BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Merek 2.1.1 Pengertian Merek

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Merek
2.1.1
Pengertian Merek
Menurut Freddy Rangkuti (2004, p2) merek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau
rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut.
Menurut Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak (2004, p1) merek merupakan nama,
istilah, tanda, simbol disain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk
atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan.
Menurut Durianto, Sugiarto dan Lie Joko Budiman (2004, p2) definisi merek adalah
nama,
istilah,
tanda,
simbol,
rancangan
atau
kombinasi
hal-hal
tersebut
untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk
membedakannya dari produk pesaing.
Dari definisi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa merek adalah sesuatu hal yang
membuat produk / jasa seseorang menjadi berbeda dengan produk / jasa yang diberikan
oleh para pesaing. Hal yang membuat berbeda diantaranya dapat berasal dari nama, istilah
tanda, symbol, rancangan dari setiap merek sendiri.
2.1.2 Enam Tingkat Pengertian Merek
Menurut Philip Kotler (2005, p82), terdapat enam tingkat pengertian merek:
1. Atribut, merek mengingatkan atribut-atribut tertentu. Mercedez menyiratkan mobil
yang mahal, kokoh, direkayasa dengan baik, tahan lama, bergengsi tinggi.
6
7
2. Manfaat, atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan
emosional. Atribut “tahan lama” dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional,
“saya tidak perlu membeli mobil lain selama beberapa tahun”. Atribut “mahal”
mungkin diterjemahkan menjadi manfaat emosional, “Mobil tersebut membuat saya
penting dan dikagumi”.
3. Nilai, merek tersebut juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya. Mercedez
berarti kinerja tinggi, keselamatan, dan gengsi. Dengan demikian produsen Mercedez
juga mendapat nilai tinggi dimata masyarakat.
4. Budaya, merek tersebut juga mungkin melambangkan budaya tertentu. Mercedez
melambangkan budaya Jerman yang terorganisir, konsisten, tingkat keseriusannya
tinggi, efisien, dan berkualitas tinggi.
5. Kepribadian, merek tersebut dapat mencerminkan kepribadian tertentu. Mercedez
mungkin menyiratkan bos yang serius, singa yang berkuasa (binatang), atau istana
yang agung(objek).
6. Pemakai, merek tersebut menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan produk tersebut. Pemakai Mercedez pada umumnya diasosiasikan
dengan orang kaya, kalangan manajer puncak, dsb. Pemakai Dimension Kiddies
umumnya adalah anak-anak.
2.1.3
Peranan dan Kegunaan Merek
Menurut Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak (2004, p2), peranan dan kegunaan
merek diantaranya adalah:
8
1. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu
merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya. Contoh yang paling
fenomenal adalah Coca-cola yang berhasil menjadi “merek global” diterima dimana
saja dan kapan saja diseluruh dunia.
2. Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat
suatu merek makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan semakin tampak
asosiasi merek yang terbentuk dalam merek tersebut. Jika asosiasi merek telah
terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini meningkatkan citra
merek (brand image).
3.
Merek sangat berpengaruh dalam membentuk prilaku konsumen. Merek yang kuat
akan sangup merubah prilaku konsumen. Contoh, keberhasilan pall mall dalam
menembus perilaku konsumen mampu menciptakan suatu ceruk pasar yang spesifik
dan menguntungkan.
4.
Merek memudahkan proses pengambilan keputusan konsumen. Dengan adanya
merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya
degan produk lain sehubungan dengan kualitas, keputusan, kebanggan ataupun
atribut lain yang melekat pada merek tersebut.
5.
Merek berkembang menjadi sebuah sumber aset terbesar bagi perusahaan. Hasil
sebuah penelitian menunjukan bahwa Coca-cola yang memiliki stock Market value
(SMV) yang besar, ternyata 97% dari (SMV) tersebut merupakan nilai merek.
9
2.2
Ekuitas Merek (Brand Equity)
2.2.1
Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity)
Menurut Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak (2001, p4) ekuitas merek (brand
equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama,
simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk
atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Agar aset dan liabilitas mendasari
brand equity, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah
simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau
semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek (brand equity) akan berubah
pula.
Menurut Knapp (2002, p3) ekuitas merek adalah totalitas dari persepsi merek
mencakup kualitas relatif dari produk dan jasa, kinerja keuangan, loyalitas pelanggan,
kepuasan, dan keseluruhan penghargaan terhadap merek. Ini semua tentang bagaiman para
konsumen, pelanggan, karyawan, dan semua stakeholder merasakan tentang merek.
Ekuitas merek (brand equity) merupakan asset yang dapat memberikan nilai
tersendiri di mata pelanggannya. Aset yang dikandungnya dapat membantu pelanggan
dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan
merek tersebut. Ekuitas merek (brand equity) dapat mempengaruhi rasa percaya diri
konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam
pengunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakterisitik merek.
10
2.2.2
Lima Kategori Ekuitas Merek (Brand Equity)
Menurut David. A. Aaker (Managing Brand Equity, 1991) yang dikutip dalam bukunya
Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak (2001, p4), ekuitas merek (brand equity) dikelompokkan
menjadi empat kategori yaitu :
1)
Kesadaran Merek / Brand Awareness
Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau
mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk
tertentu.
2)
Asosiasi Merek / Brand Assosiation
Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam
kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis,
harga, pesaing, selebritis dan lain-lain.
3)
Persepsi Kualitas /Perceived Quality
Mencerminkan
persepsi
pelanggan
terhadap
keseluruhan
kualitas
atau
keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenan dengan maksud yang
diharapkan.
4)
Loyalitas Merek /Brand Loyalty
Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk
11
Gambar 2.1 Konsep Ekuitas merek
Sumber : David.A.Aaker (1991), Managing Brand Equity : Capitalizing on the Value of a
Brand Name.
12
2.2.3
Peran Ekuitas Merek (Brand Equity)
Menurut Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak (2001, p6) ekuitas merek mempunyai
peranan kepada konsumen dan perusahaan.
Peran ekuitas merek bagi konsumen diantaranya adalah:

Aset (nama, simbol) yang dikandungnya dapat membantu pelanggan dalam
menafsirkan , memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk
dan merek tersebut.

Ekuitas merek
dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam
pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam
penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek.

Dalam kenyataanya, persepsi kualitas
dan asosiasi merek dapat mempertinggi
tingkat kepuasan konsumen.
Peran ekuitas merek bagi perusahaan diantaranya adalah:

Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat
konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama. Promosi yang dilakukan
akan lebih efektif jika merek dikenal. Ekuitas merek yang kuat dapat menghilangkan
keraguan konsumen terhadap kualitas merek.

Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan
perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang
terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang
memiliki ekuitas merek tersebut.

Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan
loyalitas saluran distribusi. Toko, supermarket dan tempat-tempat penjualan lainnya
tidak akan ragu-ragu untuk menerima suatu produk dengan ekuitas merek yang
13
kuat dan sudah terkenal untuk dijual kepada konsumen. Produk dengan ekuitas
merek yang kuat akan dicari oleh pedagang karena mereka yakin bahwa produk
dengan merek tersebut akan memberikan keuntungan bagi mereka. Dengan ekuitas
merek yang kuat, saluran distribusi dapat berkembang sehingga semakin banyak
tempat penjualan yang akhirnya akan memperbesar volume penjualan produk
tersebut.

