ICASERD WORKING PAPER No.33 - Pusat Sosial Ekonomi dan

advertisement
ICASERD WORKING PAPER No.33
DAMPAK KEBIJAKAN STABILISASI HARGA
TERHADAP STABILITAS EKONOMI MAKRO
DI INDONESIA : SUATU KAJIAN INDIKATIF
Nyak Ilham
Maret 2004
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian
(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian
ICASERD WORKING PAPER No.33
DAMPAK KEBIJAKAN STABILISASI HARGA
TERHADAP STABILITAS EKONOMI MAKRO
DI INDONESIA : SUATU KAJIAN INDIKATIF
Nyak Ilham
Maret 2004
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian
(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian
Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini,
pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan
ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P.
Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi:
Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Sri Sunari, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari.
Alamat Redaksi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani
No.70 Bogor 16161, Telp. 0251-333964, Fax. 0251-314496, E-mail : [email protected]
No. Dok.048.33.04..04
DAMPAK KEBIJAKAN STABILISASI HARGA
TERHADAP STABILITAS EKONOMI MAKRO DI INDONESIA:
SUATU KAJIAN INDIKATIF
Nyak Ilham
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor
Jl. A. Yani 70 Bogor 16161
ABSTRAK
Salah satu tujuan kebijakan harga pertanian adalah menstabilkan harga pertanian agar
mengurangi ketidakpastian petani, dan menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen dan
stabilitas harga di tingkat makro. Untuk mencapai pembangunan ekonomi diperlukan stabilitas
ekonomi makro. Bedasarkan hal tersebut paper ini bertujuan mengkaji dampak stabilisasi harga
terhadap stabilitas indikator ekonomi makro. Data yang digunakan merupakan data sekunder
series waktu lingkup nasional bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, BULOG dan
Departemen Keuangan. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan teknik grafik. Dalam
studi ini stabilisasi harga diproksi dari besarnya dana yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi
pupuk dan operasi pasar oleh BULOG. Hasil studi menghasilkan tiga kesimpulan penting yaitu:
(1) Dana subsidi pupuk cenderung dapat menekan laju inflasi, namun pengaruhnya tidak
signifikan, sehingga respon indikator ekonomi makro terhadap perubahan dana subsidi pupuk
relatif lemah; (2) Ada indikasi bahwa operasi pengadaan dan penyaluran gabah/beras oleh Bulog
mampu menstabilkan inflasi, kecuali pada kondisi anomali. Pengaruh tersebut ada
kecenderungan ditransmisikan ke indikator ekonomi makro; (3) Pengamatan lebih mendalam
menunjukkan adanya bias yang berkaitan dengan tenggang waktu (time lag) antara operasi pasar
dengan indikator ekonomi makro. Saran dan implikasi kebijakan hasil studi ini adalah: (1)
Kebijakan subsidi pupuk kepada petani tidak efektif digunakan untuk stabilisasi indikator ekonomi
makro; (2) Kebijakan operasi pasar oleh Bulog dapat digunakan untuk menstabilkan indikator
ekonomi makro di Indonesia; dan (3) Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil
yang lebih akurat dengan pendekatan kuantitatif.
Kata Kunci: stabilitas harga, pangan, ekonomi makro.
PENDAHULUAN
Untuk mencapai pembangunan ekonomi yang diharapkan perlu stabilitas
ekonomi makro. Karena hal tersebut menjamin kepastian bagi investor untuk berinvestasi
sehingga mampu mengerakkan sektor riil yang dapat menciptakan lapangan kerja.
Salah satu tujuan kebijakan harga pertanian adalah menstabilkan harga pertanian agar
mengurangi ketidakpastian usaha petani, dan menjamin harga pangan yang stabil bagi
konsumen dan stabilitas harga di tingkat makro (Ellis, 1992:69).
Stiglitz (1997: 565) mengatakan tiga tujuan kebijakan ekonomi makro adalah
kesempatan kerja tinggi, inflasi yang rendah dan pertumbuhan yang cepat. Menurut
Dornbusch, Fisher, dan Startz (1998:3) variabel ekonomi makro yang menjadi isu adalah
pertumbuhan output, laju inflasi, pengangguran, dan neraca pembayaran.
1
Variabel
ekonomi makro tersebut saling terkait secara langsung atau melalui variabel ekonomi
makro lain, seperti nilai tukar dan tingkat suku bunga. Melalui pasar barang, pasar uang,
pasar tenaga kerja, dan pasar saham.yang membentuk keseimbangan internal dan
keseimbangan eksternal (balance of payment).
Indikator makro yang penting dan berkaitan dengan kebijakan stabilisasi harga
adalah inflasi.
Indikator tersebut secara mikro terkait dengan kondisi pasar barang
melalui harga-harga komoditas.
Namun, tingkat inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh
harga-harga
disebabkan
komoditas
yang
oleh
meningkatnya
permintaan
dan
berkurangnya penawaran, tetapi juga oleh faktor-faktor lain yang berkaitan dengan sektor
riil dan moneter (Gunawan, 1991: 60-142; Perwira, 2001; CSIS, 2001a; 2001b; 2001c;
2001d; 2002a; 2002b; 2002c; dan 2002d), serta pengaruh faktor kebijakan Romer
(1996:403-412).
Makalah ini difokuskan pada inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga
pangan, khususnya beras. Perspektif ke depan kajian ini menjadi penting mengingat
kecenderungan pasar yang dihadapi setiap negara semakin mengglobal. Dimana dengan
perubahan lingkungan strategis tersebut, menurut Simatupang dan Syafa’at (2002),
menyebabkan harga komoditas pertanian di pasar domestik semakin terbuka terhadap
gejolak pasar. Dengan perkataan lain, dinamika harga produk domestik dipengaruhi oleh
keadaan pada tiga jenis pasar secara simultan, yaitu (1) pasar komoditas internasional,
(2) pasar komoditas domestik, dan (3) pasar valuta asing.
