BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Semarang adalah Ibukota Provinsi Jawa Tengah. Kota ini merupakan
kota terbesar kelima setelah Kota Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan. Kota
ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.438.733 jiwa berdasarkan pada tahun
2005 (BPS, 2006). Bila digabung dengan metropolitan Kedungsapur (Kendal,
Demak, Salatiga, Semarang, Purwodadi), maka jumlah penduduk yang ada di
metropolitan Semarang adalah 5.708.444 Jiwa (BPS, 2006).
Jumlah penduduk yang tinggi di Kawasan Semarang mendorong
percepatan pembangunan di Kota Semarang. Kemajuan pembangunan di Kota
Semarang telah mengalami dinamika yang sangat pesat dalam berbagai hal,
terutama dalam pembangunan fisik di Kota
Semarang (Nugroho, 2013).
Pembangunan fisik ini adalah akibat dari pertambahan jumlah penduduk yang ada
di kawasan Metropolitan Kedungsapur, khususnya di Kota Semarang.
Pembangunan fisik yang umumnya tidak memperhatikan kearifan lingkungan
mengakibatkan berbagai masalah di Kota Semarang. Akibat dari banyaknya
pembangunan di kawasan Semarang, maka eksploitasi air tanah yang berlebihan
mendorong turunya muka air tanah diikuti penurunan muka tanah. Pembangunan
di kawasan pesisir di Semarang yang menjorok ke laut. Adanya peristiwa
perubahan iklim global juga mendorong pencairan es di kutub sehingga muka air
laut semakin tinggi. Hal ini mendorong penurunan garis pantai di kawasan
Semarang.
Perubahan garis pantai serta penurunan tanah di kawasan Semarang berada
pada kecepatan yang memprihatinkan. Muhamad Helmi (dalam Suara Merdeka,
2012) mengatakan bahwa garis pantai di kawasan pesisir Semarang mengalami
kemunduran 1,7 Km dan mengalami genangan 1.211,2 hektar atau sama dengan
15
1.460,1 kali lapangan sepak bola. Marfai dan King (2007) melakukan
pemodelan sistem informasi Geografi pada kawasan pesisir Semarang. Hasil
pemodelan ini mencatat seluas 27,5 hektar area di kawasan pesisir semarang akan
hilang pada tahun 2007. Perubahan garis pantai di kawasan pesisir Semarang
memiliki dampak yang berbahaya bagi kawasan pesisir Kota Semarang. Abrasi di
kawasan pesisir dapat berdampak pada kerusakan infrastruktur di kawasan pesisir
dan permukiman yang ada di kawasan pesisir. Selain itu, pendangkalan laut akibat
sedimentasi pantai dapat membahayakan usaha perikanan. Terutama bagi
perikanan tangkap di perairan Semarang.
Perkembangan cepat teknologi penginderaan jauh menmbuat metode ini
menjadi metode survey kontinyu dan muthakir. Metode ini dapat menyajikan
secara cepat data perubahan garis pantai dengan akurat berdasarkan ruang dan
waktu. Cukup banyak aplikasi penginderaan jauh yang dapat digunakan untuk
pemantauan perubahan garis pantai di suatu kawasan. Salah satu diantaranya
adalah aplikasi Citra Landsat ( Gathot Winarso, dkk .2001)
Stasiun bumi Landsat adalah salah satu stasiun bumi sumberdaya. Satelit
ini diluncurkan pada tanggal 15 April 1999. System ini adalah salah satu dari
bagian dari program ilmu NASA. Satelit ini diluncurkan pada ketinggian orbit 705
km. Orbit yang rendah ini dipilih untuk membuat satelit dapat dicari oleh pesawat
ruang angkasa dan untuk meningkatkan resolusi tanah pada sensor. Satelit ini
menghasilkan putaran berulang satu kali sebanyak 16 hari. Satelit ini memiliki 6
saluran pada gelombang tampak, inframerah dekat, dan inframerah jauh dengan
resolusi spasial 15 meter hingga 30 meter. Sementara saluran pada inframerah
termal memiliki resolusi 60 meter (Lillesand at all, 2004). Satelit Landsat
memiliki luasan sapuan yang cukup luas. Hal ini membuat citra Landsat dapat
digunakan untuk membedakan antara daratan dan lautan pada cakupan luasan
wilayah yang sedang.
Sistem penginderaan jauh Landsat adalah sistem penginderaan jauh yang
dimiliki oleh badan antariksa Amerika Serikat berkerjasama dengan depertemen
2
dalam negri Amerika Serikat. Satelit Lansat mulai beroperasi pada tahun 1972.
