1 BAB I PENDAHULUAN Endometriosis adalah suatu

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Endometriosis adalah suatu penyakit yang lazim menyerang wanita di usia
reproduksi. Penyakit ini merupakan kelainan ginekologis yang menimbulkan
keluhan
nyeri
haid,
nyeri
saat
senggama,
pembesaran
ovarium
dan
infertilitas.Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal dari lapisan uterus
yaitu endometrium menyerang organ-organ di rongga pelvis dan tumbuh di sana.
Jaringan endometrium yang salah tempat ini menyebabkan iritasi di rongga pelvis
dan
menimbulkan
gejala
nyeri
serta
infertilitas
(American
Society
Endometriosis,2009 ; Oepomo,2009)
Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung
atau flek-flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek
ini bisa berwarna bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan
endometriosis dapat tumbuh di permukaan rongga pelvis, peritoneum, dan organorgan di rongga pelvis, yang kesemuanya dapat berkembang membentuk nodulnodul. Endometriosis bisa tumbuh di permukaan ovarium atau menyerang bagian
dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah yang disebut sebagai kista
endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat
penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran
kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur.
Endometriosis dapat mengiritasi jaringan di sekitarnya dan dapat menyebabkan
perlekatan (adhesi) akibat jaringan parut yang ditimbulkannya (American Society
Endometriosis,2009).
Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai
40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara
perempuan dan anak perempuan dari wanita yang menderita endometriosis
berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang menjadi endometriosis.
Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk
menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 3040%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah
1
mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah
pengobatan berkisar 30% (Oepomo,2009).
Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif
tidak memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit
tersebut belum terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis
hanya dapat dievaluasi saat ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi
merupakan tindakan yang minimal invasif tetapi memerlukan keterampilan
operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi dari yang ringan
sampai berat. Alasan yang dikemukakan tadi menyebabkan banyak penderita
endometriosis yang tidak mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk
mengetahui
apakah
endometriosis
sudah
berhasil
diobati
atau
tidak
(Oepomo,2009).
Berikut ini akan disampaikan kasus seorang pasien yang datang ke
Instalasi Gawat Darurat VK Rumah Sakit Margono Soekarjo dengan keluhan
benjolan di perut bawah disertai keluhan tambahan berupa nyeri haid yang hebat.
Pasien ini didiagnosis sebagai kista endometriosis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, serta diperkuat oleh temuan
operasi laparatomi yang dilakukan pada pasien ini.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. T
Usia
: 30 tahun
Pendidikan
: SMP
Agama
: Islam
Suku/bangsa
: Jawa
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Desa Pangobogan Kulon Cilongok RT 01/07
Tanggal/Jam Masuk
: 26 September 2013/ Pukul 15.00 WIB
II.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Autoanamnesa
Perut semakin membesar
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Margono Soekarjo dengan
keluhan perut semakin membesar disertai dengan sesak. Sejak 10 bulan yang
lalu pasien mengeluhkan nyeri haid yang sangat hebat sekali, nyeri dirasakan
seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan terus menerus selama haid, Haid
berlangsung selama 7 hari, ganti pembalut tiga sampai emat kali dalam satu
hari. Kemampuan pasien menjalankan aktifitasnya setiap hari berkurang
dikarenakan sakitnya, nyeri saat bersenggama disangkal, riwayat perdarahan
di luar siklus haid disangkal.
4 bulan yang lalu pasien mengeluhkan teraba benjolan pada perut
bagian bawah sebesar telur ayam terasa lunak dan mudah digerakan tidak
terasa nyeri, semakin lama benjolan semakin membesar hingga sekarang
sebesar kepala bayi. Pasien rutin berobat di dokter, diberikan obat setelah
diberkan obat keluhan nyeri saat hadi pasien berkurang.
3
Pasien tidak mengeluhkan demam, penurunan nafsu makan,
penurunan berat badan, mual muntah maupun gangguan pada buang air kecil
dan buang air besar. Tidak ada riwayat pengeluaran darah di luar haid.
Riwayat Menstruasi
-
Menarche
: usia 14 tahun
-
Sebelum terdiagnosis kista : lama mens 8 hari, siklus 28 hari, ada
nyeri saat mens, dalam sehari 3 kali ganti
pembalut
-
Setelah terdiagnosis kista
: lama mens 8 hari, siklus 28 hari, tidak ada
nyeri saat mens, dalam sehari 3 kali ganti
pembalut.
Riwayat Obstetri
P0A0
Riwayat Menikah
1 kali / 8 tahun
Riwayat KB
Pasien tidak pernah menggunakan KB
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
-
Riwayat asma disangkal
-
Riwayat penyakit jantung disangkal
-
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
-
Riwayat keluhan yang sama disangkal
-
Riwayat penyakit darah tinggi disangkal
-
Riwayat asma disangkal
-
Riwayat Penyakit jantung disangkal
-
Riwayat kencing manis disangkal
-
Riwayat penyakit keganasan dalam keluarga disangkal
4
Riwayat Kebiasaan
Makan-makanan gorengan terutama mendoan,mie ayam,dan jarang makan
sayur.
II.3. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik Umum
Status Pasien:
- Keadaan umum
: Sedang
- Kesadaran
: Compos mentis
- Tekanan darah :
120/80 mmHg
- Nadi
: 100 x/menit
- Pernapasan
: 24 x/menit
- Suhu badan
: 36,7 ºC
- Tinggi badan
: 147 cm
- Berat badan
: 40 kg
- Gizi
: Kurang
- Mata
: Konjungtiva palpebra mata kanan dan kiri tidak
anemis, tidak ada sklera ikterik pada mata kanan
dan kiri.
- Telinga
: Tidak ada ottorhea.
- Hidung
: Tidak keluar secret
- Mulut
: Mukosa bibir tidak sianosis
- Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Thorax
Paru
Inspeksi
: Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris
(tidak ada gerakan nafas yang tertinggal), tidak ada
retraksi spatium intercostalis.
Palpasi
: Gerakan dada simetris, vocal fremitus kanan sama
dengan kiri
5
Perkusi
: Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi
: Suara dasar nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi basah
kasar di parahiler dan ronkhi basah halus di basal pada
kedua lapang paru, tidak ditemukan wheezing.
Jantung
Inspeksi
: Tidak tampak pulsasi ictus cordis pada dinding dada
sebelah kiri atas.
Palpasi
: Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V, 2 jari
medial LMC sinistra
Perkusi
: Batas jantung kanan atas SIC II LPSD
Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD
Batas jantung kiri atas SIC II LPSS
Batas jantung kiri bawah SIC V LMCS
Auskultasi
: S1>S2 reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan
gallop.
Abdomen
Inspeksi
: Perut datar, tidak tampak benjolan, striae (-)
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Perkusi
: Timpani, shifting dullness (-), pekak didaerah masa
Palpasi
: Teraba masa di regio suprapubis sebesar kepala bayi
dengan
konsistensi
kistik,
permukaan
licin,
batas
tegas,mobile, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Status Genitalia
a.
Status Genitalia Eksterna
-
Mons pubis: Distribusi rambut pubis merata
-
Labia mayora: Massa (-), hiperemis (-)
-
Labia minora: Massa (-), hiperemis (-)
-
Introitus vagina: Fluksus (-), fluor albus (-), massa (-), hiperemis (-),
pembesaran kelenjar bartholini (-)
-
Orifisium uretra eksterna: Dalam batas normal
6
b. Inspekulo
-
Discharge: Fluor albus (-), fluksus (-)
-
Dinding vagina: Licin (+), hiperemis (-), massa (-), edema (-),
ruggae vaginales (+)
-
Portio: Posisi posterior, ukuran sebesar telur ayam, permukaan rata
(+), benjolan (-), tampak licin (+), erosi (-), hiperemis (-), fluksus (-)
c.
-
Ostium uteri eksternum: tertutup
-
Fornix: Menonjol (-)
Palpasi Bimanual
-
Dinding vagina: Teraba licin, nyeri tekan (-), massa (-), ruggae
vaginales (+)
-
Portio: Ukuran sebesar ibu jari kaki, permukaan licin, rata, tidak
berbenjol-benjol, konsistensi kenyal, portio tebal, dan ikut bergerak
saat massa abdomen digerakan
-
Ostium uteri eksternum: tertutup
-
Corpus uteri: Sulit dinilai
-
Adnexa sinistra: Massa (-), ovarium teraba, nyeri tekan (-)
-
Adnexa dekstra: Massa (+), ukuran sebesar kepala bayi, konsistensi
kistik permukaan rata di antara massa padat, permukaan rata, mobile,
nyeri tekan (-)
II.4. RESUME MASUK
P0A0, 30 tahun, masuk Rumah Sakit Prof. DR. Margono Soekarjo
tanggal 26 September 2013 pukul 15.00 WIB dari Instalansi Gawat Darurat
VK Rumah Sakit Margono Soekarjo dengan keluhan perut semakin
membesar disertai dengan sesak. Sejak 10 bulan yang lalu pasien
mengeluhkan nyeri haid yang sangat hebat sekali, nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan terus menerus selama haid, Haid berlangsung
selama 7 hari, ganti pembalut tiga sampai emat kali dalam satu hari.
7
4 bulan yang lalu pasien mengeluhkan teraba benjolan pada perut
bagian bawah sebesar telur ayam tangan terasa lunak dan mudah digerakan
tidak terasa nyeri, semakin lama benjolan semakin membesar hingga
sekarang sebesar kepala bayi. Pasien rutin berobat di dokter, diberikan obat
setelah diberkan obat keluhan nyeri saat hadi pasien berkurang.
Status Praesens:
KU
: Sedang
Kes
: Compos Mentis
TD
: 120/80 mmHg
S
: 36,4 ºC
N
: 100 x/menit
R
: 22 x/menit
II.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan USG (28/09/2013):
Masa kistik dengan septasi dan ada bagian solid didalamnya, ukuran tidak
terjangkai probe pada regio kavum pelvis sampai kavum abdomen Curiga
berasl dari adneksa. Tak tampak kelainan pada sonografi organ-organ intra
abdomen di atas.
Pemeriksaan Foto Thoraks PA (28/09/2013):
Cor
: CTR <50%, bentuk dan letak jantung normal
Pulmo
: Corakan vaskuler rapat
Tampak bercak pada parakardial kanan
Hemidiafragma setinggi kosta 8 posterior
Sinus kostofrenikus kanan-kiri lancip
Tak tampak lesi litik, sklerotik maupun destruksi tulang kosta, klavikula,
dan skapula yang terlihat
Kesan : Cor tak Membesar
Tak tampak Metastasis pada pulmo maupun tulang
8
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan
Darah Lengkap
Hemoglobin
Hasil
Nilai Rujukan
10.6 g/dL (L)
12 - 16 gr/dl
Leukosit
7660/uL
4.800 –10.800/µL
Hematokrit
33%
37 - 47%
Eritrosit
4.2 10ˆ6/uL
4.2 – 5.4 juta/µL
Trombosit
361000 /uL
150.000 -400.000/µL
MCV
78.9
80 – 96 fL
MCH
25.1 pg
27 – 32 pg
MCHC
31.6 %
33 – 37 gr/dL
RDW
14.6 %
11,5 – 14,5 %
Hitung Jenis
Basofil
0.3 %
0–1%
Eosinofil
2.3 %
1–3%
Batang
0.1 %
2–6%
Segmen
49.5 %
50 – 70 %
Limfosit
41.1 %
20 – 40 %
Monosit
6.7 %
2 -8 %
PT
14.0 detik
9,8 – 12,6 detik
APTT
29.9 detik
27 – 39 detik
26 U/L
15 - 37 /µL
SGPT
18 U/L
30 – 65 /µL
Ureum Darah
16.2 mg/ dL
14.98 – 38.52 mg/dL
Kreatinin Darah
0.75 mg/ dL
0.60 – 1.00 mg/dL
Glukosa Sewaktu
78 mg/ dL
<200 mg/dL
Natrium
146 mmol/L
136 – 145 mmol/L
Kalium
4.4 mmol/L
3,1 – 5,1 mmol/L
Klorida
99 mmol/L
98 – 107mmol/L
KIMIA KLINIK
SGOT
Globulin
2.7 – 3.2 gr/dL
9
Total Protein
5.13 g/dL
6.4- 8.2 gr/dL
Albumin
3.39 g/dL
3.4 – 5.0 gr/dL
Globulin
2.74 g/dL
2.7 – 3.2 gr/dL
Kalsium
8.3 g/dL
8.4 – 10.2 mg/dl
Urine Lengkap
Fisis
Warna
Kuning
Kuning muda-tua
Jernih
Khas
Jernih
Khas
1.925
1.010 – 1.030
5.5
4.6 7.8
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Negatif
Negatif
0-1
2-3
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Non reaktif
Negatif
Nonreaktif
-
Kejernihan
Bau
Kimia
Berat Jenis
pH
Leukosit
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Eritrosit
Sedimen
Eritrosit
Leukosit
Epitel
Silinder Hialin
Silinder Lilin
Granuler Halus
Granuler Kasar
Kristal
Bakteri
Trikomonas
Jamur
SERO IMUNOLOGI
HbsAg
Test Kehamilan
II.6. DIAGNOSIS
P0A0, usia 30 tahun dengan kista endometriosis
10
II.7. Diagnosis Banding

