BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Sumber Daya Manusia
Seperti ilmu-ilmu lain yang membahas perilaku manusia, secara
khusus pengertian manajemen sumberdaya manusia tidak mempunyai
definisi
yang
baku.
Hal
ini
disebabkan
karena
masing-masing
penulis buku mempunyai definisi yang berbeda sesuai dengan pemikiran
mereka.
Salah satu faktor keberhasilan suatu organisasi adalah tersedianya
sumberdaya manusia yang berkualitas. Selain itu untuk melaksanakan suatu
perusahaan yang baik perlu memahami manajemen yang berdaya guna dan
berhasil
guna
disertai
dengan
upaya
pengembangan
sumberdaya
manusianya. Pengembangan sumberdaya manusia menurut Panggabean
(2007:251) adalah sebagai berikut :
“MSDM adalah proses yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian,
pimpinan
dan
pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis
pekerjaan,
evaluasi
pekerjaan,
pengadaan, pengembngan, kompensasi, promosi dan pemutusan
hubungan
kerja
guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.
Mengenai pengertian ini banyak para ahli yang memberikan
pengertian manajemen sumberdaya manusia sebagai manajemen personalia,
namun pada dasarnya kedua pengertian tersebut mempunyai arti yang
hampir sama karena kedua-duanya sama-sama membahas mengenai masalah
tenaga kerja yang bekerja pada suatu organisasi.
9
Silalahi (2005 : 2), mengemukakan bahwa pemekaran potensi
tersebut seoptimal mungkin untuk kepentingan dan kebahagiaan manusia
itu sendiri. Sedangkan ilmu manajemen sumberdaya manusia adalah
pengelolaan potensi ini sesuai dengan kebutuhan manusia ke arah sasaran
dan hasil yang terlebih dahulu ditetapkan. Di sisi lain Silalahi (2005 : 230)
mendefinisikan bahwa manajemen adalah ilmu mengurus, proses yang
bertujuan kearah berbagai sasaran (ekonomi/non ekonomi) suatu badan
usaha melalui kegiatan-kegiatan orang lain dan peralatan.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat dikembangkan bahwa
penekanan sumberdaya manusia adalah pada masalah peningkatan
keterampilan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan tertentu. Dalam
mencapai taraf hidup yang baik seringkali sejalan dan searah dengan
peningkatan kemampuan sumberdaya manusianya.
Sumberdaya manusia dimulai dari lingkungan keluarga kemudian
berkembang dilingkungan pendidikan formal dan non formal yang akhirnya
dikembangkan dilingkungan masyarakat kemampuan kerja yang telah
dimiliki seseorang perlu ditingkatkan secara khusus agar mencapai hasil
terbaik, apabila telah mengaplikasikan kemampuan itu di masyarakat berarti
bahwa seseorang sudah mulai belajar serta mengamati pegawai yang
berpengalaman. Tahap ini merupakan tahap awal dimana seseorang mulai
bekerja dan berusaha agar dapat memberikan kinerja yang memuaskan.
Kinerja seorang pegawai yang baik akan mempengaruhi kondisi suatu
perusahaan. Sumberdaya manusia merupakan komponen yang perlu
10
ditingkatkan dalam mencapai tujuan yang diharapkan, untuk itu diperlukan
manajemen yang baik.
Menurut Siagian (2006 : 229) Manajemen sumberdaya manusia
adalah dimaksudkan untuk membina sumberdaya manusia, sehingga dapat
digunakan secara efektif dan efisien dalam mencapai sasaran perusahaan
mengacu kepada manajemen umum dan dalam mengatur sumberdaya
manusia tersebut. Menajemen sumberdaya manusia hendaknya selalu
menerapkan dasar yang merujuk kepada tercapainya tujuan perusahaan.
Prinsip utama dari manajemen adalah melihat efisiensi penggunaan
sumberdaya yang dihasilkan dalam bidang produksi seperti waktu, modal,
bahan-bahan dan tenaga kerja. Salah satu manajemen yang berperan penting
dalam suatu perusahaan adalah manajemen personalia dimana yang menjadi
penekanan penting adalah produktivitas pegawainya.
Hasibuan (2006:15-16) mengemukakan :
Manajemen adalah fungsi yang berhubungan dengan mewujudkan hasil
tertentu melalui kegiatan orang-orang lain. Hal ini berarti bahwa sumber
daya manusia berperan penting dan dominan dalam manajemen.
Manajemen sumberdaya manusia mengatur dan menetapkan program
kepegawaian yang mencakup masalah-masalah :
a. Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang efektif
sesuai dengan kebutuhan organisasi berdasarkan job description, job
specification, job requirement dan job evaluation.
b. Menetapkan penarikan, seleksi dan penempatan pegawai berdasarkan asas
the right man in the right place and the right man in the right job.
11
c. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa
yang akan datang.
d. Memperkirakan
keadaan
perekonomian
pada
umumnya
dan
perkembangan organisasi pada khususnya.
e. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan
pemberian balas jasa organisasi-organisasi sejenis.
f. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
g. Melaksanakan pendidikan dan latihan serta penilaian prestasi pegawai.