Artinya intervensi pemerintah untuk kebijakan stabilisasi harga di pasar domestik
semakin mengecil.
Keadaan yang demikian dapat mempengaruhi ketidakstabilan
indikator ekonomi makro. Di Indonesia, banyak tulisan yang membahas hal tersebut,
namun yang menggunakan pendekatan kuantitatif masih sangat terbatas.
Timmer,
(1996) dalam: Simatupang (1999) menyatakan beberapa ilmuwan kompeten di bidang ini
beranggapan bahwa peranan stabilisasi harga beras dalam perekonomian nasional tak
terhingga nilainya.
Berdasarkan hal tersebut, studi ini sifatnya indikatif dengan pendekatan grafik
bertujuan mengkaji dampak stabilisasi harga terhadap stabilitas indikitor ekonomi makro.
Dari hasil kajian tersebut diharapkan dapat memberikan rekomendasi dalam upaya
meredam ketidakstabilan indikator ekonomi makro.
2
METODOLOGI
Kerangka Pemikiran
Di Indonesia (Gunawan, 1991), ketatnya pengaturan harga menyebabkan
berkurangnya instabilitas ekonomi makro.
Hal yang sama terjadi di beberapa negara,
seperti yang disitir maupun yang dihasilkan dari studi Kannapiran (2000), menunjukkan
bahwa skim stabilitas harga komoditas dapat mengurangi instabilitas ekonomi makro,
tetapi ada juga yang menciptakan sedikit fluktuasi, khususnya pada balance of payment
(BOP) dan stabilitas moneter, karena kebijakan stabilitas harga tidak memberikan
kontribusi yang baik terhadap manajemen ekonomi makro.
Keterkaitan antara harga dan indikator ekonomi makro ditransmisikan melalui
harga komoditas di pasar barang yang membentuk harga umum kemudian menentukan
tingkat inflasi. Tingkat inflasi akan mempengaruhi keseimbangan di pasar uang, pasar
tenaga kerja, pasar barang, dan daya saing produk di pasar internasional yang akhirnya
akan mempengaruhi keseimbangan makro.
Tingkat harga bahan pangan memberikan pengaruh yang relatif lebih tinggi
terhadap tingkat inflasi umum di Indonesia dibandingkan produk lain (Ilham, 2003).
Menurut Irawan, et al., (2002), pada umumnya harga beras merupakan acuan bagi harga
komoditas pangan lainnya dan tingkat upah pertanian, sehingga perubahan harga
pangan lain dan upah tenaga kerja cenderung sejalan dengan perubahan harga gabah.
Dengan demikian sebarapa jauh fluktuasi harga beras mempengaruhi stabilitas ekonomi
makro perlu menjadi perhatian, terutama pada kondisi pasar yang derajat liberalisasinya
semakin meningkat.
Kebijakan harga yang merupakan upaya untuk menstabilkan harga pertanian,
khususnya beras, dapat dilakukan melalui berbagai instrument. Menurut Ellis (1992:71),
ada empat instrumen kebijakan harga, yaitu: kebijakan perdagangan; kebijakan nilai
tukar; pajak dan subsidi; dan intervensi langsung.
Untuk melihat dampak kebijakan harga terhadap stabilitas ekonomi makro,
berbagai bentuk kebijakan harga tersebut dapat diproksi dengan berbagai indikator.
Kebijakan perdagangan dapat didekati dengan volume impor dan ekspor komoditas;
kebijakan nilai tukar didekati dengan kurs nilai tukar itu sendiri; pajak dan subsidi didekati
dengan nilai pajak yang diterima atau nilai subsidi yang diberikan; dan intervensi
langsung didekati dengan volume fisik pengadaan atau penyaluran komoditas yang
dilakukan dalam operasi pasar.
3
Selain melalui kebijakan harga, secara tidak langsung stabilisasi harga dapat juga
dilakukan melalui kebijakan pemasaran output dan kebijakan input (Ellis, 1992:101 dan
125).
Kebijakan pemasaran secara umum bertujuan menghindari produsen dan
konsumen dari eksploitasi pedagang. Kebijakan input antara lain berupa subsbsidi harga
sarana produksi diberlakukan pemerintah terhadap pupuk, benih, pestisida dan kredit. Di
Indonesia, pupuk mendapat subsidi terbesar, dengan argumen pemberian subsidi pupuk
adalah untuk: (1) merangsang penggunaan pupuk oleh petani sebagai bagian dari
penerapan teknologi pertanian dan peningkatan produksi pangan; (2) menstabilkan
harga di tingkat petani; dan (3) lebih mengefisienkan transfer sumberdaya dari
pemerintah ke petani guna membantu pembangunan di pedesaan (Rusastra, Sayaka,
dan Saptana, 2002).
Kerangka Teoritis
Penyebab Inflasi
Menurut Shapiro (1978:445), walaupun teori inflasi bukan hanya berdasarkan
inflasi tarikan-permintaan dan inflasi dorongan-biaya, namun pendekatan tersebut selalu
digunakan. Beberapa pendekatan lain adalah: Pendekatan Kurva Philips (Mankiw, 2000:
338); Teori Dinamika Inkonsistensi Kebijakan Inflasi Rendah (Romer, 1996: 403-412);
Hubungan Keterbukaan Ekonomi dengan Inflasi (Romer, 1993 dalam:Temple, 2002); dan
hubungan antara inflasi domestik dengan inflasi luar negeri (McCallum, 1989:271-296).
Analisis selanjutnya menggunakan pendekatan inflasi tarikan-permintaan dan inflasi
dorongan-biaya.
Inflasi Tarikan-Permintaan (Demand-Pull Inflation)
Menurut teori ini, meningkatnya tingkat harga umum disebabkan oleh permintaan
terhadap barang dan jasa melebihi penawaran yang tersedia pada harga yang berlaku
(Shapiro, 1978:446).
Kelebihan permintaan yang disebabkan bergesernya kurva
permintaan agregat ke kanan merupakan inflationary gap, sehingga menekan harga
untuk naik (Gunawan, 1991:11).