Lansat secara umum memiliki 2 generasi, yaitu generasi pertama yang beroperasi
pada tahun 1972 hingga tahun 1983 dan generasi kedua yang beroperasi pada
tahun 1982 hingga sekarang. Landsat TM yang melakukan akuisisi melintasi
wilayah Indonesia antara jam 08.00 dan 11.00 WIB tiap 16 hari sekali. Kelebihan
dari citra Lansat adalah memiliki Satelit Landsat, milik Amerika Serikat, pertama
kali di luncurkan pada 1972 dengan nama ERTS-1 (Earth Resources Technology
satellite-1). Proyek eksperimental ini sukses dan dilanjutkan dengan peluncuran
berikutnya, seri kedua, tetapi dengan mengganti nama menjadi Landsat. ERTS-1
pun berganti nama menjadi Landsat-1.
Suplai data pada Landsat 7 sejak tahun 2003 telah mengalami kegagalan
fungsi sehingga suplai data pada tahun tersebut tidak dapat lagi diandalkan. Dari
Landsat-1 hingga Landsat-7 telah memiliki perubahan desain sensor sehingga
ketujuh satelit tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga generasi, yaitu generasi
pertama (Lansat 1-3), generasi kedua (Landsat 4-5), serta generasi ke tiga
(Landsat 6 dan landsat 7). Landsat 1 dan 2 memiliki dua macam sensor, yaitu
RBV (Return Beam Vidicon) yang terdiri dari tiga saluran, yaitu saluran RBV-1,
RBV-2, dan RBV-3 dengan resolusi spasial 79 meter, dan MMS (Multispectral
scanner) yang terdiri atas 4 saluran, yaitu MMS-4, MMS-5, MMS-6, dan MMS-7
dengan resolusi spasial ang sama. Penomeran sensor MMS yang dimiliki dari
angka 4 mengacu ke nomer saluran RBV sebanyak 3 buah yang dimulai dari
angka 4 ini mengacu ke nomer saluran RBV sebanyak 3 buah yang dimulai dari
angka 1. Ketika Sensor RBV ini dihilangkan pada satelit generasi berikutya,
penomeran saluran pada MMS-4, MMS-5, MMs-6, dan MMs-7 dengan resolusi
spasial yang sama. Landsat 4 dan 5 mmeliki dua sensor juga, namun mengganti
sensor RBV dengan TM (Thematic mapper). Sensor TM memiliki 7 saluran yang
dinomori dari nomor satu hingga 7. Penyimpangan urutan pada penomoran sensor
Lansat ini terjadi pada slauran TM-6 yang menggunakan spectrum saluran
inframerah termal menyelip pada saluran inframerah tengah (saluran TM-5 dan 7
yang beresolusi spasial 30 meter). Operasi misi Landsat generasi ketiga ini
3
sebenarnya sudah dimulai pada tahun 1993, namun gagal setelah
diluncurkan. Satelit landsat 6 hilang pada tahun 1993.
Tahun 1997 Amerika serikat meluncurkan satelit landsat 7. Landsat 7
memiliki sensor multispectral dengan resolusi 15 meter untuk citra pankromatik
dan 30 meter pada citra multispektral pada spectral pantulan, serta bersesolusi 60
meter untuk citra inframaerah termal. Landsat 7 memiliki 8 saluran, dimana
saluran 1,2 dan 3 berada pada panjang gelombang tampak dengan resolusi spasial
30 meter, saluran 4 dan 5 berada pada julat inframerah dekat dengan resolusi 30
meter, serta 6 di julat inframerah termal dengan resolusi 120 meterdan 60 meter
untuk ETM, saluran 7 pada julat inframerah tengah dengan resolusi 30 meter.
Landsat 1 yang awalnya bernama Earth Resources Technology Satellite 1
diluncurkan 23 Juli 1972 dan mulai beroperasi sampai 6 Januari 1978. Generasi
penerusnya, Landsat 2 diluncurkan 22 Januari 1975 yang beroperasi sampai 22
Januari 1981. Landsat 3 diluncurkan 5 Maret 1978 berakhir 31 Maret 1983;
Landsat 4 diluncurkan 16 Juli 1982, dihentikan 1993. Landsat 5 diluncurkan 1
Maret 1984 masih berfungsi sampai dengan saat ini namun mengalami gangguan
berat sejak November 2011, akibat gangguan ini, pada tanggal 26 Desember 2012,
USGS mengumumkan bahwa Landsat 5 akan dinonaktifkan. Berbeda dengan 5
generasi pendahulunya, Landsat 6 yang telah diluncurkan 5 Oktober 1993 gagal
mencapai orbit. Sementara Landsat 7 yang diluncurkan April 15 Desember 1999,
masih
berfungsi
walaupun
mengalami
kerusakan
sejak
Mei
2003
(http://geomatika.its.ac.id, 2013).