Menurut Tulus (2005 : 67), manajemen sumberdaya manusia adalah
perencanaan, penglembagaan, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan,
pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan
pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk membantu mencapai
tujuan lembaga, individu dan masyarakat”.
Dalam dimensi yang lebih luas, Flippo (2005 : 3) mengemukakan
bahwa manajemen sumberdaya manusia merupakan bagian dari manajemen
keorganisasian yang memfokuskan pada sumberdaya manusia. Adalah tugas
manajemen sumberdaya manusia untuk mengelola unsur manusia secara
baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas dari pekerjaannya. Dengan
demikian kita dapat mengelompokkan tugas manajemen sumberdaya
manusia atas dua fungsi, yaitu : fungsi manajerial dan fungsi operasional.
12
Fungsi manajerial :
1) Perencanaan
2) Pengorganisasian
3) Pengarahan
4) Pengendalian
Fungsi operasional :
1) Pengadaan
2) Pengembangan
3) Kompensasi
4) Pengintegrasian
5) Pemeliharaan
6) Pemutusan Hubungan Kerja
Berkait dengan dimensi pemaparan yang demikian itu As’ad (2006:
16) menyatakan bahwa manajemen kepegawaian bertugas melaksanakan
kegiatan-kegiatan,
yang
secara
garis
besar
telah
ditentukan
oleh
administrator dengan menitikberatkan pada usaha-usaha :
1. Mendapatkan tenaga-tenaga kerja yang profesional dan terampil serta
tahu, mau dan mampu bekerja menurut kebutuhan dan tuntutan
perusahaan.
2. Menggerakkan
perusahaan.
mereka
untuk
tercapainya
tujuan
dan
sasaran
13
3. Memelihara dan mengembangkan kecakapan dan kemampuan serta
profesionalisme pegawai untuk mendapatkan prestasi kerja yang sebaikbaiknya.
Dari pengertian-pengertian mengenai manajemen sumberdaya
manusia atau manajemen personalia maka dapat diambil kesimpulan bahwa
manajemen sumberdaya manusia adalah merupakan suatu ilmu dan seni
untuk melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi,
integrasi, pemeliharaan, dan keputusan hubungan tenaga kerja dengan
sumberdaya manusia untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang
sebesar-besarnya.
Fungsi Operasional MSDM
Fungsi operasional dalam Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan
basic (dasar) pelaksanaan proses MSDM yang efisien dan efektif dalam
pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. Fungsi operasional tersebut terbagi
5 ( lima ), secara singkat sebagai berikut:
1. Fungsi Pengadaan
adalah proses penarikan ,seleksi,penempatan,orientasi,dan induksi untuk
mendapatkan karyawan yang sesuai kebutuhan perusahaan.
2. Fungsi Pengembangan
adalah proses peningkatan ketrampilan teknis,teoritis,konseptual, dan
moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan latihan
14
yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini
maupun masa depan.
3. Fungsi Kompensasi
adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak lansung berbentuk uang
atau barang kepada karyawan sebagai imbal jasa (output) yang
diberikannya kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan
layak sesuai prestasi dan tanggung jawab karyawan tersebut.
4. Fungsi Pengintegrasian
adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan
kebutuhan karyawan, sehingga tercipta kerjasama yang serasi dan saling
menguntungkan. Dimana Pengintegrasian adalah hal yang penting dan
sulit dalam MSDM, karena 2 mempersatukan dua aspirasi/kepentingan
yang bertolak belakang antara karyawan dan perusahaan.
5. Fungsi Pemeliharaan
adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik,
mental dan loyalitas karyawan agar tercipta hubungan jangka panjang.
Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja).
Peran Strategik MSDM
Perubahan teknologi yang sangat cepat, memaksa organisasi untuk
menyesuaikan diri dengan lingkugnan usahanya. Perubahan tersebut telah
menggeser fungsi-fungsi manajeman sumber daya manusia yang selama ini
hanya dianggap sebagai kegiatan administrasi, yang berkaitan dengan
15
perekrutan pegawai staffing ,coordinating yang dilakukan oleh bagian
personalia saja.
Saat ini manajeman SDM berubah dan fungsi spesialisasi yang berdiri
sendiri menjadi fungsi yang terintegrasi dengan seluruh fungsi lainnya di
dalam organisasi, untuk bersama-sama mencapai sasaran yang sudah
ditetapkan serta memiliki fungsi perencanaan yang sangat strategik dalam
organisasi, dengan kata lain fungsi SDM lama menjadi lebih bersifat strategik.
Oleh karenanya manajemen SDM mempunyai kewajiban untuk :
memahami perubahan yang semakin komplek yang selalu terjadi di
lingkungan bisnis, harus mengantisipasi perubahan teknologi, dan memahami
dimensi internasional yang mulai memasuki bisnis akibat informasi yang
berkembang cepat. Perubahan paradigma dari manajemen SDM tersebut telah
memberikan fokus yang berbeda dalam melaksanakan fungsinya di dalam
organisasi.
