193 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis serta pembahasan dalam bab terdahulu, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. KPPU memiliki kewenangan untuk menetapkan telah terjadi kerugian di pihak masyarakat (termasuk konsumen didalamnya) yang secara otomatis akan memunculkan kewenangan KPPU lainnya untuk menetapkan pembayaran ganti rugi sebagai bagian dari sanksi administratif. Pembayaran ganti rugi terhadap kerugian yang diderita masyarakat (termasuk konsumen didalamnya dapat dibayarkan kepada negara sebagai representasi masyarakat) karena KPPU bukan merupakan lembaga peradilan khusus persaingan usaha yang berwenang menjatuhkan hukuman ganti rugi sebagaimana dalam perkara perdata, melainkan merupakan lembaga pengawas persaingan usaha yang hanya berwenang menjatuhkan sanksi administratif. Pembayaran ganti rugi kepada negara juga didasarkan argumentasi bahwa kerugian masyarakat (konsumen) dalam hukum persaingan usaha memiliki perspektif yang berbeda dengan kerugian konsumen menurut perspektif hukum perlindungan konsumen. 2. Putusan KPPU tidak efektif sebagai dasar gugatan perwakilan kelompok (class action) karena sesuai prosedur beracara dalam gugatan perwakilan kelompok (class action) yang diatur dalam Perma No. 1/2002 terlebih dahulu dalam tahap sertifikasi harus diuji apakah gugatan tersebut layak menggunakan mekanisme gugatan perwakilan kelompok (class action), termasuk di dalamnya kelayakan individu yang bertindak sebagai wakil 194 kelompok (class representative) dalam gugatan class action tersebut. Apabila dalam tahap sertifikasi pengadilan mengeluarkan putusan sela yang menyatakan tidak sah penggunaan mekanisme gugatan perwakilan kelompok (class action) maka putusan KPPU yang menetapkan telah terjadi kerugian masyarakat (konsumen) tidak berarti apapun bagi pelaku usaha pelanggar persaingan usaha. 3. Terdapat beberapa faktor yang menjadi hambatan yuridis dalam pemeriksaan perkara gugatan perwakilan kelompok (class action) di Pengadilan yang menyebabkan gugatan perwakilan kelompok (class action) yang didasarkan pada putusan KPPU tidak efektif, yaitu : a. Putusan KPPU belum bersifat final. Setelah adanya putusan KPPU yang menetapkan terjadinya kerugian konsumen dalam perkara persaingan usaha yang ditanganinya, konsumen tidak dapat segera mengajukan gugatan class action berdasarkan putusan KPPU tersebut ke pengadilan, namun harus terlebih dahulu menunggu hingga putusan KPPU tersebut berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) yang tentunya bila pelaku usaha menempuh upaya hukum keberatan dan kasasi (serta PK) akan memakan waktu yang tidak sebentar. Hal ini untuk memastikan kerugian konsumen yang ditetapkan oleh KPPU tersebut akan menjadi fakta hukum yang diperkuat oleh pengadilan dan Mahkamah Agung, dan bukan sebaliknya pengadilan dan Mahkamah Agung membantah pendapat KPPU mengenai kerugian konsumen tersebut. b. Tidak akan ada titik temu antara Penggugat (wakil kelompok/class representative) dan Tergugat (pelaku usaha) untuk mencari penyelesaian ganti rugi tersebut dalam proses mediasi di pengadilan. Hal ini dikarenakan mediasi dalam suatu perkara 195 class action dilakukan seperti dalam perkara perdata pada umumnya, yaitu di awal persidangan, namun dalam perkara class action mediasi di awal persidangan yang dilakukan sebelum adanya penetapan dalam tahap sertifikasi kelayakan gugatan perwakilan kelompok (class action) sehingga pihak Tergugat class action tidak mempunyai keyakinan berhadapan dengan pihak yang tepat atau tidak. c. Pembuktian nilai kerugian yang diderita masyarakat (konsumen) dalam gugatan perwakilan kelompok (class action) berdasarkan putusan KPPU yang menetapkan kerugian tidak berdasarkan kerugian aktual namun berdasarkan range nilai kerugian juga mempersulit penggugat class action dalam membuktikan kerugian sesungguhnya yang dialaminya. d. Adanya duplikasi gugatan perwakilan kelompok (class action) terhadap gugatan perwakilan kelompok (class action) lainnya yang sedang berjalan. B. Saran Setelah melakukan penelitian yang mendalam mengenai topik dalam tesis dan mengambil kesimpulan di atas, penulis menyarankan agar : 1. KPPU dapat menerbitkan Pedoman Pasal 36 huruf j UU No. 5 tahun 1999 mengenai kerugian di pihak masyarakat yang merupakan kerugian aktual. 2. KPPU mengeluarkan Pedoman Pasal 47 huruf f UU No. 55 tahun 1999 mengenai penetapan pembayaran ganti rugi atas kerugian yang terjadi di pihak masyarakat kepada negara. 196 3. KPPU agar dapat menjaga konsistensinya dalam memutus perkara persaingan usaha yang ditanganinya sesuai pedoman pasal UU No. 5 tahun 1999 yang dikeluarkannya sendiri. 4. Mahkamah Agung perlu melakukan sinkronisasi antara Perma No. 1/2002 dan Perma No. 1/2008. Penulis berpandangan masih banyak kekosongan hukum antara Perma No. 1/2002 dan Perma No. 1/2008. Kedua Perma tersebut sama-sama mengatur mengenai wilayah perkara perdata walau obyek yang diatur berbeda, namun Perma No. 1/2002 sama sekali tidak mengatur secara tegas mengenai kapan sertifikasi dan mediasi class action harus dilaksanakan. Demikian juga Perma No. 1/2008 sama sekali tidak membahas mengenai prosedural mediasi dalam perkara class action yang terdiri dari 2 (dua) tahap sehingga berbeda dengan mediasi perkara perdata pada umumnya. Oleh karena itu penulis berpandangan perlunya dilakukan sinkronisasi terhadap kedua Perma tersebut dengan melakukan revisi terhadap kedua Perma tersebut dengan mempertegas aturan mengenai kapan pelaksanaan sertifikasi dan mediasi class action. 5. Mahkamah Agung dapat mengeluarkan Peraturan MA mengenai duplikasi gugatan perwakilan kelompok (class action) atau setidak-tidaknya merevisi Perma No. 1/2002 dengan memasukkan ketentuan mengenai duplikasi gugatan perwakilan kelompok (class action).