BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pemasaran
Menurut Kotler dan Armstrong (2012 : 29), pemasaran adalah suatu proses di
mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan serta membangun hubungan
yang kuat dengan konsumen untuk mendapatkan kembali nilai dari konsumen
tersebut. Jika diartikan secara luas, pemasaran adalah proses sosial dan manajerial
dimana individual atau organisasi mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan dan menukar nilai satu sama lain.
Menurut Loudon, Stevens, & Wrenn (2012 : 1), pemasaran adalah fungsi
manajerial yang melibatkan perencanaan, pelaksanaan dan beberapa elemen atau
fungsi seperti konsep, harga, distribusi, serta promosi suatu ide, barang, maupun jasa
yang berorientasi pada tujuan yaitu untuk menciptakan pertukaran yang saling
memuaskan. Suatu perusahaan yang benar – benar berorientasi pada pemasaran
fokus pada memenuhi kebutuhan maupun keinginan suatu segmen di pasar.
Menurut Reid & Bojanic (2010 : 8) pemasaran meliputi penggabungan,
perpaduan, dan kontrol pengawasan dari seluruh usaha perusahaan yang
mempengaruhi penjualan perusahaan.
Menurut American Marketing Association (2013), pemasaran adalah
aktivitas, mengatur lembaga, dan proses untuk menciptakan, berkomunikasi,
memberikan, dan menukar penawaran yang memiliki nilai bagi pelanggan, klien,
mitra, dan masyarakat pada umumnya.
Melihat hal ini, peneliti menyatakan bahwa pemasaran adalah proses yang
dilakukan yang meliputi perencanaan maupun pelaksanaan untuk memberikan nilai
yang berarti kepada konsumen yaitu dengan memenuhi kebutuhan dan keinginan
konsumen sekaligus membangun hubungan yang kuat.
13
14
2.1.2 Service Marketing
Menurut Kotler dan Armstrong (2012), jasa adalah segala aktivitas dan
berbagai kegiatan atau manfaat yang ditawarkan untuk dijual oleh suatu pihak
kepada pihak lain yang secara esensial tidak berwujud atau tidak dapat dirasakan
oleh panca indera.
Menurut Lovelock dan Wirtz (2011 : 37), jasa adalah tindakan atau kegiatan
ekonomi yang ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain, yang paling
umum menggunakan kinerja berbasis waktu, untuk membawa hasil yang diinginkan
pada konsumen yang menerima, benda, atau aset lainnya yang merupakan tanggung
jawab pembeli. Sebagai pertukaran dengan uang, waktu, dan usaha yang diberikan,
pelanggan suatu jasa mengharapkan nilai dari suatu barang, tenaga kerja,
keterampilan profesional, fasilitas, dan sistem, tetapi mereka biasanya tidak
mendapatkan hak kepunyaan atas bukti fisik yang ada. Jasa sendiri terdiri dari dua
produk jasa, yaitu produk utama dan produk tambahan. Konsep jasa diwakili oleh
produk utama yang disertai dengan layanan tambahan. Layanan tambahan ini
membantu dalam mendiferensiasi produk utama sekaligus menciptakan keuntungan
kompetitif dengan memfasilitasi penggunaan dan meningkatkan nilai dan daya tarik
dari produk utama.
Menurut peneliti, jasa adalah seluruh kegiatan dalam penawaran tidak
berwujud dan tidak dapat disimpan tetapi berupa pengalaman atau suatu nilai untuk
konsumen atau pelanggan. Jasa sendiri terdiri dari semua unsur kinerja pelayanan,
baik berwujud atau tidak berwujud, yang menciptakan nilai bagi pelanggan.
Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk.
Produk jasa diberikan saat pelanggan berhadapan dengan perusahaan
langsung sehingga pengawasan kualitasnya juga dilakukan dengan segera. Interaksi
antara pelanggan dan karyawan sendiri penting untuk mewujudkan produk yang
dibentuk menjadi sempurna. (Rangkuti, 2003).
15
2.1.2.1Karakteristik Jasa
Menurut Kotler dan Armstrong (2012 : 260), sebuah perusahaan yang
bergerak di bidang jasa harus mempertimbangkan empat karakteristik jasa ketika
membuat suatu program pemasaran yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Tidak Berwujud (Intangibility)
Jasa tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar, dicium, atau menggunakan
indra lainnya sebelum jasa itu dibeli. Hal ini lah yang membedakan jasa dengan hasil
produksi (produk) perusahaan. Penampilan suatu barang jasa diwakili oleh wujud
tertentu seperti perbuatan, penampilan, atau sebuah usaha lainnya yang tidak dapat
disimpan, dipakai, atau ditempatkan di suatu tempat yang kita inginkan. Wujud
inilah yang dapat membentuk pengalaman dan mempengaruhi kepuasan konsumen.
Hal inilah yang membuat sulit untuk mengevaluasi suatu produk layanan. Oleh
karena itu, tugas perusahaan adalah untuk memberikan pelayanan yang nyata pada
satu atau lebih cara dan mengirim sinyal yang tepat tentang kualitas perusahaan.
2. Tidak Dapat Dipisahkan (Inseparability)
Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedia pelayanannya, baik orang-orang
maupun mesin. Jika seorang karyawan memberikan pelayanan, maka karyawan
menjadi bagian dari pelayanan tersebut karena pelanggan juga hadir pada saat jasa
dihasilkan. Jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti barang
fisik yang diproduksi, disimpan dalam persediaan, didistribusikan lewat berbagai
penjualan, dan baru kemudian dikonsumsi, jasa biasanya dijual dahulu kemudian
diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan atau tidak dipisahkan.
3. Keberagaman (Variability)
Jasa sangat bervariasi karena tergantung pada siapa yang menyediakan dan
kapan serta dimana jasa itu dilakukan. Misalnya jasa yang diberikan oleh suatu hotel.
