BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Flow Chart atau Diagram Alir

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Flow Chart atau Diagram Alir
Diagram alir adalah diagram yang menggambarkan aliran proses dari
suatu sistem. Diagram alir juga dapat menggambarkan suatu algoritma
pemrograman.
Simbol-simbol utama yang digunakan dalam diagram alir, khususnya
dalam penggambaran algoritma pemrograman:
Terminal
Proses
Pertanyaan/Keputusan
Input / Output (pada layar)
Output (dalam bentuk file)
Penjelasan:
1. Terminal: menyatakan awal atau akhir dari suatu proses.
2. Proses: menggambarkan proses atau aktifitas yang dilakukan, atau suatu
proses kalkulasi.
7
3. Pertanyaan/keputusan: menggambarkan suatu pertanyaan dengan jawaban
‘Ya’ atau ‘Tidak’.
4. Input/Output: menggambarkan input data dari luar sistem dan output pada
layar.
5. Output: menggambarkan hasil yang ditampilkan dalam bentuk file.
2.2
State Transition Diagram (STD)
State Transition Diagram (STD) merupakan suatu modelling tool yang
menggambarkan sifat ketergantungan pada waktu dari suatu sistem.
Pada mulanya STD hanya digunakan untuk menggambarkan suatu sistem
yang memiliki sifat real-time, seperti process control, telephone switching
system, high-speed data acquisition system, millitary command and control
system, dan lainnya.
Notasi yang digunakan pada STD adalah:
State
Perubahan state
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun suatu STD, yaitu:
1. State awal (initial state) hanya boleh ada satu.
2. State akhir (final state) boleh ada lebih dari satu.
Untuk melengkapi STD diperlukan dua hal lagi, yaitu:
1. Kondisi (condition) adalah suatu event pada lingkungan eksternal yang dapat
dideteksi oleh sistem. Misalnya, sebuah interupsi, sinyal, atau data. Hal ini
8
menyebabkan perubahan terhadap state dari state menunggu X ke state
menunggu Y atau memindahkan aktivitas X ke aktivitas Y.
2. Aksi (action) adalah yang dilakukan oleh sistem bila terjadi perubahan state
atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi akan menghasilkan output,
pesan tampilan pada layar, menghasilkan kalkulasi, dan lain-lain.
2.3
Persamaan Integral Volterra
Persamaan integral adalah persamaan dengan fungsi yang tak diketahui
muncul di bawah tanda integral. Salah satu bentuk persamaan integral adalah:
y ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ) y (t ) dt
(2.1)
Ω
dengan:
y(x) = fungsi yang tak diketahui dan terdefinisi pada Ω
K(x,t) disebut Kernel persamaan integral, adalah fungsi yang diketahui dan
terdefinisi pada Ω x Ω.
g(x) = fungsi yang diketahui pada Ω
λ = suatu parameter.
Persamaan integral dengan bentuk (2.1) di atas adalah persaman integral
linier yang tak homogen. Dalam hal g(x) = 0, bentuk persamaan integral (2.1) di
atas disebut persamaan integral homogen, yaitu:
y ( x) = λ ∫ K ( x, t ) y (t ) dt
Ω
Salah satu bentuk persamaan integal nonlinier adalah:
(2.2)
9
y ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ; y (t ) )dt
(2.3)
Ω
Pada persamaan integral (2.1) dan (2.3) di atas, Ω merupakan daerah
definisi yang berbentuk selang. Bila persamaan integral berbentuk:
b
y ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ; y (t ) )dt
(2.4)
a
maka persamaan integral (2.4) disebut persamaan integral Fredholm nonlinier.
Bila batas atas dari selang itu berbentuk peubah, maka persamaan integral itu
disebut persamaan integral Volterra, yaitu:
x
y ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ; y (t ) )dt
(2.5)
a
Persamaan integral (2.5) dikatakan persamaan integral Volterra jenis II
yang nonlinier, sedangkan persamaan integral Volterra jenis I yang nonlinier
berbentuk:
x
y ( x) = λ ∫ K ( x, t ; y (t ) )dt
(2.6)
a
Karena persamaan integral Volterra jenis I adalah hal khusus dari persamaan
integral Volterra jenis II, maka pembahasan dalam tulisan ini terutama ditujukan
pada persamaan integral Volterra jenis II yang nonlinier, yaitu persamaan
integral dengan bentuk seperti pada (2.5), yang untuk selanjutnya disebut
persamaan integral Volterra nonlinier saja.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh persamaan integral Volterra (2.5)
adalah:
− g(x) fungsi yang ditentukan pada interval a ≤ x ≤ b
10
− K(x,t) fungsi yang ditentukan pada interval a ≤ t ≤ x ≤ b. Dalam hal x < t
maka K(x,t) = 0
Selain syarat-syarat di atas, pembahasan persamaan integral Volterra ini
mengenai persamaan integral dengan Kernel K(x,t) dan f(x) yang memenuhi:
b b
∫ ∫ K ( x, t )
2
dx dt < ∞
a a
b
∫
2
f ( x) dx < ∞
a
2.4
Konvergensi dan Ketunggalan Solusi
2.4.1
Persamaan Integral Volterra Linier
Bentuk umum persamaan integral Volterra linier adalah:
x
y ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ) y (t ) dt
(2.7)
0
dengan :
y(x) adalah fungsi yang tidak diketahui
K(x,t) adalah Kernel persamaan integral, fungsi yang diketahui dan terdefinisi
pada a≤y≤x≤b, termasuk kelas L2.