Ada kecenderungan untuk mengakui pentingnya SDM dalam
organisasi dan pemusatan perhatian pada kontribusi fungsi SDM bagi
keberhasilan pencapaian tujuan strategi perusahaan. Hal ini dapat dilakukan
16
perusahaan dengan mengintegrasikan pembuatan keputusan strateginya
dengan fungsi-fungsi SDM maka akan semakin besar kesempatan untuk
memperoleh keberhasilan. Tingkat integrasi antara perencanaan strategis
dengan fungsi-fungsi SDM terwujud dalam empat macam hubungan :
6. Hubungan Administrasi
Disini manajer puncak dan manajer fungsional yuang lainnya menganggap
fungsi SDM relatif tidak penting dan memandang manusia bukan sebagai
keterbatasan maupun aset perusahaan dalam pengambilan keputusan
bisnis.
7. Hubungan Satu Arah
Terdapat hubugan skuensial antara perencanaan strategis dengan fungsifungsi SDM. Fungsi SDM merancang program dan sistem untuk
mendukung tujuan strategis perusahaan. Jadi SDM bereaksdi terhadap
inisiatif strategis tetapi tidak memiliki pengaruh, karena meskipun sudah
dianggap penting namun belum dianggap sebagai mitra bisnis yang
strategis.
8. Hubungan Dua Arah
Ditandai dengan hubungan resiprokal dan saling ketergantungan antara
perencanaan strategi dengan SDM. Fungsi SDM dipandang penting dan
dapat dipercaya. SDM berperan dalam penentuan arah strategis perusahaan
dan sudah dijadikan mitra strategis.
17
9. Hubungan Integratif
Ditandaioleh hubungan yang dinamis dan inter aktif antar fungsi-fungsi
SDM dan perencanaan strategis. Di sini manajer SDM dipandang sebagai
sebenar-benarnya mitra bisnis staregis dan dilibatkan dalam keputusan
strategis.
2.2
Kecerdasan Emosi
Banyak orang mengasumsikan bahwa kecerdasan adalah hal-hal
yang
berkaitan
dengan
intelegensia
seseorang
yang
menyangkut
kemampuannya untuk menghitung, menganalisa, dan mensintesa, dan lain
sebagainya. Namun, sebenarnya kecerdasan mempunyai makna luas yang
yang jika dimiliki oleh tiap individu, akan menjadikan individu tersebut
menjadi manusia utuh yang akan dapat menguasai dunia dengan segala
kecerdasannya.
Menurut Gardner (2005:44), seorang psikolog kognitif, menjelaskan
bahwa kecerdasan adalah pengetahuan atau kemampuan untuk mengemas
satu produk atau menggunakan suatu ketrampilan dalam cara yang dihargai
oleh budaya di mana Anda hidup. Maka dengan pendapat Gardner tersebut
memperlihatkan bahwa kecerdasan dapat dengan mudah ditempatkan
dimanapun untuk mengubah dunia.
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk
mendeteksi serta mengelola petunjuk – petunjuk dan informasi emosional.
Kecerdasan emosional (emotional intelligence) terdiri atas lima dimensi :
18
1. Kesadaran diri – sadar atas apa yang anda rasakan.
2. Manajemen diri – kemampuan mengelola emosi dan dorongan –
dorongan anda sendiri.
3. Motivasi diri – kemampuan bertahan dalam menghadapi kemunduruan
dan kegagalan.
4. Empati – kemampuan merasakan apa yang dirasakan orang lain.
5. Keterampilan social – kemampuan menangani emosi – emosi orang
lain.
Kerja emosional menimbulkan dilema bagi karyawan. Karyawan
harus memisahkan emosi menjadi yang dirasakan atau yang ditampilkan.
Emosi yang dirasaka (felt emotion) adalah emosi sebenarnya dari seorang
individu. Sebaliknya, emosi yang ditampilkan (displayed emotion) adalah
emosi yang diharuskan organisasi untuk ditampilkan oleh pekerja dan
dipandang sesuai dalam pekerjaan tertentu.
Macam-macam Kecerdasan
Ada tiga macam kecerdasan yaitu:
a)
Kecerdasan Intelegensia (Intelligence Quotient)
Kecerdasan intelegensia mencakup kemampuan analitis, rasional,
logis, kritis, akurat dalam menganalisa seuatu hal, dan argumentatif
dalam berbicara.
Orang-orang dengan kecerdasan ini sering kali lebih mengeksplor
kemampuan otak kiri dalam menyelesaikan masalah atau dalam
menghadapi masalah. Tidak sedikit orang-orang dengan IQ tinggi,
19
juga akan mempunyai motivasi dan dedikasi tinggi untuk
mengaktualisasikan dirinya.
b)
Kecerdasan Emosi (Emotional Quotient)
Kecerdasan emosional mengedepankan interaksi dengan orang lain
di lingkungan sekitar. Interaksi-interaksi yang sering terjadi antar
individu, membutuhkan suatu bentuk pengendalian diri agar dapat
mempertahankan keberadaan kita di lingkungan tersebut.
