Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pemasaran
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Konsep pemasaran digunakan dalam kegiatan pertukaran atau
perdagangan. Pemasaran adalah salah satu aktifitas yang dapat menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan. Tujuan aktivitas pemasaran
adalah untuk meningkatkan penjualan yang dapat menghasilkan laba dengan
cara memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Perusahaan selalu
berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhan konsumen akan produk
pertukaran tersebut. Di bawah ini terdapat beberapa pengertian pemasaran
menurut beberapa para ahli.
Definisi
pemasaran
menurut
Kotler&Keller
(2010:5)
yang
dialihbahasakan oleh Molan adalah sebagai berikut :
“Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana
individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan
inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas
mempertukarkan produk yang bernilai dengan orang lain”.
Sedangkan mengacu pada Marketing Association of Australian and
New Zealand (MAANZ) yang dikutip oleh Alma (2007:3), memberikan
pengertian sebagai berikut:
“Pemasaran
adalah
aktivitas
yang
memfasilitasi
dan
memperlancar suatu hubungan pertukaran yang saling memuaskan
melalui penciptaan, pendistribusian, promosi dan penentuan harga dari
barang, jasa, dan ide”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemasaran adalah
suatu sistem dari kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan yang bertujuan
untuk mencapai tujuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pelangan.
2.2 Pengertian Manajemen Pemasaran
Seluruh aktivitas pemasaran harus mampu dikelola dengan baik
dengan sebuah manejemen yang baik pula, sehingga manajemen pemasaran
memegang peran penting dalam perusahaan, karena manajemen pemasaran
mengatur semua kegiatan pemasaran untuk mencapai tujuan perusahaan.
Untuk dapat mengetahui lebih jauh mengenai manajemen pemasaran, berikut
ini pendapat beberapa ahli tentang manajemen pemasaran.
Menurut Kotler (2007:9) definisi manajemen pemasaran diuraikan
sebagai berikut :
“Manajemen pemasaran adalah proses perencanaan dan
pelaksanaan konsepsi, penentuan harga, dan jasa-jasa untuk
menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan dan individu dan
tujuan-tujuan organisasi”.
Definisi lain mengenai manajemen pemasaran menurut Simamora
(2004:4), yaitu :
“Manajemen
pemasaran
merupakan
perencanaan
dan
pengkoordinasian semua aktivitas guna mencapai sebuah program
pemasaran yang terintegrasi secara berhasil”.
Jadi dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen
pemasaran adalah suatu seni dan ilmu memilih, mendapatkan, menjaga, dan
menumbuhkan pelanggan melalui proses untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh individu atau oleh
perusahaan, selain itu dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu
proses merencanakan dan melaksanakan konsep tentang produk, harga,
promosi, distribusi dari barang dan jasa untuk dapat memberikan kepuasan
kepada konsumen yang dituju.
2.3 Pengertian Bauran Pemasaran
Dalam pemasaran terdapat salah satu strategi yang disebut marketing
mix (bauran pemsaran). Marketing mix mempunyai peranan yang cukup
penting dalam mempengaruhi konsumen untuk membeli produk atau jasa
yang ditawarkan dan bagi keberhasilan suatu pemasaran baik pemasaran
produk maupun pemasaran jasa. Tujuan utama pada umumnya untuk
meningkatkan penjualan yang dapat menghasilkan laba dengan cara
memenuhi dan memuaskan pelanggan. Elemen-elemen bauran pemasaran
terdiri dari semua variabel yang dapat dikontrol perusahaan untuk dapat
memuaskan pelanggan.
Menurut Kotler yang dialih bahasakan oleh Molan (2007;23) dalam
bukunya “Manajemen Pemasaran” :
“Bauran Pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang
digunakan perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya”.
Sedangkan menurut Kartajaya (2006:18) adalah sebagai berikut :
“Marketing mix merupakan taktik dalam mengintegrasi tawaran,
logistik, dan komuikasi produk atau jasa”.
Dari
definisi-definisi
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
bauran
pemasaran (marketing mix) adalah suatu perangkat yang dapat dilakukan
perusahaan untuk mempengaruhi permintaan terhadap produknya dan
perpaduan dari variabel-variabel pemasaran yang terkait dan dapat
dikendalikan serta dikombinasikan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, sehingga perusahaan tersebut mencapai tingkat
keberhasilan. Jadi jelas keberhasilan perusahaan ditentukan oleh kemampuan
suatu perusahaan dalam mengkombinasikan perangkat pemasaran seperti
produk, sistem distribusi, struktur harga, dan kegiatan distribusi.
