BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari- hari, terjadinya sesuatu yang kita rencanakan dapat disebut sebagai skenario. Jika kita memperoleh informasi untuk menghitung probabilitas kejadian masing- masing skenario, maka ketidakpastian yang muncul berubah menjadi risiko. Demikian juga dalam melakukan investasi suatu usaha, ada kalanya pelaku usaha dihadapkan pada suatu ketidakpastian dan ketidakpastian itu adalah risiko. Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return aktual yang diterima dengan return harapan. Semakin besar kemungkinan perbedaannya, berarti semakin besar risiko investasi tersebut (Tandelilin, 2010: 102-103). Dalam kontek biaya modal, risiko adalah tingkat ketidakpastian atas terealisasinya suatu return yang diharapkan diterima pada masa mendatang. Pasar akan membayar lebih tinggi bila return yang diharapkan akan diterima lebih pasti. Bila dihubungkan dengan future economic income (misalnya: arus kas, dividen, earning), lebih tinggi risiko lebih rendah nilai kininya, lebih rendah risiko lebih tinggi nilai kininya (Pratt, 2008: 184). Dalam teori portofolio modern telah diperkenalkan bahwa risiko investasi total dapat dipisahkan menjadi dua jenis risiko, atas dasar apakah suatu jenis risiko tertentu dapat dihilangkan dengan diversifikasi, atau tidak. Kedua jenis risiko tersebut adalah risiko sistematis (systematic risk)dan risiko tidak sistematis (unsystematic risk). Risiko sistematis atau dikenal dengan risiko pasar di 1 2 manabeberapa penulis menyebut sebagai risiko umum (general risk), merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan. Perubahan pasar tersebut akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi (Tandelilin, 2010: 104). Brealey, Mayers, dan Marcus (2007: 312) mengatakan bahwa risiko pasar berasal dari bahaya di seluruh perekonomian yang mengancam semua bisnis. Risiko pasar menerangkan mengapa saham memiliki kecenderungan untuk begerak bersama, sehingga portofolio yang terdiversifikasi baikpun terpapar pada pergerakan pasar. Portofolio yang terdiversifikasi, terpapar pada kejadian tidak pasti yang mempengaruhi seluruh pasar sekuritas dan seluruh perekonomian. Kejadian tidak pasti ini meliputi antara lain faktor- faktor ekonomi makro seperti inflasi, suku bunga, dan nilai tukar mata uang (Brealey, Mayers, dan Marcus, 2007: 314).Dengan demikian, risiko pasaratau risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat didiversifikasi. Secara statistik, risiko sistematis dapat diukur menggunakan beta(ß) pasar, yaitu betadari suatu sekuritas relatif terhadap risiko pasar.Penggunaan beta pasarsebagai pengukur risiko dikarenakan bahwa beta pasar mengukur respon dari masing- masing sekuritas terhadap pergerakan pasar. Fluktuasi dari return-return suatu sekuritas secara statistik mengikuti fluktuasi dari return-return pasar, sehingga karakteristik pasar akan menentukan nilai beta masing- masing sekuritas(Hartono, 2010: 376). Beta, juga merupakan fungsi hubungan antara return suatu sekuritas (saham) dengan return sekelompok saham (market return) yang diukur oleh indeks pasar saham, misalnya Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG (Composite Index/JKSE), 3 The Standard and Poor’s (SandP) 500, atau the New York Stock Exchange (NYSE) indexes. Beta juga merupakan fungsi dari kelebihan return pasar (excess market return) suatu saham perusahaan dengan excess returnindeks gabungan secara keseluruhan, dengan rata-rata beta adalah 1. Jika excess return suatu saham perusahaan terhadap return bebas risiko lebih besar dari pada excess returnindeks gabungan terhadap return bebas risiko, maka beta suatu saham lebih besar dari 1. Sebaliknya, jika perbedaan