Walaupun setiap hotel mempunyai standar yang sama, tetapi jasa yang diberikan
akan bervariasi. Contohnya, ketika seorang karyawan hotel ramah sedangkan yang
satu lagi tidak. Sebagai contoh, pada salah satu luxuryhotel seorang karyawan
mungkin ceria dan efisien, sedangkan karyawan yang lain mungkin tidak
menyenangkan dan lambat dalam melayani tamu. Hal ini membuktikan bahwa
16
kualitas pelayanan karyawan bervariasi sesuai dengan energinya dan pemikirannya
pada saat setiap bertemu dengan pelanggan.
4. Tidak Tahan Lama (Perishability)
Suatu jasa tidak dapat disimpan untuk dipakai kedepannya. Seorang calon
penumpang yang telah membeli tiket pesawat untuk suatu tujuan tertentu tetap
dikenakan biaya administrasi, walaupun dia tidak jadi berangkat. Tidak tahan
lamanya jasa tidak jadi masalah bila permintaan tetap. Tetapi jika permintaan
berfluktuasi, perusahaan jasa dapat menghadapi masalah yang rumit. Suatu hotel
akan berbeda tingkat hunian kamarnya pada musim liburan dan hari biasa, sehingga
hotel dapat menaikkan harga di saat musim liburan.
2.1.2.2 Kategori Jasa
Menurut Lovelock & Witz (2011 : 41), terdapat empat kategori dari jasa
dilihat dari sudut pandang prosesnya, yaitu:
1. People Processing
Proses dalam jasa yang ditujukan langsung kepada orangnya. Yang dimaksud
disini adalah pelanggan harus terlibat ke dalam tempat dimana baik oang lain
ataupun suatu barang menciptakan dan menyampaikan keuntungan yang diberikan
perusahaan. Contohnya seperti salon, hotel, jasa penerbangan, restoran, rumah sakit,
dan hotel.
2. Possession Processing
Proses dalam jasa yang ditujukan kepada barang kepunyaan pelanggan.
Sering sekali pelanggan meminta perusahaan jasa untuk menyediakan perlakuan
khusus terhadap barang mereka. Contohnya seperti lift yang rusak, pengiriman paket,
jasa binatu, jasa penitipan hewan.
17
3. Mental – Stimulus Processing
Proses dalam jasa yang ditujukan kepada pemikiran seseorang. Sehingga
dengan hal ini, dapat mempengaruhi sifat serta sikap pelanggan. Contohnya seperti
agensi iklan, psikoterapi, institusi pendidikan.
4. Information Processing
Proses dalam jasa yang ditujukan terhadap aset yang tak berwujud yang
kepemilikannya adalah kepunyaan pelanggan. Walaupun tidak berwujud, biasanya
dibuat menjadi laporan atau surat. Contohnya seperti jasa perbankan, asuransi, jasa
hukum.
2.1.2.3 Service Marketing Mix
Menurut Kotler dan Keller (2012 : 47), marketing mix adalah seperangkat alat
pemasaran yang perusahaan gunakan untuk mengejar tujuan perusahaan di pasar
sasaran. Marketing mix merupakan konsep yang penting untuk membuat strategi
pemasaran. Dalam service marketing mix menurut Lovelock dan Wirtz (2011)
terdapat 7 komponen, yaitu:
1. Product
Product adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk
memenuhi kebutuhan. Produk-produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa,
orang, tempat, organisasi dan gagasan yang disetujui untuk dibeli.
2. Price
Harga adalah sejumlah uang yang konsumen bayar untuk membeli produk
atau mengganti hal milik produk. Harga meliputi harga terakhir, diskon, tunjangan,
periode pembayaran, dan harga retail.
3. Place
Berbagai kegiatan perusahaan untuk membuat produk yang dihasilkan atau
dijual terjangkau dan tersedia bagi pasar sasaran. Tempat meliputi antara lain
saluran, cakupan, lokasi, persediaan, dan transportasi.
18
4. Promotion
Kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi konsumen agar mereka dapat
menjadi kenal akan produk yang ditawarkan oleh perusahaan kepada mereka dan
kemudian mereka menjadi senang dan membeli produk tersebut. Tujuan Promosi
sendiri adalah mengenalkan suatu produk kepada masyarakat atau konsumen.
5. People
Faktor orang pada perusahaan jasa yang bekerja di perusahaan tersebut.
Untuk itu, seleksi, training dan motivasi karyawan menjadi sangat penting untuk
memberikan nilai tambah yang berbeda dalam memenuhi kepuasan pelanggan.
6. Physical Evidence
Bukti fisik dimana suatu pelayananan diberikan yang membedakan
perusahaan dari para pesaingnya yang dapat menarik perhatian pelanggan dan
membangun pengalaman positif.
7. Process
Proses adalah kegiatan yang menunjukkan bagaimana pelayanan diberikan
kepada konsumen selama konsumen ada untuk perusahaan tersebut dari awal sampai
akhir.
2.1.3 Hotel
Menurut keputusan Dirjen Pariwisata no 14 tahun 1988, yang dimaksud
dengan hotel adalah suatu jenis akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh
bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan, penginapan, makan, minum, serta jasa
lain bagi masyarakat umum yang dikelola secara komersial, serta memenuhi
persyaratan tertentu. Menurut Sumarsono (2014), seiring berkembangnya gaya
hidup, hotel tidak hanya berfungsi sebagai sekedar tempat menginap tetapi juga
sebagai tempat rekreasi.
Hotel sebagai salah satu bisnis jasa menjawab permintaan wisatawan setiap
tahun yang membutuhkan tempat tinggal ketika mengunjungi kota-kota dan negaranegara lain. Mungkin hanya untuk satu malam atau tinggal lebih lama dengan setiap
pengunjung yang memiliki kebutuhan yang berbeda dan harapan pelayanan hotel
19
yang berbeda. Beberapa mungkin hanya memerlukan hotel untuk tidur, beberapa
datang untuk sebuah konferensi besar diselenggarakan, atau beberapa datang ke hotel
untuk liburan (Medlik & Ingram, 2000).