Berdasarkan
kerangka
kerja
kurva
IS-LM,
kelebihan
permintaan
yang
menyebabkan kenaikan harga dapat berasal dari pergeseran kurva IS atau kurva LM.
Penyebab bergesernya kurva IS adalah faktor-faktor riil dan penyebab bergesernya
kurva LM adalah faktor-faktor moneter.
4
(1) Inflasi tarikan-permintaan yang berasal dari faktor-faktor riil
Faktor-faktor yang menyebabkan bergesernya kurva IS ke kanan adalah
peningkatan pengeluaran pemerintah tanpa perubahan penerimaan pajak; penurunan
penerimaan pajak tanpa perubahan pengeluaran pemerintah; peningkatan pengeluaran
pemerintah yang lebih besar dari peningkatan penerimaan pajak; penurunan fungsi
tabungan; peningkatan ekspor; penurunan impor; dan peningkatan permintaan investasi.
Prosesnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 (A) menunjukkan tiga posisi kurva LM, yaitu LM1, LM2, dan LM3 dengan
jumlah uang beredar nominal tertentu dengan tingkat harga yang meningkat dari P1, ke
P2, ke P3. Dengan cara yang sama penurunan harga akan menggeser kurva IS ke
kanan, sebaliknya peningkatan harga dari P1 ke P2 ke P3 akan menggeser kurva IS ke
kiri dari IS1 ke IS2 ke IS3.
Perpotongan kurva IS1 dan LM1, IS2 dan LM2, IS3 dan LM3
menunjukkan jumlah permintaan barang tertentu pada tingkat harga P1, P2, dan P3.
Ketiga titik potong ini membentuk kurva permintaan AD1 pada Gambar 1 (B) dan
berpotongan dengan kurva AS pada P1 dan Yf yang merupakan keseimbangan awal.
Perubahan salah satu dari faktor riil akan menggeser kurva IS ke kanan atau ke
kiri, tergantung faktor yang mana yang berubah dan arah perubahannya. Peningkatan
permintaan terhadap investasi, akan menggeser IS ke kanan, dari IS1 ke IS’1; dari IS2 ke
IS’2; dari IS3 ke IS’3.
Pada kondisi kurva LM yang tetap, melalui perpotongan IS’1, IS’2
dan IS’3 dengan LM1, LM2, dan LM3 diperoleh kurva AD2. Pada harga P1 terjadi excess
demand, sehingga harga naik ke P2 saat AD2 memotong AS pada keseimbangan baru.
Keadaan ini menyebabkan terjadinya inflasi.
Mc Callum (1989: 272) menurunkan fungsi IS sebagai berikut :
Y = C(Y-  , r) + I(Y, r) + G + NX (e)
(1)
Persamaan (1) dapat disederhanakan dalam bentuk berikut:
Y = f(r,  , G, e) ;
dimana:
Y =
 =
I =
NX =
f1 < 0 , f2 < 0 , f3> 0 , f4 > 0
Pendapatan nasional;
Pajak pendapatan;
Investasi swasta;
Net ekspor impor;
C
r
G
e
=
=
=
=
(2)
Konsumsi masyarakat;
Suku bunga riil;
Pengeluaran pemerintah;
Nilai tukar riil
Dari persamaan (2) dapat diidentifikasi penyebab bergsernya kurva IS yang akan
menyebabkan inflasi dengan mekanisme seperti Gambar 1.
5
r
P=P2
P=P1
P=P3
P=P1
P=P3
P=P2
P=P3
P=P2
r2
P=P1
LM3
IS’1
IS’2
r1
IS’3
LM2
IS1
IS2
LM1
0
IS3
Yf
(A)
P
Y1
Y
AS
P3
P2
P1
AD1
0
AD2
Yf
Y1
Y
(B)
Gambar 1. Inflasi Tarikan-Permintaan yang Berasal dari Faktor-faktor Riil
Sumber: Shapiro, 1978:447
6
(2) Inflasi tarikan-permintaan yang berasal dari faktor-faktor moneter
Dari sisi moneter, interaksi tarikan permintaan dapat berasal dari penurunan
permintaan uang atau peningkatan penawaran uang. Tetapi yang terakhir pengaruhnya
sangat besar (Shapiro, 1978:448). Gambar 2 menunjukkan mekanisme inflasi dari sisi
moneter pada kodisi full employment. Dimana kondisi awal, dengan IS dan LM tertentu
pada tingkat harga P1, P2, dan P3. Perpotongan IS1 dan LM1, IS2 dan LM2, IS3 dan LM3
menghasilkan kurva AD1. Dengan kurva AS tertentu keseimbangan terjadi pada tingkat
harga P1.
Jika terjadi peningkatan penawaran uang, menggeser LM1 ke LM’1, LM2 ke LM’2
dan LM3 ke LM’3. Perpotongan kurva IS dengan LM’ menghasilkan kurva AD2. Pada
harga P1 terjadi excess demand, sehingga harga meningkat ke P2. Keseimbangan
baru terjadi pada perpotongan AD2 dengan AS. Keadaan ini menyebabkan terjadinya
kenaikan harga atau inflasi.
Kurva LM merepresentasikan keseimbangan di pasar uang, yaitu saat penawaran
uang sama dengan permintaan uang, dengan formula sebagai berikut:
M/P = L(r,Y)
(3)
Persamaan (3), jika diekspresikan dalam bentuk umum, diperoleh kurva LM merupakan
kombinasi anatara r dan Y, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = g (r, M, P)
(4)
Persamaan (4) menunjukkan kurva LM akan bergeser jika terjadi perubahan pada
penawaran uang dan harga. Dampaknya akan menyebabkan inflasi (Gambar 2).
