MARKETING COMMUNICATION "Cara Mengukur Efektivitas Marketing Communication" Oleh : Danny Marcheta Alfitrada 105020207111068 KELAS BC Dosen : Nanang Suryadi, SE, MM TUGAS 2 Beberapa perusahaan memiliki metode dan batasan batasan yang berbeda dalam melakukan pengukuran efektivitas.perbedaan pada batasan batasan ini sangat ditentukan oleh ukuran perusahaan, kemampuan perusahaan dan metode pemasaran yang digunakan oleh perusahaan tersebut. ada 5 faktor yang bisa mengarahkan tingkat efektivitasan pemasaran yang bisa dicapai oleh pemasar diantaranya : 1. Strategi Pemasaran Peningkatan efektivitas pemasaran bisa dicapai dengan menggunakan strategi pemasaran yang mutakhir. Dengan menempatkan produk atau brand dengan tepat, produk/brand tersebut bisa lebih berhasil di pasar dibandingkan produk / layanan dari pesaing. Meskipun dengan menggunakan strategi yang paling bagus, tenaga pemasar harus menjalankan program mereka dengan benar untuk dapat mencapai hasil yang luar biasa. 2. Kreativitas pemasaran meskipun tanpa adanya perubahan strategi, kreativitas yang baik dapat meningkatkan hasil yang ada. Bahkan tanpa melakukan perubahan strategi 3. Menjalankan pemasaran pada tingkat pemasaran dengan berbagai level, tenaga pemasaran dapat meningkatkan usaha menjalankannya dengan membuat perubahan kecil di beberapa atau keseluruhan dari 4P ( (Product, Price, Place dan Promotion) (Marketing) tanpa melakukan perubahan terhadap posisi strategi atau pelaksana pemasaran kreatif dapat meningkatkan efektivitasnya dan memberikan peningkatan keuntungan. 4. Infrastruktur Pemasaran (juga dikenal sebagai Marketing Management) – meningkatkan bisnis pemasaran yang bisa menghasilkan peningkatan yang besar bagi perusahaan. Manajemen untuk setiap agensi, penentuan anggaran, motivasi, dan koordinasi aktivitas pemasaran dapat membawa kepada persaingan yang terus meningkat dan meningkatkan hasil yang ada. Akuntabilitas keseluruhan untuk pemimpin brand dan hasil bisnis seringkali tercermin dalam organisai di bawah sebuah judul departemen (Brand management). 5. Faktor-faktor Exogenous Secara umum, duluar kendali para pemasar, faktor-faktor eksternal atau exogenous juga berpengaruh terhadap bagaimana para pemasar dapat meningkatkan hasil mereka. Mendapatkan keuntungan dari musim, tingkat bunga atau peraturan pemerintah yang dapat membantu efektivitas pemasaran mereka . Beberapa perusahaan memiliki metode dan batasan-batasan yang berbeda dalam melakukan pengukuran. Efektivitas.perbedaan pada batasan batasan ini sangat dittentukan oleh ukuran perusahaan. Untuk mengukur efektivitas komunikasi pemasaran dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu : Business outcomes (Penjualan) Communication outcomes (Di luar Penjualan) Proses pengukuran yang paling sederhana adalah melalui business outcomes, yaitu dengan melihat tren penjualan dari perusahaan itu sendiri, di sana dapat dilihat peningkatan atau penurunan pembelian yang terjadi selama periode waktu tertentu saat program komunikasi pemsaran dijalankan. Namun, kita biasanya tidak dapat mengukur efektivitas komunikasi pemasaran dari penjualan saja. Sebab keseluruhan bauran pemasaran, memiliki pengaruh terhadap penjualan. Secara kuantitatif, pengukuran yang dapat dilakukan dalam menilai efektivitas komunikasi pemasaran: Efisiensi : Menghitung total biaya promosi dibagi seluruh unit yang terjual selama periode promosi Waktu eksekusi : Menghitung total waktu yang diperlukan mulai dari perencanaan program