Untuk menjawab kebutuhan yang berbeda dari para pengunjung, ada berbagai jenis
hotel menurut Medlik & Ingram (2000 : 10), yaitu:
1. Resort Hotel
Hotel yang terletak di lingkungan yang optimal dan menarik. Ide dari sebuah
resort hotel adalah untuk menawarkan perpaduan layanan dengan hiburan dan
kegiatan rekreasi dengan segala cara yang dibutuhkan turis dalam berlibur di suasana
yang berbeda. Turis mungkin tidak harus meninggalkan resor selama liburan, karena
resort hotel menawarkan seluruh paket lengkap yang khas dengan tujuan destinasi.
2. Commercial Hotel
Commercial Hotel biasanya terletak di pusat kota dengan pelayanan yang
ditargetkan untuk perjalanan bisnis & peserta pertemuan. Lokasi hotel biasanya
sangat nyaman dan praktis karena di area bisnis.
3. Transit Hotel
Transit Hotel terletak di dekat bandara dan tempat penunjang transportasi
lainnya. Masing-masing hotel ini memiliki karakteristik yang sama yaitu nyaman dan
praktis karena biasanya tamu meninap untuk kebutuhan berpergian.
4. Residential Hotel
Residential Hotel biasanya bagi pengunjung jangka panjang yang berada di
kota untuk bisnis atau keperluan lainnya dalam jangka waktu yang lama. Oleh sebab
itu hotel biasanya tidak ditargetkan untuk wisatawan.
2.1.4 Hospitality Marketing
Menurut Walker (2008), hospitality marketing adalah tentang mencari tahu
apa yang tamu butuhkan dan inginkan dan menyediakannya dengan biaya yang wajar
dan menghasilkan keuntungan. Pemasaran dimulai dengan filosofi perusahaan yang
harus dipraktekkan sehari-hari dan dimana setiap karyawan adalah tenaga pemasar
20
dan penjual yang mewakili perusahaannya. Dalam hospitality marketing, perusahaan
harus memberikan pelayanan yang membuat tamu ataupun pengunjung merasa aman
dan nyaman secara fisik dan psikis selama berada di lingkungan hotel.
Williams (2006) menyatakan bahwa pemasaran di sektor perhotelan dan
pariwisata berbeda dari bisnis lain karena keputusan pembelian didasarkan pada
persepsi dan proyeksi imej dari pengalaman sebelumnya. Morgan (2002)
menunjukkan bahwa produk pemasaran perhotelan tidak lagi berhubungan hanya
dengan menyampaikan imej tentang tempat, tetapi lebih kepada pengalaman yang
didapat saat mengunjungi tempat tersebut serta menghubungkannya ke gaya hidup
pelanggan. Pemasaran dan tenaga penjual profesional harus selalu berusaha untuk
mencari alternatif-alternatif yang ada untuk mengisi kebutuhan arus melalui promosi
produk. Orientasi pemasaran adalah filosofi dengan memberikan tamu nilai terbaik
dan layanan yang luar biasa untuk harga yang tamu bersedia untuk bayar. Nilai dan
layanan ini dimulai dari saat tamu mengangkat telepon atau pergi online untuk
membuat reservasi dan berakhir dengan perpisahan dan undangan untuk kembali.
2.1.4.1 Hospitality Marketing Mix
Selain service marketing mix, ada pula hospitality marketing mix. Dalam
versi hospitality marketing mix, komponen produk diperluas dengan memasukan
beberapa aspek dari distribusi. Konsumen adalah bagian dari proses produksi yang
ada dalam jasa dan proses distribusi ada bersamaan dengan adanya konsumen.
Menurut Reid & Bojanic (2010 : 18) hospitality marketing mix terdiri atas:
1. Product – Service Mix
Product – service mix adalah kombinasi dari seluruh produk dan servis yang
ditawarkan oleh operasional perusahaan, yang termasuk didalamnya elemen terlihat
dan tidak terlihat. Contohnya seperti tipe kamar hotel, kenyamanan yang ditawarkan,
dan penyusunan dari elemen yang ditawarkan kepada konsumen.
2. Presentation Mix
Presentation mix terdiri dari elemen yang digunakan untuk meningkatkan
keterlihatan dari Product – Service Mix yang dirasakan konsumen. Hal ini seperti
21
bukti fisik, ambience (pencahayaan, suara, warna) serta personil yang bekerja di
hotel tersebut.
3. Communication Mix
Communication
mix
adalah
seluruh
komunikasi
antara
operasional
perusahaan dengan konsumen. Seperti periklanan, riset pemasaran, dan umpan balik.
Communication Mix ini hampir identik dengan komponen promosi pada service
marketing mix, walaupun mengangkat komunikasi tambahan seperti riset pemasaran.
4. Pricing Mix
Sebagai tambahan dengan harga aktual yang ditagihkan perusahaan, pricing
mix meliputi jumlah diskon dan paket bundling dengan menggabungkan beberapa
produk untuk harga diskon keseluruhan.
5. Distribution Mix
Distribution mix meliputi seluruh saluran distribusi antara perusahaan dengan
target pasar baik secara langsung maupun melalui internet.
2.1.5 Servicescape
Dalam bisnis jasa terutama perhotelan, servicescape sebagai lingkungan jasa
juga dapat memberikan dampak yang berbeda terhadap pemasaran suatu bisnis jasa.
Bagi konsumen yang menikmati suatu jasa, lingkungan pelayanan adalah aspek
pertama yang dirasakan oleh pelanggan dan pada tahapan ini konsumen cenderung
menciptakan kesan dari tingkat pelayanan yang mereka akan terima.
