UGM Stabilkan Keseimbangan Ekosistem Hutan Kampus Jumat, 23 Agustus 2013 WIB, Oleh: Wijayanti Dalam sebuah ekosistem, komponen-komponen makhluk hidup dan lingkungannya saling berinteraksi membentuk kesatuan yang teratur dan dinamis agar stabilitas ekosistem tetap terjaga. Komponen ekosistem dapat hidup dan berkembang secara alami sesuai dengan karakter masingmasing. Jika stabilitas ekosistem terganggu, maka akan terjadi pergeseran kesimbangan untuk mendapatkan keseimbangan baru, yang mungkin akan merugikan salah satu komponen ekosistem. Direktur Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset UGM, Ir. Sudarmoko, M.Sc., menyatakan UGM sebagai kampus educopolis selalu memperhatikan stabilitas ekosistem agar keseimbangan tetap terjaga, terutama ekosistem di lingkungan kampus. Jika keseimbangan ekosistem terganggu, UGM melakukan upaya untuk menstabilkan kembali keseimbangan ekosistem tersebut. Sudarmoko menjelaskan bahwa UGM memperhatikan masalah lingkungan dengan serius. Universitas membentuk Tim Vegetasi, yang bertugas merencanakan, melakukan, dan memonitor program vegetasi kampus. Berdasarkan kajian dari Tim Vegetasi ini, UGM melakukan upaya-upaya untuk memelihara lingkungan, seperti penanaman pohon, pemeliharaan, regenarasi, dan lain-lain. Dijelaskannya, bahwa pada saat ini terjadi gangguan keseimbangan ekosistem hutan kampus di Utara Gedung Pusat UGM, yang biasa disebut hutan mini, karena perkembangan populasi burung Cangak Abu-Abu yang sangat cepat yang melebihi daya dukung lingkungan. Karena jumlahnya terlalu banyak, jenis burung ini mendesak populasi burung lain meninggalkan hutan mini. “Burungburung berkicau yang ukurannya kecil, saat ini populasinya jauh berkurang, sehingga keanekaragaman burung yang merupakan kekayaan hutan mini juga berkurang,’ tutur Sudarmoko. Oleh karena itu, agar keseimbangan ekosistem tetap baik, beberapa waktu yang lalu UGM melakukan pemangkasan lima pohon di hutan mini. “Pohon yang kita pangkas adalah pohon yang sudah sangat tinggi, yang saat ini menjadi tempat sebagian burung Cangak Abu-Abu. Harapannya, sebagian burung akan berpindah ke Hutan Biologi UGM atau hutan di lembah UGM, sehingga burung-burung jenis lain dapat kembali hidup di hutan mini dan keanekaragaman hayati akan pulih lagi. Pohon-pohon yang dipangkas dipilih sesuai dengan rekomendasi Tim Vegetasi,” Sudarmoko menjelaskan. Ketua Tim Vegetasi UGM yang juga pakar tata kelola hutan, Prof. Dr. Mochammad Na’iem, menambahkan bahwa burung Cangak Abu-Abu menghasilkan kotoran yang kadar asam lambungnya sangat tinggi. “Kotoran burung ini kemudian menutupi pori-pori pohon, sehingga menganggu respirasi dan asimilasi pohon. Akibatnya, saat ini beberapa pohon sudah mulai meranggas. Selain itu, juga mengganggu regenerasi pohon,” Na’iem menjelaskan. Selain untuk menjaga keseimbangan ekosistem, pohon-pohon tersebut memang perlu dipangkas. Pemangkasan ini diperlukan karena pohon besar yang ada di hutan UGM adalah jenis sengon dan spatodhea yang sebenarnya bukan pohon yang mempunyai usia sangat panjang, sehingga jika terlalu tinggi akan memiliki risiko tumbang saat angin kencang. “Beberapa pohon di sana sudah tua, kalau sampai tumbang bisa menimbulkan kerusakan lingkungan dan juga mengancam keselamatan warga kampus, serta pengguna jalan,” pungkas Na’iem. Berita Terkait ● ● ● ● ● Mendesak, Pembangunan Tata Ruang Berbasis Ekosistem Lustrum IX dan Dies Natalis ke-45, Fak Kehutanan UGM Gelar Seminar dan Reuni Akbar 2008 Raih Doktor Usai Meneliti Dinamika Hara di Hutan Kalimantan Hutan Bakau Memperpanjang Masa Pakai Pemecah Gelombang Dies ke-51 Fakultas Kehutanan, Hutan Untuk Kesejahteraan