1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada

advertisement
BAB I
PENGANTAR
1.1 Latar Belakang
Pada kehidupan sehari- hari, terjadinya sesuatu yang kita rencanakan dapat
disebut sebagai skenario. Jika kita memperoleh informasi untuk menghitung
probabilitas kejadian masing- masing skenario, maka ketidakpastian yang muncul
berubah menjadi risiko. Demikian juga dalam melakukan investasi suatu usaha,
ada
kalanya
pelaku
usaha
dihadapkan
pada
suatu
ketidakpastian
dan
ketidakpastian itu adalah risiko. Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara
return aktual yang diterima dengan return harapan. Semakin besar kemungkinan
perbedaannya, berarti semakin besar risiko investasi tersebut (Tandelilin, 2010:
102-103).
Dalam kontek biaya modal, risiko adalah tingkat ketidakpastian atas
terealisasinya suatu return yang diharapkan diterima pada masa mendatang. Pasar
akan membayar lebih tinggi bila return yang diharapkan akan diterima lebih pasti.
Bila dihubungkan dengan future economic income (misalnya: arus kas, dividen,
earning), lebih tinggi risiko lebih rendah nilai kininya, lebih rendah risiko lebih
tinggi nilai kininya (Pratt, 2008: 184).
Dalam teori portofolio modern telah diperkenalkan bahwa risiko investasi
total dapat dipisahkan menjadi dua jenis risiko, atas dasar apakah suatu jenis
risiko tertentu dapat dihilangkan dengan diversifikasi, atau tidak. Kedua jenis
risiko tersebut adalah risiko sistematis (systematic risk)dan risiko tidak sistematis
(unsystematic risk). Risiko sistematis atau dikenal dengan risiko pasar di
1
2
manabeberapa penulis menyebut sebagai risiko umum (general risk), merupakan
risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan.
Perubahan pasar tersebut akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi
(Tandelilin, 2010: 104). Brealey, Mayers, dan Marcus (2007: 312) mengatakan
bahwa risiko pasar berasal dari bahaya di seluruh perekonomian yang mengancam
semua bisnis. Risiko pasar menerangkan mengapa saham memiliki kecenderungan
untuk begerak bersama, sehingga portofolio yang terdiversifikasi baikpun terpapar
pada pergerakan pasar. Portofolio yang terdiversifikasi, terpapar pada kejadian
tidak pasti yang mempengaruhi seluruh pasar sekuritas dan seluruh perekonomian.
Kejadian tidak pasti ini meliputi antara lain faktor- faktor ekonomi makro seperti
inflasi, suku bunga, dan nilai tukar mata uang (Brealey, Mayers, dan Marcus,
2007: 314).Dengan demikian, risiko pasaratau risiko sistematis merupakan risiko
yang tidak dapat didiversifikasi.
Secara statistik, risiko sistematis dapat diukur menggunakan beta(ß) pasar,
yaitu betadari suatu sekuritas relatif terhadap risiko pasar.Penggunaan beta
pasarsebagai pengukur risiko dikarenakan bahwa beta pasar mengukur respon dari
masing- masing sekuritas terhadap pergerakan pasar. Fluktuasi dari return-return
suatu sekuritas secara statistik mengikuti fluktuasi dari return-return pasar,
sehingga karakteristik pasar akan menentukan nilai beta masing- masing
sekuritas(Hartono, 2010: 376).
Beta, juga merupakan fungsi hubungan antara return suatu sekuritas (saham)
dengan return sekelompok saham (market return) yang diukur oleh indeks pasar
saham, misalnya Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG (Composite Index/JKSE),
3
The Standard and Poor’s (SandP) 500, atau the New York Stock Exchange (NYSE)
indexes. Beta juga merupakan fungsi dari kelebihan return pasar (excess market
return) suatu saham perusahaan dengan excess returnindeks gabungan secara
keseluruhan, dengan rata-rata beta adalah 1. Jika excess return suatu saham
perusahaan terhadap return bebas risiko lebih besar dari pada excess returnindeks
gabungan terhadap return bebas risiko, maka beta suatu saham lebih besar dari 1.