return suatu saham dengan return bebas risiko lebih kecil dari perbedaan gabungan saham dengan return bebas risiko, maka beta suatu saham akan lebih kecil dari 1. Dengan kata lain beta mengukur volatility excess return suatu saham terhadap excess return pasar saham. Pada saat beta lebih besar dari 1 (ß>1) ini menunjukkan kondisi saham menjadi lebih berisiko, dalam artian jika pada saat terjadinya perubahan pasar sebesar 1 persen maka pada saham X misalnya akan mengalami perubahan lebih besar 1 persen atau saham X >1 persen(Ruky, 2010: 283-284). Menurut Elton dan Gruber (1994)Beta suatu sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang menggunakan data historis. Beta yang dihitung berdasarkan data historis ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasi beta masa datang. Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa beta historis mampu menyediakan informasi tentang beta masa depan (lihat Hartono, 2010:377). Beta yang dalam penelitian ini disebut sebagai variabel terikat (dependent variable) merupakan pengukur risiko sistematis suatu saham individu terhadap portofolio pasar saham secara keseluruhan. Risiko sistematis berpotensi untuk mempengaruhi kinerja pasar modal, kinerja perusahaan, dan nilai perusahaan. 4 Untuk mengetahui nilai perusahaan atau nilai ekuitas,pemilik perusahaan atau pemegang saham perusahaan dapat meminta Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk melakukan penilaian. Di Indonesia kita mengenal dua jenis bidang jasa penilaian, sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik, di antaranya menyebutkan bahwa bidang jasa penilaian meliputi: bidang jasa Penilaian Properti dan/atau bidang jasa Penilaian Bisnis. Penilaian Bisnis meliputi antara lain entitas bisnis, salah satu diantaranya adalah penilaian perusahaan dan/atau ekuitas. Untuk menentukan nilai pasar dari suatu perusahaan dan/atau ekuitas, dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pendapatan (income approach) dengan metoda diskonto arus kas (discounted cash flow method/DCF) dan metoda kapitalisasi langsung methoddisingkatCCF(Hitchner, arus 2011: kas/capitalized 123). Selain itu, cash flow pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai pasar dari perusahaan dan/atau ekuitas, dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pasar/market approach(Hitchner, 2011: 259), menggunakan pendekatan asset/asset based approach(Hitchner, 2011: 309). MetodaDCF didasarkan pada konsep nilai dalam ekonomi dan keuangan bahwa nilai suatu usaha atau aset adalah pendapatan (future earning) atau arus kas yang akan dihasilkan oleh usaha tersebut di masa mendatang. Dalam mengaplikasikan metodaDCF, arus kas bersih ya ng akan dihasilkan oleh usaha pada masa mendatang dapat diperhitungkan melalui model arus kas bersih untuk 5 perusahaan (free cash flow to the firm) dan model arus kas bersih untuk ekuitas/ free cash flow to the equity(Pinto, Henry, Robinson, dan Stowe, 2010: 146).Model arus kas bersih untuk perusahaan (free cash flow to the firm/FCFF), merupakan serangkaian arus kas bersih yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut (disebut numerator), diproyeksikan kemudian dikonversi menjadi nilai kini perusahaan dengan menggunakan biaya oportunitas modal (cost of capital) yang relevan dan sesuai, yang sering disebut dengan tingkat diskonto (denominator). Biaya modal yang digunakan adalah biaya modal rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital/WACC). Konsep WACC adalah bahwa setiap komponen dari struktur modal memiliki biaya dan WACC adalah jumlah rata-rata dari seluruh biaya tersebut dengan mempertimbangkan proporsi komponen dalam struktur modal (Pratt, 2008: 216). Indikasi