Kistoma Ovarii

Ca Ovarium
II.8. PLANNING
- Rawat Teratai
- Foto thorax PA
- Rencana laparotomi eksplorasi dan de bulking
- Monitor: Observasi keluhan dan vital sign
- IVFD RL 20 tpm
-
Pemberian keterolac 1x1 ampul
II.9. SIKAP
Tanggal 26 September 2013

Pukul 15.06 dokter jada IGD menginstruksikan untuk rawat di bangsal
Teratai.

Dokter menginstruksikan untuk memberikan IVFD RL 20 tpm,
Oksigen 2-3 liter per menit dan keterolac 1x1ampul

Dokter menginstruksikan untuk dilakukan pemeriksaan darah lengkap
dan urin lengkap
Tanggal 27 September 2013

Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm dan
pemeriksaan USG Abdomen
Tanggal 28 Septermber 2013

Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm dan
menunggu hasil pemeriksaan USG Abdomen
Tanggal 30 September 2013

Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm

Hasil USG sudah ada, rawat bagian obsetri dan gynecologi
Tanggal 01 Oktober 2013

Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm dan rencana
pro operasi explorasi laparotomi
11
Tanggal 02 Oktober 2013

Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm

Konsul ke dokter spesialis anestesi untuk rencana laparotomi eksplorasi
esok hari
Tanggal 22 Agustus 2013

Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm

Pukul 11.20 dilakukan laparotomi eksplorasi dan de bulking
*Laporan operasi:
-
Penderita tidur terlentang diatas meja operasi
-
Asepsis dan antisepsis daerah tindakan
-
Insisi dinding abdomen
-
Tampak uterus ukuran sebesar telur ayam
-
Tampak masa kistik pada adneksa kanan multiokuler ukuran
hamil aterm lengket dengan rektum
-
Aspirasi cairan kurang lebih 3,3 l
-
Dilakukan adheliosis dari masa terhadap rectum
-
Klem, potong ikat ligamentum infundibulopelvikum Dekstra,
masa terangkat dilakukan pemeriksaan PA

-
Rawat perdarahan
-
Pasang drain, tutup dinding abdomen lapis demi lapis
Sampel kista dikirim untuk dilakukan pemeriksaan patologi anatomi
Tanggal 04 Oktober 2013

Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm, injeksi
ceftriaxon, Asam Mefenamat tab 3x500 mg