Servicescape adalah sebuah konsep yang diciptakan Bitner pada tahun 1992
untuk menekankan dampak penyesuaian fisik dan lingkungan dari suatu jasa di mana
proses pelayanan berlangsung yang dapat membantu menilai perbedaan dalam
pengalaman yang dirasakan pelanggan. Gabungan kata 'servicescape' adalah dari
kata-kata 'layanan' dan 'pemandangan'. Servicescape telah dipelajari selama puluhan
tahun di berbagai pengaturan layanan, seperti hotel, restoran, dan kasino. Dalam
servicescape, produk dan jasa dikemas dalam suatu kesatuan sehingga dapat
menciptakan imej tertentu dan dapat menciptakan perasaan emosional konsumen.
22
Komunikasi dalam servicescape juga dapat menciptakan hubungan antar konsumen
dengan perusahaan menjadi lebih baik, baik secara langsung maupun tidak.
Menurut Lovelock dan Wirtz (2011 : 276), Servicescape berhubungan dengan
gaya dan penampakan dari lingkupan fisik dan elemen lainnya yang berdasarkan
pengalaman yang dihadapi oleh pelanggan. Lovelock dan Wirtz juga menyebutkan 4
tujuan utama dari suatu servicescape, yaitu:
1. Membentuk pengalaman dan perilaku pelanggan.
2. Membentuk imej, positioning, serta differensiasi yang ada.
3. Menjadi bagian dari proporsisi nilai.
4. Memfasilitasi pertemuan jasa dan meningkatkan baik kualitas pelayanan serta
produktivitasnya.
Menurut Jeon dan Kim (2011 : 281) awalnya, Kotler (1973) memperkenalkan
konsep atmospherics sebagai alat pemasaran dan mendefinisikan lingkungan fisik
sebagai rancangan lingkungan pembelian untuk menghasilkan efek emosional
tertentu dalam customer atau pembeli yang dapat meningkatkan kemungkinan
pembeliannya. Menurutnyanya pula, atmospherics dapat menjadi bentuk utama suatu
persaingan. Orang-orang akan menjadi lebih terfokus dengan bagaimana toko atau
kantor 'terasa' dibandingkan dengan barang yang ditawarkan. Baker (1987)
menggambarkan caranya di mana lingkungan fisik dapat mempengaruhi penilaian
pelanggan mengenai pelayanannya. Oleh karena hal – hal ini, berdasarkan studi
diatas, Bitner (1992) menciptakan istilah 'servicescape' dan mendefinisikannya
sebagai lingkungan fisik di mana jasa diberikan. Dengan model servicescape, Bitner
(1992) menyatakan bahwa dimensi lingkungan mendorong pelanggan dan karyawan
untuk memberikan respon internal, seperti kognitif, emosional, dan fisik yang
mempengaruhi keadaan perilaku pelanggan dan karyawan. Secara umum,
servicescape sendiri terdiri atas desain interior, faktor ambient, tata ruang, dan unsurunsur manusia (Harris & Ezeh, 2008).
Sebagaimana setiap pemasar selalu berusaha dalam mengembangkan strategi
untuk mempertahankan pelanggan yang ada sekaligus mendapatkan pelanggan baru,
pemasar menemukan hal itu semakin sulit untuk membedakan perusahaan atau
organisasi hanya atas dasar harga, upaya promosi, pilihan produk, dan layanan. Hal
23
ini mengakibatkan manajer yang mencari pilihan lain telah mengakui dampak yang
dramatis dari lingkungan fisik. Secara khusus, lingkungan fisik telah dikaitkan
dengan kepuasan pelanggan, nilai atribusi, loyalitas, serta kemauan untuk membeli.
Lingkungan telah menjadi sarana penting untuk membedakan organisasi dengan
kompetitornya dan dengan demikian telah menjadi perhatian fokus peneliti dan
praktisi (Hightower & Shariat, 2009).
Menurut Bitner pada jurnal yang diakses American Marketing Association
(2012), perhatian ini bagaimanapun, sangat baik untuk organisasi jasa karena produk
jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi dalam lingkungan fisik perusahaan, yang
sering dikenal sebagai servicescape. Pengambilan keputusan konsumen demikian
dapat lebih dipengaruhi oleh lingkungan fisik ketika objek konsumsi mereka adalah
jasa, terutama di mana ada bukti nyata lainnya dalam jumlah sedikit atau bahkan
tidak ada sama sekali yang dapat digunakan pelanggan untuk melakukan evaluasi.
Pelanggan dengan pengalaman positif dari suatu servicescape cenderung untuk
mengevaluasi layanan penuh secara positif. Kemampuan lingkungan fisik
mempengaruhi perilaku dan memberikan gambaran yang sangat jelas untuk bisnis
jasa seperti hotel, restoran, kantor profesional, bank, toko ritel, dan rumah sakit. Hal
ini dikarenakan suatu layanan umumnya diproduksi dan dikonsumsi secara
bersamaan. Jadi, konsumen ada di tempat dimana ia mengalami keseluruhan jasa dan
fasilitas di lingkunggan fisik perusahaan sehingga memiliki dampak yang kuat pada
persepsi pelanggan dari pengalaman pelayanan. Servicescape sendiri terdiri dari:
1. Ambient
Kondisi ambient menunjuk pada karakteristik dari lingkungan yang
berhubungan dengan indra kita. Kondisi ambien terdiri dari banyak elemen dan detail
yang harus menyatu dengan baik jika ingin menc iptakan servicescape yang
diinginkan. Hasilnya, suasana yang baik akan menciptakan mood sesuai yang
dirasakan konsumen. Beberapa dimensi dalam ambient menurut Hightower dan
Shariat (2009) terdiri dari:
24
•
Cleanliness: Kebersihan
yang mencakup seluruh aspek lingkungan
pelayanan, termasuk lantai, dinding, toilet, dan area pelayanan lainnya.
•
Air: Kualitas udara seperti temperatur, sirkulasi, dan kelembaban yang
mempengaruhi di lingkungan hotel.
•
Scent: Aroma yang dapat memberikan dampak pada mood, respon, dan
bahkan niat pembelian dan perilaku.
