BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Longsor lahan Longsorlahan

advertisement
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Longsor lahan
Longsorlahan (landslide) adalah gerakan material pembentuk lereng ke
arah bawah (downward) atau ke arah luar (outward) lereng. Material pembentuk
lereng tersebut dapat berupa masa batuan induk, lapisan tanah, timbunan buatan
manusia atau kombinasi berbagai jenis material tersebut (Eckel, 1958 dalam Lilik
Kurniawan 2008). Menurut (Strahler, 1997 dalam Lilik Kurniawan, 2008)
longsorlahan merupakan gerakan material penyusun lereng yang berupa tanah,
lumpur, regolith, bedrock karena pengaruh tarikan gaya gravitasi. Semakin curam
suatu lereng semakin besar kemungkinan material tersebut jatuh ke tempat yang
lebih rendah.
(Departemen Menteri Pekerjaan Umum, 2007) Longsorlahan merupakan
gejala alami yakni suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan pembentuk
lereng dengan arah miring dari kedudukan semula,sehingga terpisah dari massa
yang mantap karena pengaruh gravitasi, dengan jenis gerakan berbentuk translasi
dan/atau rotasi. Proses terjadinya longsorlahan dapat dijelaskan secara singkat
sebagai berikut: air meresap ke dalam tanah sehingga menambah bobot tanah, air
menembus sampai ke lapisan kedap yang berperan sebagai bidang gelincir,
kemudian tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya bergerak mengikuti
lereng dan keluar dari lereng. Pada umumnya kawasan rawan bencana
longsorlahan merupakan kawasan dengan curah hujan rata-rata yang tinggi (di
6
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
7
atas 2500 mm/tahun), kemiringan lereng yang curam (lebih dari 40%), dan/atau
kawasan rawan gempa. Pada kawasan ini sering dijumpai alur air dan mata air
yang umumnya berada di lembah-lembah yang subur dekat dengan sungai.
Kawasan dengan karakteristik tersebut, kawasan lain yang dapat dikategorikan
sebagai kawasan rawan bencana longsorlahan adalah:
1.
Lereng-lereng pada kelokan sungai, sebagai akibat proses erosi atau
penggerusan oleh aliran sungai pada bagian kaki lereng.
2.
Daerah teluk lereng, yakni peralihan antara lereng curam dengan lereng
landai yang di dalamnya terdapat permukiman. Lokasi seperti ini merupakan
zona akumulasi air yang meresap dari bagian lereng yang lebih curam.
Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami peningkatan
tekanan air pori yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel
tanah dan memicu terjadinya longsorlahan.
3.
Daerah yang dilalui struktur patahan/sesar yang umumnya terdapat hunian.
Dicirikan dengan adanya lembah dengan lereng yang curam (di atas 30%),
tersusun dari batuan yang terkekarkan (retakan) secara rapat, dan munculnya
mata air di lembah tersebut. Retakan batuan dapat mengakibatkan
menurunnya kestabilan lereng, sehingga dapat terjadi jatuhan atau luncuran
batuan apabila air hujan meresap ke dalam retakan atau saat terjadi getaran
pada lereng.
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
8
B. Faktor Pendorong Longsorlahan
(Nandi, 2007) Longsorlahan terjadi apabila gaya pendorong pada lereng
lebih besar dari pada gaya penahan. Gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya
sudut lereng, air, beban, dan berat jenis tanah dan batuan, sedangkan gaya
penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah.
Penetapan kawasan rawan bencana longsorlahan dilakukan melalui identifikasi
dan inventarisasi karakteristik (ciri-ciri) fisik alami yang merupakan faktor-faktor
pendorong yang menyebabkan terjadinya longsorlahan. Secara umum terdapat 14
(empat belas) faktor pendorong yang dapat menyebabkan terjadinya longsorlahan
sebagai berikut:
1. Curah hujan yang tinggi.
2. Lereng yang terjal.
3. Lapisan tanah yang kurang padat dan tebal.
4. Jenis batuan (litologi) yang kurang kuat.
5. Jenis tanaman dan pola tanam yang tidak mendukung penguatan lereng.
6. Getaran yang kuat (peralatan berat, mesin pabrik, kendaraan bermotor).
7. Susutnya muka air danau/bendungan.
8. Beban tambahan seperti konstruksi bangunan dan kendaraan angkutan.
9. Terjadinya pengikisan tanah atau erosi.
10. Adanya material timbunan pada tebing.
11. Bekas longsorlahan lama yang tidak segera ditangani.
12. Adanya bidang diskontinuitas.
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
9
13. Penggundulan hutan dan/atau
14. Daerah pembuangan sampah
C. Kriteria MakroKawasan Bencana Longsorlahan
(Departemen Menteri Pekerjaan Umum, 2007) Keempat belas faktor
tersebut lebih lanjut dijadikan dasar perumusan kriteria (makro) dalam penetapan
kawasan rawan bencana longsorlahan sebagai berikut:
Kondisi kemiringan lereng dari 15% hingga 70%.
1.
Tingkat curah hujan rata-rata tinggi (di atas 2500 mm per tahun).
2.
Kondisi tanah, lereng tersusun oleh tanah penutup tebal (lebih dari 2 meter).
3.
Struktur batuan tersusun dengan bidang diskontinuitas atau struktur retakan.
4.
Daerah yang dilalui struktur patahan (sesar).
5.
Adanya gerakan tanah; dan/atau
6.
Jenis tutupan lahan/vegetasi (jenis tumbuhan, bentuk tajuk, dan sifat
perakaran)
D. Tipe Longsorlahan
Ditinjau dari kecepatan dan jenis material yang bergerak, tanah longsor
dapat dibedakan jenis sebagai berikut (Sutikno, 2000 dalam Lilik Kurniawan,
2008) :
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
10
1. Debris avalanche
Material longsoran bergerak serentak dan mendadak dan bergerak dengan
kecepatan tinggi. Dalam bahasa asing disebut debris avalanche di Sumatera Barat
disebut juga “galodo” atau juga dapat disebut banjir bandang.
2. Longsoran
Biasanya material longsoran bergerak lamban dengan bekas atau gawir
longsoran berbentuk tapal kuda. Jenis longsoran antara lain berupa nendatan yang
diikuti oleh rekahan, retakan dan belahan. Apabila gerakannya sangat lamban
disebut rayapan. Jenis longsorlahan seperti ini terjadi di Cianjur Selatan, Tomo–
Sumedang, Provinsi Jawa Barat, Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah.
Longsorlahan biasanya akan berbentuk tapal kuda dan membentuk gawir.
a. Aliran tanah
Jenis aliran tanah (earthflow) merupakan gerakan material lepas yang
relatif lambat dan membentuk gawir.
2. Runtuhan
Material longsoran bergerak sangat sangat cepat. Material longsorlahan
berupa batu yang runtuh dari tebing tegak atau hampir tegak. Biasanya terjadi
pada penggalian batu, tebing pantai yang curam, tebing jalan dan lain-lain
3. Amblesan
Terjadinya sebagai akibat penambangan bawah tanah, penyedotan air tanah
yang berlebihan, proses pengikisan dan pelarutan di daerah batu gamping serta
pada proses pemadatan tanah. Kecepatan gerakan dipengaruhi oleh kondisi
geologi dan topografi.
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
11
4. Majemuk
Merupakan perkembangan gerakan runtuhan atau longsoran menjadi aliran
material longsoran.
Gambar 2.1. Tipe - tipe tanah longsor (Sutikno, 2000)
a. Slump, terjadi karena bentuk lereng terlalu curam.
b. Debris, pergerakan massa tanah/bahan lepas yang dipicu oleh adanya lapisan
dibawahnya yang berfungsi sebagai bidang gelincir terutama saat hujan.
c. Rock slide, terjadi karena adanya rekahan dan proses pelapukan pada batuan.
d. Rock fall, massa tanah/bahan lepas jatuhan.