Kecerdasan emosional meliputi kemampuan untuk memahami diri
sendiri dan orang lain, memiliki empati terhadap orang lain,
memimpin atau meyakinkan,
memotivasi diri, dan mampu
mengelola dorongan-dorongan hati. Orang yang mempunyai
kecerdasan emosional dapat terlihat dalam kepribadiannya yang
sabar, ikhlas, tidak menonjolkan diri sendiri, tidak mudah
tersinggung, tidak mudah marah.
c)
Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient)
Kecerdasan spiritual mengedepankan hubungan dengan penciptanya.
Manifestasi dari kecerdasan spritual dapat dilihat dari ketaatannya
dalam menjalankan perintah Tuhan dengan beribadah, keteraturan
dalam menata kehidupan. Biasanya seseorang yang mempunyai
kecerdasan spritual yang baik, akan menampakkan suatu cerminan
dari kedalamannya untuk memahami diri dan Tuhannya dan
terekspos berupa kecerdasan emosional.
20
Teori Human Development
Dalam buku “Human Development”, definisi perkembangan
manusia adalah proses perubahan dan kemantapan/kematangan yang
dilalui
sepanjang
rentang
kehidupan
seseorang.
Tujuan
ilmu
perkembangan ini agar manusia lebih mengerti tentang dirinya.(Papalia et
al, 2007).
Perubahan dan kemantapan mencakup pada perkembangan fisik
yang meliputi pertumbuhan tubuh dan otak, sensori, ketrampilan,
kesehatan. Perkembangan kognitif yang meliputi belajar, perhatian,
memori, bahasa, berfikir, berargumen dan kreativitas. Perkembangan
psikososial yang meliputi emosi, kepribadian dan hubungan sosial. Tapi
tidak ada definisi yang baku dalam tahapan perkembangan ini, tergantung
pada konstruk sosial yang dianut di masing-masing negara atau budaya.
(Papalia et al, 2007).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Manusia
Perkembangan itu komplek, setiap individu dalam tahapan
perkembangan yang sama menunjukkan perbedaan, seperti ukuran tubuh,
keadaan emosi, intelegensi, dan sebagainya. Beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan menurut Papalia et al (2007) dalam buku
“Human Development” adalah:
a. Keturunan (nature), yaitu sifat bawaan dari orang tua biologis,
misalnya kecerdasan dan watak.
21
b. Lingkungan (nurture), yaitu tempat dan kondisi sosial di mana individu
tumbuh dan berkembang.
c. Kematangan, kesiapan individu untuk menguasai ketrampilan baru,
misalnya kematangan otak dan tubuh pada fase anak-anak awal,
sehinggga mempunyai kemampuan untuk berjalan dan berbicara.
Karakteristik diri dan pengalaman sangat berperan dalam beradaptasi
dengan lingkungan internal dan eksternal.
d. Keluarga (cara mendidik, perhatian dan memperlakukan anak)
e. Status sosial dan ekonomi (penghasilan, pendidikan, dan pekerjaan,
kemiskinan)
f. Budaya (adat, tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, bahasa, perilaku
modeling dari orang tua)
g. Ras/suku (leluhur, bangsa, agama, bahasa, yang membentuk identitas
diri). (Papalia, et al, 2007)
Pengaruh Normatif dan Non-normatif
Untuk mengerti kesamaan dan perbedaan di masa perkembangan,
kita harus melihat apakah tahap perkembangan tersebut dialami oleh
sebagian besar individu atau hanya individu tertentu.
Pengaruh normatif adalah pengalaman yang dialami oleh hampir
semua individu sepanjang rentang kehidupannya. Jadi mereka mengalami
pengalaman
yang
sama
sesuai
dengan
tahap
perkembangannya.
Pengalaman normatif seperti kematangan seksual yaitu pubertas dan
22
menopause, peran sosial yaitu dalam pendidikan, menikah, menjadi orang
tua dan pensiun. (Papalia et al, 2007)
Pengaruh non-normatif adalah peristiwa yang tidak biasa yang
dialami individu yang berdampak dalam kehidupan individu. Suatu
peristiwa yang terjadi pada suatu waktu di rentang kehidupan. Peristiwa
non-normatif seperti menikah di usia remaja, meninggal sewaktu kecil,
mengalami kecelakaan pesawat, memenangkan lotre.(Papalia et al, 2007)
Risk Factors dan Protective Factors
Dalam rentang kehidupan manusia terdapat hal-hal yang dapat
mendukung atau malah sebaiknya menggangu proses perkembangan
sesuai dengan tahapannya. Hal ini yang disebut risk factors dan protective
factors.
Risk
factors
adalah
kondisi-kondisi
yang
meningkatkan
kemungkinan perkembangan yang negatif, misalnya kurangnya akses
jaminan kesehatan, keluarga yang berantakan, dan tekanan dari orang lain
serta kemiskinan. (Papalia et al, 2007). Protective factors adalah segala
sesuatu yang melindungi atau mengurangi kemungkinan gangguan
perkembangan, misalnya dukungan keluarga dan sosial, strategi koping.