Selanjutnya menurut Kotler (2007;18) bauran pemasaran dapat
diklasifikasikan menjadi 4P (Product, Price, Place, Promotion). Adapun
pengertian dari masing-masing bauran pemasaran adalah :
8. Product
Produk merupakan kombinasi penawaran barang dan jasa perusahaan
kepada pasar, yang mencakup antara lain : kualitas, rancangan, bentuk,
merek, dan kemasan produk.
9. Price
Harga adalah sejumlah uang yang harus pelanggan bayar untuk produk
tertentu.
10. Place
Aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk agar
dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan sasaran.
11. Promotion
Promosi
adalah
aktivitas
yang
dilakukan
perusahaan
untuk
mengkomunikasikan keunggulan produk dan membujuk pelanggan
sasaran untuk membelinya.
Sedangkan menurut Tjiptono (2008:145) di dalam perusahaan jasa bauran
pemasaran di tambah menjadi 7P, adapun 3P tambahannya, yaitu :
12. People (Orang)
Perusahaan dapat membedakan dirinya dengan cara merekrut dan
melatih karyawan yang lebih mampu dan lebih dapat diandalkan dan
berhubungan dengan pelanggan, dari pada karyawan persaingannya.
13. Physical Environtment (Lingkungan Fisik)
Perusahaan jasa dapat mengembangkan lingkungan fisik yang atraktif.
14. Process (Proses)
Perusahaan jasa dapat merancang proses penyampaian jasa yang
superior misalnya home banking yang dibentuk oleh banking tertentu.
2.4 Ruang Lingkup Kualitas Pelayanan
2.4.1 Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas jasa pelayanan merupakan salah satu faktor penting dalam
usaha mencapai keunggulan bersaing, yakin untuk mencapai kualitas yang
diinginkan pelanggannya dan perusahaan selalu memperhatikan pemenuhan
kebutuhan pelanggan.
Menurut Wykoy yang dikutip oleh Tjiptono (2006:59) kualitas
pelayanan didefinisikan sebagai berikut :
”Kualitas pelayanan jasa adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengedalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk
memenuhi keinginan pelanggan”.
Sedangkan menurut Parasuraman, Berry, dan Zeithaml (2006:181)
mengungkapkan bahwa :
“Kualitas
pelayanan
didefinisikan
sebagai
seberapa
jauh
perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan serta layanan yang
mereka terima”.
2.5
Ruang Lingkup Jasa
2.5.1 Pengertian Jasa
Pengertian ruang lingkup pemasaran tidak hanya mencangkup pada
hasil produk yang tangible saja, tetapi juga mencangkup pada produk yang
intangible. Dengan semakin meningkatnya persaingan pada industri jasa,
maka perlu penerapan ilmu pemasaran atas jasa tersebut. Beberapa definisi
jasa menurut pakar, adalah :
Menurut Valerie A. Zeithaml d & Marry Jo. Bitner (2007:243) yang
dikutip oleh Alma dalam bukunya Manajemen Pemasaran dan Pemasaran
Jasa, yaitu:
“Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang output-nya bukan
produk di konsumsi secara bersamaan dengan waktu produksi dan
memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat)
bersifat tidak berwujud”.
Sedangkan menurut Kotler (2007:486) menyatakan bahwa :
“Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan
oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarny tidak berwujud
dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin
saja terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik”.
Dari definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa jasa
merupakan aktivitas yang tidak berwujud, yang dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen. Dalam memproduksi suatu jasa dapat menggunakan
bantuan suatu produk fisik tetapi bisa juga tidak.
2.5.2 Karakteristik Jasa
Jasa memiliki beberapa karakteristik yang membedakan dari produk
berupa barang dan berdampak pada strategi mengelola dan memasarkan.
Adapun karakteristik jasa yang dikemukakan oleh Kotler dan
Amstrong (2008:292), yaitu :
1. Jasa tak berwujud (Service Intangibility)
Berarti bahwa jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, diraba, didengar atau
dibaui sebelum jasa itu dibeli. Niat penting dari hal ini adalah nilai tak
berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan,
dan kenyamanan.
2. Tidak dapat dipisahkan dari pemberi jasa (Service Inseparability)
Berarti bahwa jasa tidak dapat dpisahkan dari penyediaan, tanpa
memperdulikan apakah penyediaan jasa itu orang atau mesin.
3. Variabilitas
Berarti bahwa kualitas jasa bergantung pada siapa yang menyediakan jasa
itu dan kapan, dimana, dan bagaimana jasa itu disediakan.
4. Jasa dapat musnah (Service Perishability)
Berarti jasa tidak dapat disimpan untuk dijual atau digunakan beberapa
saat kemudian.
2.5.3 Klasifikasi Jasa
Produk jasa tidak ada yang benar-benar mirip antara yang satu dengan
yang lain. Untuk dapat memahaminya, ada beberapa cara pengklasifikasian
produk ini.