Inflasi Dorongan-Biaya (Cost-Push Inflation)
Inflasi dorongan biaya disebut juga inflasi dari sisi penawaran (supply shock
inflation). Ada dua prinsip yang menyebabkan inflasi dari sisi penawaran. Pertama,
disebabkan oleh kenaikan upah yang merupakan tuntutan serikat pekerja, yang disebut
juga wage-push inflation. Kedua, disebabkan penetapan harga yang tinggi oleh industri
monopolistik atau oligopolistok, yang disebut juga profit-push inflation (Shapiro,
1978:451-459). Dalam makalah ini hanya penyebab utama yang dibahas.
Prasyarat terjadinya wage-push adanya pasar tenaga kerja yang tidak kompetitif,
terutama dengan adanya serikat pekerja. Peningkatan harga faktor, dengan cara yang
sama seperti wage-push menyebabkan bergesernya kurva penawaran agregat ke kiri
menyebabkan inflasi yang disebut cost-push inflation (Shapiro, 1978:460).
7
P=P3
r
P=P2
P=P1
P=P1
P=P3
P=P2
P=P2
P=P3
P=P1
r2
LM3
LM2
r1
LM1
LM’3
IS1
LM’2
IS2
LM’1
0
IS3
Yf
Y1
Y
(A)
P
AS
P3
P2
P1
AD1
0
AD2
Yf
Y1
Y
(B)
Gambar 2. Inflasi Tarikan-Permintaan yang Berasal dari Faktor-faktor Moneter
Sumber: Shapiro, 1978:447
8
Mekanisme pergeseran kurva penawaran agregat, akibat terjadi perubahan di
pasar tenaga kerja, dalam hal ini tuntutan serikat pekerja untuk menaikan upah dapat
dilihat pada Gambar 3 (Branson, 1979:378-380; dan McCallum, 1989: 101). Dengan
kondisi kurva AD tertentu, keseimbangan awal terjadi pada saat kurva AD1 berpotongan
dengan kurva AS1 pada tingkat upah W 1, tenaga kerja N1, produksi Y1 dan harga P1.
W
W 2S
P
AD!
AS2
W1S
AS1
W2
P2
W1
P1
W1D
0
N1
N
0
Y2 Y1
Y
N1
N
0
Y2 Y1
Y
Y
0
N2
Gambar 3. Inflasi Dorongan-Biaya yang Berasal dari Tuntutan Serikat Pekerja
terhadap Kenaikan Upah
Sumber: Branson, 1979:378-380; dan McCallum, 1989: 101
Jika serikat pekerja menuntut kenaikan upah, pada tingkat harga tetap di P1,
permintaan tenaga kerja tetap di W 1D, sedangkan
upah meningkat dari W 1 ke W 2.
Akibatnya kurva penawaran tenaga kerja bergeser ke kiri dari W 1S ke W 2S dan
9
menyebabkan jumlah faktor yang digunakan menurun dari N1 ke N2, sehingga output
menurun dari Y1 ke Y2.
Dengan harga tetap di P1, penurunan output dari Y1 ke Y2 menyebabkan kurva
penawaran agregat bergeser dari AS1 ke AS2. Akibatanya terjadi excess demand yang
menyebabkan harga meningkat ke P2. Kenaikan harga ini disebut wage-push inflation.
Grafik kiri bawah merupakan kurva produksi dengan fungsi:
Y = f (N)
(5)
Grafik di kiri atas merupakan kurva penawaran dan permintaan tenaga kerja di pasar
tenaga kerja. Bentuk fungsi permintaan dan penawaran tenaga kerja direpresentasikan
pada persamaan (6) dan persamaan (7).
f’ (N) = W/P
(6)
N = h (W/P)
(7)
Pada permintaan tenaga kerja yang tetap, perubahan W menyebabkan
pergeseran kurva penawaran tenaga kerja, WS.
Hal ini menyebabkan kurva AS
bergeser. Shiffter AS adalah upah, W. Jika dianalogkan upah sebagai input, maka
harga input lain, seperti harga pupuk dan harga BBM, juga merupakan shiffter kurva AS
pada keseimbangan makro.
Dari dua penyebab inflasi tersebut, secara makro dapat dilihat adanya kaitan
antara pergeseran permintaan agregat dan pergeseran penawaran agregat dengan
peningkatan harga umum dan sebaliknya. Tingkat harga umum itu sendiri berkaitan
dengan tingkat harga komoditas di tingkat mikro.
Beberapa studi menunjukkan bahwa di Indonesia sebagian besar pendapatan
masih digunakan untuk pangan, terutama pangan pokok berupa beras.
Dengan
demikian perubahan harga pangan pengaruhnya terhadap inflasi cukup besar.
Selanjutnya inflasi mempengaruhi penawaran uang riil yang akan menggeser kurva LM
dan menyebabkan pergerakan suku bunga.
Di sisi lain tingkat harga umum juga
mempengaruhi daya beli dan dan daya saing ekspor yang dapat menggeser kurva IS
dan menyebabkan pergerakan suku bunga. Pergeseran tersebut akan mempengaruhi
pertumbuhan pada keseimbangan internal.
Pada keseimbangan eksternal, suku bunga akan mempengaruhi net capital inflow
dan tingkat harga umum akan mempengaruhi balance of trade, dimana keduanya
mempengaruhi balance of payment (BOP) dengan formulasi sebagai berikut:
BOP = (X - M) + (CI – CO)
BOP = [X(P, E) – M(P,Y,E)] – NCI(i – i*)
10
(8)
dimana:
CI
E
X
Y
i
= Capital inflow;
CO =
= Nilai tukar ;
P =
= Ekspor;
M =
= Pendapatan domestik; NCI =
= Sukubunga domestik; i* =
Captal outflow
Tingkat harga umum
Impor
Net capital inflow
Sukubunga foreign
Selanjutnya perubahan BOP, apakah surplus atau defisit, akan mempengaruhi
penawaran dollar di pasar valuta asing di pasar uang domestik. Pada kondisi surplus
menyebabkan peningkatan penawaran dollar yang menyebabkan apresiasi rupiah
terhadap dollar AS, sebaliknya pada kondisi defisit.