Aset-aset ekuitas merek dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan
dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki pesaing.
2.3
Kesadaran Merek (Brand Awareness)
2.3.1
Pengertian Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Menurut Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001, p54), kesadaran merek
adalah
kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali dan mengingat kembali suatu merek
sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Jika kesadaran merek dalam benak
konsumen sangat rendah, maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.
2.3.2 Tingkatan-Tingkatan Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Tingkatan-tingkatan
Kesadaran
Merek
Sugiarto dan Lie Joko Budiman (2004, p6) yaitu :
(brand
awareness)
menurut
Durianto,
14
Gambar 2.2 Piramida kesadaran merek
Sumber : Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak (2001, p55)
Penjelasan mengenai tiap-tiap level Kesadaran Merek (Brand Awareness), adalah sebagai
berikut:
1. Puncak Pikiran (top of mind)
Menggambarkan merek yang pertama kali diingat responden atau yang pertama
kali disebut ketika yang bersangkutan ditanya tentang suatu ketegori produk.
2. Mengingat kembali merek (brand recall)
Pengingatan kembali merek mencerminkan merek-merek apa yang diingat
responden setelah meyebutkan merek yang pertama kali disebut.
3. Pengenalan Merek (brand recognition)
Tingkat minimal dari kesadaran merek. konsumen dapat mengenali suatu merek
setelah peneliti menyebutkan merek tersebut.
15
4. Tidak menyadari merek (Unaware of brand)
Tingkat paling rendah dalam piramida brand awareness dimana konsumen tidak
menyadari akan adanya suatu merek.
2.3.3
Cara Mencapai Kesadaran Merek (brand awareness)
Agar kesadaran merek (brand awareness)
dapat dicapai dan diperbaiki, dapat
ditempuh beberapa cara berikut (Durianto, Sugiarto dan Tony Sitinjak 2001, p57):
1. Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda.Memakai slogan atau
jingle lagu yang menarik sehingga konsumen dapat lebih mudah mengingatnya.
2. Melakukan pengulangan untuk mengingatkan pengingatan karena membentuk
ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.
3. Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat pelanggan.
4. Memperbanyak promosi baik media cetak maupun elektronik.
5. Menjadi sponsor suatu acara yang mendatangkan banyak penonton.
2.4
Asosiasi Merek (brand association)
2.4.1
Definisi Asosiasi Merek (brand association)
Menurut Durianto, sugiarto dan Sitinjak (2004, p69) Asosiasi merek Adalah segala
kesan yang muncul dibenak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu
merek. Berbagai asosiasi yang diingat tadi dapat dirangkai sehingga membentuk citra merek
(brand image) dibenak konsumen. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan ,
semakin kuat citra merek (brand image) yang dimilki oleh merek tersebut.
16
Fungsi Asosiasi Merek (brand association)
2.4.2
Berbagai fungsi-fungsi asosiasi (Durianto, Sugiarto dan Sitinjak 2001, p69) adalah :
1.
Proses membantu
Membantu proses penyusunan informasi
2.
Membedakan
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan
suatu merek dari merek lain.
3.
Alasan pembelian
Asosiasi merek membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi
konsumen yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli
dan menggunakan merek tersebut.
Tipe-tipe Asosiasi Merek (brand association)
2.4.3
Menurut Durianto, Sugiarto dan Sitinjak ( 2004, p70) Ada beberapa tipe asosiasi
yang dapat digunakan sebagai landasan dalam menentukan asosiasi merek yang bisa
membentuk citra merek (brand image) suatu merek, beberapa tipe asosiasi yang dimaksud
adalah:
1.
Manfaat bagi pelanggan
Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan
maka biasanya terdapat hubungan antar keduanya. Contoh, mobil Mercedes
sangat nyaman dan aman dikendarai (suatu karakteristik produk) dan
memberikan kepuasan mengemudi pada pelanggan (suatu manfaat pelanggan).
17
2.
Harga Relatif
Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan
penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.
3.
Pengguna / Pelanggan
Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah
tipe penguna atau pelanggan dari produk tersebut. Misalnya, Dimension Kiddies
dikaitkan dengan pemakainya yang adalah anak-anak.
4.
Orang terkenal / khalayak)
Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer
asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.
5.
Kelas produk (Product Class)
Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya. Misalnya, Volvo
mencerminkan nilai berupa prestis, performa tinggi, keamanan, dan lain-lain.
Disamping beberapa acuan yang telah disebutkan, beberapa merek juga memiliki
asosiasi dengan berbagai hal lain yang belum disebutkan diatas. Dalam kenyataanya, tidak
semua merek produk memiliki semua asosiasi diatas. Merek tertentu berasosiasi dengan
beberapa hal diatas dan merek lainnya berasosiasi dengan beberapa hal yang lain.
2.5
Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Menurut Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001, p96) persepsi kualitas dapat
dididefinisikan sebagai persepsi palanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan
suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan.
Persepsi kualitas yang positif akan mendorong keputusan pembelian dan menciptakan
loyalitas terhadap produk tersebut. Dan sebaliknya, bila persepsi kualitas pelanggan negatif,
18
produk tidak akan disukai dan tidak akan lama bertahan di pasar. Untuk memahami persepsi
kualitas suatu merek diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan
karekteristik produk.
Menurut Aaker (1996:24) Persepsi kualitas merek adalah persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan
dengan maksud yang diharapkan.
Jadi dapat ditarik kesimpulan, persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap
kualitas suatu produk yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian seseorang terhadap
suatu produk. Bila persepsi pelanggan terhadap suatu produk bersifat positif, maka akan
mendorong pelanggan untuk membeli produk tersebut. Akan tetapi bila persepsi pelanggan
terhadap suatu produk bersifat negatif, maka tidak akan mendorong pelanggan untuk
membeli produk tersebut, yang akhirnya akan berdampak buruk bagi suatu produk yaitu
produk tersebut tidak akan bertahan lama dipasar.
2.5.1
Dimensi Persepsi Kualitas
Menurut Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001, p98) Dimensi-dimensi persepsi
kualitas diantaranya adalah:
1. Kinerja
: Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama, misalnya
karakteristik operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi,
serta kenyamanan. Karena faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama
lain, seringkali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atributatribut kinerja ini.
19
2. Pelayanan : Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk
tersebut. Misalnya mobil merek tertentu menyediakan pelayanan kerusakan atau
service mobil 24jam diseluruh dunia.
3. Ketahanan : Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut. misal mobil
merek tertentu yang memposisikan dirinya sebagai mobil tahan lama walau telah
berumur 12tahun tetapi masih berfungsi dengan baik.
4. Karakteristik Produk : Bagian-bagian tambahan dari produk(feature). Seperti
remote control sebuah video, tape deck, sistem WAP untuk telpon genggam.
Penambahan ini biasanya sebagai pembeda yang penting ketika dua merek
produk terlihat hampir sama.
5. Kesesuaian dengan spesifikasi : Merupakan pandangan mengenai kualitas proses
manufaktur sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. Misalnya
sebuah mobil pada kelas tertentu dengan spesifikasi yang telah ditentukan
seperti jenis dan kekuatan mesin, pintu, material untuk pintu mobil, ban, sistem
pengapian dan lainnya.
6. Hasil : Mengarah pada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi
sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan ‘hasil akhir’ produk yang
baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas
lain yang penting.
2.5.2
Nilai Yang dihasilkan Persepsi Kualitas (Perceived Quality)
Persepsi kualitas (perceived quality) dapat menghasilkan nilai-nilai berikut:
20
Gambar 2.3 Nilai-nilai persepsi kualitas
Sumber : Durianto, Sugiarto dan Tony Siitinjak (2004, 101)
Penjelasan mengenai nilai-nilai tersebut adalah sebagai berikut:

Alasan untuk membeli
Keterbatasan informasi, uang dan waktu membuat keputusan pembelian seorang
pelanggan sangat dipengaruhi oleh persepsi kualitas statu merek yang ada dibenak
konsumen, sehingga sering kali alasan keputusan pembeliannya hanya didasarkan
lepada persepsi kualitas dari merek yang akan dibelinya.

Diferensiasi atau posisi
Persepsi kualitas dapat dijadikan statu aspek yang membedakan statu merek dengan
merek-merek lain, dimana merek tersebut dianggap berada dalam kategori kualitas
terbaik atau hanya sekedar mampu bersaing dengan merek-merek lain.

Harga Premium
Salah satu keuntungan dari persepsi kualitas adalah memberikan ruang pilihan dalam
menentukan harga Premium. Harga Premium dapat meningkatkan laba yang secara
langsung dapat meningkatkan profitabilitas. Harga Premium juga dapat memberikan
21
sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut, sumber daya ini nantinya akan
digunakan dalam berbagai upaya membangun merek seperti meningkatkan
awareness atau asosiasi.

Perluasan saluran distribusi
Persepsi kualitas memiliki arti penting bagi para pengecer, distributor dan saluran
distribusi lainnya. Para pengecer dan distributor akan termotifasi untuk menjadi
penyalur produk/merek dengan persepsi kualitas yang tinggi, yang berarti semakin
memperluas distribusi dari merek produk tersebut.