nilai ekuitas dapat diperoleh dari indikasi nilai perusahaan tersebut dikurangi dengan hutang jangka panjang berbunga/interest bearing debt(Pratt, 2008: 225). Model arus kas bersih untuk ekuitas (free cash flow to the equity), dapat diperoleh dari proyeksi serangkaian arus kas bersih yang dihasilkan oleh ekuitas tersebut, kemudian dikonversi menjadi nilai kini ekuitas dengan menggunakan biaya ekuitas (cost of equity) yang relevan dan sesuai, kemudian dijumlahkan menjadi indikasi nilai dari ekuitas tersebut (Pinto, Henry, Robinson, dan Stowe, 2010: 147). Proyeksi serangkaian arus kas bersih yang dihasilkan oleh perusahaan atau oleh ekuitas (numerator) merupakan hal yang fundamental. Arus kas mendatang ini mewakili atau merupakan arus kas untuk meliput kembali investasi yang 6 ditanamkan serta return yang diharapkan investor. Namun karena arus kas ini diterima pada masa mendatang, memiliki risiko, tidak ada kepastian atas diterimanya dan karena waktu diterimanya yang tidak sama dengan nilai saat ini, maka arus kas mendatang ini harus didiskon dengan tingkat diskonto yang rele van (Hitchner, 2011: 122; Ruky, 2010: 138). Tantangan utama bagi penilai dalam mengaplikasikan model DCF adalah usaha untuk meyakinkan bahwa kuantifikasi dan proyeksi arus kas, benar-benar merefleksikan kemampuan nyata perusahaan dalam menghasilkan arus kas dan telah mengantisipasi dan mengakomodasikan kegiatan perusahaan mendatang dalam pembelanjaan, operasi dan investasi, dengan kata lain proyeksi yang benarbenar dapat dicapai (achievable). Dalam kaitan ini, maka proses identifikasi dan analisis faktor pencipta nilai (value drivers), bukansaja menjadi sangat penting bahkan menjadi hal yang bersifat conditio sine qua non(Ruky, 2010: 138). Tantangan lainnya yang juga penting dalam mengaplikasikan model DCF adalah penentuan tingkat denominator yang tepat sesuai dengan jenis dan risiko yang melekat dengan numerator yang digunakan. Denominator adalah tingkat return(rate of return) yang akan digunakan untuk mendiskonto rangkaian pendapatan (arus kas/numerator) menjadi nilai kini. Tingkat return harus relevan dengan jenis, risiko dan waktu diterimanya rangkaian arus kas tersebut. Penetapan tingkat diskonto atau denominator menjadi sangat krusial, perbedaan 1 persen dalam denominator untuk numerator sebesar Rp100 milyar dapat menghasilkan 7 perbedaan nilai yang cukup signifikan (Hitchner, 2011: 122-123; Ruky, 2010: 138 dan 141). Langkah pokok untuk mengaplikasikan model DCF adalah (1) identifikasi dan analisis arus kas selama periode proyeksi (periode tetap atau periode eksplisit) dan periode terminal (periode perpetuity atau periode continuing); (2) menghitung arus kas bersih (free cash flow)selama periode proyeksi dan terminal; dan (3) mendiskontokan proyeksi arus kas bersih selama periode proyeksi dengan tingkat diskonto tertentu dan mengkapitalisasi arus kas selama periode terminal (Ruky, 2010: 138). Arus kas bersih yang tersedia yang dapat dipilih dalam mengaplikasikan DCF terdapat beberapa format, dua diantaranya adalah arus kas bersih untuk penyedia kapital atau perusahaan (free cash flow to firm/FCFF atau free cash flow to invested capital) dan arus kas bersih untuk ekuitas (free cash flow to equity/FCFE).Pemilihan penggunaan format bergantung kepada beberapa faktor, yaitu kepentingan bisnis apa yang akan dinilai (kepemilihan mayoritas atau minoritas), tersedianya data untuk menyusun arus kas yang diperlukan, dan tujuan penilaian (Ruky, 2010: 138).Pada umumnya manajemen lebih menyukai FCFF karena dalam format FCFF mencerminkan kegiatan dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas berdasarkan struktur pembelanjaan normal (pasar) perusahaan (Ruky, 2010: 139). Tingkat diskonto yang digunakan untuk mengkonversi FCFFselama periode proyeksi menjadi indikasi nilai perusahaan adalah biaya kapital rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital/WACC), kemudian tingkat 8 kapitalisasi (capitalization rate)yang digunakan untuk mengkonversi FCFF selama periode terminal adalah WACCdikurangi tingkat pertumbuhan FCFF selama periode terminal.Tingkat diskonto untuk mengkonversi FCFEselama periode proyeksi menjadi indikasi nilai ekuitas adalah biaya ekuitas (cost of equity), kemudian tingkat kapitalisasi yang digunakan untuk mengkonversi FCFE selama periode terminal adalah biaya ekuitas dikurangi pertumbuhan FCFE(Pinto, Henry, Robinson, dan Stowe, 2010: 149). Menurut Koller, Goedhart, and Wessels, (2010: 232) weighted average cost of capital(WACC) sama dengan weighted average of the after-tax cost of debt and cost of equity: WACC = [(D/V) x kd (1-Tm)] + [(E/V) x Ke] (1.1) Keterangan: D/V = Rasio hutang terhadap nilai perusahaan (menggunakan dasar nilai pasar/bukan book value). E/V = Rasio ekuitas terhadap nilai perusahaan. kd = biaya bunga (cost of debt). ke = biaya ekuitas (cost of equity). Tm = tarif pajak pendapatan. Biaya ekuitas dapat diperhitungkan dengan model Capital Asset Pricing Model/CAPM (Koller, Goedhart, dan Wessels, (2010: 234). Model CAPM merupakan model keseimbangan yang menggambarkan hubungan risiko dan pengembalian (return) secara sederhana, dan hanya menggunakan satu variabel (disebut sebagai variabel ß) untuk menggambarkan risiko (Tandelilin, 2010: 186).CAPM merupakan suatu model yang menghubungkan tingkat return yang 9 diharapkan dari suatu aset berisiko dengan risiko dari suatu aset tersebut pada kondisi pasar yang seimbang(Tandelilin, 2010: 187). Model CAPM ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut(Tandelilin, 2010: 197): ki = Rf + ßi [E(Rm)- Rf] (1.2) Keterangan: ki = tingkat return yang disyaratkan investor pada saham i (di dalam lingkungan Penilaian disebut Cost of Equity); Rf = risk free rate (tingkat return bebas risiko) ßi = koefisien beta saham i E(Rm) = return portofolio pasar yang diharapkan [E(Rm)-Rf] = premi risiko(risk premium) Dalam model keseimbangan CAPM tersebut, nilai ß(beta) diperhitungkan dengan menggunakan beta industri sejenis yang di-lever sesuai dengan rasio hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio)dari perusahaan yang dinilai (Hitchner, 2011: 225). Beta merupakan ukuran nilairisiko sistematik atau dikenal dengan risiko pasar.Risiko pasar merupakan risiko makro, sebagaimana dijelaskan oleh Brealey, Myers, danMarcus (2007: 314) bahwa portofolio yang terdifersifikasi tidak terpapar pada risiko khas saham individual, tetapi terpaparpada kejadian tak pasti yang mempengaruhi seluruh pasar sekuritas atau seluruh perekonomian.Kejadian ini adalah faktor- faktor ekonomi atau faktor makro seperti perubahan suku bunga, produksi industri, inflasi, tingkat kurs, valuta asing dan biaya energi. 10 Perkembangan beta dari beberapa perusahaan yang menjadi sampel, inflasi suku bunga, dan kurs dapat dilihat pada Gambar 1.1 sebagai berikut. Perkembangan Inflasi (YoY) Indonesia Grafik Perkembangan Beta Saham 9 Perusahaan Tbk 14,00 2,500 12,00 2,000 10,00 CTRA CTRS DART Nilai Beta 1,500 8,00 MDLN PUDP SMRA ADHI 1,000 6,00 SSIA TOTL 0,500 4,00 2,00 - 0,000 Bulan & Tahun Inflasi Perkembangan Kurs Rupiah Terhadap USD Perkembangan Suku Bunga Investasi 16 14.000 14 12.000 10.000 Kurs (Rp/USD) Suku Bunga (%) 12 10 8 6 8.000 6.000 4 4.000 2 2.000 0 - Tahun Tahun Suku Bunga Kurs (Rp/USD) Sumber: finance.yahoo.com, BI, dan BPS (2013) Gambar 1.1 Perkembangan Beta dari 9 Perusahaan yang menjadi Sampel, Inflasi, Suku