Metode Analisis
Data dan informasi dianalisis secara deskriptif dengan teknik grafik. Dalam studi
ini, kebijakan harga, dalam hal ini harga beras, yang bertujuan menstabilkan harga beras
diproksi dari besarnya dana yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi pupuk, volume
pengadaan dan penyaluran beras oleh BULOG.
Dampaknya terhadap indikator ekonomi makro dilihat dari peubah inflasi, tingkat
suku bunga bank, neraca pembayaran (BOP), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
Serikat, dan produk domestik bruto (PDB).
Data
Data yang digunakan merupakan data sekunder series waktu lingkup nasional.
Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, BULOG dan
Departemen Keuangan.
HASIL EMPIRIS DAN PEMBAHASAN
Dalam analisis ini, instrumen kebijakan harga merupakan peubah eksogen yang
mempengaruhi indikator ekonomi makro sebagai peubah endogen.
Berikut akan
disajikan analisis deskriptif menggunakan teknik grafik dari masing-masing pengaruh
peubah eksogen terhadap peubah endogen.
Pengaruh Subsidi Input
Data subsidi pupuk yang tersedia merupakan data tahunan. Oleh karena itu data
indikator ekonomi makro yang digunakan juga merupakan data tahunan.
Karena
tanaman padi siklus produksinya selama tiga bulanan, maka efek subsidi terhadap harga
11
12
13
14
15
16
17
18
700000.0
Gambar 16. Hubungan Pengadaan dan penyaluran gabah/beras Bulog
dengan pertumbuhan GDP di Indonesia, 1985.1-2002.4
600000.0
500000.0
400000.0
300000.0
200000.0
100000.0
0.0
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
-5.00
-10.00
-15.00
-20.00
-25.00
.1 .4 .3 .2 .1 .4 .3 .2 .1 .4 .3 .2 .1 .4 .3 .2 .1 .4 .3 .2 .1 .4 .3 .2
85 85 86 87 88 88 89 90 91 91 92 93 94 94 95 96 97 97 98 99 000 000 001 002
2 2 2 2
P.adaan ton
P.aluran ton
Gr.GDP %
Dari kajian indikatif dengan teknik grafik tersebut masih dapat dilihat adanya bias
yang berkaitan dengan tenggang waktu (time lag) antara operasi pasar dengan indikator
ekonomi makro.
Hal tersebut dapat disebabkan
dampak kebijakan operasi pasar
tersebut membutuhkan tenggang waktu terhadap indikator ekonomi makro, atau
memang kegiatan di lapangnya tidak sesuai dengan jadwal dimana seharusnya kegiatan
tersebut dilakukan. Kedua kegiatan ini akan efektif jika dilakukan pada waktu yang tepat,
jika tidak tepat maka hasil yang diharapkan akan kontraproduktif,
Di samping itu sejak tahun 1999, pemerintah telah membebaskan semua pihak
untuk melakukan impor beras, baik BULOG sendiri, swasta maupun LSM. Dikhawatirkan
jumlah impor atau ekspor beras akan sulit dikontrol oleh pemerintah, sehingga harga
beras domestik bisa tidak stabil (Sudaryanto, et al., 2002). Atau dapat saja lembaga
tersebut dengan motif keuntungan tidak mendistribusikan beras sesuai yang diinginkan.
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah diutarakan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan dan
saran sebagai berikut:
1. Dana subsidi pupuk cenderung dapat menekan laju inflasi. Namun dari perilaku yang
ada pengaruhnya tidak signifikan. Tidak signifikannya dana subsidi pupuk terhadap
inflasi melemahkan transmisi pengaruh dana subsidi pupuk ke indikator ekonomi
makro seperti suku bunga, BOP, nilai tukar dan pertumbuhan GDP menjadi tidak
ditransmisikan. Atau dapat dikatakan respon indikator makro tersebut terhadap
19
perubahan dana subsidi pupuk relatif lemah. Hal ini selain disebabkan dampaknya
yang lemah juga dapat disebabkan kebijakan stabilitas harga melalui peningkatan
dana subsidi input produksi gabah berupa pupuk tidak memberikan kontribusi yang
baik terhadap manajemen ekonomi makro.
2. Ada indikasi bahwa operasi pengadaan dan penyaluran gabah/beras oleh Bulog
mampu menstabilkan inflasi, kecuali pada kondisi anomali, seperti krisis ekonomi
pada medio 1997 dimana faktor lain, dalam hal ini depresiasi nilai tukar yang cukup
tajam, mendominasi penyebab terjadinya inflasi yang tinggi.
3. Pengaruh operasi pasar Bulog terhadap stabilitas inflasi, ada kecenderungan
ditransmisikan ke indikator ekonomi makro lain, yaitu: suku bunga, BOP, nilai tukar
dan pertumbuhan GDP.
4. Kajian indikatif hanya melihat kecenderungan.
Pengamatan lebih rinci masih
terdapat adanya bias yang berkaitan dengan tenggang waktu (time lag) antara
operasi pasar dengan indikator ekonomi makro. Bias tersebut dapat disebabkan oleh
adanya time lag antara pelaksanaan kebijakan dengan respon indikator ekonomi
makro dan kegiatan di lapangnya tidak sesuai dengan jadwal dimana seharusnya
kegiatan tersebut dilakukan.
5. Dari fenomena data yang disajikan dalam grafik, dapat juga dilihat adanya
kecenderungan stabilitas ekonomi makro di Indonesia sudah mulai membaik seperti
kondisi sebelum krisis ekonomi.
SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
1.
Kebijakan pemberian subsidi pupuk kepada petani tidak efektif digunakan untuk
stabilisasi indikator ekonomi makro.
Karena kebijakan ini tidak secara langsung
mempengaruhi harga gabah, tetapi lebih efektif untuk tujuan meningkatkan
pendapatan petani, melalui adopsi teknologi penggunaan pupuk yang dapat
meningkatkan produktivitas ushatani padi.
2.
