Panduan Nasional Pelayanan Kesehatan 1 Daftar isi : Daftar isi ………………………………………………………………………….... 2 Daftar Gambar …..…………………………………………………………………. 3 Daftar Tabel ………………………………………………………………………... 3 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………… 4 2 METODE DIAGNOSIS ..…………………………………………………… 4 1. Klasifikasi ………………………………………………………………… 4 1. Miopia …………………………………………………………… 4 2. Hipermetropia …………………………………………………..... 5 3. Astigmatisma ……………………………………………………. 6 2. Tajam Penglihatan ………………………………………………………… 6 3. Retinoskopi Sikloplegik …………………………………………………… 9 3 PENATALAKSANAAN …………………………………………………….. 9 4. SIMPULAN DAN REKOMENDASI ………………………………………............... 11 REFERENSI ……………………………………………………………………………….. 2 12 Daftar Gambar 1. Miopia ……………….. 5 2 Hipermetropia ……... 5 3 Visual Acuity Testing Chart …………………………………………………………. 7 Daftar Tabel 1. Guidelines for refractive correction in infants and young children ………….. 3 11 1. PENDAHULUAN Kelainan refraksi adalah keadaan dimana sinar sejajar yan masuk ke dalam bola mata tanpa akomodasi tidak jatuh tepat pada retina sehingga bayangan yang diterima menjadi kabur. Kondisi ini merupakan hal yang sering dijumpai pada anak. Kelainan refraksi yang dapat menimbulkan masalah bagi penglihatan adalah hipermetropia tinggi, miopia senang hingga tinggi, astigmatisma sedang hingga tinggi serta anisometropia. Diperkirakan 5% - 7% anak usia sekolah mengalami masalah pada penglihatan sehubungan dengan kelainan refraksi. Distribusi kelainan refraksi mengalami perubahan sesuai usia. Bayi baru lahir pada umumnya memiliki hipermetropia 4.00D, meningkat perlahan pada bulan- bulan pertama dan akan mengalami penurunan rata-rata sebesar 1.00D pada tahun berikutnya. Kurang dari 5% bayi usia 1tahun yang memiliki kelainan refraksi lebih dari 4.00D. Perubahan menuju emetropia merupakan proses kompleks yang melibatkan perubahan komponen refraksi antara lain perubahan pada lensa mata. Rangsangan visual berperan penting pada proses tersebut. Miopia pada umumnya didapatkan pada usia 6 hingga 12 tahun dengan progresivitas rata-rata sebesar 0.5 D setiap tahun yang bervariasi sesuai usia dan etnis . Astigmatisma pada anak umumnya mempunyai aksis vertikal atau with the rule sedangkan pada dewasa lebih sering dijumpai axis horizontal atau against the rule . Dengan bertambahnya usia, anak dengan kelainan refraksi yang signifikan mempunyai risiko mengalami perubahan patologis. Penderita miopia tinggi berisiko terjadinya pemanjangan bola mata secara progresif disertai penipisan retina , degenerasi retina perifer serta ablasio retina. Selain itu didapatkan peningkatan risiko terjadinya katarak serta glaukoma. Pada hipermetropia terjadi peningkatan risiko terjadinya glaukoma sudut tertutup primer. Tujuan utama penanganan kelainan refraksi adalah untuk perbaikan tajam penglihatan, fungsi penglihatan serta perbaikan penglihatan binokuler. Selain itu penanganan ditujukan untuk mencegah progresivitas kelainan refraksi terutama miopia, namun penelitian hingga saat ini belum menghasilkan rekomendasi untuk tindakan intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah progresivitas kelainan refraksi. 2. METODE DIAGNOSIS 2.1. Klasifikasi 2.1.1 Miopia Miopia adalah aberasi optik dimana mata mempunyai kekuatan refraksi yang tinggi atau mempunyai aksis visual panjang sehingga sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata tanpa akomodasi jatuh di satu titik di depan retina. Penderita miopia mempunyai titik dekat dimana obyek yang menjadi pusat perhatian akan tampak jelas walaupun tanpa koreksi lensa. Sebagai contoh seseorang dengan miopia 2.00D akan melihat jelas obyek yang terletak 50 sentimeter di depan mata. 4 Gambar 1. Miopia Pada miopia sinar sejajar jatuh pada satu titik di depan retina. Dikoreski dengan pemberian lensa sferis negatip 