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
12
E. Bahaya Longsorlahan
Bahaya merupakan suatu peristiwa yang mengancam atau probabilities
kejadian dari fenomena yang secara potensial merusak dalam periode waktu dan
tempat yang tertentu, sedang risiko adalah mengasumsikan kerugian atau
kehilangan (jiwa, korban, luka-luka, harta benda dan aktifitas ekonomi) yang
disebabkan bahaya khusus dalam suatu wilayah selama periode waktu tertentu
(Melching, 1999 dalam Suwarno, 2004).
Longsorlahan dapat dikatakan sebagai bencana apabila telah memberikan
gangguan yang sangat serius dari berfungsinya satu masyarakat, yang
menyebabkan kerugian – kerugian terhadap jiwa (manusia), harta-benda
(properti), dan lingkungannya, yang melebihi kemampuan dari masyarakat yang
tertimpa bencana tersebut untuk menanggulanginya hanya dengan sumber sumber daya masyarakat itu sendiri (Imam Sadisun, 2006). Bahaya longsorlahan
timbul sesuai durasi dan kuantitas curah hujan, hasil evaluasi dari seringnya
tingkat kejadian tanah longsor disuatu daerah, dan kesamaan tipologi antara
daerah yang satu dengan yang lainnya (Abdurahman Wafi dkk; 2009).
F. Karakteristik Satuan Bentuk Lahan untuk Kreteria Bahaya Longsorlahan
1.
Kemiringan lereng
Kondisi lereng sangat berpengaruh terhadap kejadian longsorlahan,
semakin tinggi, terjal kemiringannya maka semakin tinggi berpotensi untuk
terjadinya longsorlahan dan kemiringan lereng juga dapat mencerminkan dimana
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
13
material longsorlahan itu dapat berhenti (Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan
Ichsan, 2012).
2.
Tekstur Tanah
Tekstur tanah dapat diidentifikasikan sebagai penampilan visual suatu
tanah berdasarkan komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu
massa tanah tertentu. Partikel – partikel tanah yang besar dengan beberapa
partikel kecil akan terlihat kasar atau disebut tanah yang bertekstur kasar.
Gabungan partikel yang lebih kecil akan memberikan bahan yang bertekstur
sedang, dan gabungan partikel yang berbutir halus akan menghasilkan tanah yang
bertekstur halus. Dapat diamati pula bahwa bahan – bahan berbutir halus dapat
dapat memberikan tekstur yang kasar, sehingga kita harus mengkaitkan pula
tekstur ini dengan keadaan partikel – partikel tanah itu.Tekstur yang berdasarkan
penampilan visual sering digunakan dalam klasifikasi tanah untuk bahan – bahan
tak-kohesif seperti pasir kasar, pasir dan kerikil agak kasar, pasir halus, dan
sebagainya. Tekstur tidak dugunakan untuk tanah kohesif, karena keadaan
tanahmerupakan suatu faktor dalam penentuan tekstur ( bongkahan dapat
dihancurkan) (Joseph Bowles dan Johan Hainim,1993).
3.
Solum Tanah
Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012) Solum tanah adalah
bagian dari profil tanah yang terbentuk akiat proses pembentukan tanah (horison
A dan B), semakin tebal horison tanah, maka semakin banyak air yang dapat
masuk ke dalam tanah dan semakin berpotensi untuk terjadinya longsorlahan.
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
14
4.
Kedalaman pelapukan
Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012) Kedalaman pelapukan
merupakan kedalaman lapisan tak padu. Semakin dalam lapisan pelapukan, maka
semakin banyak air yang dapat meresap ke dalam perlapisan batuan, sehingga
semakin banyak air yang dapat tersimpan ke dalam perlapisan batuan, maka
semakin besar berpotensi untuk longsorlahan.
5.