Sebaliknya, jika perbedaan return suatu saham dengan return bebas risiko lebih
kecil dari perbedaan gabungan saham dengan return bebas risiko, maka beta
suatu saham akan lebih kecil dari 1. Dengan kata lain beta mengukur volatility
excess return suatu saham terhadap excess return pasar saham. Pada saat beta
lebih besar dari 1 (ß>1) ini menunjukkan kondisi saham menjadi lebih berisiko,
dalam artian jika pada saat terjadinya perubahan pasar sebesar 1 persen maka pada
saham X misalnya akan mengalami perubahan lebih besar 1 persen atau saham X
>1 persen(Ruky, 2010: 283-284).
Menurut Elton dan Gruber (1994)Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan
teknik estimasi yang menggunakan data historis. Beta yang dihitung berdasarkan
data historis ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasi beta masa
datang.
Bukti-bukti
empiris
menunjukkan
bahwa beta
historis
mampu
menyediakan informasi tentang beta masa depan (lihat Hartono, 2010:377).
Beta yang dalam penelitian ini disebut sebagai variabel terikat (dependent
variable) merupakan pengukur risiko sistematis suatu saham individu terhadap
portofolio pasar saham secara keseluruhan. Risiko sistematis berpotensi untuk
mempengaruhi kinerja pasar modal, kinerja perusahaan, dan nilai perusahaan.
4
Untuk mengetahui nilai perusahaan atau nilai ekuitas,pemilik perusahaan
atau pemegang saham perusahaan dapat meminta Kantor Jasa Penilai Publik
(KJPP) untuk melakukan penilaian. Di Indonesia kita mengenal dua jenis bidang
jasa penilaian, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik, di
antaranya menyebutkan bahwa bidang jasa penilaian meliputi: bidang jasa
Penilaian Properti dan/atau bidang jasa Penilaian Bisnis. Penilaian Bisnis meliputi
antara lain entitas bisnis, salah satu diantaranya adalah penilaian perusahaan
dan/atau ekuitas.
Untuk menentukan nilai pasar dari suatu perusahaan dan/atau ekuitas, dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan pendapatan (income approach)
dengan metoda diskonto arus kas (discounted cash flow method/DCF) dan metoda
kapitalisasi
langsung
methoddisingkatCCF(Hitchner,
arus
2011:
kas/capitalized
123).
Selain
itu,
cash
flow
pendekatan
yang
digunakan untuk menentukan nilai pasar dari perusahaan dan/atau ekuitas, dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan pasar/market approach(Hitchner,
2011: 259), menggunakan pendekatan asset/asset based approach(Hitchner, 2011:
309).
MetodaDCF didasarkan pada konsep nilai dalam ekonomi dan keuangan
bahwa nilai suatu usaha atau aset adalah pendapatan (future earning) atau arus kas
yang akan dihasilkan oleh usaha tersebut di masa mendatang. Dalam
mengaplikasikan metodaDCF, arus kas bersih ya ng akan dihasilkan oleh usaha
pada masa mendatang dapat diperhitungkan melalui model arus kas bersih untuk
5
perusahaan (free cash flow to the firm) dan model arus kas bersih untuk ekuitas/
free cash flow to
the equity(Pinto, Henry, Robinson, dan Stowe, 2010:
146).Model arus kas bersih untuk perusahaan (free cash flow to the firm/FCFF),
merupakan serangkaian arus kas bersih yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut
(disebut numerator), diproyeksikan kemudian dikonversi menjadi nilai kini
perusahaan dengan menggunakan biaya oportunitas modal (cost of capital) yang
relevan dan sesuai, yang sering disebut dengan tingkat diskonto (denominator).
Biaya modal yang digunakan adalah biaya modal rata-rata tertimbang (weighted
average cost of capital/WACC). Konsep WACC adalah bahwa setiap komponen
dari struktur modal memiliki biaya dan WACC adalah jumlah rata-rata dari
seluruh biaya tersebut dengan mempertimbangkan proporsi komponen dalam
struktur modal (Pratt, 2008: 216). Indikasi nilai ekuitas dapat diperoleh dari
indikasi nilai perusahaan tersebut dikurangi dengan hutang jangka panjang
berbunga/interest bearing debt(Pratt, 2008: 225).