Bunga, dan Kurs Faktor-faktor ekonomi makro tersebut mempengaruhi sebagian besar laba dan harga saham perusahaan. Ketika risiko makro yang relevan menjadi positif secara umum, harga saham naik dan investor meraih keuntungan; ketika variabel yang sama berjalan sebaliknya, investor merugi (Brealey, Myers, dan Marcus, 2007: 314). Risiko pasar berasal daribahaya di seluruh perekonomian yang mengancam semua bisnis. Akan tetapi, kalau yang mengancam perusahaan hanya berasal dari 11 perusahaan sekelilingnya atau terkait dengan pesaing langsungnya, risiko yang muncul adalah risiko khas/ risiko tidak sistematis (Brealey, Myers, dan Marcus, 2007: 312). 1.1.1 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka terkait dengan aplikasi pendekatan penilaian bisnis di lingkungan penilaian, sering menyebabkan timbulnya berbagai permasalaha n, yaitu sering muncul terjadinya perbedaan angka beta antara sumber satu dengan yang lainnya, dan beta yang diperoleh sulit sesuai dengan tanggal penilaian (cut of date). Dalam lingkup penilaian bisnis, untuk menentukan nilai suatu perusahaan, salah satu pendekatan penilaian yang digunakan adalah pendekatan pendapatan. Untuk mendapatkan nilai kini (present value) dari suatu perusahaan, serangkaian arus kas selama periode proyeksi didiskontokan dengan tingkat diskonto (discount rate) tertentu dan atas arus kas bersih selama periode terminal dikapitalisasi dengan tingkat kapitalisasi (capitalization ratedisingkatcap rate). Untuk menentukan discount rate dan cap rate, penilai bisnis sering mendapatkan kesulitan untuk menentukan dan memperoleh angka beta.Beta antara lain dapat diperoleh dari publikasi bloomberg(www.bloomberg.com),reuters(www.reuters.com),yahoo(finance.yahoo .com), morningstar (www.morningstar. com), dan Damodaran(www.damodaran.com). Akan tetapi angkabeta yang diperoleh berbeda tergantung sumbernya, yang masing- masing sumber yang mempublikasikan mengeluarkan angka yang berbeda, tergantung penelitian dan periode waktu pengambilan data, metodologi penghitungannya, dan adjustments- 12 nya (Hitchner, 2011: 224). Selain itu angkabeta yang diperoleh sulit sesuai dengan tanggal penilaian(cut of date). Berkenaan dengan faktor- faktor ekonomi makro yang mempengaruhi risiko pasar,betamerupakan ukuran risiko pasar yang berasal dari bahaya di seluruh perekonomian (faktor ekonomi makro) seperti inflasi, suku bunga, dan kurs.Bagaimanakahpengaruhfaktor- faktor ekonomi makro tersebut terhadap beta? Karena beta adalah komponen variabel dari perhitungan tingkat diskonto dan tingkat kapitalisasi, maka beta akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian ini mengemukakan bagaimana cara menghitung nilai beta secara manual dengan menggunakan Excel dan SPSS, dan mengenai pengaruh faktor ekonomi makro terhadap beta sebagai ukuran risiko pasar yang digunakan untuk menentukan cost of equity dalam penilaian bisnis. Penelitian semacam ini pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, pada umumnyabertujuan untuk mengetahui pengaruh dan/atau hubungan antara faktor ekonomi makro terhadap harga saham atau sekuritas perusahaan.Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai cara menghitung nilai beta dan pengaruh faktor ekonomi makro terhadap harga saham atau sekuritas perusahaan antara lain. 1. Brealey, Myers, dan Marcus (2007) Dasar-dasar Manajemen Keuangan Perusahaan, terjemahan buku Fundamentals of Corporate Finance, mengemukakan tentang bagaimana beta sekuritas/saham dapt dihitung dengan menggunakan Excel. 