(www.about.com).
2.3
Latar Belakang Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk
menstranfer sejumlah nilai yang dianut oleh masyarakat suatu bangsa
kepada sejumlah subjek didik melalui proses pembelajaran. Sistem nilai
tersebut tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-
23
dasar pandangan hidup bangsa itu. Rumusan pandangan hidup tersebut
kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Dasar dan perundangundangan. Dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan itu
pandangan filosofis suatu bangsa di antaranya tercermin dalam sistem
pendidikan yang dijalankan.
Bagi bangsa Indonesia, pandangan filosofis mengenai pendidikan
dapat dilihat pada tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 paragraf keempat. Secara umum tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kemudian secara terperinci dipertegas lagi dalam Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan
(Notoatmojdo, 2003).
Pendidikan adalah usaha dasar yang dilakukan oleh keluarga,
masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
dan/atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang
hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan
dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang
(Mudyaharjo, 2008).
Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani
24
sesuai dengn nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan
(Faud Ihsan, 2010).
Kamus Besar Bahasa Indonesia : pendidikan proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses,
cara, pembuatan mendidik.
Idris (2006 : 102), mendefinisikan pendidikan adalah sebagai berikut
: Serangkaian kegiatan komunikasi yang bertujuan antara manusia dewasa
dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan menggunakan media
dalam memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam
arti supaya dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar
menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang dimaksud pendidikan adalah usaha sadar untuk
mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan/atau
latihan
bagi
peranannya
di
masa
yang
akan
datang.
Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
negara dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
25
Jalur-Jalur Pendidikan
Menurut
Undang-Undang
RI
Nomor
2
Tahun
1989,
pendidikan
dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu :
1. Jalur pendidikan sekolah
Merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui
kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan.
Terdiri dari :
a. Pendidikan Umum.
Adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan
dan peningkatan ketrampilan peserta didik dengan pengkhususan
yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir pendidikan.
b. Pendidikan Kejuruan.
Adalah merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
c. Pendidikan Luar Biasa.
Merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta
didik yang menyandang kelainan fisik atau mental.
d. Pendidikan Kedinasan.
Merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan
dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon
pegawai suatu Departemen Pemerintah atau Lembaga Pemerintah
non Departemen.
26
e. Pendidikan Keagamaan.
Merupakan pendidikan yang mempesiapkan peserta didik untuk
dapat
menjalankan
peranan
yang
menuntut
penguasaan
pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
f. Pendidikan Akademik
Merupakan pendidikan yang diharapkan terutama pada penguasaan
ilmu pengetahuan.
g. Pendidikan Profesional.
Merupakan pendidikan yang diharapkan terutama pada kesiapan
penerapan keahlian tertentu.
2. Jalur Pendidikan Luar Sekolah
Merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui
kegiatan
belajar
mengajar
yang tidak harus berjenjang dan
berkesinambungan. Pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan
dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai
moral dan ketrampilan.
Tingkat/Jenjang Pendidikan
Tingkat atau jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang
akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. (Wikipedia Indonesia,
2009). Jadi yang dimaksud dalam hal ini adalah pendidikan formal atau
akademis. Tingkat / jenjang pendidikan di Indonesia meliputi:
27
1. Pendidikan Usia Dini
Mengacu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini
(PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut. Dalam hal ini dapat berbentuk
sekolah playgroup atau taman kanak-kanak.
2. Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9
(sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi
jenjang pendidikan menengah, yaitu meliputi Sekolah Dasar (SD) dan
sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat.
3. Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan
pendidikan dasar yang harus dilaksanakan minimal 9 tahun, yaitu
meliputi Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dan sederajatnya.
4. Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan
28
tinggi. Mata pelajaran pada perguruan tinggi merupakan penjurusan
dari SMA, akan tetapi semestinya tidak boleh terlepas dari pelajaran
SMA.
Peranan Pendidikan Dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pendidikan disini maksudnya adalah pendidikan sekolah dan luar sekolah
yang dilembagakan dan yang tidak dilembagakan. Sumber daya manusia
mencakup semua energi ketrampilan, bakat, dan pengetahuan manusia yang
digunakan untuk tujuan produksi dan jasa-jasa yang bermanfaat. Pendekatan
sumber daya manusia menekankan bahwa tujuan pembangunan ialah
memanfaatkan tenaga manusia sebanyak mungkin dalam kegiatan-kegiatan
yang
menghasilkan produk atau jasa. Peranan pendidikan dalam
pengembangan sumber daya manusia ialah sebagai berikut :
a. Hanya melalui pendidikanlah manusia dapat melaksanakan Pasal 31
UUD 1945, “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” yang
sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat sebagai tuntunan
konstitusional bagai rakyat Indonesia, yaitu “mencerdaskan kehidupan
bangsa.”
b. Pendidikanlah
yang
berperan
membangun
manusia
yang
akan
melaksanakan transformasi sosial ekonomi yang sesuai dengan tujuan
bangsa Indonesia agar tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri
menuju masyarakat yang adil dan makmur, sebab pembangunan
memerlukan ketrampilan-ketrampilan untuk menggunakan teknologi
maju.