Permeabilitas Tanah
Kemampuan fluida untuk mengalir melalui medium yang berpori adalah
suatu sifat teknis yang disebut permeabilitas. Untuk masalah geoteknik, Fluida itu
adalah air dan medium yang berpori adalah massa tanah. Setiap bahan yang
memiliki rongga disebut berpori, dan apabila rongga tersebut saling berhubungan
maka ia akan memiliki sifat permeabilitas. Jadi, batuan, beton, tanah, dan banyak
bahan lainnya kesemuanya merupakan bahan yang berpori dan permeabel (tembus
air), bahan dengan rongga yang lebih besar biasanya mempunyai angka pori yang
lebih besar pula, dan karena itu tanah yang sangat padat sekalipun akan lebih
permeabel daripada bahan seperti batuan dan beton. Bahan seperti lempung dan
lanau didalam deposit, alamiah mempunyai nilai porositas (angka pori) yang
besar,
tetapi hampir tidak permiabel (tidak tembus air ), terutama karena
rongganya berukuran sangat kecil, walaupun faktor lain ikut mempengaruhinya.
Istilah porositas “n” dan angka pori “e” digunakan untuk menjelaskan tentang
rongga didalam suatu massa tanah (Joseph Bowles dan Johan Hainim, 1993).
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
15
6.
Dinding Terjal
Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012) Dinding terjal (>45%)
akan mengakibatkan ketidaksinambungan struktur dan pelapisan batuan serta
kelandaian bidang permukaan berkurang, hal ini akan dapat mengurangi tekanan
geser akan memudahkan longsorlahan terjadi.
7.
Torehan
Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012) Torehan dapat dilihat dari
banyak sedikitnya alur – alur yang merupakan tempat akumulasi dari aliran
permukaan. Banyaknya torehan mencerminkan tingginya proses erosi di daerah
tersebut, semakin banyak torehan maka erosinya tinggi maka dapat menyebabkan
mudah terjadinya lonsorlahan.
8.
Penggunaan Lahan
Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012) Penggunaan lahan
mencerminkan aktivitas dan tata air di wilayah tersebut dan akan mempengaruhi
kondisi tanah dan batuan di wilayah tersebut dan berpengaruh terhadap kejadian
longsorlahan.
9.
Struktur Perlapisan Batuan
Dibyosaputro, 1998 (Nashiah dan Ichsan, 2012) Struktur batuan
mencerminkan besar kecilnya kemiringan batuan terhadap bidang datar, sehingga
semakin besar kemiringan batuan maka semakin rentan suatu daerah terhadap
longsorlahan. Struktur batuan dapat diukur langsung di lapangan dengan batasan –
batasan tertentu.
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
16
G. Daerah Aliran Sungai
(Dedy Leony, 2013) Daerah Aliran Sungai adalah suatu areal dari lahan,
yang saluran-salurannya menuju ke danau atau sungai. Daerah aliran sungai
(DAS) dibatasi (dikelilingi) oleh garis ketinggian dimana setiap air yang jatuh di
permukaan tanah akan dialirkan melalui satu outlet. DAS merupakan suatu
gabungan sejumlah sumber daya darat, yang saling berkaitan dalam suatu
hubungan saling tindak (interaction) atau saling tukar (interchange). DAS dapat
disebut suatu sistem dan tiap-tiap sumberdaya penyusunnya menjadi anaksistemnya (subsystem), atau anasirnya (component). Kalau kita menerima DAS
sebagai suatu sistem maka ini berarti, bahwa sifat dan kelakuan DAS ditentukan
bersama oleh sifat dan kelakuan semua anasirnya secara terpadu.
H. Penelitian yang Relevan
Suwarno 2004 melalukan penelitian bertujuan untuk mempelajari, bahaya
dan mengetahui agihan tingkat bahaya longsorlahan di daerah Kec. Gumelar, Kab.
Banyumas. Metode yang digunakan adalah Survei lapangan dan Analisa
laboratorium, data yang dikumpulkan meliputi data karakteristik medan. Sampel
diambil dengan teknik purposive sampling. Satuan medan dipakai sebagai satuan
analisis dan satuan pemetaan. Satuan medan disusun berdasarkan peta satuan
bentuklahan, dan peta lereng.
