BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian Paradigma

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian
Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada
dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan bentuk cara pandangnya
terhadap dunia. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami
kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam
kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya: paradigma menunjukkan
pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat
normatif, menunjukkan kepada praktisnya apa yang harus dilakukan tanpa perlu
melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang (Mulyana,
2004:9).
Menurut Denzin dan Lincoln (dalam Hajaroh 2013:2) Paradigma dipandang
sebagai seperangkat keyakinan-keyakinan dasar (basic believes) yang berhubungan
dengan yang pokok atau prinsip. Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai
pokok persoalan, tujuan dan sifat dasar bahan kajian. Paradigma penelitian
kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus
ke umum. Konseptualisasi, kategorisasi dan deskripsi yang dikembangkan
berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian. Paradigma kualitatif
mencanangkan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para
idealis yang memberikan suatu tekanan pada pandangan yang terbuka tentang
kehidupan sosial dan paradigma kualitatif ini memandang kehidupan sosial
sebagai kreatifitas bersama individu-individu. Oleh karena itu, melalui paradigma
kualitatif dapat menghasilkan suatu realitas yang dipandang secara objektif dan
dapat diketahui yang melakukan interaksi sosial (Ghony dan Almanshur 2012
:73).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma post positivism
karena (dalam Salim 2001:40) menjelaskan Postpositivisme sebagai berikut:
Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan
Positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung
terhadap objek yang diteliti. Secara ontologi aliran ini bersifat critical realism
yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
hukum alam, tetapi suatu hal, yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara
benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu secara metodologi pendekatan
eksperimental melalui metode triangulation yaitu penggunaan bermacam-macam
metode, sumber data, peneliti dan teori.
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Psikologi Komunikasi
Menurut Berelson dan Steiner (dalam Purba, dkk 2010 : 32) Komunikasi
adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain
melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angkaangka dan lain-lain. Menurut Prof. Drs. Otong Uchajana Effendy MA (Effendy,
2003:60). Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk
lambang bermakna sebagai panduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi,
kepercayaan, harapan, imbauan, dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada
orang lain, baik langsung secara tatap muka maupun tak langsung melalui media,
dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku.
Psikologi dan komunikasi merupakan dua ilmu yang saling berkaitan.
Komunikasi adalah kegiatan bertukar informasi yang dilakukan oleh manusia
untuk mengubah pendapat atau perilaku manusia lainnya, sementara perilaku
manusia merupakan objek bagi ilmu psikologi. Psikologi menyebut komunikasi
pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan
dan pengolahan informasi, pada proses saling mempengaruhi diantara berbagai
sistem dalam diri organisme dan diantara organisme. Psikologi mencoba
menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri
komunikan, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktorfaktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya
(Lubis, 2015 : 5).
Menurut Wolman (Dalam Rakhmat, 2007:3) kamus psikologi, Dictionary
of Behavioral Science, menyebutkan ada enam pengertian komunikasi :
Commuication 1) The transmission of energy change from one place to another as
in the nervous system or transmission of sound waves (Penyampaian perubahan
Universitas Sumatera Utara
energy dari satu tempat ketempat yang lain seperti dalam sistem syaraf atau
penyampaian gelombang-gelombang suara). 2)The transmission or reception of
signal or messages by organism (Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan
oleh organisme). 3)The transmitted message (Pesan yang disampaikan). 4)
(Communication theory). The process whereby system influence another system
through regulation of the transmitted signals (Teori Komunikasi) (Proses yang
dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan
signal-signal yang disampaikan. 5) K.Lewin the influence of one personal region
on another whereby a change in one result in a corresponding change in the other
region (K.Lewin pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona lain
sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan
pada wilayah lain). 6) The message of patient to his therapist in psychotherapy
(Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi).
Psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat
indra ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses
saling pengaruh diantara berbagai sistem dalam diri organisme dan antar
organism. (Rakhmat, 2007:4). dalam hal ini psikologi mempunyai peran pada saat
pesan sampai kepada komunikator, psikologi berperan untuk menganalisa faktorfaktor yang mempengaruhi pesan tersebut.
Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam
proses komunikasi. Pada diri komunikan psikologi memeriksa karakteristik
manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun eksternal yang
mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak
sifat-sifatnya dan bertanya: apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi
berhasil dalam mempengaruhi orang lain. Psikologi bahkan meneliti lambanglambang yang disampaikan. Psikologi meneliti proses mengungkapkan pikiran
menjadi lambang, bentuk-bentuk lambang, dan pengaruh lambang terhadap
perilaku manusia (Rahkhmat, 2007:5).
2.2.1.1 Penggunaan Psikologi Komunikasi
Penggunaan psikologi komunikasi berguna untuk menciptakan proses
komunikasi yang lebih efektif. Komunikasi yang efektif akan memberikan
pengertian atau kesamaan pemahaman, hubungan yang lebih baik, perubahan
sikap serta hubungan sosial yang semakin baik. Melalui komunikasi kita
menemukan diri kita, mengembangkan konsep diri, dan menetapkan hubungan
Universitas Sumatera Utara
kita dengan dunia disekitar kita. Komunikasi yang efektif mempengaruhi lima
(dalam Rakhmat,2007:13), yaitu:
1. Pengertian, artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang
dimaksud oleh komunikator. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat
disebut
kegagalan
komunikasi
primer
(primary
breakdown
in
communication). Untuk menghindari hal tersebut kita perlu memahami
psikologi pesan dan psikologi komunikator.
2. Kesenangan, tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan
informasi dan membentuk pengertian. Ketika kita mengucapkan “selamat
pagi, apa kabar?” kita tidak bermaksud mencari keterangan. Komunikasi
itu hanya dilakukan untuk mengupayakan agar orang lain merasa apa yang
disebut analisis transaksional sebagai “saya oke-kamu oke”. Komunikasi
ini lazim disebut komunikasi fatis (phatic communication) dimaksudkan
untuk menimbulkan kesenangan. Komunikasi inilah yang menjadikan
hubungan kita hangat, akrab dan menyenangkan. Ini memerlukan psikologi
tentang sistem komunikasi interpersonal.
3. Mempengaruhi sikap, paling sering kita melakukan komunikasi untuk
mempengaruhi orang lain. Khatib ingin membangkitkan sikap beragama
dan mendorong jemaah beribadah lebih baik. guru ingin mengajak
muridnya lebih mencintai ilmu pengetahuan. Semua ini adalah komunikasi
persuasif. Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktorfaktor pada diri komunikator dan pesan yang menimbulkan efek pada
komunikator. Persuasi didefenisikan sebagai proses mempengaruhi
pendapat, sikap dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi
psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya
sendiri. Para psikolog memang sering bergabung dengan komunikolog
justru pada bidang persuasi.
4. Hubungan sosial yang baik, manusia adalah makhluk sosial yang tidak
tahan hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain secara
positif. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan
memperthankan hubungan yang memuaskan dengan orang lain dalam hal
interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control)
Universitas Sumatera Utara
dan cinta serta kasih sayang (affection). Secara singkat kita ingin
bergabung dan berhubungan dengan orang lain, kita ingin mengendalikan
dan dikendalikan serta kita ingin mencintai dan dicintai. Kebutuhan sosial
ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif.
5. Tindakan, selain membicarakan persuasi untuk mempengaruhi sikap,
persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dihendaki.
Komunikasi untuk menimbulkan pengertian memang sukar tetapi lebih
sukar lagi mempengaruhi sikap, namun jauh lebih sukar lagi mendorong
orang untuk bertindak. Tetapi efektivitas komunikasi biasanya diukur dari
tindakan nyata yang dilakukan. Menimbulkan tindakan nyata memang
indikator efektivitas yang paling penting, karena untuk menimbulkan
tindakan kita harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian,
membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik.
tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi. Ini bukan saja
memerlukan pemahaman tentang seluruh mekanisme psikologis yang
terlibat dalam proses komunikasi tetapi juga faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku manusia.
2.2.2 Konsep Diri
2.2.2.1 Pengertian Konsep Diri
Menurut William D. Brooks (Rakhmat, 1991 : 99 ) mendefinisikan konsep
diri sebagai “Those physical, social, and psychological perceptions of ourselves
that we have derived from experiences and our interactions with other”. Jadi,
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. dengan
mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. ini
disebut konsep diri. Menurut William H Fitts (Agustiani, 2009 : 138-139)
mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri sesorang
karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi
dengan lingkungan. Fitts mengatakan bahwa ketika individu mempresepsikan
dirinya, bereaksi terhadap dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri dan
konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang.
