BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan bentuk cara pandangnya terhadap dunia. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya: paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisnya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang (Mulyana, 2004:9). Menurut Denzin dan Lincoln (dalam Hajaroh 2013:2) Paradigma dipandang sebagai seperangkat keyakinan-keyakinan dasar (basic believes) yang berhubungan dengan yang pokok atau prinsip. Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan dan sifat dasar bahan kajian. Paradigma penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum. Konseptualisasi, kategorisasi dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian. Paradigma kualitatif mencanangkan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para idealis yang memberikan suatu tekanan pada pandangan yang terbuka tentang kehidupan sosial dan paradigma kualitatif ini memandang kehidupan sosial sebagai kreatifitas bersama individu-individu. Oleh karena itu, melalui paradigma kualitatif dapat menghasilkan suatu realitas yang dipandang secara objektif dan dapat diketahui yang melakukan interaksi sosial (Ghony dan Almanshur 2012 :73). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma post positivism karena (dalam Salim 2001:40) menjelaskan Postpositivisme sebagai berikut: Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan Positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologi aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan Universitas Sumatera Utara hukum alam, tetapi suatu hal, yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu secara metodologi pendekatan eksperimental melalui metode triangulation yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori. 2.2 Kajian Pustaka 2.2.1 Psikologi Komunikasi Menurut Berelson dan Steiner (dalam Purba, dkk 2010 : 32) Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka dan lain-lain. Menurut Prof. Drs. Otong Uchajana Effendy MA (Effendy, 2003:60). Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai panduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan, dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku. Psikologi dan komunikasi merupakan dua ilmu yang saling berkaitan. Komunikasi adalah kegiatan bertukar informasi yang dilakukan oleh manusia untuk mengubah pendapat atau perilaku manusia lainnya, sementara perilaku manusia merupakan objek bagi ilmu psikologi. Psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling mempengaruhi diantara berbagai sistem dalam diri organisme dan diantara organisme. Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktorfaktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya (Lubis, 2015 : 5). Menurut Wolman (Dalam Rakhmat, 2007:3) kamus psikologi, Dictionary of Behavioral Science, menyebutkan ada enam pengertian komunikasi : Commuication 1) The transmission of energy change from one place to another as in the nervous system or transmission of sound waves (Penyampaian perubahan Universitas Sumatera Utara energy dari satu tempat ketempat yang lain seperti dalam sistem syaraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara). 2)The transmission or reception of signal or messages by organism (Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme). 3)The transmitted message (Pesan yang disampaikan). 4) (Communication theory). The process whereby system influence another system through regulation of the transmitted signals (Teori Komunikasi) (Proses yang dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal yang disampaikan. 5) K.Lewin the influence of one personal region on another whereby a change in one result in a corresponding change in the other region (K.Lewin pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona lain sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah lain). 6) The message of patient to his therapist in psychotherapy (Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi). Psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indra ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling pengaruh diantara berbagai sistem dalam diri organisme dan antar organism. (Rakhmat, 2007:4). dalam hal ini psikologi mempunyai peran pada saat pesan sampai kepada komunikator, psikologi berperan untuk menganalisa faktorfaktor yang mempengaruhi pesan tersebut. Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikan psikologi memeriksa karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya: apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam mempengaruhi orang lain. Psikologi bahkan meneliti lambanglambang yang disampaikan. Psikologi meneliti proses mengungkapkan pikiran menjadi lambang, bentuk-bentuk lambang, dan pengaruh lambang terhadap perilaku manusia (Rahkhmat, 2007:5). 2.2.1.1 Penggunaan Psikologi Komunikasi Penggunaan psikologi komunikasi berguna untuk menciptakan proses komunikasi yang lebih efektif. Komunikasi yang efektif akan memberikan pengertian atau kesamaan pemahaman, hubungan yang lebih baik, perubahan sikap serta hubungan sosial yang semakin baik. Melalui komunikasi kita menemukan diri kita, mengembangkan konsep diri, dan menetapkan hubungan Universitas Sumatera Utara kita dengan dunia disekitar kita. Komunikasi yang efektif mempengaruhi lima (dalam Rakhmat,2007:13), yaitu: 1. Pengertian, artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication). Untuk menghindari hal tersebut kita perlu memahami psikologi pesan dan psikologi komunikator. 2. Kesenangan, tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Ketika kita mengucapkan “selamat pagi, apa kabar?” kita tidak bermaksud mencari keterangan. Komunikasi itu hanya dilakukan untuk mengupayakan agar orang lain merasa apa yang disebut analisis transaksional sebagai “saya oke-kamu oke”. Komunikasi ini lazim disebut komunikasi fatis (phatic communication) dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab dan menyenangkan. Ini memerlukan psikologi tentang sistem komunikasi interpersonal. 3. Mempengaruhi sikap, paling sering kita melakukan komunikasi untuk mempengaruhi orang lain. Khatib ingin membangkitkan sikap beragama dan mendorong jemaah beribadah lebih baik. guru ingin mengajak muridnya lebih mencintai ilmu pengetahuan. Semua ini adalah komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktorfaktor pada diri komunikator dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikator. Persuasi didefenisikan sebagai proses mempengaruhi pendapat, sikap dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri. Para psikolog memang sering bergabung dengan komunikolog justru pada bidang persuasi. 4. Hubungan sosial yang baik, manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan memperthankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control) Universitas Sumatera Utara dan cinta serta kasih sayang (affection). Secara singkat kita ingin bergabung dan berhubungan dengan orang lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan serta kita ingin mencintai dan dicintai. Kebutuhan sosial ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif. 5. Tindakan, selain membicarakan persuasi untuk mempengaruhi sikap, persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dihendaki. Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang sukar tetapi lebih sukar lagi mempengaruhi sikap, namun jauh lebih sukar lagi mendorong orang untuk bertindak. Tetapi efektivitas komunikasi biasanya diukur dari tindakan nyata yang dilakukan. Menimbulkan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting, karena untuk menimbulkan tindakan kita harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik. tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi. Ini bukan saja memerlukan pemahaman tentang seluruh mekanisme psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia. 2.2.2 Konsep Diri 2.2.2.1 Pengertian Konsep Diri Menurut William D. Brooks (Rakhmat, 1991 : 99 ) mendefinisikan konsep diri sebagai “Those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interactions with other”. Jadi, Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. ini disebut konsep diri. Menurut William H Fitts (Agustiani, 2009 : 138-139) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri sesorang karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts mengatakan bahwa ketika individu mempresepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri dan konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu.Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu Universitas Sumatera Utara cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya.Menurut Charles Horton Cooley (dalam Rakhmat, 2007:100), kita melakukannya dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain. Cooley menyebutkan gejala ini looking glass self (diri cermin) yang berarti seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa. Konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Dengan demikian ada dua komponen konsep diri, yaitu: komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem). 