BAB I PENDAHULUAN Endometriosis adalah suatu penyakit yang lazim menyerang wanita di usia reproduksi. Penyakit ini merupakan kelainan ginekologis yang menimbulkan keluhan nyeri haid, nyeri saat senggama, pembesaran ovarium dan infertilitas.Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal dari lapisan uterus yaitu endometrium menyerang organ-organ di rongga pelvis dan tumbuh di sana. Jaringan endometrium yang salah tempat ini menyebabkan iritasi di rongga pelvis dan menimbulkan gejala nyeri serta infertilitas (American Society Endometriosis,2009 ; Oepomo,2009) Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung atau flek-flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek ini bisa berwarna bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan endometriosis dapat tumbuh di permukaan rongga pelvis, peritoneum, dan organorgan di rongga pelvis, yang kesemuanya dapat berkembang membentuk nodulnodul. Endometriosis bisa tumbuh di permukaan ovarium atau menyerang bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah yang disebut sebagai kista endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur. Endometriosis dapat mengiritasi jaringan di sekitarnya dan dapat menyebabkan perlekatan (adhesi) akibat jaringan parut yang ditimbulkannya (American Society Endometriosis,2009). Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara perempuan dan anak perempuan dari wanita yang menderita endometriosis berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang menjadi endometriosis. Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 3040%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah 1 mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30% (Oepomo,2009). Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif tidak memberikan hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit tersebut belum terungkap secara tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis hanya dapat dievaluasi saat ini dengan mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi merupakan tindakan yang minimal invasif tetapi memerlukan keterampilan operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi dari yang ringan sampai berat. Alasan yang dikemukakan tadi menyebabkan banyak penderita endometriosis yang tidak mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk mengetahui apakah endometriosis sudah berhasil diobati atau tidak (Oepomo,2009). Berikut ini akan disampaikan kasus seorang pasien yang datang ke Instalasi Gawat Darurat VK Rumah Sakit Margono Soekarjo dengan keluhan benjolan di perut bawah disertai keluhan tambahan berupa nyeri haid yang hebat. Pasien ini didiagnosis sebagai kista endometriosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, serta diperkuat oleh temuan operasi laparatomi yang dilakukan pada pasien ini. 2 BAB II LAPORAN KASUS II.1. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. T Usia : 30 tahun Pendidikan : SMP Agama : Islam Suku/bangsa : Jawa Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Desa Pangobogan Kulon Cilongok RT 01/07 Tanggal/Jam Masuk : 26 September 2013/ Pukul 15.00 WIB II.2. ANAMNESIS Keluhan Utama: Autoanamnesa Perut semakin membesar Riwayat penyakit sekarang Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Margono Soekarjo dengan keluhan perut semakin membesar disertai dengan sesak. Sejak 10 bulan yang lalu pasien mengeluhkan nyeri haid yang sangat hebat sekali, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan terus menerus selama haid, Haid berlangsung selama 7 hari, ganti pembalut tiga sampai emat kali dalam satu hari. Kemampuan pasien menjalankan aktifitasnya setiap hari berkurang dikarenakan sakitnya, nyeri saat bersenggama disangkal, riwayat perdarahan di luar siklus haid disangkal. 4 bulan yang lalu pasien mengeluhkan teraba benjolan pada perut bagian bawah sebesar telur ayam terasa lunak dan mudah digerakan tidak terasa nyeri, semakin lama benjolan semakin membesar hingga sekarang sebesar kepala bayi. Pasien rutin berobat di dokter, diberikan obat setelah diberkan obat keluhan nyeri saat hadi pasien berkurang. 3 Pasien tidak mengeluhkan demam, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, mual muntah maupun gangguan pada buang air kecil dan buang air besar. Tidak ada riwayat pengeluaran darah di luar haid. Riwayat Menstruasi - Menarche : usia 14 tahun - Sebelum terdiagnosis kista : lama mens 8 hari, siklus 28 hari, ada nyeri saat mens, dalam sehari 3 kali ganti pembalut - Setelah terdiagnosis kista : lama mens 8 hari, siklus 28 hari, tidak ada nyeri saat mens, dalam sehari 3 kali ganti pembalut. Riwayat Obstetri P0A0 Riwayat Menikah 1 kali / 8 tahun Riwayat KB Pasien tidak pernah menggunakan KB Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat penyakit darah tinggi disangkal - Riwayat asma disangkal - Riwayat penyakit jantung disangkal - Riwayat kencing manis disangkal Riwayat Penyakit Keluarga - Riwayat keluhan yang sama disangkal - Riwayat penyakit darah tinggi disangkal - Riwayat asma disangkal - Riwayat Penyakit jantung disangkal - Riwayat kencing manis disangkal - Riwayat penyakit keganasan dalam keluarga disangkal 4 Riwayat Kebiasaan Makan-makanan gorengan terutama mendoan,mie ayam,dan jarang makan sayur. II.3. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Fisik Umum Status Pasien: - Keadaan umum : Sedang - Kesadaran : Compos mentis - Tekanan darah : 120/80 mmHg - Nadi : 100 x/menit - Pernapasan : 24 x/menit - Suhu badan : 36,7 ºC - Tinggi badan : 147 cm - Berat badan : 40 kg - Gizi : Kurang - Mata : Konjungtiva palpebra mata kanan dan kiri tidak anemis, tidak ada sklera ikterik pada mata kanan dan kiri. - Telinga : Tidak ada ottorhea. - Hidung : Tidak keluar secret - Mulut : Mukosa bibir tidak sianosis - Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid Thorax Paru Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris (tidak ada gerakan nafas yang tertinggal), tidak ada retraksi spatium intercostalis. Palpasi : Gerakan dada simetris, vocal fremitus kanan sama dengan kiri 5 Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru Auskultasi : Suara dasar nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi basah kasar di parahiler dan ronkhi basah halus di basal pada kedua lapang paru, tidak ditemukan wheezing. Jantung Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis pada dinding dada sebelah kiri atas. Palpasi : Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V, 2 jari medial LMC sinistra Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II LPSD Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD Batas jantung kiri atas SIC II LPSS Batas jantung kiri bawah SIC V LMCS Auskultasi : S1>S2 reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan gallop. Abdomen Inspeksi : Perut datar, tidak tampak benjolan, striae (-) Auskultasi : Bising usus (+) normal Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), pekak didaerah masa Palpasi : Teraba masa di regio suprapubis sebesar kepala bayi dengan konsistensi kistik, permukaan licin, batas tegas,mobile, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-) Status Genitalia a. Status Genitalia Eksterna - Mons pubis: Distribusi rambut pubis merata - Labia mayora: Massa (-), hiperemis (-) - Labia minora: Massa (-), hiperemis (-) - Introitus vagina: Fluksus (-), fluor albus (-), massa (-), hiperemis (-), pembesaran kelenjar bartholini (-) - Orifisium uretra eksterna: Dalam batas normal 6 b. Inspekulo - Discharge: Fluor albus (-), fluksus (-) - Dinding vagina: Licin (+), hiperemis (-), massa (-), edema (-), ruggae vaginales (+) - Portio: Posisi posterior, ukuran sebesar telur ayam, permukaan rata (+), benjolan (-), tampak licin (+), erosi (-), hiperemis (-), fluksus (-) c. - Ostium uteri eksternum: tertutup - Fornix: Menonjol (-) Palpasi Bimanual - Dinding vagina: Teraba licin, nyeri tekan (-), massa (-), ruggae vaginales (+) - Portio: Ukuran sebesar ibu jari kaki, permukaan licin, rata, tidak berbenjol-benjol, konsistensi kenyal, portio tebal, dan ikut bergerak saat massa abdomen digerakan - Ostium uteri eksternum: tertutup - Corpus uteri: Sulit dinilai - Adnexa sinistra: Massa (-), ovarium teraba, nyeri tekan (-) - Adnexa dekstra: Massa (+), ukuran sebesar kepala bayi, konsistensi kistik permukaan rata di antara massa padat, permukaan rata, mobile, nyeri tekan (-) II.4. RESUME MASUK P0A0, 30 tahun, masuk Rumah Sakit Prof. DR. Margono Soekarjo tanggal 26 September 2013 pukul 15.00 WIB dari Instalansi Gawat Darurat VK Rumah Sakit Margono Soekarjo dengan keluhan perut semakin membesar disertai dengan sesak. Sejak 10 bulan yang lalu pasien mengeluhkan nyeri haid yang sangat hebat sekali, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan terus menerus selama haid, Haid berlangsung selama 7 hari, ganti pembalut tiga sampai emat kali dalam satu hari. 7 4 bulan yang lalu pasien mengeluhkan teraba benjolan pada perut bagian bawah sebesar telur ayam tangan terasa lunak dan mudah digerakan tidak terasa nyeri, semakin lama benjolan semakin membesar hingga sekarang sebesar kepala bayi. Pasien rutin berobat di dokter, diberikan obat setelah diberkan obat keluhan nyeri saat hadi pasien berkurang. Status Praesens: KU : Sedang Kes : Compos Mentis TD : 120/80 mmHg S : 36,4 ºC N : 100 x/menit R : 22 x/menit II.