promosi sampai waktu eksekusi program tersebut. Expense : Menghitung semua biaya yang diperlukan untuk kegiatan promosi. Efektivitas : Menghitung jumlah unit yang terjual selama periode promosi berlangsung. communication outcomes atau secara nonsales adalah suatu ukuran komunikasi akan memperlihatkan target di luar penjualan. Artinya sasaran yang dituju adalah sebuah brand awareness, apakah pesan tersebut tersampaikan, sikap terhadap merek serta keinginan membeli adalah ukuran-ukuran komunikasi pemasaran pada umumnya. Artinya, objek yang dinilai di sini adalah apakah pemasar berhasil mengkomunikasikan pesan tertentu secara keseluruhan. Cara mengukur efektivitasan marketing communication juga bisa dengan menggunakan audit komunikasi. Konsep audit komunikasi sebagaimana ditawarkan Gerald Goldhaber adalah “pemeriksaan diagnosis yang dapat memberikan informasi dini untuk mencegah kehancuran dari kesehatan organisasi yang lebih besar” (Hardjana, 2000). Pemeriksaan diagnosis tersebut berupa kajian mendalam serta menyeluruh tentang sistem komunikasi keorganisasian yang terdiri dari dua bagian yang saling berkaitan, yakni komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Karena itu, di samping audit komunikasi internal organisasi, audit Public Relations juga menyangkut audit corporate image, yaitu mengetahui persepsi masyarakat terhadap kinerja dan personaliti organisasi atau perusahaan. Audit komunikasi pemasaran yang berkaitan dengan iklan (Advertising Audit) biasanya dilakukan sebelum (pretesting) dan sesudah (posttesting) peluncuran suatu iklan atau program komunikasi. Philip Kottler menyebutkan ada tiga metode yang dilakukan dalam pretesting. Direct rating method dilakukan dengan meminta konsumen menilai beberapa konsep iklan yang hendak ditayangkan. Penilaian tersebut didasarkan pada beberapa kategori yakni: kemampuan menarik perhatian (attention), kemenarikan informasi untuk dibaca-lanjut (read-through), kejernihan pesan untuk dipahami (cognitive), daya tarik emosional pesan (affective), dan ketertarikan untuk menindaklanjuti isi pesan (behaviour). Berikut ini skala pengukuran direct rating method. Metode lainnya selain audit komunikasi ialah Portfolio tests. Konsumen diminta menonton (TV Comm) atau mendengarkan (Radio Comm) iklan portofolio yang akan ditayangkan (biasanya masih dalam bentuk off-line) dengan frekuensi pemutaran yang sama pada setiap konsumen. Konsumen kemudian diminta untuk mengingat dan menceritakan jalan cerita iklan yang ditonton atau didengar dan diminta pula menyebutkan isi pesan iklan dan beberapa atribut penting yang terdapat pada iklan tersebut. Recall level akan menunjukkan kemampuan iklan untuk tampil optimal (stand out) serta menunjukkan seberapa kuat pesan yang diantarkannya, sehingga dapat dengan mudah dimengerti dan diingat oleh konsumen. Metode ketiga yakni Laboratory tests digunakan untuk mengukur reaksi psikologis konsumen atau khalayak –detak jantung, tekanan darah, gerakan pupil mata, gerak pernapasan—terhadap iklan. Dari tes ini akan diketahui tingkat kekuatan iklan dalam menarik perhatian. Secara umum, perusahaan mempunyai berbagai macam perbedaan dalam beroperasi dipasar domestik (home market) dan pasar luar negeri (foreign market) atau pasar internasional. Sebagian besar perbedaan tersebut berkaitan dengan faktor ekonomi, budaya, hukum, teknologi dan persaingan. Apabila perusahaan mampu mengenali dengan baik karakteristik kunci sebuah pasar domestik (seperti legilasi, media dan pesaing) dan karakteristik pasar internasional, maka tingkat kompleksitas dan ketidakpastian dapat dievaluasi. Manajemen perusahaan bisa saja sangat memahami cara berbisnis di pasar negaranya, namun pada pasar internasional perusahaan harus bisa beradaptasi dengan baik karena akan mengurangi tingkat pengendalian dan resiko semakin meningkat. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan dari sender ke receiver baik oleh individu ke individu lainnya atau organisasi dan dari organisasi ke organisasi lain atau ke individu yang dapat dilakukan melalui media pada saluran komunikasi dan komunikasi tertulis. Komunikasi pemasaran merepresentasikan kumpulan dari semua elemen sebuah merek, dalam marketing mix juga memfasilitasi untuk sasaran dari merek ke satu group pelanggan. Dan positioning merek membedakannya dengan merek pesaing serta menjadikan merek berarti (ini jadi poin perbedaan) bagi audiens sasaran merek. Bentuk-bentuk utama dari komunikasi pemasaran terdiri dari : 1. Personal Selling, yaitu komunikasi tenaga penjualan ke orang per orang dengan jalan menginformasikan, mendidik, dan mempengaruhi pembeli perspektif untuk membeli produk atau jasa perusahaan. 2. Advertising, meliputi komunikasi massal melalui koran, majalah, radio, televisi dan media lainnya (billboard, internet dan lain-lain). 3. Sales Promotions, meliputi semua kegiatan pemasaran yang merangsang pembelian atau penjualan umum sebuah produk secara cepat. 4. Sponsorship Marketing, adalah praktik dari promosi menarik pada sebuah perusahaan dan mereknya terkait dengan suatu even khusus. 5. Publicity, seperti advertising yang meliputi komunikasi non personal pada sebuah audience missal, tetapi tidak menyukai iklan dan perusahaan tidak membayar media untuk publisitas 6. Poin-of-purchase communication, meliputi display, poster, signs dan material lainnya yang didesain untuk mempengaruhi keputusan membeli. Sasaran dari usaha komunikasi pemasaran, 1. Supaya komunikasi lebih efektif dan efisien mencapai audiens sasaran. 2. Memenangkan persaingan 3. Dalam menghadapi tantangan perusahaan dapat meningkatkan sebuah strategi yang tercakup didalam komunikasi pemasaran terpadu. Terdapat sejumlah variabel yang bisa mempengaruhi efektivitas komunikasi pemasaran lintas negara. Beberapa di antara variabel tersebut dapat dikendalikan oleh manajemen lokal atau manajemen kantor pusat. Meskipun demikian, banyak di antaranya yang justru tidak bisa dikendalikan dan harus dipertimbangkan secara cermat sebelum melakukan komunikasi pemasaran. Dua variabel yang memberikan dampak langsung pada organisasi dan aktivitas komunikasinya adalah budaya dan media. 1. Budaya Budaya berperan penting dalam memberikan identitas dan pedomen bagi setiap individu mengenai perilaku yang bisa diterima dan yang tidak bisa diterima. Budaya diperoleh melalui pembelajaran. Bila budaya bersifat 100% bawaan atau hanya karena insting, maka setiap orang akan berperilaku sama. Orang di berbagai belahan dunia tidak berperilaku secara seragam dan perilakunya tidak bisa diprediksi secara akurat. Oleh sebab itu, terdapat keaneka ragam budaya yang masing-masing memilki batas-batas tertentu. Batas-batas tersebut tidak brsifat kaku, namun bisa berubah seiring dengan adaptasi dengan adaptasi dan penyesuaian yang dilakukan para anggota masyarakat terhadap teknologi baru, kebijakan pemerintah, perubahan nilai, dan demografis. Budaya diturunkan dari generasi ke generasi. Proses ini berlangsung