Jika tidak ada keluhan lain, besok diperbolehkan pulang, dan kontrol ke
poli klinik kebidanan dan kandungan
II.10. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad sanantionam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam
: dubia ad bonam
12
BAB III
DISKUSI MASALAH
Pada kasus ini akan dibahas mengenai diagnosis, penanganan, komplikasi
dan prognosis.
III.1. DIAGNOSIS
Diagnosis adalah proses penentuan jenis masalah kesehatan atau
penyakit dengan cara meneliti atau memeriksa. Diagnosis klinis adalah
diagnosis
yang
ditegakan
melalui
serangkaian
proses
anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang saling berkaitan satu
sama lainnya. Dalam penegakan diagnosis sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain pasien, pelaku diagnosis, serta sarana dan prasarana
penunjang diagnosis. Kesalahan pada salah satu faktor akan menjadi
penyulit dalam mendapatkan diagnosis yang jelas, bahkan lebih fatal dapat
membawa kepada kesalahan diagnosis, yang tentunya akan berpengaruh
terhadap penanganan dan prognosis penyakit tersebut.
Melalui serangkaian proses anamnesis, pemeriksaan fisik dan
ginekologi, serta pemeriksaan penunjang, maka diagnosis kasus ini adalah
P0A0, usia 30 tahun dengan kista endometriosis.Usia 30 tahun merupakan
usia tidak produktif. Hampir setiap wanita memiliki risiko terkena kista
endometriosis. Kista endometriosis yang dapat berpotensi menjadi ganas
Pasien P0A0 artinya pasien belum memiliki anak (infertil) dan .
Insidensi kista endometriosis paling banyak pada wanita yang tidak pernah
melahirkan dan nullipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai
jumlah paritas yang banyak. Hal ini bisa terjadi karena adanya adhesi dari
endometriosis dan kerusakan oosit yang disalurkan oleh tuba falopi. Selain
gangguan mekanis ovulasi dan pembuahan, juga berdampak dalam
patogenesis infertilitas pada wanita dengan endometriosis. Dampak tersebut
tersebut termasuk gangguan dalam ovarium dan fungsi kekebalan serta
implantasi (Matorras Dan Kolega 2001).
13
Menurut data anamnesis didapatkan keluhan awal dimulai sejak 10
bulan yang lalu. Awalnya pasien sering mengeluh nyeri saat haid
dirsakan sangat nyeri sekali, nyeri tersebut dirasakan seperti ditusuktusuk, nyeri terus dirasakan selama menstruasi. Kemudian 4 bulan yang
lalu pasien mengeluh
adanya benjolan kecil dibagian perut bawah
sebesar telur ayam terasa lunak dan mudah digerakan tidak terasa nyeri
semakin lama benjolan semakin besar. Pasien sering memeriksakan diri
ke dokter, untuk mengatasi keluhannya diberikan obat dan keluhannya
berkurang. Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa
nyeri waktu haid yang semakin lama semakin hebat. Sebab dari
dismenorea ini tidak diketahui secara pasti tetapi mungkin ada
hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan di dalam kista
endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Jika kista
endometriumnya besar dan terdapat perlengketan ataupun jika lesinya
melibatkan peritoneum usus, keluhan dapat berupa nyeri abdomen
bawah atau pelvis yang konstan dengan intensitas yang berbeda-beda.
(Derek Llewellyn-Jones.2002). Pada kista endometriosis biasanya
pasien juga mengeluhkan adanya benjolan di perut bagian bawah yang
membesar secara perlahan-lahan disertai adanya nyeri perut bagian
bawah progresif yang terjadi selama siklus haid.
Pada pemeriksaan fisik, hasil temuan kista endometrium hampir
sama dengan mioma uteri dimana didapatkan masa di regio suprapubik,
terfiksir,batas jelas tidak terdapat nyeri tekan, Sedangkan dari
pemeriksaan ginekologi teraba masa di parametrium dekstra sebesar
ukuran kepala bayi
III.2 PENANGANAN
Pada saat pasien dirawat di bangsal Teratai pasien diberi IVFD RL 20
tpm, kemudian direncanakan laparotomi eksplorasi dan salpingooofrektomi
dekstra. Sebelum operasi pasien hanya diberikan obat-obatan simtomatis
Pada pasien dilakukan operasi salfongooofrektomi dekstra kuratif dari kista
endometriosis ini.
Pada pasien ini dilakukan tindakan bedah berupa
14
laparatomi. Penatalaksanaan pasien ini sudah tepat, karena laparoskopi
sesuai algoritma penatalaksanaan endometriosis tidak dapat dilakukan di RS
Margono Soekarjo Purwokerto karena keterbatasan alat. Pada pasien ini
dilakukan salphingotomi ooforektomi dextra dan adhesiolisis. Adapun
pemilihan tindakan bedah pada pasien ini sudah tepat karena berdasarkan
kepustakaan, kista endometriosis yang ukurannya lebih dari 2 cm atau yang
sudah terjadi perlengketan lebih baik diobati dengan pembedahan, yang
bertujuan untuk mengangkat kista endometriosis dan membebaskan
perlengketan endometriosis.
Pengangkatan adneksa dari endometriosis yang berat dilakukan bila
adneksa sebelahnya normal. Pada wanita yang usianya kurang dari 40 tahun,
perlu dipertimbangkan untuk meninggalkan sebagian jaringan ovarium yang
sehat. Adhesiolisis pada pasien ini sudah tepat karena bertujuan untuk
memungkinkan mobilitas dan menormalkan kembali hubungan antara organ
- organ di dalam rongga pelvis. Selain itu juga tampak perlengketan antara
tuba fallopi dekstra dan ovarium dekstra dengan rektum.
III.3 KOMPLIKASI
Pada pasien ini didapatkan komplikasi berupa infertilitas primer akibat
kista endometriosis ini. Masih menjadi perdebatan para ahli apakah kista
endometriosis
menyebabkan
infertilitas
ataukah
infertilitas
yang
menyebabkan dari kista endometriosis.
III.4 PROGNOSIS
Prognosis pasien sebelum dan saat masuk rumah sakit adalah dubia ad
bonam (meragukan, ke arah baik) karena usia pasien masih muda dan cepat
berobat ke pelayanan kesehatan sebelum mengarah ke arah keganasan.
15
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
1. KISTA ENDOMETRIOSIS
A. Definisi
Endometriosis yaitu suatu keadaan dimana jaringan endometrium
yang masih berfungsi berada di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas
kelenjar dan stroma, terdapat di dalam endometrium ataupun di luar
uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut
adenomiosis, bila brada di luar uterus disebut endometriosis. Pembagian
ini sudah tidak dianut lagi, karena secara patologik, klinik, ataupun
etiologic adenomiosis berbeda dengan endometriosis. Adenomiosis secara
klinis lebih banyak persamaan dengan mioma uteri. Adenomiosis sering
ditemukan pada multipara dalam masa premenopause, sedangkan
endometriosis terdapat pada wanita yang lebih muda dan yang infertile
(Sarwono.2007). Terdapat kurang lebih 15% wanita reproduksi dan pada
30% dari wanita yang mengalami infertilitas. Implantasi endometriosis
bisa terdapat pada ovarium, ligamentum sakrouterina, kavum dauglasi,
ligamentum latum dan ligamentum rotundum, tuba fallopi, dan pada
tempat-tempat ekstra peritoneal ( serviks, vagina, vulva, dan kelenjarkelenjar limfe).Penampakan kasarnya bisa dalam bentuk luka berupa
sebuah peninggian atau kista yang berisi darah baru, merah atau biruhitam. Karena termakan waktu, luka tersebut berubah menjadi lebih rata
dan berwarna coklat tua. Ukuran luka dapat berkisar dari luka kecil dari 10
cm. (Rayburn, F. William.2001).
B. Epidemiologi
Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan
mengenai 40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita
subfertil. Saudara perempuan dan anak perempuan dari wanita yang
menderita endometriosis berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang
menjadi endometriosis (NHS, 2009).
16
Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%.
Risiko untuk menjadi tumor ovarium adalah 15 - 20%, angka kejadian
infertilitas berkisar 30 - 40%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%.
Endometriosis sekalipun sudah mendapat pengobatan yang optimum
memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30% (NHS,
2009).
C. Etiologi
Teori tentang terjadinya endometriosis telah diterangkan oleh beberapa
ahli adalah sebagai berikut:
1. Teori retrograde menstruasi
Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal
sebagai teori implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup)
dari Sampson. Teori ini didasari atas 3 asumsi:
a) Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii
b) Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup
dalam rongga peritoneum
c) Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat
menempel ke peritoneum dengan melakukan invasi, implantasi
dan proliferasi (Overton,2007).
Teori diatas berdasarkan penemuan:
a) Penelitian terkini dengan memakai laparoskopi saat pasien
sedang haid, ditemukan darah haid berbalik dalam cairan
peritoneum pada 75-90% wanita dengan tuba falopii paten.
b) Sel-sel endometrium dari darah haid berbalik tersebut diambil
dari cairan peritoneum dan
dilakukan kultur sel ternyata
