CHAPTER 5 SUMMARY BINA NUSANTARA UNIVERSITY Faculty

advertisement
CHAPTER 5
SUMMARY
BINA NUSANTARA UNIVERSITY
Faculty of Literature
English Department
Strata 1
2012
Teacher as Motivator:
57 Senior High School Students’ Perspective
Margareta Susanto
NIM: 1200947485
Motivasi adalah hal yang dimiliki setiap individu. Motivasi juga
merupakan hal yang bisa ditumbuhkan. Setiap orang bisa saja memiliki motivasi
yang berbeda. Motivasi terbagi menjadi dua, yakni motivasi intrinsik dan
motivasi extrinsik. Banyak orang mengatakan “saya sangat termotivasi” ataupun
“saya tidak cukup termotivasi….”, meskipun demikian, motivasi adalah hal
abstrak yang tidak dapat disentuh, atau dilihat.
Motivasi sangat lah penting bagi kehidupan, terlebih bagi siswa yang
mempelajari suatu ilmu. Motivasi dapat mendorong seseorang dalam melakukan
hal terbaik yang bisa membantunya dalam meraih impian. Motivasi juga
bagaikan petunjuk arah bagi orang yang tersesat. Berdasarkan teori Raymond
61
dan Margery, motivasi bagaikan cahaya bintang dimalam hari yang gelap yang
memberi terang kepada seseorang yang tersesat untuk bisa menemukan jalan
pulang. Wlodkowsky juga menggambarkan bahwa motivasi adalah desakan bagi
seseorang untuk bisa meraih apa yang ia cita-citakan. Stipek Deborah
menyatakan bahwa motivasi bukanlah sesuatu yang dilihat dari kualitas
seseorang atau sebuah hasil, melainkan perilaku. Pola perilaku motivasi
dikategorikan menjadi dua oleh Dembo Myron dan Seli, yaitu perilaku yang
mencerminkan usaha seseorang dalam meraih kesuksesan dan impianimpiannya. Sedangkan disisi lain ada orang yang berusaha melakukan sesuatu
dengan tujuan menghindari kegagalan. Mereka berusaha menghindarkan rasa
malu dan cemoohan dari masyarakat.
Motivasi pada diri seseorang dapat terbentuk dari hal yang berbeda,
lingkungan sangatlah mempengaruhi motivasi yang ada pada diri seseorang.
Harmer secara singkat menyatakan bahwa motivasi dibedakan menjadi dua yaitu
motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang tumbuh dari dalam diri seseorang yang
dapat dirasakan disaat proses kegiatan itu sendiri berlangsung. Dan motivasi
ekstrinsik yaitu motivasi yang datang dari luar, contohnya guru, orang tua, dan
teman.
Ada delapan peran yang harus diusahakan untuk dilaksanakan oleh para
guru dalam proses belajar mengajar. Peran-peran tersebut jika dijalankan dengan
baik, maka akan menciptakan motivator-motivator dalam dunia pendidikan.
62
Dörnyei mensejajarkan ‘good enough motivator’ (motivator yang cukup
baik) dengan konsep ‘good enough mother’ (ibu yang cukup baik), teori yang
diadopsinya dari konsep yang dikemukakan oleh Winnicott. Winnicott
menemukan bahwa untuk menjadi ibu yang cukup baik haruslah mengerti peran
tertentu dari seorang guru. Jadi, seorang guru haruslah bisa ‘menjadi ibu’ bagi
murid-muridnya di sekolah. Peran seorang ibu adalah menjaga dan mendidik
anak-anak mereka, dengan kata lain, seorang guru harus mampu menjaga dan
mendidik murid-murid di sekolah sebagai ganti seorang ibu di rumah. Dörnyei
berpendapat,
cukuplah
kata
‘cukup
baik’
ketimbang
‘sangat’
untuk
menggambarkan seorang ibu yang baik. Tidaklah harus menjadi orang tua yang
sempurna untuk menumbuhkan jiwa anak yang sehat. Maka, yang harus
dilakukan guru sebagai seorang motivator adalah menjadi guru yang penuh cinta
kasih yang mampu menunjukkan kasih sayang mereka dengan hal-hal yang baik
dengan memotivasi mereka dalam meraih cita-cita.