2.1.2 Hipermetropia Hipermetropia adalah aberasi optik dimana kekuatan refraksi lemah atau aksis visual pendek sehingga sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata tanpa akomodasi jatuh di satu titik di belakang retina. Gambar 2. Hipermetropia.Pada hipermetropia sinar sejajar jatuh pada satu titik di belakang retina. Dikoreksi dengan pemberian lensa sferis positip 2.1.3 Astigmatisma Astigmatisma merupakan bentuk lain aberasi kromatik dimana sinar yang masuk ke dalam bola mata tidak dibiaskan pada satu titik sehingga didapatkan dua meridian utama yaitu meridian vertikal dan horizontal. Faktor penyebab astigmatisma yaitu faktor kornea yang 5 merupakan faktor tersering, faktor lensa, serta faktor retina. Berdasarkan aksis meridian utama astigmatisma terbagi atas dua tipe yaitu astigmatisma regular dimana kedua meridian utama saling tegak lurus dan astigmatisma irregular dimana kedua meridian utama tidak saling tegak lurus. Astigmatisma regular terbagi menjadi with the rule yaitu apabila meridian vertikal adalah steepest dan against the rule yaitu apabila meridian horizontal adalah steepest. Pada anak tipe tersering adalah astigmatisma with the rule 2.2 Tajam Penglihatan Pemilihan jenis pemeriksaan tajam penglihatan pada anak termasuk di dalamnya identifikasi optotip huruf, angka dan simbol adalah sangat penting untuk menentukan tajam penglihatan serta ada atau tidaknya ambliopia. Optotipe dapat ditampilkan di kartu pada dinding ruang pemeriksaan, layar elektronik maupun kartu yang dipegang oleh pemeriksa. Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada jarak jauh ( 6 meter) dan jarak dekat (35 sentimeter). Kondisi serta cara pemeriksaan tajam penglihatan harus standar agar hasil yang didapatkan pada pemeriksaan serial dapat dibandingkan. Sebaiknya digunakan kartu pemeriksaan high- contrast dengan optotipe hitam pada latar belakang putih. Hasil pemeriksaan sangat dipengaruhi oleh pemilihan alat pemeriksaan serta keterampilan pemeriksa. Untuk mengurangi kesalahan dibutuhkan lingkungan pemeriksaan yang tenang. Pada usia yang lebih kecil dapat dilakukan pengenalan dini optotipe yang ditampilkan dalam jarak dekat dan dilakukan pada awal dimulainya pemeriksaan. Sebelum dilakukan pemeriksaan secara bergantian pada satu mata, pemeriksa harus yakin bahwa anak mampu untuk melakukannya. Pemeriksaan dengan cara mencocokkan optotipe pada dinding dengan optotipe di tangan dapat sangat membantu terutama pada anak usia dini serta anak dengan penurunan fungsi kognitif. Pemeriksaan tajam penglihatan sedapat mungkin dilakukan pada satu mata bergantian dengan menutup satu mata dengan okluder. Pemeriksaan monokular pada nistagmus membutuhkan tehnik khusus yaitu mengaburkan mata jiran dengan lensa plus atau okluder translusen dan tidak menggunakan opaque occluder. Pemilihan optotipe sangat berpengaruh terhadap hasil tajam penglihatan yang diperoleh. World Health Organization (WHO) mengeluarkan rekomendasi tentang pemilihan optotip serta susunannya pada kartu pemeriksaan tajam penglihatan. Optotip harus jelas, mempunyai karakteristik yang sama dan tidak menyebabkan bias. Setiap baris terdiri dari lima optotip. Jarak antar optotipe harus proporsional: jarak horizontal sama dengan ukuran optotip dan jarak vertikal sama dengan tinggi optotip pada baris di bawahnya. Optotip ditampilkan dalam satuan logMAR. Susunan tersebut membentuk pola piramida terbalik. LEA Symbols yang terdiri dari empat simbol optotip baik untuk digunakan pada usia dini. Masing-masing optotipe pada LEA Symbols memiliki kekaburan yang sama pada saat 6 ditampilkan simbol yang lebih kecil, memastikan bahwa simbol yang masih dapat dikenali mencerminkan tajam penglihatan yang sebenarnya. Cara lain adalah menggunakan kartu yang hanya berisi huruf H,O,T dan V. Anak yang belum