2.2.2.2 Faktor Pembentukan Konsep Diri Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri (Devito 2009 : 55-57 dalam Dewi, 2013 : 21-22 ) : 1. Others Images Menurut Charles Horton Cooley, Other images merupakan orang yang mengatakan siapa Anda, melihat citra diri Anda dengan mengungkapkannya melalui Perilaku dan aksi. Konsep diri seseorang dibentuk karena adanya orang-orang yang paling penting dalam hidup seseorang seperti orang tua. Menurut D.H Demo menekankan pada maksud bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat, dan atau diubah oleh komunikasi para anggota keluarga. mereka itulah yang disebut sebagai segbificant others. significant other yang dimaksud ialah orang tua. 2. Orang lain Menurut Gabriel Marcel menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita, “The fact is that we can understand ourselves by starting from the other, or from other and only starting from them.” kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Richard Universitas Sumatera Utara Dewey dan W.J Humber menamai orang lain sebagai Affective Others, dimana orang lain yang mengenal kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan membentuk konsep diri kita melalui senyuman, pujian, penghargaan, pelukan yang menyebabkan kita menilai diri kita secara positif. Ejekan, cemoohan dan hardikan membuat kita memandang diri kita secara negatif. 3. Budaya Melalui orang tua, pendidikan, latar belakang budaya, maka akan ditanamkan keyakinan, nilai agama, ras, sifat nasional untuk membentuk konsep diri seseorang. Contohnya, ketika seseorang mempunyai latar belakang budaya yang baik dan memiliki etika maka orang tersebut memiliki konsep diri positif. 4. Mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri Konsep diri terbentuk karena adanya interpretasi dan evaluasi dari perilaku diri sendiri berdasarkan apa yang dilakukan, bagaimana perilaku orang tersebut. Dari beberapa faktor diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri seseorang bukan sesuatu yang langsung terbentuk, melainkan diperoleh dan dibentuk melalui pengalaman, interaksi dengan orang lain serta pengaruh lingkungan tempat tinggal. Adapun orang-orang yang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang (Calhoun & Acocella, 1990 dalam Mariska, 2016:10) : 1. Orang tua Orang tua adalah kontak sosial paling awal dan paling kuat yang dialami oleh seseorang. Infromasi yang diberikan orang tua pada anak lebih tertanam daripada informasi yang diberikan oleh orang lain dan berlangsung hingga dewasa. Anak anak yang tidak memiliki orang tua, disia-siakan oleh orang tua akan memperoleh kesukaran dalam mendapatkan informasi tentang dirinya sehingga menjadi penyebab utama anak berkonsep diri negatif. 2. Kawan sebaya Kawan sebaya menempati posisi kedua setelah orang tua dalam mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur oleh kelompok sebaya sangat berpengaruh pada pandangan individu terhadap dirinya sendiri. Universitas Sumatera Utara 3. Masyarakat Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang melekat pada seorang anak, seperti siapa orang tuanya, suku bangsa dan lain-lain. Hal ini pun dapat berpengaruh kepada konsep diri individu. 2.2.2.3 Jenis-Jenis Konsep diri Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri (Rakhmat,2007:105-106), yaitu : 1. Konsep diri negatif Menurut William D.Brooks dan Philip Emmert ada beberapa tanda yang memiliki konsep diri negatif, yaitu : a. Peka terhadap kritikan: Orang ini tidak tahan dikritik yang diterimanya dan mudah marah. b. Responsif terhadap pujian: Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasnya pada waktu menerima pujian. c. Merasa tidak disenangi : Merasa tidak diperhatikan oleh karena itu ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh. d. Sikap Hiperkritis, Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain. e. Pesimis: Menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. Orang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru. 2. Konsep diri positif Konsep diri positif ditandai dengan : a. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah b. Ia merasa setara dengan orang lain c. Ia menerima pujian tanpa rasa malu Universitas Sumatera Utara d. Ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan mengubahnya. Ada sebelas karakteristik konsep diri positif menurut D.E.Hamachek (dalam Rakhmat,2007:106), yaitu: a. Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. b. Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya. c. Ia tidak menghabiskan waktu untuk mencemaskan apa yang terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu lalu dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang. d. Ia memliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan e. Ia merasa sama dengan orang lain walaupun terdapat perbedaan latar belakang keluarga ataupun yang lain. f. Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain. g. Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan menerima penghargaan tanpa rasa bersalah. h. Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya i. Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula. j. Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, pengungkapan diri yang kreatif, persahabatan atau sekedar mengisi waktu. Universitas Sumatera Utara k. Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain. Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. kulaitas ini lebih mengarah kekerendahan hari dan kedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan. orang yang mengenal dirinya dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif. Konsep diri positif menghasilkan pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang lebih cermat, dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan dengan cermat pula. 2.2.2.4 Pengaruh Konsep Diri dalam Komunikasi Antar Pribadi Beberapa faktor dalam komunikasi antar pribadi dapat dipengaruhi oleh kualitas konsep diri seseorang (Rakhmat 2007 : 105-110). a. Nubuat yang Dipenuhi Sendiri Nubuat yang dipenuhi sendiri dapat dijelaskan sebagai Kecenderungan untuk bertingkahlaku sesuai dengan konsep diri. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal. Jika seorang gadis merasa dirinya sebagai wanita menarik, ia akan berusaha berpakaian serapi mungkin dan menggunakan kosmetik yang tepat. Anda berusaha hidup sesuai dengan label yang Anda lekatkan pada diri Anda, hubungan konsep diri dan perilaku dapat disimpulkan dalam ucapan you don’t think what you are, you are what you think. b. Membuka Diri Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain akan meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekat dengan kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif dan lebih cermat memandang diri sendiri dan orang lain. c. Percaya Diri Universitas Sumatera Utara Percaya diri adalah salah satu faktor terpenting dalam proses komunikasi. Kurangnya percaya diri menjadi salah satu penyebab terjadinya aprehensi komunikasi atau ketakutan untuk melakukan komunikasi. Orang yang aprehensif dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi dan hanya akan berbicara apabila terdesak. d. Selektivitas Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita, karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apakah seseorang bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif) dan apa yang kita ingat (ingatan selektif). 2.2.3 Teori Keterbukaan Diri (Self DisclosureTheory) Hubungan antar individu supaya terjalin secara harmonis dengan lingkungansosialnya, individu dituntut mampu menyesuaikan diri. Penyesuaian diri dengan lingkungan sosial adalah proses individu menyesuaikan diri dengan masyarakat atau lingkungan sosial, sehingga individu dapat menjalin suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan sosialnya. Penyesuaian sosial merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam kehidupan individu baik penyesuaian diri dengan individulain di dalam kelompok maupun di luar kelompok.Agar individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, maka individu membutuhkan keterampilan sosial.Keterampilan sosial menunjang keberhasilan dalam bergaul serta syarat tercapainya penyesuaian sosial yang baik dalam kehidupan individu. Salah satu aspek yang penting dalam keterampilan sosial adalah selfdisclosure (Buhrmester, 1998).Menurut Johnson keterbukaan diri atau self-disclosure adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relefan atau berguna untuk memahami tanggapan kita dimasa kini.Orang memilih untuk terbuka (selfdisclosure) atau tidak adalah keputusan mereka sendiri.Tindakan keterbukaan diri (self-disclosure) merupakan tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan kepercayaan personal (Dalam Annisa, 2013 : 1 ) Konsep yang lebih jelas dikemukakan oleh DeVito, (1986), yang mengartikan self disclosure sebagai salah satu tipe komunikasi dimana, informasi tentang diri Universitas Sumatera Utara yang biasa dirahasiakan diberitahu kepada orang lain. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, yaitu informasi yang diutarakan tersebut haruslah informasi baru yang belum pernah didengar orang tersebut sebelumnya. Kemudian informasi tersebut haruslah informasi yang biasanya disimpan/dirahasiakan. Hal terakhir adalah informasi tersebut harus diceritakan kepada orang lain baik secara tertulis dan lisan (http://repository.usu.ac.id) di Akses pada 23 Desember 2015) Menurut Morton (Dayakisni, 2003:87 dalam Lubis 2015 : 21), Pengungkapan diri (Self Disclosure) merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi didalam pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh pendengar seperti jenis pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti tipe orang yang kita sukai atau yang kita benci. Dalam proses pengungkapan diri nampaknya individu-individu yang terlibat memiliki kecenderungan mengikuti norma resiprok (timbal balik). Bila seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi pada kita, kita akan cenderung memberikan reaksi yang setara. Pada umumnya kita mengaharapkan orang lain memperlakukan kita sama seperti kita memperlakukan mereka. Seseorang yang mengungkapkan informasi pribadi yang lebih akrab daripada yang kita lakukan akan membuat kita merasa terancam dan kita akan lebih senang mengakhiri hubungan semacam ini. bila sebaliknya, kita yang mengungkapkan diri terlalu akrab dibandingkan orang lain kita akan merasa bodoh dan tidak aman. Semakin sering melakukan proses komunikasi dan membuka diri dengan orang lain akan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kita terhadap diri kita sendiri dan orang lain. Pada 1955 Joseph Luft dan Harry Ingham mengembangkan sebuah konsep disebut johari window yang digambarkan sebagai sebuah jendela yang merupakan salah satu cara untuk melihat dinamika dari self-awareness, yang berkaitan dengan perilaku, perasaan, dan motif kita. Jendela Johari tersebut terdiri dari matrik 4 sel, masing-masing sel menunjukkan daerah self (diri) baik yang terbuka maupun yang disembunyikan. Keempat sel tersebut adalah daerah publik, daerah buta, daerah tersembunyi, dan daerah yang tidak disadari. Dalam johari window Universitas Sumatera Utara diungkapkan tingkat keterbukaan dan tingkat kesadaran tentang diri kita. Konsep johari window dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Konsep Johari Window KITA KETAHUI PUBLIK TERBUKA TERSEMBUNYI TIDAK DIKETAHUI BUTA TIDAK DIKENAL PRIVATE Sumber: Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Area Terbuka(Open area) adalah informasi tentang diri kita yang diketahui oleh orang lain, seperti nama, jabatan, pangkat, status perkawinan, lulusan mana, dll. Area terbuka merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri dan orang lain. Bagi orang yang telah mengenal potensi dan kemampuan dirinya sendiri, kelebihan dan kekurangannya sangatlah mudah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain sehingga orang dengan Type ini pasti selalu menemui kesuksesan setiap langkahnya, karena orang lain tahu kemampuannya begitu juga dirinya sendiri. Ketika memulai sebuah hubungan, kita akan menginformasikan sesuatu yang ringan tentang diri kita. Makin lama maka informasi tentang diri kita akan terus bertambah secara vertikal sehingga mengurangi hidden area. Makin besar open area, makin produktif dan menguntungkan hubungan interpersonal kita. Universitas Sumatera Utara Area Tersembunyi (Hidden area) berisi informasi yang kita tahu tentang diri kita tapi tertutup bagi orang lain. Informasi ini meliputi perhatian kita mengenai atasan, pekerjaan, keuangan, keluarga, kesehatan, dll. Dengan tidak berbagi mengenai hidden area, biasanya akan menjadi penghambat dalam berhubungan. Hal ini akan membuat orang lain miskomunikasi tentang kita, yang kalau dalam hubungan kerja akan mengurangi tingkat kepercayaan orang. merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh orang lain, tetapi tidak diketahui oleh diri kita sendiri. Area Buta (Blind area) yang menentukan bahwa orang lain sadar akan sesuatu tapi kita tidak. Pada daerah ini orang lain tidak mengenal kita sementara kita tahu kemampuan dan potensi kita, bila hal tersebut yang terjadi maka umpan balik dan komunikasi merupakan cara agar kita lebih dikenal orang terutama kemampuan kita, hilangkan rasa tidak percaya diri mulailah terbuka. Misalnya bagaimana cara mengurangi grogi, bagaimana caranya menghadapi dosen A, dll. Sehingga dengan mendapatkan masukan dari orang