Klasifikasi jasa menurut Lovelock yang dikutip oleh Tjiptono dalam
(2008:8-12), terdapat tujuh kriteria sebagai berikut :
1. Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa kepada
konsumen akhir (misalnnya taxy, asuransi jiwa, pendidikan) dan jasa
krpada konsumen organisasional (misalnnya jasa akutansi dan perpajakan,
jasa konsultasi menejemen, dan jasa konsultasi hukum).
2. Tingkat Keberwujudan (Tangibility)
Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dan
konsumen. berdasarkan kriteria ini jasa dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu :
a. Rented Goods Service
Dalam jenis ini konsumen menyewa dan menggunakan produk-produk
tertentu berdasarkan tariff selama waktu tertentu pula. Konsumen
hanya dapat menggunakan produk tersebut karena pemiliknya tetap
berada pada pihak perusahaan yang menyewakan. Contohnya
penyewaan mobil, kaset video, vila,apartemen.
b. Owned Goods Service
Pada Owned Goods Service, produk-produk yang dimiliki konsumen
direparasi, dikembangkan atau ditingkatkan (untuk kerja) atau
dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa, contohnya jasa reparasi
(arloji, mobil dan lain-lain).
c. Non Goods Service
Karakteristik khusus pada jasa ini adalah jasa personal bersifat
intangible (tidak berwujud) ditawarkan kepada para pelanggan
contohnya sopir ,dosen, pemandu wisata, dan lain-lain.
3. Keterampilan Penyedia Jasa
Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas
professional service (misalnya konsultan manajemen, konsultan hukum,
konsultan pajak) dan non-professional (misalnnya sopir taxy, penjaga
malam).
4. Tujuan Organisasi Jasa
Berdasarkan tujuan organisasi jasa, jasa dapat dibagi menjadi commercial
service atau profit dervice (misalnya bank, penerbangan) dan non-Provit
(misalnya sekolah, yayasan, panti asuhan, perpustakaan dan museum).
5. Regulasi
Dari aspek regulasi,jasa dapat dibagi menjadi Regulated service (misalnya
pialang, akuntan umum, dan perbankan) dan Non-Regulated (seperti
catering, dan pengecetan rumah).
6. Tingkat Intensitas Kariawan
Berdasarkan tingkat intensitas kariawan (keterlibatan tenaga kerja) jasa
dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu equipment-based sevice
(seperti cuci mobil otomatis, ATM (Automatic teller machine) dan peoplebased service (sepeti satpam,jasa akuntansi dan konsultan hukum).
7. Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelanggan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dibagi menjadi
high-contact service (misalnya bank dan dokter) dan low-contact-service
(misalnya bioskop) pada jasa yang tingkat kontak dan pelanggan tinggi,
kecenderungan interpersonal kariawan harus diperhatikan oleh perusahaan
jasa, karena kemampuan membina hubungan sangat dibutuhkan dalam
berurusan dengan orang banyak, misalnya keramahan, sopan santun, dan
sebaginya. Sebaliknya pada jasa yang kontaknya dengan pelanggan rendah
justru keahlian teknis kariawan yang paling penting.
2.5.4 Model Kualitas Jasa
Jasa tidak bisa disimpan untuk kemudian dijual atau digunakan, sehingga
pada dasarnya jasa langsung dikonsumsi pada saat diberi. Daya tahan suatu jasa
tidak akan menjadi masalah jika permintaan selalu ada. Bila permintaan turun,
maka masalah yang sulit akan segera muncul.
Suatu jasa atau pelayanan tertentu akan menimbulkan penilaian yang
berbeda dari setiap konsumen, karena tergantung dari bagaimana konsumen
mengharapkan jasa atau pelanggan tersebut. Menurut Berry, Parasuraman, dan
Zeithaml yang dikutip oleh Tjiptono (2006:80-82) mengungkapkan model
kualitas jasa yang diperlukan pada industri jasa. Pada model tersebut
mengidentifikasikan
lima
kesenjangan
yang
penyampaian jasa seperti terlihat pada gambar 2.
menyebabkan
kegagalan
Gambar 2.1
Model Kualitas Jasa
KONSUMEN
PEMASAR
Sumber : Parasurama, A., et. (1985), A Conceptual Model of Service Quality and its
Implications Future Research, Journal of Marketing, Vol.49 (Fall),p.44.
Adanya
kesenjangan-kesenjangan
yang
dapat
mengakibatkan
ketidakberhasilan pada saat penyerahaan jasa. Kelima Gap/kesenjangan
tersebut yaitu:
1. Gap antara harapan konsumen dan presepsi manajemen.
Pada kenyataan pihak menejemen suatu perusahaan tidak selalu dapat
merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara
tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa
seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang
diinginkan konsumen. Contohnya : pengelola catering mungkin
mengira para pelanggannya lebih mengutamakan ketepatan waktu
pengantaran makanannya, padahal para pelanggan tersebut mungkin
lebih memperhatikan variasi menu yang disajikan.
