I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan penderita meninggal dalam hitungan beberapa hari saja. Dalam skala global, diperkirakan 2,5 miliar manusia beresiko terkena penyakit ini. Sekitar 975 juta manusia yang beresiko terkena DBD itu berada di negara tropis dan subtropis Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika (Guzman et al., 2010). Jumlah rata-rata kasus DBD di dunia yang dilaporkan oleh WHO telah meningkat secara drastis dalam beberapa tahun terakhir. Rata-rata kasus pertahun pada 2010 adalah 2.204.516 kasus. Jumlah ini meningkat pesat jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya 1.451.083 kasus (WHO, 2012). Kasus DBD di Indonesia pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya. Jumlah kasus yang dilaporkan pada saat itu sebanyak 58 kasus dengan angka kematian atau case fatality rate (CFR) 41,3%. Sejak saat itu, penyakit ini terus menyebar ke seluruh Indonesia. Jumlah kasus yang terjadi di Indonesia tiap tahun cenderung terus meningkat. Pada 1968 angka insiden DBD hanya 0,05 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2013 angka insiden telah meningkat menjadi 35-40 per 100.000 penduduk, namun nilai CFR nya cenderung menurun. Pada tahun 2009 nilai CFR DBD di Indonesia adalah 0,89% (PDSE Kemenkes RI, 2010). Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus DBD terbesar ke 2 di dunia setelah Brasil. Berdasarkan data WHO (2012), jumlah ratarata kasus pertahun di Indonesia pada kurun waktu 2004-2010 adalah 129.435 kasus, sedangkan Brasil yang menduduki peringkat pertama memiliki rata-rata 447.466 kasus per tahun. Peningkatan jumlah kasus DBD di Indonesia terjadi karena jumlah vektor penyakit (nyamuk) yang terus meningkat. Peningkatan ini disebabkan tidak adanya kontrol nyamuk yang efektif. Selain itu, meningkatnya mobilitas penduduk serta berubahnya interaksi virus-host yang mengakibatkan infektivitas semakin tinggi juga bertanggung jawab terhadap peningkatan kasus DBD di Indonesia (Karyanti et al., 2014). Beragam metode telah dikembangkan untuk mendeteksi virus Dengue. Secara umum, metode untuk mendeteksi virus Dengue dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu, metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah metode yang langsung mengidentifikasi keberadaan virus, contohnya dengan melakukan isolasi virus, deteksi genom virus, dan deteksi antigen virus. Metode tidak langsung adalah metode yang mengidentifikasi respon imun tubuh terhadap keberadaan virus, contohnya uji serologi IgM dan IgG. Metode langsung memiliki keunggulan yaitu dapat dilakukan pada tahapan awal munculnya gejala DBD dan memiliki spesifisitas yang tinggi, namun, pengambilan darah pasien yang diuji dengan metode langsung harus dilakukan di waktu yang tepat. Titer virus dalam darah umumnya akan menurun setelah hari ketiga terinfeksi virus (WHO, 2009). Metode tidak langsung dilakukan dengan mendeteksi antibodi pada serum atau cairan tubuh lain. Antibodi yang dideteksi adalah IgM dan IgG. Antibodi tidak dapat mengidentifikasi virus Dengue sampai ke tingkat serotipe (Peeling et al., 2010). Dalam 2 dekade terakhir, telah dikembangkan pula metode untuk mendeteksi genom virus Dengue dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pengembangan dari PCR yang sering digunakan untuk mendeteksi virus Dengue adalah Reverse Transcriptase-PCR (RT-PCR). Dengan teknik ini, pertama-tama akan dihasilkan single strand DNA dari untai RNA virus, selanjutnya untai tersebut akan dibuat menjadi double strand DNA yang selanjutnya diamplifikasi sehingga menghasilkan untai DNA baru. RT-PCR memerlukan peralatan dan perlengkapan laboratorium yang relatif mahal, khususnya alat thermocycler. (Darwish et al., 2015). Selain RT-PCR, dikembangkan pula metode Nucleic Acid Sequence-Based Amplification (NASBA). NASBA merupakan metode amplifikasi RNA yang dilakukan dalam kondisi isotermal. Oleh karena itu, metode NASBA tidak memerlukan thermocycler. Tidak seperti RT-PCR yang bergantung pada konversi RNA menjadi DNA dan kemudian diamplifikasi, NASBA mengamplifikasi RNA menggunakan primer spesifik. Hasil amplifikasi ini akan diidentifikasi dengan elektroforesis. Metode ini sudah digunakan untuk mendeteksi penyakit malaria, Cytomegalovirus, dan HIV (Halstead, 2008), namun untuk Dengue masih dalam pengembangan. Anggraeni (2014) telah berhasil mengembangkan NASBA untuk mendeteksi virus Dengue secara keseluruhan (untuk semua serotipe). Hasil amplifikasi RNA ini kemudian dideteksi dengan LFIA (Lateral Flow Immunoassay). Hasil penelitian Anggraeni (2014) menunjukkan bahwa NASBA dapat digunakan untuk mendeteksi virus Dengue. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dikembangkan NASBA dengan rancangan primer baru. Pasangan primer ini mengenali daerah conserved yang mengapit daerah variabel pada genom virus Dengue sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi semua serotipe virus Dengue. Adanya daerah variabel yang ikut diamplifikasi juga memungkinkan pengembangan deteksi virus Dengue hingga ke tingkat serotipe. 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1.2.1 Apakah rancangan primer NASBA baru dapat digunakan untuk mendeteksi virus Dengue? 1.2.2 Bagaimana perbandingan sensitivitas dan spesifisitas antara NASBA dan RT-PCR untuk deteksi virus Dengue dalam skala laboratorium? 1.3 Tujuan 1.3.1 Membuktikan kemampuan rancangan primer NASBA baru dalam mendeteksi virus Dengue. 1.3.2 Membandingkan sensitivitas dan spesifisitas antara NASBA dan RT-PCR untuk deteksi virus Dengue dalam skala laboratorium. 1.4 Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan metode NASBA untuk mendeteksi virus Dengue. Berikut beberapa penelitian lain yang menggunakan metode serupa beserta persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan: 1.4.1 Wu et al., 2001 / Detection of Dengue Viral RNA Using a Nucleic Acid Sequence-Based amplification Assay. Pada penelitian ini, digunakan sampel darah pasien DBD yang diperoleh dari Taiwan, Indonesia, dan Peru. Hasil isolasi RNA diamplifikasi dengan NASBA menggunakan pasangan primer P1 dan P2. Primer P1 merupakan reverse primer yang dilengkapi dengan sekuens T7 promoter untuk menginisiasi proses amplifikasi. Primer P2 mengandung sekuens yang homolog dengan probe detektor. Empat macam capture probe digunakan dengan sistem deteksi electrochemiluminescence sehingga hasil NASBA dapat dibedakan hingga ke tingkat serotipe. 1.4.2 Humaidah et al., 2012 / Deteksi Virus Den-1 Berbasis Loop Mediated Isothermal Amplification (LAMP) dan Dipstick Nucleic Acid Lateral Flow (NALF). Penelitian ini difokuskan untuk mendeteksi virus Dengue serotipe 1 (DENV-1). Proses amplifikasi RNA virus dilakukan secara isotermal, namun menggunakan metode yang berbeda, yaitu LAMP. Primer forward LAMP disintesis dengan label biotin. Produk LAMP dihibridisasi dengan probe yang dilabel dengan FITC pada ujung 5’. 1.4.3 Anggraeni, 2014 / Pengembangan Lateral Flow Immunoassay (LFIA) Sebagai Alat Deteksi Amplifikasi Isotermal Virus Dengue. Penelitian ini berfokus pada pengembangan NASBA dan sistem deteksi amplikon RNA dengan LFIA. Primer dirancang pada daerah conserved genom virus Dengue dan dapat mendeteksi semua serotipe virus Dengue. Penelitian dilakukan menggunakan primer rancangan baru yang dapat digunakan untuk mendeteksi semua serotipe virus Dengue. Perancangan primer dilakukan dengan bantuan software CLC Main Workbench 7.6.3 dengan template RNA berupa 77 sekuens virus Dengue asal Indonesia yang diperoleh dari GenBank (Benson et al., 2009). Deteksi produk NASBA dilakukan dengan melakukan elektroforesis. 1.5 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat: 1.5.1 Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam deteksi penyakit secara molekular serta sebagai referensi untuk penelitian berikutnya. 1.5.2 Memberikan masukan mengenai metode cepat, sensitif, spesifik, dan berbiaya relatif murah yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi virus Dengue. 1.5.3 Memberikan peringatan dini pada masyarakat agar dapat segera mengambil langkah-langkah yang tepat jika diduga terinfeksi virus Dengue.