melalui keluarga, agama, pendidikan, dan media. Saluran perilaku dan keyakinan sosial ini berperan besar dalam memberikan konsisitensi, stabilitas dan arah. Selain itu, budaya memiliki berbagai aspek. Aspek-aspek yang berkaitan langsung dengan komunikasi pemasaran antara lain, nilai dan keyakinan yang mencerminkan inti budaya menurut Hofstede berhubungan dengan : a. Simbol, seperti bahasa dan estetika Bahasa, baik dalam bentuk tertulis maupun lisan, memungkinkan anggota masyarakat untuk melakukan dialog dan bertukar pikiran. Estetika, dalam bentuk desain dan warna, membentuk bagian intergral dari pengemasan, promosi penjualan, dan periklanan. Setiap orang yang terlibat dalam personal selling harus mencermati dampak simbolis dari kode etik berbusana secara formal dan informal, dampak penampilan secara keseluruhan dan dampak bahasa syarat atau gerak tubuh (misalnya saat menyapa atau meninggalkan orang lain) terhadap setiap individu dengan berbagai latar belakang budaya. Pengiklan harus berhati-hati supaya tidak meyalahi kode estetika budaya tertentu saat merancang visualisasi iklan atau menerjemahkan copy iklan ke dalam bahasa setemapat. Sebagai ilustrasi, aspek warna kadangkala sensitif dalam budaya-budaya tertentu. Misalnya, bunga warna ungu melambangkan kematian dan kesedihan di Brazil; bakung putih berkonotasi sama di Kanada, Inggris, dan Swedia; bunga bakung putih dan kuning di Taiwan;dan bunga bakung kuning di Meksiko. Bunga warna kuning melambangkan ketidaksetiaan di Perancis dan sikap tidak sopan terhadap wanita di mantan Uni Soviet. b. institusi dan kelompok, seperti keluarga, rekan kerja, pendidikan, media, dan agama Berbagai institusi yang membantu pembentukan struktur masyarakat dan budaya tertentu memberikan wahana komunikasi dan pelestarian budaya. Kelompok memberikan mekanisme berlangsungnya proses sosialisasi dan diantara kelompok, keluarga memainkan peranan penting. Bentuk keluarga berbeda antar budaya, contoh : unit keluarga tradisional di negara Barat semakin berkurang dan jumlah keluarga single-parent berkembang pesat. Sementara itu, extended family, dengan beberapa generasi yang tinggal bersama, tetap menjadi bagian sentral dalam masyarakat di berbagai negara berkembang. Pesan-pesan komunikasi pemasaran harus mencerminkan karakteristik seperti ini. Dampak penting dari berbagai pengambilan keputusan harus dipahami, dengan gagasan yang kreatif, up-to-date dan sensitif terhadap unit keluarga. Sebagai contoh, Johnson & Johnson pernah melakukan kesalahan sewaktu merancang iklan global dalam memperkenalkan salah satu produk barunya dengan iklan yang menggambarkan seorang ibu dengan bayinya yang baru lahir di rumah sakit. Dilihat dari segi konten, tidak ada yang salah dengan iklan tersebut. Namun, jika dtinjau dari aspek sensitivitas budaya, barulah kelihatan bahwa iklan tersebut ‘bermasalah’ di Eropa Timur’. Mengapa demikian? Para ibu di Eropa Timur melahirkan di rumah dan hanya datang ke rumah sakit jika ada masalah serius pada sang ibu atau bayinya. Mengasosiasikan produk baru dengan budaya yang tidak universal bukanlah strategi yang pantas diterapkan dalam pasar pemasaran internasional. Akhirnya iklan Johnson & Johnson tersebut ditarik sebelum ditayangkan secara luas di Polandia. Selain keluarga, beberapa aspek lainnya (seperti institusi kerja, pandidikan dan agama) juga berbeda antar budaya. Pola kerja, misalnya, berbeda antar kawasan. Tidak semua budaya melakukan aktivitas kerja dari pukul 9 