•
Light Exposure: Sumber cahaya alami untuk hidup dan bernapasnya sebuah
ruangan yang mempengaruhi penataan interior untuk membantu menciptakan
atmosfer ruangan agar sejuk, mempengaruhi mood pelanggan, serta
mendukung fungsi ruang.
•
Noise: Suara yang mengganggu yang berpengaruh pada kenyamanan
pelanggan.
2. Design
Faktor rancangan adalah bagaimana interior dan eksterior diatur termasuk
dengan gaya dan pola warna yang digunakan. Menurut Jeon & Kim (2011), faktor
desain dibagi dua, yaitu:
a. Estetika
Menurut Wang & Axinn (2013), konsep estetika mengacu pada
penampilan artistik yang indah dan menyenangkan. Estetika merujuk kepada
cabang yang berhubungan dengan sifat dan ekspresi keindahan. Berikut
beberapa dimensi estetika menurut Jeon & Kim (2012):
•
Style: Mengarah kepada bagaimana gaya interior sekaligus eksterior suatu
ruangan dirancang secara keseluruhan.
•
Color: Pola warna yang menambah keindahan visual serta dapat
memberikan dampak pada perasaan seseorang.
25
b. Fungsional
Fungsional adalah mengenai penataan fasilitas dan petunjuk-petunjuk
yang memudahkan pelanggan. Secara fungsional, dimensi yang digunakan
yaitu:
•
Layout: Bagaimana perabotan, konter, ruangan, atau peralatan serta
fasilitas lainnya yang ada ditata dan disesuaikan untuk menciptakan
lingkungan jasa yang lebih efektif.
•
Signage: Beberapa hal dalam lingkungan jasa yang berperan sebagai
sinyal untuk mengkomunikasikan imej perusahaan serta membantu
pelanggan menentukan arah, serta hal lain yang dapat membantu proses
penyampaian lingkungan jasa.
3. Sosial
Faktor sosial adalah bagaimana perlakuan karyawan serta penampilannya
dari kesan pelanggan. Beberapa indikator menurut Jeon & Kim (2012) dalam
dimensi sosial adalah:
•
Staff Behavior
Bila bekerja di bidang jasa pelayanan seperti industri perhotelan, maka
akan banyak interaksi yang dilakukan antara sesama manusia baik dari pelanggan
maupun dari pihak perusahaan. Menurut Reid & Bojanic (2010 : 45), karyawan
terutama front-liner di bidang jasa ikut bertanggung jawab dalam menciptakan
pengalaman positif untuk konsumen. Interaksi antara karyawan dengan
pelanggan adalah aspek yang paling penting dari sebuah bisnis jasa sebagai ujung
tombak atau inti dari produk jasa perusahaan.
Karyawan di bidang jasa atau yang biasa disebut dengan front-liner
berperan penting untuk kepentingan servis jasa dan menciptakan pengalaman
yang baik. front-liner adalah orang yang langsung berhubungan atau melakukan
kontak dengan pelanggan, untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Tugas
utama seorang front-liner adalah memberikan informasi yang sejelas-jelasnya
dan membantu pelanggan. Contohnya seperti agen front-desk, pelayan,
pramugari. Menurut Reid & Bojanic (2010 : 45) peran mereka penting karena
26
persepsi pelanggan mengenai perusahaan terbentuk sebagai hasil interaksi
mereka dengan konsumen.
•
Staff Appearance
Perspektif dari sudut pandang para tamu juga penting seperti penampilan
karyawan yang bagaimana yang dapat menyenangkan tamu sekaligus yang dapat
membuat lebih percaya diri, sehingga dapat menunjukkan sikap kerja yang
profesional. Sebuah hotel yang baik adalah yang mampu memberikan sikap
profesional kerja karyawannya dalam hal pelayanan maupun penampilan.
2.1.6 Consumer Behavior
Menurut Schiffman dan Kanuk (2009 : 23), perilaku konsumen adalah
perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau suatu ide yang diharapkan dapat
membuat konsumen puas untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan
mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Menurut Kotler dan Armstrong (2012 : 157), perilaku konsumen adalah
perilaku pembelian dari konsumen akhir yang membeli produk atau jasa untuk
konsumsi pribadi. Konsumen membuat banyak keputusan pembelian setiap hari, dan
keputusan pembelian tersebut adalah titik penting dari usaha – usaha pemasaran.
Menurut Jisana (2014 : 34), setiap orang yang terlibat dalam proses konsumsi
adalah konsumen. Konsumen adalah individu yang membeli untuk konsumsi pribadi
atau untuk memenuhi kebutuhan kolektif keluarga dan kebutuhan rumah tangga.
Perilaku konsumen adalah bagaimana individu membuat keputusan untuk
menghabiskan sumber daya yang tersedia seperti waktu, uang, dan usaha pada
konsumsi produk dan jasa yang berbeda. Hal ini mencakup pada apa yang mereka
beli, mengapa mereka membelinya, di mana mereka membelinya, seberapa sering
mereka membelinya, dan seberapa sering mereka menggunakannya. Perilaku
konsumen adalah tindakan yang seseorang ambil dalam membeli dan menggunakan
produk dan jasa, termasuk proses mental dan sosial yang mendahului dan mengikuti
tindakan tersebut.
27
Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah perilaku
yang suatu orang putuskan dalam pembuatan keputusan untuk melakukan pembelian
yang didukung oleh faktor – faktor lainnya.
Dalam konteks jasa menurut Lovelock dan Wirtz (2011 : 58), kita harus
mengerti bagaimana seseorang membuat keputusan mengenai pembelian dan
penggunaan jasa untuk menentukan kepuasan setelah mengkonsumsi jasa tersebut.
Konsumsi suatu jasa dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Pre-Purchase
Tahap sebelum pembelian dimana pelanggan sadar akan adanya kebutuhan yang
harus dipenuhi sehingga ia mencari informasi dan mengevaluasi alternatif –
alternatif yang ada untuk selanjutnya menentukan jasa apa yang akan mereka
beli.