ditemukan hidup dan dapat melekat serta menembus
permukaan mesotelial dari peritoneum.
c) Endometriosis lebih sering timbul pada wanita dengan
sumbatan kelainan mulerian daripada perempuan dengan
malformasi yang tidak menyumbat saluran keluar dari darah
haid.
17
d) Insiden
endometriosis
meningkat
pada
wanita
dengan
permulaan menars, siklus haid yang pendek atau menoragia
(Overton,2007).
2)
Teori metaplasia soelomik
Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh
Meyer. Teori ini menyatakan bahwa endometriosis berasal dari
perubahan metaplasia spontan dalam sel-sel mesotelial yang
berasal dari epitel soelom (terletak dalam peritoneum dan pleura).
Perubahan metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh beberapa
faktor seperti infeksi, hormonal dan rangsangan induksi lainnya.
Teori ini dapat menerangkan endometriosis yang ditemukan pada
laki-laki, sebelum pubertas dan gadis remaja, pada wanita yang
tidak pernah menstruasi, serta yang terdapat di tempat yang tidak
biasanya seperti di pelvik, rongga toraks, saluran kencing dan
saluran pencernaan, kanalis inguinalis, umbilikus, dimana faktor
lain juga berperan seperti transpor vaskular dan limfatik dari sel
endometrium (Overton,2007).
3)
Teori transplantasi langsung
Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat
tindakan yang kurang hati-hati seperti saat seksio sesaria, operasi
bedah lain, atau perbaikan episiotomi, dapat mengakibatkan
timbulnya jaringan endometriosis pada bekas parut operasi dan
pada perineum bekas perbaikan episiotomi tersebut.
4)
Teori genetik dan imun
Semua teori diatas tidak dapat menjawab kenapa tidak
semua wanita yang mengalami haid menderita endometriosis,
kenapa pada wanita tertentu penyakitnya berat, wanita lain tidak,
dan juga tidak dapat menerangkan beberapa tampilan dari lesi.
Penelitian tentang genetik dan fungsi imun wanita dengan
endometriosis dan lingkungannya dapat menjawab pertanyaan
diatas (Overton,2007).
18
Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan
keluarga ibu dan anak dibandingkan populasi umum, karena
endometriosis
mempunyai
suatu
dasar
genetik.
Matriks
metaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang menghancurkan
matriks ekstraseluler dan membantu lepasnya endometrium normal
dan pertumbuhan endometrium baru yang dirangsang oleh
estrogen. Tampilan MMP meningkat pada awal siklus haid dan
biasanya ditekan oleh progesteron selama fase sekresi. Tampilan
abnormal dari MMP dikaitkan dengan penyakit-penyakit invasif
dan destruktif. Pada wanita yang menderita endometriosis, MMP
yang disekresi oleh endometrium luar biasa resisten (kebal)
terhadap penekanan progesteron. Tampilan MMP yang menetap
didalam sel-sel endometrium yang terkelupas dapat mengakibatkan
suatu potensi invasif terhadap endometrium yang berbalik arah
sehingga menyebabkan invasi dari permukaan peritoneum dan
selanjutnya terjadi proliferasi sel (Overton,2007).
Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang
menyebabkan pembuangan debris pada darah haid yang membalik
tidak efektif. Makrofag merupakan bahan kunci untuk respon imun
alami, bagian sistem imun yang tidak antigen-spesifik dan tidak
mencakup memori imunologik. Makrofag mempertahankan tuan
rumah
melalui
pengenalan,
fagositosis,
dan
penghancuran
mikroorganisme yang jahat dan juga bertindak sebagai pemakan,
membantu untuk membersihkan sel apoptosis dan sel-sel debris.
Makrofag mensekresi berbagai macam sitokin, faktor pertumbuhan,
enzim dan prostaglandin dan membantu fungsi-fungsi faktor diatas
disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi tipe sel yang
lain. Makrofag terdapat dalam cairan peritoneum normal dan
jumlah
serta
aktifitasnya
meningkat
pada
wanita
dengan
endometriosis. Pada penderita endometriosis, makrofag yang
terdapat di peritoneum dan monosit yang beredar teraktivasi
19
sehingga
penyakitnya
berkembang
melalui
sekresi
faktor
pertumbuhan dan sitokin yang merangsang proliferasi dari
endometrium ektopik dan menghambat fungsi pemakannya.
Natural killer juga merupakan komponen lain yang penting dalam
proses terjadinya endometriosis, aktifitas sitotoksik menurun dan
lebih jelas terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang
lanjut (Overton,2007).
5)
Faktor endokrin
Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung
kepada estrogen (estrogen-dependent disorder). Penyimpangan
sintesa dan metabolisme estrogen telah diimplikasikan daam
patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu enzim yang merubah
androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan
estradiol. Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia
seperti sel granulosa ovarium, sinsisiotrofoblas di plasenta, sel
lemak dan fibroblas kulit. (Overton,2007) Lihat gambar 1.
Gambar 1 Biosintesa estrogen wanita reproduksi
Kista endometriosis dan susukan endometriosis diluar ovarium
menampilkan kadar aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan
estrogen yang tinggi pula. Dengan kata lain, wanita dengan
endometriosis mempunyai kelainan genetik dan membantu
20
perkembangan produksi estrogen endometrium lokal. Disamping
itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas siklooksigenase tipe-2
lokal (COX-2) yang membuat prostaglandin (PG)E2, suatu
perangsang poten terhadap aromatase dalam sel stroma yang
berasal
dari
endometriosis,
sehingga
produksi
estrogen
berlangsung terus secara lokal (Overton,2007).Lihat gambar 2.
Gambar 2 Sintesis Estrogen pada susukan endometriosis
Estron dan estradiol saling dirubah oleh kerja 17β-hidroksisteroid
dehidrogenase (17βHSD), yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah
estron menjadi estradiol (bentuk estrogen yang lebih poten) dan
tipe-2 merubah estradiol menjadi estron. Dalam endometrium
eutopik normal, progesteron merangsang aktifitas tipe-2 dalam
kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini sangat banyak ditemukan pada
kelenjar endometrium fase sekresi. Dalam jaringan endometriotik,
tipe-1 ditemukan secara normal, tetapi tipe-2 secara bersamaan
tidak ditemukan. Progesteron tidak merangsang aktiftas tipe-2
dalam susukan endometriotik karena tampilan reseptor progesteron
juga abnormal. Reseptor progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A dan
PR-B, keduanya ini ditemukan pada endometrium eutopik normal,
sedangkan pada jaringan endometriotik hanya PR-A saja yang
ditemukan (Overton,2007).
21
6) Faktor Inflamasi
Kista endomertrioid merupakan penyakit ginekologi yang
sering di Amerika Serikat, data epidemiologi menyebutkan
bahwa etiologi kista endometrioid adalah oleh karena
ketidakseimbangan esterogen dan progesterone. Selanjutnya,
inflamasi
juga
berperan
dalam
perkembangan
kista
endometrioid. Data laboratorium yang muncul menunjukkan
bahwa
peningkatan
kadar
prostaglandin
E2
mungkin
mendasari perubahan pada endometrium pada jaringan
neoplastik dan in vitro. Pada peradangan kronis dapat
menginduksi pembelahan sel yang cepat , meningkatkan
kemungkinan kesalahan replikasi , perbaikan DNA tidak
efektif ,dan mutasi berikutnya .Inflamasi dapat juga langsung
meningkatkan produksi estrogen, selain itu pada keadaan
inflamasi dapat mempengaruhi pembelahan sel yang cepat dan
menghasilkan peningkatan radikal bebas dan kemudian
merusak DNA. Peningkatan proliferasi sel berhubungan
dengan kesalahan pada replikasi DNA, seperti pada gen tumor
supresi, dimana hal ini dapat mengkonversi mutasi lesi
DNA(Hussain, 2003).
Selain itu sitokin inflamasi juga dapat menginduksi
berbagai enzim, termasuk siklooksigenase 2 (COX-2). COX-2
siklik dan asam arachidonat oksigenase yang akhirnya
memproduksi produksi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 dapat
menginduksi tumorigenesis dengan meningkatkan produksi
sitokin dan factor pertumbuhan yang diperlukan untuk
perkembangan tumor, invasi dan metastasis, termasuk IL-6,
IL-8, faktor pertumbuhan pembuluh endotel, dan metabolism
matriks. PGE2 juga dapat meningkatkan produksi nitrit oxid,
yaitu enzim yang terlibat dalam radikal bebas(Gasparini,
2003).
22
Bukti
lebih
lanjut
bahwa
COX-2
berperan
dalam
pathogenesis terjadinya kista endometrioid dari penelitian
karsinogenesis pada tikus dengan pemberian COX-2 inhibit
selektif (Jacoby, 2000). Perubahan neoplastik dapat dimulai
dari kerusakan DNA yang dikeluarkan oleh sel-sel radikal
bebas. Sel-sel ini selanjutnya di presentasikan melalui COX-2
dimediasi oleh PGE2, yang menyebabkan produksi faktor
pertumbuhan, invasi, dan metastasis. Baru-baru ini, data
laboratorium
menunjukan
bahwa
jalur
molekul
yang
mendasari hubungan karsinoma yang melibatkan NF-nB faktor
transkripsi dan inhibitor nB kinase (IKK) kompleks. NF-kB