dapat mengenali simbol pada LEA Symbols maupun huruf pada kartu HOTV dapat mencocokkan simbol serta huruf tersebut dengan simbol serta huruf yang dipegang. Penggunaan kartu simbol yang lain memiliki keterbatasan dalam pemeriksaan tajam penglihatan oleh karena optotipe tersebut tidak standar dan/atau dapat menimbulkan bias kultural. Pada anak yang lebih besar dapat digunakan LEAnumbers dan kartu Snellen, namun kartu Snellen tidak terlalu disarankan karena berbagai keterbatasan. Gambar 3. Visual Acuity Testing Chart Gambar Rekomendasi WHO Keterangan LEA Symbols Ya Gambar Rekomendasi WHO 7 Keterbacaan setara Piramida terbalik dengan lima optotip setiap baris Jarak antar proporsional Satuan log MAR Keterangan optotip HOTV Ya Gambar Keterbacaan setara Piramida terbalik dengan lima optotip setiap baris Jarak antar proporsional Satuan log MAR Rekomendasi WHO/NAS optotip Keterangan Snellen Letters Tidak Keterbacaan tidak setara Jumlah optotipe setiap baris bervariasi Jarak antar optotipe tidak proporsional REKOMENDASI Satuan tidak standar Pemilihan dan pengaturan optotip (huruf, angka, simbol) pada kartu pemeriksaan berpengaruh secara signifkan pada hasil pemeriksan tajam penglihatan. Digunakan optotip yang telah distandardisasi dan divalidasi (strong recommendation, good evidence) Pada amblyopia pemeriksan tajam penglihatan dengan optotipe tunggal dapat menyebabkan overestimate tajam penglihatan oleh karena adanya crowding phenomenon. Pada ambliopia 8 lebih mudah untuk mengidentifikasi optotipe tunggal dibandingkan dengan optotipe yang tersusun dalam satu baris. Oleh karena itu pada ambliopia hasil yang lebih akurat didapat dengan pemeriksaan menggunakan optotipe baris. REKOMENDASI Pemeriksaan tajam penglihatan menggunakan optotipe tunggal menyebabkan overestimate pada ambliopia. Hasil yang lebih akurat didapatkan dengan penggunaan optotipe baris atau optotipe tunggal dengan crowding bars yang mengelilingi optotipe yang hendak diidentifikasi (strong recommendation, good evidence) 2.3 Retinoskopi Sikloplegik Penentuan kelainan refraksi sangat penting dalam diagnosis dan penatalaksanaan ambliopia serta strabismus. Dilakukan refraksi sikloplegik dengan retinoskopi dan penyesuaian secara subyektif bila memungkinkan. Pemeriksaan retinoskopi yang akurat membutuhkan sikloplegia adekuat olehkarena daya akomodasi yang kuat pada anak. Cyclopentolate hydrochloride memiliki daya sikloplegia yang cepat dengan kekuatan hampir menyamai atropine 1% namun dengan masa kerja lebih singkat.. Tropicamide 0.5% - 1% serta phenylephrine 2.5% mempunyai efek dilatasi pupil yang adekuat namun tidak memiliki efek sikloplegik yang cukup kuat. Kombinasi cyclopentolate 0.2% and phenylephrine 1% efektif dan aman bagi bayi dan anak. 3. PENATALAKSANAAN Kelainan refraksi terbagi atas kelainan refraksi ringan hingga sedang dan kelainan refraksi berat. Kelainan refraksi ringan hingga sedang yaitu yaitu apabila didapatkan miopia kurang dari 6.00D, hipermetropia kurang dari 3.00D serta astigmatisma kurang dari 3.00D. Kelainan refraksi berat yaitu apabila didapatkan miopa 6.00D atau lebih besar , hipermetropia 3.00D atau lebih besar serta astigmatisma 3.00D atau lebih besar. Koreksi kelainan refraksi bertujuan untuk meningkatkan tajam penglihatan, memperbaiki binokularitas dan kesejajaran bola mata serta mengurangi astenopia. Selain itu koreksi kelainan refraksi berperan penting dalam penanganan ambliopia. Banyak hal harus dipertimbangkan dalam melakukan penatalaksanaan kelainan refraksi pada anak. Status refraksi pada anak mengalami perubahan sesuai dengan 9 bertambahnya usia. Pada bayi umumnya didapatkan hipermetropia 4 D dan astigmatisma kurang dari 2D, yang akan berkurang dengan bertambahnya usia dan emetropisasi. Anak usia kurang dari dua tahun belum membutuhkan penglihatan