2. Service Encounter
Tahap berlangsungnya serangkaian hubungan dengan jasa yang pelanggan telah
pilih. Disini, pelanggan benar – benar merasakan bagaimana kinerja yang
perusahaan berikan kepada pelanggan.
3. Post – Encounter
Tahap dimana pelanggan melakukan evaluasi terhadap kinerja perusahaan yang
telah mereka rasakan dan membandingkannya dengan ekspektasi mereka.
Disinilah di mana pelanggan memutuskan apakah mereka puas atau tidak, dan
adakah tindakan selanjutnya yang mereka lakukan berkaitan dengan itu.
2.1.6.1 Faktor yang Mempengaruhi Consumer Behavior
Menurut Reid & Bojanic (2010 : 95), faktor yang mempengaruhi perilaku
konsumen dibagi dua, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Berikut
penjelasannya:
1. Faktor Eksternal
•
Culture
Pola perilaku dan hubungan sosial mencirikan masyarakat dan
memisahkannya dari yang lain. Budaya menyampaikan nilai dan sikap
28
yang membantu individu berkomunikasi satu sama lain dan mengevaluasi
situasi.
•
Socioeconomic Level
Tingkat kelas sosial ekonomi yang sangat mempengaruhhi keputusan
konsumen. Seperti misalnya hotel bintang 5 akan menargetkan usaha
promosionalnya kepada orang-orang dengan kelas sosial ekonomi
tertentu.
•
Reference Group
Kelompok dengan siapa individu mengidentifikasi ke titik tertentu di
mana suatu kelompok menentukan standar perilaku. setiap individu
dipengaruhi secara langsung dan tidak langsung oleh mereka.
•
Household
Pembuat keputusan yang mewakili satu rumah tangga tertentu. Seperti
contohnya ketika keluarga pergi ke restoran, biasanya restorannya
ditentukan oleh anaknya tetapi orang tua yang menentukan kapan
keluarga tersebut akan makan.
2. Faktor Internal
•
Personal Needs and Motives
Kebutuhan adalah kurangnya sesuatu atau perbedaan antara keinginan
seseorang dan keadaan nyatanya. Sedangkan motif adalah keadaan batin
seseorang yang mengarahkan individu terhadap memuaskan kebutuhan
yang dirasakan. Kebutuhan membawa seseorang ke motivasi, yang
membawa seseorang ke minat perilaku, yang akhirnya menyebabkan
perilaku yang dapat diamati.
•
Experience
Selama individu menghadapi situasi baru, mereka mengintegrasikan
persepsi mereka ke kerangka pengalaman yang mempengaruhi keputusan
selanjutnya di masa depan. konsumen adalah produk dari lingkungan
mereka. setiap pengalaman baru dipadukan ke dalam kerangka acuan
terhadap situasi baru yang akan dievaluasi. Kerangka referensi ini
mencakup keyakinan masing-masing individu, nilai-nilai, norma, dan
asumsi. pengalaman lebih penting bagi jati diri seseorang daripada
29
kepemilikan. mereka cenderung lebih menguntungkan dipandang sebagai
berjalannya waktu dan mereka memiliki nilai sosial yang lebih besar,
yang berarti mereka lebih menarik untuk dibicarakan.
•
Personality & Self Image
Setiap konsumen individu mengembangkan kepribadian yang unik dan
citra diri mereka masing-masing. untuk tujuan pemasaran, jenis
kepribadian individu dapat dikelompokkan ke dalam berbagai klasifikasi.
yang penting bagi seorang manajer adalah tidak ada operasi, terutama
hospitality yang bisa menjadi segalanya bagi semua orang. perusahaan
harus memilih satu atau lebih target pasar yang menjadi himpunan bagian
atau segmen dari total pasar dan langsung menarik perhatian konsumen
tersebut.
•
Perceptions & Attitudes
setiap hari, konsumen terkena ribuan stimuli. beberapa stimulus ini secara
sadar dirasakan sehingga menghasilkan proses berpikir, sementara yang
lain hanya diabaikan. persepsi adalah proses dimana stimuli diakui,
diterima, dan diinterpretasikan. persepsi diwujudkan dalam sikap. Sikap
adalah kecenderungan yang dipelajari untuk bertindak dengan cara yang
menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten.
2.1.7 Customer Satisfaction
Menurut Kotler dan Armstrong (2012 : 37), kepuasan pelanggan adalah
tingkat dimana kinerja yang dirasakan dari suatu produk sesuai dengan ekspektasi
pelanggan. Suatu perusahaan akan berusaha membuat pelanggan senang dengan
menjanjikan apa yang mereka dapat berikan dan memberikan apa yang mereka
janjikan. Pelanggan yang senang tidak hanya akan melakukan pembelian ulang tetapi
akan membantu menjadi teman yang akan menyebarkan pengalaman positif mereka.
Menurut Lovelock dan Wirtz (2011), kepuasan pelanggan adalah reaksi
emosional jangka pendek untuk suatu kinerja jasa.
Menurut Tjiptono (2007 : 349), kepuasan pelanggan adalah tanggapan
emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk maupun jasa.
30
Menurut Reid & Bojanic (2010 : 63), kepuasan pelanggan adalah suatu hal
yang muncul ketika jasa perusahaan yang dirasakan konsumen mencapai atau
melebihi ekspektasi konsumen.
Sehingga menurut peneliti, kepuasan pelanggan adalah tingkat dimana
pelanggan merasa senang dengan suatu kinerja yang diberikan perusahaan. Disini
pelanggan berarti merasa membuat keputusan yang tepat dan harapannya bagaimana
suatu jasa tersebut akan bekerja tercapai.