Konsep diri didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau
penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang
meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu.Konsep diri
merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu
Universitas Sumatera Utara
cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan
yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu
berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi
dirinya.Menurut Charles Horton Cooley (dalam Rakhmat, 2007:100), kita
melakukannya dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain. Cooley
menyebutkan gejala ini looking glass self (diri cermin) yang berarti seakan-akan kita
menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak
pada orang lain. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai
penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa. Konsep diri
meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Dengan
demikian ada dua komponen konsep diri, yaitu: komponen kognitif dan komponen
afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan komponen afektif
disebut harga diri (self esteem).
2.2.2.2 Faktor Pembentukan Konsep Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri (Devito 2009
: 55-57 dalam Dewi, 2013 : 21-22 ) :
1. Others Images
Menurut Charles Horton Cooley, Other images merupakan orang yang
mengatakan
siapa
Anda,
melihat
citra
diri
Anda
dengan
mengungkapkannya melalui Perilaku dan aksi. Konsep diri seseorang
dibentuk karena adanya orang-orang yang paling penting dalam hidup
seseorang seperti orang tua. Menurut D.H Demo menekankan pada
maksud bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat, dan atau diubah
oleh komunikasi para anggota keluarga. mereka itulah yang disebut
sebagai segbificant others. significant other yang dimaksud ialah orang
tua.
2. Orang lain
Menurut Gabriel Marcel menulis tentang peranan orang lain dalam
memahami diri kita, “The fact is that we can understand ourselves by
starting from the other, or from other and only starting from them.” kita
mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Richard
Universitas Sumatera Utara
Dewey dan W.J Humber menamai orang lain sebagai Affective Others,
dimana orang lain yang mengenal kita mempunyai ikatan emosional. Dari
merekalah, secara perlahan-lahan membentuk konsep diri kita melalui
senyuman, pujian, penghargaan, pelukan yang menyebabkan kita menilai
diri kita secara positif. Ejekan, cemoohan dan hardikan membuat kita
memandang diri kita secara negatif.
3. Budaya
Melalui orang tua, pendidikan, latar belakang budaya, maka akan
ditanamkan keyakinan, nilai agama, ras, sifat nasional untuk membentuk
konsep diri seseorang. Contohnya, ketika seseorang mempunyai latar
belakang budaya yang baik dan memiliki etika maka orang tersebut
memiliki konsep diri positif.
4. Mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri
Konsep diri terbentuk karena adanya interpretasi dan evaluasi dari perilaku
diri sendiri berdasarkan apa yang dilakukan, bagaimana perilaku orang
tersebut.
Dari beberapa faktor diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri
seseorang bukan sesuatu yang langsung terbentuk, melainkan diperoleh dan
dibentuk melalui pengalaman, interaksi dengan orang lain serta pengaruh
lingkungan tempat tinggal.
Adapun orang-orang yang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang
(Calhoun & Acocella, 1990 dalam Mariska, 2016:10) :
1. Orang tua
Orang tua adalah kontak sosial paling awal dan paling kuat yang
dialami oleh seseorang. Infromasi yang diberikan orang tua pada anak
lebih tertanam daripada informasi yang diberikan oleh orang lain dan
berlangsung hingga dewasa. Anak anak yang tidak memiliki orang tua,
disia-siakan oleh orang tua akan memperoleh kesukaran dalam
mendapatkan informasi tentang dirinya sehingga menjadi penyebab
utama anak berkonsep diri negatif.
2. Kawan sebaya
Kawan sebaya menempati posisi kedua setelah orang tua dalam
mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur oleh kelompok sebaya
sangat berpengaruh pada pandangan individu terhadap dirinya sendiri.
Universitas Sumatera Utara
3. Masyarakat
Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta yang melekat pada
seorang anak, seperti siapa orang tuanya, suku bangsa dan lain-lain.
Hal ini pun dapat berpengaruh kepada konsep diri individu.