jauh sehingga miopia ringan tidak memerlukan koreksi. Koreksi hipermetropia dilakukan lebih dini oleh karena risiko ambliopia lebih besar dibandingkan miopia. Ada atau tidaknya anisometropia perlu dipertimbangkan oleh karena anisometropia juga merupakan factor ambliogenik. Akomodasi pada anak sangat kuat sehingga harus selalu dilakukan refraksi sikloplegik. Dapat disimpulkan bahwa emetropisasi, kebutuhan tajam penglihatan sesuai usia, adanya ambliopia, strabismus, jenis dan besarnya kelainan refraksi serta faktor akomodasi yang kuat merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam penatalaksanaan kelainan refraksi pada anak. Pada hipermetropia walaupun anak memiliki daya akomodasi kuat namun hipermetropia lebih besar dari 5.00 D sulit untuk diatasi dan menyebabkan asthenopia oleh karena pada kegiatan jarak dekat akan dibutuhkan akomodasi sebesar 8.00 D Ambliopia dan esotropia akomodatif merupakan penyulit yang dapat terjadi pada hipermetropia yang tidak dikoreksi. Apabila tidak didapatkan esotropia dapat diberikan underkoreksi sebesar 0.75 D sehingga memberi kesempatan mata untuk tetap dapat berakomodasi. Pada hipermetropia yang disertai esotropia dilakukan koreksi penuh sesuai hasil refraksi sikloplegik yang didapat. Pada miopia kurang dari 3.00D risiko ambliopia adalah kecil oleh karena penglihatan jarak dekat tetap baik. Pada keadaan ini saat terbaik koreksi miopia adalah pada usia prasekolah (3-5 tahun) oleh karena mulai diperlukan penglihatan jarak jauh. Koreksi pada miopia dapat dilakukan lebih dini apabila didapatkan miopia yang lebih tinggi (3.00D-5.00 D). Diberikan koreksi miopia terkecil yang memberikan tajam penglihatan terbaik. Pemberian overminus harus dihindari. Pada miopia yang disertai eksotropia intermitten dilakukan koreksi penuh sesuai kelainan refraksi yang didapatkan intuk menginduksi konvergensi dan mengatasi eksotropia. Astigmatisma tidak dapat diatasi oleh akomodasi sehingga astigmatisma 1.50D2.00D telah dapat menyebabkan ambliopia dan memerlukan koreksi. Anak-anak lebih mudah beradaptasi dengan koreksi lensa silindris dibandingkan dewasa, dan tidak diperlikan pemberian underkoreksi Hipermetropia anisometropia lebih bersifat ambliogenik dibandingkan miopia anisometropia. Pada anisometropia dilakukan koreksi apabila didapatkan hipermetropia dengan perbedan lebih dari 1.50 D, miopia lebih dari 3.00D serta astigmatisma lebih dari 1.50 D. REKOMENDASI Koreksi refraksi pada anak seharusnya diberikan sesuai guideline (Discretionary recommendation, insufficient evidence) 10 Tabel 1. Guidelines for refractive correction in infants and young children 4. SIMPULAN DAN REKOMENDASI REKOMENDASI Pemilihan dan pengaturan optotip (huruf, angka, simbol) pada kartu pemeriksaan berpengaruh secara signifkan pada hasil pemeriksan tajam penglihatan. Digunakan optotip yang telah distandardisasi dan divalidasi (strong recommendation, good evidence) REKOMENDASI Pemeriksaan tajam penglihatan menggunakan optotipe tunggal menyebabkan overestimate pada ambliopia. Hasil yang lebih akurat didapatkan dengan penggunaan optotipe baris atau optotipe tunggal dengan crowding bars yang mengelilingi optotipe yang hendak diidentifikasi (strong recommendation, good evidence) REKOMENDASI Koreksi refraksi pada anak seharusnya diberikan sesuai guideline (Discretionary recommendation, insufficient evidence) 11 REFERENSI Sainani, A. Special considerations for prescription of glasses in children. Journal of Clinical ophthalmology & research , 2013 (1);169-173 Pediatric Eye Evaluations PPP - 2012 ,AAO Pediatric Ophthalmology/Strabismus Hoskins Center for Quality Eye Care , Comprehensive Ophthalmology, 2012 Refractive Error & Refractive Surgery PPP - 2013,AAO Refractive Management and Intervention, Hoskins Center for Quality Eye Care, 2013 ,. 12