Model arus kas bersih untuk ekuitas (free cash flow to the equity), dapat
diperoleh dari proyeksi serangkaian arus kas bersih yang dihasilkan oleh ekuitas
tersebut, kemudian dikonversi menjadi nilai kini ekuitas dengan menggunakan
biaya ekuitas (cost of equity) yang relevan dan sesuai, kemudian dijumlahkan
menjadi indikasi nilai dari ekuitas tersebut (Pinto, Henry, Robinson, dan Stowe,
2010: 147).
Proyeksi serangkaian arus kas bersih yang dihasilkan oleh perusahaan atau
oleh ekuitas (numerator) merupakan hal yang fundamental. Arus kas mendatang
ini
mewakili atau merupakan arus kas untuk meliput kembali investasi yang
6
ditanamkan serta return yang diharapkan investor. Namun karena arus kas ini
diterima pada masa mendatang, memiliki risiko, tidak ada kepastian atas
diterimanya dan karena waktu diterimanya yang tidak sama dengan nilai saat ini,
maka arus kas mendatang ini harus didiskon dengan tingkat diskonto yang rele van
(Hitchner, 2011: 122; Ruky, 2010: 138).
Tantangan utama bagi penilai dalam mengaplikasikan model DCF adalah
usaha untuk meyakinkan bahwa kuantifikasi dan proyeksi arus kas, benar-benar
merefleksikan kemampuan nyata perusahaan dalam menghasilkan arus kas dan
telah mengantisipasi dan mengakomodasikan kegiatan perusahaan mendatang
dalam pembelanjaan, operasi dan investasi, dengan kata lain proyeksi yang benarbenar dapat dicapai (achievable). Dalam kaitan ini, maka proses identifikasi dan
analisis faktor pencipta nilai (value drivers), bukansaja menjadi sangat penting
bahkan menjadi hal yang bersifat conditio sine qua non(Ruky, 2010: 138).
Tantangan lainnya yang juga penting dalam mengaplikasikan model DCF
adalah penentuan tingkat denominator yang tepat sesuai dengan jenis dan risiko
yang melekat dengan numerator yang digunakan. Denominator adalah tingkat
return(rate of return) yang akan digunakan untuk mendiskonto rangkaian
pendapatan (arus kas/numerator) menjadi nilai kini. Tingkat return harus relevan
dengan jenis, risiko dan waktu diterimanya rangkaian arus kas tersebut. Penetapan
tingkat diskonto atau denominator menjadi sangat krusial, perbedaan 1 persen
dalam denominator untuk numerator sebesar Rp100 milyar dapat menghasilkan
7
perbedaan nilai yang cukup signifikan (Hitchner, 2011: 122-123; Ruky, 2010: 138
dan 141).
Langkah pokok untuk mengaplikasikan model DCF adalah (1) identifikasi
dan analisis arus kas selama periode proyeksi (periode tetap atau periode eksplisit)
dan periode terminal (periode perpetuity atau periode continuing); (2) menghitung
arus kas bersih (free cash flow)selama periode proyeksi dan terminal; dan (3)
mendiskontokan proyeksi arus kas bersih selama periode proyeksi dengan tingkat
diskonto tertentu dan mengkapitalisasi arus kas selama periode terminal (Ruky,
2010: 138).
Arus kas bersih yang tersedia yang dapat dipilih dalam mengaplikasikan
DCF terdapat beberapa format, dua diantaranya adalah arus kas bersih untuk
penyedia kapital atau perusahaan (free cash flow to firm/FCFF atau free cash flow
to invested capital) dan arus kas bersih untuk ekuitas (free cash flow to
equity/FCFE).Pemilihan penggunaan format bergantung kepada beberapa faktor,
yaitu kepentingan bisnis apa yang akan dinilai (kepemilihan mayoritas atau
minoritas), tersedianya data untuk menyusun arus kas yang diperlukan, dan tujuan
penilaian (Ruky, 2010: 138).Pada umumnya manajemen lebih menyukai FCFF
karena dalam format FCFF mencerminkan kegiatan dan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan arus kas berdasarkan struktur pembelanjaan normal (pasar)
perusahaan (Ruky, 2010: 139).