13 2. Purnomo (2011) menganalisis pengaruh indikator ekonomi makro, inflasi, nilai tukar dan suku bunga terhadap beta saham syariah pada perusahaan properti pada tahun 2006-2009. Variabel independen dari penelitian ini adalah inflasi, nilai tukar dan suku bunga, sedangkan variabel dependennya adalah beta saham syariah.Hasil analisis menunjukkan bahwa secara simultan inflasi, nilai tukar dan suku bunga mempunyai pengaruh terhadap beta saham syariah. Secara parsial, variabel yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap beta saham adalah inflasi, sementara variabel yang berpengaruh negatif signifikan terhadap beta saham adalah suku bunga, sedangkan variabel yang tidak berpengaruh adalah nilai tukar mata uang (kurs). 3. Muhayatsyah (2011)menguji bagaimana pengaruh karakteristik perusahaan dan makro ekonomi terdiri atas inflasi dan kurs mata uang terhadap return dan beta saham syariah pada perusahaan yang konsisten terdaftar pada Jakarta Islamic Index (JII) selama tahun 2004-2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik perusahaan dan ekonomi makro secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap return dan beta saham syari'ah. Berdasarkan hasil pengujian dan analisis menunjukkan bahwa hanya kurs mata uang yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham syari'ah, karena tingkat kurs yang berfluktuatif tinggi maka memberikan efek negatif terhadap tingkat return yang diperoleh. Sementara itu, hasil pengujian dan analisis yang lainnya menunjukkan bahwa hanya rasio TAT yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap beta saham syari'ah, karena semakin efisien tingkat perputaran aktiva maka akan meminimalkan tingkat risiko yang terjadi. 14 Keaslian penelitian ini, dapat dibuktikan dengan adanya semua karya pihak lain yang diacu dalam penelitian ini telah disebutkan sumbernya dengan teknik pengacuan yang benar dan baku sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan Bidang Ilmu- ilmu Sosial,Universitas Gadjah Mada (UGM). 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menjawab permasalahan pokok yang telah dijelaskan di atas yaitu untuk menganalisis pengaruh faktor ekonomi makro (inflasi, suku bunga, dan kurs) terhadap beta sektor properti dan real estat. 1.3.2 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu penilaian dan bagi peneliti. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi penting dalam menentukan nilai beta suatu industri yang banyak digunakan dalam lingkup penilaian di Indonesia, khususnya untuk menentukan tingkat diskonto (discount rate) dan tingkat kapitalisasi (capitalization rate/ cap rate) untuk ekuitas (cost of equity).Peneliti mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti sendiri dalam memahami dan menentukan nilai serta kegunaan beta suatu industri, serta memahami faktor- faktor yang mempengaruhi nilai beta, yang banyak digunakan dalam lingkup penilaian, sesuai dengan profesi peneliti. 15 1.4 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terdiri dari empat bab yaitu Pengantar, Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis, Analisis Data, Simpulan, Keterbatasan dan Saran. Gambaran secara umum dari masing- masing bab dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut.Bab I merupakan pengantar, yang menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan; Bab II adalah tinjauan pustaka dan alat analisis, yang memberikan penjelasan terhadap tinjauan pustaka, landasan teori, serta alat analisis; Bab III merupakan analisis data dan pembahasan yang mengulas tentang hasil yang diperoleh, berupa penjelasan teoritik secara kualitatif, kuantitatif, dan statistika. Hasil penelitian juga dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu yang sejenis; Bab terakhir atau Bab IV adalah simpulan, keterbatasan dan saran, yang membahas tentang simpulan, keterbatasan penelitian, dan saran.