Mengingat pengeluaran utama sebagian besar masyarakat Indonesia masih pada
produk pangan dan ada kecenderungan operasi pasar gabah/beras mampu
menstabilkan inflasi, maka kebijakan ini dapat digunakan untuk menstabilkan
indikator ekonomi makro di Indonesia.
3.
Untuk mempertegas adanya bias tersebut, maka diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dengan pendekatan kuantitatif.
20
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 1999 – 2002.
Indonesia. Jakarta.
Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia.
Bank
______________ 1983 – 2002. Laporan Tahunan 1982 - 2001 Bank Indonesia. Bank
Indonesia. Jakarta.
BPS. 1983-2003. Indikator Ekonomi. BPS. Jakarta.
Branson, W.H. 1979. Macroeconomic Theory and Policy. Second Edition. Harper
International Edition. New York.
Bulog. 2000. Statistik Intern BULOG Tahun 1985-1998. Biro Analisis Harga dan Pasar,
Badan Urusan Logistik. Jakarta.
Bulog. 2000. Statistik Penyaluran Beras BULOG Tahun 1985-1998. Biro Analisis Harga
dan Pasar, Badan Urusan Logistik. Jakarta.
CSIS.
2001a. Tinjauan Perkembangan Ekonomi : Skenarion Pertumbuhan 2001:
Creative destruction, Muddling - Through atau Sky Dive ?. Tahun XXX/2001
No.1: 6 – 7. Center For Strategic And International Studies. Jakarta.
____.
2001b. Tinjauan Perkembangan Ekonomi: Ekonomi Indonesia di Tengah
Ketidakpastian. Tahun XXX/2001 No. 2: 108 - 109. Center For Strategic And
International Studies. Jakarta
____.
2001c. Tinjauan Perkembangan Ekonomi: Perkembangan Ekonomi Makro
Kuartal Kedua 2001.Tahun XXX/2001 No.3: 243-245.Center For Strategic And
International Studies. Jakarta
____. 2001d. Tinjauan Perkembangan Ekonomi: Indonesia Tenggelam Berdiri. Tahun
XXX/2001 No.4: 384-3856. Center For Strategic And International Studies.
Jakarta
____. 2002a. Tinjauan Perkembangan ekonomi. Tahun XXXI/2002 No.1: 36-38. Center
For Strategic And International Studies. Jakarta
____. 2002b. Tinjauan Perkembangan Ekonomi. Tahun XXXI/2002 No.2: 156158. Center For Strategic And International Studies. Jakarta
____. 2002c. Tinjauan Perkembangan Ekonomi: Membaiknya Indikator Perekonomian
Indonesia. Tahun XXXI/2002 No.3: 297-298.
Center For Strategic And
International Studies. Jakarta
____. 2002d. Tinjauan Perkembangan Ekonomi: Pemulihan Lambat yang Terus
Terhambat. Tahun XXXI/2002 No.4: 414-416. Center For Strategic And
International Studies. Jakarta
Dornbusch, R. , S. Fischer, and R. Srartz. 1998. Macroeconomics.
Ed.Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. Boston, United States.
21
Seventh
Ellis, F. 1992. Agricultural Policies In Developing Countries. Cambridge University
Press. Cambridge.
Gunawan, A. H. 1991. Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia.
Pustaka Utama, Jakarta.
PT.Gramedia
Ilham, N. 2003. Perilaku Inflasi di Indonesia: Bagaimana Kontrtibusi Bahan Pangan
terhadap Inflasi ? Makalah (unpublish) Sebagai Tugas pada Mata Kuliah
Makroekonomi Lanjutan pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Irawan, B., G.S. Budhi, dan Supriyati. 2002. Penyesuaian Harga Komoditas Pangan
dan Sarana Produksi pada Priode Krisis Ekonomi. Dalam: Monograph Series No.
21: 105-111. Analisis Kebijaksanaan: Paradigma Pembangunan dan
Kebijaksanaan Pengembangan Agro Industri. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor.
Kannapiran, C.A. 2000. Commodity Price Stabilisation: Macroeconomic Impacts and
Policy Option. Agricultural Economics No. 23 June 2000: 17-30.
Mankiw, N. G. 2000. Teori Ekonomi makro. Edisi keempat. Worth Publishers, Inc.,
New York, United States. Alih bahasa: Imam Nurmawan. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
McCallum B.T. 1989. Monetary Economics: Theory and Policy. Macmillan Publishing
Company. New York.
Perwira, D. 2001. Pengaruh Perubahan Kondisi Ekonomi Makro Terhadap Permintaan
Saham Sektor Pertanian di Indonesia. EKI, Vol. XLIX No.4-2001: 357-374.
Universitas Indonesia. Jakarta
Republik Indonesia. 1985-2001. Nota Keuangan. Republik Indonesia. Jakarta
Romer, D. 1996. Advanced Macroeconomics. The McGraw-Hill Companies, Inc. New
York, United States.
Rusastra, I.W., B. Sayaka, dan Saptana. 2002. Kebijaksanaan Harga dan Subsidi Faktor
Produksi. Dalam: Monograph Series No. 21: 91-104. Analisis Kebijaksanaan:
Paradigma Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agro Industri.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Shapiro, E. 1978. Macroeconomic Analysis.
Jovanovich, Inc. New York, United States.
Fourth Edition.
Harcourt Brace
Simatupang, P. 1999. Alternatif Baru Kebijaksanaan Perberasan: Stabilisasi Harga On
Trend, Intensifikasi Berkelanjutan dan Jaring Pengaman Ketahanan Pangan.
Dalam: Monograph Series No. 20: 1-19. Analisis dan Perspektif Kebijaksanaan
Pembangunan Pertanian Pasca Krisis Ekonomi.
Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
22
Simatupang, P. dan N. Syafa’at. 2002. Analisis Penyebab Anjloknya Harga Komoditas
Pertanian Selama Smester-I 1999. Dalam: Monograph Series No. 21: 165-174.