Tingkat diskonto yang digunakan untuk mengkonversi FCFFselama periode
proyeksi menjadi indikasi nilai perusahaan adalah biaya kapital rata-rata
tertimbang (weighted average cost of capital/WACC), kemudian tingkat
8
kapitalisasi (capitalization rate)yang digunakan untuk mengkonversi FCFF
selama periode terminal adalah WACCdikurangi tingkat pertumbuhan FCFF
selama periode terminal.Tingkat diskonto untuk mengkonversi FCFEselama
periode proyeksi menjadi indikasi nilai ekuitas adalah biaya ekuitas (cost of
equity), kemudian tingkat kapitalisasi yang digunakan untuk mengkonversi FCFE
selama periode terminal adalah biaya ekuitas dikurangi pertumbuhan FCFE(Pinto,
Henry, Robinson, dan Stowe, 2010: 149).
Menurut Koller, Goedhart, and Wessels, (2010: 232) weighted average cost
of capital(WACC) sama dengan weighted average of the after-tax cost of debt and
cost of equity:
WACC = [(D/V) x kd (1-Tm)] + [(E/V) x Ke]
(1.1)
Keterangan:
D/V = Rasio hutang terhadap nilai perusahaan (menggunakan dasar nilai
pasar/bukan book value).
E/V = Rasio ekuitas terhadap nilai perusahaan.
kd
= biaya bunga (cost of debt).
ke
= biaya ekuitas (cost of equity).
Tm
= tarif pajak pendapatan.
Biaya ekuitas dapat diperhitungkan dengan model Capital Asset Pricing
Model/CAPM (Koller, Goedhart, dan Wessels, (2010: 234). Model CAPM
merupakan model keseimbangan yang menggambarkan hubungan risiko dan
pengembalian (return) secara sederhana, dan hanya menggunakan satu variabel
(disebut sebagai variabel ß) untuk menggambarkan risiko (Tandelilin, 2010:
186).CAPM merupakan suatu model yang menghubungkan tingkat return yang
9
diharapkan dari suatu aset berisiko dengan risiko dari suatu aset tersebut pada
kondisi pasar yang seimbang(Tandelilin, 2010: 187).
Model CAPM ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut(Tandelilin,
2010: 197):
ki = Rf + ßi [E(Rm)- Rf]
(1.2)
Keterangan:
ki
= tingkat return yang disyaratkan investor pada saham i (di dalam
lingkungan Penilaian disebut Cost of Equity);
Rf
= risk free rate (tingkat return bebas risiko)
ßi
= koefisien beta saham i
E(Rm) = return portofolio pasar yang diharapkan
[E(Rm)-Rf] = premi risiko(risk premium)
Dalam model keseimbangan CAPM tersebut, nilai ß(beta) diperhitungkan dengan
menggunakan beta industri sejenis yang di-lever sesuai dengan rasio hutang
terhadap ekuitas (debt to equity ratio)dari perusahaan yang dinilai (Hitchner,
2011: 225).
Beta merupakan ukuran nilairisiko sistematik atau dikenal dengan risiko
pasar.Risiko pasar merupakan risiko makro, sebagaimana dijelaskan oleh Brealey,
Myers, danMarcus (2007: 314) bahwa portofolio yang terdifersifikasi tidak
terpapar pada risiko khas saham individual, tetapi terpaparpada kejadian tak pasti
yang mempengaruhi seluruh pasar sekuritas atau seluruh perekonomian.Kejadian
ini adalah faktor- faktor ekonomi atau faktor makro seperti perubahan suku bunga,
produksi industri, inflasi, tingkat kurs, valuta asing dan biaya energi.
10
Perkembangan beta dari beberapa perusahaan yang menjadi sampel, inflasi
suku bunga, dan kurs dapat dilihat pada Gambar 1.1 sebagai berikut.