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan
spesifikasi kualitas jasa.
Kadangkala manajemen mamapu memahami secara tepat apa yang
diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu
standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor,
yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa,
kekurangan sumber daya atau karena adanya kelebihan permintaan.
Sebagai contoh: manajemen suatu bank meminta para stafnya agar
memberikan pelayanan secara cepat tanpa menentukan standar atau
ukuran waktu pelayanan yang dapat dikategorikan cepat.
3. Gap anatara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.
Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya: karyawan kurang
terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampaui batas,
tidak dapat memenuhi standar kinerja atau bahkan tidak mau
memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. Selain itu mungkin pula
karyawan diharapkan pada standar-standar yang kadangkala saling
bertentangan satu sama lain, misalnya: para juru rawat diharuskan
meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan atau masalah
pasien, tetapi di sisi lain mereka juga harus melayani para pasien
dengan cepat.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.
Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan
atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi
perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat
dipenuhi. Misalnya: brosur suatu lembaga pendidikan menyatakan
bahwa lembaganya merupakan yang terbaik, memiliki sarana kuliah,
pratikum dan perpustakaan lengkap, dan staf pengajarnya profesional.
Akan tetapi saat pelanggan datang dan merasakan bahwa ternyata
fasilitas pratikum dan perpustakaannya biasa-biasa saja (hanya
memiliki beberapa ruang kuliah, jumlah komputer relative sedikit,
judul dan eksemplar buku terbatas), maka sebenarnya komunikasi
eksternal yang dilakukan lembaga pendidikan tersebut telah modistorsi
harapan konsumen dan menyebabkan terjadinya, persepsi negatif
terhadap kualitas jasa lembaga tersebut.
5. Gap antar jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.
Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja prestasi
perusahaan dengan cara yang berlainan atau bisa juga keliru
mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Misalnya: seorang dokter bisa
saja terus mengunjungi pasiennya untuk menunjukan perhatiannya.
Akan tetapi pasien dapat menginterprestasikannya sebagai suatu
indikasi bahwa ada yang tidak beres kerkenaan dengan penyakit yang
dideritanya.
2.6
Kualitas Jasa
2.6.1
Pengertian Kualitas Jasa
Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
kerugian pelanggan serta ketetapan penyampaian untuk mengimbangi harapan
pelanggan.
Menurut Lovelock-Wright (2007:96) bahwa :
“Kualitas jasa adalah evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan
terhadap penyerahan jasa atau perusahaan”.
Sedangka menurut Lewis dan Boom yang dikutip oleh Tjiptono
(2008:121), yaitu :
“Kualitas jasa sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan
yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan”.
Dari beberapa pernyataan diatas kualitas jasa harus bisa diwujudkan
melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan
penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan.
2.6.2
Dimensi Kualitas Jasa
Menurut Parasuraman, Berry, dan Zeithaml yang diterjemahkan oleh
Lupiyoady dan A. Hamdani dalam bukunya yang berjudul Manajemen
Pemasaran Jasa (2006:181)
mengemukakan bahwa : “Keberhasilan
perusahaan dalam memeberikan layanan yang berkualitas kepada para
pelanggannya, pencapaian pangsa pasar yang tinggi, serta peningkatan
laba perusahaan tersebut sangat ditentukan oleh pendekatan yang
digunakan”.
Terdapat lima dimensi penentu mutu jasa menurut Parasuraman,
Zeithaml, Berry yang dikutip oleh Kotler (2007:275), kelimannya disajikan
secara berurut berdasarkan tingkat kepentingannya:
6. Tangible (Berwujud)
Meliputi fasilitas fisik (contohnya : gedung, gudang, dan lain-lain),
perlengkapan dan peralatan yang digunakan (teknologi) serta penampilan
pegawainya.
7. Reliability (Kehandalan)
Kemampuan perusahaan memberikan pelayanan sesuai dengan yang
dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
8. Responsiveness (Daya Tanggap)
Sesuatu kebijakan untuk membentuk dan memberikan pelayanan yang
cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian
informasi yang jelas.
9. Assurance (Jaminan)
Pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan
untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.
10. Empathy (Empati)
Perusahaan jasa tersebut memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual kepada masing-masing konsumen.
Dimensi kualitas jasa tersebut dipergunakan dalam menilai seberapa jauh
antara harapan konsumen dan kenyataan yang dirasakan olehnya terhadap
pelayanan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan.