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan USG (28/09/2013): Masa kistik dengan septasi dan ada bagian solid didalamnya, ukuran tidak terjangkai probe pada regio kavum pelvis sampai kavum abdomen Curiga berasl dari adneksa. Tak tampak kelainan pada sonografi organ-organ intra abdomen di atas. Pemeriksaan Foto Thoraks PA (28/09/2013): Cor : CTR <50%, bentuk dan letak jantung normal Pulmo : Corakan vaskuler rapat Tampak bercak pada parakardial kanan Hemidiafragma setinggi kosta 8 posterior Sinus kostofrenikus kanan-kiri lancip Tak tampak lesi litik, sklerotik maupun destruksi tulang kosta, klavikula, dan skapula yang terlihat Kesan : Cor tak Membesar Tak tampak Metastasis pada pulmo maupun tulang 8 Pemeriksaan Laboratorium: Pemeriksaan Darah Lengkap Hemoglobin Hasil Nilai Rujukan 10.6 g/dL (L) 12 - 16 gr/dl Leukosit 7660/uL 4.800 –10.800/µL Hematokrit 33% 37 - 47% Eritrosit 4.2 10ˆ6/uL 4.2 – 5.4 juta/µL Trombosit 361000 /uL 150.000 -400.000/µL MCV 78.9 80 – 96 fL MCH 25.1 pg 27 – 32 pg MCHC 31.6 % 33 – 37 gr/dL RDW 14.6 % 11,5 – 14,5 % Hitung Jenis Basofil 0.3 % 0–1% Eosinofil 2.3 % 1–3% Batang 0.1 % 2–6% Segmen 49.5 % 50 – 70 % Limfosit 41.1 % 20 – 40 % Monosit 6.7 % 2 -8 % PT 14.0 detik 9,8 – 12,6 detik APTT 29.9 detik 27 – 39 detik 26 U/L 15 - 37 /µL SGPT 18 U/L 30 – 65 /µL Ureum Darah 16.2 mg/ dL 14.98 – 38.52 mg/dL Kreatinin Darah 0.75 mg/ dL 0.60 – 1.00 mg/dL Glukosa Sewaktu 78 mg/ dL <200 mg/dL Natrium 146 mmol/L 136 – 145 mmol/L Kalium 4.4 mmol/L 3,1 – 5,1 mmol/L Klorida 99 mmol/L 98 – 107mmol/L KIMIA KLINIK SGOT Globulin 2.7 – 3.2 gr/dL 9 Total Protein 5.13 g/dL 6.4- 8.2 gr/dL Albumin 3.39 g/dL 3.4 – 5.0 gr/dL Globulin 2.74 g/dL 2.7 – 3.2 gr/dL Kalsium 8.3 g/dL 8.4 – 10.2 mg/dl Urine Lengkap Fisis Warna Kuning Kuning muda-tua Jernih Khas Jernih Khas 1.925 1.010 – 1.030 5.5 4.6 7.8 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Normal Negatif Negatif Negatif 0-1 2-3 Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Normal Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Non reaktif Negatif Nonreaktif - Kejernihan Bau Kimia Berat Jenis pH Leukosit Nitrit Protein Glukosa Keton Urobilinogen Bilirubin Eritrosit Sedimen Eritrosit Leukosit Epitel Silinder Hialin Silinder Lilin Granuler Halus Granuler Kasar Kristal Bakteri Trikomonas Jamur SERO IMUNOLOGI HbsAg Test Kehamilan II.6. DIAGNOSIS P0A0, usia 30 tahun dengan kista endometriosis 10 II.7. Diagnosis Banding Kistoma Ovarii Ca Ovarium II.8. PLANNING - Rawat Teratai - Foto thorax PA - Rencana laparotomi eksplorasi dan de bulking - Monitor: Observasi keluhan dan vital sign - IVFD RL 20 tpm - Pemberian keterolac 1x1 ampul II.9. SIKAP Tanggal 26 September 2013 Pukul 15.06 dokter jada IGD menginstruksikan untuk rawat di bangsal Teratai. Dokter menginstruksikan untuk memberikan IVFD RL 20 tpm, Oksigen 2-3 liter per menit dan keterolac 1x1ampul Dokter menginstruksikan untuk dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan urin lengkap Tanggal 27 September 2013 Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm dan pemeriksaan USG Abdomen Tanggal 28 Septermber 2013 Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm dan menunggu hasil pemeriksaan USG Abdomen Tanggal 30 September 2013 Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm Hasil USG sudah ada, rawat bagian obsetri dan gynecologi Tanggal 01 Oktober 2013 Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm dan rencana pro operasi explorasi laparotomi 11 Tanggal 02 Oktober 2013 Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm Konsul ke dokter spesialis anestesi untuk rencana laparotomi eksplorasi esok hari Tanggal 22 Agustus 2013 Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm Pukul 11.20 dilakukan laparotomi eksplorasi dan de bulking *Laporan operasi: - Penderita tidur terlentang diatas meja operasi - Asepsis dan antisepsis daerah tindakan - Insisi dinding abdomen - Tampak uterus ukuran sebesar telur ayam - Tampak masa kistik pada adneksa kanan multiokuler ukuran hamil aterm lengket dengan rektum - Aspirasi cairan kurang lebih 3,3 l - Dilakukan adheliosis dari masa terhadap rectum - Klem, potong ikat ligamentum infundibulopelvikum Dekstra, masa terangkat dilakukan pemeriksaan PA - Rawat perdarahan - Pasang drain, tutup dinding abdomen lapis demi lapis Sampel kista dikirim untuk dilakukan pemeriksaan patologi anatomi Tanggal 04 Oktober 2013 Dokter menginstruksikan untuk memberi IVFD RL 20 tpm, injeksi ceftriaxon, Asam Mefenamat tab 3x500 mg Jika tidak ada keluhan lain, besok diperbolehkan pulang, dan kontrol ke poli klinik kebidanan dan kandungan II.10. PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad sanantionam : dubia ad bonam Quo ad fungtionam : dubia ad bonam 12 BAB III DISKUSI MASALAH Pada kasus ini akan dibahas mengenai diagnosis, penanganan, komplikasi dan prognosis. III.1. DIAGNOSIS Diagnosis adalah proses penentuan jenis masalah kesehatan atau penyakit dengan cara meneliti atau memeriksa. Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakan melalui serangkaian proses anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang saling berkaitan satu sama lainnya. Dalam penegakan diagnosis sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pasien, pelaku diagnosis, serta sarana dan prasarana penunjang diagnosis. Kesalahan pada salah satu faktor akan menjadi penyulit dalam mendapatkan diagnosis yang jelas, bahkan lebih fatal dapat membawa kepada kesalahan diagnosis, yang tentunya akan berpengaruh terhadap penanganan dan prognosis penyakit tersebut. Melalui serangkaian proses anamnesis, pemeriksaan fisik dan ginekologi, serta pemeriksaan penunjang, maka diagnosis kasus ini adalah P0A0, usia 30 tahun dengan kista endometriosis.Usia 30 tahun merupakan usia tidak produktif. Hampir setiap wanita memiliki risiko terkena kista endometriosis. Kista endometriosis yang dapat berpotensi menjadi ganas Pasien P0A0 artinya pasien belum memiliki anak (infertil) dan . Insidensi kista endometriosis paling banyak pada wanita yang tidak pernah melahirkan dan nullipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai jumlah paritas yang banyak. Hal ini bisa terjadi karena adanya adhesi dari endometriosis dan kerusakan oosit yang disalurkan oleh tuba falopi. Selain gangguan mekanis ovulasi dan pembuahan, juga berdampak dalam patogenesis infertilitas pada wanita dengan endometriosis. Dampak tersebut tersebut termasuk gangguan dalam ovarium dan fungsi kekebalan serta implantasi (Matorras Dan Kolega 2001). 13 Menurut data anamnesis didapatkan keluhan awal dimulai sejak 10 bulan yang lalu. Awalnya pasien sering mengeluh nyeri saat haid dirsakan sangat nyeri sekali, nyeri tersebut dirasakan seperti ditusuktusuk, nyeri terus dirasakan selama menstruasi. Kemudian 4 bulan yang lalu pasien mengeluh adanya benjolan kecil dibagian perut bawah sebesar telur ayam terasa lunak dan mudah digerakan tidak terasa nyeri semakin lama benjolan semakin besar. Pasien sering memeriksakan diri ke dokter, untuk mengatasi keluhannya diberikan obat dan keluhannya berkurang. Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri waktu haid yang semakin lama semakin hebat. Sebab dari dismenorea ini tidak diketahui secara pasti tetapi mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan di dalam kista endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Jika kista endometriumnya besar dan terdapat perlengketan ataupun jika lesinya melibatkan peritoneum usus, keluhan dapat berupa nyeri abdomen bawah atau pelvis yang konstan dengan intensitas yang berbeda-beda. (Derek Llewellyn-Jones.2002). Pada kista endometriosis biasanya pasien juga mengeluhkan adanya benjolan di perut bagian bawah yang membesar secara perlahan-lahan disertai adanya nyeri perut bagian bawah progresif yang terjadi selama siklus haid. Pada pemeriksaan fisik, hasil temuan kista endometrium hampir sama dengan mioma uteri dimana didapatkan masa di regio suprapubik, terfiksir,batas jelas tidak terdapat nyeri tekan, Sedangkan dari pemeriksaan ginekologi teraba masa di parametrium dekstra sebesar ukuran kepala bayi III.2 PENANGANAN Pada saat pasien dirawat di bangsal Teratai pasien diberi IVFD RL 20 tpm, kemudian direncanakan laparotomi eksplorasi dan salpingooofrektomi dekstra. Sebelum operasi pasien hanya diberikan obat-obatan simtomatis Pada pasien dilakukan operasi salfongooofrektomi dekstra kuratif dari kista endometriosis ini. Pada pasien ini dilakukan tindakan bedah berupa 14 laparatomi. Penatalaksanaan pasien ini sudah tepat, karena laparoskopi sesuai algoritma penatalaksanaan endometriosis tidak dapat dilakukan di RS Margono Soekarjo Purwokerto karena keterbatasan alat. Pada pasien ini dilakukan salphingotomi ooforektomi dextra dan adhesiolisis. Adapun pemilihan tindakan bedah pada pasien ini sudah tepat karena berdasarkan kepustakaan, kista endometriosis yang ukurannya lebih dari 2 cm atau yang sudah terjadi perlengketan lebih baik diobati dengan pembedahan, yang bertujuan untuk mengangkat kista endometriosis dan membebaskan perlengketan endometriosis. Pengangkatan adneksa dari endometriosis yang berat dilakukan bila adneksa sebelahnya normal. Pada wanita yang usianya kurang dari 40 tahun, perlu dipertimbangkan untuk meninggalkan sebagian jaringan ovarium yang sehat. Adhesiolisis pada pasien ini sudah tepat karena bertujuan untuk memungkinkan mobilitas dan menormalkan kembali hubungan antara organ - organ di dalam rongga pelvis. Selain itu juga tampak perlengketan antara tuba fallopi dekstra dan ovarium dekstra dengan rektum. III.3 KOMPLIKASI Pada pasien ini didapatkan komplikasi berupa infertilitas primer akibat kista endometriosis ini. Masih menjadi perdebatan para ahli apakah kista endometriosis menyebabkan infertilitas ataukah infertilitas yang menyebabkan dari kista endometriosis. III.4 PROGNOSIS Prognosis pasien sebelum dan saat masuk rumah sakit adalah dubia ad bonam (meragukan, ke arah baik) karena usia pasien masih muda dan cepat berobat ke pelayanan kesehatan sebelum mengarah ke arah keganasan. 15 BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 1. KISTA ENDOMETRIOSIS A. Definisi Endometriosis yaitu suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih berfungsi berada di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar dan stroma, terdapat di dalam endometrium ataupun di luar uterus. Bila jaringan endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, bila brada di luar uterus disebut endometriosis. Pembagian ini sudah tidak dianut lagi, karena secara patologik, klinik, ataupun etiologic adenomiosis berbeda dengan endometriosis. Adenomiosis secara klinis lebih banyak persamaan dengan mioma uteri. Adenomiosis sering ditemukan pada multipara dalam masa premenopause, sedangkan endometriosis terdapat pada wanita yang lebih muda dan yang infertile (Sarwono.2007). Terdapat kurang lebih 15% wanita reproduksi dan pada 30% dari wanita yang mengalami infertilitas. Implantasi endometriosis bisa terdapat pada ovarium, ligamentum sakrouterina, kavum dauglasi, ligamentum latum dan ligamentum rotundum, tuba fallopi, dan pada tempat-tempat ekstra peritoneal ( serviks, vagina, vulva, dan kelenjarkelenjar limfe).Penampakan kasarnya bisa dalam bentuk luka berupa sebuah peninggian atau kista yang berisi darah baru, merah atau biruhitam. Karena termakan waktu, luka tersebut berubah menjadi lebih rata dan berwarna coklat tua. Ukuran luka dapat berkisar dari luka kecil dari 10 cm. (Rayburn, F. William.2001). B. Epidemiologi Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara perempuan dan anak perempuan dari wanita yang menderita endometriosis berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang menjadi endometriosis (NHS, 2009). 16 Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk menjadi tumor ovarium adalah 15 - 20%, angka kejadian infertilitas berkisar 30 - 40%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30% (NHS, 2009). C. Etiologi Teori tentang terjadinya endometriosis telah diterangkan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut: 1. Teori retrograde menstruasi Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson. Teori ini didasari atas 3 asumsi: a) Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii b) Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam rongga peritoneum c) Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat menempel ke peritoneum dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi (Overton,2007). Teori diatas berdasarkan penemuan: a) Penelitian terkini dengan memakai laparoskopi saat pasien sedang haid, ditemukan darah haid berbalik dalam cairan peritoneum pada 75-90% wanita dengan tuba falopii paten. b) Sel-sel endometrium dari darah haid berbalik tersebut diambil dari cairan peritoneum dan dilakukan kultur sel ternyata ditemukan hidup dan dapat melekat serta menembus permukaan mesotelial dari peritoneum. c) Endometriosis lebih sering timbul pada wanita dengan sumbatan kelainan mulerian daripada perempuan dengan malformasi yang tidak menyumbat saluran keluar dari darah haid. 17 d) Insiden endometriosis meningkat pada wanita dengan permulaan menars, siklus haid yang pendek atau menoragia (Overton,2007). 2) Teori metaplasia soelomik Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh Meyer. Teori ini menyatakan bahwa endometriosis berasal dari perubahan metaplasia spontan dalam sel-sel mesotelial yang berasal dari epitel soelom (terletak dalam peritoneum dan pleura). Perubahan metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh beberapa faktor seperti infeksi, hormonal dan rangsangan induksi lainnya. Teori ini dapat menerangkan endometriosis yang ditemukan pada laki-laki, sebelum pubertas dan gadis remaja, pada wanita yang tidak pernah menstruasi, serta yang terdapat di tempat yang tidak biasanya seperti di pelvik, rongga toraks, saluran kencing dan saluran pencernaan, kanalis inguinalis, umbilikus, dimana faktor lain juga berperan seperti transpor vaskular dan limfatik dari sel endometrium (Overton,2007). 3) Teori transplantasi langsung Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang kurang hati-hati seperti saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan episiotomi, dapat mengakibatkan timbulnya jaringan endometriosis pada bekas parut operasi dan pada perineum bekas perbaikan episiotomi tersebut. 4) Teori genetik dan imun Semua teori diatas tidak dapat menjawab kenapa tidak semua wanita yang mengalami haid menderita endometriosis, kenapa pada wanita tertentu penyakitnya berat, wanita lain tidak, dan juga tidak dapat menerangkan beberapa tampilan dari lesi. Penelitian tentang genetik dan fungsi imun wanita dengan endometriosis dan lingkungannya dapat menjawab pertanyaan diatas (Overton,2007). 