g(x) fungsi terdefinisi dan kontinu pada a ≤ x ≤ b termasuk kelas L2.
λ suatu parameter.
Persamaan integral (2.7) bila diselesaikan menggunakan metode Picard,
dengan memberikan nilai awal y0(x) = g(x) akan menghasilkan:
x
y1 ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ) g (t ) dt
0
11
x
y 2 ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ) y1 (t ) dt
(2.8)
0
x
y n ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ) y n−1 (t ) dt
(2.9)
0
Persamaan (2.8) dapat pula dituliskan sebagai:
x
x
0
0
y 2 ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ) {g (t ) + λ ∫ K ( x, z ) g ( z ) dz} dt
x
x x
y 2 ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ) g (t ) dt + λ2 ∫ ∫ K ( x, t ) K ( x, z ) g ( z ) dz dt
0
(2.10)
0 0
Sehingga bentuk umum (2.9) akan menjadi:
n
x
i =1
0
y n ( x) = g ( x) + ∑ λi ∫ K i ( x, t ) g (t ) dt
(2.11)
untuk : K1(x,t) = K(x,t)
x
K i ( x, t ) = ∫ K ( x, t ) K i −1 ( x, z ) dz
0
Dari (2.11) akan diperoleh:
yn ( x) = g ( x) + λ
n −1 x
x
n
∫K
0
n
( x, t ) g (t ) dt + ∑ ∫ λi K i ( x, t ) g (t ) dt
i =1 0
n −1 x
y n−1 ( x) = g ( x) + ∑ ∫ λi K i ( x, t ) g (t ) dt
i =1 0
y n ( x) − y n−1 ( x) = λ
x
n
∫K
0
Bila kita tuliskan:
n
( x, t ) g (t ) dt
(2.12)
12
x
U n ( x) = ∫ K n ( x, t ) g (t ) dt
0
x
U n ( x) = ∫ K ( x, t ) U n−1 (t ) dt
(2.13)
0
maka (2.12) akan menjadi:
yn(x) – yn-1(x) = λn Un(x)
(2.14)
Untuk U0(x) = g(x), dapat dituliskan:
n
y n ( x) = ∑ λ i U i ( x)
(2.15)
i =0
Dari (2.13) diperoleh:
x
U 1 ( x) = ∫ K ( x, t ) g (t ) dt
0
x
z
0
0
U 2 ( x) = ∫ K ( x, z ) dz ∫ K ( z , t ) g (t ) dt
(2.16)
Dengan menukar urutan pengintegralannya akan diperoleh:
x
x
0
0
U 2 ( x) = ∫ g (t ) dt ∫ K ( x, z ) K ( z , t ) dz
atau:
x
U 2 ( x) = ∫ K 2 ( x, t ) g (t ) dt
0
dengan:
x
K 2 ( x, t ) = ∫ K ( x, z ) K ( z , t ) dz
0
Dengan cara yang sama seperti di atas, dapat diperoleh bentuk umumnya:
(2.17)
13
x
U n ( x) = ∫ K n ( x, t ) g (t ) dt
(n = 1, 2, ...)
(2.18)
0
dengan kernelnya:
x
K n+1 ( x, t ) = ∫ K ( x, z ) K n ( z , t ) dz (n = 1, 2, ...)