2.7 Prinsip-prinsip Kualitas Jasa
Untuk menciptkan suatu gaya menejemen dan lingkungannya harus
kondusif bagi perusahaan jasa untuk memperbaiki kualitas, perusahaan harus
mampu memenuhi enam prinsip utama yang berlaku baik bagi perusahaan
manufaktur maupun perusahaan jasa. Keenam prinsip tersebut sangat bermanfaat
tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara berkesinambungan
dengan didukung oleh pemasok, karyawan dan pelanggan.
Enam prinsap pokok tersebut menurut Wolkins, yang dikutip oleh
Tjiptono (2006:75), yaitu :
1. Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari
manajemen puncak, manajemen puncak harus memimpin perusahaan
untuk meningkatkan kinerja kualitas. Tanpa adanya kepemimpinan dari
manajemen puncak maka usaha untuk meningkatkan kualitas hanya
berdampak kecil terhadap perusahaan.
2. Pendidikan
Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan
oprasional harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek
yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tesebut meliputi
konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi
kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi kualitas, dan peranan
eksekutif dalam implementasi strategi kualitas.
3. Perencanaan
Proses perencanaan strategi harus mencangkup pengukuran dan tujuan
kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan mencapai
visinya.
4. Review
Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi
manajemen untuk mengubah perilaku operasional. Proses ini merupakan
suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian konstan dan terusmenerus untuk mencapai tujuan kualitas.
5. Komunikasi
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses
komunikasi dalam perusahaan. Komunikasi harus dilakukan dengan
karyawan pelanggan, dan stakeholder perusahaan lainnya, seperti:
pemasok, pemenang saham, pemerintah, masyarakat umum, dan lain-lain.
6. Pengharapan dan pengakuan (Total Human Reward)
Pengharapan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam
implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik
perlu diberi penghargaan dan prestasi tersebut diakui dengan demikian
setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya dapat memberikan
kontribusi besar bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
2.8
Ruang Lingkup Kepuasan Konsumen
2.8.1 Pengertian Kepuasan Konsumen
Dari keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan pada
akhirnya akan bermuara pada nilai yang diberikan oleh pelanggan mengenai
kepuasan yang dirasakan.
Menurut Kotler & Keller (20010;138) menyatakan bahwa :
Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa seseorang
yang timbul karena membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk
(atau hasil) terhadap ekspektasi mereka.
Definisi diatas menyimpulkan bahwa banyak manfaat yang diterima oleh
perusahaan dengan tercapainnya tingkat kepuasan yang tinggi sehingga pelanggan
merasa senang dan puas atas kinerja yang diberikan perusahaan.
Menurut Foznell yang dikutip oleh Lupiyoadi dan A. Hamdani
(2006:192) mengemukakan bahwa :
“Tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi dapat meningkatkan
loyalitas pelanggan dan mencegah perputaran pelanggan, mengurangi
sensivitas pelanggan terhadap harga, mengurangi harga, mengurangi biaya
kegagalan pemasaran, mengurangi biaya operasi yang diakibatkan oleh
meningkatnya jumlah pelanggan, meningkatkan efektifitas iklan, dan
meningkatkan reputasi bisnis”.
Faktor utama penentu kepuasan adalah persepsi pelanggan terhadap
kualitas jasa (Zeithaml dan Bitner, 2007:192). Pelanggan mempunyai persepsi
tersendiri mengenai kualitas. Kejelian produsen terhadap presepsi pelanggan
tersebut akan mampu menjawab apa yang diinginkan pelanggan sebab pelanggan
yang menilai kualitas. Oleh karena itu, produsen harus mampu memenuhi
keinginan konsumen dan mengetahui tentang kualitas sebuah produk sehingga
dapat memenuhi kepuasan konsumen.
Secara konseptual, kepuasan pelanggan dapat digambarkan seperti yang
ditunjukan gambar 2.2 dibawah ini :
Gambar 2.2
Konsep Kepuasan Pelanggan
Sumber : Tjiptono, Fandy (2006), Manajemen Jasa.
2.8.2 Harapan konsumen
Dalam konteks kepuasan, umumnya merupakan harapan perkiraan atau
keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterimannya. Pengertian ini
didasarkan pada pandangan bahwa harapan merupakan standar prediksi, bisa juga
dikatakan sebagai standar ideal.
Menurut Olson & Dover yang dikutip dalam Zeithaml (2007:199)
mengemukakan bahwa harapan/ekspektasi pelanggan merupakan keyakinan
pelanggan sebelum mencoba atau membeli produk, yang dijadikan standar atau
acuan dan menilai kinerja produk bersangkutan.