18 Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu dan anak dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu dasar genetik. Matriks metaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang menghancurkan matriks ekstraseluler dan membantu lepasnya endometrium normal dan pertumbuhan endometrium baru yang dirangsang oleh estrogen. Tampilan MMP meningkat pada awal siklus haid dan biasanya ditekan oleh progesteron selama fase sekresi. Tampilan abnormal dari MMP dikaitkan dengan penyakit-penyakit invasif dan destruktif. Pada wanita yang menderita endometriosis, MMP yang disekresi oleh endometrium luar biasa resisten (kebal) terhadap penekanan progesteron. Tampilan MMP yang menetap didalam sel-sel endometrium yang terkelupas dapat mengakibatkan suatu potensi invasif terhadap endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari permukaan peritoneum dan selanjutnya terjadi proliferasi sel (Overton,2007). Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang menyebabkan pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif. Makrofag merupakan bahan kunci untuk respon imun alami, bagian sistem imun yang tidak antigen-spesifik dan tidak mencakup memori imunologik. Makrofag mempertahankan tuan rumah melalui pengenalan, fagositosis, dan penghancuran mikroorganisme yang jahat dan juga bertindak sebagai pemakan, membantu untuk membersihkan sel apoptosis dan sel-sel debris. Makrofag mensekresi berbagai macam sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan membantu fungsi-fungsi faktor diatas disamping merangsang pertumbuhan dan proliferasi tipe sel yang lain. Makrofag terdapat dalam cairan peritoneum normal dan jumlah serta aktifitasnya meningkat pada wanita dengan endometriosis. Pada penderita endometriosis, makrofag yang terdapat di peritoneum dan monosit yang beredar teraktivasi 19 sehingga penyakitnya berkembang melalui sekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang merangsang proliferasi dari endometrium ektopik dan menghambat fungsi pemakannya. Natural killer juga merupakan komponen lain yang penting dalam proses terjadinya endometriosis, aktifitas sitotoksik menurun dan lebih jelas terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang lanjut (Overton,2007). 5) Faktor endokrin Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen (estrogen-dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme estrogen telah diimplikasikan daam patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu enzim yang merubah androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron dan estradiol. Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia seperti sel granulosa ovarium, sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan fibroblas kulit. (Overton,2007) Lihat gambar 1. Gambar 1 Biosintesa estrogen wanita reproduksi Kista endometriosis dan susukan endometriosis diluar ovarium menampilkan kadar aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang tinggi pula. Dengan kata lain, wanita dengan endometriosis mempunyai kelainan genetik dan membantu 20 perkembangan produksi estrogen endometrium lokal. Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas siklooksigenase tipe-2 lokal (COX-2) yang membuat prostaglandin (PG)E2, suatu perangsang poten terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari endometriosis, sehingga produksi estrogen berlangsung terus secara lokal (Overton,2007).Lihat gambar 2. Gambar 2 Sintesis Estrogen pada susukan endometriosis Estron dan estradiol saling dirubah oleh kerja 17β-hidroksisteroid dehidrogenase (17βHSD), yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi estradiol (bentuk estrogen yang lebih poten) dan tipe-2 merubah estradiol menjadi estron. Dalam endometrium eutopik normal, progesteron merangsang aktifitas tipe-2 dalam kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini sangat banyak ditemukan pada kelenjar endometrium fase sekresi. Dalam jaringan endometriotik, tipe-1 ditemukan secara normal, tetapi tipe-2 secara bersamaan tidak ditemukan. Progesteron tidak merangsang aktiftas tipe-2 dalam susukan endometriotik karena tampilan reseptor progesteron juga abnormal. Reseptor progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A dan PR-B, keduanya ini ditemukan pada endometrium eutopik normal, sedangkan pada jaringan endometriotik hanya PR-A saja yang ditemukan (Overton,2007). 21 6) Faktor Inflamasi Kista endomertrioid merupakan penyakit ginekologi yang sering di Amerika Serikat, data epidemiologi menyebutkan bahwa etiologi kista endometrioid adalah oleh karena ketidakseimbangan esterogen dan progesterone. Selanjutnya, inflamasi juga berperan dalam perkembangan kista endometrioid. Data laboratorium yang muncul menunjukkan bahwa peningkatan kadar prostaglandin E2 mungkin mendasari perubahan pada endometrium pada jaringan neoplastik dan in vitro. Pada peradangan kronis dapat menginduksi pembelahan sel yang cepat , meningkatkan kemungkinan kesalahan replikasi , perbaikan DNA tidak efektif ,dan mutasi berikutnya .Inflamasi dapat juga langsung meningkatkan produksi estrogen, selain itu pada keadaan inflamasi dapat mempengaruhi pembelahan sel yang cepat dan menghasilkan peningkatan radikal bebas dan kemudian merusak DNA. Peningkatan proliferasi sel berhubungan dengan kesalahan pada replikasi DNA, seperti pada gen tumor supresi, dimana hal ini dapat mengkonversi mutasi lesi DNA(Hussain, 2003). Selain itu sitokin inflamasi juga dapat menginduksi berbagai enzim, termasuk siklooksigenase 2 (COX-2). COX-2 siklik dan asam arachidonat oksigenase yang akhirnya memproduksi produksi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 dapat menginduksi tumorigenesis dengan meningkatkan produksi sitokin dan factor pertumbuhan yang diperlukan untuk perkembangan tumor, invasi dan metastasis, termasuk IL-6, IL-8, faktor pertumbuhan pembuluh endotel, dan metabolism matriks. PGE2 juga dapat meningkatkan produksi nitrit oxid, yaitu enzim yang terlibat dalam radikal bebas(Gasparini, 2003). 22 Bukti lebih lanjut bahwa COX-2 berperan dalam pathogenesis terjadinya kista endometrioid dari penelitian karsinogenesis pada tikus dengan pemberian COX-2 inhibit selektif (Jacoby, 2000). Perubahan neoplastik dapat dimulai dari kerusakan DNA yang dikeluarkan oleh sel-sel radikal bebas. Sel-sel ini selanjutnya di presentasikan melalui COX-2 dimediasi oleh PGE2, yang menyebabkan produksi faktor pertumbuhan, invasi, dan metastasis. Baru-baru ini, data laboratorium menunjukan bahwa jalur molekul yang mendasari hubungan karsinoma yang melibatkan NF-nB faktor transkripsi dan inhibitor nB kinase (IKK) kompleks. NF-kB adalah faktor transkripsi yang mengatur apoptosis, proliferasi sel, dan pengangkapan pertumbuhan sel, serta meningkatkan angiogenesis melalui endotel vaskuler ekspresi faktor pertumbuhan. Jalur NF-nB juga merupakan system sinyal sitokin inflamasi. Dalam sel normal kebanyakan, NF-nB tetap dalam sitoplasma dan tidak aktif sampai sel dirangsang oleh ligan yang sesuai (Kumar, 2004). Satu kelompok aktivator NF - nB adalah sitokin proinflamasi , termasuk TNF alfa dan IL-1beta , yang mengaktifkan reseptor kinase dan kompleks IKK . IKK kompleks phosphorylates InB , menghambat molekul pendamping terikat NF - nB . NF - nB kemudian dibebaskan dan ditranslokasi ke nukleus , di mana NF-nB kemudian mengaktifkan berbagai gen , termasuk reseptor proinflamasi yang terlibat dalam peradangan dan proliferasi ( Karin, 2000) . Aktivitas IKK diubah NF – nB aktivasi adalah ciri adanya inflamasi .Protein NF - nB juga dapat mengaktifkan malignancy jalur sinyal pada sel kanker dan sel-sel inflamasi tumor terkait. NF-nB menunjukan jalur perekrut sitokin proinflamasi, mungkin terlibat dalam patogenesis tumor 23 dengan menghambat apoptosis dalam sel dimulai serta dengan merangsang produksi lebih lanjut sitokin proinflamasi oleh sel myeloid dan limfoid dalam massa tumor.Sel-sel ini merupakan reseptor inflamasi jalur NF - nB , dan dapat mempresentasikan proliferasi, antiapoptosis, dan proses proinflamasi (Balkwill, 2004 ). 