(2.19)
0
Dari (2.19) dapat juga ditentukan:
x
K n+1 ( x, t ) = ∫ K r ( x, z ) K s ( z , t ) dz (r = 1, 2, ..., n ; s = n – r + 1)
(2.20)
t
Dengan menggunakan persamaan (2.18) maka persamaan (2.15) dapat
dituliskan:
x
n
0
i =1
y n ( x) = g ( x) + ∫ (∑ λ i K i ( x, t )) g (t ) dt
(2.21)
Sehingga ada jawab untuk persamaan integral (2.7) yang berbentuk:
x
y ( x) = g ( x) − λ ∫ H ( x, t ; λ ) g (t ) dt
(2.22)
0
dengan resolvent-kernel H(x,t ; λ) diberikan oleh:
∞
H ( x, t ; λ ) = −∑ λ i K i +1 ( x, t )
(2.23)
i =1
Tinjau kembali persamaan integral Volterra:
x
y ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ) y (t ) dt
(2.24)
0
dengan kernel K(x,t) dan fungsi g(x) masing-masing termasuk kelas L2 dan
0≤x≤h.
14
Teorema 2.4.1.1
Persamaan integral (2.24) mempunyai satu dan hanya satu solusi yang
termasuk kelas L2, dan berbentuk:
x
y ( x) = g ( x) − λ ∫ H ( x, t ; λ ) g (t ) dt
(2.25)
0
dengan resolvent kernel H diberikan oleh:
∞
− H ( x, t ; λ ) = ∑ λ i K i +1 ( x, t )
(2.26)
i =1
yang konvergen dan juga memenuhi persamaan integral:
x
K ( x, t ) + H ( x, t ; λ ) = ∫ K ( x, t ) H ( z , t ; λ ) dz
t
x
= ∫ H ( x, z ; λ ) K ( z , t ) dz
t
Bukti:
Dengan menggunakan ketaksamaan Schwarz akan diperoleh:
⎧x
⎫
K 2 ( x, t ) = ⎨∫ K ( x, z ) K ( z, t ) dx ⎬
⎩t
⎭
2
2
x
≤
∫K
x
2
t
t
h
≤
∫K
( x, z ) dz ∫ K 2 ( z, t ) dz
h
2
0
( x, z ) dz ∫ K 2 ( z, t ) dz
0
= A2 ( x) B 2 (t )
2
K 3 ( x, t ) ≤
x
∫K
t
x
2
( x, z ) dz ∫ K 2 ( z, t ) dz
t
2
(2.27)
15
h
≤
∫K
x
2
0
( x, z ) dz ∫ A2 ( z ) B 2 (t ) dz
t
x
= A ( x) B (t ) ∫ A2 ( z )dz
2
2
t
x
2
K 4 ( x, t ) ≤
∫K
x
2
t
∫K
0
2
t
h
≤
( x, z ) dz ∫ K 3 ( z , t ) dz
x
2
z
( x, z ) dz ∫ A ( z ) B (t ) dz ∫ A2 (u ) du
2
2
t
t
x
z
= A ( x) B (t ) ∫ A ( z )dz ∫ A2 (u ) du
2
2
2
t
t
Bentuk umumnya:
2
K n+ 2 ( x, t ) ≤ A2 ( x) B 2 (t ) Fn ( x, t )
(n = 1, 2, 3, ...)
(2.28)
x
Untuk:
Fn ( x, t ) = ∫ A2 ( z ) Fn−1 ( z, t ) dz
(n = 1, 2, 3, ...)
(2.29)
t
x
F1 ( x, t ) = ∫ A2 ( z ) dz
t
Sehingga dapat kita tentukan:
Fn ( x, t ) =
1 n
F1 ( x, t )
n!
(n = 1, 2, 3, ...)
Hal ini dapat dibuktikan dengan induksi:
Benar untuk F1, karena:
1 1
Fn ( x, t ) = F1 ( x, t ) = F1 ( x, t )
1
(2.30)
16
Andaikan benar untuk Fn-1, sehingga berlaku:
Fn−1 ( x, t ) =
1
n −1
F1 ( x, t )
(n − 1)!
Akan ditinjau untuk Fn:
x
Fn ( x, t ) = ∫ A2 ( z ) Fn−1 ( z, t ) dz
t
x
=
1
n −1
A2 ( z ) F1 ( z, t ) dz
∫
(n − 1)! t
=
∂F ( z , t )
1
n −1
F1 ( z, t ) 1
dz
∫
(n − 1)! t
dz
x
z=x
1 ⎡1 n
⎤
=
F1 ( z, t )⎥
⎢
(n − 1)! ⎣ n
⎦ z =t
∴ Fn ( x, t ) =
1 n
F1 ( x, t )
n!
(terbukti)
(2.31)
Kernel K(x,t) termasuk kelas L2, sehingga A(x) juga termasuk kelas L2 dan
berlaku:
h
0 ≤ F1 ( x, t ) ≤ ∫ A2 ( z )dz ≤ N 2
0
Juga berlaku:
0 ≤ Fn ( x, t ) ≤
1 2n
N
n!