Analisis Kebijaksanaan: Paradigma Pembangunan dan Kebijaksanaan
Pengembangan Agro Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Stiglitz, J. E. 1997. Economics. Second edition. W.W. Norton & Company. New York London.
Sudaryanto, T., P.U. Hadi, Sri Hery S., dan E. Suryani. 2002. Perkembangan
Kebijaksanaan Harga dan Perdagangan Komoditas Pertanian.
Dalam:
Monograph Series No.21: 131-164. Analisis Kebijaksanaan: Paradigma
Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agrto Indusrtri. Penyunting: T.
Sudaryanto, I W. Rusastra, A. Syam, dan M. Ariani. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor.
Temple, J. 2002. Openness, Inflation, and the Phillips Curve: A Puzzle. Journal of
Money, Credit, and Banking, Vol. 34. No. 2 (May 2002):450-468.
23
Lampiran 1.
Tahun
(1)
80/81
81/82
82/83
83/84
84/85
85/86
86/87
87/88
88/89
89/90
90/91
91/92
92/93
93/94
94/95
95/96
96/97
97/98
98/99
1999
2000
2001
2002
Data Subsidi Pupuk dan Beberapa Indikator Ekonomi Makro di Indonesia,
1980/1981-2002
EXR
SB.WK
BOP
Pengadaan Penyaluran Gr.GDP
(Rp/US$)
(%)
(Mil.US$)
(%)
(ton)
(ton)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
na
na
na
-1165
na
632.2
na
na
na
-2050
na
642.7
na
na
na
-2121
na
703.4
na
na
na
247
na
988.9
na
na
8.615
-91
na
1056.5
162759.7 179684.3
10.714
-498
na
1124.8
137252.5 150318.5
9.588
-1262
21.37
1432.3
101131.5 191767.8
21.099
57
21.89
1654.4
150084.0 148052.6
17.101
-1432
22.18
1716.5
181611.0 134370.7
18.159
-558.0
21.26
1796.5
111121.9 154970.7
19.272
263
22.07
1881.3
144836.6 182434.3
15.584
-218
25.36
1982.8
197736.9 143631.4
14.298
-1199
23.27
2055.4
145176.3 185151.1
15.994
-2044
19.71
2115.3
78988.8 246645.2
17.864
-646
17.76
2196.0
88021.1 199066.3
17.395
-1825
19.12
2283.4
150529.4 183935.8
17.532
-700
19.14
2364.9
113988.8 355157.1
24.733
-747
23.66
5077.8
69963.0 382678.9
46.554
2782
34.10
10265.7
204062.8 769105.2
8.791
-3292
27.66
7970.8
181233.9 780832.6
13.310
-5042
18.46
8558.2
167470.9 111206.7
16.162
1378
18.44
10383.9
176948.5 176474.5
17.111
18.9
9396.8
24
Inflasi
(%)
(8)
na
9.80
8.40
12.63
3.64
5.66
8.83
8.29
6.55
5.48
9.11
9.78
10.03
7.04
8.57
8.86
5.17
34.22
39.74
2.01
9.35
12.55
9.94
Subsidi ppk
(Mil.Rp)
(9)
284
371
420
324
732
477
467
756
200
278
265
302
175
175
815
212
368
547
0
0
0
0
0
Lampiran 2. Pengadaan dan Penyaluran Gabah/Beras Bulog dan Beberapa Indikator
Ekonomi Makro di Indonesia, 1985.1-2002.4
Tahun/
Triwulan
(1)
85.1
85.2
85.3
85.4
86.1
86.2
86.3
86.4
87.1
87.2
87.3
87.4
88.1
88.2
88.3
88.4
89.1
89.2
89.3
89.4
90.1
90.2
90.3
90.4
91.1
91.2
91.3
91.4
92.1
92.2
92.3
92.4
93.1
93.2
93.3
93.4
94.1
94.2
94.3
94.4
95.1
95.2
Gr.GDP
SB.WK SB.INV
EXR
Pengadaan Penyaluran
BOP
(Rp/US$)
(ton)
(Mil.US$)
(%)
(ton)
(%)
(%)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
40246.7
157326.7
10.90
-303.0
na
na
1096.0
413489.0
147359.7
6.03
-116.0
na
na
1118.0
199688.7
158905.0
1.05
-53.0
na
na
1123.0
23401.7
211117.0
-5.41
329.0
na
na
1127.3
14459.3
201355.7
10.77
368.0
21.80
na
1130.7
356086.3
136213.3
-3.40
-479.0
21.80
na
1131.7
129647.3
136838.7
5.01
356.0
21.40
na
1304.0
2911.0
175589.3
3.59
-228.0
21.17
na
1649.3
60365.3
152632.7
8.03
626.0
21.10
na
1644.0
340423.3
138520.3
9.39
-186.0
21.20
na
1650.0
52047.3
138273.3
2.74
305.0
22.13
na
1648.3
79.0
226086.3
-5.29
638.0
22.23
na
1655.0
11976.3
264191.0
9.23
771.0
22.00
na
1664.3
399815.0
137681.7
10.28
-369.0
22.00
na
1680.3
19031.3
151668.0
-0.13
157.0
22.13
na
1703.7
13993.3
157409.0
-4.54
261.0
22.26
na
1728.7
167496.3
145451.7
16.17
706.0
22.32
19.67
1753.2
567355.7
102972.7
5.91
-196.0
21.40
19.43
1774.3
105773.7
135952.3
2.93
195.0
21.77
19.53
1788.3
18466.3
140940.7
-5.38
1336.0
21.30
19.40
1801.3
34848.3
157617.0
11.53
-298.0
20.57
18.97
1822.0
330094.7