7) Faktor Iron Overload Endometriosis didefinisikan adanya jaringan endometrium, stroma dan bagian glanularnya yang berada di luar cavum uteri. Salah satu kelainan keganansan ginekologi yang dialami oleh 10%-15% wanita usia reproduksi dan >30% penyebab dari infertile. Keadaan patologis ini berhubungan dengan gejala seperti disminore, disparunia, nyeri sekitar pinggul dan subfertile. Etiologi dari endometriosis multifaktorial kombinasi dari kelainan genetik, hormonal, lingkungan, imonulogi, dan faktor anatomi memainkan peran dalam patogenesis endometriosis. Besi merupakan bahan logam yang paling penting bagi hampir semua organisme yang hidup, karena keterlibatannya dalam sejumlah protein dan enzim yang mengandung besi. Namun akumulasi kelebihan zat besi yang masuk ke dalam sel dan jaringan dapat mengakibatkan keracunan dan terkait dengan patogenesis beberapa penyakit seperti thalasemia, hematochromatosis, HIV, atau penyakit neurodegenerative (Crichton et al., 2002). Selain itu dalam kasus perdarahan, lisisnya eritrosit menyebabkan kelebihan zat besi memediasi kerusakan oksidative dan inflamasi (Sercombe et al., 2002; Potts et al., 2006; Gorbunov et al., 2006; Xi et al., 2006; Levy et al., 2007). Pada penelitian terbaru menyarankan bahwa besi terlibat dalam perkembangan penyakit endometriosis. Endometriosis bisa mengenai 10%-15% wanita usia reproduksi. Kista endometrioid atau biasa yang disebut 24 dengan kista cokelat yang pada umumnya ada kista di ovarium yang berisikan cairan darah menstruasi yang mana banyak berisikan besi bebas dikarenakan perdarahan yang terjadi berulang pada kista. Hemosiderin, heme, dan deposit besi yang berada pada lesi endometrionic diasumsikan sebagai pemicu adanya kerusakan oksidative dan imflamasi kronis (Van Langendonckt, 2002a; Van Langendonckt, 2002b; Van Langendonckt, 2004; Toyokuni, 2009). Secara khusus penyimpanan besi yang berada didalam makrofag meningkat secara signifikan pada pasien dengan endometriosis, dan besi intraseluler mengaktifkan nuklear factor-B dan meningkatkan kejadian inflamasi kronis (Lousse, 2009; Lousse, 2008) akibatnya stress oksidatif atau kelebihan oksigen spesies secara konsisten akan terus diproduksi proses tersebutlah yang menyebabkan endometriosis yang bisa menyebabkan karsinogenesis (Ngo, 2009) atau konsentrasi zat besi yang tinggi di dalam kista endometrioid dapat langsung memberikan stress oksidatif yang dapat menginduksi mutasi genom pada sel epitel (Yamaguchi, 2008). Kelebihan besi pada binatang percobaan meningkatkan proliferase sel epitel (Defrere, 2006). Dan menyebabkan malignansi tumor dengan kelainan genetik (Hu,2010) yang mana serupa pada manusia dimana endometriosis bisa menyebabkan keganasan Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa stress oksidative telah menjadi penyebab utama dari 2 subtipe histologi kanker ovarium, yang disebut dengan clear cell carcinoma dan adenocarcinoma endometrioid. Dikarenakan adanya darah yang terkumpul didalam kista endometrioid menyebabkan adanya reaksi oksidative yang dihasilkan dari deposit besi. Oksidative stress ini menghasilkan mutasi genetik pada sel epitel dan oksidative stress ini diakibatkan juga karena adanya 25 makropag. Endometriosis yang berhubungan dengan kanker mutasi genetik yang terjadi seperti gen ARID1A,p-53, K-ras, PTEN P13CA. Mekanisme mutasi genetik ini dikarenakan adanya stress oksidative. Gambar 1 Mekanisme Iron Overload menjadi Edometriosis dan berakhir menjadi Cancer Makrofag peritoneal diketahui memainkan peranan penting dalam insiasi, pemeliharaan dan perkembangan lesi endometriosis . Seperti yang diketahui makrofag tersebut akan lebih aktif pada kasus endometriosis dengan mengeluarkan beberapa produk inflamasi seperti sitokin (interleukin-1b, tumor necrosis factor-a and IL-6), faktor pertumbuhan dan angiogenik. Pada kenyataannya aktivasi makrofag merupakan pertahanan yang paling penting pada peradangan akut tetapi pada kondisi patologis seperti endometriosis aktivasi tersebut bisa menyebabkan inflamasi kronis. Penelitian terbaru Losse et al (2008) memperlihatkan level kadar feritin lebih tinggi pada pasien endometriosis daripada pasien kontrol, kadar besi didalam feritin tersebut dapat menghasilkan radikal bebas yang dapat memicu terjadinya stress oksidative. Besi tersebut bisa menjadi katalis dalam reaksi Fenton (Fe2++H2 Fe3++OH-+OH’ yang menghasilkan radikal bebas termasuk radikal hidroksil. Radikal hidroksil merupakan radikal bebas paling aktif dan dapat berekasi dengan bagian seluler termasuk 26 residu asam amino dan purin dan basa pirimidin dari DNA. Radikal hidroksil ini menyerang DNA dengan cara membrane lipid dan memulai reaksi yang disebut dengan lipid peroksidase dan membentuk komplek Reactive Oxygen Species (ROS) . ROS ini tidak hanya menginduksi kerusakan sel juga merubah dari fungsi seluler sel dan mengatur aktivasi protein dan ekspresi gen. ROS ini juga memainkan peranan penting dalam regulasi faktor transkripsi NF-kB yang terlibat dalam faktor endometriosis. Faktor transkripsi ini menginduksi beberapa gen pengkode sitokin proinflamasi, pertumbuhan dan faktor angiogenik, molekul adhesi, enzim penginduksi, nitrit oxide sintase (iNOS) dan siklooksigenase (COX-2). Produkproduk ini diekspresikan dengan cara aktifasi makrofag periotonium dan terlibat dalam patogenesis endometriosis dengan menginduksi adhesi fragment endometrium, proliferasi dan neovaskularisasi (Lebovic et al,2001). Lousse et al (2008) baru-baru ini menunjukan aktifasi NF-kB menjadi meningkat secara signifikan didalam makrofag peritoneal pada pasien endometriosis dibandingkan dengan pada pasien kontrol). Mesotelium merupakan memran rapuh yang dapat rusak oleh lapisan endometrium ektopik atau sel-sel inflamasi yang membuat tempat perlekatan pada tempat tersebut untuk memfalitasi terjadinya endometriosis. Stress oksidative dipercaya merupakan hal yang menyebabkan terjadinya kerusakan lokal mesotelium peritoneal, dengan cara membuat tempat perlekatan untuk sel endometrium ektopik. Hipotesis tersebut didukung oleh data bahwa protein pengikat besi yaitu Hb telah diidentifikasi merupakan limbah berbahaya bagi mesotelium (Demir et al, 2004). Besi juga dikenal sebagai penginduksi terjadinya stress oksidative menyebabkan kerusakan makromolekul, cedera jaringan dan peradangan 27 kronis. Besi merupakan syarat mutlak untuk proliferasi, protein katalis yang berperan dalam energi metabolisme, pernafasan sel, metabolisme folat dan sintesis DNA (seperti reduktase ribonukloetida menjadi asam deoiksiribonukleat untuk sintesis DNA) berisikan besi. Faktanya ketiadaan besi sel tidak dapat melanjutkan proses siklus sel dari G1 ke fase S (Le and Richardson, 2002). Kelator besi telah terbukti efisiens sebagai agen antiproliferasi untuk pengobatan kanker (Simonart et al., 2002; Pahl and Horwitz, 2005; Richardson, 2005;Brard et al., 2006). Setelah implantasi ke dalam mesotelium proliferasi lesi mendorong lebih lanjut dari endometriosis. Proliferasi dari sel epitel dan deferensiasi menjadi struktur kelenjar merupakan penyebab dari faktor lokal. Mitogen diproduksi oleh sel stroma, seperti faktor pertumbuhan hepatosit (Giudice dan Kao,2004) atau faktor pertumbuhan dan sitokin inflamasi ada didalam cairan peritoneal telah terbukti dapat meningkatkan proliferasi sel epitel dan pertumbuhan sel edomterium ektopik. Besi merupakan salah satu faktor pendukung penempelan sel endometrium di jaringan (Defre`re et al., 2006). Ketika jaringan endometrial menstruasi mencapai rongga perut dan menempel ke dalam peritoneum pasoan suplai darah yang memadai diperlukan, Beberapa studi telah menunjukan bahwa implantasi endometrium di jaringan membutuhkan respon angiogenik yang memadai (Dabrosin et al., 2002; Hull et al., 2003; Nap et al., 2004; Laschke and Menger, 2007). Karena vaskularisasi sangat penting bagi perkembangan lesi, prooksidan besi telah terbukti menghasikan radikal bebas pada sel endotel dan mempromosikan adhesi monosit ke sel-sel oleh molekul adhesi merangsang seperti intraseluller molekul adhesi dan molekul adhesi vaskular. 