(2.32)
Dengan mensubstitusikan (2.32) ke dalam (2.28) akan diperoleh:
K n+ 2 ( x, t ) ≤ A( x) B(t )
Nn
n!
(n = 0, 1, 2, ...)
(2.33)
17
Bila kita substitusikan (2.33) ke dalam resolvent Kernel H pada (2.26), akan
diperoleh suatu majoran:
∞
M ( x, t ) = λ A( x) B(t ) ∑
n =0
(N λ )
n
n!
A(x) dan B(t) merupakan suatu konstanta, sehingga majoran dari resolvent kernel
akan konvergen untuk n → ∞. Akibatnya resolvent kernel h juga konvergen.
Berikut akan ditunjukkan ketunggalan solusinya menggunakan bantuan
persamaan (2.27).
Misalkan y0(x) adalah solusi persamaan integral (2.24) dan termasuk kelas L2,
sehingga berlaku:
x
y0 ( x) = g ( x) − λ ∫ H ( x, t ; λ ) g (t ) dt
0
Bila pada kedua ruas ditambahkan suatu fungsi yang termasuk kelas L2 juga,
sehingga bentuknya menjadi:
x
x
x
0
0
0
y0 ( x) − λ ∫ K ( x, t ) y0 (t ) dt = g ( x) − λ ∫ H ( x, t ; λ ) g (t ) dt − λ ∫ K ( x, t ) y0 (t ) dt
x
x
= g ( x) − λ ∫ H ( x, t ; λ ) g (t ) dt − λ ∫ K ( x, t ) g (t ) dt + λ
0
0
2
x
z
0
0
∫ K ( x, z ) dz ∫ H ( z, t ; λ ) g (t ) dt
⎫
⎧
= g ( x) − λ ∫ ⎨ K ( x, t ) + H ( x, t ; λ ) − λ ∫ K ( x, z ) H ( z , t ; λ ) dz ⎬ g (t ) dt
0 ⎩
t
⎭
x
x
= g (x)
atau
x
y0 ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ) y0 (t ) dt
0
(terbukti)
18
2.4.2
Persamaan Integral Volterra Nonlinier
Kita tinjau kembali bentuk umum persamaan integral Volterra nonlinier
dengan mengambil nilai λ=1 :
x
y ( x) = g ( x) + λ ∫ K ( x, t ; y (t )) dt
(2.34)
0
dengan g(x) danK(x,t ; y(t)) memenuhi syarat seperti pada persamaan integral
Volterra linier.
Teori persamaan integral Volterra nonlinier ini sebenarnya telah ada
sebelum teori persamaan integral Volterra liniernya. Persamaan integral nonlinier
berasal dari penyelesaian suatu persamaan diferensial yang berbentuk:
dy
= K ( x, y ) dengan y(x0) = y0
dx
Persamaan diferensial di atas ditransformasikan menjadi persamaan
integral Volterra nonlinier:
x
y ( x) = y0 + ∫ K (t , y (t )) dt
(2.35)
x0
dengan y0(x) = y0.
Dengan metode Picard, penyelesaiannya akan menjadi:
x
yn ( x) = y0 + ∫ K (t , yn−1 (t )) dt
x0
dengan y0(x) = y0.
Persamaan integral Volterra di atas dapat diperluas menjadi lebih umum
lagi:
19
x
y ( x) = g ( x) + ∫ K ( x, t ; y (t )) dt
(2.36)
0
dengan g(x) dan K(x,t ; y(t)) memenuhi syarat-syarat tertentu.
Pada pembahasan selanjutnya akan ditetapkan fungsi-fungsi g(x) dan
K(x,t ; y(t)) termasuk pada fungsi L2 dan memenuhi kondisi Lipschitz, yaitu
memenuhi:
(i) K ( x, t ; y1 (t )) − K ( x, t ; y 2 (t )) ≤ a ( x, t ) y1 (t ) − y 2 (t )
x
(ii)
∫ K ( x, t ; y(t )) dt ≤ n( x)
0
Pada (i) dan (ii) di atas a(x,t) dan n(x) masing-masing termasuk fungsi L2.
Teorema 2.4.2.1
Persamaan integral Volterra nonlinier (2.36) mempunyai solusi y(x) yang
termasuk kelas L2, yang konvergen.