Kelas bahaya longsorlahan diperoleh dengan cara pengharkatan dari
parameter medan dan dikelaskan menjadi beberapa kelas, yaitu: tidak bahaya,
bahaya rendah, bahaya sedang, bahaya tinggi, dan bahaya sangat tinggi. Penelitian
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
17
menghasilkan 10 satuan medan di daerah penelitian, dan kelas bahayanya terdiri
dari bahaya rendah 1 satuan medan, bahaya sedang 2 satuan medan, bahaya tinggi
6 satuan medan , bahaya sangat tinggi 1 satuan medan.
Suwarno dan Esti Sarjanti 2007 melalukan penelitian bertujuan untuk
mempelajari, klasifikasi dan mengetahui agihan kelas bahaya longsorlahan di
daerah Kec. Somagede, Kab. Banyumas. Metode yang digunakan adalah Survei
lapangan dan Analisa laboratorium, data yang dikumpulkan meliputi data
karakteristik land unit. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Land
unit dipakai sebagai satuan analisis dan satuan pemetaan. Land unit disusun
berdasarkan peta satuan bentuklahan, dan peta lereng.
Cara mengetahui kelas bahaya longsorlahan dilakukan dengan cara
pengharkatan dari parameter land unit dan dikelaskan menjadi beberapa kelas,
yaitu: tidak bahaya, bahaya rendah, bahaya sedang, bahaya tinggi, sampai bahaya
sangat tinggi.Hasil penelitian menunjukan bahwa ada 5 land unit di daerah
penelitian, dan kelas bahayanya terdiri dari tidak bahaya: 1 land unit, bahaya
rendah: 1 land unit, bahaya sedang: 2 land unit, bahaya tinggi: 1 land
unit.Perbedaan penelitian terdahulu dengan peneliti tersaji pada Tabel 2.1 berikut
ini.
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
18
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
18
16
Tabel 2.1 Perbedaan penelitian dengan penelitian sebelumnya
Peneliti/ tahun
Suwarno,(2004)
Suwarno dan Esti Sarjanti, (2007)
Tujuan
Hasil
Untuk :
Survei lapangan,
1. Mempelajari, mengklarifikasikan
tingkat bahaya longsorlahan di daerah
penelitian.
2. Mengetahui agihan dari kelas bahaya
longsorlahan di daerah penelitian.
analisis laboratorium.
Untuk:
Survei
lapangan,analisis
laboratorium.
1. Mempelajari karakteristik Land Unit
yang berpengaruh terhadap tingkat
bahaya longsorlahan di daerah
penelitian,
2. Memepelajari, mengklarifikasikan
tingkat bahaya longsorlahan pada
daerah penelitian,
3. Mengetahui agihandari tingkat bahaya
longsorlahan di daerah penelitian.
Peneliti, (2014)
Metode
Untuk :
Mengetahui kelas bahaya longsorlahan di
DAS Logawa.
Pengambilan
sampel
:
Purposive sampling.Metode
analisis : Diskripsi kualitatif,
menggunakan
analisis
keruangan.
Pengambilan
sampel
Purposive sampling.
:
Menghasilkan 10 satuan medan di daerah penelitian, dan
kelas bahayanya terdiri dari bahaya rendah 1 satuan
medan, bahaya sedang 2 satuan medan, bahaya tinggi 6
satuan medan , bahaya sangat tinggi 1 satuan medan.
Penelitian menunjukan ada 5 land unit di daerah
penelitian, dan kelas bahayanya terdiri dari tidak bahaya 1
land unit, bahaya rendah 1 land unit, bahaya sedang 2
land unit , bahaya tinggi 1 land unit.
Metode analisis : Diskripsi
kualitatif,
menggunakan
analisis keruangan.
Survei lapangan, analisis
laboratorium, dan analisis
keruangan.
Pengambilan
sampel
:
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
17
insidental sampling.
Metode analisis : Diskripsi
kualitatif,
menggunakan
analisis keruangan.
Sumber : Suwarno, 2004; Suwarno dan Esti Sarjanti, 2007; Peneliti, 2014.
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
19
I.
Landasan Teori
Berdasarkan telaah pustaka tersebut diatas maka dapat disusun landasan
teori berikut ini.
