank pada Mei 2014 didominasi oleh obligasi yakni sebanyak Rp6,6 triliun. Sementara itu, pembiayaan melalui saham tercatat Rp0,5 triliun dimana sampai dengan Mei 2014 tercatat 10 perusahaan telah melakukan initial public offering (IPO) dari total 13 perusahaan yang direncanakan IPO pada tahun ini. | 17 Tabel 1.4. Pembiayaan Non Bank Rp, Triliun 2012 2013 2014 TW I TW II TW III TW IV Total Mei TW I TW II TW III TW IV Total Jan Feb Mar Apr Mei TW I Total Non Bank Saham 13.6 47.3 10.8 37.2 108.9 23.5 16.3 58.3 3.6 34.7 112.9 3.4 4.9 10.2 2.8 9.0 18.4 30.3 2.4 5.6 1.8 11.2 21.0 16.0 2.8 29.3 2.8 22.7 57.5 2.7 0.0 5.5 0.4 0.5 8.2 9.1 w/o Emiten Sektor Keuangan 0.0 Obligasi 9.6 41.0 7.1 20.1 77.7 7.5 12.7 27.7 0.3 w/o Emiten Sektor Keuangan 8.3 26.2 4.8 14.4 0.0 7.5 30.8 MTN dan Promissory Notes + NCD 1.6 0.8 1.9 5.9 10.1 0.0 0.8 1.3 0.6 2.2 4.9 0.6 0.1 0.9 0.5 2.0 1.6 4.1 w/o Emiten Sektor Keuangan 1.3 0.6 0.1 1.1 3.2 2.3 0.1 0.7 0.0 3.1 2.2 53.7 1.8 2.1 0.0 0.3 9.9 0.7 6.0 13.5 1.3 1.2 0.1 9.1 16.6 0.4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.4 0.4 9.9 50.5 0.0 4.8 3.7 1.9 6.6 8.5 17.0 0.0 0.6 3.2 0.0 3.2 0.6 0.4 0.3 5.8 1.8 6.4 1.2 12.6 3.3 Sumber: OJK, BEI, diolah | 18 3 RESPONS KEBIJAKAN MONETER Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12 Juni 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menilai proses penyesuaian ekonomi berjalan cukup baik, meskipun terdapat sejumlah risiko yang perlu diwaspadai, dan menempuh langkah-langkah antisipatif guna memastikan sasaran inflasi dapat dicapai dan kinerja transaksi berjalan terus membaik. Untuk itu, Bank Indonesia akan senantiasa memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta kebijakan untuk memperkuat struktur perekonomian domestik dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN korporasi. Selain itu, Bank Indonesia juga akan meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan. | 19 INDIKATOR TERKINI SEKTOR KEUANGAN SUKU BUNGA & SAHAM Suku bunga SBI 9 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln Suku bunga deposito 3 bln JIBOR satu minggu 2) IHSG Indeks 3) 2013 Mar Juni Sep Des Jan 4.87 5.51 5.64 4.28 4,941 5.28 5.60 5.72 4.46 4,819 6.96 6.73 6.58 5.89 4,316 7.22 7.92 7.64 6.99 4,274.18 7.23 7.89 7.95 6.44 4,418.76 BESARAN MONETER (miliar Rp) Uang Primer M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D) Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposito Tabungan Total Deposito (Valas) Simpanan Giro Valuta Asing Surat Berharga Selain Saham (S) 664,935 810,112 331,226 478,886 3,322,586 2,500,342 2,127,118 1,125,587 1,001,530 182,383 190,841 12,132 691,678 858,557 347,204 511,353 3,413,437 2,543,285 2,139,112 1,116,098 1,023,014 198,689 205,484 11,594 715,662 867,721 360,085 507,636 3,584,017 2,691,903 2,218,323 1,148,970 1,069,352 232,808 240,772 24,394 821,679 887,064 399,589 487,475 3,727,696 2,817,826 2,338,485 1,186,783 1,151,702 236,925 242,416 22,805 Tagihan pada Dunia Usaha Kredit-Bank Umum Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar Aktiva Luar Negeri Bersih Aktiva Dalam Negeri Bersih Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat Tagihan Kepada Sektor Lainnya 3,322,586 947,362 2,375,225 366,902 2,973,874 3,413,437 833,821 2,579,616 330,871 3,180,790 3,584,017 972,110 2,611,907 342,434 3,382,424 13.46 13.42 15.39 12.10 14.10 14.54 13.43 10.13 17.38 22.69 20.04 -17.86 