Bukti:
Dari syarat di atas, diketahui a(x,y) dan n(x) termasuk kelas L2, sehingga
memenuhi sifat:
(untuk A2 dan N2 masing-masing konstanta positif)
h
x
0
0
2
2
∫ dx ∫ a ( x, t ) dt ≤ A
(0 ≤ t ≤ x ≤ h)
h
∫n
2
(t ) dt ≤ N 2
0
x
Dimisalkan:
∫a
0
2
( x, t ) dt = B 2 ( x)
(2.37)
20
Sehingga persamaan (2.37) akan menjadi:
h
∫B
2
( x) dx ≤ A 2
0
Seperti pada pembuktian persamaan integral Volterra linier, akan
dibuktikan solusi persamaan integral nonlinier adalah limit dari barisan-barisan
fungsi-fungsi yn dengan fungsi awal:
y0(x) = g(x)
Kemudian:
x
y n ( x) = g ( x) + ∫ K ( x, t ; y n−1 (t )) dt
(n = 1, 2, ...)
(2.38)
0
Dari (2.37) akan diperoleh:
x
∫ K ( x, t ; y (t )) dt ≤ n( x)
y1 ( x) − y0 ( x) =
0
0
Secara umum akan diperoleh:
x
yn+1 ( x) − y n ( x) ≤
∫ {K ( x, t ; y (t )) − K ( x, t ; y
n
n −1
(t ))}dt
0
x
≤ ∫ a ( x, t ) y n (t ) − y n−1 (t ) dt
(n = 1, 2, ...)
(2.39)
0
Dengan menggunakan ketaksamaan Schwarz dari (2.39) akan diperoleh:
x
x
0
0
y n+1 ( x) − y n ( x) ≤ ∫ a 2 ( x, t ) dt ∫ {y n (t ) − y n−1 (t )} dt
2
x
2
≤ B 2 ( x) ∫ {y n (t ) − y n−1 (t )} dt
0
Dari ketaksamaan di atas, diperoleh:
2
21
{y1 ( x) − y0 ( x)}2 ≤ n 2 ( x)
x
{y2 ( x) − y1 ( x)}2 ≤ B 2 ( x) ∫ {y1 (t ) − y0 (t )}2 dt
0
x
≤ B 2 ( x) ∫ n 2 (t ) dt ≤ B 2 ( x) N 2
0
x
{y3 ( x) − y2 ( x)}2 ≤ B 2 ( x) ∫ B 2 (t ) N 2 dt
0
x
≤ N 2 B 2 ( x) ∫ B 2 (t ) dt
0
{y4 ( x) − y3 ( x)}
2
x
t
≤ N B ( x) ∫ B (t ) dt ∫ B 2 ( z ) dz
2
2
2
0
0
Dengan menggunakan sifat seperti pada pembuktian persamaan integral linier,
yaitu sifat (2.30) akan diperoleh bentuk ketaksamaan secara umum:
{yn+2 ( x) − yn+1 ( x)}
2
x
⎫
1⎧
≤ N B ( x) ⎨∫ B 2 (t ) dt ⎬
n! ⎩ 0
⎭
2
n
2
≤ N 2 B 2 ( x)
A2 n
n!
( n = 0, 1, ...)
atau:
y n+ 2 ( x) − y n+1 ( x) ≤ N B ( x)
An
n!
(2.40)
Sekarang tentukan:
y(x) = y1(x)+{y2(x)-y1(x)}+{y3(x)-y2(x)}+...+{yn(x)-yn-1(x)}+...
(2.41)
22
Dengan menggunakan (2.40) akan diperoleh:
y ( x) ≤ y1 ( x) + N B( x) + N B( x) A + N B( x)
∞
≤ y1 ( x) + N B ( x)∑
n =0
A2
+ ...
2!
An
n!
(2.42)
Bila diperhatikan majoran dari (2.42) yaitu:
∞
N B ( x)∑
n =0
An
n!
maka y(x) akan konvergen mutlak dan konvergen seragam untuk nilai B(x)
terhingga.
Untuk membuktikan limit fungsi y(x) adalah solusi persamaan integral (2.36)
dimisalkan dahulu:
y(x) = yn(x) + Rn(x)
(2.43)
Rn(x) disini termasuk fungsi L2, dan juga memenuhi:
Rn ( x) ≤ N B ( x)
∞
∑
m = n +1
Am
m!