Setelah saya meneliti dengan seksama, mencari dari berbagai sumber
cetak maupun elektronik tentang teori motivasi, dan dengan menilik teori yang
dikemukakan oleh Dörnyei , saya mencoba untuk menarik kesimpulan dari
pengertian kata ‘motivator’. Motivator adalah seseorang yang memotivasi orang
lain untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain, motivator adalah orang yang
memberikan dorongan kepada orang lain supaya melakukan sesuatu dengan
tujuan tertentu dengan kata-kata maupun perbuatan. Dalam diskusi dengan tema
yang saya angkat ini, saya menyimpulkan bahwa motivator sebagai pengajar
adalah mereka yang mampu membantu siswanya dalam proses belajar. Guru
63
bertanggung jawab supaya para siswa mengetauhui kegunaan dari apa yang
mereka pelajari sehingga mereka bersemangat dalam mempelajarinya. Guru juga
harus mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif. Guru harus mampu
menciptakan kegiatan yang bervariasi dalam mengajarkan materi supaya murid
tidak merasa jenuh.
Dalam hal ini, saya akan membahas tentang peran seorang guru dalam
memotivasi siswa dari sudut pandang siswa itu sendiri. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Maret hingga Juni tahun 2012. Objek penelitian yang diteliti adalah
siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 57 Jakarta, berusia sekitar 15-17
tahun. Lingkup pembahasannya sendiri dibatasi pada pelajaran Bahasa Inggris
dengan ‘motivasi’ sebagai topiknya. Dipilih satu kelas dari seluruh kelas XI IPA
dan satu kelas dari XI IPS untuk mewakili seluruh siswa sekolah tersebut sebagai
objek penelitian. Kemudian diambil lima sampel siswa secara acak dari masingmasing kelas untuk diwawancarai secara lebih mendalam.
Tujuan dari penulisan thesis ini adalah untuk membantu saya mengetahui
hal apa saja yang dapat memotivasi siswa dalam mempelajari bahasa Inggris.
Saya juga ingin mengetahui bagaimana cara guru memotivasi muridnya dalam
belajar Bahasa Inggris. Hal lain yang akan saya teliti adalah seperti apa sikap
siswa yang termotivasi, dan apakah menurut mereka guru mereka sudah cukup
memotivasi dalam proses belajar. Dan saya pribadi sangat berharap agar skripsi
ini bermanfaat bagi manyarakat luas dan instansi pendidikan lain.
64
Metode yang digunakan dalam penulisan thesis ini adalah
kualitatif. Hasil penelitian dijabarkan dengan pendekatan teori para ahli, dan
dilampirkan beberapa bagan dan tabel guna memudahkan penyajian hasil
penelitian dan memudahkan pembaca untuk membaca hasil angket. Penelitian itu
sendiri dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama-tama dengan penelitian
kelas, lalu membagikan angket, dan terakhir dengan wawancara.
Dari hasil temuan penelitian di lapangan, saya menarik kesimpulan
bahwa hasil dari motivasi tidak dapat sepenuhnya dilihat dari nilai siswa. Ada
banyak variabel yang memungkinkan nilai menjadi tidak cukup relevan untuk
menjadi tolak ukur apakah seorang siswa termotivasi dalam belajar bahasa
Inggris oleh guru mereka atau tidak. Ada beberapa variable pengganggu yang
bisa saja mempengaruhi hasil nilai dari seorang siswa, contohnya pada sampel
yang saya ambil, sakit merupakan salah satunya. Ketika seorang siswa sudah
merasa termotivasi dengan gurunya, dan paham benar akan pelajaran yang
disampaikan oleh guru, namun kemudia ia jatuh sakit ketika menjelang ujian
semester. Siswa tersebut tidak bisa mengikuti ujian semester tersebut dan harus
mengikuti ujian susulan, namun karena belum sembuh benar, dia merasa
terpaksa dan tidak siap menghadapi ujian susulan tersebut, alhasil, dia mendapat
nilai yang kurang memuaskan.