142105.3
2.19
602.0
19.73
18.33
1843.3
44336.3
137988.7
7.51
-898.0
20.40
18.50
1863.0
14205.7
162331.3
4.36
1277.0
22.60
19.83
1890.7
55851.0
177457.3
6.69
1235.0
25.53
21.93
1928.2
382396.0
153162.7
-0.54
-390.0
27.00
24.53
1953.3
24047.3
149714.7
7.41
-539.0
24.67
19.53
1970.3
14161.7
211573.0
0.38
1131.0
24.93
19.43
1990.7
158741.3
215286.7
3.30
997.0
24.83
19.37
2016.7
519612.0
141608.3
3.03
965.0
24.63
19.23
2035.0
130186.0
138043.3
5.78
348.0
24.00
19.53
2043.7
46431.3
145193.3
0.67
1039.0
22.67
18.83
2066.0
94718.3
149680.7
5.78
286.0
21.76
18.33
2077.0
373556.3
146824.3
4.50
1196.0
21.38
17.87
2090.8
153640.0
163162.0
5.11
986.0
20.17
17.10
2108.7
32476.7
195282.7
0.12
1196.0
19.03
16.23
2115.5
21032.0
235335.3
2.93
-607.0
18.26
15.34
2146.0
264628.3
152952.3
5.69
-462.0
17.55
14.89
2174.8
22788.3
206924.0
7.34
1521.0
17.57
14.75
2183.0
4333.7
326911.7
1.64
596.0
17.66
14.88
2192.3
24205.0
299792.7
5.03
-393.0
18.24
15.20
2233.7
212569.7
192978.0
4.81
455.0
25
18.79
15.65
2244.7
Inflasi
(%)
(17)
0.18
3.79
-0.34
0.72
1.54
1.61
2.78
2.92
1.54
2.25
1.64
3.54
0.92
2.04
1.47
1.11
1.95
1.99
0.77
1.21
1.51
2.17
3.87
1.82
1.12
2.29
3.59
2.25
1.32
1.74
0.86
0.98
5.39
1.98
1.18
1.35
3.18
1.68
2.41
2.04
2.74
2.91
Lampiran 2. Lanjutan
95.3
95.4
45522.3
25363.0
180543.0
213427.0
4.88
1.76
896.0
2871.0
19.11
19.27
16.00
16.06
2264.7
2293.3
1.33
1.55
96.1
68629.3
209317.0
96.2
309753.0
179578.3
2.81
255.0
19.30
16.30
2331.0
3.80
5.15
-595.0
19.24
16.46
2345.3
0.95
96.3
96.4
97.1
97.2
97.3
97.4
98.1
98.2
98.3
98.4
99.1
99.2
99.3
99.4
2000.1
2000.2
2000.3
2000.4
2001.1
2001.2
2001.3
2001.4
2002.1
2002.2
2002.3
2002.4
71235.0
27401.0
193728.7
404031.3
50881.0
962.7
80.3
42350.3
7884.3
32710.7
196906.7
310756.7
267015.3
41572.3
107825.3
448075.7
118490.7
50544.0
133902.3
275256.3
196193.3
64531.7
90892.7
400185.0
183548.7
33167.7
197610.3
179979.0
178575.7
193619.7
167713.3
484931.3
574364.0
271317.3
441887.7
434831.7
180822.3
202775.6
185452.5
200054.8
194262.7
195390.3
195361.6
195818.0
108410.3
112660.0
116344.7
107411.7
162090.7
171281.3
179298.0
193228.0
6.28
5.34
-0.90
4.15
6.16
11.13
17.97
3.46
22.80
-1.97
6.66
-1.32
2.20
-0.79
6.54
4.50
6.89
-2.81
8.52
6.41
0.80
-1.99
8.46
2.17
22.97
-18.54
713.0
2815.0
1666.0
1124.0
395.0
-8674.0
-5203.0
874.0
-1656.0
-475.0
1746.0
1048.0
-372.0
-174.0
-2808.0
-371.0
-564.0
-1300.0
721.0
35.0
-319.0
941.0
12.0
-1275.0
-762.0
-1996.0
19.17
19.16
18.98
18.72
23.38
26.21
26.33
32.16
34.93
35.20
34.11
30.34
24.52
21.68
19.59
18.46
17.98
17.80
17.85
18.08
18.67
19.16
19.32
19.18
18.87
18.42
16.49
16.43
16.38
16.28
18.68
19.62
19.43
22.39
24.16
25.84
25.98
23.39
20.60
18.80
17.01
16.35
16.09
16.86
16.84
16.90
17.07
17.64
18.01
18.10
18.10
17.94
2351.7
2360.0
2402.7
2450.3
2937.7
4380.0
10543.3
11379.3
12288.0
8332.3
9063.0
7853.7
7765.3
7201.0
7510.7
8486.0
8772.0
9464.0
7510.7
8486.0
8772.0
9464.0
10128.0
9335.0
9055.3
9068.7
0.83
1.04
2.26
0.90
1.64
5.01
20.42
16.84
20.01
4.78
4.78
-0.69
-2.20
-0.07
2.41
1.01
2.23
2.85
2.96
2.67
3.71
2.74
4.70
0.90
1.70
2.65
26
Lampiran 3. Daftar Sumber Data yang Digunakan dalam Studi
No.
(2)
(3)
(4)
Notasi Peubah
PDNG
PLNB
Gr.GDP
Nama Peubah
Pengadaan gabah/beras Bulog
Penyaluran beras Bulog
Pertumbuhan GDP nominal
(5)
BOP
Neraca pembayaran
(6)
SB.WK
Suku bunga modal kerja
(7)
(8)
(9)
(15)
EXR
INF
SUB.PPK
SB.INV
Nilai tukar rupiah terhadap US $
Inflasi
Dana subsidi pupuk
Suku bunga investasi
27
Sumber
Statistik Bulog
Statistik Bulog
-Bank Indonesia,SEKI
dan Laporan Tahunan
-BPS, Indikator Ekonomi
Bank Indonesia, SEKI dan
Laporan Tahunan
Bank Indonesia, SEKI
BPS, Indikator Ekonomi
BPS, Indikator Ekonomi
BPS, Indikator Ekonomi
Nota keuangan, Depkeu
Bank Indonesia, SEKI
BPS, Indikator Ekonomi
Download