Perluasan merek
Suatu merek produk dengan persepsi kualitas kyat dapat diekploitasi kearah
perluasan merek. Merek dengan persepsi kualitas yang kyat dapat digunakan untuk
memperkenalkan kategori produk baru, yang beraneka macam.
2.6
Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
2.6.1
Definisi Loyalitas Merek
Menurut Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001, p126) loyalitas merek merupakan
suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada suatu merek. Ukuran ini mampu memberikan
gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lain.
Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah
memindahkan suatu pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi dengan merek
tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap merek meningkat, kerentanan kelompok
pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi.
Menurut Freddy Rangkuti (2004, p60) Loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan
konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang
22
menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran
keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek.
Jadi dapat ditarik kesimpulan, loyalitas merek adalah tingkat kecintaan dan kesetiaan
konsumen kepada suatu merek yang sudah melekat dalam hati konsumen.
2.6.2
Fungsi loyalitas merek
Berdasarkan Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001, p127) beberapa potensi yang
dapat diberikan oleh loyalitas merek (brand loyalty) kepada perusahaan adalah :
1. Mengurangi biaya pemasaran
Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan
pelanggan dibanding dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Jadi, biaya
pemasaran akan mengecil jika loyalitas merek (brand loyalty) meningkat. Ciri yang
paling terlihat dari jenis pelanggan iniadalah mereka membeli suatu produk karena
harganya murah.
2. Meningkatkan perdagangan
Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan meningkatkan perdagangan dan
memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan pembeli ini dalam
membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
3. Menarik minat pelanggan baru
Dengan banyaknya pelanggan baru suatu merek yang merasa puas dan suka pada
merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk
mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan
mengandung resiko tinggi. Di samping itu, pelanggan yang puas umumnya akan
23
merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga
akan menarik pelanggan baru.
4. Memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan
Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang loyal
akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya
dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya
Gambar 2.4 Fungsi loyalitas merek
Sumber : Durianto, Sugiarto dan Lie Joko Budiman (2004,p22)
2.6.3
Tingkatan-tingkatan Loyalitas merek
Menurut Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001, p128) Tingkatan-tingkatan yang
terdapat dalam loyalitas merek adalah :
1. Berpindah-pindah (Switcher)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang
berada pada tingkat yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen
24
berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka
tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini, merek memegang
peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang jelas dalam kategori ini adalah
mereka membeli suatu merek karena harganya murah.
2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (habitual buyer)
Pembeli pada tingkat ini dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek
produk yang dikonsumsinya. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli
merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan
usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini membeli
suatu merek karena kebiasaan.
3. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (satisfied buyer)
Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk kedalam kategori puas bila mereka
mengkonsumsi merek tersebut.
4. Menyukai merek (liikes the brand)
Pembeli dalam kategori ini adalah pembeli yang benar-benar menyukai merek
tersebut. Pada tingkat ini dijumpai perasaan emosional yang terkait dengan merek.
Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol,
rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi
maupun kerabatnya ataupun disebabkan karena persepsi kualitas yang tinggi.
5. Pembeli yang komit (comitted buyer)
Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu
kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi
sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu
25
ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Pada tingkatan ini, salah satu
aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukan oleh tindakan merekomendasikan dan
mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
Tiap tingkatan loyalitas merek (brand loyalty) mewakili tantangan pemasaran yang
berbeda dan juga mewakili tipe asset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya.