10.25 10.15 10.34 10.03 11.87 12.77 11.61 9.85 13.61 20.59 18.13 -30.20 14.01 2.29 19.47 23.49 20.61 2) 2) PERTUMBUHAN BESARAN MONETER (%,YOY) Uang Primer M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D) Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposito Tabungan Total Deposito (Valas) Simpanan Giro Valuta Asing Surat Berharga Selain Saham (S) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar Aktiva Luar Negeri Bersih Aktiva Dalam Negeri Bersih Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat Tagihan Kepada Sektor Lainnya Feb 7.17 7.98 8.03 6.51 4,620.22 2014 Mar Apr Mei 7.13 7.99 8.28 6.55 4,768.28 7.14 8.10 8.34 6.56 4,840.15 7.15 4,893.91 781,500 842,669 380,061 462,608 3,649,270 2,784,379 2,325,640 1,207,618 1,118,022 222,396 236,344 22,223 755,167 771,365 834,526 853,494 367,645 377,429 466,881 476,065 3,639,494 3,656,440 2,783,476 2,781,019 2,332,776 2,347,505 1,222,600 1,251,956 1,110,176 1,095,549 213,893 213,875 236,807 219,639 21,492 21,928 778,697 886,620 378,491 508,129 3,732,093 2,824,253 2,387,641 1,283,873 1,103,768 213,269 223,343 21,220 - 3,727,696 1,011,361 2,716,334 406,612 3,525,435 3,649,270 1,035,758 2,613,512 345,714 3,490,575 3,639,494 3,656,440 1,013,467 987,705 2,626,027 2,668,735 318,741 308,681 3,503,344 3,544,990 3,732,093 1,015,014 2,717,079 314,193 3,605,194 - 12.02 9.08 10.60 8.02 14.63 16.05 12.66 11.46 13.98 29.07 41.53 112.91 16.58 5.39 10.39 1.61 12.76 14.84 11.69 11.28 12.12 33.47 32.95 118.85 17.69 6.95 16.27 0.34 11.64 12.72 10.83 11.70 9.91 28.10 19.32 105.22 15.21 6.09 14.34 0.39 10.94 12.10 10.62 11.14 10.04 26.00 15.89 97.89 16.01 5.35 13.95 -0.59 10.05 11.23 10.36 11.23 9.39 17.27 15.09 80.74 16.72 6.53 16.68 0.05 11.04 12.26 11.22 13.29 8.90 19.56 17.14 64.47 - 11.81 -9.91 21.26 16.37 20.03 14.57 -0.36 21.34 14.57 22.79 12.70 4.76 15.98 4.31 20.84 11.64 7.87 13.21 -8.63 20.60 10.94 8.08 12.09 -11.79 19.78 10.05 4.26 12.36 -15.87 19.20 11.04 7.96 12.24 -7.94 19.06 - 0.63 5.90 1.03 5.90 -0.35 8.40 0.55 8.38 1.07 8.22 0.26 7.75 0.08 7.32 -0.02 7.25 0.16 7.32 9,718 12,727 10,971 9,925 11,970 12,029 11,580 12,248 11,811 12,170 13,672 11,313 12,210 12,051 11,372 11,609 11,983 10,357 11,360 12,648 10,487 11,562 11,772 12,652 11,675 - HARGA Inflasi bulanan (%, mtm) Inflasi tahunan (%, yoy) SEKTOR EKSTERNAL Rp/USD (akhir periode, nilai tengah) Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) 4) Net International Reserve (juta USD) INDIKATOR KUARTALAN Pertumbuhan PDB (%, yoy) Konsumsi Investasi (PMTDB) Perubahan Stok Ekspor Impor 1) minggu terakhir Tw.I Tw.II 6.00 4.77 5.54 16.50 3.58 -0.03 2013 Tw.III 5.80 4.78 4.47 4.04 4.82 0.69 5.62 5.89 4.54 -8.01 5.25 5.09 2014 Tw.IV 5.70 5.44 4.37 -8.63 7.40 -0.60 Tw I 5.21 5.41 5.13 15.98 -0.78 -0.66 2) rata-rata tertimbang 3) penutupan pada akhir periode 4) closed file Sumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Maret, April, Juni, Juli, September, Oktober dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan Grup Kebijakan Moneter Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Telp: +62 21 2981 8334/6902 Fax: +62 21 345 2489 Email: [email protected] Website: http//www.bi.go.id Dewan Gubernur Agus D.W. Martowardojo – Gubernur Mirza Adityaswara – Deputi Gubernur Senior Halim Alamsyah – Deputi Gubernur Ronald Waas – Deputi Gubernur Perry Warjiyo – Deputi Gubernur Hendar – Deputi Gubernur | 20