Pada prisipnya longsorlahan terjadi apabila gaya pendorong pada lereng
lebih besar dari pada gaya penahan. Gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya
sudut lereng, air, beban, dan berat jenis tanah dan batuan, sedangkan gaya
penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah.
Faktor pendorong yang dapat menyebabkan terjadinya longsorlahan
sebagai berikut:
1. Solum Tanah
2. Banyaknyadinding terjal
3. Torehan
4. Penggunaan lahan
5. Kerapatan vegetasi
6. Kemiringan Lereng
7. Tekstur tanah
8. Permeabilitas tanah
9. KedalamanPelapukan
Proses terjadinya longsorlahan dapat dijelaskan secara singkat sebagai
berikut: air meresap ke dalam tanah sehingga menambah bobot tanah, air
menembus sampai ke lapisan kedap yang berperan sebagai bidang gelincir,
kemudian tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya bergerak mengikuti
lereng dan keluar dari lereng. Pada umumnya kawasan rawan bencana longsor
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
20
merupakan kawasan dengan curah hujan rata-rata yang tinggi (di atas 2500
mm/tahun), kemiringan lereng yang curam (lebih dari 40%), dan/atau kawasan
rawan gempa. Pada kawasan ini sering dijumpai alur air dan mata air yang
umumnya berada di lembah-lembah yang subur dekat dengan sungai. Sebagian
besar bidang luncur longsoran dijumpai di horisonatau lapisan B, selain diantara
lapisan C dan R (rock).
Longsorlahan berpotensi bencana apabila telah memberikan gangguan
yang sangat serius dari berfungsinya satu masyarakat, yang menyebabkan
kerugian – kerugian terhadap jiwa (manusia), harta-benda (properti),dan
lingkungannya,yang melebihi kemampuan dari masyarakat yang tertimpa bencana
tersebut untuk menanggulanginya hanya dengan sumber-sumber daya masyarakat
itu sendiri.
Sungai Logawa merupakan salah satu Sungai yang berada di Kabupaten
Banyumas, panjang Sungai Logawa berkisar 25 km. Daerah pengaliran Sungai
Logawa secara administrasipemerintahan meliputi kecamatan: Kedungbanteng,
Karanglewas, dan Patikraja. Secara geografis daerah pengaliran Sungai Logawa
mengalir dari utara (puncak Gunung Slamet) menuju ke selatan (bermuara di
Sungai Serayu). Wilayah tersebut terletak pada 109°10’0”sampai 109° 20’0”
Bujur Timur dan 7° 10’ sampai 7° 25’ Lintang Selatan, meliputi luas wilayah
Sub-DAS seluas 11.628, 83 ha. Secara keseluruhan Sungai Logawa mengalami
degradasi (erosi lebihbesar dari sedimentasi), sehingga perlu dilakukan upayaupaya pengendalian eksploitasi di alur Sungai. Berdasarkan landasan teori diatas
dapat disusun kerangka pikir sebagai berikut pada Gambar 2.1.
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
21
KERANGKA PIKIR
Bahaya
Longsorlahan
(Melching, 1999)
Parameter Kelas
Bahaya
Karakteristik Satuan
Bentuk Lahan
Solum Tanah
Banyaknyadinding terjal
Torehan
Penggunaan lahan
Kerapatan vegetasi
Kemiringan Lereng
Tekstur tanah
Permeabilitas tanah
Kedalaman Pelapukan
Kemiringan Lereng
Tekstur Tanah
Solum Tanah
Kedalaman Pelapukan
Permeabilitas Tanah
Dinding Terjal
Penggunaan Lahan
Torehan
Kelas Bahaya
Peta Kelas Bahaya Longsor Lahan
Di Sub-Das Logawa skala 1 :
100.000
Gambar 2.2. Diagram alir Kerangka Pikir penelitian
J. Hipotesis penelitian
Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka dapat disusun hipotesis: bahaya
longsorlahan di sub das logawa, lebih dari 50% masuk pada klas bahaya sedang.
KAJIAN BAHAYA LONGSORLAHAN …, FEBRI REZKI AL’AMIN, FKIP UMP, 2015
Download