Tiga saluran Landsat berada pada panjang gelombang tampak. Saluran 1
yang memiliki panjang gelombang biru, saluran 2 pada panjang gelombang hijau,
serta saluran tiga pada panjang gelombang merah. Citra Landsat multispektral
true color dapat dihasilkan dari saluran 321. Citra multispektral ini memiliki
kemampuan untuk memisahkan antara daratan dengan tubuh perairan dengan
tegas. Penggunaan citra satelit landsat multispectral true color ini banyak
digunakan untuk mengetahui pemisahan tubuh air dan tubuh darat sehingga
4
mampu untuk pemantauan perubahan garis pantai yang ada di luasan
kawasan menengah dalam jangka waktu tahunan.
1.2 Rumusan Masalah
Uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya membuat peneliti tertarik
untuk berdasarkan kajian perubahan garis pantai dengan menggunakan data
penginderaan jauh di Kota Semarang. Hal ini terkait dengan laju perubahan garis
pantai yang ada di Kota Semarang. Data penginderaan jauh yang digunakan
adalah saluran multitemporal dari citra Landsat.
Uraian-uraian yang telah dipaparkan di latar belakang dan gambaran
permasalahan tersebut mendorong beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana cara mengidentifikasi garis pantai dari citra Landsat ?
2. Bagaimana laju perubahan abrasi dan akresi pantai di Kota Semarang dalam
kurun waktu 1994, 2004 dan 2014 berdasarkan analisis citra satelit Landsat?
Berdasarkan pemikiran diatas, maka peneliti mengajukan rencana penelitian
dengan judul di bawah ini.
Kajian perubahan garis pantai menggunakan citra Landsat multitemporal
Kota Semarang
1.3 Tujuan
1. Identifikasi perubahan garis pantai di Kota Semarang menggunakan data citra
Landsat. ( tahun 1994, 2004 dan 2014).
2. Analisis laju perubahan garis pantai di Kota Semarang (1994 - 2004 dan 2004
- 2014 ).
5
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi yang berguna dan
bahan masukan bagi pemerintah setempat dalam melakukan pembangunan
infrakstruktur kawasan pesisir Semarang.
2. Memberikan sumbangan pemikiran penelitian di bidang ilmu geografi agar
penelitian ilmu geografi tidak terbatas di daratan saja, tetapi juga dapat
melakukan penelitian di kawasan pesisir dan kelautan.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian perubahan garis pantai dengan metode penelitian interpretasi
citra telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Tarigan (2007) pernah
melakukan penelitian perubahan garis pantai di perairan Cisadane, Provinsi
Banten dengan menggunakan citra Landsat 5-TM. Peneliti ini melakukan
interpretasi citra Landsat 1997 dan menampalkan hasil pengamatan garis pantai
pada tahun 2005. Hasil penelitian ini adalah terdapat beberapa lokasi pantai yang
mengalami akresi seluas 50 kearah Pantai Tanjung Burung dan Pantai Desa
Harapan. Sementara abrasi 5-10 m kearah darat terjadi di daerah Pantai Tanjung
Pepuloa dan Pantai Tanjung Pasir.
Penelitian-penelitian perubahan garis pantai di kawasan pesisir Kota
Semarang sebenarnya telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya.