Menurut Zeithaml (2006:203) mengemukakan bahwa harapan pelanggan
terhadap kualitas suatu jasa terbentuk oleh faktor-faktor berikut :
1. Enduring Service Intensifiers
Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan
untuk meningkatkan sensitivitas terhadap jasa. Faktor ini meliputi harapan
yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang tentang
jasa. Seorang pelanggan akan berharap bahwa ia patut dilayani dengan
baik pula apabila pelanggan lainnya dilayani dengan baik oleh pemberi
jasa.
2. Personal Needs
Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraannya juga
sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan
fisik, sosial, dan psikologis.
3. Transitory Service Intensifiers
Faktor ini merupakan individu yang bersifat sementara (jangka pendek)
yang meningkatkan sensitivitas pelanggan terhadap jasa. Faktor ini
meliputi:
a. Situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan jasa dan
ingin perusahaan bisa membantunya (misalnya jasa asuransi mobil
pada saat terjadi kecelakaan lali lintas).
b. Jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat pula menjadi acuannya
untuk menentukan baik buruknya jasa berikutnya.
4. Perceived Service Alternativies
Merupakan presepsi pelanggan terhadap tingkat atau derajat pelayanan
perusahaan lain yang sejenis. Jika konsumen memiliki beberapa alternatif,
maka harapannya terahadap suatu jasa cenderung akan semakin besar.
5. Self-Perceived Service Roles
Faktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajat
keterlibatannya dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya. Jika
konsumen terlibat dalam proses pemberian jasa dan jasa yang terjadi
ternyata tidak begitu baik, maka pelanggan tidak bisa menimpakan
kesalahan sepenuhnya pada si pemberi jasa. Karena itu, presepsi tentang
derajat keterlibatannya ini akan mempengaruhi tingkat jasa/pelayanan
yang bersedia diterimannya.
6. Situational Factors
Faktor
situasional
terdiri
atas
segala
kemungkinan
yang
bisa
mempengaruhi kinerja jasa, yang berada diluar kendala penyedia jasa.
Misalnya pada awal bulan biasanya sebuah bank ramai dipenuhi para
nasabahnya dan ini akan menyebabkan seorang nasabah menjadi relative
lama menunggu. Untuk sementara waktu, nasabah tersebut akan
menurunkan tingkat pelayanan minimal yang bersedia diterimanya karena
keadaan iu bukanlah kesalahan penyedia jasa.
7. Explicit Service Promises
Faktor ini merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) oleh
organisasi tentang jasanya kepada pelanggan. Janji ini bisa berupa iklan,
perjanjian, atau komunikasi dengan karyawan organisasi tersebut.
8. Implicit Service Promises
Faktor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang
memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana
yang seharusnya dan akan diberikan. Petunjuk yang memberikan
gambaran jasa ini meliputi biaya untuk memperolehnya (harga) dan alatalat pendukung jasanya. Pelanggan biasanya menghubungkan harga dan
peralatan (tangible assets) pendukung jasa dengan kualitas jasa. Harga
yang mahal dihubungkan secara positif dengan kualitas yang tinggi.
Misalnya, kendaraan angkutan umum yang sudah tua dan kotor dianggap
hanya cocok bagi masyarakat bawah yang lebih mementinkan tiba di
tujuan dari pada kenyamanan saat perjalanan.
9. Word of Mouth (Rekomendasi/Saran dari Orang Lain)
Word-of-Mouth merupakan penyataan (secara personal atau non personal)
yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi (service provider)
kepada pelanggan. Word-of-Mouth ini biasanya cepat diterima oleh
pelanggan karena yang menyampaikan adalah mereka yang dapat
dipercayainya, seperti para ahli, teman, keluarga, dan publikasi media
masa. Di samping itu, Word-of-Mouth juga cepat diterima sebagai
referensi karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang
belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri.
10. Past Experience
Pengalaman masa lampu meliput hal-hal yang telah dipelajari atau
diketahui pelanggan dari yang pernah diterimannya di masa lalu. Harapanharapan ini dari waktu ke waktu berkembang seiring dengan semakin
banyaknya informasi (non experience information) yang diterima
pelanggan serta semakin bertambahnya pengalaman pelanggan. Pada
gilirannya, semua ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan yang
dirasakan pelanggan.
2.8.3
Teknik Pengukuran Kepuasan Konsumen
Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk
mengukur dan memantau kepuasan konsumennya (juga konsumen perusahaan
pesaing). Cara untuk mengukur kepuasan pelanggan menurut Kotler yang
diterjemahkan oleh Alma (2007:285), yaitu :
1. Complaint and suggestion system (sistem keluhan dan saran)
Banyak perusahaan membuka kotak saran dan menerima keluhan
uang di alami oleh langganannya. Ada juga perusahaan yang memberi
amplop yang telah ditulis alamat perusahaan untuk digunakan
menyampaikan saran, keluhan serta kritik. Saran tersebut dapat juga
disampaikan melalui kartu komentar, customer hot line, telepon bebas
pulsa. Informasi ini data memeberikan ide dan masukan kepada
perusahaan yang memungkinkan perusahaan untuk mengantisipasi dan
cepat tanggap terhadap kritik dan saran tersebut.