adalah faktor transkripsi yang mengatur apoptosis, proliferasi
sel, dan pengangkapan pertumbuhan sel, serta meningkatkan
angiogenesis
melalui
endotel
vaskuler
ekspresi
faktor
pertumbuhan. Jalur NF-nB juga merupakan system sinyal
sitokin inflamasi. Dalam sel normal kebanyakan, NF-nB tetap
dalam sitoplasma dan tidak aktif sampai sel dirangsang oleh
ligan yang sesuai (Kumar, 2004).
Satu kelompok aktivator NF - nB adalah sitokin
proinflamasi , termasuk TNF alfa dan IL-1beta , yang
mengaktifkan reseptor kinase dan kompleks IKK . IKK
kompleks
phosphorylates
InB
,
menghambat
molekul
pendamping terikat NF - nB . NF - nB kemudian dibebaskan
dan ditranslokasi ke nukleus , di mana NF-nB kemudian
mengaktifkan berbagai gen , termasuk reseptor proinflamasi
yang terlibat dalam peradangan dan proliferasi ( Karin, 2000) .
Aktivitas IKK diubah NF – nB aktivasi adalah ciri adanya
inflamasi .Protein NF - nB juga dapat mengaktifkan
malignancy jalur sinyal pada sel kanker dan sel-sel inflamasi
tumor terkait. NF-nB menunjukan jalur perekrut
sitokin
proinflamasi, mungkin terlibat dalam patogenesis tumor
23
dengan menghambat apoptosis dalam sel dimulai serta dengan
merangsang produksi lebih lanjut sitokin proinflamasi oleh sel
myeloid dan limfoid dalam massa tumor.Sel-sel ini merupakan
reseptor inflamasi jalur NF - nB , dan dapat mempresentasikan
proliferasi, antiapoptosis, dan proses proinflamasi (Balkwill,
2004 ).
7) Faktor Iron Overload
Endometriosis didefinisikan adanya jaringan endometrium,
stroma dan bagian glanularnya yang berada di luar cavum
uteri. Salah satu kelainan keganansan ginekologi yang dialami
oleh 10%-15% wanita usia reproduksi dan >30% penyebab
dari infertile. Keadaan patologis ini berhubungan dengan
gejala seperti disminore, disparunia, nyeri sekitar pinggul dan
subfertile.
Etiologi
dari
endometriosis
multifaktorial
kombinasi dari kelainan genetik, hormonal, lingkungan,
imonulogi, dan faktor anatomi memainkan peran dalam
patogenesis endometriosis. Besi merupakan bahan logam yang
paling penting bagi hampir semua organisme yang hidup,
karena keterlibatannya dalam sejumlah protein dan enzim yang
mengandung besi. Namun akumulasi kelebihan zat besi yang
masuk ke dalam sel dan jaringan dapat mengakibatkan
keracunan dan terkait dengan patogenesis beberapa penyakit
seperti thalasemia, hematochromatosis, HIV, atau penyakit
neurodegenerative (Crichton et al., 2002). Selain itu dalam
kasus perdarahan, lisisnya eritrosit menyebabkan kelebihan zat
besi memediasi kerusakan oksidative dan inflamasi (Sercombe
et al., 2002; Potts et al., 2006; Gorbunov et al., 2006; Xi et al.,
2006; Levy et al., 2007). Pada penelitian terbaru menyarankan
bahwa
besi
terlibat
dalam
perkembangan
penyakit
endometriosis. Endometriosis bisa mengenai 10%-15% wanita
usia reproduksi. Kista endometrioid atau biasa yang disebut
24
dengan kista cokelat yang pada umumnya ada kista di ovarium
yang berisikan cairan darah menstruasi yang mana banyak
berisikan besi bebas dikarenakan perdarahan yang terjadi
berulang pada kista. Hemosiderin, heme, dan deposit besi yang
berada pada lesi endometrionic diasumsikan sebagai pemicu
adanya kerusakan oksidative dan imflamasi kronis (Van
Langendonckt, 2002a; Van Langendonckt, 2002b; Van
Langendonckt, 2004; Toyokuni, 2009). Secara khusus
penyimpanan besi yang berada didalam makrofag meningkat
secara signifikan pada pasien dengan endometriosis, dan besi
intraseluler mengaktifkan nuklear factor-B dan meningkatkan
kejadian inflamasi kronis
(Lousse, 2009; Lousse, 2008)
akibatnya stress oksidatif atau kelebihan oksigen spesies
secara konsisten akan terus diproduksi proses tersebutlah yang
menyebabkan
endometriosis
yang
bisa
menyebabkan
karsinogenesis (Ngo, 2009) atau konsentrasi zat besi yang
tinggi
di
dalam
kista
endometrioid
dapat
langsung
memberikan stress oksidatif yang dapat menginduksi mutasi
genom pada sel epitel (Yamaguchi, 2008). Kelebihan besi
pada binatang percobaan meningkatkan proliferase sel epitel
(Defrere, 2006). Dan menyebabkan malignansi tumor dengan
kelainan genetik (Hu,2010) yang mana serupa pada manusia
dimana
endometriosis
bisa
menyebabkan
keganasan
Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa stress oksidative
telah menjadi penyebab utama dari 2 subtipe histologi kanker
ovarium, yang disebut dengan clear cell carcinoma dan
adenocarcinoma endometrioid. Dikarenakan adanya darah
yang terkumpul didalam kista endometrioid menyebabkan
adanya reaksi oksidative yang dihasilkan dari deposit besi.
Oksidative stress ini menghasilkan mutasi genetik pada sel
epitel dan oksidative stress ini diakibatkan juga karena adanya
25
makropag. Endometriosis yang berhubungan dengan kanker
mutasi genetik yang terjadi seperti gen ARID1A,p-53, K-ras,
PTEN P13CA. Mekanisme mutasi genetik ini dikarenakan
adanya stress oksidative.
Gambar 1 Mekanisme Iron Overload menjadi Edometriosis dan berakhir
menjadi Cancer
Makrofag peritoneal diketahui memainkan peranan penting
dalam
insiasi,
pemeliharaan
dan
perkembangan
lesi
endometriosis . Seperti yang diketahui makrofag tersebut akan
lebih aktif pada kasus endometriosis dengan mengeluarkan
beberapa produk inflamasi seperti sitokin (interleukin-1b,
tumor necrosis factor-a and IL-6), faktor pertumbuhan dan
angiogenik. Pada kenyataannya aktivasi makrofag merupakan
pertahanan yang paling penting pada peradangan akut tetapi
pada kondisi patologis seperti endometriosis aktivasi tersebut
bisa menyebabkan inflamasi kronis. Penelitian terbaru Losse et
al (2008) memperlihatkan level kadar feritin lebih tinggi pada
pasien endometriosis daripada pasien kontrol, kadar besi
didalam feritin tersebut dapat menghasilkan radikal bebas
yang dapat memicu terjadinya stress oksidative. Besi tersebut
bisa menjadi katalis dalam reaksi Fenton (Fe2++H2
Fe3++OH-+OH’ yang menghasilkan radikal bebas termasuk
radikal hidroksil. Radikal hidroksil merupakan radikal bebas
paling aktif dan dapat berekasi dengan bagian seluler termasuk
26
residu asam amino dan purin dan basa pirimidin dari DNA.
Radikal hidroksil ini menyerang DNA dengan cara membrane
lipid dan memulai reaksi yang disebut dengan lipid
peroksidase dan membentuk komplek Reactive Oxygen
Species (ROS) . ROS ini tidak hanya menginduksi kerusakan
sel juga merubah dari fungsi seluler sel dan mengatur aktivasi
protein dan ekspresi gen. ROS ini juga memainkan peranan
penting dalam regulasi faktor transkripsi NF-kB yang terlibat
dalam faktor endometriosis. Faktor transkripsi ini menginduksi
beberapa gen pengkode sitokin proinflamasi, pertumbuhan dan
faktor angiogenik, molekul adhesi, enzim penginduksi, nitrit
oxide sintase (iNOS) dan siklooksigenase (COX-2). Produkproduk ini diekspresikan dengan cara aktifasi makrofag
periotonium dan terlibat dalam patogenesis endometriosis
dengan menginduksi adhesi fragment endometrium, proliferasi
dan neovaskularisasi (Lebovic et al,2001). Lousse et al (2008)
baru-baru ini menunjukan aktifasi NF-kB menjadi meningkat
secara signifikan didalam makrofag peritoneal pada pasien
endometriosis dibandingkan dengan pada pasien kontrol).
Mesotelium merupakan memran rapuh yang dapat rusak oleh
lapisan endometrium ektopik atau sel-sel inflamasi yang
membuat tempat perlekatan pada tempat tersebut untuk
memfalitasi
terjadinya
endometriosis.
Stress
oksidative
dipercaya merupakan hal yang menyebabkan terjadinya
kerusakan lokal mesotelium peritoneal, dengan cara membuat
tempat perlekatan untuk sel endometrium ektopik. Hipotesis
tersebut didukung oleh data bahwa protein pengikat besi yaitu
Hb telah diidentifikasi merupakan limbah berbahaya bagi
mesotelium (Demir et al, 2004). Besi juga dikenal sebagai
penginduksi
terjadinya
stress
oksidative
menyebabkan
kerusakan makromolekul, cedera jaringan dan peradangan
27
kronis. Besi merupakan syarat mutlak untuk proliferasi,
protein katalis yang berperan dalam energi metabolisme,
pernafasan sel, metabolisme folat dan sintesis DNA (seperti
reduktase ribonukloetida menjadi asam deoiksiribonukleat
untuk sintesis DNA) berisikan besi. Faktanya ketiadaan besi
sel tidak dapat melanjutkan proses siklus sel dari G1 ke fase S
(Le and Richardson, 2002). Kelator besi telah terbukti efisiens
sebagai
agen
antiproliferasi
untuk
pengobatan
kanker
(Simonart et al., 2002; Pahl and Horwitz, 2005; Richardson,
2005;Brard et al., 2006). Setelah implantasi ke dalam
mesotelium proliferasi lesi mendorong lebih lanjut dari
endometriosis. Proliferasi dari sel epitel dan deferensiasi
menjadi struktur kelenjar merupakan penyebab dari faktor
lokal. Mitogen diproduksi oleh sel stroma, seperti faktor
pertumbuhan hepatosit (Giudice dan Kao,2004) atau faktor