pagi hingga 5 sore selama 5 hati seminggu. Di beberapa negara di kawasan Asia Pasifik, bekerja 6 hari seminggu merupakan norma yang berlaku umum. Tingkat melek huruf sangat berpengaruh terhadap kemampuan target khalayak untuk memahami pesan komunikasi pemasaran. Keseimbangan antara komponen visual dan non-visual dalam pesan dan kompleksitas relatif pesan harus dipertimbangkan sesuai dengan tingkat pendidikan di negara atau kawasan regional yang dimasuki. Sebaliknya, sebagian audiens di negara maju justru memiliki tingkat pemahaman iklan yang sangat tinggi. Makna yang diberikan pada pesan pemasaran merupakan cerminan dari sejauh mana individu memahami pesan komersial dan apa yang ingin dicapai sumber pesan. Level interaksi yang tinggi dengan pesan pemasaran ini (disebut pula advertising literacy) mengindikasikan bahwa pengiklan harus menciptakan dialog dengan para audiensnya yang mencerminkan kemampuan pemrosesan kognitif audiens dan tidak berusaha menipu atau memberikan informasi yang keliru. c. nilai-nilai. Salah satu riset yang paling berpengaruh dalam literatur pemasaran global menyangkut aspek budaya adalah penelitian yang dilakukan Hofstede (1985, 1990). Penelitian Hofstede berhasil mengidentifikasi beberapa dimensi budaya. Dimensi pertama berkaitan dengan dimensi individul is/kolektivis. Budaya individualis menekankan tujuan pribadi dan keinginan untuk diberdayakan, berkembang dan menjadi pemimpin yang baik, sedangkan budaya kolektivis mengutamakan keanggotaan dan partisipasi kelompok yang baik. Konsekuensinya, timbul masalah manakala komunikasi di antara kedua jenis budaya tersebut memiliki makna yang diartikan sesuai dengan konteks yang berbeda. Ada baiknya strategi komunikasi adaptasi diterapkan untuk menghindari kesalahpahaman dan kerancuan makna. Selain itu, pemahaman atas pesan komunikasi akan semakin kompleks karena adanya konteks bahasa. Dalam bahasa konteks tinggi, informasi disampaikan melalui siapa yang berbicara dan juga perilaku individu bersangkutan. Konten bersifat implisit, tidak perlu dikemukakan semuanya, dan disimpulkan sendiri oleh penerima pesan. Hal seperi ini tidak terjadi pada bahasa konteks rendah, di mana informasi harus disampaikan secara rinci agar tidak terjadi kesalahpahaman. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika komunikasi pemasaran berlangsung di antara kedua konteks bahasa ini, komunikator yang tidak berpengalaman akan merasa ‘terganggu’ karena pendekatan blak-blakan di negara berkonteks rendah (seperti Jerman atau Perancis) atau ‘terkecoh’ oleh minimnya informasi yang diberikan di negara berkonteks tinggi (seperti Jepang atau negara Asia lainnya). Dimensi budaya berikutnya berkaitan dengan peranan wewenang dalam masyarakat. Dalam high-power-distance cultures, wewenang sangat penting dan menentukan sebagian besar keputusan yang dibuat. Sebaliknya, dalam low-power-distance-cultures, orang lebih suka menggunakan pemrosesan kognitif dan membuat keputusan beralasan (masuk akal) berdasarkan informasi yang tersedia. Implikasnya, saran dan rekomendasi yang jelas dan spesifik dari para pakar harus diberikan pada high-power-distance cultures, sementara penyediaan informasi harus menjadi sasaran komunikasi pemasaran pada low-power-distance-cultures. Orang cenderung tidak tenang dalam menghadapi situasi ketidakpastian oleh sebab itu biasanya mereka menghindari situasi tersebut. Budaya yang lebih tergantung pada aturan formal dinilai memiliki tingkat uncertainty avoidance