Menurut Kotler dan Armstrong (2012 : 31), Konsumen biasanya menghadapi
pemaparan yang luas dari suatu produk atau jasa yang dapat memuaskan suatu
kebutuhan. Pelanggan membentuk ekspektasi mengenai nilai dan kepuasan yang
akan diberikan oleh berbagai macam penawaran di pasar. Oleh karena ini, pemasar
harus berhati – hati untuk menentukan level yang tepat dalam ekspektasi. Jika
penentuan ekspektasi terlalu rendah, mereka mungkin memuaskan konsumen tetapi
tidak banyak. Ketika ekspektasi nya terlalu tinggi, dapat menimbulkan kekecewaan
konsumen. Kepuasan konsumen adalah kunci utama untuk meningkatkan serta
menjaga hubungan dengan konsumen.
2.1.7.1 Customer Satisfaction Measurement
Tjiptono dan Chandra (2011 : 316 – 319) mengungkapkan beberapa metode
yang dapat digunakan perusahaan untuk mengetahui kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Sistem keluhan & Saran
Perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan kesempatan
dan akses yang mudah dan nyaman untuk pelanggannya menyampaikan
saran, kritik, pendapat, dan keluhan. Informasi dari pelanggan pada
perusahaan membuat perusahaan lebih cepat menyelesaikan keluhan dari
pelanggan.
2. Ghost Shopping
Perusahaan dapat memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan
dengan mempekerjakan beberapa orang Ghost Shopper untuk berperan atau
31
berpura – pura sebagai pelanggan potensial. Biasanya, mereka akan diminta
mengamati kinerja perusahaan.
3. Lost Customer Analysis
Keadaan dimana perusahaan menghubungi pelanggan yang berhenti membeli
atau yang berpindah ke kompetitor agar dapat memahami penyebab hal
tersebut
untuk
kedepannya
mengambil
kebijakan
perbaikan
atau
penyempurnaan.
4. Customer Satisfaction Surveys
Perusahaan dapat mengukur kepuasan pelanggan dengan berbagai cara,
seperti menyampaikan langsung, kepuasan yang diperoleh, analisis masalah,
Dan analisis kinerja kepentingan.
2.1.7.2 Hospitality Customer Satisfaction
Kebanyakan perusahaan jasa hospitality mengerti tentang pentingnya
kepuasan pelanggan dan akan menyediakan training sederhana untuk karyawannya
semaksimal mungkin. Perusahaan yang selau mengikuti perkembangan biasanya
mempunyai instrumen yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan dan
menetapkan benchmarking. Benchmarking adalah proses dimana suatu perusahaan
menetapkan tingkat kinerja dengan membandingkan kinerja saat ini dengan masa
lalu atau kinerja saat ini dengan kinerja kompetitor atau seluruh industri. Suatu data
digunakan untuk dijadikan benchmark sebagai standar untuk evaluasi kinerja saat ini
dan kinerja kedepannya. Sayangnya banyak perusahaan mengandalkan komplain
hanya dari mulut pelanggan yang tidak puas dengan kinerjanya. Berikut beberapa
informasi yang dikutip dari Technical Assistance Research Program dalam buku
Reid & Bojanic (2010 : 62):
1. Rata – rata bisnis tidak mendengar dari 96% customer yang tidak puas.
2. Untuk setiap komplain yang diterima, 26 customer lain mempunyai masalah
yang sama.
3. Rata rata orang dengan masalah bilang ke 9 atau 10 orang, dan 13% orang
akan menceritakan lagi ke lebih dari 20 orang.
32
4. Customer yang komplainnya terselesaikan bilang ke rata-rata 5 orang tentang
pengalamannya.
5. Customer yang komplain rata-rata karena melanjutkan hubungan dengan
perusahaan dibandingkan customer yang tidak komplain dengan persentase
sebesar 54 ke 70% jika masalah terpecahkan dan sebesar 95% jika
terselesaikan dengan cepat.
Pernyataan ini mendukung anggapan bahwa pelanggan yang tidak puas akan
bilang tentang pengalaman buruk mereka lebih sering dibandingkan pelanggan puas
menceritakan pengalaman menyenangkan mereka. Meskipun begitu, perusahaan
harus paham bahwa untuk mempunyai pelanggan yang menyuarakan pendapat
mereka akan menguntungkan perusahaan sehingga hal tersebut bisa diselesaikan
dengan segera dan meningkatkan kemungkinan pelanggan akan kembali.
Dalam hospitality marketing, Reid & Bojanic (2010 : 68) mengungkapkan
beberapa teknik yang digunakan untuk menilai kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Komentar yang Diucapkan & Komplain
Keadaan dimana perusahaan mendengar komentar dan komplain dari
pelanggan sebagai cara yang paling jujur untuk mengevaluasi kepuasan
pelanggan.
2. Survei dan Comment Card
Cara untuk mendapatkan umpan balik dari pelanggan yang biasanya ditaruh
di kamar tamu, meja restoran, atau di tempat lain yang menjadi kontak antara
perusahaan dengan pelanggan.
3. Jumlah Pelanggan yang Kembali
Cara untuk mengukur kepuasan pelanggan dengan mengamati tracking
pelanggan yang kembali. Tingkat kepuasan yang tinggi dapat diasosiasikan
dengan persentase tamu yang datang kembali yang lebih tinggi.
33
4. Tren pada Penjualan dan Market Share
Cara untuk mengevaluasi kepuasan pelanggan dengan memeriksa tren record
penjualan atau share.
5. Shopping Reports
Pendekatan lain yang digunakan dalam bisnis pariwisata dan hospitality
adalah menggunakan orang baik dari pihak perusahaan maupun luar untuk
mengkonsumsi jasa yang diberikan seolah-olah seperti pelanggan lainnya.
Takahashi (2011), menggunakan dua dimensi untuk mengukur kepuasan
konsumen seseorang, yaitu:
1. Decision: kesimpulan atau resolusi yang dicapai setelah beberapa
pertimbangan dan meyakini keputusan tersebut adalah tepat tanpa
mempertimbangkan alternatif lainnya.
2. Experience: pengetahuan atau penguasaan suatu peristiwa atau subjek yang
diperoleh melalui keterlibatan dalam dan atau paparan terhadap sesuatu yang
juga dibandingkan dengan ekspektasi yang diharapkan.