pertumbuhan dan sitokin inflamasi ada didalam cairan
peritoneal telah terbukti dapat meningkatkan proliferasi sel
epitel dan pertumbuhan sel edomterium ektopik. Besi
merupakan salah satu faktor pendukung penempelan sel
endometrium di jaringan (Defre`re et al., 2006). Ketika
jaringan endometrial menstruasi mencapai rongga perut dan
menempel ke dalam peritoneum pasoan suplai darah yang
memadai diperlukan, Beberapa studi telah menunjukan bahwa
implantasi endometrium di jaringan membutuhkan respon
angiogenik yang memadai (Dabrosin et al., 2002; Hull et al.,
2003; Nap et al., 2004; Laschke and Menger, 2007). Karena
vaskularisasi sangat penting bagi perkembangan lesi, prooksidan besi telah terbukti menghasikan radikal bebas pada sel
endotel dan mempromosikan adhesi monosit ke sel-sel oleh
molekul adhesi merangsang seperti intraseluller molekul
adhesi dan molekul adhesi vaskular.
28
8) Faktor Epigenetik
Conrad Waddington memperkenalkan epigenetik pada
tahun 1940. Epigenetik adalah cabang ilmu biologi yang
mempeljari interaksi kausal antara gen dan produknya yang
membawa
fenotipe.
Epigenetik
dalam
dekade
kedua
didefinisikan semua jalur molekuler modulasi ekspresi
genotype
kedalam
fenotipe
tertentu.
Epigenetik
telah
ditetapkan sebagai studi perubahan fungsi gen mitokali dan
atau meiotic diwariskan dan yang tidak memerlukan
pewrubahan dalam urutan DNA. Tiga modifikasi epigenetic
dijelaskan dalam literature saat ini umumnya terdiri dari varian
histone, posttranslational dan modifikasi asam amino pada
rantai amino-terminal histo, dan modifikasi kovalen basa
DNA. Jadi epigenetic menjadi singkatan untuk banyak sistem
peraturan yang melibatkan DNA metilasi, histone modifi kasi,
lokasi nukleosom, atau noncoding RNA (James, 2009).
Studi terbesar sampai saat ini, memeriksa lebih dari 1.000
keluarga yang terkena dampak penyakit genetik pada wanita,
teridentifikasi pada kromosom 10q26 yang menunjukkan
hubungan yang signifikan pada wanita dengan endometriosis (
Treloar,2005).Penelitian
ini
juga
mengungkapkan
hubungannya dengan kromosom 20p13 . Dua gen ini sebagai
prekursor yang telah diidentifikasi . Salah satu gen tersebut
adalah EMX2 merupakan faktor transkripsi yang diperlukan
dalam pengembangan saluran reproduksi . Hal ini menunjukan
ekspresi
dalam
endometrium
pada
wanita
dengan
endometriosis (Daftary, 2004). Gen kedua adalah PTEN , gen
supresi tumor yang terlibat dalam transformasi Ca ovarium
endometriosis ( Bischoff , 2000).
Studi ini sedang berlangsung untuk menentukan peran gen
tersebut pada endometriosis. Teknologi MRI telah digunakan
29
untuk
menganalisis
ekspresi
gen
yang berbeda
pada
endometrium eutopic (endometrium ditemukan biasanya
melapisi
rongga
endometrium
)
dari
wanita
tanpa
endometriosis dibandingkan dengan yang dari wanita dengan
endometriosis ( Kao , 2003).
Para peneliti menemukan bahwa beberapa gen yang
berbeda dalam endometrium eutopic pada wanita dengan
endometriosis . Termasuk interleukin 15 , glycodelin ,
Dickkopf - 1 , semaphoring E , aromatase , reseptor
progesteron , dan berbagai faktor angiogenik . Meskipun
beberapa dari gen ini sebelumnya telah menunjukan peran
dalam endometriosis. Beberapa gen lain telah diidentifikasi ,
melalui mutasi genetik , polimorfisme , atau ekspresi gen
diferensial ,dihubungkan dengan endometriosis . Meskipun
penyelidikan telah menunjukkan polimorfisme gen ini terjadi
dengan frekuensi yang lebih besar pada wanita yang menderita
endometriosis, peran mutasi gen dalam penyebab penyakit
belum ditentukan ( Kao , 2003).
9) Faktor Nutrisi
Folat, vitamin B adalah sumber utama dari kelompok diet
metal (Balley, 1999). Folat memiliki peran penting dalam
metilasi DNA, sintesis serta perbaikan DNA. Vitamin B2
(riboflavin), vitamin B6, dan vitamin B12 merupakan kofaktor
yang berperan penting dalam metabolism folat. Kekurangan
folat dapat menyebabkan urasil menjadi tidak saling
berhubungan dan menyebabkan ketidakstabilan pembentukan
DNA (Blount, 1997), retardasi kemampuan untuk perbaikan
DNA yang berfungsi untuk Oksidatif, perusakan alkilating
serta hipometilasi DNA protoonkogenik (Kim, 1999; Wainfan,
1992). 5,10-methylenetetrahydrofolate reduktase (MTHFR)
merupakan suatu enzim
utama
yang berperan dalam
30
metabolisme
folat,
yaitu
untuk
mengkonversi
5,10-
methylenetetrahydrofolate menjadi 5-methyltetrahydrofolate
secara irreversible, yang selanjutnya mengarahkan pool asam
folat terhadap remethylation homosistein menjadi metionin
(Balley,
1999).
berkurangnya
Kekurangan
persediaan
folat
dapat
menyebabkan
5-methyltetrahydrofolate,
yang
berperan untuk remethylation homosistein pada metionin. Hal
ini kemudian, dapat mengakibatkan penurunan tingkat
metionin,
S-adenosyl-Lmethionine,
dan
hypomethylation
global DNA (Rampersaud, 2000) sehingga akan menyebabkan
tingkat mutasi oleh karena ketidakstabilan genom akan
meningkat (Cravo, 1998). Defisiensi folat juga dapat
meningkatkan
kesalahan
misincorporation
urasil
di
replikasi
dalam
DNA
DNA
yang
melalui
dapat
mengakibatkan tingkat yang lebih tinggi dari istirahat
kromosom (Kim, 1999; Rampersaud, 2000). Kekurangan folat
juga tampaknya terkait dengan hipermethylation CpG land di
daerah promotor beberapa gen supresor tumor dan gen
perbaikan DNA, mengurangi mereka ekspresi (Herman, 1998).
Riboflavin (vitamin B2), vitamin B6, dan vitamin B12 adalah
kofaktor kunci yang terlibat dalam folat dan metabolisme
metionin (Balley, 1999). Penelitian Zhenhua et al (2008) yang
menyelidiki
apakah
diet
vitamin
yang
kurang
dapat
menyebabkan penyimpangan dalam epigenetik dan genetik
integritas gen p53 atau disebabkan oleh deplesi folat saja.
Penelitian tersebut menunjukkan deplesi folat ringan yang
dikombinasikan dengan insufisiensi vitamin B2, B6 dan B12
dapat mengubah metilasi, integritas dan ekspresi gen p53 serta
ekspresi gen di bawah kontrol ketat p53. Penelitian ini
menunjukkan bahwa beberapa fitur dari gen p53 diubah oleh
deplesi ringan folat yang dikombinasikan dengan B2, B6 dan
31
B12. Jalur p53 sangat penting untuk menekan pertumbuhan sel
tumor yang efektif pada manusia dan terdiri dari jaringan gen
yang berfungsi memantau dan memodulasi replikasi dan
perbaikan DNA, sel-siklus penangkapan dan apoptosis
(Vousden, 2002).
D.
Faktor Risiko
Faktor-faktor resiko untuk endometriosis :
a.Nuliparitas
b.Infertilitas
c.Usia 25-40 tahun
(Rayburn, F. William.2001)
E. Klasifikasi
Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan
lokasi dan tipe lesi, yaitu (Sud,1999):
1) Peritoneal endometriosis
Pada awalnya lesi di peritoneum akan banyak tumbuh vaskularisasi
sehingga menimbulkan perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif
akan menyebabkan timbulnya perdarahan kronik rekuren dan reaksi
inflamasi sehingga tumbuh jaringan fibrosis dan sembuh. Lesi berwarna
merah dapat berubah menjadi lesi hitam tipikal dan setelah itu lesi akan
berubah menjadi lesi putih yang miskin vaskularisasi dan ditemukan
debris glandular.
2) Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma)
Ovarian endometrioma diduga terbentuk akibat invaginasi dari
korteks ovarium setelah penimbunan debris menstruasi dari perdarahan
jaringan endometriosis. Kista endometrium bisa besar (>3cm) dan
multilokus, dan bisa tampak seperti kista coklat karena penimbunan
darah dan debris ke dalam rongga kista.
3) Deep Nodular Endometriosis
Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi
septum rektovaginal atau struktur fibromuskuler pelvis seperti
32
uterosakral dan ligamentum utero-ovarium. Nodul-nodul dibentuk oleh
hiperplasia otot polos dan jaringan fibrosis di sekitar jaringan yang
menginfiltrasi. Jaringan endometriosis akan tertutup sebagai nodul, dan
tidak
ada
perdarahan
secara
klinis
yangberhubungan
dengan
endomeriosis nodular dalam.
Ada
banyak
klasifikasi
stadium
yang
digunakan
untuk
mengelompokkan endometriosis dari ringan hingga berat, dan yang
paling sering digunakan adalah sistem American Fertility Society
(AFS) yang telah direvisi (Tabel 1). Klasifikasi ini menjelaskan tentang
lokasi dan kedalaman penyakit berikut jenis dan perluasan adhesi yang
dibuat dalam sistem skor. Berikut adalah skor yang digunakan untuk
mengklasifikasikan stadium:9
 Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal)
 Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang)
 Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat)
 Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat)
Martin pada tahun 2006 mengusulkan sistem kalsifikasi stadium
untuk mengetahui tingkat kepercayaan dari tindakan laparaskopi
diagnostik terhadap endometriosis. Tingkat kepercayaan laparaskopi
terdiri atas 4 tingkatan:

Tingkat 1: Mungkin endometriosis – Vesikel peritoneal, polip
merah, polip kuning, hipervaskularisasi, jaringan parut, adhesi

Tingkat 2: Diduga endometriosis – Kista coklat dengan aliran
bebas dari cairan coklat.

Tingkat 3: Pasti endometriosis – Lesi jaringan parut gelap, lesi
merah dengan latar belakang jaringan ikat sebagai jaringan
parut, kista coklat dengan area mottle merah dan gelap dengan
latar belakang putih.

Tingkat 4: Endometriosis – Lesi gelap dan jaringan parut pada
pembedahan pertama
33
Tabel 1 Derajat Endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS
Peritoneum
Endometriosis
<1 cm
1-3 cm
>3 cm
1
2
4
2
4
6
1
2
4
4
16
20
Permukaan
1
2
4
Dalam
4
16
20
Permukaan
Dalam
Ovarium
Kanan
Permukaan
Dalam
Kiri
Perlekatan kavum Douglasi
Sebagian
Komplit
4
40
<1/3
1/3-2/3
>2/3
1
2
4
4
8
16
1
2
4
4
8
16
1
2
4
4
8
16
1
2
4
4
8
16
Perlekatan
Ovarium
Tipis
Kanan
Tebal
Tipis
Kiri Kiri
Tebal
Kanan
Tipis
Tuba
Tebal
Tipis
Kir Kiri
Tebal
F. Patologi
Gambaran mikroskopik dari endometrium sangat variabel. Lokasi
yang sering terdapat ialah pada ovarium dan biasanya bilateral. Pada
ovarium tampak kista-kista biru kecil sampai besar berisi darah tua
34
menyerupai coklat. Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada
dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan
ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadangkadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke dalam rongga peritoneum
karena robekan dinding kista dan menyebabkan akut abdomen. Tuba pada
endometriosis biasanya normal (Prawirohardjo,2002).
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi
endometriosis yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium dan
perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen hemosiderin dan selsel makrofag berisi hemosiderin. Disekitarnya tampak sel-sel radang dan
jaringan ikat sebagai reaksi dari jaringan normal disekelilingnya. Jaringan
endometriosis seperti juga jaringan endometrium di dalam uterus dapat
dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. Sebagai akibat dari pengaruh
hormon-hormon tersebut, sebagian besar sarang endometriosis berdarah
secara periodik yang menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa
radang dan perlekatan (Prawirohardjo,2002).
Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan
endometriosis.
Apabila
kehamilannya
berakhir,
reaksi
desidual
menghilang disertai dengan regresi sarang endometriosis. Pengaruh baik
dari kehamilan kini menjadi dasar pengobatan endometriosis dengan
hormon untuk mengadakan apa yang dinamakan kehamilan semu
(pseudopregnancy) (Prawirohardjo,2002).
G. Gejala
Penderita
endometriosis bisa
datang dengan keluhan nyeri
panggul, terutama bila datang haid, infertilitas, disparenia, perdarahan
uterus abnormal, rasa nyeri atau berdarah ketika kencing atau pada rectum
dalam masa haid. Gejala-gejala endometriosisi datangnya berkala dan
bervariasi sesuai datangnya haid tetapi bisa menetap. Banyak penderita
endometriosis yang tidak bergejala, dan terdapat sedikit korelasi antara
hebatnya gejala dengan beratnya penyakit.
Adapun gambaran klinis endometriosis menurut Sarwono yaitu :
35
a) Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan
selama haid (dismenore).
Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri waktu
haid yang semakin lama semakin hebat. Sebab dari dismenorea ini tidak
diketahui secara pasti tetapi mungkin ada hubungannya dengan
vaskularisasi dan perdarahan di dalam kista endometriosis pada waktu
sebelum dan semasa haid. Jika kista endometriumnya besar dan
terdapat perlengketan ataupun jika lesinya melibatkan peritoneum usus,
keluhan dapat berupa nyeri abdomen bawah atau pelvis yang konstan
dengan intensitas yang berbeda-beda
b) Dispareunia
Merupakan keadaan yang sering dijumpai disebabkan oleh karena
adanya endometriosis di kavum douglasi.
c) Nyeri pada saat defekasi
Defekasi yang sukar dan sakit terutama pada waktu haid disebabkan
oleh karena adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid.
d) Gangguan Haid (Polimenorea dan hipermenorea)
Gangguan haid dan siklusnya terjadi apabila kelainan pada ovarium
demikian luasnya sehingga fungsi ovarium terganggu.Menstruasi tidak
teratur terdapat pada 60% wanita penderita. Pasien mungkin
mengeluhkan bercak merah premenstruasi, perdarahan menstruasi
dalam jumlah banyak (menoragia), atau frekuensi menstruasi yang lebih
sering dan banyak mengeluarkan darah.
e) Infertilitas
Ada korelasi yang nyata antara endometriosis dan infertilitas. 30%-40%
wanita dengann endometriosis menderita infertilitas. Infertil adalah
kondisi dimana kegagalan pasangan dalam menghasilkan hasil konsepsi
atau hamil setelah berusaha berhubungan seksual sedikitnya 3-4 kali
dalam seminggu tanpa menggunakan kontrasepsi selama satu tahun.
Pada infertile primer, kehamilan tidak pernah terjadi pada istri
walaupun bersenggama tanpa usaha kontrasepsi selama kurun waktu 1
36
tahun. Infertilitas sekunder adalah kondisi dimana istri pernah hamil ,
tetapi tidak dapat hamil lagi setelah berusaha selama kurun waktu 1
tahun (Kmietowicz, 2004).
Faktor penting yang menyebabkan infertilitas pada endometriosis
adalah apabila mobilitas tuba terganggu karena fibrosis dan perlekatan
jaringan di sekitarnya. nfertilitas dan endometriosis sangat dekat
hubungannya. Pada beberapa wanita, kondisi infertil adalah tanda
utama terkena endometriosis. Banyak wanita subur yang terdiagnosis
endometriosis akan menjadi infertile. Beberapa wanita yang terkena
endometriosis tidak sepenuhnya dapat dijelaskan mengapa dapat
menyebabkan infertilitas. Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa
pengobatan bedah dapat meningkatkan kemungkinan kehamilan. Pada
wanita yang berisiko yang diperparah oleh jaringan parut, kista ovary,
dan tingkat kesuburan dapat menghambat transportasi sel telur, sperma
atau embrio (D’Hooghe, 2003). Insidensi wanita endometriosis dengan
subinfertil sekitar 20-30%, sedangkan wanita infertile jauh lebih besar
insidensi terkena endometriosis dari pada wanita yang subur,
perbandingannya
13-33%
dibanding
4-8%
(D’Hooghe,
2003).
Selanjutnya, Matorras dan Colleagues (2001) mencatat bahwa terjadi
peningkatan prevalensi stadium endometriosis pada wanita infertile.
Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya adhesi dari endometriosis dan
kerusakan oosit
yang disalurkan oleh tuba falopi. Selain gangguan
mekanis ovulasi dan pembuahan, juga berdampak dalam patogenesis
infertilitas pada wanita dengan endometriosis. Dampak tersebut tersebut
termasuk gangguan dalam ovarium dan fungsi kekebalan serta
implantasi
ginekologik
(Matorras
Dan
khususnya
Kolega
2001).
pemeriksaan
Pada
pemeriksaaan
vagina-rekto-abdominal,
ditemukan pada endometriosis ringan benda-benda padat seperti butir
beras sampai butir jagung di kavum douglas dan pada ligamentum
sakrouterinum dengan uterus dalam posisi retrofleksi dan terfiksasi.
(Wiknjosastro, Hanifa.2007)
37
H. Tanda
Tanda-tanda fisik dari endometriosis yaitu rahim yang terfiksasi ke
belakang, terdapat benjolan pada
ligamentum sakrouterina dan dalam
kavum douglasi, massa adneksa yang asimetris, dan nyeri pada
pemeriksaan bimanual. Luka yang terlihat pada pemeriksaan speculum
adalah sangat menunjukan endometriosis, dan jika ada harus dilakukan
pemeriksaan biopsy. (Rayburn, F. William.2001).
I.
Diagnosis
Secara klinis endometriosis sering sulit dibedakan dari penyakit
radang pelvis atau kista ovarium lainnya. Visualisasi endometriosis
diperlukan untuk memastikan diagnosis. Cara yang biasa dilakukan untuk
menegakan diagnose yaitu dengan melakukan pemeriksan laparoskopi
untuk melihat luka dan mengambil specimen biopsy. Pemeriksaan
ultrasonografi pelvis bias membantu untuk menilai massa dan bisa
menduga adanya endometriosis. Kadar antigen kanker 125 (CA-125)
tinggi pada penderita endometriosis. (Rayburn, F. William.2001)
Adapun Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan yaitu :
a) Laparoskopi
Bila ada kecurigaan endometriosis panggul , maka untuk
menegakan diagnosis yang akurat diperlukan pemeriksaan secara
langsung ke rongga abdomen per laparoskopi. Pada lapang pandang
laparoskopi tampak pulau-pulau endometriosis yang berwarna kebiruan
yang biasanya berkapsul. Pemeriksaan laparoskopi sangat diperlukan
untuk mendiagnosis pasti endometriosis, guna
menyingkirkan
diagnosis banding antara radang panggul dan keganasan di daerah
pelviks. Moeloek mendiagnosis pasien dengan adneksitis pada
pemeriksaam
dalam,
ternyata
dengan
laparoskopi
kekeliruan
diagnosisnya 54%, sedangkan terhadap pasien yang dicurigai
endometriosis, kesesuaian dengan pemeriksaan laparoskopi adalah
70,8%.
b) Pemeriksaan Ultrasonografi
38
Secara pemeriksaan, USG tidak dapat membantu menentukan
adanya endometriosis, kecuali ditemukan massa kistik di daerah
parametrium, maka pada pemeriksaan USG didapatkan gambaran
sonolusen dengan echo dasar kuat tanpa gambaran yang spesifik untuk
endometriosis.
J.
Diagnosis Banding
Adenomiosis uteri, radang pelvik, dengan tumor adneksa dapat
menimbulkan kesukaran dalam diagnosis. Pada kelainan di luar
endometriosis jarang terdapat perubahan-perubahan berupa benjolan kecil
di kavum Douglasi dan ligamentum sakrouterina. Kombinasi adenomiosis
uteri atau mioma uteri dengan endometriosis dapat pula ditemukan.
Endometriosis ovarii dapat menimbulkan kesukaran diagnosis dengan
kista ovarium. Sedangkan endometriosis yang berasal dari rektosigmoid
perlu dibedakan dari karsinoma (Prawirohardjo,2002).
K. Penatalaksanaan
Endometriosis
pembedahan.
menghilangkan
bisa
diterapi
Pengobatan
nyeri
dengan
medikamentosa
endometriosis
dan/atau
juga
memperbaiki
dan/atau
bertujuan
fertilitas
untuk
Stoppler,
Kapoor,2009);
1) Endometriosis dan subfertilitas

Adhesi peritubal and periovarian dapat menginterferensi dengan
transportasi
ovum
secara
mekanik
dan
berperan
dalam
menyebabkan subfertilitas. Endometriosis peritoneal telah terbukti
berperan
dalam
menyebabkan
subfertilitas
dengan
cara
berinterferensi dengan motilitas tuba, follikulogenesis, dan fungsi
korpus luteum. Aromatase dipercaya dapat meningkatkan kadar
prostaglandin
E
melalui
peningkatan
ekspresi
COX-2.
Endometriosis juga dapat menyebabkan subfertilitas melalui
39
peningkatan jumlah sperma yang terikat ke epitel ampulla sehingga
mempengaruhi interaksi sperm-endosalpingeal.