28 8) Faktor Epigenetik Conrad Waddington memperkenalkan epigenetik pada tahun 1940. Epigenetik adalah cabang ilmu biologi yang mempeljari interaksi kausal antara gen dan produknya yang membawa fenotipe. Epigenetik dalam dekade kedua didefinisikan semua jalur molekuler modulasi ekspresi genotype kedalam fenotipe tertentu. Epigenetik telah ditetapkan sebagai studi perubahan fungsi gen mitokali dan atau meiotic diwariskan dan yang tidak memerlukan pewrubahan dalam urutan DNA. Tiga modifikasi epigenetic dijelaskan dalam literature saat ini umumnya terdiri dari varian histone, posttranslational dan modifikasi asam amino pada rantai amino-terminal histo, dan modifikasi kovalen basa DNA. Jadi epigenetic menjadi singkatan untuk banyak sistem peraturan yang melibatkan DNA metilasi, histone modifi kasi, lokasi nukleosom, atau noncoding RNA (James, 2009). Studi terbesar sampai saat ini, memeriksa lebih dari 1.000 keluarga yang terkena dampak penyakit genetik pada wanita, teridentifikasi pada kromosom 10q26 yang menunjukkan hubungan yang signifikan pada wanita dengan endometriosis ( Treloar,2005).Penelitian ini juga mengungkapkan hubungannya dengan kromosom 20p13 . Dua gen ini sebagai prekursor yang telah diidentifikasi . Salah satu gen tersebut adalah EMX2 merupakan faktor transkripsi yang diperlukan dalam pengembangan saluran reproduksi . Hal ini menunjukan ekspresi dalam endometrium pada wanita dengan endometriosis (Daftary, 2004). Gen kedua adalah PTEN , gen supresi tumor yang terlibat dalam transformasi Ca ovarium endometriosis ( Bischoff , 2000). Studi ini sedang berlangsung untuk menentukan peran gen tersebut pada endometriosis. Teknologi MRI telah digunakan 29 untuk menganalisis ekspresi gen yang berbeda pada endometrium eutopic (endometrium ditemukan biasanya melapisi rongga endometrium ) dari wanita tanpa endometriosis dibandingkan dengan yang dari wanita dengan endometriosis ( Kao , 2003). Para peneliti menemukan bahwa beberapa gen yang berbeda dalam endometrium eutopic pada wanita dengan endometriosis . Termasuk interleukin 15 , glycodelin , Dickkopf - 1 , semaphoring E , aromatase , reseptor progesteron , dan berbagai faktor angiogenik . Meskipun beberapa dari gen ini sebelumnya telah menunjukan peran dalam endometriosis. Beberapa gen lain telah diidentifikasi , melalui mutasi genetik , polimorfisme , atau ekspresi gen diferensial ,dihubungkan dengan endometriosis . Meskipun penyelidikan telah menunjukkan polimorfisme gen ini terjadi dengan frekuensi yang lebih besar pada wanita yang menderita endometriosis, peran mutasi gen dalam penyebab penyakit belum ditentukan ( Kao , 2003). 9) Faktor Nutrisi Folat, vitamin B adalah sumber utama dari kelompok diet metal (Balley, 1999). Folat memiliki peran penting dalam metilasi DNA, sintesis serta perbaikan DNA. Vitamin B2 (riboflavin), vitamin B6, dan vitamin B12 merupakan kofaktor yang berperan penting dalam metabolism folat. Kekurangan folat dapat menyebabkan urasil menjadi tidak saling berhubungan dan menyebabkan ketidakstabilan pembentukan DNA (Blount, 1997), retardasi kemampuan untuk perbaikan DNA yang berfungsi untuk Oksidatif, perusakan alkilating serta hipometilasi DNA protoonkogenik (Kim, 1999; Wainfan, 1992). 5,10-methylenetetrahydrofolate reduktase (MTHFR) merupakan suatu enzim utama yang berperan dalam 30 metabolisme folat, yaitu untuk mengkonversi 5,10- methylenetetrahydrofolate menjadi 5-methyltetrahydrofolate secara irreversible, yang selanjutnya mengarahkan pool asam folat terhadap remethylation homosistein menjadi metionin (Balley, 1999). berkurangnya Kekurangan persediaan folat dapat menyebabkan 5-methyltetrahydrofolate, yang berperan untuk remethylation homosistein pada metionin. Hal ini kemudian, dapat mengakibatkan penurunan tingkat metionin, S-adenosyl-Lmethionine, dan hypomethylation global DNA (Rampersaud, 2000) sehingga akan menyebabkan tingkat mutasi oleh karena ketidakstabilan genom akan meningkat (Cravo, 1998). Defisiensi folat juga dapat meningkatkan kesalahan misincorporation urasil di replikasi dalam DNA DNA yang melalui dapat mengakibatkan tingkat yang lebih tinggi dari istirahat kromosom (Kim, 1999; Rampersaud, 2000). Kekurangan folat juga tampaknya terkait dengan hipermethylation CpG land di daerah promotor beberapa gen supresor tumor dan gen perbaikan DNA, mengurangi mereka ekspresi (Herman, 1998). Riboflavin (vitamin B2), vitamin B6, dan vitamin B12 adalah kofaktor kunci yang terlibat dalam folat dan metabolisme metionin (Balley, 1999). Penelitian Zhenhua et al (2008) yang menyelidiki apakah diet vitamin yang kurang dapat menyebabkan penyimpangan dalam epigenetik dan genetik integritas gen p53 atau disebabkan oleh deplesi folat saja. Penelitian tersebut menunjukkan deplesi folat ringan yang dikombinasikan dengan insufisiensi vitamin B2, B6 dan B12 dapat mengubah metilasi, integritas dan ekspresi gen p53 serta ekspresi gen di bawah kontrol ketat p53. Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa fitur dari gen p53 diubah oleh deplesi ringan folat yang dikombinasikan dengan B2, B6 dan 31 B12. Jalur p53 sangat penting untuk menekan pertumbuhan sel tumor yang efektif pada manusia dan terdiri dari jaringan gen yang berfungsi memantau dan memodulasi replikasi dan perbaikan DNA, sel-siklus penangkapan dan apoptosis (Vousden, 2002). D. Faktor Risiko Faktor-faktor resiko untuk endometriosis : a.Nuliparitas b.Infertilitas c.Usia 25-40 tahun (Rayburn, F. William.2001) E. Klasifikasi Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan lokasi dan tipe lesi, yaitu (Sud,1999): 1) Peritoneal endometriosis Pada awalnya lesi di peritoneum akan banyak tumbuh vaskularisasi sehingga menimbulkan perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan menyebabkan timbulnya perdarahan kronik rekuren dan reaksi inflamasi sehingga tumbuh jaringan fibrosis dan sembuh. Lesi berwarna merah dapat berubah menjadi lesi hitam tipikal dan setelah itu lesi akan berubah menjadi lesi putih yang miskin vaskularisasi dan ditemukan debris glandular. 2) Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma) Ovarian endometrioma diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks ovarium setelah penimbunan debris menstruasi dari perdarahan jaringan endometriosis. Kista endometrium bisa besar (>3cm) dan multilokus, dan bisa tampak seperti kista coklat karena penimbunan darah dan debris ke dalam rongga kista. 3) Deep Nodular Endometriosis Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum rektovaginal atau struktur fibromuskuler pelvis seperti 32 uterosakral dan ligamentum utero-ovarium. Nodul-nodul dibentuk oleh hiperplasia otot polos dan jaringan fibrosis di sekitar jaringan yang menginfiltrasi. Jaringan endometriosis akan tertutup sebagai nodul, dan tidak ada perdarahan secara klinis yangberhubungan dengan endomeriosis nodular dalam. Ada banyak klasifikasi stadium yang digunakan untuk mengelompokkan endometriosis dari ringan hingga berat, dan yang paling sering digunakan adalah sistem American Fertility Society (AFS) yang telah direvisi (Tabel 1). Klasifikasi ini menjelaskan tentang lokasi dan kedalaman penyakit berikut jenis dan perluasan adhesi yang dibuat dalam sistem skor. Berikut adalah skor yang digunakan untuk mengklasifikasikan stadium:9 Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal) Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang) Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat) Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat) Martin pada tahun 2006 mengusulkan sistem kalsifikasi stadium untuk mengetahui tingkat kepercayaan dari tindakan laparaskopi diagnostik terhadap endometriosis. Tingkat kepercayaan laparaskopi terdiri atas 4 tingkatan: Tingkat 1: Mungkin endometriosis – Vesikel peritoneal, polip merah, polip kuning, hipervaskularisasi, jaringan parut, adhesi Tingkat 2: Diduga endometriosis – Kista coklat dengan aliran bebas dari cairan coklat. Tingkat 3: Pasti endometriosis – Lesi jaringan parut gelap, lesi merah dengan latar belakang jaringan ikat sebagai jaringan parut, kista coklat dengan area mottle merah dan gelap dengan latar belakang putih. Tingkat 4: Endometriosis – Lesi gelap dan jaringan parut pada pembedahan pertama 33 Tabel 1 Derajat Endometriosis berdasarkan skoring dari Revisi AFS Peritoneum Endometriosis <1 cm 1-3 cm >3 cm 1 2 4 2 4 6 1 2 4 4 16 20 Permukaan 1 2 4 Dalam 4 16 20 Permukaan Dalam Ovarium Kanan Permukaan Dalam Kiri Perlekatan kavum Douglasi Sebagian Komplit 4 40 <1/3 1/3-2/3 >2/3 1 2 4 4 8 16 1 2 4 4 8 16 1 2 4 4 8 16 1 2 4 4 8 16 Perlekatan Ovarium Tipis Kanan Tebal Tipis Kiri Kiri Tebal Kanan Tipis Tuba Tebal Tipis Kir Kiri Tebal F. Patologi Gambaran mikroskopik dari endometrium sangat variabel. Lokasi yang sering terdapat ialah pada ovarium dan biasanya bilateral. Pada ovarium tampak kista-kista biru kecil sampai besar berisi darah tua 34 menyerupai coklat. Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan dinding pelvis. Kista coklat kadangkadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke dalam rongga peritoneum karena robekan dinding kista dan menyebabkan akut abdomen. Tuba pada endometriosis biasanya normal (Prawirohardjo,2002). Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi endometriosis yakni kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium dan perdarahan bekas dan baru berupa eritrosit, pigmen hemosiderin dan selsel makrofag berisi hemosiderin. Disekitarnya tampak sel-sel radang dan jaringan ikat sebagai reaksi dari jaringan normal disekelilingnya. Jaringan endometriosis seperti juga jaringan endometrium di dalam uterus dapat dipengaruhi oleh estrogen dan progesteron. Sebagai akibat dari pengaruh hormon-hormon tersebut, sebagian besar sarang endometriosis berdarah secara periodik yang menyebabkan reaksi jaringan sekelilingnya berupa radang dan perlekatan (Prawirohardjo,2002). Pada kehamilan dapat ditemukan reaksi desidual jaringan endometriosis. Apabila kehamilannya berakhir, reaksi desidual menghilang disertai dengan regresi sarang endometriosis. Pengaruh baik dari kehamilan kini menjadi dasar pengobatan endometriosis dengan hormon untuk mengadakan apa yang dinamakan kehamilan semu (pseudopregnancy) (Prawirohardjo,2002). G. Gejala Penderita endometriosis bisa datang dengan keluhan nyeri panggul, terutama bila datang haid, infertilitas, disparenia, perdarahan uterus abnormal, rasa nyeri atau berdarah ketika kencing atau pada rectum dalam masa haid. Gejala-gejala endometriosisi datangnya berkala dan bervariasi sesuai datangnya haid tetapi bisa menetap. Banyak penderita endometriosis yang tidak bergejala, dan terdapat sedikit korelasi antara hebatnya gejala dengan beratnya penyakit. Adapun gambaran klinis endometriosis menurut Sarwono yaitu : 35 a) Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama haid (dismenore). Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri waktu haid yang semakin lama semakin hebat. Sebab dari dismenorea ini tidak diketahui secara pasti tetapi mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan perdarahan di dalam kista endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Jika kista endometriumnya besar dan terdapat perlengketan ataupun jika lesinya melibatkan peritoneum usus, keluhan dapat berupa nyeri abdomen bawah atau pelvis yang konstan dengan intensitas yang berbeda-beda b) Dispareunia Merupakan keadaan yang sering dijumpai disebabkan oleh karena adanya endometriosis di kavum douglasi. c) Nyeri pada saat defekasi Defekasi yang sukar dan sakit terutama pada waktu haid disebabkan oleh karena adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid. d) Gangguan Haid (Polimenorea dan hipermenorea) Gangguan haid dan siklusnya terjadi apabila kelainan pada ovarium demikian luasnya sehingga fungsi ovarium terganggu.Menstruasi tidak teratur terdapat pada 60% wanita penderita. Pasien mungkin mengeluhkan bercak merah premenstruasi, perdarahan menstruasi dalam jumlah banyak (menoragia), atau frekuensi menstruasi yang lebih sering dan banyak mengeluarkan darah. e) Infertilitas Ada korelasi yang nyata antara endometriosis dan infertilitas. 30%-40% wanita dengann endometriosis menderita infertilitas. Infertil adalah kondisi dimana kegagalan pasangan dalam menghasilkan hasil konsepsi atau hamil setelah berusaha berhubungan seksual sedikitnya 3-4 kali dalam seminggu tanpa menggunakan kontrasepsi selama satu tahun. Pada infertile primer, kehamilan tidak pernah terjadi pada istri walaupun bersenggama tanpa usaha kontrasepsi selama kurun waktu 1 36 tahun. Infertilitas sekunder adalah kondisi dimana istri pernah hamil , tetapi tidak dapat hamil lagi setelah berusaha selama kurun waktu 1 tahun (Kmietowicz, 2004). Faktor penting yang menyebabkan infertilitas pada endometriosis adalah apabila mobilitas tuba terganggu karena fibrosis dan perlekatan jaringan di sekitarnya. nfertilitas dan endometriosis sangat dekat hubungannya. Pada beberapa wanita, kondisi infertil adalah tanda utama terkena endometriosis. Banyak wanita subur yang terdiagnosis endometriosis akan menjadi infertile. Beberapa wanita yang terkena endometriosis tidak sepenuhnya dapat dijelaskan mengapa dapat menyebabkan infertilitas. Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa pengobatan bedah dapat meningkatkan kemungkinan kehamilan. Pada wanita yang berisiko yang diperparah oleh jaringan parut, kista ovary, dan tingkat kesuburan dapat menghambat transportasi sel telur, sperma atau embrio (D’Hooghe, 2003). Insidensi wanita endometriosis dengan subinfertil sekitar 20-30%, sedangkan wanita infertile jauh lebih besar insidensi terkena endometriosis dari pada wanita yang subur, perbandingannya 13-33% dibanding 4-8% (D’Hooghe, 2003). Selanjutnya, Matorras dan Colleagues (2001) mencatat bahwa terjadi peningkatan prevalensi stadium endometriosis pada wanita infertile. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya adhesi dari endometriosis dan kerusakan oosit yang disalurkan oleh tuba falopi. Selain gangguan mekanis ovulasi dan pembuahan, juga berdampak dalam patogenesis infertilitas pada wanita dengan endometriosis. Dampak tersebut tersebut termasuk gangguan dalam ovarium dan fungsi kekebalan serta implantasi ginekologik (Matorras Dan khususnya Kolega 2001). pemeriksaan Pada pemeriksaaan vagina-rekto-abdominal, ditemukan pada endometriosis ringan benda-benda padat seperti butir beras sampai butir jagung di kavum douglas dan pada ligamentum sakrouterinum dengan uterus dalam posisi retrofleksi dan terfiksasi. (Wiknjosastro, Hanifa.2007) 37 H. Tanda Tanda-tanda fisik dari endometriosis yaitu rahim yang terfiksasi ke belakang, terdapat benjolan pada ligamentum sakrouterina dan dalam kavum douglasi, massa adneksa yang asimetris, dan nyeri pada pemeriksaan bimanual. Luka yang terlihat pada pemeriksaan speculum adalah sangat menunjukan endometriosis, dan jika ada harus dilakukan pemeriksaan biopsy. (Rayburn, F. William.2001). I. Diagnosis Secara klinis endometriosis sering sulit dibedakan dari penyakit radang pelvis atau kista ovarium lainnya. Visualisasi endometriosis diperlukan untuk memastikan diagnosis. Cara yang biasa dilakukan untuk menegakan diagnose yaitu dengan melakukan pemeriksan laparoskopi untuk melihat luka dan mengambil specimen biopsy. Pemeriksaan ultrasonografi pelvis bias membantu untuk menilai massa dan bisa menduga adanya endometriosis. Kadar antigen kanker 125 (CA-125) tinggi pada penderita endometriosis. (Rayburn, F. William.2001) Adapun Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan yaitu : a) Laparoskopi Bila ada kecurigaan endometriosis panggul , maka untuk menegakan diagnosis yang akurat diperlukan pemeriksaan secara langsung ke rongga abdomen per laparoskopi. Pada lapang pandang laparoskopi tampak pulau-pulau endometriosis yang berwarna kebiruan yang biasanya berkapsul. Pemeriksaan laparoskopi sangat diperlukan untuk mendiagnosis pasti endometriosis, guna menyingkirkan diagnosis banding antara radang panggul dan keganasan di daerah pelviks. Moeloek mendiagnosis pasien dengan adneksitis pada pemeriksaam dalam, ternyata dengan laparoskopi kekeliruan diagnosisnya 54%, sedangkan terhadap pasien yang dicurigai endometriosis, kesesuaian dengan pemeriksaan laparoskopi adalah 70,8%. b) Pemeriksaan Ultrasonografi 38 Secara pemeriksaan, USG tidak dapat membantu menentukan adanya endometriosis, kecuali ditemukan massa kistik di daerah parametrium, maka pada pemeriksaan USG didapatkan gambaran sonolusen dengan echo dasar kuat tanpa gambaran yang spesifik untuk endometriosis. J. Diagnosis Banding Adenomiosis uteri, radang pelvik, dengan tumor adneksa dapat menimbulkan kesukaran dalam diagnosis. Pada kelainan di luar endometriosis jarang terdapat perubahan-perubahan berupa benjolan kecil