2.1.8 Behavioral Intention
Menurut Takahashi (2011 : 5), Zeithaml, Berry, & Parasuraman
menyampaikan model untuk menjelaskan minat perilaku konsumen,
yang
menunjukkan bahwa minat perilaku dapat ditangkap oleh minat pembelian kembali,
word-of-mouth, loyalitas, perilaku dalam memberikan komplain, dan sensitivitas
harga. Menurutnya, semakin besar pengalaman pelanggan yang lebih positif, maka
semakin besar
kemungkinan dia bersedia untuk menggunakan kembali layanan
tersebut.
Menurut Jeon & Kim (2012 : 285), Minat perilaku merupakan indikasi
kesiapan individu untuk melakukan perilaku tertentu, dan diasumsikan menjadi
pendahuluan langsung dari suatu perilaku. Dalam penelitian ini, dimensi niat
perilaku yang digunakan yaitu:
34
1. Word-of-mouth
Ketersedian pelanggan untuk merekomendasikan hotel tersebut kepada orang
lain, baik secara online maupun tidak.
2. Stay Longer
Keinginan pelanggan untuk menghabiskan waktu lebih lama di lingkungan jasa.
3. Pay More
Kesediaan pelanggan untuk membayar atau menghabiskan uang lebih agar dapat
berada di lingkungan jasa.
4. Revisit Intention
Keinginan pelanggan untuk kembali ke lingkungan jasa.
2.2 Kerangka Pemikiran
Tabel 2.1: Kerangka Pemikiran
Servicescape
- Ambient
- Design
Customer
Satisfaction
Behavioral
Intention:
-
-
Experience
Decision
- Social
Takahashi (2011)
Hightower &
Shariat (2009)
Word-of-Mouth
Pay More
Stay Longer
Revisit
Intention
Jeon & Kim (2012)
Sumber: Peneliti, 2014
2.2.1 Hubungan Antar Variabel
Melihat dari uniknya karakteristik jasa yang menekankan pada perbedaannya,
faktor people processing yang digunakan dalam penelitan, pentingnya physical
evidence dan presentation mix dalam bauran pemasaran, serta pentingnya
35
pengalaman dalam industri hospitality yang dapat menciptakan minat positif,
sehingga penting untuk suatu perusahaan seperti perhotelan untuk mempunyai
servicescape yang baik dan menarik. Servicescape melayani secara fungsional dan
juga terhadap tujuan pemasarannya. Oleh karena itu, penyedia layanan harus
mengakui bahwa servicescape dapat menjadi komponen penting dalam strategi
pemasaran. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa para wisatawan dapat
memanfaatkan lingkungan fisik untuk mengumpulkan petunjuk penting yang dapat
membentuk harapan mereka sebelum melakukan kontak dengan tenaga pelayanan.
Dalam situasi tidak berwujud, wisatawan mengevaluasi secara visual dan
perasaan dari suatu fasilitas dan yang lebih penting lagi, bagaimana suasana
mempengaruhi pengalaman mereka. Kualitas yang dirasakan dari servicescape
mungkin memainkan peran penting dalam menentukan apakah atau tidak konsumen
puas. Variabel servicescape memiliki pengaruh positif secara umum pada kepuasan
pelanggan, pengaruh ini lebih kuat dalam setiap kasus untuk perusahaan yang
mengejar strategi diferensiasi daripada perusahaan yang mengejar strategi
pengendalian biaya. Kepuasan pelanggan juga merupakan pendahuluan penting dari
niat perilaku dan perilaku aktual. Hal ini umumnya diyakini bahwa kepuasan
mengarah kepada pembelian ulang dan rekomendasi word-of-mouth yang positif,
yang memunculkan loyalitas konsumen.
Pemasaran dan manajemen perhotelan memberikan banyak perhatian pada
hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan, dan sejumlah studi telah
mengkonfirmasi hubungan positif yang signifikan antara hal tersebut. Oleh karena
itu, dengan asumsi bahwa jika pelanggan puas dengan produk atau jasa, mereka lebih
cenderung untuk terus membelinya, dan lebih bersedia untuk menciptakan minat
perilaku. Pada intinya kepuasan yang tinggi memastikan minat perilaku yang positif.
Jika pelanggan puas maka mereka lebih cenderung untuk meninjau kembali dan
dengan demikian meningkatkan keuntungan (Liang & Zhang, 2011). Tidak hanya
itu, servicescape secara positif juga mempengaruhi persepsi minat perilaku
pelanggan dan minat perilaku pelanggan dapat berasal dari daya tarik servicescape.
36
2.3 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2007 : 159), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian dimana kebenarannya harus dibuktikan melalui data
yang terkumpul. Berikut hipotesis untuk penelitian ini:
Hipotesis 1
Ho = Servicescape (X) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer
Satisfaction (Y) pada Bali Niksoma Boutique Beach Resort
Ha = Servicescape (X) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Customer
Satisfaction (Y) pada Bali Niksoma Boutique Beach Resort
Hipotesis 2
Ho = Customer Satisfaction (Y) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Behavioral Intention (Z) Bali Niksoma Boutique Beach Resort
Ha = Customer Satisfaction (Y) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Behavioral Intention (Z) Bali Niksoma Boutique Beach Resort
Hipotesis 3
Ho = Servicescape (X) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Behavioral
Intention (Z) Bali Niksoma Boutique Beach Resort
Ha = Servicescape (X) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Behavioral
Intention (Z) Bali Niksoma Boutique Beach Resort
Hipotesis 4
Ho = Servicescape
(X) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Behavioral Intention (Z) melalui Customer Satisfaction (Y) pada Bali Niksoma
Boutique Beach Resort
Ha = Servicescape (X), memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Behavioral
Intention (Z) melalui Customer Satisfaction (Y) pada Bali Niksoma Boutique Beach
Resort
Download