(2.44)
(2.44) mengakibatkan:
h
Lim ∫ Rn ( x) dx = 0
n →∞
2
0
Dari persamaan (2.38) dan (2.43) akan diperoleh:
x
y ( x) = g ( x) + ∫ K ( x, t ; y n−1 (t )) dt + Rn ( x)
0
x
Kedua ruas kita tambahkan dengan:
∫ K ( x, t ; y(t )) dt
0
23
x
x
0
0
y ( x) − g ( x) − ∫ K ( x, t ; y (t )) dt = Rn ( x) + ∫ {K ( x, t ; y n−1 (t )) − K ( x, t ; y (t ))}dt
(2.45)
Akibatnya:
2
x
⎧
⎫
⎧x
⎫
2
⎨ y ( x) − g ( x) − ∫ K ( x, t ; y (t )) dt ⎬ ≤ 2 Rn ( x) + 2⎨∫ a( x, t ) Rn−1 (t ) dt ⎬
0
⎩
⎭
⎩0
⎭
2
(2.46)
Dengan menggunakan ketaksamaan Schwarz:
2
x
⎧x
⎫
2
2
⎨∫ a( x, t ) Rn−1 (t ) dt ⎬ ≤ B ( x) ∫ R n−1 (t ) dt
0
⎩0
⎭
h
≤ B ( x) ∫ R 2 n−1 (t ) dt
2
(2.47)
0
Dengan mensubstitusikan (2.47) ke dalam (2.46) akan diperoleh:
2
x
h
h
⎧
⎫
2
2
−
−
y
(
x
)
g
(
x
)
K
(
x
,
t
;
y
(
t
))
dt
dx
≤
2
R
(
x
)
dx
+
2
A
R 2 n−1 (t ) dt (2.48)
⎬
n
∫0 ⎨⎩
∫0
∫
∫
0
0
⎭
h
Jika n→∞ akan terlihat ruas kanan akan bernilai nol, sehingga:
2
x
h
h
⎧
⎫
2
2
−
−
y
(
x
)
g
(
x
)
K
(
x
,
t
;
y
(
t
))
dt
dx
≤
2
R
(
x
)
dx
+
2
A
R 2 n−1 (t ) dt
⎬
n
∫0 ⎨⎩
∫0
∫
∫
0
0
⎭
h
2
x
⎧
⎫
−
−
y
x
g
x
K
x
t
y
t
dt
(
)
(
)
(
,
;
(
))
⎨
⎬ dx = 0
∫0 ⎩
∫0
⎭
h
atau:
x
y ( x) = g ( x) + ∫ K ( x, t ; y (t )) dt
(terbukti)
0
Teorema 2.4.2.2
Persamaan integral Volterra nonlinier (2.36) hanya mempunyai satu
solusi yang termasuk kelas L2.
24
Bukti:
Misalkan ada 2 solusi yaitu y(x) dan y*(x) yang memenuhi persamaan
(2.36) dan masing-masing berada pada kelas L2, sehingga akan dipenuhi:
x
y ( x) = g ( x) + ∫ K ( x, t ; y (t )) dt
0
x
y * ( x) = g ( x) + ∫ K ( x, t ; y * (t )) dt
0
x
{
}
∴ y ( x) − y * ( x) = ∫ K ( x, t ; y (t )) − K ( x, t ; y * (t )) dt
(2.49)
0
Dengan menggunakan ketaksamaan Schwarz, dari (2.49) akan diperoleh:
⎧x
{y( x) − y ( x)} ≤ ⎨∫ K ( x, t ; y(t )) − K ( x, t ; y * (t )) dt ⎫⎬
⎩0
⎭
2
2
*
⎧x
⎫
≤ ⎨∫ a( x, t ) y (t ) − y * (t ) dt ⎬
⎩0
⎭
x
x
0
0
{
2
}
2
≤ ∫ a 2 ( x, t ) dt ∫ y (t ) − y * (t ) dt
x
{
}
2
0≤x≤h
2
≤ B ( x) ∫ y (t ) − y * (t ) dt
2
0
∫ {y(t ) − y (t )} dt = k
h
Misal:
*
2
0
Bila disubstitusikan secara berturut-turut pada (2.50) akan diperoleh:
{y(t ) − y (t )}
≤ k 2 B 2 ( x)
{y(t ) − y (t )}
≤ k 2 B 2 ( x) ∫ B 2 (t ) dt
*
*
2
2
x
0
(2.50)
25
{y(t ) − y (t )}
2
*
x
t
≤ k B ( x) ∫ B (t ) dt ∫ B 2 ( z ) dz
2
2
2
0
0
Dengan menggunakan sifat seperti pada (2.30) akan diperoleh bentuk umum:
n
x
2n
⎫
1⎧ 2
2 A
{
}
−
≤
(
)
≤
y
(
t
)
y
(
t
)
dt
k
B
t
dt
k
⎨
⎬
∫0
n!
n! ⎩∫0
⎭
x
*
2
2
Untuk n→∞ ruas kanan akan menjadi nol, sehingga:
∫ {y(t ) − y (t )} dt = 0
x
*
2
0
y(t) – y*(t) = 0
atau:
y(t) = y*(t)
Jadi telah terbukti bahwa solusi dari persamaan integral (2.36) adalah tunggal.