2. Customer satisfaction surveys (survei kepuasan pelanggan)
Dalam hal perusahaan melakukan survei untuk mendeteksi
komentar pelanggan. Survei ini dapat dilakukan melalui pos, telepon,
atau wawancara pribadi, atau pelanggan diminta mengisi angket.
3. Ghost shopping (pembelian bayangan)
Dalam hal ini perusahaan menyuruh orang tertentu sebagai pembeli
ke perusahaan lain atau ke perusahaan sendiri. Pembeli misteri ini
melaporkan keunggulan dan kelemahan pelayan yang melayaninya,
juga dilaporkan segala sesuatu yang bermanfaat sebagai bahan
pengambilan keputusan oleh manajemen. bukan saja yang disewa
unutk menjadi pembeli bayangan tetapi juga menajer sendiri harus
turun ke lapangan, belanja ke toko saingan dimana ia tidak kenal.
Pengalaman manajer ini sangat penting karena data informasi yang
diperoleh langsung ia alami sendiri.
4. Lost Customer Analysis (analisis pelanggan yang hilang)
Langganan yang hilang, dicoba dihubungi. Mereka diminta untuk
mengungkapkan mengapa mereka berhenti, pindah ke perusahaan lain,
adalah sesuatu masalah yang terjadi yang tidak bisa diatasi atau
terambat diatasi. Dari kontak semacam ini akan diperoleh informasi
dan akan memperbaiki kinerja perusahaan sendiri agar tidak ada lagi
langganan yang lari dengan cara meningkatkan kepuasan mereka.
2.8.4
Strategi Kualitas Pelayanan
Menurut Kotler yang dikutip oleh Lupiyoadi dan A. Hamdani
(2006:192) bahwa kualitas pelayanan dapat ditingktakan dengan beberapa
pendekatan sebagai berikut :
1. Memperkecil
kesenjangan-kesenjangan
yang
terjadi
antara
pihak
manajemen dan pelanggan. Misalnya melakukan penelitian dengan
kuesioner dalam beberapa periode untuk mengetahui persepsi pelayanan
untuk menurut pelanggan.
2. Perusahaan harus mampu membangun komitmen bersama untuk
menciptakan visi di dalam proses pelayanan. Yang termasuk di dalamnya
adalah memperbaiki cara berfikir, perilaku, kemampuan, dan pengetahuan
dari semua sumber daya manusia yang ada.
3. Memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan
dengan membentuk sistem saran dan kritik, misalnya dengan hostline
bebas pulsa.
4. Menegembangkan
dan
memperoleh
accountable,
proactive,
dan
partnertship marketing sesuai dengan situasi pemasaran. Perusahaan
menghubungi
pelanggan setelah proses pelayanan terjadi
untuk
mengetahui kepuasan dan harapan pelanggan (accountable). Perusahaan
menghubungi pelanggan dari waktu ke waktu untuk mengetahui
perkembangan pelayanan (proactive). Sedangkan partnertship marketing
adalah pendekatan dimana perusahaan membangun kedekatan dengan
pelanggan yang bermanfaat untuk meningkatkan citra dari posisi
perusahaan di pasar.
2.9 Pengaruh Kualitas Pelayanan Jasa Terhadap Kepuasan Konsumen
Pelayanan merupakan hal yang penting dalam pemasaran, di mana strategi
pemasaran yang dilaksanakan perusahaan yang dilaksanakan perusahaan harus
didukung dengan pelayanan yang baik pula, karena pelayanan dapat tercipta pada
saat perusahaan mulai menawarkan produk hingga pada saat pasca transaksi.
Menurut Tjiptono (2007:61) mengemukakan bahwa “Citra kualitas
pelayanan (jasa) yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau
persepsi penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi
konsumen. Hal ini disebabkan karena konsumen yang mengkonsumsi dan
menikmati pelayanan (jasa) sehingga konsumen seharusnya dapat pula
menentukan atau menilai kualitas jasa”.
Kualitas pelayanan dipersepsikan baik, jika jasa yang diterima melalui
harapan konsumen, maka kualitas pelayanan di persepsikan sangat baik dan
berkualitas. Tetapi jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan,
maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Oleh karena itu, perusahaan dalam
merekrut dan mempertahankan konsumen atau pelanggan harus mengedepankan
kualitas pelayanan, karena kebanyakan konsumen lebih tertarik pada satu
perusahaan disebabkan pelayanan yang diterima dari perusahaan tersebut.