Perkembangan Inflasi (YoY) Indonesia
Grafik Perkembangan Beta Saham 9 Perusahaan Tbk
14,00
2,500
12,00
2,000
10,00
CTRA
CTRS
DART
Nilai Beta
1,500
8,00
MDLN
PUDP
SMRA
ADHI
1,000
6,00
SSIA
TOTL
0,500
4,00
2,00
-
0,000
Bulan & Tahun
Inflasi
Perkembangan Kurs Rupiah Terhadap USD
Perkembangan Suku Bunga Investasi
16
14.000
14
12.000
10.000
Kurs (Rp/USD)
Suku Bunga (%)
12
10
8
6
8.000
6.000
4
4.000
2
2.000
0
-
Tahun
Tahun
Suku Bunga
Kurs (Rp/USD)
Sumber: finance.yahoo.com, BI, dan BPS (2013)
Gambar 1.1
Perkembangan Beta dari 9 Perusahaan yang menjadi Sampel,
Inflasi, Suku Bunga, dan Kurs
Faktor-faktor ekonomi makro tersebut mempengaruhi sebagian besar laba
dan harga saham perusahaan. Ketika risiko makro yang relevan menjadi positif
secara umum, harga saham naik dan investor meraih keuntungan; ketika variabel
yang sama berjalan sebaliknya, investor merugi (Brealey, Myers, dan Marcus,
2007: 314).
Risiko pasar berasal daribahaya di seluruh perekonomian yang mengancam
semua bisnis. Akan tetapi, kalau yang mengancam perusahaan hanya berasal dari
11
perusahaan sekelilingnya atau terkait dengan pesaing langsungnya, risiko yang
muncul adalah risiko khas/ risiko tidak sistematis (Brealey, Myers, dan Marcus,
2007: 312).
1.1.1
Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka terkait dengan aplikasi pendekatan
penilaian bisnis di lingkungan penilaian, sering menyebabkan timbulnya berbagai
permasalaha n, yaitu sering muncul terjadinya perbedaan angka beta antara sumber
satu dengan yang lainnya, dan beta yang diperoleh sulit sesuai dengan tanggal
penilaian (cut of date). Dalam lingkup penilaian bisnis, untuk menentukan nilai
suatu perusahaan, salah satu pendekatan penilaian yang digunakan adalah
pendekatan pendapatan.
Untuk mendapatkan nilai kini (present value) dari suatu perusahaan,
serangkaian arus kas selama periode proyeksi didiskontokan dengan tingkat
diskonto (discount rate) tertentu dan atas arus kas bersih selama periode terminal
dikapitalisasi dengan tingkat kapitalisasi (capitalization ratedisingkatcap rate).
Untuk menentukan discount rate dan cap rate, penilai bisnis sering mendapatkan
kesulitan untuk menentukan dan memperoleh angka beta.Beta antara lain dapat
diperoleh
dari
publikasi
bloomberg(www.bloomberg.com),reuters(www.reuters.com),yahoo(finance.yahoo
.com),
morningstar
(www.morningstar.
com),
dan
Damodaran(www.damodaran.com). Akan tetapi angkabeta yang diperoleh
berbeda
tergantung
sumbernya,
yang
masing- masing
sumber
yang
mempublikasikan mengeluarkan angka yang berbeda, tergantung penelitian dan
periode waktu pengambilan data, metodologi penghitungannya, dan adjustments-
12
nya (Hitchner, 2011: 224). Selain itu angkabeta yang diperoleh sulit sesuai dengan
tanggal penilaian(cut of date).
Berkenaan dengan faktor- faktor ekonomi makro yang mempengaruhi risiko
pasar,betamerupakan ukuran risiko pasar yang berasal dari bahaya di seluruh
perekonomian (faktor ekonomi makro) seperti inflasi, suku bunga, dan
kurs.Bagaimanakahpengaruhfaktor- faktor ekonomi makro tersebut terhadap beta?
Karena beta adalah komponen variabel dari perhitungan tingkat diskonto dan
tingkat kapitalisasi, maka beta akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
1.2 Keaslian Penelitian
Penelitian ini mengemukakan bagaimana cara menghitung nilai beta secara
manual dengan menggunakan Excel dan SPSS, dan mengenai pengaruh faktor
ekonomi makro terhadap beta sebagai ukuran risiko pasar yang digunakan untuk
menentukan cost of equity dalam penilaian bisnis. Penelitian semacam ini pernah
dilakukan oleh peneliti terdahulu, pada umumnyabertujuan untuk mengetahui
pengaruh dan/atau hubungan antara faktor ekonomi makro terhadap harga saham
atau sekuritas perusahaan.Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
mengenai cara menghitung nilai beta dan pengaruh faktor ekonomi makro
terhadap harga saham atau sekuritas perusahaan antara lain.