2.2.2.3 Jenis-Jenis Konsep diri
Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep
diri (Rakhmat,2007:105-106), yaitu :
1. Konsep diri negatif
Menurut William D.Brooks dan Philip Emmert ada beberapa tanda yang
memiliki konsep diri negatif, yaitu :
a. Peka terhadap kritikan: Orang ini tidak tahan dikritik yang diterimanya
dan mudah marah.
b. Responsif terhadap pujian: Walaupun ia mungkin berpura-pura
menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasnya pada
waktu menerima pujian.
c. Merasa tidak disenangi : Merasa tidak diperhatikan oleh karena itu ia
bereaksi pada orang lain sebagai musuh.
d. Sikap
Hiperkritis,
Mereka
tidak
pandai
dan
tidak
sanggup
mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang
lain.
e. Pesimis: Menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang
merugikan dirinya.
Orang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang
terbuka dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi
atau logika yang keliru.
2. Konsep diri positif
Konsep diri positif ditandai dengan :
a. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah
b. Ia merasa setara dengan orang lain
c. Ia menerima pujian tanpa rasa malu
Universitas Sumatera Utara
d.
Ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,
keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat
e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan mengubahnya.
Ada sebelas karakteristik konsep diri positif menurut D.E.Hamachek
(dalam Rakhmat,2007:106), yaitu:
a.
Ia meyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta
bersedia
mempertahankannya
walaupun
menghadapi
pendapat
kelompok yang kuat.
b.
Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa
bersalah yang berlebihan atau menyesali tindakannya jika orang lain
tidak menyetujui tindakannya.
c.
Ia tidak menghabiskan waktu untuk mencemaskan apa yang terjadi
besok, apa yang telah terjadi waktu lalu dan apa yang sedang terjadi
waktu sekarang.
d.
Ia memliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi
persoalan
e.
Ia merasa sama dengan orang lain walaupun terdapat perbedaan latar
belakang keluarga ataupun yang lain.
f.
Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai
bagi orang lain.
g.
Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati dan
menerima penghargaan tanpa rasa bersalah.
h.
Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya
i.
Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan
berbagai dorongan dan keinginan dari kekecewaan yang mendalam
sampai kepuasan yang mendalam pula.
j.
Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan
yang meliputi pekerjaan, permainan, pengungkapan diri yang kreatif,
persahabatan atau sekedar mengisi waktu.
Universitas Sumatera Utara
k.
Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah
diterima dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa
bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.
Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. kulaitas ini lebih
mengarah kekerendahan hari dan kedermawanan dari pada keangkuhan dan
keegoisan. orang yang mengenal dirinya dengan baik merupakan orang yang
mempunyai konsep diri yang positif. Konsep diri positif menghasilkan pola
perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi
yang lebih cermat, dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang
lain menafsirkan dengan cermat pula.
2.2.2.4 Pengaruh Konsep Diri dalam Komunikasi Antar Pribadi
Beberapa faktor dalam komunikasi antar pribadi dapat dipengaruhi oleh
kualitas konsep diri seseorang (Rakhmat 2007 : 105-110).
a. Nubuat yang Dipenuhi Sendiri
Nubuat
yang
dipenuhi
sendiri
dapat
dijelaskan
sebagai
Kecenderungan untuk bertingkahlaku sesuai dengan konsep diri. Konsep diri
merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal.
Jika seorang gadis merasa dirinya sebagai wanita menarik, ia akan berusaha
berpakaian serapi mungkin dan menggunakan kosmetik yang tepat. Anda
berusaha hidup sesuai dengan label yang Anda lekatkan pada diri Anda,
hubungan konsep diri dan perilaku dapat disimpulkan dalam ucapan you don’t
think what you are, you are what you think.
b. Membuka Diri
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada
saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain akan meningkatkan
pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi
lebih dekat dengan kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman
kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan
gagasan-gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif dan lebih
cermat memandang diri sendiri dan orang lain.
c. Percaya Diri
Universitas Sumatera Utara
Percaya diri adalah salah satu faktor terpenting dalam proses komunikasi.