2.5
Metode-Metode Penyelesaian
2.5.1
Metode Iterasi
Metode iterasi ialah suatu metode yang menggunakan cara dengan
mengubah-ubah taksiran awal, dengan harapan hampiran solusi diperoleh dengan
galat yang sekecil mungkin.
Dalam menyelesaikan perhitungan nilai integral disini dipergunakan
metode trapesium, karena metode ini relatif sederhana dan galat yang dihasilkan
hanya memerlukan turunan pertama dari fungsi yang akan dihitung integralnya.
Salah satu prinsip yang diperlukan dalam perhitungan integral adalah fungsi
26
tersebut dapat dihampiri secara polinom. Oleh karenanya, metode trapesium
tidak memerlukan polinom derajat tinggi untuk hampiran fungsinya.
2.5.2
Metode Volterra-Runge-Kutta
Metode Volterra-Runge-Kutta adalah suatu metode Runge-Kutta yang
diterapkan pemakaiannya pada persamaan integral Volterra nonlinier.
Tinjau kembali persamaan integral Volterra nonlinier:
x
y ( x) = g ( x) + ∫ K ( x, t ; y (t )) dt
(2.51)
a
Untuk:
x ∈ I : [a,b]
K kontinu pada S x Rn, S={(x,s)|a ≤ s ≤ x ≤ b}
Sekarang kita tetapkan:
xn = a + n.h
n = 0, 1, ..., N
h = (b-a)/N
yn = y(xn)
Tetapkan juga:
xn
Fn ( x) = g ( x) + ∫ K ( x, t ; y (t )) dt
x ≥ xn , n = 0, 1, ..., N-1
(2.52)
a
Misalkan F*n(x) nilai hampiran untuk Fn(x). Metode Runge-Kutta untuk (2.51)
pada tingkat-m adalah:
m
Yi ( n ) = Fn* ( xn + Ti h) + h∑ aij K ( xn + d ij h, xn + c j h ; Y j( n ) )
j =1
m
y n+1 = Ym( n+1) = Fn* ( xn + h) + h∑ bi K ( xn + ei h, xn + ci h ; Yi ( n ) )
i =1
(2.53)
27
Bentuk (2.53) di atas dikatakan bentuk umum metode Volterra-RungeKutta. Nilai parameter-parameter Ti, aij, dij, bi, dan ei tergantung dari tingkat-m
dan tipe metode Volterra-Runge-Kutta yang dipakainya.
Pada (2.53) akan selalu diasumsikan :
m
ci = ∑ aij
( i = 1, 2, ..., m)
(2.54)
j =1
Metode Volterra-Runge-Kutta di atas dibagi atas 2 tipe khusus, yaitu:
1. Tipe Pouzet (metode PRK)
Pada tipe ini berlaku:
dij = ci (i,j = 1, 2, ..., m)
ei = 1 dan Ti = ci
Bentuk umum PRK akan menjadi:
m
Yi ( n ) = Fn* ( xn + ci h) + h∑ aij K ( xn + ci h, xn + c j h ; Y j( n ) ) (i = 1, 2, ..., m)
j =1
m
y n+1 = Ym( +n1) = Fn* ( xn + h) + h∑ bi K ( xn + h, xn + ci h ; Yi ( n ) )
(2.55)
i =1
Agar kernel K pada (2.55) berada dalam S x Rh, maka ditetapkan:
ci ≥ cj jika aij ≠ 0
Kondisi (2.56) dapat dipenuhi jika:
c1 ≤ c2 ≤ ... ≤ cm ≤ 1
Kondisi (2.56) dikatakan juga kondisi kernel.
2. Tipe Bel’tyukov (metode BRK)
Pada tipe ini berlaku:
(2.56)
28
dij = ej (i,j = 1, 2, ..., m)
Ti = ci (i,j = 1, 2, ..., m)
Bentuk umum tipe BRK akan menjadi:
m
Yi ( n ) = Fn* ( xn + ci h) + h∑ aij K ( xn + e j h, xn + c j h ; Y j( n ) )
(i = 1, 2, ..., m)
j =1
m
y n+1 = Ym( n+1) = Fn* ( xn + h) + h∑ bi K ( xn + ei h, xn + ci h ; Yi ( n ) )
(2.57)
i =1
Kondisi Kernel pada metode ini adalah: ei ≥ cj
Bila diperhatikan ternyata metode-metode dari (2.53) dapat dituliskan
dalam bentuk (2.57). Dari kedua tipe di atas parameter-parameter ci, ei, aij, bi
(i,j = 1, 2, .., m) tergantung pada tingkat m-nya.