Pemberian medikamentosa pada endometriosis minimal atau
sedang
tidak
terbukti
meningkatkan
angka
kehamilan.
Endometriosis sedang sampai berat harus dioperasi.

Pilihan lainnya untuk mendapatkan kehamilan ialah inseminasi
intrauterin, superovulasi, dan fertilisasi invitro. Pada suatu
penelitian case-contol, rata-rata kehamilan dengan injeksi sperma
intrasitoplasmik tidak dipengaruih oleh kehadiran endometriosis.
Lebih jauh, analisi lainnya menunjukkan peningkatan
kejadian
kehamilan akibat fertilisasi in vitro dengan preterapi endometriosis
tingkat 3 dan 4 dengan agonis gonadotropin-releasing hormone
(GnRH).
2) Terapi interval

Beberapa peneliti percaya bahwa endometriosis dapat ditekan
dengan pemberian profilaksis berupa kontrasepsi oral kombinasi
berkesinambungan, analog GnRH, medroksiprogesteron, atau
danazol
sebagai
upaya
untuk
meregresi
penyakit
yang
asimtomastik dan mengatasi fertilitas subsekuen.

Ablasi melalui pembedahan untk endometriosis simptomatik juga
dapat meningkatkan kesuburan dalam 3 tahun setelah follow-up.

Tidak ada hubungan antara endometriosis dengan abortus rekuren
dan tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa terapi
medikamentosa atau pembedahan dapat mengurangi angka
kejadian abortus.

Terapi medis: pil kontrasepsi oral kombinasi, danazol, agen
progestational, dan analog GnRH. Semua obat ini memiliki efek
yang sama dalam mengurangi nyeri dan durasinya.

Pil kontrasepsioral kombinasi berperan dalam supresi ovarium dan
memperpanjang efek progestin.
40

Semua agen progesteron berperan dalam desidualisasi dan atrofi
endometrium.
a. Medroksiprogesteron asetat berperan dalam mengurangi nyeri.
b. Megestrol asetat juga memiliki efek yang sama
c. The levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) berguna
dalam mengurangi nyeri akibat endometriosis.

Analog GnRH berguna untuk menurunkan gejala nyeri, namun
tidak berefek dalam meningkatkan angka fertilitas. Terapi dengan
GnRH menurunkan gejala nyeri pada 85-100% wanita dengan
endometriosis.

Danazol berperan untuk menghambat siklus follicle-stimulating
hormone (FSH) and luteinizing hormone (LH) dan mencegah
steroidogenesis di korpus luteum.
3) Terapi Bedah
Terapi bedah bisa diklasifikasikan menjadi terapi bedah
konservatif jika fungsi reproduksi berusaha dipertahankan,
semikonservatif jika kemampuan reproduksi dikurangi tetapi
fungsi ovarium masih ada, dan radikal jika uterus dan ovarium
diangkat secara keseluruhan. Usia, keinginan untuk memperoleh
anak lagi, perubahan kualitas hidup, adalah hal-hal yang menajdi
pertimbangan ketika memutuskan suatu jenis tindakan operasi.6,
13,14
a) Pembedahan konservatif
Tujuannya adalah merusak jaringan endometriosis dan
melepaskan perlengketan perituba dan periovarian yang menjadi
sebab timbulnya gejala nyeri dan mengganggu transportasi
ovum. Pendekatan laparoskopi adalah metode pilihan untuk
mengobati endometriosis secara konservatif. Ablasi bisa
dilakukan dengan dengan laser atau elektrodiatermi. Secara
keseluruhan, angka rekurensi adalah 19%. Pembedahan ablasi
laparoskopi dengan diatermi bipolar atau laser efktif dalam
41
menghilangkan gejala nyeri pada 87%. Kista endometriosis
dapat diterapi dengan drainase atau kistektomi. Kistektomi
laparoskopi mengobati keluhan nyeri lebih baik daripada
tindakan drainase. Terapi medis dengan agonis GnRH
mengurangi ukuran kista tetapi tidak berhubungan dengan
hilangnya gejala nyeri.
b) Flushing
tuba
dengan
media
larut
minyak
dapat
meningkatkan angka kehamilan pada kasus infertilitas yang
berhubungan dengan endometriosis.
c)
Untuk dismenorhea yang hebat dapat dilakukan neurektomi
presakral. Bundel saraf yang dilakukan transeksi adalah
pada vertebra sakral III, dan bagian distalnya diligasi.
d) Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) berguna
untuk mengurangi gejala dispareunia dan nyeri punggung
bawah.
e)
Untuk pasien dengan endometriosis sedang, pengobatan
hormonal adjuvant postoperative efektif untuk mengurangi
nyeri tetapi tidak ada berefek pada fertilitas. Analog GnRH,
danazol, dan medroksiprogesteron berguna untuk hal ini.
4) Pembedahan semikonservatif
Indikasi pembedahan jenis ini adalah wanita yang telah
melahirkan anak dengan lengkap, dan terlalu muda untuk
menjalani pembedahan radikal, dan merasa terganggu oleh gejalagejala
endometriosis.
Pembedahan
yang
dimaksud
adalah
histerektomi dan sitoreduksi dari jaringan endometriosis pelvis.
Kista endometriosis bisa diangkat karena sepersepuluh dari
jaringan ovarium yang berfungsi diperlukan untuk memproduksi
hormon. Pasien yang dilakukan histerektomi dengan tetap
mempertahankan ovarium memiliki risiko enam kali lipat lebih
besar untuk mengalami rekurensi dibandingkan dengan wanita
yang dilakukan histerektomi dan ooforektomi. Terapi medis pada
42
wanita yang telah memiliki cukup anak yang juga memiliki efek
dalam mereduksi gejala.
5) Pembedahan radikal
a) Histerektomi total dengan ooforektomi bilateral dan sitoreduksi
dari endometrium yang terlihat. Adhesiolisis ditujukan untuk
memungkinkan mobilitas dan menormalkan kembali hubungan
antara organ-organ di dalam rongga pelvis.
b) Obstruksi ureter memerlukan tindakan bedah untuk mengeksisi
begian yang mengalami kerusakan. Pada endometriosis dengan
obstruksi usus dilakukan reseksi anastomosis jika obstruksi
berada di rektosigmoid anterior.
Gambar 3 Alogaritma Penatalaksanaan Endometriosis
L. Prognosis
43
Endometriosis dapat mengalami rekurensi kecuali telah dilakukan
dengan histerektomi dan ooforektomi bilateral. Angka kejadian rekurensi
endometriosis setelah dilakukan terapi pembedahan adalah 20% dalam
waktu 5 tahun. Ablasi komplit dari endometriosis efektif dalam
menurunkan gejala nyeri sebanyak 90% kasus. Beberapa ahli mengatakan
eksisi lesi adalah metode yang baik untuk menurunkan angka kejadian
rekurensi dari gejala-gejala endometriosis. Pada kasus infertilitas,
keberhasilan tindakan bedah berhubungan dengan tingkat berat ringannya
penyakit. Pasien dengan endometriasis sedang memiliki peluang untuk
hamil sebanyak 60%, sedangkan pada kasus-kasus endometriosis yang
berat keberhasilannya hanya 35% (Sud,1999).
44
BAB V
PENUTUP
V.1. KESIMPULAN DAN SARAN
Kista Endometriosis merupakan salah satu bentuk penyakit reproduksi
yang
banyak
menyerang
wanita.
Penyakit
ini
awalnya
berupa
Endometriosis.Endometriosis ini terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan
mengenai 40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil
Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk
menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 3040%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah
mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah
pengobatan berkisar 30%
Pada pasien dengan kista Endometriosis sebaiknya dilakukan penanganan
medis segera agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut , yang dapat menyebabkan
perkembangan kista ke arah keganasan, serta menjaga pola hidup sehat, salah
satunya dengan tidak mengkonsumsi makanan yang berpontesi sebagai
karsinogen.
45
Download