29
c. Pendidikan besar sekali peranannya dalam pembangunan sumber daya
manusia, yaitu membina manusia menjadi tenaga produktif atau man
power. Itulah sebabnya, ada pendekatan pendidikan yang dikenal dengan
man power approach.
d. Dengan perantaraan pendidikanlah dapat dilaksanakan perubahan sosial
budaya, yaitu pengembangan ilmu pengetahuan, penyesuaian nilai dan
sikap yang mendukung pembangunan, penguasaan berbagai ketrampilan
dalam
penggunaan teknologi
maju untuk
mempercepat
proses
pembangunan.
e. Pendidikanlah yang berperan membentuk kepribadian yang berorientasi
kepada prestasi merupakan inti wiraswata, antara lain bekerja dengan
rencana dan berani mengambil resiko yang diperhitungkan dengan baik,
bertanggung jawab atas pekerjaannya, bekerja dengan hasil yang jelas
yang dapat diukur dengan sukses atau gagal.
f. Pendidikanlah yang mampu memberikan sumbangan terhadap manusia
agar manusia dapat memperhitungkan dimensi sumber daya manusia dan
pengembangan lapangan kerja.
g. Pendidikanlah yang berperan untuk memberikan perawatan yang baik
terhadap tenaga kerja yang akan mengisi pembangunan mengenai
kesehatannya,
peningkatan
kemampunannya,
disiplin
kerjanya,
pengetahuannya dan ketrampilan-ketrampilannya diperlukan latihan.
h. Pendidikanlah yang membekali manusia agar mampu mengantisipasi
lapangan pekerjaan yang mencukupi, sesuai dengan pertumbuhan
30
penduduk yang relatif cepat, sehingga teratasi pengangguran dari
kelompok usia kerja, atau terdapat keseimbangan kesempatan kerja
dengan jumlah angkatan kerja.
i.
Pendidikanlah yang mampu memberikan sumbangan terhadap manusia
di desa-desa yang hasil kerja dan penghasilannya sebagai sumber daya
yang rendah. Pada umumnya rakyat di desa hidup sebagai buruh, tani
yang tidak mempunyai keahlian, maupun ketrampilan tertentu, hanya
hidup dari nenek moyangnya, dan terutama hanya mengandalkan tulang
dan ototnya. Dengan kata lain, energi dan potensinya tidak berdaya guna
dan berhasil.
j.
Pendidikan pulalah yang berperan untuk memberikan pedoman kepada
manusia, agar kepada rakyat di desa-desa diberikan pendidikan yang
dapat mengubah sikap dan pandangan hidupnya, tanpa mengubah sifat
tradisi naluri yang baik-baik dan menguntungkan bagi kehidupan dan
penghidupannya, serta memperhatikan sampai seberapa jauh budaya
rakyat desa untuk dapat menerima pendidikan itu. Pada umumnya rakyat
di desa sukar untuk menerima gagasan pembaharuan dari luar, karena
masih kuat ikatan tradisinya, baik terhadap lingkungan alam maupun
terhadap lingkungan sosial budayanya.
31
2.4
Kinerja Karyawan
Jika
berbicara
mengenai
kinerja,
Mangkunegara
(2005:9)
menyatakan bahwa ”Kinerja karyawan merupakan istilah yang berasal
dari job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai seseorang).”
Definisi kinerja karyawan yang dikemukakan Kusriyanto dalam
Mangkunegara (2005:9) adalah ”Perbandingan hasil yang dicapai dengan
peran serta tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam).”
Gomes dalam Mangkunegara (2005:hal.9) mengemukakan definisi
kinerja sebagai ”Ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering
dihubungkan dengan produktivitas.”
Dalam melaksanakan kinerjanya, karyawan menghasilkn sesuatu
yang disebut prestasi kerja. Kinerja disebut juga dengan prestasi kerja dan
unjuk kerja. Prestasi kerja merupakan proses dimana organisasi-organisasi
mengevaluasi sejauh mana kualitas seorang karyawan yang telah
menghasilkan pekerjaan selama periode tertentu.
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika.
32
Menurut Armstrong dan Baron menyatakan : “ Kinerja merupakan
hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan startegis
organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi”.
(Wibowo,2007:7)
Menurut Mutawaqil dan Alistraja (2009:18) menyatakan : “Kinerja
(performance)adalah suatu tolak ukur atas hasil kerja setiap orang, bila
seorang karyawan dikatakan berhasil dapat dilihat dari kinerjanya”.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa kinerja hanya sebagai hasil kerja dari seoarang karyawan. Kinerja
karyawan merupakan suatu hal yang sangta penting dalam pencapaian
tujuan suatu organisasi yang harus ditingkatkan. Salah satu untuk
meningkatkannya adalah melalui penilaian kenerja atau manajemen kinerja.