Kurangnya percaya diri menjadi salah satu penyebab terjadinya aprehensi
komunikasi atau ketakutan untuk melakukan komunikasi. Orang yang
aprehensif dalam komunikasi, akan menarik diri dari pergaulan, berusaha
sekecil mungkin berkomunikasi dan hanya akan berbicara apabila terdesak.
d. Selektivitas
Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita, karena konsep diri
mempengaruhi kepada pesan apakah seseorang bersedia membuka diri
(terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif) dan
apa yang kita ingat (ingatan selektif).
2.2.3
Teori Keterbukaan Diri (Self DisclosureTheory)
Hubungan
antar
individu
supaya
terjalin
secara
harmonis
dengan
lingkungansosialnya, individu dituntut mampu menyesuaikan diri. Penyesuaian
diri dengan lingkungan sosial adalah proses individu menyesuaikan diri dengan
masyarakat atau lingkungan sosial, sehingga individu dapat menjalin suatu
hubungan yang harmonis dengan lingkungan sosialnya. Penyesuaian sosial
merupakan salah satu aspek psikologis yang perlu dikembangkan dalam
kehidupan individu baik penyesuaian diri dengan individulain di dalam kelompok
maupun di luar kelompok.Agar individu mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial, maka individu membutuhkan keterampilan sosial.Keterampilan
sosial menunjang keberhasilan dalam bergaul serta syarat tercapainya penyesuaian
sosial yang baik dalam kehidupan individu. Salah satu aspek yang penting dalam
keterampilan sosial adalah selfdisclosure (Buhrmester, 1998).Menurut Johnson
keterbukaan diri atau self-disclosure adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan
kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang
masa lalu yang relefan atau berguna untuk memahami tanggapan kita dimasa
kini.Orang memilih untuk terbuka (selfdisclosure) atau tidak adalah keputusan
mereka sendiri.Tindakan keterbukaan diri (self-disclosure) merupakan tindakan
atau kegiatan yang berhubungan dengan kepercayaan personal (Dalam Annisa,
2013 : 1 )
Konsep yang lebih jelas dikemukakan oleh DeVito, (1986), yang mengartikan
self disclosure sebagai salah satu tipe komunikasi dimana, informasi tentang diri
Universitas Sumatera Utara
yang biasa dirahasiakan diberitahu kepada orang lain. Ada beberapa hal penting
yang harus diperhatikan, yaitu informasi yang diutarakan tersebut haruslah
informasi baru yang belum pernah didengar orang tersebut sebelumnya. Kemudian
informasi tersebut haruslah informasi yang biasanya disimpan/dirahasiakan. Hal
terakhir adalah informasi tersebut harus diceritakan kepada orang lain baik secara
tertulis dan lisan (http://repository.usu.ac.id) di Akses pada 23 Desember 2015)
Menurut Morton (Dayakisni, 2003:87 dalam Lubis 2015 : 21), Pengungkapan
diri (Self Disclosure) merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang
akrab dengan orang lain. Informasi didalam pengungkapan diri ini bersifat deskriptif
atau evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri
sendiri yang mungkin belum diketahui oleh pendengar seperti jenis pekerjaan, alamat
dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau
perasaan pribadinya seperti tipe orang yang kita sukai atau yang kita benci. Dalam
proses pengungkapan diri nampaknya individu-individu yang terlibat memiliki
kecenderungan mengikuti norma resiprok (timbal balik). Bila seseorang menceritakan
sesuatu yang bersifat pribadi pada kita, kita akan cenderung memberikan reaksi yang
setara. Pada umumnya kita mengaharapkan orang lain memperlakukan kita sama
seperti kita memperlakukan mereka. Seseorang yang mengungkapkan informasi
pribadi yang lebih akrab daripada yang kita lakukan akan membuat kita merasa
terancam dan kita akan lebih senang mengakhiri hubungan semacam ini. bila
sebaliknya, kita yang mengungkapkan diri terlalu akrab dibandingkan orang lain kita
akan merasa bodoh dan tidak aman.
Semakin sering melakukan proses komunikasi dan membuka diri dengan
orang lain akan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman kita terhadap diri kita
sendiri dan orang lain.