Marfai (2011) melakukan penelitian tentang pemodelan perubahan garis pantai
yang ada di kawasan pesisir Kota Semarang dengan menggunakan aplikasi Citra
Ikonos (2011). Pengolahan data menggunakan aplikasi ILWIS dan Arc GIS. Hasil
penelitian ini mendapatkan luasan penggunaan lahan pertanian dan habitat pesisir
di kawasan pesisir Semarang yang diperkirakan akan terdampak perubahan garis
pantai. Sardiyatmo (2004) melakukan penelitian dengan tema yang kurang lebih
sama, yaitu perubahan garis pantai kota Semarang. Ia menggunkan foto udara
pankromatik hitam putih tahun 1942 hingga tahun 1992. Penelitian ini murni
bertujuan untuk mengetahui proses perubahan garis pantai yang terjadi dalam
rentang waktu tersebut. Hasil penelitian menunjukan dalam rentang waktu
6
tersebut perubahan garis pantai didominasi oleh akresi pantai. Ifan, dkk
(2013) melakukan penelitian perubahan garis pantai di Pesisir Kota Semarang dan
Pesisir Kabupaten Demak. Penelitian ini memiliki tujuan mengetahui persentase
korelasai antara akresi di pesisir Kota Semarang terhadap abrasi di pesisir
Kabupaten Demak dari tahun 1989 hingga tahun 2012 dan korelasi antara abrasi
di pesisir Kota Semarang terhadap Akresi di Kota Semarang. Penelitian ini
menggunakan Citra Landsat pada tahun perekaman 1989, 1994, 1997,2003, 2008
dan tahun 2012. Citra diolah dengan rumus penentuan garis pantai Bilko. Data
dianalisis korelasi dengan bantuan perangkat lunak SPSS. Hasil penelitian yang
dilakukannya ada korelasi erat antara abrasi di pesisir Kota Semarang dan akresi
pesisir Kabupaten Demak. Sementara Akresi yang ada di pesisir Kota Semarang
dengan abrasi di Kabupaten Demak tidak memiliki korelasi yang signifikan.
Dari beberapa paparan ini, memang penelitian perubahan garis pantai
pernah dilakukan oleh banyak peneliti, namun memiliki beberapa metode serta
citra yang berbeda. Marfai melakukan penelitian dengan tema yang sama di
kawasan pesisir Kota Semarang. Namun, citra yang digunakan peniliti memiliki
perbedan dengan peneliti. Marfai mengunakan citra Ikonos yang memiliki resolusi
spasial yang berbeda. Ifan, dkk memang melakukan penelitian menggunakan
metode dan citra yang sama dengan peneliti. Namun tahun pemotretan serta
analisis yang dilakukan oleh peneliti memiliki perbedaan, dimana peneliti
melakukan analisis korelasi. Selain itu, beliau juga menganalsis pesisir kabupaten
Demak, bukan hanya pesisir Kota Semarang. Sementara Sardiyatmo melakukan
penelitian yang hampir sama dengan peneliti. Namun rentang waktu citra yang
digunakan berbeda, yaitu tahun 1942 hingga tahun 1992 dengan foto udara
pankromatik. Adapun persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dapat
dilihat pada tabel 1.
7
Tabel 1.1. Perbandingan penelitian terkait dengan rencana penelitian
peneliti.
No Judul
Pengarang
Lokasi
Penelitian
Metode
Sumber
Data
1
Analisis Korelasi
Perubahan Garis Pantai
Kawasan Pesisir Kota
Semarang Terhadap
Perubahan Garis Pantai
Pesisir Kabupaten
Demak
Rizqie Irfan, Semarang
Andri
Kota dan
Suprayogi , Demak
dan Hani’ah
( 2012 )
Pengolahan citra Landsat
dengan menggunakan Rumus
BILKO.
citra
Landsat
2
Perubahan Garis Pantai
Di Wilayah Pesisir
Perairan Cisadane,
Provinci Banten
M. Salam
Tarigan
(2007)
Provinsi
Banten
Mengetahui Perubahan Garis
Pantai dengan overlay hasil
digitasi citra.
Citra
Landsat -5
TM
3
Kajian Perubahan Garis Sardiyatmo
Pantai Semarang dengan (2004)
Foto Udara Pankromatik
Hitam Putih
Semarang
Mengetahui Perubahan Garis
Pantai dengan Interpretasi foto
udara,Klasifikasi,deliniasi dan
menganalisisnya
Foto Udara
Hitam Putih
dan Peta
Rupa Bumi
Indonesia
4
Coastal
dynamic
and Marfai, dkk
(2007)
shoreline mapping:multi
Kota
Semarang
sources
spatial
Pengolahan data menggunakan Peta
topografi,ci
aplikasi ILWIS dan Arc GIS
tra Landsat
dan Ikonos
analysis
in
Kota
Semarang
Pengolahan data dengan Sofwer Citra
Envi 4.3 dan Arc. Gis 9.3
Landsat
data
Semarang
Indonesia.
5
Kajian penanggulangan Danang
perubahan garis pantai di Akadiat
Winarto
Kota Semarang
(2012)
8
Lanjutan tabel 1.1
No Judul
6
Kajian perubahan garis
pantai menggunakan
Citra Landsat
multitemporal di kota
Semarang
Pengarang Lokasi
Metode
Penelitian
Julio
Kota
Noronha Semaran
Marques
(2014)
Sumber Data
Interpretasi Citra Landsat
citra dan
Survey
lapangan
dengan
Sofwer
Envi 5.1
dan Arcgis
10.1
9
Download