Tampilan piramida loyalitas merek (brand loyalty) yang umum adalah sebagai berikut :
Gambar 2.5 Piramida loyalitas merek
Sumber : Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001, p130)
Dari piramida loyalitas diatas tersebut terlihat bahwa bagi merek yang belum memilki
brand equity yang kuat, porsi terbesar dari konsumen-nya berada pada tingkatan berpindahpindah (switcher). Selanjutnya, porsi terbesar kedua ditempati oleh konsumen yang berada
pada tahap kebiasaan (habitual buyer), dan seterusnya hingga porsi terkecil ditempati oleh
pembeli yang komit (committed buyer). Meskipun demikian bagi merek yang memiliki ekuitas
26
merek yang kuat, tingkatan dalam loyalitas merek-nya diharapkan membentuk segitiga
terbalik, maksudnya makin ke atas makin melebar sehingga diperoleh jumlah pembeli yang
comit (committed buyer) yang lebih besar daripada berpindah-pindah (swicher) seperti
tampak pada gambar berikut :
Gambar 2.6 Piramida terbalik loyalitas merek
Sumber : Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2001, p130)
2.7
Analisis Persaingan Model Lima Kekuatan Porter
Dalam buku Philip kotler (2005,p266), menurut Porter persaingan dalam suatu
perusahaan juga tergantung pada 5 kekuatan dasar yang juga sering disebut sebagai model
Porter yang mempengaruhi struktur ekonominya:
1. Ancaman pendatang baru
Daya tarik segmen berbeda-beda menurut tingginya hambatan untuk masuk
dan keluarnya. Segmen yang paling menarik adalah segmen yang memiliki hambatan
27
untuk masuk yang tinggi dan hambatan untuk keluar yang rendah. Sedikit
perusahaan baru yang dapat memasuki industri, dan perusahaan yang berkinerja
buruk dapat mudah keluar. Jika hambatan untuk masuk dan hambatan untuk keluar
tinggi, potensi laba tinggi namun perusahaan menghadapi resiko yang lebih besar
karena perusahaan yang berkinerja buruk tinggal dan berjuang keras disana. Jika
hambatan untuk masuk dan keluar rendah, perusahaan dengan mudah dapat masuk
dan keluar dari industri serta tingkat pengembalian investasinya stabil dan rendah.
Kasus terburuk adalah jika hambatan untuk masuk rendah dan hambatan untuk
keluar tinggi : disini perusahaan-perusahaan akan masuk dalam situasi yang
menguntungkan namun sulit untuk keluar dari situasi yang buruk. Akibatnya dalah
terjadinya kelebihan kapasitas yang kronis dan penurunan harga dan penghasilan
bagi semua pihak.
2. Ancaman barang pengganti
Segmen tertentu menjadi tidak menarik jika terdapat subtitusi produk yang
aktual atau potensial. Subitusi membatasi harga dan laba. Perusahaan harus
memantau secara dekat tren harga produk subtitusi. Jika kemajuan teknologi atau
persaingan meningkat di industri subtitusi tersebut, harga dan laba dalam segmen
tersebut cenderung akan menurun.
3. Kekuatan tawar menawar dari pemasok
Segmen tertentu menjadi tidak menarik jika terdapat subtitusi produk yang
aktual atau potensial. Subtitusi membatasi harga dan laba. Perusahaan harus
memantau secara dekat tren harga produk subtitusi. Jika kemajuan teknologi atau
28
persaingan meningkat di industri subtitusi tersebut, harga dan laba dalam segmen
tersebut cenderung akan menurun.
4. Kekuatan tawar menawar dari pembeli
Segmen tertentu menjadi tidak menarik jika pembeli memiliki kekuatan
posisi tawar yang kuat atau semakin meningkat. Kekuatan posisi tawar para pembeli
berkembang jika mereka mereka menjadi lebih terkonsentrasi atau terrganisasi,
Produk tersebut tidak terdiferensiasi, biaya perpindahan ke pemasok/produk lain
rendah, pembeli peka terhadap harga karena laba yang rendah, atau pembeli dapat
melakukan integrasi kehulu. Untuk melindungi diri mereka, para penjual dapat
memilih pembeli yang memiliki kekuatan posisi tawar yang paling rendah atau yang
sulit mengganti pemasok. Pertahanan yang lebih baik adalah mengembangkan
tawaran unggul yang tidak dapat ditolak oleh para pembeli yang kuat.
5. Persaingan dari perusahaan sejenis
Segmen tertentu menjadi tidak menarik jika ia telah memilliki pesaing yang
banyak, kuat, atau agresif. Ia bahkan menjadi lebih tidak menarik jika segmen
tersebut stabil atau menrun, penambahan kapasitas pabrik dilakukan secara besarbesaran, biaya tetap tinggi, hambatan untuk keluar beasr, atau pesaing memilii
kepentingan yang besar untuk tinggal didalam segmen tersebut. Kondisi itu akan
menyebabkan sering terjadinya pereang harga, perang iklan, dan pengenalan produk
baru, sehingga akan menjadi sangat mahal bagi perusahaan untuk bersaing.
29
Gambar 2.7 Lima kekuatan yang menentukan daya tarik struktural segmen.
sumber: Philip kotler (2005, p266)
2.8
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan suatu penjelasan singkat tentang hal-hal yang akan
diterangkan di dalam bab selanjutnya sehingga masalah yang ditemukan akan mudah
diperoleh pemecahannya. Menurut Simamora, (2004, p36) kerangka pemikiran yang baik
adalah yang menjelaskan secara terperinci pemikiran tentang antar konsep yang diduga ada
dalam penelitian. Berikut ini adalah kerangka pemikiran ekuitas merek Close-up:
30
Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran
Download