Dengan ini, saya juga menyimpulkan berdasarkan teori para ahli, antara
lain; Stipek, wlodkowsky & Ginsberg, dan Dörnyei bahwa motivasi tidak bisa
mutlak hanya dilihat dari hasil atau nilai yang diperoleh siswa. Motivasi dapat
dilihat dari serangkaian perilaku siswa dalam proses belajar. Perilaku siswa yang
65
termotivasi juga dapat dibedakan menjadi beberapa bagian. Ada siswa yang
termotivasi untuk sukses, ada juga yang termotivasi karena menghindari
kegagalan dan cemoohan orang.
Dari hasil angket yang diperoleh, hampir seluruh anak kelas A dan Kelas
B sama-sama berpendapat bahwa mereka harus menguasai bahasa Inggris.
Seperti yang telah mereka ketahui bahwa bahasa Inggris adalah bahasa
internasional yang berperan penting bagi masa depan mereka. Sekarang, bahasa
Inggris digunakan diseluruh dunia. Mulai dari kehidupan sehari-hari hingga
urusan pekerjaan, mereka mendapati bahasa Inggris adalah bahasa yang paling
banyak dipakai dalam berinteraksi.
Semua siswa menuliskan bahwa mereka ingin mepunyai pekerjaan yang
bagus. Dan akhir-akhir ini kebanyakan perusahaan menggunakan bahasa Inggris
dalam menyeleksi karyawan mereka. Disamping itu, mereka mnyatakan
kehidupan manusia seakan sudah tidak mengenal ruang. Mereka sudah dan akan
banyak berinteraksi dengan orang asing yang pastinya berbahasa Inggris.
Dari data yang diperoleh, bisa disimpulkan bahwa jumlah murid kelas A
yang memiliki motivasi intrinsik lebih banyak dibandingkan murid kelas B. Hal
ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang mengindikasikan bahwa mereka
memiliki motivasi intrinsik yang dominan dibandingkan murid kelas B.
Mayoritas siswa kelas A maupun kelas B sama-sama merasa bahwa level
motivasi yang mereka rasakan dari guru-guru mereka adalah ‘sedang-sedang
66
saja’. Namun data dari Kelas IPS menunjukkan bahwa kebanyakan dari mereka
menyukai pelajaran bahasa Inggris di sekolah.
Dari hasil wawancara, siswa kelas A mengemukakan harapan mereka
agar mereka lebih merasa termotivasi. Mereka menyatakan bahwa kegiatan
belajar mereka selama ini monoton. Mereka merasa aktivitas belajar yang
beragam akan sangat membantu mereka dalam belajar dengan maksud
mengurangi rasa jenuh dan terciptanya semangat belajar yang tinggi.
Siswa-siswi kelas A sepakat bahwa guru mereka memotivasi mereka
untuk belajar bahasa Inggris dengan seringkali mengingatkan pentingnya bahasa
Inggris bagi masa depan mereka. Sedangkan siswa siswi kelas B, mereka
menyatakan hal yang sama, namun mereka menambahkan bahwa guru mereka
‘asik’ itulah yang membuat mereka lebih menyukai guru mereka dan bebas
bertanya.
Dari hasil wawancara dan analisa dari penelitian yang dilakukan yang
kemudian dihubungkan dengan teori Harmer tentang peran guru, dapat
disimpulkan bahwa faktor usia pengajar memungkinkan mempengaruhi cara
mereka mengajar. Guru kelas A yang memang kira-kira sudah berusia diatas 50
tahun menggambarkan seorang guru yang ‘old fashioned’. Disisi lain, guru kelas
B yang masih berusia sekitar dibawah 30 tahun, dinilai dapat mempatkan dirinya
sebagai pengajar, pengawas, dan bahkan teman.
67
Download