lain, blind area akan berkurang. Makin kita memahami kekuatan dan kelemahan diri kita yang diketahui orang lain, maka akan bagus dalam bekerja tim. merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri, tetapi tidak diketahui oleh orang lain. Area Tidak Dikenal (Unknown area) adalah informasi yang orang lain dan juga kita tidak mengetahuinya. Sampai kita dapat pengalaman tentang sesuatu hal atau orang lain melihat sesuatu akan diri kita bagaimana kita bertingkah laku atau berperasaan. Misalnya ketika pertama kali seneng sama orang lain selain anggota keluarga kita. Kita tidak pernah bisa mengatakan perasaan “cinta”. Jendela ini akan mengecil sehubungan kita tumbuh dewasa, mulai mengembangkan diri atau belajar dari pengalaman. (herususilofia.lecture.ub.ac.id di akses pada 23 Desember 2015). Universitas Sumatera Utara 2.2.3.1 Tingkatan-Tingkatan Keterbukaan Diri Dalam proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam keterbukaan diri. Menurut Powell (Dayakisni 2003:89 dalam Lubis 2015 : 23 ), tingkatan-tingkatan keterbukaan diri dalam komunikasi, yaitu: a. Basa-basi : merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal, walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, tetapi tidak terjadi hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomunikasi basa-basi sekedar kesopanan. b. Membicarakan orang lain : yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya.walaupun pada tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak mengungkapkan diri. c. Menyatakan gagasan atau pendapat : sudah mulai dijalin hubungan yang erat. Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain. d. Perasaan : setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka dan menyatakan perasaan-perasaan yang mendalam. e. Hubungan puncak : pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam, individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan yang dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang sejati haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak. 2.2.4 Teori Interaksional Simbolik Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Blumer menyatukan gagasan-gagasan tentang interaksi simbolik lewat tulisannya, dan juga diperkaya dengan gagasan-gagasan dari John Dewey, William I. Thomas, dan Charles H. Cooley (Mulyana, 2001 : 68). Universitas Sumatera Utara Paham mengenai interaksi simbolik adalah suatu cara berfikir mengenai pikiran, diri dan masyarakat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada tradisi sosiokultural dalam membangun teori komunikasi. Menurut paham interaksi simbolik, individu berinteraksi dengan individu lainnya sehingga menghasilkan suatu ide tertentu mengenai diri yang berupaya menjawab pertanyaan siapakah anda sebagai manusia (Morissan 2009 :75).Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide tentang individu daninteraksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitasyang merupakan ciri manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yangdiberi makna. Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) mengatakan bahwa ada tiga tema besar yang mendasari asumsi dalam teori interaksi simbolik (West & Turner, 2008 : 98-104) : 1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia a. Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang diberikan orang lain terhadap mereka. b. Makna yang diciptakan dalam interaksi antar manusia. c. Makna dimodofikasi melalui proses interpretif. 2. Pentingnya konsep mengenai diri a. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan oranglain. b. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku. 3. Hubungan antara individu dan masyarakat a. Orang dan kelompok- kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial. b. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusiadari sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusiaharus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk danmengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yangmenjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain,situasi, objek dan bahkan diri mereka sendiri yang menentukan perilaku manusia.Sebagaimana ditegaskan Blumer, dalam pandangan interaksi simbolik, prosessosial dalam kehidupan kelompok yang menciptakan dan menegakkan aturan-aturan,bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan dalamproses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral yangmemungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan Universitas Sumatera Utara justrumerupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial(Mulyana, 2001: 68-70). 