di kavum Douglasi dan ligamentum sakrouterina. Kombinasi adenomiosis uteri atau mioma uteri dengan endometriosis dapat pula ditemukan. Endometriosis ovarii dapat menimbulkan kesukaran diagnosis dengan kista ovarium. Sedangkan endometriosis yang berasal dari rektosigmoid perlu dibedakan dari karsinoma (Prawirohardjo,2002). K. Penatalaksanaan Endometriosis pembedahan. menghilangkan bisa diterapi Pengobatan nyeri dengan medikamentosa endometriosis dan/atau juga memperbaiki dan/atau bertujuan fertilitas untuk Stoppler, Kapoor,2009); 1) Endometriosis dan subfertilitas Adhesi peritubal and periovarian dapat menginterferensi dengan transportasi ovum secara mekanik dan berperan dalam menyebabkan subfertilitas. Endometriosis peritoneal telah terbukti berperan dalam menyebabkan subfertilitas dengan cara berinterferensi dengan motilitas tuba, follikulogenesis, dan fungsi korpus luteum. Aromatase dipercaya dapat meningkatkan kadar prostaglandin E melalui peningkatan ekspresi COX-2. Endometriosis juga dapat menyebabkan subfertilitas melalui 39 peningkatan jumlah sperma yang terikat ke epitel ampulla sehingga mempengaruhi interaksi sperm-endosalpingeal. Pemberian medikamentosa pada endometriosis minimal atau sedang tidak terbukti meningkatkan angka kehamilan. Endometriosis sedang sampai berat harus dioperasi. Pilihan lainnya untuk mendapatkan kehamilan ialah inseminasi intrauterin, superovulasi, dan fertilisasi invitro. Pada suatu penelitian case-contol, rata-rata kehamilan dengan injeksi sperma intrasitoplasmik tidak dipengaruih oleh kehadiran endometriosis. Lebih jauh, analisi lainnya menunjukkan peningkatan kejadian kehamilan akibat fertilisasi in vitro dengan preterapi endometriosis tingkat 3 dan 4 dengan agonis gonadotropin-releasing hormone (GnRH). 2) Terapi interval Beberapa peneliti percaya bahwa endometriosis dapat ditekan dengan pemberian profilaksis berupa kontrasepsi oral kombinasi berkesinambungan, analog GnRH, medroksiprogesteron, atau danazol sebagai upaya untuk meregresi penyakit yang asimtomastik dan mengatasi fertilitas subsekuen. Ablasi melalui pembedahan untk endometriosis simptomatik juga dapat meningkatkan kesuburan dalam 3 tahun setelah follow-up. Tidak ada hubungan antara endometriosis dengan abortus rekuren dan tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa terapi medikamentosa atau pembedahan dapat mengurangi angka kejadian abortus. Terapi medis: pil kontrasepsi oral kombinasi, danazol, agen progestational, dan analog GnRH. Semua obat ini memiliki efek yang sama dalam mengurangi nyeri dan durasinya. Pil kontrasepsioral kombinasi berperan dalam supresi ovarium dan memperpanjang efek progestin. 40 Semua agen progesteron berperan dalam desidualisasi dan atrofi endometrium. a. Medroksiprogesteron asetat berperan dalam mengurangi nyeri. b. Megestrol asetat juga memiliki efek yang sama c. The levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) berguna dalam mengurangi nyeri akibat endometriosis. Analog GnRH berguna untuk menurunkan gejala nyeri, namun tidak berefek dalam meningkatkan angka fertilitas. Terapi dengan GnRH menurunkan gejala nyeri pada 85-100% wanita dengan endometriosis. Danazol berperan untuk menghambat siklus follicle-stimulating hormone (FSH) and luteinizing hormone (LH) dan mencegah steroidogenesis di korpus luteum. 3) Terapi Bedah Terapi bedah bisa diklasifikasikan menjadi terapi bedah konservatif jika fungsi reproduksi berusaha dipertahankan, semikonservatif jika kemampuan reproduksi dikurangi tetapi fungsi ovarium masih ada, dan radikal jika uterus dan ovarium diangkat secara keseluruhan. Usia, keinginan untuk memperoleh anak lagi, perubahan kualitas hidup, adalah hal-hal yang menajdi pertimbangan ketika memutuskan suatu jenis tindakan operasi.6, 13,14 a) Pembedahan konservatif Tujuannya adalah merusak jaringan endometriosis dan melepaskan perlengketan perituba dan periovarian yang menjadi sebab timbulnya gejala nyeri dan mengganggu transportasi ovum. Pendekatan laparoskopi adalah metode pilihan untuk mengobati endometriosis secara konservatif. Ablasi bisa dilakukan dengan dengan laser atau elektrodiatermi. Secara keseluruhan, angka rekurensi adalah 19%. Pembedahan ablasi laparoskopi dengan diatermi bipolar atau laser efktif dalam 41 menghilangkan gejala nyeri pada 87%. Kista endometriosis dapat diterapi dengan drainase atau kistektomi. Kistektomi laparoskopi mengobati keluhan nyeri lebih baik daripada tindakan drainase. Terapi medis dengan agonis GnRH mengurangi ukuran kista tetapi tidak berhubungan dengan hilangnya gejala nyeri. b) Flushing tuba dengan media larut minyak dapat meningkatkan angka kehamilan pada kasus infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis. c) Untuk dismenorhea yang hebat dapat dilakukan neurektomi presakral. Bundel saraf yang dilakukan transeksi adalah pada vertebra sakral III, dan bagian distalnya diligasi. d) Laparoscopic Uterine Nerve Ablation (LUNA) berguna untuk mengurangi gejala dispareunia dan nyeri punggung bawah. e) Untuk pasien dengan endometriosis sedang, pengobatan hormonal adjuvant postoperative efektif untuk mengurangi nyeri tetapi tidak ada berefek pada fertilitas. Analog GnRH, danazol, dan medroksiprogesteron berguna untuk hal ini. 4) Pembedahan semikonservatif Indikasi pembedahan jenis ini adalah wanita yang telah melahirkan anak dengan lengkap, dan terlalu muda untuk menjalani pembedahan radikal, dan merasa terganggu oleh gejalagejala endometriosis. Pembedahan yang dimaksud adalah histerektomi dan sitoreduksi dari jaringan endometriosis pelvis. Kista endometriosis bisa diangkat karena sepersepuluh dari jaringan ovarium yang berfungsi diperlukan untuk memproduksi hormon. Pasien yang dilakukan histerektomi dengan tetap mempertahankan ovarium memiliki risiko enam kali lipat lebih besar untuk mengalami rekurensi dibandingkan dengan wanita yang dilakukan histerektomi dan ooforektomi. Terapi medis pada 42 wanita yang telah memiliki cukup anak yang juga memiliki efek dalam mereduksi gejala. 5) Pembedahan radikal a) Histerektomi total dengan ooforektomi bilateral dan sitoreduksi dari endometrium yang terlihat. Adhesiolisis ditujukan untuk memungkinkan mobilitas dan menormalkan kembali hubungan antara organ-organ di dalam rongga pelvis. b) Obstruksi ureter memerlukan tindakan bedah untuk mengeksisi begian yang mengalami kerusakan. Pada endometriosis dengan obstruksi usus dilakukan reseksi anastomosis jika obstruksi berada di rektosigmoid anterior. Gambar 3 Alogaritma Penatalaksanaan Endometriosis L. Prognosis 43 Endometriosis dapat mengalami rekurensi kecuali telah dilakukan dengan histerektomi dan ooforektomi bilateral. Angka kejadian rekurensi endometriosis setelah dilakukan terapi pembedahan adalah 20% dalam waktu 5 tahun. Ablasi komplit dari endometriosis efektif dalam menurunkan gejala nyeri sebanyak 90% kasus. Beberapa ahli mengatakan eksisi lesi adalah metode yang baik untuk menurunkan angka kejadian rekurensi dari gejala-gejala endometriosis. Pada kasus infertilitas, keberhasilan tindakan bedah berhubungan dengan tingkat berat ringannya penyakit. Pasien dengan endometriasis sedang memiliki peluang untuk hamil sebanyak 60%, sedangkan pada kasus-kasus endometriosis yang berat keberhasilannya hanya 35% (Sud,1999). 44 BAB V PENUTUP V.1. KESIMPULAN DAN SARAN Kista Endometriosis merupakan salah satu bentuk penyakit reproduksi yang banyak menyerang wanita. Penyakit ini awalnya berupa Endometriosis.Endometriosis ini terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-60% wanita dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko untuk menjadi tumor ovarium adalah 15-20%, angka kejadian infertilitas berkisar 3040%, dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah mendapat pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30% Pada pasien dengan kista Endometriosis sebaiknya dilakukan penanganan medis segera agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut , yang dapat menyebabkan perkembangan kista ke arah keganasan, serta menjaga pola hidup sehat, salah satunya dengan tidak mengkonsumsi makanan yang berpontesi sebagai karsinogen. 45