yang tinggi. Masyarakat dalam budaya semacam ini membutuhkan nasehat seorang ahli, sehingga komunikasi pemasaran yang mencerminkan sifat logis dan jelas, serta menyediakan informasi langsung dan tidak mendua akan memiliki peluang sukses lebih besar. Ditinjau dari perspektif adaptasi/standarisasi, informasi di atas sangat bermanfaat dalam menentukan bentuk pesan iklan yang paling efektif. Zandpour dan Harich (1996) malakukan analisis dengan menggunakan dimensi budaya ini dan penilaian terhadap lingkungan industri periklanan di masing-masing negara. Hasil riset mereka menunjukkan bahwa sejumlah negara lebih receptive terhadap pesan-pesan yang memiliki daya tarik informasi yang bersifat logis dan rasional, sementara negara lainnya lebih receptive terhadap daya tarik psikologis dan dramatis. 2. Media Perkembangan teknologi berdampak besar pada bentuk dan jenis media yang bisa diakses audiens. Namun, ketersediaan media tidak sama antar negara dan rentang serta tipe media juga bervariasi antar negara. Perkembangan media dipengaruhi oleh perubahan struktural dan regulasi menyangkut industri media di setiap negara. Banyak organisasi (media dan agen) berusaha tumbuh melalui deversifikasi dan pengembangan jaringan internasional (pertumbuhan organik dan aliansi). Ada kecenderungan terjadi peningkatan konsentrasi kepemilikan dan pengendalian terhadap sebagian besar industri media oleh sejumlah kecil organisasi atau individu. Contohnya, Rupert Murdoch, Ted Turner, Time-Warner, Bertelsmann, dan Silvio Berlusconi kini memiliki saham yang sangat besar pada media internasional. Salah satu penyebab terjadinya konsentrasi kepemilikan ini adalah keputusan pemerintah di berbagai negara untuk menderegulasi media dan menjalin relasi dagang baru. Implikasinya, jaringan media seperti ini (televisi, koran, majalah, TV kabel, satelit, film, penerbitan, periklanan, bioskop, ritel dan rekaman) menciptakan peluang bagi para pemasang iklan untuk memakai jasa satu penyedia media saja yang kemudian akan menyediakan akses ke jaringan media globalnya. Fasilitas yang di kenal pula dengan istilah ‘one-stop-shopping’ kini telah berkembang pesat ke seluruh dunia. Beberapa trend yang ditemui dalam perkembangan media global, yaitu : 1. Belanja iklan untuk media elektronik berkembang pesat dan bahkan ‘menyedot’ sebagian anggaran belanja media cetak. 2. Belanja iklan untuk surat kabar diseluruh dunia mengalami penurunan yang signifikan. 3. Jumlah majalah umum berkurang dan sebaliknya, jumlah majalah spesifik (specialist interest magazines) berkembang pesat. 4. Pertumbuhan fasilitas satelit memfasilitasi perkembangan jaringan televisi dan TV kabel. 5. Pemrograman dan distribusi televisi semakin hari semakin penting. 6. Media diluar rumah, khusus media diluar gedung dan media alternatif baru mengalami pertumbuhan yang signifikan. 7. Webvertising (iklan di internet, baik di portal, fasilitas email, chatting, maupun situs spesifik) mengalami perkembangan dramatis, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Sumber : http://www.scribd.com/doc/86177662/Cara-Mengukur-Efektivitas-Marketing-Communication http://ahlimanajemenpemasaran.com/2011/05/mengukur-efektivitas-program-pemasaran/ http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/category/metode-riset-komunikasi/ Cateora Philip R, Graham John L. 2007.Pemasaran Internasional, Edisi 13. Jakarta : Salemba Empat, Link tugas : http://markom.lecture.ub.ac.id http://nanangsuryadi.lecture.ub.ac.id