Untuk mencapai kinerja yang baik, unsur yang paling dominan
adalah sumber daya manusia. Walaupun perencanaan telah tersusun dengan
baik dan rapi, tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan tidak
berkualitas dan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi maka
perencanaan yang telah disusun tersebut akan sia-sia.
Penilaian yang baik harus dapat memberikan gambaran yang akurat
tentang kinerja pegawai yang diukur. Artinya penilaian tersebut benar-benar
menilai kinerja pegawai yang dinilai. Agar penilaian kinerja pegawai
mencapai tujuan, maka menurut Soekidjo (2005 : 140), ada tiga hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
33
a. Penilaian harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan (job related).
Artinya, sistem penilaian kinerja pegawai benar-benar menilai perilaku,
atau pekerjaan yang mendukung kegiatan organisasi.
b. Adanya standar pelaksanaan pekerjaan (performance standard). Standar
pekerjaan merupakan ukuran yang dipakai untuk menilai kinerja
pegawai tersebut. Agar penilaian itu efektif, maka sistem penilaian
kinerja pegawai hendaknya berhubungan dengan hasil yang ingin dinilai.
c. Sistem penilaian kinerja pegawai bersifat praktis. Sistem penilaian
kinerja pegawai yang bersifat praktis adalah yang mudah dipahami dan
dipergunakan oleh atasan maupun bawahan. Metode yang dapat
dipergunakan antara lain, pengamatan, atau pengukuran hasil dan tingkat
produktivitas.
Faktor Yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor
kemampuan(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan
pendapat Davis dalam Mangkunegara (2005) yang merumuskan bahwa :
“Human performance = ability x motivation
Motivation
= attitude x situation
Ability
= knowledge x skill
1) Kemampuan (Ability. Secara psikologis,
dari
kemampuan
kemampuan (ability) terdiri
potensi
kemampuan reality (knowledge + skill).
Artinya,
(IQ)
pimpinan
dan
dan
karyawan memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110 – 120) apalagi
34
IQsuperior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.
2) Motivasi (Motivation). Motivasi diartikan suatu sikap (attitude)
pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan
organisasinya. Mereka bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya
akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka
bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan
motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup
antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan
pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja” (Davis dalam
Mangkunegara, 2005:67).
Menurut
Prawirosentono
(2003
:
59)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerja karyawan adalah :
a. Kuantitas
Keberhasilan suatu unit kerja dalam melaksanakan kegiatan
sangat tergantung dari hasil kegiatan beberapa satuan kerja lain.
Adanya ketergantungan ini akan dapat merupakan hambatan bagi
berhasilnya pelaksanaan kegiatan atau bahkan dapat, menimbulkan
bentrokan atau duplikasi kegiatan. Hal negatif lain yang mungkin juga
dapat ditimbulkan adalah sikap orang atau satuan organisasi yang
memandang bahwa tidak jarang satuan organisasi yang memiliki
35
beranekaragam kegiatan tetapi diharapkan pada keterbatasan sumbersumber.
b. Kualitas
Kualitas kerja adalah totalitas dari karakteristik yang
menunjang kemampuan karyawan yang mampu menciptakan bukan
saja nilai kompetitif generatif-inovatif dengan menggunakan energi
tertinggi seperti Intellegence, Creativity dan Imagination.
Dalam upaya mewujudkan karyawan yang berkualitas tinggi
dan mampu meningkatkan daya serap teknologi secara menyeluruh
diperlukan persiapan yang matang dengan sebanyak mungkin
menjaring manusia yang mampu mengelola kehidupan secara
produktif, efisiensi dan berkesadaran kebangsaan yang tinggi serta
berwatak sosial yang serasi, selaras dan seimbang dalam bereksistensi
terhadap lingkungannya.
c. Efektif
Efektifitas kerja adalah hasil dari keseluruhan kerja suatu
bangsa setiap tahun yang dapat memberikan perbandingan sebesar
dengan apa yang diinginkan/jumlah yang akan menggunakan hasil
yang diinginkan tersebut. Segala sesuatu yang dikerjakan dengan
berdaya guna, artinya dengan cepat dan tepat, hemat dan selamat.
Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan
gambaran sampai seberapa jauh target dapat dicapai baik secara
kualitas ataupun waktu. Kalau persentase target yang dapat dicapai
36
semakin besar, maka tingkat efektivitas semakin tinggi, atau semakin
kecil persentase target dapat dicapai maka semakin rendah tingkat
efektivitas. Pengolahan organisasi secara efisien dan efektif merupakan
jawaban atas tercapainya tujuan organisasi.
d. Efisien
Agar pelaksanaan kegiatan di tempat kerja dapat berjalan
dengan lancar serta terhidar dari segala hambatan, maka perlu
diarahkan pembinaan pengelolaannya secara terus menerus dan
memperkirakan hal-hal yang mungkin terjadi. Dalam hal seperti inilah
maka peranan data sangat dominan, baik untuk menentukan
kebijaksanaan mendatang dan perbaikan-perbaikan atas sesuatu yang
telah dilaksanakan dalam pembangunan. Disamping itu juga untuk
dapat mengatasi dan mengendalikan masalah-masalah yang dihadapi
oleh pembangunan serta mampu meningkatkan dan mewujudkan kota
yang bersih dan sekaligus berkaitan dan relevan serta mendukung
pembangunan.
e. Kepuasan
Setiap individu berbeda dalam menilai kondisi pekerjaan yang
dihadapi. Dalam keadaan yang sama, ada karyawan yang puas
terhadap pekerjaan yang dilakukan, tetapi pada saat yang bersamaan
ada karyawan yang belum tentu merasa puas terhadap kondisi
pekerjaan yang sama.