2.2.5 Gender Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil. Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini sering sekali mencampur adukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender). Perbedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada manusia perempuan dan laki-laki untuk membangun gambaran relasi gender yang dinamis dan tepat serta cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana manusia beraktivitas (Puspitawati 2013 : 1). 2.2.5.1 Stereotip Terhadap Peran Gender Stereotip adalah elemen kognitif dari pasangka : keyakinan tentang karakteristik khas dari anggota suatu kelompok (Taylor,dkk 2009 : 210). Dalam (Baron, dkk 2003:230) menyebutkan stereotip adalah keyakinan bahwa semua anggota kelompok social tertentu memiliki karakterikstik atau traits yang sama. Stereotip adalah kerangka berfikir kognitif yang sangat mempengaruhi pemrosesan informasi social yang datang. Sterotip sendiri sangat dekat kaitannya dengan ciri personalitas suatu kelompok. Stereotip juga sangat mempengaruhi pemikiran atau pendapat seseorang mengenai suatu kelompok. Banyak efek yang diakibatkan oleh adanya stereotip. Hasil studi yang dilakukan oleh beberapa psikolog Barat, dapat disimpulkan bahwa efek dari stereotipe antara lain adalah diskriminasi kelompok minoritas dan lemah. Demikian pula stereotipe terhadap peran gender. Salah satu contoh adalah anak gadis dianggap baik kalau melakukan pekerjaan rumah, laki-laki tidak boleh Universitas Sumatera Utara bermain boneka, dan lain sebagainya dimana perempuan dan laki-laki dibedakan atas dasar kepantasannya. Gender sendiri merupakan pelabelan atas laki-laki dan perempuan. Kontruksi ini tidak lagi membedakan laki-laki dan perempuan atas perbedaan seks yang dimiliki. Dasar sosialisasi ini secara kuat telah membentuk ideologi gender, melalui kontruksi sosial yang melembaga. Misalnya, perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa, dan jantan (Fakih dalam Nuraini, majalahopini.co.cc. dalam Zaduqisti 2009 : 75). Dalam (Maibarokah 2013:3) Stereotip dalam peran gender merupakan salah satu wujud bias gender (seksisme), dalam buku “Gender dan Demokrasi” disebutkan stereotip merupakan suatu pelebelan yang dilekatkan pada salah satu jenis kelamin baik perempuan dan laki-laki. Perempuan atau wanita adalah kelompok yang sering mengalami stereotip dalam peran gender, wanita dikontruksikan sebagai makhluk yang perlu dilindungi, kurang mandiri, tidak rasional, hanya mengandalkan perasaan, dan lain-lain. Konsekuensinya, muncul batasan-batasan yang menempatkan perempuan pada ruang penuh dengan aturan baku yang perlu dijalankan. Padahal, banyak sisi positif dari perempuan yang membedakannya dengan laki-laki dan jarang diekspos. Yaitu watak dan karakter. Seperti kemampuan pengendalian diri, kekuatan emosi, kepekaan sosial (Zaduqisti 2009:75).Di Indonesia sendiri stereotype berbasis gender seperti ini sering terjadi, terutama di beberapa suku yang melekat pada budaya di Indonesia. Contohnya saja stereotip bahwa wanita adalah makhluk yang lemah sampai sekarang masih dianut oleh masyarakat. Menurut Betz & Fitzgerald 1987 (dalam Setiawati 2012 : 3) salah satu aspek kehidupan yang dipengaruhi oleh gender ini adalah keterlibatan seseorang dalam suatu jenis pekerjaan. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kini laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam memasuki dunia kerja di berbagai bidang, baik tradisional maupun non-tradisional. Bidang kerja tradisional dideskripsikan sebagai suatu bidang kerja yang didominasi oleh perempuan, sementara bidang kerja nontradisional lebih didominasi oleh laki-laki . `Parsons & Bales (dalam Megawangi, 1999 dan dalam Spence & Buckner, 1995) juga menambahkan bahwa peran yang dijalankan oleh laki-laki adalah Universitas Sumatera Utara peran instrumental yang bertujuan untuk mencapai kepentingan kelompoknya, misalnya mencari nafkah, sedangkan peran perempuan dalam kelompoknya adalah peran emosional atau ekspresif yang bertujuan menjaga keselarasan dan kerja sama dalam kelompoknya, misalnya peran sebagai pemberi cinta, perhatian dan kasih sayang. Selanjutnya peran-peran ini akan disebut sebagai peran gender yaitu sekumpulan harapan akan kelaziman terhadap kegiatan-kegiatan yang pantas dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam masyarakat (Setiawati 2012 : 3). Universitas Sumatera Utara