1. Brealey, Myers, dan Marcus (2007) Dasar-dasar Manajemen Keuangan
Perusahaan, terjemahan buku Fundamentals of Corporate Finance,
mengemukakan tentang bagaimana beta sekuritas/saham dapt dihitung dengan
menggunakan Excel.
13
2. Purnomo (2011) menganalisis pengaruh indikator ekonomi makro, inflasi,
nilai tukar dan suku bunga terhadap beta saham syariah pada perusahaan
properti pada tahun 2006-2009. Variabel independen dari penelitian ini adalah
inflasi, nilai tukar dan suku bunga, sedangkan variabel dependennya adalah
beta saham syariah.Hasil analisis menunjukkan bahwa secara simultan inflasi,
nilai tukar dan suku bunga mempunyai pengaruh terhadap beta saham syariah.
Secara parsial, variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap beta
saham adalah inflasi, sementara variabel yang berpengaruh negatif signifikan
terhadap beta saham adalah suku bunga, sedangkan variabel yang tidak
berpengaruh adalah nilai tukar mata uang (kurs).
3. Muhayatsyah (2011)menguji bagaimana pengaruh karakteristik perusahaan
dan makro ekonomi terdiri atas inflasi dan kurs mata uang terhadap return dan
beta saham syariah pada perusahaan yang konsisten terdaftar pada Jakarta
Islamic Index (JII) selama tahun 2004-2008. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa karakteristik perusahaan dan ekonomi makro secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap return dan beta saham syari'ah. Berdasarkan
hasil pengujian dan analisis menunjukkan bahwa hanya kurs mata uang yang
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham syari'ah, karena
tingkat kurs yang berfluktuatif tinggi maka memberikan efek negatif terhadap
tingkat return yang diperoleh. Sementara itu, hasil pengujian dan analisis yang
lainnya menunjukkan bahwa hanya rasio TAT yang berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap beta saham syari'ah, karena semakin efisien tingkat
perputaran aktiva maka akan meminimalkan tingkat risiko yang terjadi.
14
Keaslian penelitian ini, dapat dibuktikan dengan adanya semua karya pihak
lain yang diacu dalam penelitian ini telah disebutkan sumbernya dengan teknik
pengacuan yang benar dan baku sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan Bidang
Ilmu- ilmu Sosial,Universitas Gadjah Mada (UGM).
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1
Tujuan penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menjawab permasalahan pokok
yang telah dijelaskan di atas yaitu untuk menganalisis pengaruh faktor ekonomi
makro (inflasi, suku bunga, dan kurs) terhadap beta sektor properti dan real estat.
1.3.2
Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu
penilaian dan bagi peneliti. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
penting dalam menentukan nilai beta suatu industri yang banyak digunakan dalam
lingkup penilaian di Indonesia, khususnya untuk menentukan tingkat diskonto
(discount rate) dan tingkat kapitalisasi (capitalization rate/ cap rate) untuk ekuitas
(cost of equity).Peneliti mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat berguna bagi
peneliti sendiri dalam memahami dan menentukan nilai serta kegunaan beta suatu
industri, serta memahami faktor- faktor yang mempengaruhi nilai beta, yang
banyak digunakan dalam lingkup penilaian, sesuai dengan profesi peneliti.
15
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan tesis ini terdiri dari empat bab yaitu Pengantar, Tinjauan Pustaka
dan Alat Analisis, Analisis Data, Simpulan, Keterbatasan dan Saran. Gambaran
secara umum dari masing- masing bab dapat diuraikan secara rinci sebagai
berikut.Bab I merupakan pengantar, yang menguraikan tentang latar belakang,
rumusan masalah, pertanyaan penelitian, keaslian penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan; Bab II adalah tinjauan pustaka
dan alat analisis, yang memberikan penjelasan terhadap tinjauan pustaka, landasan
teori, serta alat analisis; Bab III merupakan analisis data dan pembahasan yang
mengulas tentang hasil yang diperoleh, berupa penjelasan teoritik secara kualitatif,
kuantitatif, dan statistika. Hasil penelitian juga dibandingkan dengan hasil
penelitian terdahulu yang sejenis; Bab terakhir atau Bab IV adalah simpulan,
keterbatasan dan saran, yang membahas tentang simpulan, keterbatasan penelitian,
dan saran.
Download