37
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil
kerja yang dapat diciptakan oleh karyawan atau kelompok karyawan dalam
suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masingmasing, yang dapat dilihat dari aspek-aspek seperti pengukuran kinerja
karyawan dimana indikator dari kinerja karyawan tersebut terdiri dari visi,
misi, tujuan, sasaran, program, tepat waktu, kesempatan pertama, cepat dan
tepat, mampu menjawab, keinginan khusus,
rapih dan menarik,
memberikan informasi, sibuk, aman dan perhatian.
2.5
Penelitian Terdahulu
Judul
Peneliti
Hasil Penelitian
PENGARUH
KECERDASAN
EMOSIONAL,
MOTIVASI
DAN
LINGKUNGAN KERJA
TERHADAP KINERJA
PEGAWAI
DINAS
PENDIDIKAN
PEMUDA
DAN
OLAHRAGA
Uci Haltshi, Skripsi
Tahun 2012
Analisis Pengaruh
Kecerdasan Intelektual,
Kecerdasan Emosi
dan Kecerdasan Spiritual
terhadap Kinerja
Karyawan
R.A Fabiola
Meirnayati
Trihandini, SPsi,
Tesis 2005
Hasil uji simultan
menunjukkan variabel
kecerdasan emosional
(X1), motivasi kerja
(X2), dan lingkungan
kerja (X3) memberikan
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja pegawai di
lingkungan Dinas
Dikpora Kabupaten
Pemalang. Hasil
signifikansi F diperoleh
nilai 0,000 lebih kecil
dari 0,05
Penelitian menemukan
bahwa seluruh hipotesis
dalam penelitian ini telah
terbukti secara
signifikan. Kecerdasan
intelektual, kecerdasan
emosi dan kecerdasan
spiritual
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja karyawan.
38
Judul
Peneliti
Hasil Penelitian
KECERDASAN
EMOSIONAL DALAM
MENINGKATKAN
KINERJA
KARYAWAN PADA
UNIVERSITAS
AZZAHRA
Denny Priyatna,
2012
Hasil ini menunjukkan
bahwa semakin baik
kecerdasan emosional
karyawan akan
berimplikasi pada
meningkatnya kinerja
karyawan, dan
sebaliknya semakin
buruk kecerdasan
emosional karyawan,
akan berakibat pada
menurunnya kinerja
karyawan
PENGARUH
KECERDASAN EMOSI
DAN KINERJA
Nurani, 2011
PENGARUH
KECERDASAN
EMOSIONAL DAN
KECERDASAN
SPIRITUAL
TERHADAP KINERJA
KARYAWAN
PADA LBPP-LIA
PALEMBANG
Paisal dan Susi
Anggraeni, 2010
Pengaruh dari kecerdasan
emosi dalam bidang
pekerjaan nampak jelas
dalam segala aspek.
Seorang pegawai atau
karyawan bahkan
seorang pimpinan
sekalipun haruslah
mempunyai kecerdasan
emosi yang nantinya
dapat membawa dampak
yang cukup signifikan
karena dengan
kecerdasan emosional
akan menambah kualitas
dalam pekerjaan.
Kecerdasan emosional
secara parsial memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja karyawan begitu
pula dengan kecerdasan
spiritual secara parsial
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja karyawan
39
2.6. Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini penulis akan memaparkan kerangka pemikiran yang
digunakan mengetahui pengaruh tiap-tiap variabel bebas (variabel X)
terhadap variabel terikat (variabel Y). Kerangka pemikiran pada penelitian
ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir
Kecerdasan Emosi
(X1)
H1
Kinerja Karyawan
(Y)
H2
Latar Belakang
Pendidikan
(X2)
H3
Keterangan :
X1 = Kecerdasan Emosi
X2 = Latar Belakang Pendidikan
Y = Kinerja Karyawan
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan tersebut di
atas, maka dapatlah dikemukakan hipotesis sebagai berikut :
40
H1. Terdapat pengaruh kecerdasan emosi terhadap kinerja karyawan call
center di PT. XYZ.
H2. Terdapat pengaruh latar belakang pendidikan terhadap kinerja
karyawan call center di PT. XYZ.
H3. Terdapat pengaruh kecerdasan emosi dan latar belakang pendidikan
secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan call center di PT.
XYZ.
Download