Dengan adanya kualitas pelayanan yang baik di dalam suatu perusahaan,
akan menciptakan kepuasan bagi para konsumennya. Dengan kata lain ada dua
faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan jasa yaitu dirasakan expected
service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan
(perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa
dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan
konsumen, maka kualitas pelayanan jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang
ideal. Sebaliknya, jika jasa diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan maka
kualitas pelayanan jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya
kualitas pelayanan jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam
memenuhi harapan konsumennya secara konsisten dan bagaimana penyedia jasa
tersebut memuaskan konsumen.
Adanya keterkaitan antara kualitas pelayanan jasa terhadap kepuasan
konsumen yang diungkapkan oleh Tjiptono (2000:32), yaitu menyatakan bahwa :
“Dengan terciptanya kepuasan pelanggan maka akan memberikan
banyak manfaat bagi kedua belah pihak antara lain membina hubungan
yang harmonis antar konsumen dengan perusahaan. Apabila perusahaan
bisa memberikan kualitas pelayanan jasa yang baik maka konsumenpun
akan merasa puas”.
Jadi kualitas pelayanan jasa sangat berhubungan dengan kepuasan
konsumen, apabila konsumen tidak merasa puas maka perusahaan harus tanggap
memperbaiki kinerja pelayanannya agar perusahaan tidak kehilangan pelanggan
lama dan untuk menambah pelanggan yang baru. Apabila hal tersebut tidak
diperbaiki maka hancurnya perusahaan tidak akan lama lagi.
Menurut Kotler, Hayes, dan Bloom yang di kutip oleh Alma (2007:275),
menyatakan ada enam alasan perusahaan harus menjaga dan mempertahankan
pelanggannya yaitu sebagai berikut :
1. Pelanggan yang sudah ada prospeknya dalam memberi keuntungan
cenderung lebih besar.
2. Biaya menjaga dan mempertahankan pelanggan yang sudah ada, jauh
lebih kecil dari pada biaya mencari pelanggan baru.
3. Pelanggan yang sudah percaya pada satu lembaga dalam urusan atau
bisnis yang lain.
4. Jika pada suatu perusahaan banyak langganan lama, akan memperoleh
keuntungan karena adanya peningkatan efisiensi. Langganan lama pasti
tidak akan banyak lagi tuntutan, perusahaan cukup menjaga dan
mempertahankan mereka. Untuk melayani mereka bisa digunakan
karyawan-karyawan baru dalam rangka melatih mereka, sehingga biaya
pelayanan lebih murah. Tentu karyawan yunior ini telah diberi
pengarahan lebih dulu, agar tidak berbuat sesuatu yang mengecewakan
pelanggan.
5. Pelanggan lama ini tentu telah banyak pengalaman positif berhubungan
dengan perusahaan, sehingga mengurangi biaya psikologis dan sosialisasi.
6. Pelanggan lama akan selalu membela perusahaan, dan berusaha pula
menarik atau member referensi teman-teman lain dan lingkungannya
untuk mencoba berhubungan dengan perusahaan.
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu yang Berkaitan dengan Kualitas Layanan Jasa dan
Kepuasan Konsumen
No
1.
Penulis
Dwi Aryani
dan
Febriana
Rosinta
(2010)
2.
Rachmad
Hidayat
(2009)
3. Dodik
Agung
Indra dan
Tri Gunarsih
(2004)
Judul
Hasil
Pengaruh Kualitas
Layanan terhadap
Kepuasan Konsumen
dalam Membentuk
Loyalitas Pelanggan
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
kelima dimensi
pembentuk
kualitas
layanan
terbukti
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
kualitas layanan.
Pengaruh Kualitas
Layanan, Kualitas
Produk dan Nilai
Nasabah Terhadap
Kepuasan dan
Loyalitas Nasabah
Bank Mandiri
- Hasil penelitian menunjukan
bahwa Kualitas layanan,
Kualitas produk dan Nilai
bagi nasabah berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kepuasan nasabah.
- Nilai bagi nasabah,
Kepuasan
nasabah
berpengaruh positif dan
signifikan
terhadap
loyalitas nasabah.
- Kualitas layanan dan
Kualitas produk tidak
berpengaruh signifikan
terhadap
loyalitas
nasabah.
Pengaruh Kualitas
Hasil
penelitian
Pelayanan Terhadap
menunjukan
bahwa
Kepuasan Nasabah
Variable bebas reliability,
Kredit Perorangan dan responsiveness, empathy,
Kelompok : Studi
assurance, dan tangible
Kasus pada PD BPR
secara
bersama-sama
Bank Pasar Kabupaten berpengaruh
secara
Karanganyar
signifikan
terhadap
kepuasan debitur di PD
BPR
Bank
Pasar
Kabupaten Karanganyar.
Download