Pada 1955 Joseph Luft dan Harry Ingham mengembangkan sebuah konsep
disebut johari window yang digambarkan sebagai sebuah jendela yang merupakan
salah satu cara untuk melihat dinamika dari self-awareness, yang berkaitan dengan
perilaku, perasaan, dan motif kita. Jendela Johari tersebut terdiri dari matrik 4 sel,
masing-masing sel menunjukkan daerah self (diri) baik yang terbuka maupun
yang disembunyikan. Keempat sel tersebut adalah daerah publik, daerah buta,
daerah tersembunyi, dan daerah yang tidak disadari. Dalam johari window
Universitas Sumatera Utara
diungkapkan tingkat keterbukaan dan tingkat kesadaran tentang diri kita. Konsep
johari window dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Konsep Johari Window
KITA KETAHUI
PUBLIK
TERBUKA
TERSEMBUNYI
TIDAK DIKETAHUI
BUTA
TIDAK DIKENAL
PRIVATE
Sumber: Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Area Terbuka(Open area) adalah informasi tentang diri kita yang
diketahui oleh orang lain, seperti nama, jabatan, pangkat, status perkawinan,
lulusan mana, dll. Area terbuka merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi
yang diketahui oleh diri kita sendiri dan orang lain. Bagi orang yang telah
mengenal potensi dan kemampuan dirinya sendiri, kelebihan dan kekurangannya
sangatlah mudah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi diri
sendiri maupun orang lain sehingga orang dengan Type ini pasti selalu menemui
kesuksesan setiap langkahnya, karena orang lain tahu kemampuannya begitu juga
dirinya sendiri. Ketika memulai sebuah hubungan, kita akan menginformasikan
sesuatu yang ringan tentang diri kita. Makin lama maka informasi tentang diri kita
akan terus bertambah secara vertikal sehingga mengurangi hidden area. Makin
besar open area, makin produktif dan menguntungkan hubungan interpersonal
kita.
Universitas Sumatera Utara
Area Tersembunyi (Hidden area) berisi informasi yang kita tahu tentang
diri kita tapi tertutup bagi orang lain. Informasi ini meliputi perhatian kita
mengenai atasan, pekerjaan, keuangan, keluarga, kesehatan, dll. Dengan tidak
berbagi mengenai hidden area, biasanya akan menjadi penghambat dalam
berhubungan. Hal ini akan membuat orang lain miskomunikasi tentang kita, yang
kalau dalam hubungan kerja akan mengurangi tingkat kepercayaan orang. merujuk
kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh orang lain, tetapi
tidak diketahui oleh diri kita sendiri.
Area Buta (Blind area) yang menentukan bahwa orang lain sadar akan
sesuatu tapi kita tidak. Pada daerah ini orang lain tidak mengenal kita sementara
kita tahu kemampuan dan potensi kita, bila hal tersebut yang terjadi maka umpan
balik dan komunikasi merupakan cara agar kita lebih dikenal orang terutama
kemampuan kita, hilangkan rasa tidak percaya diri mulailah terbuka. Misalnya
bagaimana cara mengurangi grogi, bagaimana caranya menghadapi dosen A, dll.
Sehingga dengan mendapatkan masukan dari orang lain, blind area akan
berkurang. Makin kita memahami kekuatan dan kelemahan diri kita yang
diketahui orang lain, maka akan bagus dalam bekerja tim. merujuk kepada
perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri, tetapi tidak
diketahui oleh orang lain.
Area Tidak Dikenal (Unknown area) adalah informasi yang orang lain dan
juga kita tidak mengetahuinya. Sampai kita dapat pengalaman tentang sesuatu hal
atau orang lain melihat sesuatu akan diri kita bagaimana kita bertingkah laku atau
berperasaan. Misalnya ketika pertama kali seneng sama orang lain selain anggota
keluarga kita. Kita tidak pernah bisa mengatakan perasaan “cinta”.