Cara menghitung parameter pada tingkat-m dengan metode BRK
adalah:
m
Orde 1:
(i)
∑b
i =1
Orde 2:
(ii)
i
=1
m
∑b e
i =1
i i
m
(iii)
∑b c
i =1
m
Orde 3: (iv)
∑b e c
m
(vi)
2
i i
=1
m
i =1
i i i
∑b c
i =1
2
i i
1
2
=
∑b e
i =1
(v)
i i
=1
=
=
1
2
1
3
29
(vii)
(viii)
m
m
i =1
j =1
m
m
i =1
j =1
∑ bi ∑ aij e j =
∑ bi ∑ aij c j =
1
3
1
6
Adapun orde dari metode BRK ini tak mungkin lebih besar dari
tingkat m-nya dan juga metode Volterra-Runge-Kutta ini cukup konvergen.
2.6
Teorema-Teorema Penunjang
2.6.1
Teorema Ketaksamaan Schwarz untuk Integral
Jika fungsi f & g masing-masing terintegral kuadrat dan f.g ∈ L2 [a,b]
maka berlaku:
⎡b
⎢ ∫ f ( x) g ( x)dx
⎢⎣ a
2
b
⎤ b
2
⎥ ≤ ∫ f ( x) dx∫ g 2 ( x) dx
⎥⎦ a
a
(2.58)
Bukti:
Untuk setiap x Є [a,b] berlaku:
{ |f(x)| - |g(x)| }2 ≥ 0
|f(x)|2 + |g(x)|2 ≥ 2|f(x)||g(x)|
|f(x) . g(x)| ≤ ½ { [f(x)]2 + [g(x)]2 } ( a ≤ x ≤ b )
atau
Untuk setiap r ∈ R, kita dapat menuliskan:
b
∫ (rf + g )
2
≥0
a
atau:
b
r
2
∫f
a
2
b
b
a
a
+ 2r ∫ fg + ∫ g 2 ≥ 0
(2.59)
30
Dari (2.59) dapat kita tuliskan:
r2A + rB + C ≥ 0
b
untuk: A =
(2.60)
∫ [ f ( x)] dx
2
a
b
B = 2 ∫ f ( x) g ( x) dx
(2.61)
a
b
C=
∫ [g ( x)] dx
2
a
Kasus-kasus:
(i) Jika A=0, maka [f(x)]2 = 0 untuk setiap x ∈ [a,b], sehingga f(x) = 0 untuk
setiap x ∈ [a,b]. Pada kasus ini kedua sisi pertaksamaan (2.58) bernilai nol.
(ii) Jika A≠0.
Pada kasus ini dari (2.60), r dapat ditentukan dari:
r =−
B
2A
sehingga diperoleh:
B2
B
.A −
.B + C ≥ 0
2
4A
2A
atau:
B2 – 4AC ≤ 0
B2 ≤ 4AC
Jika disubstitusikan pada (2.61) akan diperoleh:
2
b
b
⎧b
⎫
2
2
4⎨∫ f ( x) g ( x) dx ⎬ ≤ 4∫ [ f ( x)] dx ∫ [g ( x)] dx
a
a
⎩a
⎭
atau:
31
2
b
⎡b
⎤ b 2
f
(
x
)
g
(
x
)
dx
≤
f
(
x
)
dx
g 2 ( x)dx
⎢∫
⎥ ∫
∫
a
⎣a
⎦ a
2.6.2
(terbukti)
Teorema Picard untuk Persamaan Diferensial
Banyak ditemukan masalah dalam bentuk persamaan diferensial:
dy
= f ( x, y )
dx
(2.62)
dengan kondisi awal: y(x0) = y0
(2.63)
untuk f fungsi bernilai real dan f ∈ R2.
Misalkan U fungsi jawaban yang daerah definisinya [x0-δ , x0+δ]
sehingga berlaku:
U(x0) = y0
U’(x) = f(x,U(x))
( |x- x0| ≤ δ )
(2.64)
Persamaan (2.64) setara dengan:
U ( x ) = y0 +
x0
∫ f (t ,U (t )) dt
( |x- x0| ≤ δ )
(2.65)
x
Keujudan solusi pada masalah (2.62) dan (2.63) setara dengan keujudan
solusi pada masalah (2.65) untuk δ tertentu.
Download