Jendela
ini
akan
mengecil
sehubungan
kita
tumbuh
dewasa,
mulai
mengembangkan diri atau belajar dari pengalaman. (herususilofia.lecture.ub.ac.id
di akses pada 23 Desember 2015).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.1 Tingkatan-Tingkatan Keterbukaan Diri
Dalam proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang
berbeda dalam keterbukaan diri. Menurut Powell (Dayakisni 2003:89 dalam Lubis
2015 : 23 ), tingkatan-tingkatan keterbukaan diri dalam komunikasi, yaitu:
a. Basa-basi : merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau
dangkal, walaupun terdapat keterbukaan diantara individu, tetapi tidak
terjadi hubungan antar pribadi. Masing-masing individu berkomunikasi
basa-basi sekedar kesopanan.
b. Membicarakan orang lain : yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah
tentang orang lain atau hal-hal yang diluar dirinya.walaupun pada tingkat
ini isi komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak
mengungkapkan diri.
c. Menyatakan gagasan atau pendapat : sudah mulai dijalin hubungan yang
erat. Individu mulai mengungkapkan dirinya kepada individu lain.
d. Perasaan : setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang
sama tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat
setiap individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan
pertemuan antar pribadi yang sungguh-sungguh haruslah didasarkan atas
hubungan yang jujur, terbuka dan menyatakan perasaan-perasaan yang
mendalam.
e. Hubungan puncak : pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam,
individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan
yang dialami individu lainnya. Segala persahabatan yang sejati haruslah
berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.
2.2.4
Teori Interaksional Simbolik
Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri khas
manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Blumer
menyatukan gagasan-gagasan tentang interaksi simbolik lewat tulisannya, dan
juga diperkaya dengan gagasan-gagasan dari John Dewey, William I. Thomas, dan
Charles H. Cooley (Mulyana, 2001 : 68).
Universitas Sumatera Utara
Paham mengenai interaksi simbolik adalah suatu cara berfikir mengenai
pikiran, diri dan masyarakat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada
tradisi sosiokultural dalam membangun teori komunikasi. Menurut paham
interaksi simbolik, individu berinteraksi dengan individu lainnya sehingga
menghasilkan suatu ide tertentu mengenai diri yang berupaya menjawab
pertanyaan siapakah anda sebagai manusia (Morissan 2009 :75).Interaksi simbolik
didasarkan pada ide-ide tentang individu daninteraksinya dengan masyarakat.
Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitasyang merupakan ciri manusia,
yakni komunikasi atau pertukaran simbol yangdiberi makna.
Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) mengatakan bahwa ada tiga tema
besar yang mendasari asumsi dalam teori interaksi simbolik (West & Turner, 2008
: 98-104) :
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia
a. Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang
diberikan orang lain terhadap mereka.
b. Makna yang diciptakan dalam interaksi antar manusia.
c. Makna dimodofikasi melalui proses interpretif.
2. Pentingnya konsep mengenai diri
a. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi
dengan oranglain.
b. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku.
3. Hubungan antara individu dan masyarakat
a. Orang dan kelompok- kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan
sosial.
b. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusiadari
sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusiaharus
dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk danmengatur
perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yangmenjadi
mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain,situasi,
objek
dan
bahkan
diri
mereka
sendiri
yang
menentukan
perilaku
manusia.Sebagaimana ditegaskan Blumer, dalam pandangan interaksi simbolik,
prosessosial dalam kehidupan kelompok yang menciptakan dan menegakkan
aturan-aturan,bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, makna dikonstruksikan
dalamproses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu medium netral
yangmemungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan
Universitas Sumatera Utara
justrumerupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan
sosial(Mulyana, 2001: 68-70).
2.2.5
Gender
Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan
perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan
yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil.
Pembedaan ini sangat penting, karena selama ini sering sekali mencampur adukan
ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender).
Perbedaan peran gender ini sangat membantu kita untuk memikirkan kembali tentang
pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada manusia perempuan
dan laki-laki untuk membangun gambaran relasi gender yang dinamis dan tepat serta
cocok dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Perbedaan konsep gender
secara sosial telah melahirkan perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam
masyarakatnya. Secara umum adanya gender telah melahirkan perbedaan peran,
tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana manusia beraktivitas
(Puspitawati 2013 : 1).
2.2.5.1 Stereotip Terhadap Peran Gender
Stereotip adalah elemen kognitif dari pasangka : keyakinan tentang
karakteristik khas dari anggota suatu kelompok (Taylor,dkk 2009 : 210). Dalam
(Baron, dkk 2003:230) menyebutkan stereotip adalah keyakinan bahwa semua
anggota kelompok social tertentu memiliki karakterikstik atau traits yang sama.
Stereotip adalah kerangka berfikir kognitif yang sangat mempengaruhi
pemrosesan informasi social yang datang. Sterotip sendiri sangat dekat kaitannya
dengan ciri personalitas suatu kelompok. Stereotip juga sangat mempengaruhi
pemikiran atau pendapat seseorang mengenai suatu kelompok. Banyak efek yang
diakibatkan oleh adanya stereotip. Hasil studi yang dilakukan oleh beberapa
psikolog Barat, dapat disimpulkan bahwa efek dari stereotipe antara lain adalah
diskriminasi kelompok minoritas dan lemah.
Demikian pula stereotipe terhadap peran gender. Salah satu contoh adalah
anak gadis dianggap baik kalau melakukan pekerjaan rumah, laki-laki tidak boleh
Universitas Sumatera Utara
bermain boneka, dan lain sebagainya dimana perempuan dan laki-laki dibedakan
atas dasar kepantasannya. Gender sendiri merupakan pelabelan atas laki-laki dan
perempuan. Kontruksi ini tidak lagi membedakan laki-laki dan perempuan atas
perbedaan seks yang dimiliki. Dasar sosialisasi ini secara kuat telah membentuk
ideologi gender, melalui kontruksi sosial yang melembaga. Misalnya, perempuan
dikenal lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki
dianggap
kuat,
rasional,
perkasa,
dan
jantan
(Fakih
dalam
Nuraini, majalahopini.co.cc. dalam Zaduqisti 2009 : 75). Dalam (Maibarokah
2013:3) Stereotip dalam peran gender merupakan salah satu wujud bias gender
(seksisme), dalam buku “Gender dan Demokrasi” disebutkan stereotip merupakan
suatu pelebelan yang dilekatkan pada salah satu jenis kelamin baik perempuan dan
laki-laki.
Perempuan atau wanita adalah kelompok yang sering mengalami stereotip
dalam peran gender, wanita dikontruksikan sebagai makhluk yang perlu
dilindungi, kurang mandiri, tidak rasional, hanya mengandalkan perasaan, dan
lain-lain.
Konsekuensinya,
muncul
batasan-batasan
yang
menempatkan
perempuan pada ruang penuh dengan aturan baku yang perlu dijalankan. Padahal,
banyak sisi positif dari perempuan yang membedakannya dengan laki-laki dan
jarang diekspos. Yaitu watak dan karakter. Seperti kemampuan pengendalian diri,
kekuatan emosi, kepekaan sosial (Zaduqisti 2009:75).Di Indonesia sendiri
stereotype berbasis gender seperti ini sering terjadi, terutama di beberapa suku
yang melekat pada budaya di Indonesia. Contohnya saja stereotip bahwa wanita
adalah makhluk yang lemah sampai sekarang masih dianut oleh masyarakat.
Menurut Betz & Fitzgerald 1987 (dalam Setiawati 2012 : 3) salah satu aspek
kehidupan yang dipengaruhi oleh gender ini adalah keterlibatan seseorang dalam
suatu jenis pekerjaan. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kini laki-laki dan
perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam memasuki dunia kerja di
berbagai bidang, baik tradisional maupun non-tradisional. Bidang kerja tradisional
dideskripsikan sebagai suatu bidang kerja yang didominasi oleh perempuan,
sementara bidang kerja nontradisional lebih didominasi oleh laki-laki .
`Parsons & Bales (dalam Megawangi, 1999 dan dalam Spence & Buckner,
1995) juga menambahkan bahwa peran yang dijalankan oleh laki-laki adalah
Universitas Sumatera Utara
peran instrumental yang bertujuan untuk mencapai kepentingan kelompoknya,
misalnya mencari nafkah, sedangkan peran perempuan dalam kelompoknya
adalah peran emosional atau ekspresif yang bertujuan menjaga keselarasan dan
kerja sama dalam kelompoknya, misalnya peran sebagai pemberi cinta, perhatian
dan kasih sayang. Selanjutnya peran-peran ini akan disebut sebagai peran gender
yaitu sekumpulan harapan akan kelaziman terhadap kegiatan-kegiatan yang pantas
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam masyarakat (Setiawati 2012 : 3).
Universitas Sumatera Utara
Download